Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Menuju Puncak ( Ritual Sex di Gunung Kemukus)

Status
Please reply by conversation.
Nitip rantang dulu suhu, barangkali ada bancakan lapak baru. Berharap isinya ningsih/lilis apa desy juga gapapa lah huehehe
 
Ayo suhu.. Keluarin semua imajinasi ente... Ane akan setia mantengin semua karya karya ente yg masterpice....
 
Chapter 1 : Sebuah Awal

Ahirnya aku diperbolehkan pulang hari ini juga oleh dokter yang memeriksaku. Aku sempat melihat kondisi Mang Karta yang masih tertidur dan dijaga oleh Bi Narsih dan Desy. Wajah mereka terlihat hawatir dengan kondisi Mang Karta. Atau mungkin hanya Desy saja yang hawatir. Sedang Bi Narsih seperti menghindar bertatapan mata denganku. Yang penting aku sudah cukup senang melihat Mang Karta masih hidup.

Dari Mang Karta aku melihat kondisi Mang Udin. Kondisinya terlihat lebih segar. Dia sudah bisa duduk tegak. Dia tertawa melihatku yang datang diiringi dua bidadari cantik. Aku benar benar seperti Pangeran yang selalu diiringi gadis gadis cantik di manapun aku berada. Sebenarnya aku beruntung atau malah menambah masalah yang akan aku hadapi nanti.

"Aduh Si Jalu, gak percuma dikasih nama Jalu ( Jantan )." kata Mang Udin, entah pujian atau sindiran buatku yang selalu di kelilingi wanita cantik.

Aku hanya tersenyum dan mencium tangannya. Biar bagaimanapun usianya jauh lebih tua dariku dan dia adalah adik sepupu Abah mertuaku. Walau aku tidak tahu apa hubungannya dengan Ibuku akan berlanjut atau tidak.

"Bagaimana keadaan Mang Udin? Kapan Mang Udin nyukur brewok?" tanyaku. Aku nyaris tidak mengenalinya karena brewok dan kumisnya sudah dicukur. Pria yang tampan, cocok dengan ibuku yang cantik.

Mang Udin tidak menjawab, dia hanya tertawa. Matanya justru melihat ke arah Lilis yang berdiri di sampingku.

"Kapan kamu akan menikahi, Lili" tanya Mang Udin membuatku terkejut karena sudah mengetahui rencanaku menikahi Lilis. Berbeda dengan Ibuku yang tampak kaget mendengar pertanyaan Mang Udin kepadaku.

"Kamu mau menikah dengan Lilis? Itu tidak boleh. Lilis itu Kakak kandung Ningsih !" kata ibuku terkejut.

"Lilis bukan Kakak kandung Ningsih. Lilis itu keponakan Teh Imas, anak adiknya yang meninggal waktu Lilis berusia 1 tahun. Ahirnta Lilis dirawat Teh Imas yang kebetulan belum punya anak." kata Mang Udin menjelaskan. Rupanya Mang Udin sudah tau rencanaku menikahi Lilis.

"Och begitu.!" ibuku tidak melanjutkan perkataannya, mungkin kaget dengan kejadian luar biasa ini. Begitu banyak yang dia tidak tahu tentang anaknya. Masih perlu waktu bagi ibuku untuk mencerna dan memahami apa yang sebenarnya terjadi.

"Jang, Mang Udin mau bicara 4 mata dengan Ujang. " kata Mang Udin sambil melihat ke arah Ibuku.

"Bolehkan. Neng? " tanya Mang Udin meminta ijin ke ibuku. Ibuku hanya mengangguk lalu menggandeng Ningsih dan Lilis, mengajak mereka keluar kamar agar aku bisa bicara dengan Mang Udin 4 mata.

"Jang, yang nyelakain Mang Udin bukan ayahmu. Ada seseorang yang mau mengadu domba Mang Udin, Kang Karta dengan ayahmu. Untung kemarin kamu datang, sehingga orang yang mau mencelakai kami mengurungkan niatnya. Kamu harus terus hati hati. Walau orang itu sepertinya tidak mau mencelakaimu. Entah kenapa, itu masih kami seldiki." kata Mang Udin.

Aku saat ini terlalu letih untuk berpikir dan lebih memilih menjadi pendengar yang baik tanpa menyela apa yang dikatakan Mang Udin. Saat ini aku hanya ingin beristirahat dengan ditemani dua bidadari yang akan segera menjadi ibu buat anak anakku.

"Iya, Mang. Ujang akan selalu berhati hati." aku segera berpamitan pulang. Aku berjalan membuka pintu Kamar VIP., tempat Mang Udin dirawar.

"Kamu sudah mau pulang, Jang?" tanya Ibuku yang berdiri di depan kamar bertiga dengan Lilis dan Ningsih. Pasti mereka habis membicarakan hal serius, terlihat jelas dari wajah ibuku. Entah sejak kapan aku mulai bisa membaca garis wajah seseorang dan menebak apa yang mereka pikirkan. Mungkin setelah aku melakukan ritual di Gunung Kemukus dan mengalami kejadian yang luar biasa. Entahlah.

"Iya, Bu. Ujang pulang dulu, ya.!" kataku sambil mencium tangannya dan pipinya yang masih kencang dan halus. Mang Udin beruntung kalau bisa memperistri ibuku yang cantik seperti artis. Kata orang.

Sesampainya di rumah, aku langsung merbahkan tubuhku di ranjang empuk kamarku. Aku memilih memakai bantal dan guling Ningsih, sehingga aku bisa mencium aroma tubuh istriku. Tanpa dapat kutahan, aku tertidur nyenyak.

*******

Aku terbangun saat seseorang mengulum bibirku. Aku tetap memejamkan mata menikmati bibir hangat dan kenyal yang melumat bibirku. Bibir yang aku yakin adalah Ningsih. Ciumannya berhenti karena merasa aku tidak meresponnya.

"Ningsih, kok berenti nyiumnya?" tanyaku sambil membuka mata. Ternyata yang menciumku bukanlah Ningsih, melainkan Lilis yang memandangku dengan perasaan kecewa karena aku menyangka Ningsih yang menciumku.

"A Ujang masa gak bisa ngebedain bau Lilis dan Ningsih? A Ujang udah mulai gak adil." kata Lilis dengan nada suara yang terdengar sangat kecewa.

"Gak adil bagaimana? Kan Aa tadi gak liat Lilis, lagi pula ini kamar Ningsih, jadi A Ujang ngita yang nyium Aa, Ningsih." kataku bingung kenapa Lilis terlihat kecewa dengan kesalah pahaman yang sepele.

"Gak adil, sudah seminggu A Ujang gak pernah tidur di kamar Lilis. Padahal A Ujang sudah janji akan berlaku adil, semalam tidur di kamar Ningsih, semalam tidur di kamar Lilis." kata dengan mata yang berlinang.

Aneh, hqnya karena aku tidur d kamar Ningsih dan agak malas tidur di kamar Lilis, membuatnya menangis. Apakah sebesar itu kekecewaanya karena masalah sepele.

Tanpa banyak bicar, Lilis keluar meninggalkanku begitu saja. Reflek aku mengejar dan memegang pergelangan tangannya. Lilis berusaha menepiskan tanganku. Tapi aku tidak melepaskannya.

"Lepasin, Aa sudah gak sayang lagi sama Lilis." kata Lilis terisak.

Ningsih yang sedang duduk menonton TV melihat ke arahku dengan heran. Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban dari tatapan mata Ningsih.

Aku menggendong Lilis dengan paksa. Lilis mengalungkan tangannya ke leherku tanpa ada penolakan saat aku gendong masuk kamarnya yang lebih luas dari pada kamar Ningsih.

Sebenarnya Lilis menyuruh Ningsih untuk pimdah ke bekas kamar Pak Budi, tapi Ningsih merasa takut, apa lagi mengingat kematian Pak Budi yang tidak wajar.

Sampai kamar aku meletakkan Lilis di atas spring bed empu. Lilis menark leherku dan mencium bibirku dengan mesra. Aku membalasnya dengan bergairah.

"Ngambeknya sudah?" tanyaku menggodanya setelah Lilis melepaskan ciumannya yang panas.

"A Ujang harus janji dulu!" kata Lilis tidak melepaskan pelukanku di lehernya.

"Janji apa?" tanyaku heran.

"Janji akan berlaku adil. Lilis rela jadi istri ke dua A Ujang, asal A Ujang adil." kata Lilis menatapku dengan sorot mata memohon.

Entah yang dimaksud adil oleh Lilis seperti apa? Kalau harus adil membagi perasaanku antara Ningsih dan Lilis, agaknya aku tidak bisa. Aku lebih mencintai Ningsih. Tapi kalau adil dalam membagi waktu, mungkin aku bisa.

"Iya, Aa janji." kataku sambil mencium bibir Lilis yang indah dan lunak. Aku menciumnya lebih lama dari yang tadi dilakukan Lilis kepadaku. Agar bisa mengalihkan pertanyaan pertanyaan yang tidak perlu dan memojokkanku.

Puas berciuman, aku membuka baju gamis Lilis hingga bugil. Indah sekali tubuhnya yang proposional. Perutnya yang tadi rata mulai terlihat membuncit karena kehamilannya. Dadanya semakin membesar. Menurutku tubuh Lilis menjadi lebih sexy. Kulitnya yang putih halus tanpa cacat.

Aku mencium leher jenjangnya dengan lembut berusaha membangkitkan birahi Lilis, setidaknya sebagai rasa terimakasih atas semua jasanya sehingga aku mendapatkan istri yang sangat kucintai sepenuh hati. Lidahku lincah menyusuri kulit lehernya yang jenjang dan halus.

"Aa, geliii.." Lilis memegang kepalaku.

Suara merdu Lilis membuatku semakin bersemangat memberinya kepuasan yang selama seminggu aku abaikan karena aku lebih memilih memanjakan Ningsih dengan perhatianku. Lidahku menyusuri dadanya yang indah. Kulitnya yang putih dan halus sehingga uratnya terlihat jelas membayang membuatnya semakin indah.

Perlahan aku menciumi setiap permukaan dadanya, lidahku menjilati kulitnya yang halus. Hingga ahirnya hinggap di putingnya yang sudah mengeras. Aku menghisapnya dengan lembut dan sepenuh hati.

"Ennak, A..." Lilis menekan kepalaku ke dadanya yang semakin membesar.

Puas bermain dengan sepasang dada indahnya, aku merayap turun ke selangkangannya yang bersih, tidak ada bulu yang menutupi keindahan memeknya. Karena Lilis tahu, aku paling suka dengan memek yang selalu bersih tanpa bulu. Sejak itu Lilis selalu rutin mencukur bulunya, sehingga lidahku bisa merasakan bekas cukuran yang agak kasar di lidahku. Berbeda dengan memek Ningsih yang benar benar tidak ditumbuhi bulu.

Lilis melebarkan pahanya, memberiku ruang agar bebas mengeksploitasi memeknya, organ terimtim yang hanya pernah dilihat oleh alm suaminya dan aku. Lidahku lincah bermain di lembah sempit yang semakin basah. Baunya yang alami sangat memabukkan, membuat birahiku membumbung semakin tinggi hingga puncaknya.

"Ampun, Aa... Lilis kelllluarrrrr..." Lilis mengangkat pinggulnya menyambut orgasme pertamanya. Tangannya menekan kepalaku semakin terbenam di selangkangannya.

Aku bangkit dan menarik nafas lega saat Lilis melepaskan kepalaku dari selangkangannya. Aku segera membuka seluruh pakaianku, melepaskan kontolku dari kurungannya. Tegak dan menjulang perkasa siap menaklukkan memek Lilis yang sudah meregang terbuka.

Lilis bangkit melihat kontolku dan melahapnya dengan rakus, tidak memberiku kesempatan melakukan penetrasi secepatnya. Lidahnya memanjakan kontolku dengan segenap perasaanya. Bukan lagi sekedar nafsu, tapi juga cinta yang diserahkannya sepenuh jiwa. Karena kontolku yang akan membuahi rahimnya yang akan menampung benihku. Hingga ahirnya aku menyerah kalah. Aku tidak rela benihku mengotori mulut Lilis.

"Sudah, sayang. Aa gak kuat...!" kataku mendorong wajahnya menjauh dari kontolku.

"Aa mau di atas apa di bawah?" tanya Lilis membuatku heran. Tidak biasanya dia bertanya begitu. Kadang dia yang mendorong tubuhku lalu menunggangiku. Kadang dia menarikku agar naik ke atas tubuh imdahnya.

"Aa penven di atas..!" kataku tersenyum sambil mengusap rambut Lilis yang panjang dan lembut.

"Iya, A..!" Lilis celentang dengan kaki mengangkang lebar sehingga belahan memeknya agak terbuka siap menerima hujaman kontolku.

Aku merangkak, kontolku perlahan menembus memeknya yang sudah sangat basah. Perlahan aku memacu tubuh calon istriku yang bahagia menerima kehadiranku dalam pelukannya. Kami berciuman mesra.

"Aa harus janji, hanya akan tetap menjadi milik kami berdua. Hanya ada Lilis dan Ningsih di hati dan hidup A Ujang. Tidak boleh ada wanita lain." kata Lilis menatapku yang sedang memacu tubuhnya.

"Iya, hanya ada Lilis dan Ningsih di hidup, Aa." kataku sambil mengulum bibirnya, menghindar dari tatapan matanya yang menatap mataku. Aku teringat dengan Anis, aku sudah menghianati istriku dan calon istriku. Harusnya pernikahanku dengan Anis tidak pernah terjadi kalau saja aku bisa menolak tawaran Anis untuk berpacu dalam birahi.

"Aa, Lilis kelllluarrrrr, lagiiii.." Lilis memeluk tubuhku dengan erat, kakinya menjepit pinggangku. Tubuhnya menggeliat diombang ambingkan badai kenikmatan yang dahsat.

"Enak sayang?" tanyaku sambil membelai pipinya yang halus dan harum.

"Ennnak banget. Aa, boleh gak Lilis di atas?" tanya Lilis memohon. Aku benar benar kaget dengan kelakuan lilis yang aku anggap aneh. Ini bukan Lilis yang biasanya. Dia selama ini cenderung mendominasi. Ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan oleh Lilis. Tapi apa.

Aku bangkit dari atas tubuh Lilis, lalu aku rebah di samping Lilis yang segera bangkit naik ke pangkuanku. Tangannya meraih kontolku yang basah oleh cairan memeknya. Perlahan kontolku kembali amblas hingga dasar memek Lilis.

Aku menatap wajah cantik Lilis, mencari kejanggalan atau sesuatu yang disembunyikannya. Yang aku temukan hanyalah wajah cantik yang sedang merasakan kenikmtan saat kontolku mengocok memeknya. Aku tidak bisa menekan sesuatu yang mencurigakan.

"Aa ngeliatin Lilis mulu, Lilis jadi malu, A.. Lilis binal, ya?" tanya Lilis , nelihatku yang terus menatap wajah cantiknya.

"Lilis cantik, sangat cantik. Seperti mimpi bisa memiliki Lilis seutuhnya. " kataku antara berbohong dan jujur. Jujur, aku sangat beruntung memilikinya. Bohong, karena aku mulai mencurigainya.

"Lilis, A Ujang kelllluarrrrr....! " kataku, setelah tidak mampu bertahan dari ribuan kenikmatan. Kontolku menyemburkan berjuta benih yang tertumpah di mulut rahim Lilis.

"Lilis juga kelllluarrrrr lagiii, Aa...!" Lilis menjerit lirih, tangannya mencengkeram dadaku. Lumayan sakit.

"Teh, Ningsih boleh masuk, gak? ?" tanya Desi dari luar kamar. Sesaat kami terdiam merasakan sensasi detik detik berlalunya orgasme yang dahsat.

"Masukan, aja Ning...!" kata Lilis sambil menindih tubuhku. Bibirnya mencium bibirku dengan mesra.

Ningsih masuk melihat tubuh kami yang masih bersatu menikmati sisa sisa orgasme yang dahsat. Aku hanya bisa melirik ke arah Ningsih yang berdiri di pintu.

"Ada yang nelpon A Ujang, namanya Gobang...!" kata Ningsih membuatku sangat terkejut. Tanpa sadar aku mendorong tubuh Lilis yang berada dalam pelukanku.

Bersambung...,..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Busyet... sehari buka lapak baru, sdh 2 update dan 6 page aja nih si ujang...
:beer:
 
Awal yg bagus buat cerita Ujang.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd