Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

MDT SEASON 2 – PART 4

------------------------------

sebstu10.jpg

“Lah ini si bangsat kok ada disini?” tanya Arka Nadiem mendadak, setelah Stefan masuk tanpa permisi ke dalam studioku.
“Dua hal, pertama….”
“Kagak ngucapin apa-apa lagi, salam dulu kek, asalamualaikum gitu, ke yang punya rumah” ledek Jacob Manuhutu sambil menyetem upright bass nya.

“Berisik semua lu pada, gue penasaran sama dua hal, pertama sama musik band bocah asal Jogja yang Arya temuin kemaren, sama yang kedua, gue pengen denger Arya and The Kontols latian” umpat Stefan ke arah Arka dan Jacob.

Arka hanya tertawa tanpa suara, sambil duduk bersandar di kursi. Kakinya dia naikkan ke meja, sambil menunggu kedatangan seorang lagi. Sore ini studio agak terasa penuh, karena Aku, Jacob Manuhutu dan Arka Nadiem akan latihan perdana sebagai working group. Kami sedang menunggu sang drummer, yang direkomendasikan oleh Arka. Toni namanya, entah dia apakah akan datang atau tidak, karena dia sudah telat setengah jam dari waktu yang ditentukan.

“Lo kok gak bawa Hammond lo nyet?” tanya Stefan, sambil melongok ke dalam, melihat tumpukan keyboard Nord dan Rhodes yang teronggok begitu indahnya di dalam studio. Aku yang dari tadi ada di dalam, keluar ke ruangan monitor dan menjawab pertanyaan bodoh Stefan.
“Ngangkut Hammond berat tau”

“Ini dia si ketua Kontol” sapa Stefan melihat aku muncul keluar dari dalam.
“Mulut lo tuh ya….” tawa sang keyboardist sambil duduk dengan santainya.

“Arka...” tegurku.
“Yoo”
“Si Toni-toni ini mana sih?” tanyaku gusar.

“Biasa emang dia mah suka telat… Kan udah gue bilang tadi….” jawab Arka agak cuek.
“Gue pikir suka telat tuh 10 menit, 15 menit kek, ini mau setengah jam, untung studio ini punya gue sendiri, kalo bukan udah gue tinggalin….”

“So, tiap hari ya lo pasti ngewe” mendadak Stefan bertanya soal hal-hal yang berbau selangkangan seperti biasa, sambil menarik kursi dan duduk dengan cueknya di sebelah Arka.

“Gak sesering yang lo bayangin….” jawabku asal sambil memeriksa media sosial. Kyoko sedang ada di dapur, berjibaku memasak makan malam untuk kami semua hari ini.

Hari sudah mulai menuju maghrib, dan tampaknya Toni-Toni ini tidak kunjung datang juga. Aku celingukan, melongokkan kepalaku ke arah luar, kemana si drummer yang katanya keren ini?

“Arya!” panggil Arka dari dalam.
“Ya?” jawabku dengan segala rasa bosan yang ada.
“Mendingan lo kasih denger itu band yang elo ceritain ke gue tadi….” lanjut Arka sambil menguap.

“Ntar aja, mereka mau rekaman lagi yang bener, yang demo gue ceritain barusan itu, suaranya mendem, ga begitu enak lah sound nya….”
“Tapi mainnya lo bilang enak kan?”
“Enak”

“Enak kayak Kyoko apa enak kayak Kanaya?” tanya Stefan sambil memainkan rokok di tangannya.
“Bwahaha bangsat si Stefan” tawa Jacob yang baru saja beres menyetem upright bassnya.
“Enakan lubang idung elo Fan” jawabku dengan asal, sambil meregangkan tanganku yang diiringi dengan seribu kemalasan yang ada di dunia.
“Najis” balas Stefan, dengan nada kesal dan jutek ala Stefan.

“Eh gue jadi penasaran mendadak….” Arka menggaruk kepalanya.
“Penasaran sama apa…” lirik Stefan.
“Soal Anin, bener ga sih yang katanya dia sekarang pacaran LDR-an sama orang singapur yang tinggal di Jepang?” tanya Arka, berusaha mengkonfirmasi gosip yang mungkin dia dengar entah dari siapa.

“Bener” jawabku dan Stefan hampir bersamaan.
“Ooo….” Arka mengangguk paham, sepertinya dia baru mendapatkan konfirmasi dari berita-berita yang ia dengar. “Soalnya gue ga pernah liat foto mereka bareng di instagramnya Anin. Paling ada juga ada foto rame-rame, ada cewek yang kulitnya gelap di pojok mukanya kayaknya judes dan badannya kecil…. Yang itu bukan sih pacarnya?”

“100 buat Arka Nadiem” aku mengacungkan jempol kepada Arka.
“Lengkap amat nyebutnya kayak ngabsen di kampus” tawanya.

“Mending dengerin tuh band bocah…… daripada ngomongin si kingkong” Stefan menguap dan menggeliat.
“Yaudah gue setel deh….” aku menyerah dan mengambil casing CD warana oranye tersebut dan memasukkan CD nya dalam CD Player yang ada di salah satu kabinet di studioku.

Mendadak bunyi musik keras terdengar membahana di dalam studioku.

Kami berempat mendengarkannya dengan seksama. Bisa kulihat Stefan manggut-manggut dan kakinya bergoyang sesuai irama lagu pertama dari Speed Demon. Dipikir-pikir, nama Speed Demon agak jadul, tapi memang gahar. Tapi justru karena gahar, namanya agak tidak sesuai dengan tampang musisinya yang masih terlihat begitu muda dan lugu. Biar lah, nanti juga mereka pasti jadi pria-pria usia tigapuluhan seperti kami ini.

“Ahahaha solonya kekencengan tuh, di gas poll…. Bahasanya celemongan tapi oke lah buat anak-anak” komentar Arka ketika suara gitar menguasai tema lagu.
“Kayak buru-buru pengen beres gitu main gitarnya” komentar Stefan berusaha mencerna musik dari Speed Demon.

“Tapi emang sih, bener yang lo bilang, secara komposisi mereka udah asik banget, dipoles dikit, jadi deh…. Judas Priest dari Jogja” tawa Arka. Jacob hanya menutup matanya, sambil berusaha mendengarkan detil-detil dari musiknya Speed Demon.

“Nice” komentar Stefan setelah lagu pertama habis. Jacob tidak memberikan pendapatnya, dia malah mencoba-coba mengulang riff-riff bass dari Speed Demon dengan menggunakan mulutnya.

Mendadak intro lagu kedua, lagu yang slow, Romance Before Dawn, masuk. Air muka Arka, Stefan dan Jacob berubah. Mereka celingukan, sambil menekuk jidat mereka. Muka mereka makin aneh ekspresinya ketika suara vokal masuk.

“Ini kalo lo gak bilang lagu dari band yang sama ya, gue sangkain band yang beda lho” komentar Jacob.
“Beda banget yak” Arka berusaha menikmati irama musik slow rock yang menyayat hati.
“Kayak abis disuruh dengerin musik keras oktan tinggi, mendadak dikasih Steelheart…..” aku menyuarakan suara hatiku di depan mereka.

Stefan mengangguk tanda setuju.

“Gak nyambung banget ini…. “ bingung Stefan. “Bener-bener kayak beda band….”
“Wahahahahaha gitarisnya langsung muntah gini pas solo, teknik abis, sekil abis, dilalap semua not” komentar Arka sambil tertawa lepas. “Jago sih, cuma dia belom tau gimana cara komposisi solo yang asik biar gak cuma nunjukin teknik doang, tapi melodinya harus bikin yang denger hanyut”

“Hmmm… Musisi sekolahan mah begini omongannya” ledek Stefan. Arka hanya meringis, ngingung bagaimana caranya membalas ledekan Stefan. Dia belum sefasih Anin atau aku dalam membalikkan kata-kata Stefan.

“Coba di skip dong ke lagu ke tiga” celetuk Jacob dengan nada bosan.
“Eh, jangan, dengerin ampe abis..” tegurku.
“Nah, kalo produser omongannya kayak begitu…” ledek Stefan kepadaku.

“Berisik aja”
“Kalian semua lebih berisik daripada gue tau” Stefan berusaha membela dirinya sendiri.

“By the way… Kalo si Toni-toni ini ga dateng gimana ya?” aku mendadak ingat pada sang drummer yang tidak kunjung datang itu.
“Harap dimaklum lah, dia dari Gading rumahnya, dan naik motor….” jawab Arka.
“Loh… Naik motor kan harusnya lebih cepet kan? Gue kan motoran kemana-mana…… Dia nyasar kali ke Depok…” candaku dalam kesal.

“Ah, lagu keduanya dah abis, lagu ketiga ya” senyum Jacob, memperlihatkan deretan giginya yang putih, kontras dengan warna gelap kulitnya.

“Permisi….” suara seorang laki-laki yang tidak kukenal mendadak ada di depan pintu. Aku membuka pintu dengan buru-buru sementara lagu ketiga dari Speed Demon sudah terputar dengan kerasnya.
“Eh halo…” aku membuka pintu dan menemukan sesosok lelaki yang tidak kukenal. Berbadan sedang, berkacamata, dengan dandanan yang rapih, serta senyum yang ramah.

“Toni ya?” senyumku lega, sedikit lupa akan kekesalanku menunggunya.
“Iya Mas…. Kenalin… Maaf telat banget, tadi di jalan biasa lah, entah ada apa” jawabnya berdiplomatis, menutupi penyebab sebenarnya. Dia tersenyum dengan lebar sambil menatap menyelidik ke seluruh ruangan.

“Ton! Sini, kenalin ini Stefan, kalo mau spik-spik ama cewek lo belajar ama dia aja!” teriak Arka dari sudut ruangan yang lain. Toni lalu permisi dan berjalan ke dalam, sambil lantas berkenalan dengan Stefan.

“Stefan”
“Toni Mas, apa kabar…”
“Baik... Dah ditungguin tuh ama mereka dari tadi…”
“Ah iya, biasa lah Jakarta” senyumnya berdiplomasi.

“Biasa Jakarta nenek lu peyang… Kebiasaan lu telat, dah banyak tuh yang suka ngeluh-ngeluh di sama gue tau… Untung lo jago maen drumnya” tawa Arka dengan tatapan maklum.
“Ah… Jakarta Mas… Gimana?” senyumnya dengan muka manis.

“Yaudah, silakan disono drumnya, kita cobain lah main-main dikit” ajakku, agar tidak menunggu terlalu lama.

--------------------------------------------


Kami menatap Toni yang sedang bermain solo, setelah kami bermain beberapa lagu dan ngejam bareng. Aku memperhatikan gerakannya yang begitu cair, dan ketukannya yang super stabil. Matanya tertutup, menikmati suara perkusi yang mengalir dengan indahnya.

Arka dan Jacob hanya lihat-lihatan saja, maklum dengan kami semua yang tampak amazed oleh permainan Toni yang begitu indah. Walaupun tadi sudah terasa dalam jam session dan bermain musik bersama, tapi secara logika, harusnya tenaganya sudah habis karena kami dari tadi bermain seperti lupa waktu, sampai-sampai Kyoko harus masuk dan mengingatkan kami kalau waktu makan sudah tiba.

Dan sekarang Aku, Kyoko dan Stefan hanya bisa tertegun melihat permainannya yang begitu lincah dan atraktif.

“Jago nyet” bisik Stefan.
“Gak lu omongin juga udah tau gue kalo dia jago, gue punya mata ama kuping” balasku.

Sementara Kyoko tampak tersenyum melihat permainan Toni, yang entah kenapa memang dia mendadak iseng bermain solo ketika kami semua sudah siap untuk pindah ke ruang makan dan memakan makanan malam.

“Kyoko…” bisikku. Kyoko Cuma diam, terhanyut oleh irama solo drum Toni. “Sayang…”
“Nn” jawab Kyoko tak acuh.
“Anu, mama udah makan tadi sebelum kita kan?” tanyaku ke istriku.

Sial.

Kyoko hanya menyentuhkan jarinya di mulutnya, menyuruh aku untuk diam. Iya, memang semembius itu solo drum Toni. Dan akhirnya beres juga. Toni tersenyum dan lantas menaruh stik drumnya di tas yang teronggok di sebelahnya. Dia lantas meregangkan tangannya ke atas dan berdiri, menyelesaikan sesi latihan malam ini.

Aku bertepuk tangan sambil menggelengkan kepala. Bukan hanya karena skill nya, tapi karena konsistensi dan energinya, dan aku tidak melihat setitik pun keringat yang muncul di mukanya. Sepertinya menarik jika ia dan Bagas bertemu, mungkin akan banyak transfer ilmu diantara mereka berdua. Betapa beruntungnya aku selalu dikaruniai drummer berbakat dan keren-keren seperti ini.

“Aduh ah mas, mbak, ngapain tepuk tangan” ucapnya malu dengan sopan.
“Keren bangsat, tuker aja lah sama si Bagas, gue pengen punya drummer itu manusia kayak begini, bukan robot alien kayak Bagas” komentar Stefan.
“Kagak sopan ama temen ben sendiri si monyet” ledekku.

“Jya… Hebat sekari… Nah ayo… Makan, sudah siap makanannya…” senyum Kyoko menyambut Toni yang baru saja selesai solo drumnya.
“Iya mbak” jawabnya, mengikuti kami semua berjalan ke arah ruang makan, keluar dari studio.

Aku melirik ke Arka dan memberikannya senyuman, tanda puas akan permainan Toni yang merekatkan working group ini. Lengkap sudah, kami bisa latihan rutin, lalu mulai cari gig, dan lama kelamaan bisa bikin album. Nice.

“Kalian semua belom pernah makan masakannya Kyoko kan?” tanya Stefan ke Arka, Jacob dan Toni ketika kami sudah sampai di ruang makan.
“Belom” jawab mereka hampir bersamaan.
“Magic sih makanannya, enaknya minta mampus” candaku.

“Ano, minta manpus?” tanya Kyoko sambil bingung.
“Ah, ya pokoknya enak deh” senyumku. Aku lupa, Kyoko memang lancar bahasa Indonesianya, tapi dia belum paham banyak istilah-istilah slang dan bercandaan yang sifatnya mempermainkan kata.
“Jadi saking enaknya makanan elo, yang makan itu keenakan sampe mau mampus, alias mau mati” tawa Stefan sambil mulai mengambil piring dan mengambil makanan dengan agak seenaknya tanpa disuruh.

“Ahaha, terimakasih Stefan”

“Yaudah, jangan nunggu-nunggu, cepet abisin, untung ga ada Anin malem ini, kalo dia ada bisa disikat semua” candaku.
“Dan besok baru latihan Hantaman kan, asik, gue dua hari berturut-turut makan masakannya Kyoko” lanjut Stefan.

Tanpa menunggu lama, kami semua sibuk mengambil makanan untuk diri kami masing-masing, dan Kyoko memperhatikan kami dengan senyumnya yang selalu terkembang. Makanan malam ini, selain nasi, ada paha ayam yang digoreng tepung, sayur lobak, acar timun, dan telur dadar yang semuanya terlihat begitu menggoda, seperti bento khas Jepang. Dan kemudian mata Arka melotot ketika makanan sudah masuk ke dalam mulutnya.

“Wah, enak!” dia lalu melanjutkan makan dengan lahap. Memang enak, dan itu yang selalu membuatku bersemangat untuk makan di rumah setiap harinya. Makanan masakan Kyoko memang luar biasa, apalagi setelah dia beroperasi di dapur ini. Rasanya tiap hari ada saja makanan enak yang rasanya baru untuk kami sekeluarga.

“Eh, rame, bukannya sekarang bukan jadwal latihannya Hantaman?” mendadak suara familiar adikku terdengar dan semua mata menatap dirinya yang masih memakai setelan kantor dan sedang menenteng high heelsnya.

“Lama gak ketemu” sama Arka sambil melambaikan tangannya ke Ai.
“Eh Mas Arka! Ah aku ikutan makan deh, untung belom makan….” dia bergerak lincah ke arah meja makan dan dia tampak mengabsen satu persatu. “Oh emang bukan latihan Hantaman ya?” bingungnya melihat muka Jacob dan satu orang asing.

Ya, orang yang asing bagi Ai itu bernama Toni, drummer untuk working groupku dan dia sekarang sedang menghentikan kegiatan makannya karena perempuan yang ia stalk instagrammnya kini berdiri dan bergerak hidup di hadapannya.

“Mampus” bisik Arka ke Toni.

“Emang bukan latihan Hantaman kok dek… Ini buat working groupku, buat beresin albumku ntar….” aku menjawab pertanyaan Ai tadi.
“Ooo… terus orang ini ngapain disini?” tanyanya sambil melirik tajam ke arah Stefan.
“Suka suka gue dong” kesal Stefan sambil terus makan tanpa henti. Kyoko bangkit dan membantu mengambilkan makanan untuk Ai, sambil geli melihat interaksi Stefan dan Ai.

“Udah lo makan aja, gue nanyanya gak ke elo kok” balas Ai.
“Lo ga jelas nanyanya ke siapa”
“Bukan ke elo yang jelas” dan Ai lalu duduk di sebelah Stefan secara otomatis, dan dengan tidak sengaja ia duduk di hadapan Toni. Toni yang masih terpaku dan melihat Ai dengan tajam.

“Eh halo, belom kenal ya….” Ai menjulurkan tangannya sejenak ke arah Toni.
“Ah… Iya, kenalin , Toni”
“Ai, adiknya Mas Arya” tunjuk Ai kepadaku setelah bersalaman.

“Ini drummer yang bakal gue pake buat bikin quartet dek, keren loh mainnya, coba kamu tadi datengnya duluan, bisa liat dulu jago-jagonya dia” aku berusaha memperkenalkan Toni ke adikku.
“Oh, pasti jago lah ya Hahaha…. Emang musisi total atau bukan?” tanya Ai sambil makan dengan santainya.

“Total sih… Hehe” Toni tersipu malu, menatap Ai dengan dalam dan seperti sedang memetakan bentuk tubuh adikku.
“Total apa bukan itu maksudnya gimana sih?” tanya Stefan dengan nada sinis.
“Total itu kayak Mas Arya, Jacob, Mas Arka…. yang enggak itu kayak elu, masih kantoran juga” jawab Ai cuek.
“Manggil Arka pake mas, manggil gue enggak” ledek Stefan.

“Sori nyet” balas Ai ketus.
“Kon… Aduh” aku menginjak kaki Stefan agar tidak serta merta meneriakkan kata kotor kontol di dalam rumahku. Tidak enak didengar ibuku nanti.

“Rasain” tawa Ai.
“kontol……” bisik Stefan pelan di telinga Ai.

“Ngeselin deh”
“kontol……” bisiknya lagi.

“Udah ih makan aja sana”
“kontol……”

“Aya, apanya yang murah?” tanya Kyoko mendadak sambil berbisik kepadaku.
“Ah iya…. Soal itu, belum aku jelasin ya?” Ya, selalu terlupa soal ini, soal bahwa sebenarnya kontol itu tidak sama dengan murah seperti yang Kyoko sangkakan selama ini.

“Udah fan ah, gak enak didenger, ntar nyokap gue keluar kamar lo digantung lho” balas Ai.
“kontol…….” Stefan berbisik makin pelan di telinga Ai. Saking dekatnya sehingga aku melihat raut wajah Toni tampak ingin menolong Ai tapi dia tidak kuasa. Tidak kuasa karena chemistry Ai dan Stefan terlihat lain di matanya sepertinya.

“Sekali lagi bisikin gitu awas” marah Ai.
“kontol…..”

“Nih” kesal Ai sambil mengambil tulang ayam dan menusukkannya ke lubang hidung Stefan. Dan tepat.

“SIAL!!”

Dan tawa pun pecah di meja makan malam itu.

--------------------------------------------

Arka dan Jacob sedang membereskan peralatan mereka di dalam, dan Toni sudah pulang dengan raut muka yang tampaknya sedih dan kecewa karena melihat kedekatan Ai dan Stefan di meja makan tadi. Adik dan Istriku sementara sedang mencuci piring dan membereskan dapur bersama.

Aku menemani Stefan yang sedang merokok di teras Studio.

“Gimana so far, pernikahan lo yang udah jalan semingguan lebih ini?” tanyanya sambil menghisap rokok dalam-dalam. Terlalu dalam sehingga asap yang ia keluarga sangat banyak.
“Menarik, gue jadi rajin solat subuh karena bangun pagi bareng terus, gue jadi males keluar rumah karena makanan di rumah jadi enak banget dan bisa tiap jam tiap detik ngobrol ama Kyoko…” jawabku panjang.

“Dia seneng gak jadi ibu rumah tangga?”
“Keliatannya enjoy sih”
“Padahal dulu sibuk gawe di café ya, sekarang jadi emak-emak” lanjut Stefan.

“Iya” senyumku.
“Jadi fix ya, lo jadi bapak-bapak rumahan abis kawin….” Stefan tampaknya mengambil kesimpulan terlalu cepat.

“Pengen ditemenin ngelayap paling ni anak, ajak Anin aja sana, gue sih mending di rumah kalo malem-malem, nonton netflix bedua, atau cerita-cerita, atau apa lah, pokoknya semuanya nyenengin” tawaku.
“Ah Anin lagi, males, lo tau sendiri dia lagi ga bisa berhenti ngomongin Zee…..”

“Namanya juga lagi kasmaran”
“Tapi hebat ya dia masih perawan sampe sekarang” komentar Stefan.
“Eh masih?”

“Masih” jawab Stefan pelan.
“Tau darimana?”

“Gue interograsi abis-abisan di wassap, gue sangkain bullshit, taunya dia pake demi allah demi allah segala bilang belom pernah ngapa-ngapain sama Zee, gue tanyain kapan mau digarap, katanya entar aja abis kawin…. Itu anak udah jadi bapak-bapak dari kuliah gue rasa…. Boring, gak kayak elo” jawab Stefan panjang.

“Ya kalo lo emang pengen ditemenin sih boleh aja, tapi jangan sering-sering kayak dulu abis latihan gitu, seminggu dua minggu sekali lah, jangan subuh juga baliknya, jam 10-11 an gitu Fan” jawabku dengan nada yang tak enak.

“Lo pikir shift satpam apa jam 10-11 an, itu mah masih pagi bego” kesalnya.
“Ya… Gue sih mending di rumah” senyumku.

“Ah taik kan…. Yasudahlah, sendirian aja juga gapapa, paling ke tempatnya Cheryl aja gue abis ini……” tawanya.
“Apa kabar tuh anak sekarang?”
“Kanaya?” tanya Stefan.

“Cheryl, bukan Kanaya…..” aku mencoba meluruskan jawaban Stefan.
“Kanaya baik, kemaren kemaren sempet ngobrol, tapi kayaknya dia lagi sibuk banget jadi gue ga bisa nanyain dia masih single atau udah punya pacar, kalo masih single lo jadiin simpenan aja Ya, mayan seminggu sekali diewenya, lo hari-hari biasa ngewe bini….” candanya tak lucu.

“Gue nanyanya Cheryl, monyet”
“Jadi abis kawin senengnya malah sama yang udah kawin juga ya, boleh aja sih kalo lo mau tukeran pasangan ama mereka” tawanya sambil mematikan rokok di asbak dan mulai membakar batang baru.

“Kontol” kesalku sambil meregangkan badan.

“Eh, katanya lo mau beli mobil, kok belom?” tanya Stefan mengalihkan topik pembicaraan.
“Belom sih, udah ada beberapa yang gue kecengin…. Pengen test drive dulu…”
“Gue ada sih kenalan orang showroom kalo mau, SUV kayaknya cocok buat elo sama keluarga” komentarnya.

“Menarik, boleh dong kenalin”
“Besok gue agak free sih, pas jam makan siang mau? Ntar gue kabarin alamatnya” jawab Stefan.
“Boleh, sekalian kita makan di luar aja, gue ajak bini”

“Kok ajak bini…..” dia memicingkan mata.
“Loh kenapa emang? Kan kasian dia bosen kali kalo di rumah mulu, lagian apa salahnya ngajak bini liat mobil sama makan siang di luar, emangnya ngajak ke alexis?” tawaku.
“Yah…. terserah deh” senyumnya terpaksa.

“Emang kalo gue gak sendirian kenapa?” tanyaku.
“Yaaa…. gapapa sih…”

“Ah ada-ada aja elo, besok kabarin ya” sambungku sambil melihat Arka yang sudah siap berangkat, setelah mengangkut tumpukan keyboardnya ke mobilnya.

“Iya”
“Jangan lemes gitu ah, ntar gue coba deh, kapan gue bisa keluar malem ga bareng bini, gue temenin elo” tawaku.
“Tapi pasti ga bisa sampe malem banget kan?”

“Jam 10-11 an”
“Jam segitu masih sepi bar mah….”
“Ya ke tempat kopinya Zul aja, gue kan ga minum, sia-sia kan dibawa ke bar sekarang”

“Ah susah…. Yaudah deh, ntar gue kabarin buat ke showroom besok” dengus Stefan, sambil menatap ke langit.

Ah Stefan, jangan lupa kalau aku sudah menikah dan lebih nyaman di rumah. Tapi aku yakin, lama kelamaan dia akan mengerti soal kondisi ini.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Pertamini sebelum diambil juga ma subes2 lainnya :D

Gas kan trus om klu bisa 3x sehari kek minum obat :Peace:

So makasih apdetnya & kekonyolan si setan kontol & Ai memang membius juga buat smile2 alone :beer:
 
Ini komen pertama ane di forum ini..so far ane enjoy sama karya2nya om RB..setelah lama jd silent reader, ane puruskan untuk apresiasi karya salah satu penulis cerita favorit ane..thx om sudah menghadirkan karya2nya..sukses terus buat om RB..salam
 
MDT SEASON 2 – PART 5

------------------------------

mall-l10.jpg

Setelah puas berkunjung ke showroom mobil dan menetapkan pilihan pada satu unit city car yang tampaknya cocok sebagai teman untuk mengawali kehidupan keluarga, aku, Kyoko dan Stefan sedang makan siang bersama di sebuah Mall di Jakarta Selatan, sebelum stefan kembali ke kantornya. Kantor curang, begitu ledekan kami semua untuk dirinya, karena yang punya kantor adalah ayahnya dan dia bekerja sebagai editor in-chief Majalah gaya hidup pria yang sudah pasti juga dimiliki oleh ayahnya.

Tapi aku sama sekali tidak ambil pusing, toh rejeki ada yang mengatur, perkara dia mau dapat rejeki itu lewat tangan ayahnya, toh itu halal dan pekerjaannya baik kok, dan dia juga tidak pernah mengeluh soal pekerjaannya.

“Kalau gue bilang mah sayang lo beli city car, mendingan lo beli mobil yang agak gedean….” Stefan tampaknya masih tidak rela kalau pilihanku berbeda dengan apa yang menurut dia keren.

“Gue gak butuh mobil agak-agak SUV gitu Fan, gue cuman butuh mobil kecil untuk keluarga kecil, lagian lo liat kan di rumah gue mobil kecil semua, mobil emak gue kecil, mobil Ai kecil, kalo mobil gue gede sendiri, abis entar garasinya…..” jawabku sambil makan.

“Hai, lagipula, mobil akan banyak dipakai hanya untuk Kyoko dan Aya” senyum Kyoko mendukung pendapatku.

Jujur, memang mobil SUV keren, tapi kami berdua lebih butuh City Car dengan budget maksimum 200-jutaan, harga yang masuk akal untuk keluarga yang baru mulai, dan untungnya sedikit uang tabunganku bisa terbantu dengan uang angpau dari tamu undangan untuk DP nya.

“Sayang tapi, nambah seratusan juta doang, kan nyicil juga” balas Stefan.
“Gue gak perlu mobil gede-gede amat dan keren-keren amat buat nganterin Kyoko belanja, anterin dia ke dokter kandungan, sama nganter anak TK….” Jawabku.
“emang udah isi?”

“Belom”
“Ah, kalo gitu kenapa lo gak ambil SUB aja, gue tau lo bisa kok beli nyicil mobil itu….” Lanjut Stefan.

“Perkara beda harga 100 jutaan mah gede banget buat gue, lagian, gue juga masih harus punya cadangan dana buat ekspansi”
“Ekspansi apaan? Ngegedein studio maksud lo?” tanya Stefan penasaran.

“Bukan, ini awalnya dari rasa penasaran gue sama band yang kemaren gue nemu di jogja itu lho…”

Stefan tampak penasaran dan menatapku, menanti aku melanjutkan ceritaku soal kenapa aku harus berhemat masalah beli mobil dan hubungannya dengan Speed Demon yang kutemukan pada saat honeymoon di Jogja.

“Nah, gue mikir, kayaknya bakal gitu-gitu aja kalo gue cuman jadi produser tok…” aku menghela nafas panjang sambil melirik ke Kyoko. Kyoko sudah mendengar soal hal ini, jadi aku melirik ke arah dia meminta dukungan atas ideku. Dia hanya tersenyum sambil memperhatikan makanan di depannnya.

“Lanjutin, kayaknya menarik” sambung Stefan.

“Jadi, gue punya ide untuk bikin record label sendiri, dan gue mau pake si anak-anak Jogja ini sebagai kelinci percobaan gue… Gue selain jadi produser mereka, bakal biayain mereka, urusin kontrak mereka dan pastinya pegang royalti musik mereka, selain itu, gue juga tertarik sama produksi dan pemasarannya…. “ jelasku agak panjang.

“Hmmm…..” Stefan tampak menerawang dan membakar rokoknya, setelah dia selesai makan.

“Dan jelas ga butuh duit yang sedikit untuk bikin record label, karena gue musti keluar banyak buat biaya produksi sama biaya marketing mereka…. Gue belajar dari Hantaman, selama ini kita swadaya dan berhasil, paling pemasaran doang yang kita lempar ke orang lain, bayangin kalo semua proses yang kita lakuin sendiri itu, kita aplikasiin ke Speed Demon, ditambah kita juga pasarin musik mereka….. Toh kita banyak sekali kenal orang media, orang radio, dan link kita bisa tambah banyak”

Mendadak Stefan bertepuk tangan. Aku kaget dan tertegun sejenak.

“Bagus, gue pikir selama ini Arya cuma bisa ngeproduserin sama main gitar doang” senyumnya.
“Nah, disitu, paling kalo si Band Jogja ini udah beres bikin demo musik yang bener sesuai dengan arahan gue ke mereka, gue langsung terbang/naik kereta lagi ke Jogja buat ngobrol lebih jauh dan gue kasih kontrak” tawaku.

“Dan sambil lo nunggu, lo pasti bakal set-up ini company dengan ketemu notaris, terus urus sana sini, terus anu-anunya kan?” tanya Stefan.
“Benar, seratus buat Mas Epan, nyokap gue ada kenalan notaris sih, jadi ntar gue bakal……”

“Nggak-nggak” potong Stefan.
“Eh?”
“Jangan pake notaris sembarangan” senyumnya dengan seringai yang khas.
“Maksudnya?”

“Lo kagak ngomong ke gue dulu sih, ah…. Gue lebih banyak kenal notaris yang cocok, yang biasa ngurusin masalah entertainment dan blablablanya, daripada notaris biasa, ya mendingan pake kenalan gue”
“Oh gitu…”
“Soalnya untuk itu si notaris juga kudu ngerti masalah copyright musik dan HAKI, gak bisa asal Notaris, apalagi kalo Notaris tanah ya, kagak bisa men” lanjutnya.

“Nah gantian elo yang ngomong deh, biar ide gue tambah mateng” aku malah jadi antusias mendengar omongan Stefan.

“Udah gini aja, kita bagi dua”
“Bagi dua gimana Fan?” tanyaku.
“Gak usah pake mikir, duit modalnya setengah dari gue, setengah dari elo, gue join, lo ngurusin produksi, gue ngurusin masalah keuangan dan legal, deal sekarang, besok gue bawa elo ke notaris!” ucapnya penuh percaya diri.

“Eh bentar” aku mendadak mundur selangkah, sambil banyak berpikir. Jujur, aku belum siap dan belom membuat draft apapun, bisnis plan apapun untuk record label ini, justru rencananya aku baru akan pergi ke notaris minggu depan, itu pun untuk bertanya-tanya apa yang mesti aku siapkan. Tapi kok besok Stefan langsung ngajak ke notaris, gimana ini?

“Ah, dasar, kebanyakan mikir….. Kalo bisnis itu harus bat-bet bat-bet lho….” Kesalnya. “Gini deh, besok lo ikut gue ke notaris buat liat dan pelajarin draft AD ART untuk bikin record label, bentuknya mau apa, apa PT, CV, apa mau apa gitu” lanjutnya melihat ekspresi panik di mukaku.

“Nah, itu, bedanya apa ya, mendingan gue pake PT apa CV?” tanyaku bingung.
“Mendingan PT Ya”
“Kenapa?” bingungku.

“PT itu duitnya gak nyampur ama duit pribadi, gak kayak CV, lo mesti punya modal minimal 50 juta, which is kita patungan juga bisa, terus kalo satu saat bangkrut, harta pribadi lo ga keganggu, di satu sisi PT itu badan hukum, jadi si PT ini bisa punya rekening sendiri dan dia punya AD ART yang jelas, diproteksi ama hukum. Ntar besok dijelasin sama notarisnya, dan prosesnya juga cepet, mending daripada lo nungguin minggu depan baru action atau malah nungguin band bocah itu, mending bikin PT nya duluan, terus semua aset copyright dan semua legalitas Hantaman kita masukin under PT itu, musik pribadi elo juga…… Kalo sekarang kan, belom jelas, didaftarin hak ciptanya juga belom, kalo hak ciptanya dimasukin di bawah PT malah lebih enak lho….” Senyum Stefan setelah menjelaskan hal yang menurutku njelimet ini.

“Hahahahaahahaha…..” tawaku mendadak, setelah mendengar penjelasan Stefan.
“Kenapa ketawa, kampret” bingungnya.

“Satu, gue lupa kalo elo dulunya anak ekonomi dan elo sehari-hari ngurusin perusahaan bokap……”
“Yah…. Gue dulu sebelom diangkat jadi editor in chief kan kadang-kadang dulu dibabuin suruh daftarin ke dirjen hukum dan ham buat copyright foto, dan waktu bokap bikin majalah baru atau ambil lisensi majalah baru dari luar, kan gue selalu diajak pas proses bikin PT-nya, sempet ngobrol juga ama beberapa notaris yang pengalaman handle klien-klien kayak warner music atau musica gitu” jelas Stefan.

“Tau gitu gue ngomong soal ini dengan lo yak dari awal” balasku.
“Terus, selanjutnya apa, tadi kan lo ngomong satu, pasti ada dua atau tiganya kan?” tanyanya, berharap aku melanjutkan kalimatku.

“Kedua, gak heran kalo orang kayak elo banyak yang jadi orang tajir di negara ini….”
“Maksudnya orang kayak gue?” bingungnya.

“Cina” tawaku.

“Rasis kontol!!” ucapnya sambil melemparkan puntung rokok ke arahku. Dan aku bisa menghindar sambil tertawa.
“Ahahahaha” tawaku dan Kyoko hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah kami berdua.

“Jadi deal ya, kita bagi setengah modalnya, dan secepatnya kita bikin perusahaan ini jalan, gue yakin Anin pasti seneng denger ini juga, dan mudah-mudahan dia mau join” Stefan menjulurkan tangannya kepadaku dan dia mengajakku bersalaman.
“Deal” seruku sambil meraih tangannya.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

sebstu10.jpg

“Menarik, gue join deh, tapi mungkin gue cuma bisa ngasih duit dibawah nominal yang kalian bakal jadiin modal” Anin mengangguk mendengarkan penjelasanku dan Stefan, tentunya kami sudah bertemu dengan notaris yang dijanjikan Stefan. Dan penjelasan sang Notaris itu membuatku jadi mengerti, kenapa begini dan begitu, dan semacamnya.

“Berapa persen, kan duit gue sama Aya jadinya tadinya 50-50, lo mau nyumbang berapaan?” tanya Stefan.
“Yah, duit kalian tetep nominalnya segitu, gue mungkin hanya bisa ngasih…. 10 %... hehehehehe” tawanya malu.

“Sial, gue pikir dibawah itu mau ngasih 30 % gitu” kesal Stefan.
“Kan duit gue gak sebanyak kalian”
“Lo pake buat beli robot mulu sih kalo ada duit masuk!”

“Kan gak semahal itu juga, beda lah penghasilan guru les musik kalo dibandingin sama Produser musik dan Editor majalah….. punya bokapnya” Anin beralasan sambil meledek Stefan.

“Kontol emang, orang ga punya tabungan karena beli robot mulu, malah banding bandingin ama gue”
“Kan hobi”
“Hobi itu yang berguna!”
“Kan bikin gue seneng” ujar Anin membela dirinya.

“Mendingan gue hobinya memek gratis, gak keluar duit, seneng iya, titit pun puas, daripada elo, perjaka tua…. Dah punya pacar tetep aja perawan….” ledek Stefan balik.
“Monyet”
“Elo tuh yang monyet”

“BTW, Bagas, ga ada komentar apa-apa soal ini?” tanyaku ke Bagas, memutus lingkaran ledek-ledekan antara Anin dan Stefan.

Bagas hanya menggelengkan kepalanya, lalu dia bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke studio, entah mau apa. Aku, Stefan dan Anin memakluminya. Lagipula kami belum sempat berlatih hari ini, dan kami terlalu banyak membicarakan soal rencana pembentukan record label ini.

“BTW, ntar gue yang urusin masalah marketingnya boleh kan?” senyum Anin menahan kami yang sepertinya ingin bangkit menyusul Bagas untuk segera memulai latihan.
“Cocok sih” gumamku.
“Boleh, dengan kayak gitu, udah jelas pos-pos penting di label ini kita semua yang pegang, gak usah pake tanya Bagas lah, dia juga gak mau join kan” lanjut Stefan.

“Bagas mah…” Anin menggelengkan kepalanya sambil mengusap kepala botaknya.
“Tapi menurut gue udah pas lho kita bertiga, gue produksi, Stefan legal dan finance, Anin marketing…. Cocok banget” senyumku sambil mulai berdiri.

“Yaudah, entar AD-ART gue yang beresin draft nya, terus kalo udah beres, gue kasih tau kapan kalian bisa setor dana dan kemana, ntar kita bareng ke Notaris, buat pengesahan AD-ART dan kita bisa tanda tangan akta pendirian” jelas Stefan sambil mematikan rokoknya.

“Mantap, kalo gitu, nama recordnya yang cocok apaan ya?” tanya Anin sambil berdiri dan meregangkan badannya.
“Kalau elo, kepikiran buat bikin namanya berbau robot gitu, awas aja, gue sumpelin titit si Hana ke mulut lo!” jawab Stefan ketus.

“Hana betina Fan” ujarku membenarkan informasi soal kelamin Hana, kucing abu-abu yang semenjak aku menikah dengan Kyoko tampaknya jadi sering main kesini.
“Kalo gitu awas, gue sumpelin sekucing-kucingnya”
“Ye, lagian, gue punya ide lain yang lebih keren” tawa Anin meledek Stefan.

“Apaan? Kontol Records? Itu sih ide gue, kayaknya keren kalo namanya gitu” Stefan tampak membayangkan sesuatu yang jahat dalam kepalanya.
“Ah, gue sih malah belom kepikiran nama” balasku, lagi-lagi menengahi kemungkinan ledek-ledekan antara mereka berdua.

“Matahari Dari Timur” Anin menyebut judul laguku.

“Nama record labelnya Matahari Dari Timur Nin?” tanyaku sambil melirik ke Stefan.
“Hmmm….. Actually…. Itu nama yang bagus sih ya….” Stefan melirik balas kepadaku, dan kami berdua melirik ke arah Anin.

“Cocok kan? Kesannya buat gue sih, siapapun yang gabung disini bakal rising kayak nama labelnya, gue ada satu nama yang kepikiran lagi sih, tapi gue gak mau sebut daripada disembur asep, dilempar puntung, atau ntar gue dilempar makanan sama si Setan ini” tunjuk Anin ke Stefan.
“Monyet, emang apaan”
“Gak usah lah….”

“Hmm… Tapi kalo pake nama Matahari Dari Timur, itu kesannya gue-sentris banget gak sih?” tanyaku ke Stefan dan Anin.

“Justru biar elo-sentris Ya, elo kan yang bakal pegang produksi dan somehow, judul lagunya juga bagus diaplikasiin buat nama perusahaan” senyum Stefan. “Dan ide ini semua asalnya dari elo, gue bantuin doang” lanjutnya.

“Menarik” gumamku.
“So, jadi kan?”

“Apanya yang jadi nyet? Latihan? Ini bentar lagi kita kan bakal masuk studio” jawab Stefan ke Anin.
“Nama” Anin menegaskan lagi soal penamaan record label.

“Oke sih” balas Stefan. “Tinggal elo setuju atau engga, gue sih setuju banget”
“Boleh, jadi fix nya, nama label rekaman ini, Matahari Dari Timur”

--------------------------------------------

guitar10.jpg

“Jadi, namanya sama Aya dengan lagunya Aya?” tanya Kyoko dalam pelukanku.
“Iya, lucu ya Anin”

Malam itu, di kamar yang gelap, aku berpelukan dengan Kyoko, menunggu kantuk datang.

“Nama yang bagus, dan artinya juga bagus” lanjut Kyoko, dengan nyamannya dia berada di dalam pelukanku, dan aku menghirup wangi dari rambutnya, sambil memeluknya erat.
“Ngomong-ngomong soal nama, aku jadi kepikiran soal kalo kita punya anak, namanya siapa ya?” tanyaku langsung ke telinganya.
“Belum tahu, Aya, nanti saja kalau anaknya sudah ada” jawab Kyoko.

“Aku juga penasaran anaknya bakal cewek atau cowok”
“Dua-duanya Kyoko suka, kembar pasti lebih kawaii” bisiknya.
“Lucu sih, Cuma ngurusnya pasti repot”

“Tidak ada yang repot kalau berdua dengan Aya” lucu, entah kenapa aku bisa merasakan senyumnya di dalam gelap ini, walaupun dia memunggungiku dan aku memeluknya dari belakang.
“Bisa juga kamu ngegombal” tawaku.
“Ano… Gombal…. Wa Nani?” tanyanya dengan polos.

“Ah, maksudnya bermulut manis, merayu, memuji pasangan untuk membuatnya senang” jawabku.
“Ahaha…. Berarti Aya senang meng-gombal pada Kyoko”
“Hmm? Masa, aku tulus kok muji kamu”
“Tapi aya suka seperuti itu”

“Eh, kalo ngegombal itu, kalo si yang ngomong punya maksud lain, selain muji, apa ya…. Gimana ya jelasinnya” aku jadi bingung sendiri. Sepertinya bahasa Indonesiaku mesti diperbaiki lagi.
“Kyoko jadi bingung….” Tawanya.
“Jangan bingung, kalo ini pasti gak bingung….”

Aku lantas mencium lehernya dari belakang, dan mulai menjelajahi lehernya dengan bibirku. Aku merasakan tengkuknya yang halus itu dengan indra perasaku. Begitu lembut dan halus, mungkin jika aku tidak bisa menahannya lagi, perasaan yang mendadak muncul ini membuatku ingin merobek baju yang ia pakai dan mulai bergumul, bersetubuh seperti biasa. Kyoko menghentikanku dan dia berbalik, mencoba untuk mulai berciuman.

Dan dengan tak terasa, kami berciuman dengan begitu hangatnya malam itu, menutup segala perasaan capek yang muncul setelah latihan bersama Hantaman dan mengurus studio. Dan jangan lupa, dalam waktu dekat, aku akan mengurusi label rekaman ini, label rekaman yang akan jadi sumber pekerjaan baruku, walaupun apa yang kulakukan tidak akan jauh berbeda dari sebelumnya, tapi setidaknya disini ada tanggung jawab untuk mengurusi band-band baru yang akan bergabung. Tentunya yang pertama adalah Speed Demon, band yang penuh energi dari Jogja itu.

Semakin lama, kami semakin hanyut, dan aku mulai tenggelam dalam Kyoko. Tenggelam dalam suasana hangat tiap malam bersamanya.

Aku sangat bersyukur kami sekarang bisa seperti ini. Bersanding sebagai suami istri, bersanding sebagai pasangan hidup yang tidak akan mungkin terpisahkan lagi. Dan ada yang sangat kami inginkan untuk melengkapi keluarga kecil ini. Anak. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda kehadirannya.

Tapi tak apa, aku akan menunggu Matahari Dari Timur terbit dari kandungannya Kyoko. Dan kami berdua akan mencintai dan menyayanginya sepenuh hati.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd