Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Bimabet
Semoga RLnya dilancarkan om. Masih banyak yg nunggu kok updatenya
 
MDT SEASON 2 – PART 19

--------------------------------------------

sebstu10.jpg

“Diamput!!!” suara itu terdengar begitu kencang di dalam studio. Aku hanya menarik nafas panjang sambil menggelengkan kepalaku.

“Udah, nih gue ada senar baru, pasangin lagi....” aku menegur Nanang yang dengan secara tidak sengaja memutuskan senar gitarnya. Perkara biasa dalam rekaman. Tapi sepertinya dia tampak emosional karena dia sedang nyaman-nyamannya melakukan solo gitar, di lagu ke tujuh.

“Maaf mas...” dia menyadari kalau dia tidak perlu mengumpat sekesal itu mungkin. “Tapi kan pas senarnya abis dipasang biasanya butuh waktu kan mas supaya dia senarnya gak turun-turun” lanjutnya mengeluh kepadaku.

“Gapapa, makanya buruan dipasang, terus di setem-nya naik satu atau setengah nada” senyumku, berusaha menenangkan dirinya. Yang lainnya? Mereka tampak sedang tidur, bergelimpangan di lantai kayu.

Kasihan mereka, anak muda polos dengan pengalaman minim, jadi korban ambisiku sebagai pengendus bakat baru. Mereka bekerja keras di bulan puasa ini, membanting tulang, menggila di dalam studio demi album mereka. Beberapa hari ini, mereka pasti ada yang terpaksa batal puasa karena kecapekan atau semacamnya. Sedangkan aku bersyukur, karena belum batal sampai hari ini. Kyoko juga setelah minggu pertama. Hebat dia.

Dan lebih hebatnya lagi, sekarang ada beberapa jam yang dipakai oleh istriku untuk menyambangi tempatnya Zul. Aku mengantar jemput dirinya, kalau sempat. Kalau tak sempat, dia sudah mulai mencoba memakai aplikasi ojek online. Dan dia ternyata lebih suka dengan cara yang kedua, karena selain tidak mengganggu waktuku, dia juga merasa lebih bisa untuk belajar menyatu dengan Indonesia, atau Jakarta pada khususnya.

Tenang, Kyoko belum full time bergabung bersama Zul. Dia datang kesana untuk membicarakan dan mendiskusikan, apa saja yang bisa dirombak dari cafenya Zul. Apa saja yang bisa di cut budgetnya, apa saja yang bisa dijadikan lebih efisien, dan apa saja yang musti di tambah kurang. Dan kulihat, beberapa hari ini Kyoko selalu kembali dengan muka yang berseri-seri dan air muka yang cerah.

Lucunya lagi, itu semua gara-gara Stefan. Gara-gara si Setan itu memberikan ide yang luar biasa hebatnya, menurutku. Join usaha dengan menggunakan pengetahuan dan skill sebagai modal. Baru nanti uang yang dihasilkan dari buah pengetahuan dan skill itu, diputar jadi modal usaha. Gila. Tahu gini dulu aku masuk jurusan ekonomi saja seperti Stefan, tawaku dalam hati.

“Anu mas...”
“Eh” Nanang membuyarkan lamunanku. Dia rupanya sudah beres mengganti senar gitar.
“Kan saya harus lanjut ngisi solo nih, gimana ya?” tanyanya.

“Oh iya, gitar lo kan belom bisa dipake ya....” ya, masih butuh penyesuaian di senar baru yang biasanya suka memuai itu. Walaupun hanya satu senar yang diganti baru, tetap saja mempengaruhi keseluruhan gitar. Aku tak ingin ketika rekaman, nadanya nyengsol atau turun-turun karena senar baru.

“Udah, pinjem gitar gue aja, pilih aja salah satu...” senyumku sambil melipat kakiku.
“Boleh mas?” tanyanya sambil membelalakkan matanya.
“Hahaha... Lo mah pura-pura gak mau ya?” tawaku, dan ia meresponku dengan senyum malu sambil menggaruk kepalanya. “Udah tuh ambil aya mana... Tapi pinjem buat rekaman ya, jangan dibawa pulang ke Jogja....” candaku.

“Iya mas” Nanang tersenyum dan dengan malu-malu kucing ia mendekati rak gitarku, memilih gitar apa yang sepertinya cocok untuk dia.

“Kalo mau lo pinjem Gibson SG nya aja, cocok buat gantiin gitar elo, jangan ambil yang semi hollow, ntar suaranya terlalu bulet buat karakter suara musik kalian” tegurku, melihat dirinya yang tampak bingung melihat gitar-gitarku. “Udah, ambil cepetan... “ dan Nanang langsung mengambilnya dengan gerakan lambat. Mungkin takut bikin gitarku lecet. Tapi gitar lecet itu malah pertanda kalau gitar itu sudah makan asam garam permusik musikan, tawaku dalam hati.

w1ec1y.jpg

Gibson SG

“Berat yak mas” ucapnya dengan antusias, sambil mengalungkan gitar itu di badannya, dan dia mulai berjalan masuk lagi ke ruang rekaman. Dia mencolokkan gitar itu ke kabel dan mulai mencoba-cobanya, memainkan solo-solo pendek dan beberapa tangga nada.

Bisa kulihat muka senyumnya menghiasi wajahnya.

Dia pasti merasa sangat bangga bisa memainkan gitar yang biasa kupakai kalau manggung atau rekaman. Gibson pula.

“Kalo udah siap bilang ya” bisikku di microphone dan dia mengangguk. Dia tampaknya masih butuh waktu untuk menyesuaikan permainannya dengan gitar baru.

Aku kembali menerawang, membayangkan apa saja inovasi yang akan diberikan untuk Zul dari Kyoko. Aku masih ingat, katanya Stefan juga dengan sukarela akan membantu mereka, mendengarkan ide-ide yang sudah dengan matang dibicarakan oleh merka berdua, dan lantas kemudian Stefan akan mencoba menilai apakah ide-ide tersebut visible untuk dijalankan atau tidak. Dia bertindak layaknya business coach. Menarik untuk melihat pergerakan Stefan.

Kita bisa bilang dia orang brengsek, asal, kasar dan mesum.

Tapi kalau urusan yang terkait di multiplikasi dana dan sebagainya, otaknya akan dengan cepat bermain. Dia akan cepat melihat peluang usaha yang baik dan tidak baik, menimbang-nimbang dengan cepat dan berhasil membuat orang lain jadi maju karena penilaiannya yang bagus akan sebuah bisnis. Dialah yang pintar menentukan sponsor mana yang bagus untuk kami, dan dia bisa bargaining dengan bagus. Dan aku jadi ada pemikiran yang agak nyeleneh, karena selama ini, semua urusan bisnis dan lala-lala nya Hantaman ada di Anin semua. Aku seperti agak ingin mengalihkan urusan itu ke Stefan. Dia pasti bisa membuat deal yang lebih bagus secara nilai uang untuk kami dan dari segi teknis tidak merepotkan kami.

Ah, nanti mungkin bisa kubicarakan dengan mereka berdua kalau kami harus rapat lagi.

Sambil memperhatikan Nanang yang sedang menyesuaikan tangannya dan gitarku, kepalaku lari ke Kyoko lagi. Aku jadi tidak sabar, ingin segera bertemu dengannya hari ini nanti selepas berbuka puasa. Aku harap hari ini ada cerita menarik lagi yang ia bawa dari cafe nya Zul, terkait dengan rencana mereka berdua untuk join.

“Mas siap mas” Nanang, atau lebih tepatnya kepala Nanang yang melongok keluar dari ruang rekaman, memberitahuku bahwa dia sudah siap.
“Oke, kita mulai ya, take ke 2 untuk solo lagu ke tujuh....”
“OKE!”

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

Aku, ibuku, Kyoko dan Ai sedang ada di meja makan, menyantap makanan berat sehabis berbuka. Kyoko tampak cerah walaupun dia pasti capek kesana kemari hari ini di bulan puasa pertamanya.

“Gimana rekaman Mas?” tanya Ai, membuka obrolan di tengah kami semua yang fokus dengan makanan
“Lancar, sekarang udah hari ke berapa ya.... Lupa” aku menggaruk kepalaku sendiri, bingung, karena hari-hari pasti terasa hilang di dalam studio.

“Hahaha.... Udah berapa persen prosesnya?” tanyanya lagi.
“70 % lah untuk materi mentahnya.... Tapi kalo udah 100% direkam kan bukan berarti urusan selesai, tapi abis lebaran, banyak kerjaan ngedit sama mastering” senyumku kecut.

“Kacian”

“Kakakmu mau banyak rezeki kok dibilang kasian” tawa ibuku.
“Abis kasian kalo tiap liat dia di depan komputer ngutak-ngatik lagu orang, lebih ngeri daripada orang kantoran kayaknya”
“Biasa aja kali” tawaku.

“Hehehe, tapi memang, Aya kalau sudah kerja di depan komputer seperti menempel dengan komputernya” canda Kyoko dengan ringan.
“Kamu juga kalo udah ketemu sama mesin kopi” balasku.

“Hahahaha...” senyum Kyoko terlihat sangat lebar, sepertinya dia sangat senang hari ini.

“Terus gimana, sejauh ini, ada masukan apa aja yang udah kamu kasih ke Zul soal cafe”
“Banyak sekali Aya, selain yang kemarin sudah Kyoko bilang ke Aya, hari ini Kyoko mulai mengerjakan menu” senyumnya.
“Ceritain dong Mbak, dari awal, aku mau denger” Ai tampak antusias mendengarnya. Ya, semua orang di meja ini antusias melihat Kyoko tampak bersinar dan berseri-seri, siap menjelaskan apapun yang sudah ia bicarakan.

“Ano..... Jadi, Ai Chan, Okasan dan Aya, Kyoko banyak melakukan perubahan, dan semuanya Zul menyetujui setelah bicara panjang lebar....”
“Wah, apa saja ya kira-kira?” tanya ibuku ke dirinya sendiri, menunggu cerita Kyoko.

“Jadi.... Pertama, cafe itu buka terlalu lama, jadi biaya listrik, air, dan lain-lainnya tinggi.... Bisa dijadikan lebih hemat, kalau cafe buka hanya ketika... Jam ramainya, yaitu dari jam 12 siang ke jam 3 sore... Dan dari jam 6 sore ke malam hari jam 10” dia mulai menjabarkan perubahan-perubahan yang akan ia lakukan.
“Wah, jadi pas jeda tiga jam itu ngapain Mbak?” tanya Ai. Aku tidak harus bertanya, karena aku sudah mendengar yang satu ini.

“Bisa digunakan untuk mencuci piring, membersihkan meja, atau juga ditinggal sebentar untuk istirahat, tapi bisa hemat karena lampu, aikon dan musik bisa dimatikan” lanjut Kyoko. Aikon – Air Conditioner, alias AC dalam logat jepang.
“Keren hehehe” puji Ai.
“Belom dibilang semuanya sampe hari ini kok udah dibilang keren” potongku.

“Biarin, suka-suka” Ai menjulurkan lidahnya dan tindakannya disambut oleh tawa ibuku.

“Haha... Kyoko lanjutkan.... Selanjutnya... Ano, Kyoko minta Zul supaya mencari orang yang menjual kue di dekat rumahnya atau di dekat cafe, lalu kita minta mereka untuk menitip jual, agar kita tidak perlu repot-repot memasak dessert”
kayak nitip jual gitu, biar biaya produksi gak ada, dan yang ngeluarin biaya bukan Zul dan Kyoko, tapi orang-orang yang mau nitipin kue-kue mereka itu” aku berusaha melengkapi.
“Oh bagus ya, jadi semacam menawarkan mereka menitip jual, jadi cafenya tidak usah keluar uang untuk menyediakan kue-kue” ibuku berkesimpulan.

“Iya ma, jadi dari cafe ini cuma sedia listrik buat lemari es nya doang” balasku.

“Nah, kalo makanan beratnya? Kan sekarang Zul nya masih tuh katanya jualan pasta-pasta dan makanan-makanan yang rasanya biasa aja itu....” Ai menanyakan soal makanan berat yang disediakan disana.
“Ah ano itu, Kyoko rombak menunya, Ai Chan.... Jadi, menunya hanya tinggal kue-kue yang dititipkan, jenis kopi diperbanyak, teh lebih sedikit, tidak ada fruit juice, dan makanan hanya 4 tipe pasta saja yang Kyoko mudah masaknya” senyumnya.

“Wah jadinya kamu yang masakin?” tanyaku, karena itu informasi baru untukku.
“Betul Aya, jadi nanti Kyoko akan buatkan 4 tipe pasta yang muda dimasak dan tidak repot, serta bahannya sedikit macamnya, agar modal yang dikeluarkan untuk makanan tidak banyak, jadi biaya bisa ditekan lagi......”

“Kamu kurangi juga menu nya yang tidak perlu ya, yang orang tidak cari di cafe, supaya tidak usah banyak belanja bahan-bahan” sahut Ibuku.
“Betul, Okasan, jadi jauh lebih hemat setelah Zul coba hitung” senyum istriku dengan sumringah.

“Terus apa lagi mbak, kok aku jadi ikutan excited banget nih hahahaha” tawa Ai, dia tampak terlena dengan semua penjelasan Kyoko.
“Ah, anu, Kyoko juga usulkan menambah sekitar 3 meja, agak padat tidak apa, lalu...” dia berusaha mengingat-ngingat hal lainnya yang penting. “Ah, Kopi dari Nii-san juga akan dijual disana, dan Kyoko sedang berusaha buat menu signature drinknya” lanjutnya.

“Jadi Zul itu sebenernya bagusnya dimana sih?” candaku. Tentunya ledekanku akan lebih telat apabila dilakukan di depan muka Zul.
“Dia pintar memilih biji kopi yang bagus Aya, dan teknik membuat kopinya bagus. Tapi kalau untuk menu kurang imajinatif” jawab Kyoko. “Dan manajemen restoran masih kurang, tapi tak apa, Kyoko bisa ajarkan sedikit-sedikit” senyumnya.

“Wah, padahal tanpa manajemen restoran, ngandelin instingnya dia doang, bisa laku ya, gimana kalo Mbak Kyoko udah ngurusin lebih dalem lagi?” tanya Ai, retoris. Ya, retoris karena kita semua sudah tahu jawabannya. Pasti nanti jadi lebih hebat lagi.
“Hahaha, mudah-mudahan jadi lebih hebat lagi Ai Chan” senyum istriku.

“Dan langkah selanjutnya, apa lagi?” tanyaku penasaran.

“Selanjutnya, Kyoko akan buat menu, lalu kita bersama test merasakan menunya di rumah ini, Kyoko undang ke rumah, sekalian ajak Stefan, untuk membicarakan semuanya” jawabnya.
“Mau kapan?”
“Mungkin selasa”

“Boleh silakan kapan saja lho” senyum ibuku.
“Selasa rame lho, banyak orang, pertama ada anak-anak Speed Demon yang beres rekaman pengen liat aku latihan sama quartet, terus Arka, Toni, Jacob... Mau ditambah Stefan dan Zul?” tanyaku lagi ke Kyoko.

“Tidak apa Aya, makin banya orang makin bagus, mereka bisa coba menu Kyoko semuanya, mudah-mudahan semua suka....”
“Dan ngundang Stefan biar sekalian final ya? Biar bisa cepet kamu gabung kesana, paling lambat abis lebaran gitu kali ya?” aku pun merasa antusias oleh perkembangan yang bisa dibilang lumayan cepat ini.

“Betul Aya, makin cepat makin baik, Kyoko sudah sangat ingin berada bersama mesin kopi lagi, mungkin buat Aya, itu seperti Aya dan gitar” senyumnya.
“Hehe... Aku seneng liat kamu seneng” senyumku.

Aku lantas menepuk kepalanya dan dia menerima tepukan itu dengan senyuman yang sangat lebar. Senyum bahagia yang sudah lama ingin dia kembangkan, namun baru bisa ia lakukan sekarang, karena perasaannya mendukung.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

pasta-10.jpg

“Sumpah ini enak banget” mata Zul membelalak saat dia memakan masakan Kyoko. Kyoko hanya senyum-senyum sendiri melihat kami semua makan seperti orang gila. Dan ini memang pemandangan biasa bagiku, melihat orang yang baru pertama kali memakan masakan Kyoko. Padahal ini hanya masakan sederhana, sample menu pasta yang akan dijual nanti di cafe.

“Gue pikir ini alasannya kenapa Mas Arya mau kawin sama Mbak Kyoko” canda Ai.
“Sembarangan” balasku.

“Nah... Jadi, ide gue bagus kan?” tanya Stefan.
“Bagus” jawabku dan Zul secara bersamaan.

“Dan setelah kalian jelasin tadi, gue ngerasa kalo ide gue emang bener-bener bagus” tawa Stefan. Ya, tadi Kyoko dan Zul sudah memaparkan perubahan-perubahan apa saja ke business coach dadakan mereka, Stefanus Giri Darmawan.

Aku tersenyum dalam hati, sambil sedikit melirik dari dapur ke studioku, disana ada anggota quartetku yang sedang makan juga bersama anak-anak Speed Demon yang penasaran, ingin melihat latihan sebuah working group Jazz.

“Ada yang mesti dipikirin, Kyoko kapan mau join langsung di tempatnya Zul?” tanya Stefan lagi.
“Kita belom tau tanggal pastinya sih, tapi yang pasti pengennya secepatnya” jawab Zul.
“Jangan gak sabaran, abis lebaran aja” balas Stefan.

“Kenapa Stefan, kenapa tidak cepat saja Kyoko bergabung disana?” tanya Kyoko.
“Lo mulai join in charge disana abis lebaran, sekarang siap-siapin dulu semuanya, termasuk juga rebranding....” jawab Stefan.

“Tapi kalo soal rebranding...” Zul tampak berpikir.
“Salah satu hal yang tokai banget dari cafe lo tuh, cafe lo ga punya nama..” balas Stefan.
“Yah, apa artinya nama sih” tawa Zul, menggampangkan.

“Lo lulusan Desain Komunikasi Visual, dan lo anggap nama cafe itu gak penting?” bingung Stefan.
“Yah... Gimana dong?” Zul tampak bingung. Ya, bisa dibilang Zul juga sama, salah jurusan sepertiku, kalau aku salah jurusan, harusnya jurusan musik, Zul salah jurusan, harusnya jurusan tata boga mungkin, atau mungkin jurusan kopi sekalian, kalau ada.

“Oke, dengerin gue, gue punya ide lagi, mendadak nih muncul di kepala gue....” tawa Stefan mulai terdengar licik. Setiap ide-ide menarik atau apapun muncul di kepalanya, dia selalu terlihat seperti orang yang sedang merencanakan kejahatan di depan kami semua. “Sementara Zul dan Kyoko nyiapin semuanya biar bisa beres dan mulai buka dengan brand baru setelah lebaran, gue saranin dua hal.... Yang pertama, di hari buka terakhir cafe elo sebelom tutup libur lebaran, lo harus adain buka bareng, undang semua pelanggan setia elo, dengan ngasih pengumuman ini buka terakhir sebelom Kyoko join dan rebranding. Kedua, di acara itu, Kyoko kita jual abis-abisan, dia harus dikenal sebagai icon nya tempat itu, terserah lah mau pake jual cerita doi sama kafe nya di Jepang sana, pokoknya dia yang selalu anterin pesenan pelanggan dan dia yang kita jual abis-abisan”

“Setuju sih, orang pasti bakal tertarik sama cerita kalo dia di Jepang sana berpengalaman di bidang ini” sambungku.

“Dan yang paling penting, cafe lo ini harus punya nama. Wajib” Stefan menekankan di kata-kata wajibnya itu sambil menatap kami bertiga dengan mata yang tajam dan serius.

“Gue gak ada ide” jawabku sambil tertawa tanpa suara.
“Kyoko juga tidak ada ide” senyumnya sambil bingung.

“Hmm...” Zul tampak berpikir keras, dan mencoba mengutak-ngatik beberapa nama di kepalanya, setidaknya itulah yang terlihat di wajahnya. “Gue ada ide sih...”
“Paan?” tanya Stefan, terlihat agak antusias.

“Gue sering denger nama tempat ini, baik dari Arya maupun Kyoko” lanjutnya.

“Mitaka”

Kami berempat mendadak diam. Kalau memang Kyoko yang akan dijual, nama Mitaka jelas-jelas cocok dan sesuai kalau mau dijadikan nama baru cafe nya Zul.

“Gimana?” tanya Zul, dari air mukanya dia sepertinya khawatir, kalau-kalau idenya tidak bagus.

“Cocok” jawab Stefan. Aku dan Kyoko saling memandang dan mengangguk. Nama ini benar-benar cocok.

“Jadi?”
“So Be It... nama baru cafe elo adalah Mitaka” senyum Stefan, mengakhiri pertanyaan dan kebingungan soal nama cafe.

Dan babak baru petualangan Kyoko di Indonesia akan dimulai.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd