Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY MESIN PENGHAPUS MEMORI [END]

Bimabet
Nice suhu...
Tapi kalau bisa selain menghapus ingatan juga mampu memanipulasi juga HEHE :)
 
Memori EMPAT Bagian I
Sekembalinya dari ibu kota aku merancang kembali mesin penghapus memoriku. Pagi hingga sore aku mengerjakan proyekku, malamnya aku bergumul dengan Tante Ririn. Kulakukan itu hampir setiap hari. Ketika aku pikir semuanya berjalan terkendali, tiba-tiba Tante Ririn mengucapkan kata-kata yang hampir membuat jantungku berhenti berdetak.

Seperti biasa, pagi itu kami sarapan sambil asyik mengobrol ini-itu.

“Iko ...,” ujar Tante Ririn ragu-ragu.

“Yaa?” jawabku pendek masih sibuk mengunyah roti.

“Teman-teman Tante ingin diajarkan olahraga SEX juga,” ucap Tante Ririn datar sambil memamah roti.

“Heghh!” aku tersedak, mukaku memerah, mataku berair.

Tante Ririn kaget. Dia menyodorkan air minum dan menepuk-nepuk punggungku.

“Aa ... paa ... Tante?” tanyaku sambil masih berusaha mengatur nafas, “Apa tadi Tante bilang?” Aku takut salah dengar.

“Iya, Tante sempat cerita ke beberapa teman, mereka juga tertarik ingin mencoba olahraga SEX,” jelas Tante Ririn santai.

Jantungku langsung berdetak kencang. Aku panik. Kesal. “Tante! Kan Tante dah janji gak bakal cerita-cerita ke orang lain?!” omelku.

Tante Ririn gugup, sadar dirinya salah, tetapi dia mencoba meyakinkanku bahwa hal ini tidak akan menjadi masalah. Saking kesalnya aku sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Satu-dua menit dihabiskan Tante Ririn untuk meyakinkan dan membujukku. Setelah sedikit tenang, aku kemudian jadi berpikir jika aku terlalu marah mungkin Tante Ririn justru akan curiga kepadaku. Selain itu hasil observasi terakhirku menunjukkan bahwa memori tentang SEX penduduk desa ini masih belum kembali meskipun sebagian orang menunjukkan gejala awal memori mereka pulih tetapi tidak signifikan. Jadi, mungkin kekhawatiranku terlalu berlebihan. Akhirnya aku mengiyakan permintaan Tante Ririn dan teman-temannya. Tentu saja aku mengajukan beberapa syarat demi keamanan dan kelancaran perhelatan nanti. Tante Ririn setuju. Aku berulang-ualang memastikan dia melakukan semua yang aku minta.

Tibalah harinya. Pagi itu, ada tiga orang yang di ajak Tante Ririn ke rumahnya. Orang pertama bernama Mbak Zackia. Mbak Zackia ini merupakan orang yang diberi tanggung jawab untuk menjalankan peternakan oleh Tante Ririn, semacam manager peternakan lah. Aku cukup mengenalnya, karena sebelumnya jika sedang berkunjung ke rumah Tante Ririn, aku sering juga membantu di peternakan dan berinteraksi dengan Mbak Zackia. Mbak Zackia orangnya cantik, dia sudah menarik perhatianku sejak dulu. Melihat Mbak Zackia seperti melihat perpaduan antara dua ras manusia, yaitu ras timur tengah dan oriental. Wajah ovalnya dihiasi hidung mancung, dagu yang meruncing, dan bibir yang selalu tersenyum. Rambutnya yang tebal kecoklatan tergerai lurus, dibiarkan panjang hingga sedikit di bawah bahu. Pakaian yang dia kenakan simpel dan sederhana sehingga semakin menonjolkan keindahan dirinya. Tubuhnya tinggi tetapi tidak terlalu besar, dibalut kulit putih bersih. Payudaranya tidak besar hanya segundukkan daging yang menunjukkan bahwa dia memilikinya, tetapi yang membuatku heran, di tengahnya terlihat samar sedikit tonjolan yang tercetak di kaos putihnya, aku yakin itu puting susunya. Puntingnya memonjol lebih besar dari punya Tante Ririn. Apa Mbak Zackia nggak pakai bra? tanyaku dalam hati. Masa bodoh, yang penting aku bisa mencicipi tubuhnya hari ini dan yang membuatku semakin antusias adalah, setauku, Mbak Zackia ini masih single meskipun sudah berumur kepala tiga. Artinya, mungkin aku akan menjadi orang pertama yang akan merengkuh kenikmatan darinya. Ada sebersit rasa bersalah dibenakku, tapi langsung sirna seketika dilanda nafsu.

Perempuan kedua adalah Tante Ratna, begitulah aku biasa memanggilnya. Dia adalah sahabat dekat Tante Ririn, tetapi aku jarang berbicara dengannya, hanya sesekali menyapa jika dia sedang ke rumah Tante Ririn. Kalo ada satu kata untuk menggambarkan Tante Ratna, kata itu adalah ‘Elegan’. Tante Ratna berbadan gempal dengan payudara berukuran extra. Mukanya bulat, segar, dan kencang, dipoles dengan make up natural, tatapan matanya tegas terlihat agak galak. Rambut sebahunya dicat coklat kemerahan secara sempurna, jelas bukan diwarnai dengan cat rambut murahan, juga tersisir dan tertata rapi. Pakaian yang dia kenakan berkelas. Cara duduknya pun penuh tata krama. Tante Ririn pernah bercerita bahwa suami Tante Ratna adalah seorang pejabat negara, wajar saja penampilannya seperti itu. Tante Ratna mungkin seumuran dengan Tante Ririn atau mungkin juga lebih tua, aku tidak tahu pasti, tetapi menurutku tidak lebih muda. Sekilas aku perhatikan, Tante Ratna ini sepertinya agak pendiam.

Dan orang terakhir adalah Bi Lina. Jujur, ketika Tante Ririn bilang ingin mengajak temannya untuk belajar olahraga SEX, aku tidak pernah mengira salah satu orang itu adalah Bi Lina. Bi Lina adalah pembantu Tante Ririn yang telah bekerja dengan Tante Ririn sejak lama, bersama suaminya yang bekerja sebagai driver Om Jono. Jika dibandingkan dengan Tante Ririn, Tante Ratna, apalagi Mbak Zackia, perbedaannya bagai bumi dan langit. Pakaian yang dikenakan Bi Lina seadanya, lusuh. Dia sama sekali tidak berdandan. Rambut hitam panjangnya dia ikat asal, disampirkan di bahunya. Badannya kecil kurus, dadanya bahkan hampir tak terlihat. Kulitnya gelap. Wajah Bi Lina sebenarnya bukannya tidak menarik, hanya saja terlihat lesu dan tua, meski aku yakin umur Bi Lina tidak setua penampilannya. Melihatnya aku jadi ragu apakah aku bisa bermain dengan Bi Lina. Memikirkannya, aku terawa geli dalam hati.

Kami berlima berkumpul di ruang tv. Pagi itu di rumah sepi, beberapa pegawai yang biasa tinggal di rumah Tante Ririn sudah pergi ke peternakan. Aku sudah memastikan pintu depan dan belakang rumah terkunci.

“Perkenalkan ini Iko, keponakan saya,” ujar Tante Ririn membuka acara.

Mbak Zackia dan Bi Lina terkekeh sedangkan Tante Ratna hanya tersenyum tipis. Aku hanya nyengir karena tentu saja mereka sudah mengenalku dan Tante Ririn hanya basa-basi. Aku bergerak menuju laptop yang sudah aku siapkan, Tante Ririn bergabung duduk di sofa dengan teman-temannya.

“Langsung aja ya, kita lihat ini dulu,” kataku ramah sambil memutar video bokep di laptopku.

Mbak Zackia terlihat antusias, Bi Lina yang duduk di bawah bersender sofa membetulkan posisinya bersiap-siap, Tante Ratna terlihat tegang, sedangkan Tante Ririn terlihat tenang bak atlit pro yang sedang mengawal para atlit baru. Awalnya mereka semua menonton dengan tenang. Sebenarnya itu bukan video penuh, tetapi semacam kompilasi, aku menggabungkan cuplikan beberapa adegan, berbagai macam gaya, baik berdua, threesome, bahkan reverse gangbang, dan sedikit adegan lesbian. Aku geli sendiri melihat mereka yang kemudian justru menonton video itu sambil bercanda, mengomentari beberapa adegan, terkadang bertanya mengenai hal-hal yang tidak mereka mengerti. Tante Ririn, yang merasa sebagai orang yang lebih berpengalaman, berusaha menjelaskan sependek pengetahuannya. Aku lebih banyak diam dan memperhatikan. Sejujurnya nafsuku sudah menggebu, badanku panas dingin, batang keperkasaanku berontak.

Setelah film usai, aku memberikan penjelasan awal kepada mereka. Semua informasi sama yang pernah aku berikan ke Tante Ririn, yang sudah aku susun sedemikian rupa untuk melancarkan perhelatan ini. Mereka mendengarkan serius. Setelah selesai memberikan penjelasan, aku kemudian bertanya kepada mereka satu-satu. Pertama sekali adalah ke Mbak Zackia yang aku nilai paling antusias.

"Mbak Zackia, kayaknya mbak pernah melihat olahraga ini ya?" pancingku.

“Sama sekali belum,” jawabnya tegas.

“Kalo Tante?” tanyaku sopan, beralih ke Tante Ratna, sikap pendiam Tante Ratna membuatku segan.

Tante Ratna sedikit tergagap, dia menggeleng kikuk.

“Tante Ratna hanya ingin melihat saja Iko,” tambah Tante Ririn.

Aku memasang tampang seriously? Tante Ririn menggeleng yakin.

“Tante lagi agak gak enak badan ... takut kecapekan kalo ikut olahraga,” jelas Tante Ratna. Ketika berbicara pun Tante Ratna menunjukkan kelasnya. Suaranya tebal dan hangat, nada suaranya seperti pembawa-pembawa acara di acara resmi.

Aku tersenyum mengangguk, “Ok gak apa-apa, Tante.” Meskipun sebenarnya aku kecewa karena aku juga sangat tertarik mencicipi tubuh Tante Ratna dengan segala sensasi kelas satunya.

Dan yang terakhir Bi Lina. “Bi Lina?” tanyaku langsung.

Bi Lina mengangguk.

Aku merengut curiga.

“Iya mas, Bibi lihat waktu Mas Iko dan Ibu olahraga.”

“Iya?” Aku kaget.

“Bibi waktu itu sedang memastikan apakah pintu-pintu sudah dikunci. Waktu Bibi lewat di depan kamar, eh ternyata ada kita sedang berolahraga.” Tate Ririn yang menjawab. Bi Lina nyengir mengamini.

Aku hanya bisa melongo.

Bi Lina menambahkan, “Tapi waktu itu ... Bibi ndak tau Mas Iko dan ibu ngapain. Bibi ndak berani ganggu, jadi Bibi diem aja lihat. Paginya Bibi baru nanya ke ibu.”

Tante Ririn terkekeh.

Lagi-lagi ceroboh batinku.

Selesai menanyai mereka satu-satu, aku pun langsung menuju ke inti acara.

“Ok, ya udah” kataku, “tadi kan Iko sudah kasih lihat videonya, nah, sekarang Iko akan beritahu caranya melakukan olahraga ini secara langsung.”

Mereka menyimak khidmat.

“Pertama, Iko akan kasih contoh dengan Tante Ririn dulu.” Aku menatap Tante Ririn memohon persetujuan.

Tante Ririn mengangguk samar tersenyum.

“Selanjutnya nanti Mbak Zackia dan Bi Lina bisa coba sendiri. Iko akan ajari”

Mbak Zackia dan Bi Lina kompak mengangguk.

“Kalo Tante Ratna pengen coba sedikit juga gak masalah, Tante, gak perlu sampai capek-capek,” ucapku langsung ke Tante Ratna, berharap dia berubah pikiran tetapi sepertinya Tante Ratna bukan tipikal orang yang gampang digoyahkan pendiriannya.

Tante Ratna menggeleng anggun.

"Yuk, Tante Ririn, kita mulai!"

Jantungku berdegup kencang karena girang sekaligus gugup membayangkan sensai bersetubuh dengan Tante Ririn dihadapan para wanita ini.

Aku memulai dengan melepaskan seluruh pakaian yang kukenakan. Mbak Zackia, Tante Ratna, dan Bi Lina memandangi bagian bawah tubuhku, apalagi kalau bukan batang kemaluanku yang sudah setengah tegang dan berdenyut-denyut, dihiasi dengan bulu rimbun. Tante Ririn juga mengikuti melepaskan seluruh pakaiannya. Puting Tante Ririn terlihat masih merah karena beberapa malam berturut-turut kuhajar bertubi-tubi hingga Tante Ririn sempat protes karena putingnya perih. Payudaranya masih seperti biasanya tampak indah, samar terlihat pembuluh darah kehijauan dari balik kulitnya, tetek Tante Ririn tidak pernah membuatku bosan.

“Ok, ini yang tadi Iko sebut dengan pemanasan.”

Aku mendekat ke Tante Ririn. Kupagut bibir Tante Ririn, satu tanganku memainkan puting susunya. Tante Ririn merintih mungkin putingnya masih perih. Tangaku satunya meluncur ke bawah, menstimulasi lubang surgawi Tante Ririn. Tidak terlalu susah membuat Tante Ririn terangsang karena aku sudah cukup mengenal titik-titik sensitif tubuhnya. Setelah beberapa saat, kulepaskan pagutanku dari bibirnya lalu turun menciumi puting susu Tante Ririn, kuhisap bergantian, kiri dan kanan. Desahan lemah mulai keluar dari mulut Tante Ririn. Mbak Zackia, Tante Ratna, dan Bi Lina melihat caraku memainkan tubuh telanjang Tante Ririn dengan seksama, napas mereka bertiga mulai tidak teratur. Secara tidak sadar libido mereka juga meninggi.

Aku masih asyik mencumbui tetek Tante Ririn dengan ciuman dan hisapan ketika kurasakan lendir-lendir mulai meleleh dari liang vaginanya dan mulai membasahi jari-jariku. Sedikit aku kangkangkan posisi berdiri Tante Ririn. Aku berlutut dihadapan Tante Ririn, memposisikan kepalaku tepat di depan memeknya. Mulutku langsung meluncur melumat bibir luar vaginanya. Lidahku membelah liangnya dan menyelusup masuk ke dalam, mengelitik dinding-dinding di dalam liang surgawinya.

“Aaakhhhh!” Tante Ririn menjerit kecil ketika secara tiba-tiba aku sedot itilnya.

Bi Lina terlonjak kaget mendengar pekikkan Nyonyanya.

Jariku menyelusup masuk ke liang kenikmatan Tante Ririn dan bergerak cepat keluar masuk bak jarum tato. Aku berniat cepat membuat Tante Ririn mencapai klimaksnya dan segera beralih ke teman-temannya. Sebelumnya aku juga sudah mengarahkan Tante Ririn bahwa ini bukan sebuah kompetisi dan tidak ada perlunya untuk bersaing. Namun, bukan Tante Ririn namanya kalo mudah menyerah. Serangan demi serangan aku lancarkan, Tante Ririn masih berusaha bertahan agar tidak jebol.

“Ahh ... ahhh ... aahh.” Tante Ririn mulai mendesah liar.

Mbak Zackia memperhatikan resah.

Tanganku hingga pegal karena bergerak cepat dalam waktu lama. Usahku akhirnya membuahkan hasil, kuda-kuda Tante Ririn mulai melemah, tubuhnya beberapa kali bergetar, dinding vaginanya mulai mengencang. Aku rasa Tante Ririn tidak akan bertahan lama. Aku tarik tubuhnya untuk berbaring di karpet yang sudah kami siapkan sebagai panggung di depan sofa. Tante Ririn meraih kontolku dan sempat mengocoknya sebentar tetapi aku menariknya kemudian memposisikan kepala burungku siap menerobos gerbang nikmatannya.

“Uuuukkhhhh.” Tante Ririn melenguh ketika gua kenikmatannya aku tembus. Seluruh batangku amblas ke dalam.

Tante Ratna melihat khawatir sambil menutup mulutnya. Mbak Zackia terlihat ngeri menonton batangku bisa amblas seluruhnya ke dalam memek Tante Ririn, tangannya refleks menutup daerah kewanitaannya. Bi Lina penasaran, pindah posisi duduk agar bisa melihat dengan jelas.

“Ahh ... ahh ...ahh.” Aku juga mendesah keenakkan ketika mulai menggoyangkan pinggulku hingga lupa memberikan penjelasan lagi ke tiga wanita lainnya.

Mbak Zackia, Tante Ratna, dan Bi Lina dengan respons yang berbeda-beda menyaksikan untuk pertama kali pertandingan ini. Mereka bertiga tidak sadar bahwa bukan hanya nafas mereka saja yang memburu, tetapi detak jantung mereka juga semakin kencang. Tubuh mereka bereaksi secara otomatis.

“Ini pertandingan utamanya,” jelasku pendek kepada mereka sambil terengah-engah menggenjot Tante Ririn.

Tante Ririn menegok memandang teman-temannya dengan muka sayu, berusaha untuk tersenyum. “Ee ... nak.” Hanya itu kata yang keluar dari sela-sela desahannya.

“Lihat ... ahahkh ... titit Iko dah keras ... dan memek Tante Ririn sudah basah. Itu artinya kita sudah siap dan bisa mulai olahraga utamanya seperti ini.”

Aku menggerakan maju-mundur kontolku langsung dengan RPM tinggi. Aku sudah merasakan Tante Ririn akan mencapai puncak kenikmatannya.

“Akkhhh ... Akkhh ... Ahahkkk.” Tante Ririn mengerang tak kuasa menahan kenikmatan ketika sesekali secara random ku hujamkan batang kemaluanku hingga dalam.

Tanganku beregerak liar meremas-remas tetek Tante Ririn.

Tak lama tubuh Tante Ririn mengejang liar. “AKKHHHHHH!!” Tante Ririn teriak tertahan berkali-kali, kenikmatannya meledak. Dia mencapai orgasmenya.

“Ibu??” Bi Lina berkata lirih, panik melihat Majikannya meronta-ronta.

Mbak Zackia juga ikut khawatir. Dia sudah berpindah duduk di bawah memegangi tangan Tante Ririn. Tante Ratna diam terpaku di sofa.

Aku memeluk tubuh Tante Ririn yang masih terus menggeliat. Pinggulku masih aku gerakkan pelan maju mundur. Burungku keluar masuk pelan menggoda liang vagina Tante Ririn di sela-sela orgasmenya. Memeknya terasa meremat-remat batang kejantananku. Banyak sekali Tante Ririn mengeluarkan cairan pelumasnya hingga meleleh keluar dari sela-sela kejantananku dan kemaluannya. Tante Ririn terkulai lemas setelah klimaks pertamanya pagi itu. Batang kejantananku masih siap untuk pertandingan berikutnya, memang aku sengaja mengatur strategiku agar bisa memuaskan semua wanita ini.

Setelah bisa mengendalikan dirinya, Tante Ririn kemudian menjelaskan apa yang yang baru saja dia alami kepada teman-temannya. Bahkan dia juga menjelaskan bahwa dalam pertandingan sebenarnya seharunya kita membuat skor dengan memuaskan lawan.

Aku mencabut kontolku dari memek Tante Ririn. Tante Ririn kuarahkan untuk beristirahat di sofa tetapi Tante Ririn memilih menuju ke kamar mandi untuk membersihkan vaginanya agar tidak lengket.

Selanjutnya kutawarkan ke Mbak Zackia, Bi Lina, dan tetap saja pada Tante Ratna, siapa yang ingin mencoba duluan. Aku masih berusah membujuk Tante Ratna entah kenapa aku jadi lebih penasaran ke Tante Ratna dari pada yang lainnya. Sejenak mereka bertiga menjadi ragu. Mbak Zackia yang tadi awalnya paling semangat jadi takut-takut, begitu juga yang lainnya. Semua karena melihat reaksi liar Tante Ririn yang sebenarnya keenakkan. Waduh gawat juga nih kalo seperti ini batinku dalam hati. Aku coba memikirkan cara tapi akhirnya ada yang memberanikan diri.

Dengan ragu-ragu Bi Lina mengangkat tangan. “Bo ... leh ... saya nyoba duluan, Mas Iko?” Bi Lina menengok ke Tante Ratna dan Mbak Zackia memohon izin.

Aku hanya tersenyum getir, tidak dapat bereaksi, berharap Mbak Zackia atau Tante Ratna yang mencoba lebih dulu tetapi mereka sama sekali tidak bergeming.

"Oke, Bi Lina, bagus." Aku berbasa-basi mengapresiasinya.

Tanpa berlama-lama, kusuruh Bi Lina membuka seluruh pakaian yang melekat ditubuhnya. Tanpa ku suruh dua kali dia sudah melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Aku memandangi Bi Lina prihatin. Tubuh kurus Bi Lina yang dibalut kulit gelap dan sudah mulai mengendor tidak bisa dikatan menarik. Begitu juga dadanya, segundukan kecil, daging payudaranya berkumpul menggantung ke bawah ditahan agar tidak jatuh oleh kulit-kulit keriputnya. Putingnya seperti tenggelam dalam areolanya. Warna puting dan aerolanya yang gelap membuatnya tersamar di payudaranya yang juga berkulit gelap. Pandanganku turun ke bawah, kemaluannya ditumbuhi bulu-bulu yang sepertinya dibiarkan tidak tercukur. Meski tidak dicukur, Rambut kemaluan Bi Lina tidak lebat. Bagian sisi vaginanyanya sedikit membukit, dengan daging-dading mengglambir di kedua sisinya. Sering disetubuhi juga sepertinya dugaku dalam hati.

Aku menyuruh Bi Lina untuk berbaring di karpet dan memposisikan diriku duduk disampingnya. Jujur, aku tidak terlalu selera untuk mencium bibir Bi Lina. Jadi aku memulai dengan mengangkat tanganku bergerak mengusap payudara Bi Lina, yang aku padukan dengan remasan lembut. Kulit payudaranya terasa kasar. Tetek Bi Lina tetap terasa kenyal meskipun kecil dan kendor. Begitu telapak tanganku mengusap puting susunya, Tubuh Bi Lina bergetar hebat.

“Eeggghhhhh!” Bi Lina mengerang tertahan.

Aku tersadar, sepertinya puting Bi Lina merupakan area sensitifnya. Aku mencoba mengelus putingnya lagi dengan jempolku.

“Uuuuughhh.” Bi Lina kembali melenguh nikmat, badannya menggelinjang.

Aku meremas tetek kecil Bi Lina hingga putingnya mengerucut di ujung genggamanku. Ku beranikan mencucupnya.

“AAKKHHHH!” Badan Bi Lina membusung kemudian menggelepar-gelepar. Nafasnya memburu, desahan keluar bagai rentetan senapan mesin dari mulutnya.

Aku meremas-meremas kasar teteknya. Mulutku mengerahkan segala upaya untuk menstimulasi putingnya, kadang aku sedot, aku jilat, atau aku gigit-gigit.

“Bibi, gak pa-pa bi?” Mbak Zackia bertanya khawatir melihat kondisi Bi Lina.

"Ouhhh ... Oohh ... e ... nak se ... kali, Mbak," jawab Bi Lina tanpa melihat, matanya terpejam menahan nikmat yang dahsyat.

Akhirnya puting susu Bi Lina menonjol tegang keluar dari aerolanya yang kemudian menjadi bulan-bulananku. Dengan rakusnya, kuciumi dan kuhisap. Bi Lina tak hentinya berteriak nikmat dan bergetar tubuhnya. Reaksi Bi Lina yang luar biasa ketika aku hanya mengerjai teteknya ternyata memberikan sensasi rangsangan tersendiri bagiku. Kontolku yang sebelumnya melemah mulai bergetar tegang. Aku pun semakin semangat merangsangi Bi Lina. Tanganku tanpa sadar sudah mengusapi kemaluan Bi Lina yang ternyata sudah basah, lendirnya banyak yang merembes keluar.

"Maaas ... Bibi kok ... kok seperti mau pipis,” rintih Bi Lina karena merasakan sesuatu yang mau keluar dari vaginanya.

Hah?! Sudah mau keluar aja? Aku kaget sendiri.

"Tahan dulu, Bi" jawabku.

Kulepaskan hisapanku dari puting susu Bi Lina, lalu mulutku beralih ke lubang senggama Bi Lina. Tanpa merasa risih, Bi Lina mengangkangkan kedua kakinya. Aku sekilas mencium aroma kurang sedap dari memek Bi Lina tetapi entah kenapa malah mebuatku semakin tertarik untuk melumat vaginanya.

Kemaluan Bi Lina mengkilap, basah kuyup. Kujilati lubangnya, lendir asin mengalir dari dalamnya ke lidahku. Kuhisap dalam-dalam. Bi Lina terus mengelinjang karena merasa nikmat. Mulutku bergerak melumati daging-daging di kedua sisi lubang vagina Bi Lina. Aku pun terheran-heran mendapati diriku menjadi liar melahap memek Bi Lina.

"Mas ... Bibi dah ndak kuat lagi ... HEGGGHHH!" jerit Bi Lina seiring dengan tubunnya yang menegang.

Aku merasakan ada sesuatu yang menyemprot dari liang vagina Bi Lina ke mulutku, rasanya asih dan gurih, tanpa pikir panjang kutelan saja cairan itu sembari tetap kujilati dengan rakus memeknya. Lidahku secara tak sengaja menyenggol klentit Bi Lina yang sedikit agak di dalam. Tubuh Bi Lina bergetar liar, sensai kenikmatan orgasmenya menjadi berlipat-lipat.

Hanya melihat reaksi Bi Lina, burungku sudah berdenyut-denyut hebat. Aku masih belum ingin beralih meninggalkan Bi Lina. Meski dia sudah mendapatkan klimaksnya, aku tidak memberikannya waktu beristirahat.

"Bi ... Iko masukin titit Iko ke memek Bibi ya?" Aku meminta izin.

Bi Lina tidak merespon, masih hanyut dalam kenikmatan orgasmenya.

Ku raih dan pasang kondom yang sudah aku siapkan sebelumnya. Kemudian ku arahkan kepala senjataku ke lubang senggama Bi Lina. Bi Lina tanpa diminta, memegang batang kemaluanku dan membimbingnya memasuki lubang surganya. Meskipun memorinya hilang, tetapi ternyata insting SEX Bi Lina sangat kuat batinku. Aku yakin Bi Lina pasti memiliki kehidupan SEX yang menarik.

Tanpa kesulitan, lubang vaginanya yang sudah banjir itu menerima burungku dengan lahap. Ku tekan sepenuhnya batang perkasaku hingga dalam kemudian ku biarkan tenang sejenak di dalam. Memek Bi Lina terasa longgar tetapi dinding vaginanyanya tetap terasa hangat nikmat memeluk lembut kontolku. Hanya sebentar saja, aku sudah tidak sabaran untuk menggenjot memek Bi Lina. Langsung saja ku setubuhi Bi Lina dengan kecepatan tinggi.

“Akkhhh ... aaahkk ... aaahhkkkk.” Bi Lina kembali berteriak-teriak nikmat. Berisik sekali.

Wajah Mbak Zackia terlihat pucat menyaksikan percintaan kami berdua. Tante Ratna hanya diam tapi raut wajahnya tegang. Mereka berdua mengkhawatirkan Bi Lina.

Aku merasakan beberapa kali memek Bi Lina menyemprotkan cairan ke burungku. Aku tidak tahu apakah Bi Lina mengalami orgasme lagi karena setiap saat tubuhnya menegang dan menggelinjang. Desahan, rintihan, erangan, dan teriakan juga tak pernah berhenti keluar dari mulutnya. Yang jelas Bi Lina memang kuat sekali karena masih mampu mengimbangi gerakanku dengan goyangan pantatnya yang sedari tadi tidak henti.

Oh edan, akhirnya aku merasa tidak kuat menahan lagi. Kali ini aku sempat melihat Bi Lina akan mendapatkan sesuat yang besar.

"Bi ... ayo kita keluarkan sama-sama ... Ayo!" pintaku sambil sekuat tenaga menggagahi Bi Lina. Bi Lina mungkin tidak terlalu mengerti tapi instingnya kuat.

"HHEGGGGGGGGGGGGGHHH!!!" Tubuh Bi Lina bergetar hebat.

Vaginanya tiba-tiba meremas kontolku kencang sekali.

“AAAGGGGGGGGHHHKKKHH!!!” Aku mengerang nikmat. Croott croot crroott. Spermaku menyemprot kuat.

Tubuhku menegang kaku kemudian ambruk menindih tubuh kecil Bi Lina. Kami berdua terengah-engah nikmat dan lemas.

§​
 
Semangat suhu....

Cerita nya menarik explore masih banyak ini...
D tunggu updateny
 
Masih banyak yg bisa di eksplore Hu, dan bahannya juga mudah, bisa dari kondisi warga desa yg terpapar bisa jadi acuan buat tema cerita selanjutnya, matur suwun keep the good work :mantap::adek:
 
Lanjutin hu, klo bisa sih masukin karakter keluarga yg lain. Trs klo bisa kurangin body2 ndesonya hu, rada anyep ngeresapinya hu:p
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd