Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Boss


Duapuluh Sembilan


Hara-

Di sela-sela kantor aku coba saran dari budi, kalau coba lihat atau bayangin tentang tubuh nia, hasilnya lumayan bisa ekresi tapi libido bisa turun saat focus kekerjaan.

Andai satu minggu ini aku gagal, aku harus mengulangnya satu minggu, padahal kemarin berhasil walau dengan bella. Apa itu gak termasuk itungan.

Dan bila itu berhasil, itu akan berlangsung secara alami, tapi Bisa cara cepat dengan obat lagi, tapi ginjalku bekerja cukup keras kalau di timpa obat setiap hari.

“permisi pak, ada dokter budi di depan” ucap nia

“suruh masuk kesini aja,”

“baik pak”

Selalu dadakan ini anak kalau mampir ke kantor, untungnya aku sudah selesai dengan tugas dengan cek satu persatu persiapan untuk sabtu besok. Dan tepat untuk terapi

“serius banget pak boss” ucapnya.

“ia, pusing gue, “ budi juga tau masalah perusahaan yang aku alami sekarang, gak lucu kalau suruh lepas saham di hadapan investor.

Sekarang aku tau susunan tertinggi perusahaan ini, gue bukan tertinggi yang paling tinggi para penanam modal, termasuk papa. Atau dalam Bahasa nya di sebut komisaris. Dan gue hanya seorang direktur saja.

“lo ada acara hari ini?”

“ngak juga sih, mau ketemu sama om roni, minta bantuannya soal ini”

“om roni?? Ohh, teman bokap lo yang sekarang jadi driver di keluarga lo?”

“yess”

“oke, gue juga mau ke rumah sakit lagi.”

“oh ia, gue lupa bilang, bini gue kemarin bilang, kalau si hara bawa cewek ke kliniknya, terus di obtain sendiri pas bini gue lagi mual-mual.

“terus?”

“ya.. cuman kasih tau aja,”

“gak ada spesialnya juga kali, lagian dia juga memang dokterkan? Walau kabur, wajar aja kalau dia bantuin masyarakat situ,”

“lo tau?”

“yeeee… lo yang bilang gitu kemarin-kemarin, ya kan?”

“oh ia, gue yang bilang ya.. kadang-kadang pinter juga sih har”

“gue bukan kadang-kadang pinter, tapi lo keseringan bego, hahaa”

“dih, direktur nge gas..haha”

“jangan bawa-bawa jabatan kali, kalau mau bela diri” jarang-jarang gue bercanda kayak gini sama budi, kapan lagi bisa ledekin dokter.

“gue kepikiran janin, gue takut rena kenapa-kenapa,” ucapnya

“ya udah tahu hamil, jangan di obok-obok terus lah,” ledekku lagi

“setan, biairn, daripada belum sama sakeali?’ balasnya tertawa, dan budi mengatakan apa yang inti permasalahnya yang mau bilang ke aku. Di tambah ambil cuti belum keluar dari rumah sakit.

Walau dia cerita pun aku gak bisa kasih solusi, yang jelas aku sama budi dalam status yang sama. Yaitu dalam masalah bikin pusing.

***​

Jam makan siang tiba, saat aku jalan keluar aku liat nia sedang melakukan sesuatu ke lengan kanannya.

“kenapa tangan kamu?”, nia langsung menggulung bajunya lagi.

“kena pinggir kuali” jawabnya seperti menahan perih.

“udah ke dokter?”

“udah pak,”

“ok, kalau gitu saya pergi dulu, kamu handle semua ya ada telepon dari yang lain?”

“iah pak,” Aku sengaja ambil waktu kosong buat ketemu om roni, dia juga ada waktu kosong hari ini.

Om roni sudah menunggu di depan lobi dengan pakaian rapi, dia menjemputkua seperti aku tak kenal dengannya

Walau beberapa orang mengetahui tentang om roni, dia masih bisa lempar senyum ke orang-orang yang merendahkannya, satu jawaban dari semua pertanyaan ke dirinya, yaitu demi keluarganya itu sudah cukup.

“aku duduk di depan aja om” kataku saat om roni membuka pintu.

“kita kemana?”

“makan siang aja, sekalian tanya-tanya hehe boleh kan?”

“boleh lah, “

Aku langsung ke restoran yang menurut aku sepi, sambil makan aku langsung tanya lagi, bagaimana om roni bisa seperti ini. Karena hanya berdua pasti om roni lebih leluasa

“haaaaa” helaannya seolah mengingat kembali masa-masa itu.

“Saat kamau memberikan kepercayaan keseseorang, kamu jangan serratus persen kasih kepercayaan itu”

“Om saat itu salah terlalu percaya, karena saat itu anak om pacaran sama anak orang ini yang sekarang merebut kedudukan om dan om berhutang pribadi sama dia.” jelasnya

“om udah yakin mereka bakalan cocok, apa lagi hubungan sudah sangat dekat seolah tinggal acara lamaran dan lain-lain”

“tapi sayang cara liciknya seperti itu, yang om jelasin dulu soal mereka melunasi utang perusahaan,dan menjualnya ke orang lain, otomatis orang itu akuisisi perusahaan om. Dan om terdepak dari sana.”

“dan dia orangnya yang mengambil alih persuhaan om, termasuk utang pribadi. “ lanjutnya mengepalkan tangannya.

“jadi harus bayar utang ke mereka?” angguknya pelan.

“dia menfaatkan anaknya, menfaatkan menantunya, saudaranya, mereka diam-diam akan mengakuisisi perusahaan yang baru tumbuh dan mempunyai pontesi besar kedepan, termasuk perusahaan papa yang kamu jalanin sekarang”

“Tapi papa sama itu orang kenal?”

“Kenal, tapi dalam urusan bisnis saja, karena sama-sama pemegang saham, sama seperti papa kamu sahamnya kini di beberapa perusahaan.”

“makanya papa kamu seperti kwahtir, karena sekarang kedudukan hampir sama kayak papa kamu, dan melihat perkembangan perusahaan yang kamu pegang.

“kalau posisi harsa sekarang gimana om? Cara ganti posisi hasa” ucapku semakin penasaran.

“dengan cara pergantian pemipinan, para pemegang saham akan berunding buat ganti posisi kamu ke orang yang menurut mereka lebih baik, dalam arti orang itu adalah duri nya” jelasnya.

Aku lumayan paham kenapa papa gak kwahtir soal perusahaan aku bakalan di ambil alih, mungkin papa juga merasakan ada yang aneh, makanya membiarkan aku melakukan semampuku..

“kalau begitu, aku rasa aku bakalan di ganti om”

“kemungkinan besar, akan di ganti sama orang yang mungkin satu perusahaan dia, karena perusahan kamu gak terlalu besar juga, tapi cukup berpontensi bersaing”

“om anilisi semua?”

“sedikit aja penilain ke perusahaan kamu,”

“sisanya waktu yang menjawab, dan yang bisa kamu lakuin sekrang cuman satu. Berusaha terbaik mungkin, dan mempersiapkan mental saat itu terjadi”

“dan orang yang kamu maksud sebagai duri akan muncul sendirinya” senyum om roni. Aku harus benar-benar banyak belajar, aku seperti haparan debu di banding pengalaman om roni.



***​

Mada

Gue salut sama nia kemarin, dia benar-benar berani matiin api dengan jaketnya. Kalau kebanyakan cewek pasti teriak minta bantuan. Andai dia teriak, luka di tangannya gak akan terjadi.

Gak lama nia muncul dengan pegang lengannya yang terbakar kemarin,

“gimana luka nya” tanya gue pas nia naik motor.

“perih sih, tapi kayak gerak terus kena perbannya mungkin” katanya

“harusnya satu minggu udah kering, terus jangan di kopek”

“haaa kopek? Apaan tuh?”

“hahaa, maksudnya, kalau udah kering pinggirannya jangan di korek gitu, “

“hmmm. Kenapa?’

“yang biar cepet aja, kalau gatel, di olesin salep lagi, “

“uhhmm, detail banget” ucapnya menoleh kea rah kananku, gue bisa dari kaca spion motor, buat gue sedikit gak focus.

“tapii mada,”

“apa?”

“kamu bohong ih, katanya lukanya dikit” ucapnya sambil tepuk punggung gue pelan.

“emang dikit, kan? Cuman satu tempat doang” jawab gue ketawa.

“panjang tau, pas kulitnya kekelupas gitu jadinya banyak” di tepuknya nya lagi pungguku,

“nanti malam temenin beli makanan mau?” lanjutnya

“buat?’

“ucapan terima kasih, hehe mau?” gue diam sejenak, rasanya nia lebih cerewet dari sebelumnya.

“boleh, sekalian aku ajak makan ikan bandeng presto” kataku keluar begitu aja,

“okeh, nanti aku sms ya”

“byeee” lambaikan tangannya langsung masuk ke rumah.

Malamnya nia janjian di taman kecil, entah kenapa dia tunggu disana, mungkin dia sedang memikirkan sesuatu, gue gak bawa motor karena memang nia mau ajak jalan kaki kesana sambil menghirup udara segar.

“aku boleh tanya mada?” tanyanya sambil noleh kearahku, sambil mendekap kedua tangannya.

“bolehlah”

“kamu kok paham soal pengobatan luka bakar kayak aku?” tanya sambil tunjukin lengannya yang di perban.

“basic itu, orang awam kayak aku juga bisa yak an?”

“terus wanita itu siapa?”

“oh yang punya klinik, aku belajar dari mereka pas lagi obtain orang,” nia seperti penasaran ke gue, seolah apa yang gue lakuin berbeda. Gak bakalan gue kasih tau kalau gue punya basic dokter, maksudnya udah jadi dokter gagal.

“tapi aku salut sama kamu, berani matiin api, harusnya minta tolong orang” gue coba alihin pembicaraan tentang klinik.

“soal aku dulu hampir alamin, untungnya pas kuliah ada basic pencegahan kebocoran gas di ausy”

“eh maksudnya di kampus” tawanya menyeringai, sedikit yang aku tau, semakin yakin nia orang yang berada sebelumnya, penyebutan nama negara pun dia tau.

“tapi tangan kamu jadi luka gitu”

“hehe, yah mau gimana lagi kesalahan aku juga kok, habisnya di pasar gak ada yang aku kenal minta tolong cuman kamu”

“tapi asal kamu tau, nci orangnya baik kok, dia khwatir soalnya akhir-akhir ini pasar kurang aman. Jadinya dia waspada.” Jelas gue, karena orang-orang pasar hampir tau kondisi pasar yang sering ada keributan dari pihak entah siapa.

“owh gitu, sip, “ nia kasih dua jempol ke arahku. Di lihat kayak gini tingginya cuman sebahuku, dan seperti ini tak ada yang menonjol kali ini, hanya goncangan tektonik kecil terlihat dari baju tidurnya yang di lapisi jaket.

***​

Gue ajak nia ke pedagang kaki lima yang jual ikan bandeng presto, menunya gak satu aja, tapi yang paling gue suka ikan bandengnya.

Baru dua mingguan baru buka, walau di gerobak tapi rasanya gak kalah sama enaknya di restoran. Kalau lidah gue yang cicipin.

“mari makan” ucapnya ambil sendok sama garpu, sedangkan gue modal kobokan.

“loh gak pakai sendok?” tannya dengan wajah bingung.

“ngak enakan pakai tangan di cocol sambelnya, beuhh sedap” kata gue cuci tangan di dalam manguk kobokan.

“serius?”

“ia, tapi kamu habis itu satu ekor bandengnya?”

“habis kok,” nia minta satu lagi mangkok kobokan, dan coba satu suapan sambil menyingkap rambut ke belangan.

“gleggg” rasanya sesuatu saat nia membuka mulutnya sambil lidahnya sedikit keluar. Seolah sedang melakukan sesuatu. Pikiran gue lagi kotor hari ini.

gue langsung makan dengan lahap, nia seperti lihat cara makan, tapi dia gak bisa sama sekali, dan di comot di ujung-ujungnya jarinya,

"bang nambah satu piring" kata gue, nia juga langsung noleh ke arah gue,

"ane laferrrr" kata gue menyeringai,

sampai akhirnya gue bersih tanpa sisa, terkecuali nia yang hanya sisa kepala dan buntut ikan. tapi dia makan benar-benar dengan tangan,

“halo,” ucapnya langsung mengangkat telepon.

“udah makan, gak usah” jawab nia dengan nada datar, entah siapa yang telepon.

“mas pesan satu, lagi jadi tiga” ucapnya aku gak mau tau siapa yang telepon, mungkin aja pacarnya, atau siapanya. Dan lagi bukan urusan gue sedalam itu.

Raut wajahnya berbeda seperti tadi, seolah moodnya turun drastic setelah menerima telepon tadi.

selesainya nia minta langsung balik ke rumah, karena orang rumah belum makan, nia pun tak secerewet tadi, kini lebih pendiam.

“awas lobang” ucapku Tarik tangannya saat nia berjalan mau masuk ke got.

“hehe makasih”

“kamu kepikiran apaan, tulang ikannya bisa kemakan gitu?”

“haa? Ih gak lah , aku juga tau kali, kalau presto itu, kalau tulangnya juga bisa di makan”

“kepikiran sedikit soal papaku aja, takutnya gak kemakan aku beli tiga hehe” jawabnya certain sedikit soal yang tadi telepon itu adalah papanya, padahal gue sendiri berharap itu pacarnya.

“ohh gitu, pasti ke makanlah, aku yakin papa kamu suka” ucap gue spontan karena gue sendiri bingung mau cairin suasanya yang menjadi canggung seperti ini.

“semoga” wajahnya berubah menjadi datar lagi selama perjalan pulang, gue yakin ada problem sama papanya. Secara gak langsung gue seperti bercemin, nia juga mempunyai masalah dengan papa seperti gue.

“terus papa kamu udah pulang?”

“belum, bentar lagi kali,”

“oh ia terima kasih yah, udah di ajak makan makanan enak” senyumnya,

“byeeee” kami terpisah di pertigaan, tapi gue masih kepikiran soal nia, bukan soal buah dadanya tetapi penasaran sama apa yang di alaminya sampai seperti ini, menarik bin penasaran gue sama dia. tapi bukan gue bearti suka. tepatnya belum...

Bersambung....
 

Duapuluh Sembilan


Hara-

Di sela-sela kantor aku coba saran dari budi, kalau coba lihat atau bayangin tentang tubuh nia, hasilnya lumayan bisa ekresi tapi libido bisa turun saat focus kekerjaan.

Andai satu minggu ini aku gagal, aku harus mengulangnya satu minggu, padahal kemarin berhasil walau dengan bella. Apa itu gak termasuk itungan.

Dan bila itu berhasil, itu akan berlangsung secara alami, tapi Bisa cara cepat dengan obat lagi, tapi ginjalku bekerja cukup keras kalau di timpa obat setiap hari.

“permisi pak, ada dokter budi di depan” ucap nia

“suruh masuk kesini aja,”

“baik pak”

Selalu dadakan ini anak kalau mampir ke kantor, untungnya aku sudah selesai dengan tugas dengan cek satu persatu persiapan untuk sabtu besok. Dan tepat untuk terapi

“serius banget pak boss” ucapnya.

“ia, pusing gue, “ budi juga tau masalah perusahaan yang aku alami sekarang, gak lucu kalau suruh lepas saham di hadapan investor.

Sekarang aku tau susunan tertinggi perusahaan ini, gue bukan tertinggi yang paling tinggi para penanam modal, termasuk papa. Atau dalam Bahasa nya di sebut komisaris. Dan gue hanya seorang direktur saja.

“lo ada acara hari ini?”

“ngak juga sih, mau ketemu sama om roni, minta bantuannya soal ini”

“om roni?? Ohh, teman bokap lo yang sekarang jadi driver di keluarga lo?”

“yess”

“oke, gue juga mau ke rumah sakit lagi.”

“oh ia, gue lupa bilang, bini gue kemarin bilang, kalau si hara bawa cewek ke kliniknya, terus di obtain sendiri pas bini gue lagi mual-mual.

“terus?”

“ya.. cuman kasih tau aja,”

“gak ada spesialnya juga kali, lagian dia juga memang dokterkan? Walau kabur, wajar aja kalau dia bantuin masyarakat situ,”

“lo tau?”

“yeeee… lo yang bilang gitu kemarin-kemarin, ya kan?”

“oh ia, gue yang bilang ya.. kadang-kadang pinter juga sih har”

“gue bukan kadang-kadang pinter, tapi lo keseringan bego, hahaa”

“dih, direktur nge gas..haha”

“jangan bawa-bawa jabatan kali, kalau mau bela diri” jarang-jarang gue bercanda kayak gini sama budi, kapan lagi bisa ledekin dokter.

“gue kepikiran janin, gue takut rena kenapa-kenapa,” ucapnya

“ya udah tahu hamil, jangan di obok-obok terus lah,” ledekku lagi

“setan, biairn, daripada belum sama sakeali?’ balasnya tertawa, dan budi mengatakan apa yang inti permasalahnya yang mau bilang ke aku. Di tambah ambil cuti belum keluar dari rumah sakit.

Walau dia cerita pun aku gak bisa kasih solusi, yang jelas aku sama budi dalam status yang sama. Yaitu dalam masalah bikin pusing.

***​

Jam makan siang tiba, saat aku jalan keluar aku liat nia sedang melakukan sesuatu ke lengan kanannya.

“kenapa tangan kamu?”, nia langsung menggulung bajunya lagi.

“kena pinggir kuali” jawabnya seperti menahan perih.

“udah ke dokter?”

“udah pak,”

“ok, kalau gitu saya pergi dulu, kamu handle semua ya ada telepon dari yang lain?”

“iah pak,” Aku sengaja ambil waktu kosong buat ketemu om roni, dia juga ada waktu kosong hari ini.

Om roni sudah menunggu di depan lobi dengan pakaian rapi, dia menjemputkua seperti aku tak kenal dengannya

Walau beberapa orang mengetahui tentang om roni, dia masih bisa lempar senyum ke orang-orang yang merendahkannya, satu jawaban dari semua pertanyaan ke dirinya, yaitu demi keluarganya itu sudah cukup.

“aku duduk di depan aja om” kataku saat om roni membuka pintu.

“kita kemana?”

“makan siang aja, sekalian tanya-tanya hehe boleh kan?”

“boleh lah, “

Aku langsung ke restoran yang menurut aku sepi, sambil makan aku langsung tanya lagi, bagaimana om roni bisa seperti ini. Karena hanya berdua pasti om roni lebih leluasa

“haaaaa” helaannya seolah mengingat kembali masa-masa itu.

“Saat kamau memberikan kepercayaan keseseorang, kamu jangan serratus persen kasih kepercayaan itu”

“Om saat itu salah terlalu percaya, karena saat itu anak om pacaran sama anak orang ini yang sekarang merebut kedudukan om dan om berhutang pribadi sama dia.” jelasnya

“om udah yakin mereka bakalan cocok, apa lagi hubungan sudah sangat dekat seolah tinggal acara lamaran dan lain-lain”

“tapi sayang cara liciknya seperti itu, yang om jelasin dulu soal mereka melunasi utang perusahaan,dan menjualnya ke orang lain, otomatis orang itu akuisisi perusahaan om. Dan om terdepak dari sana.”

“dan dia orangnya yang mengambil alih persuhaan om, termasuk utang pribadi. “ lanjutnya mengepalkan tangannya.

“jadi harus bayar utang ke mereka?” angguknya pelan.

“dia menfaatkan anaknya, menfaatkan menantunya, saudaranya, mereka diam-diam akan mengakuisisi perusahaan yang baru tumbuh dan mempunyai pontesi besar kedepan, termasuk perusahaan papa yang kamu jalanin sekarang”

“Tapi papa sama itu orang kenal?”

“Kenal, tapi dalam urusan bisnis saja, karena sama-sama pemegang saham, sama seperti papa kamu sahamnya kini di beberapa perusahaan.”

“makanya papa kamu seperti kwahtir, karena sekarang kedudukan hampir sama kayak papa kamu, dan melihat perkembangan perusahaan yang kamu pegang.

“kalau posisi harsa sekarang gimana om? Cara ganti posisi hasa” ucapku semakin penasaran.

“dengan cara pergantian pemipinan, para pemegang saham akan berunding buat ganti posisi kamu ke orang yang menurut mereka lebih baik, dalam arti orang itu adalah duri nya” jelasnya.

Aku lumayan paham kenapa papa gak kwahtir soal perusahaan aku bakalan di ambil alih, mungkin papa juga merasakan ada yang aneh, makanya membiarkan aku melakukan semampuku..

“kalau begitu, aku rasa aku bakalan di ganti om”

“kemungkinan besar, akan di ganti sama orang yang mungkin satu perusahaan dia, karena perusahan kamu gak terlalu besar juga, tapi cukup berpontensi bersaing”

“om anilisi semua?”

“sedikit aja penilain ke perusahaan kamu,”

“sisanya waktu yang menjawab, dan yang bisa kamu lakuin sekrang cuman satu. Berusaha terbaik mungkin, dan mempersiapkan mental saat itu terjadi”

“dan orang yang kamu maksud sebagai duri akan muncul sendirinya” senyum om roni. Aku harus benar-benar banyak belajar, aku seperti haparan debu di banding pengalaman om roni.



***​

Mada

Gue salut sama nia kemarin, dia benar-benar berani matiin api dengan jaketnya. Kalau kebanyakan cewek pasti teriak minta bantuan. Andai dia teriak, luka di tangannya gak akan terjadi.

Gak lama nia muncul dengan pegang lengannya yang terbakar kemarin,

“gimana luka nya” tanya gue pas nia naik motor.

“perih sih, tapi kayak gerak terus kena perbannya mungkin” katanya

“harusnya satu minggu udah kering, terus jangan di kopek”

“haaa kopek? Apaan tuh?”

“hahaa, maksudnya, kalau udah kering pinggirannya jangan di korek gitu, “

“hmmm. Kenapa?’

“yang biar cepet aja, kalau gatel, di olesin salep lagi, “

“uhhmm, detail banget” ucapnya menoleh kea rah kananku, gue bisa dari kaca spion motor, buat gue sedikit gak focus.

“tapii mada,”

“apa?”

“kamu bohong ih, katanya lukanya dikit” ucapnya sambil tepuk punggung gue pelan.

“emang dikit, kan? Cuman satu tempat doang” jawab gue ketawa.

“panjang tau, pas kulitnya kekelupas gitu jadinya banyak” di tepuknya nya lagi pungguku,

“nanti malam temenin beli makanan mau?” lanjutnya

“buat?’

“ucapan terima kasih, hehe mau?” gue diam sejenak, rasanya nia lebih cerewet dari sebelumnya.

“boleh, sekalian aku ajak makan ikan bandeng presto” kataku keluar begitu aja,

“okeh, nanti aku sms ya”

“byeee” lambaikan tangannya langsung masuk ke rumah.

Malamnya nia janjian di taman kecil, entah kenapa dia tunggu disana, mungkin dia sedang memikirkan sesuatu, gue gak bawa motor karena memang nia mau ajak jalan kaki kesana sambil menghirup udara segar.

“aku boleh tanya mada?” tanyanya sambil noleh kearahku, sambil mendekap kedua tangannya.

“bolehlah”

“kamu kok paham soal pengobatan luka bakar kayak aku?” tanya sambil tunjukin lengannya yang di perban.

“basic itu, orang awam kayak aku juga bisa yak an?”

“terus wanita itu siapa?”

“oh yang punya klinik, aku belajar dari mereka pas lagi obtain orang,” nia seperti penasaran ke gue, seolah apa yang gue lakuin berbeda. Gak bakalan gue kasih tau kalau gue punya basic dokter, maksudnya udah jadi dokter gagal.

“tapi aku salut sama kamu, berani matiin api, harusnya minta tolong orang” gue coba alihin pembicaraan tentang klinik.

“soal aku dulu hampir alamin, untungnya pas kuliah ada basic pencegahan kebocoran gas di ausy”

“eh maksudnya di kampus” tawanya menyeringai, sedikit yang aku tau, semakin yakin nia orang yang berada sebelumnya, penyebutan nama negara pun dia tau.

“tapi tangan kamu jadi luka gitu”

“hehe, yah mau gimana lagi kesalahan aku juga kok, habisnya di pasar gak ada yang aku kenal minta tolong cuman kamu”

“tapi asal kamu tau, nci orangnya baik kok, dia khwatir soalnya akhir-akhir ini pasar kurang aman. Jadinya dia waspada.” Jelas gue, karena orang-orang pasar hampir tau kondisi pasar yang sering ada keributan dari pihak entah siapa.

“owh gitu, sip, “ nia kasih dua jempol ke arahku. Di lihat kayak gini tingginya cuman sebahuku, dan seperti ini tak ada yang menonjol kali ini, hanya goncangan tektonik kecil terlihat dari baju tidurnya yang di lapisi jaket.

***​

Gue ajak nia ke pedagang kaki lima yang jual ikan bandeng presto, menunya gak satu aja, tapi yang paling gue suka ikan bandengnya.

Baru dua mingguan baru buka, walau di gerobak tapi rasanya gak kalah sama enaknya di restoran. Kalau lidah gue yang cicipin.

“mari makan” ucapnya ambil sendok sama garpu, sedangkan gue modal kobokan.

“loh gak pakai sendok?” tannya dengan wajah bingung.

“ngak enakan pakai tangan di cocol sambelnya, beuhh sedap” kata gue cuci tangan di dalam manguk kobokan.

“serius?”

“ia, tapi kamu habis itu satu ekor bandengnya?”

“habis kok,” nia minta satu lagi mangkok kobokan, dan coba satu suapan sambil menyingkap rambut ke belangan.

“gleggg” rasanya sesuatu saat nia membuka mulutnya sambil lidahnya sedikit keluar. Seolah sedang melakukan sesuatu. Pikiran gue lagi kotor hari ini.

gue langsung makan dengan lahap, nia seperti lihat cara makan, tapi dia gak bisa sama sekali, dan di comot di ujung-ujungnya jarinya,

"bang nambah satu piring" kata gue, nia juga langsung noleh ke arah gue,

"ane laferrrr" kata gue menyeringai,

sampai akhirnya gue bersih tanpa sisa, terkecuali nia yang hanya sisa kepala dan buntut ikan. tapi dia makan benar-benar dengan tangan,

“halo,” ucapnya langsung mengangkat telepon.

“udah makan, gak usah” jawab nia dengan nada datar, entah siapa yang telepon.

“mas pesan satu, lagi jadi tiga” ucapnya aku gak mau tau siapa yang telepon, mungkin aja pacarnya, atau siapanya. Dan lagi bukan urusan gue sedalam itu.

Raut wajahnya berbeda seperti tadi, seolah moodnya turun drastic setelah menerima telepon tadi.

selesainya nia minta langsung balik ke rumah, karena orang rumah belum makan, nia pun tak secerewet tadi, kini lebih pendiam.

“awas lobang” ucapku Tarik tangannya saat nia berjalan mau masuk ke got.

“hehe makasih”

“kamu kepikiran apaan, tulang ikannya bisa kemakan gitu?”

“haa? Ih gak lah , aku juga tau kali, kalau presto itu, kalau tulangnya juga bisa di makan”

“kepikiran sedikit soal papaku aja, takutnya gak kemakan aku beli tiga hehe” jawabnya certain sedikit soal yang tadi telepon itu adalah papanya, padahal gue sendiri berharap itu pacarnya.

“ohh gitu, pasti ke makanlah, aku yakin papa kamu suka” ucap gue spontan karena gue sendiri bingung mau cairin suasanya yang menjadi canggung seperti ini.

“semoga” wajahnya berubah menjadi datar lagi selama perjalan pulang, gue yakin ada problem sama papanya. Secara gak langsung gue seperti bercemin, nia juga mempunyai masalah dengan papa seperti gue.

“terus papa kamu udah pulang?”

“belum, bentar lagi kali,”

“oh ia terima kasih yah, udah di ajak makan makanan enak” senyumnya,

“byeeee” kami terpisah di pertigaan, tapi gue masih kepikiran soal nia, bukan soal buah dadanya tetapi penasaran sama apa yang di alaminya sampai seperti ini, menarik bin penasaran gue sama dia. tapi bukan gue bearti suka. tepatnya belum...

Bersambung....
Semangat huuu...... update nya:beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd