Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My HEROINE [by Arczre]

Siapakah Tokoh yang Paling disuka?

  • Jung Han Jeong

  • Yuda Zulkarnain

  • Hana Fadeva Hendrajaya

  • Ryu Matsumoto

  • Azkiya a.k.a Brooke

  • Rina Takeda

  • Jung Ji Moon

  • Ray

  • Astarot

  • Putra Nagarawan


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Moga nanti tokoh2 dari suhu semproter ane masukin semua deh. Sebagai cameo. Tapi jangan protes yak nanti :Peace:
 
kaget lihat gambar segedhe gajah. :takut:

SHS sesuai namanya Super Human Soldier. Bentuknya seperti ini.

a31181382725018.jpg

ampun juragan :((

nemu di google soalnya

mirip sama pasukan kobra di film GI Joe yg pertama (dari konsep kostumnya)
 
BAB II: BOLD

1fd9a1382649111.jpg


e60386382649950.jpg


#Pov Yuda

Namaku Yuda, anak dari Jaka Zulkarnain seorang guru silat Taring Harimau. Iya, ayahku jago silat. Pemilik padepokan perguruan silat. Sejak SD aku hidup berpindah-pindah. Entah kenapa. Ayah menyembunyikan kepadaku alasannya. Tapi semenjak aku masuk SMP kami pun menetap di kota ini. Dan iya, aku memang jagoan. Aku tidak sombong cuman aku tidak tahan saja terhadap orang yang semena-mena terhadap mereka yang lemah.

Hampir setiap minggu aku terlibat perkelahian dengan anak-anak berandalan yang suka menindas dan membuly yang lainnya. Demikian juga para preman. Aku paling benci dengan mereka yang suka memalak. Alhasil para preman di kampung tempatku tinggal takut semua kepadaku. Tapi....pasti ayah akan memarahiku kalau tahu aku berbuat seperti ini. Hehehehe.

Beliau pasti mendamprat, "Ayah ngajarin kamu silat bukan buat seperti ini. Tapi buat melindungi orang-orang yang kamu cintai."

Halah, ayah ini. Adanya ilmu silat juga kan buat berkelahi, emang buat apa lagi??

Nah, satu lagi nih. Aku punya teman sejak SMP. Anaknya blesteran Korea Indonesia. Namanya Jung Han Jeong. Anaknya agak tomboy, centil, imut, lucu, dan cakep juga sih. Sejak ia kenal denganku ia tertarik buat ikut silat. Akhirnya dia pun berguru kepada ayahku. Kami pun sudah kenal akrab sejak SMP. Dan diam-diam aku menaruh hati kepadanya. Dan aku tidak pernah bisa menunjukkan perasaanku yang sesungguhnya kepadanya. Entah kenapa. Tapi yang jelas dia sahabatku sejak saat itu.

Kami berlatih bersama, kami jalan bersama. Aku dan orang tuanya pun juga sudah akrab. Orang tuaku dan orang tua Han Jeong yang merupakan orang penting di M-Tech Mobile Industri (MMI), namanya Hiro Hendrajaya udah menjadi teman sejak lama. Jelas Han Jeong kaya sekali. Keluarga Hendrajaya memang orang terkaya di negeri ini. Setiap hari dan hampir tiap hari aku dan Han Jeong selalu melakukan sparring, sampai sekarang tak ada satupun pukulan yang bisa dia daratkan kepadaku. Aku selalu waspada. Ayahku sudah melatih instingku sejak aku masih kecil. Seluruh panca inderaku selalu siaga.

Sebentar lagi akan ada kejuaraan silat. Aku sudah mengajak Han Jeong kemarin. Tapi ia sepertinya masih pikir-pikir dulu. Yah, kalau toh dia nggak ikut aku yang akan ikut. Apalagi ayah pasti akan menyuruhku untuk ikut. Tapi dengan pesertanya adalah cewek mungkin bakal ada yang tertarik, karena peserta silat cewek itu jarang ada.

Han Jeong, mungki satu-satunya cewek yang pernah aku sukai, nggak ada yang lain. Tapi...apakah cintaku akan berlanjut? Aku sendiri kagok tiap dekat ama dia. Sok cool, sok pendiam tapi sebenarnya aku sangat perhatian ama dia. Kami berteman baik, tapi aku malu mengungkapkan tentang diriku.

"Yuda!?" panggil ayahku.

Aku menghampiri beliau. Tampak beliau sedang melakukan olah pernafasan. Tubuh beliau banyak bekas luka terutama di dada, perut dan pundak. Sepertinya di masa lalu ayah bertemu lawan yang sangat tangguh. Aku tak pernah melihat luka-luka seperti itu sebelumnya. Ayah juga tak pernah bercerita tentang luka-luka itu.

"Ada apa yah?" tanyaku.

"Tolong bantu ibumu ngangkat bak itu!" kata beliau.

Kulihat ibu sedang kesusahan mengangkat bak jemuran yang menggunung cuciannya. Aku menghampiri beliau. Nama ibuku Iskha. Mirip ama nama penyanyi legendaris Iskha. Tapi mereka tak ada hubungan apa-apa. Kulihat raut wajah kecapekan tergambar di sana. Aku pun segera mengangkat bak yang lumayan berat. Aku agak meringis.

"Anak ibu yang jagoan, berat ya nak?" tanya ibu.

"Lumayan sih," kataku sambil kuangkat bak cucian itu dengan dua tangan.

"Yah maklum beberapa hari ini hujan terus, makanya cuciannya banyak," kata ibu.

Aku berjalan perlahan-lahan menuju tempat jemuran. Wuih, ada tiga tempat jemuran. Aku bantu-bantu dulu deh sebelum berangkat sekolah. Kasihan ibu udah capek. Ya iyalah, nyuci segini banyak. Aku pun memeras baju-baju yang basah ini lalu kubentangkan di jemuran.

"Ayah, ibu, berangkat dulu ya," aku lihat Yuni adik perempuanku yang sudah rapi. Beda ama kakaknya yang masih belum pake seragam. Dia menghampiri ayah untuk cium tangan, lalu ibuku, lalu ke aku.

"Lho, kamu nggak berangkat Yud?" tanya ibu.

"Ntar deh bu, ku bantu dulu," jawabku.

"Nggak usah, biar ayah saja. Pergi sana. Ntar kamu nggak boleh masuk kalau telat," kata ayah.

Aku agak sayang sebenarnya ninggalin jemuran ini. Mana banyak lagi, lagian kemarin aku nggak ngapa-ngapain selama di rumah. Main terus kerjaannya. Agak nggak enak juga sih.

"Okelah," aku pergi menuju ke kamarku untuk ganti baju. Singkat cerita aku sudah ganti baju dan mau berangkat.

Aku segera pergi ke ayah dan ibu sekalian cium tangan ke mereka berdua.

"Yud, aku tahu apa yang terjadi. Kamu berkelahi lagi kan kemarin?" tanya ayah.

"Eh? Siapa bilang?" aku membela diri.

"Udah deh, kemarin Bu Lastri tetangga bilang sama ibu kamu ngehajar para preman di pasar," kata ibu.

"Err...itu.. itukan karena aku kepengen nolong orang yah, mereka emang harus diberi pelajaran," kataku.

"Kalau dari laporan mereka nggak tuh, kamu yang nantangin," kata ayah.

Waduh, ketahuan. Aku menundukkan wajah.

"Yuda, kamu ayah ajarkan silat bukan untuk hal semacam ini. Silat itu untuk melindungi orang-orang yang kamu cintai, untuk menolong musuhmu agar bangkit bukan untuk menjatuhkan mereka," kata ayah. Mulai lagi deh ceramahnya. "Jurus Silat Taring Harimau Putih ini berbahaya, ayah yakin dengan kemampuanmu sekarang kamu bisa kalahkan siapapun, tapi bukan dengan cara seperti ini. Sekarang kamu ayah hukum, hari ini sehabis pulang kamu ikut ayah berlatih. Menu latihannya ayah tambah."

Arrgghh...aku benci. Pasti ayah bakal bikin aku teler sore ini.

"Baik ayah. Maaf," kataku sambil menghela nafas.

Ya udah deh, daripada masih di rumah aku pun pergi. Aku tak pernah naik kendaraan ke sekolah, selalu jalan kaki dan berlari. Dan aku selalu tiba lebih dulu dari pada Han Jeong. Seperti hari ini, aku baru saja berlari menuju ke sebuah sekolah elit tempat di mana kami sekolah. Dari kejauhan aku bisa lihat dia dengan sepedanya. Rambutnya berkibar terkena angin, dan yang aku suka dari dia adalah ia selalu menebarkan senyum kemana-mana. Menyapa setiap orang yang ia temui di jalan.

Aku buru-buru mengambil jalan pintas. Nggak boleh kalah dari dia. Jalan pintas ini melintasi lapangan dan naik ke tembok pagar rumah orang. Aku cukup terampil dengan keseimbanganku sehingga tidak jatuh saat berjalan cepat di atas pagar tembok. Setelah itu aku berlari melintasi pinggiran sungai kecil, melintasi perkampungan dan kemudian keluar masuk gang. Aku melihat beberapa anak SD berjalan beriringan sambil aku sapa mereka.

"Hai bocah-bocah, semangat belajar ya!?" sapaku.

"Hai, kak Yuda. Iya kak! Kapan kak ada kejuaraan lagi?" tanya salah seorang di antara mereka.

"Secepatnya!" kataku.

Mereka ini termasuk anak-anak yang ikut memberi aku semangat ketika ikut kejuaraan pencak silat. Dan mereka juga murid padepokan Silat Taring Harimau Putih. Perguruan kami sudah terkenal di mana-mana. Jadi ya wajarlah. Apalagi aku sering lewat jalan kampung ini, mereka mengenalku dengan baik.

Setelah lama berlari akhirnya aku sampai di gerbang sekolah lebih dulu dari pada Han Jeong. Dengan tenang aku pun menghentikan lariku, mengatur nafas dan berjalan seperti biasa.

Han Jeong masuk ke gerbang. Aku sapa dia, "Hai Jung!?"

"Hai Yud," jawabnya sepedanya meluncur menuju tempat parkir. Setelah itu ia mengambil ransel yang ada di keranjang sepedanya kemudian menghampiriku.

Nah, seperti biasa ia bakal langsung menyerangku. Aku bisa tahu karena aku tahu ciri-ciri orang yang ingin menyerangku, kakinya sudah bersiap, tangannya sudah mengepal. Tipikal yang mudah untuk bisa menghindar dan bersiap dari serangan model gini. Aku buka sedikit kakiku, kemudian kumiringkan badanku.

WUSHH! Nah, bener kan ia memukulku tapi aku bisa menghindar sebelum tangannya mendarat di wajahku.

"Hhhhhhh! Kamu selalu bisa menghindar dari pukulanku sih?" tanyanya gusar. "Nih, rasain!"

Kali ini sikunya, aku bisa menghindar bahkan kupencet hidungnya. Aku tertawa kemudian berlari.

"Yudaaaaa! Kembalikan hidungku!" dia lari mengejarku sampai ke kelas.

Aku melihat Hana sedang berjalan menuju ke kelasnya aku dan Han Jeong melintas di depannya.

"Cieee...cieee pagi-pagi udah mesra banget kejar-kejaran," kata Hana.

"Bukan seperti itu!" kata kami bersamaan. Aku dan Han Jeong saling berpandangan.

Hana mengangkat tangannya, "Iya iya, kompak amat."

Seperti itulah tiap hari, Han Jeong sangat bernafsu untuk bisa mengalahkan aku. Namun sebenarnya aku sedikit mengajarinya jurus-jurus baru yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya selama belajar di perguruan Silat Taring Harimau Putih.

"Nih, aku ajarin sesuatu," kataku.

Aku memperagakan sebuah gerakan. Kedua kaki aku buka. Kaki kanan maju ke depan, telapak tangan kiriku terbuka, tangan kananku mengepal. Aku bergerak seolah-olah aku memotong apa yang ada di depanku, lalu memukul beberapa kali lalu diakhiri dengan siku. Begitu cepatnya hingga Han Jeong nggak berkedip.

"Itu apaan tadi?" tanyanya.

"Kamu bisa?" tanyaku. "Coba praktekin seperti tadi!"

Han Jeong mencoba meniruku, yang aku suka dari cewek ini adalah apapun yang dia barusan lihat, dia bisa menirunya apalagi gerakan silatnya sangat luwes. Dan dia pun meniruku dengan sempurna.

"Nah, keren kan?" kataku.

"Hmm...boleh juga Yud," katanya.

"Ini kalau kamu pukulkan ke orang, apalagi kena dadanya dijamin ia bakal susah nafas. Trus pukulan terakhir yang mematikan yaitu pakai siku ke kepala," kataku. "Dijamin lawannya KO."

"Tapi apa bisa ini buat ngelawan robot?"

"Hah?"

"Eh...nggak, nggak apa-apa. Heheheheh."

"Ngelawan robot yah? Hmm...robot kan nggak bisa merasa sakit," gumamku. Wah, pertanyaan yang bagus. Selama ini aku nggak pernah berpikir sampai sejauh itu. Kalau misalnya lawanku adalah robot. Aku pun merenung.

"WOI!? Koq malah ngelamun?" tanyanya.

"Aku berpikir tentang perkataanmu barusan. Menarik, aku belum pernah melawan robot. Sepertinya aku harus mencoba salah satu deh," kataku.

"Sebaiknya nggak usah deh Yud, biar Black Knight aja yang bertindak," katanya.

"Emang Black Knight pernah melawan robot?"

"Pernahlah, kamu emangnya nggak lihat berita?"

Aku menggeleng. Han Jeong menghela nafas.

"Ya udahlah, masuk kelas yuk!?"

Aku pun mengikutinya. Aku melihat seorang anak baru. Dia membawa pedang kayu dan tampak masuk ke kelasnya Hana.

"Siapa tuh?" tanyaku.

"Nggak tahu, murid baru kali," jawab Han Jeong.

"Samperin yuk bentar!" kataku.

Kami berdua beringsut menuju ke kelasnya Hana. Anak ini wajahnya mirip orang Jepang, mata sipit dan rambut bermode Harajuku. Dia menenteng ransel di punggungnya dan sebilah pedang kayu di tangan kirinya.

"Teman-teman perkenarukan nama saya Ryu," katanya sambil tersenyum dan membungkuk. Semua anak-anak menoleh ke arahnya. "Saya murai hari ini akan berajar di keras ini."

"Ryu?" murid-murid bergumam.

"Eh, biasanya yang memperkenalkan adalah guru wali kelas lho, koq kamu udah ada di sini?" tanya Hana.

"Maaf, sebenarnya harusnya kemarin saya masuku, tapi...karena ada kendara maka saya tidaku bisa masuku," jawab Ryu sambil tersenyum.

Tipikal orang Jepang nggak bisa ngeja huruf L. Aku dan Han Jeong ketawa cekikan mendengarkan logatnya. Aku menoleh ke arah lain, tampak wali kelas tempat Hana berada datang. Aku tepuk pundak Han Jeong.

"Ada Pak Tris tuh, balik yuk!" ajakku.

Han Jeong dan aku beringsut meninggalkan kelas tempat Hana berada. Hari itu kami menjadi anak pelajar yang normal, mengikuti pelajaran dengan baik. Tumben hari ini Han Jeong nggak pergi ke toilet. Dan biasanya anak itu kalau pergi ke toilet lama banget, entah ngapain di sana. Aku mengikuti pelajaran dengan baik, duduk manis dan mencatat, sampai kemudian jam istirahat pun datang. Aku pun segera ke kantin, belum sarapan tadi.

"Eh, Yud!" panggil Han Jeong.

"Apa?" tanyaku.

"Ma'em bareng yuk?!"

"Maksudnya?"

Han Jeong mengeluarkan dua kotak bekal dari meja.

"Serius?"

"Iyalah," Han Jeong sudah membuka kotak bekalnya. Yah, kadang-kadang aku diajak makan bersama Han Jeong sih. Dan biasanya aku diajak makan kalau dia baru saja belajar menu masakan baru. Dan dari 100% masakannya nggak ada yang enak. Aku biasanya jadi test-man.

Aku membalikkan kursi yang ada di depannya, sehingga sekarang berhadapan dengan dirinya. Anak-anak sebagian keluar dari kelas, sebagian masih di dalam kelas.

"Cobain deh, ya? Ini aku baru belajar menu baru nih, semua orang di rumahku nggak mau nyobain. Pliiisss!" katanya sambil menyatukan telapak tangannya.

"Iya, iya, sinih!" kataku.

Aku buka kotak bekal itu. JRENG! Aku melihat sebuah bentuk makanan yang tertata rapi. Ada udang, nasi, selada, wortel dan potongan nugget. Kayaknya enak, apalagi hiasannya cantik. Kedua kota bekal itu isinya sama.

"Wow, ini beneran kamu yang bikin?" tanyaku.

"Iya dong, cobain deh!" katanya.

Aku mengambil sendok dan aku ambil nasinya. Kalau masak nasi sih siapa aja bisa, tinggal masak di rice cooker. Tapi bagaimana dengan pengolahan sayur dan penggorengan? Maka aku ambil udangnya dan nuggetnya.

"Ini nuggetnya aku bikin sendiri lho," kata Han Jeong.

Satu gigitan. Aku kunyah. Aku sudah bersiap dengan rasa asinnya. Dan.... kress...nyam...hhmm...enak...enak banget. Aku nggak percaya kali ini masakannya enak. Mataku berkaca-kaca.

"Ngapain matamu berkaca-kaca gitu?" tanya Han Jeong. "Nggak enak ya?" tampak raut wajah sedih terlukis di wajahnya.

"Ini...baru pertama kali kamu masak enak banget, aku sampai terharu!" kataku.

"Beneran!??" tanyanya.

"Iya, beneran. Aku sampe nangis," kataku. "Soalnya selama ini kan kamu nggak bisa masak. Masakanmu kalau nggak angus ya pasti keasinan."

"Halah, jangan lebay deh. Makasih ya. Makan gih yang banyak!" kata Han Jeong.

"OK, aku juga belum makan," kataku.

Akhirnya aku habiskan juga itu bekal buatan Han Jeong. Kami berdua makan bersama sambil ngobrol tentang cara Han Jeong memasak bekalnya. Aku bersyukur sekali perutku kenyang. Han Jeong tersenyum dengan senyum manisnya.

"Makasih ya Yud, ternyata seperti itu yang bener cara ngolahnya," kata Han Jeong. Ia merapikan tempat bekalnya.

"Aku yang makasih udah dibuatin spesial seperti ini," kataku.

"Spesial apaan? Ini itu aku kepengen tahu aja berhasil apa nggak masakku. Jangan Ge-eR yah."

"Iya iya."

"Nih minumnya!" Han Jeong mengulurkan botol minumannya ke arahku.

Aku terima dan membuka tutupnya.

"Eh, jangan tempelin mulutmu di bibir botol yah. Aku tak mau terkontaminasi," katanya.

"Iya iya, bawel amat sih," kataku. Aku meminumnya dengan cara menuangkan ke dalam mulutku tanpa menyentuh bibir botolnya. Setelah itu aku serahkan kepada Han Jeong. Setelah itu Han Jeong menyimpan kembali kotak bekalnya.

TOK! TOK! TOK! pintu kelas di ketuk.

Aku melihat Ryu, anak kelas sebelah. Aku lihat Hana berada di sampingnya. Mau apa dia?

"Apa di sini ada yang berunama Yuda?" tanya Ryu dengan logat Jepangnya.

"Ya, aku di sini," jawabku.

"Bisa minta waktunya sebentaru?"

Aku menoleh ke arah Hana. Dia mengangkat bahunya. "Dia kepengen ketemu orang yang jago beladiri, yah di sekolah ini cuma kamu kan?"

Aku pun menghampiri Ryu. Han Jeong beringsut mengejarku.

"Karau boreh, aku ingin menantangmu sparring," kata Ryu.

"Hah? Buat apa?"

"Aku dengar kamu sangat jago beradiri. Aku ingin menguji seberapa tangguh kemampuan irmu pedangku, itu pun karau kamu bersedia," kata Ryu.

Sebentar. Ngapain anak samurai ini nantang aku segala? Aku hari ini setelah pulang sekolah harus mendapatkan menu latihan tambahan dari ayah, jadinya nggak mungkin. Sekarang aja deh kalau gitu.

"Oke, sekarang aja yuk. Sparring biasa aja yah, soalnya kalau nanti aku pulang sekolah nggak bisa," kataku.

"Nah, mulai deh, dasar cowok," gumam Hana.

~* o *~​

Setelah itu aku dan Ryu berada di halaman belakang sekolah. Tampak beberapa anak sekolah menonton kami. Aku berdiri belum mengambil kuda-kuda. Ryu dengan pedang kayunya melakukan streching. Serius nih anak?

"Serius nih? Kalau kamu luka nanti gimana?" tanyaku.

"Tidak apa-apa," jawabnya. "Aku juga nanti minta maaf karu sampai merukaimu."

"Baiklah. Tapi sesudah ini aku ingin kamu belajar mengeja huruf L yang bener yah!"

Ryu mengangguk.

Aku mulai mengambil kuda-kuda. Ryu juga mulai mengambil kuda-kuda. Dia memegang pedangnya dari samping pinggangnya, tubuhnya direndahkan, matanya menatapku dengan tajam. Dalam sekejap aku bisa merasakan aura membunuh yang sangat pekat. Gila anak ini. Masih muda bisa mengeluarkan aura semacam ini?

Aku pernah melawan orang dengan memakai senjata. Sebenarnya untuk orang seperti aku keuntungannya sangat banyak dengan menggunakan tangan kosong. Sebab aku tak membawa senjata, artinya aku bisa bergerak bebas. Pedang kayunya itu mirip katana, artinya ia harus bergerak tiga kali, kaki, lalu tangan dia arahkan kedepan, yang terakhir baru menebas, dan itu butuh waktu. Sedangkan aku, dalam waktu kurang dari itu bisa bergerak ke samping tubuhnya dan melumpuhkannya. Aku bisa. Dan aku bisa lihat dengan jelas bagaimana cara aku melumpuhkan Ryu.

Aku masih belum lihat tanda-tanda dia akan bergerak. Apa aku saja yang duluan yah? Baiklah, aku saja yang duluan.

Dan aku pun bergerak maju, saat itulah kakinya bergerak, benar tepat seperti dugaanku, kemudian tangannya, tapi aku sudah bergerak ke samping tubuhnya dan menjegal kaki kanannya, memegang lengan Ryu, lalu melayangkan tebasan tanganku ke lehernya dua kali dan menjatuhkannya di tanah lalu tinjuku tepat mengarah ke hidungnya. Dan hampir saja ia aku pukul dengan itu.

Ryu tebelalak. Gerakan tadi sangat cepat pastinya.

"Kamu..." ia tak dapat berkata apa-apa.

"Ayo bangun! Lehermu tidak apa-apa?" tanyaku.

Ia menggeleng. Aku membantunya berdiri.

"Sekari ragi, kumohon!" katanya sambil membungkuk.

"Sudahlah, percuma hasilnya sama," kataku.

"Kumohon seterah ini sudah," katanya.

"Baiklah, satu kali lagi."

Kami pun mengulang lagi. Tapi kali ini posisi pedangnya di taruh di atas kepalanya. Seperti posisi kuda-kuda kendo. Aku juga memasang kuda-kuda. Posisi Ryu hanya akan menebas ke bawah, yang mana aku bisa menghindar ke samping kiri atau kanan, dan dari posisi kaki kananya aku yakin di akan kaget kalau aku bergerak ke kanan, aku bisa dengan cepat masuk ke kanan dan memegang lengannya, lalu melakukan gerakan tadi.

Aku pun mulai melakukannya. Segera aku maju, Ryu benar-benar menebasku dengan pedang kayunya. Aku bisa menghindar ke kanan, ia benar-benar kaget. Sesuai dengan perkiraanku, aku melakukan gerakan yang sama seperti tadi, kusapu kaki kanannya, lalu kupegang tangan kanannya, ku tebas lehernya dua kali, Ryu jatuh, lalu aku arahkan kepalan pukulanku ke hidungnya tapi tak sampai menyentuhnya.

Ryu terbelalak lagi.

"Ruar biasa! Sugoooii!" ia tampak takjub. Aku membantunya berdiri. "Kamu satu-satunya orang yang bisa menjatuhkanku selama ini. Terimarah hormatku."

"Ya ya ya, terima kasih kembali," kataku sambil pergi meninggalkannya.

Han Jeong mengerutkan dahinya, tatapan matanya tampak nggak suka. Hana juga.

"Eh, kenapa kalian?" tanyaku.

"Bosen lihat itu melulu, kami udah tahu hasilnya," kata Hana.

"Iya, yuk ah Han!" Han Jeong menggandeng Hana.

Orang-orang pun bubar. Yah, setidaknya kan aku bisa ngalahin seorang samurai untuk pertama kalinya. Ya nggak?

(bersambung)

Chapter berikutnya wujud Super Hero baru muncul. Stay tuned. :Peace:
 
Terakhir diubah:
Weh gagal pertamax
Semoga updatenya marathon lagi biar bisa melanjutkan mimpi
 
detail karakter sudah dijelaskan di halaman index. :)
 
waaahhhh udh keduluan ma yang atas... nasib2..
 
baru baca udah update lagi, produktif bener suhu yg satu ini salut suhu!
 
selalu ajha nih suhu satu bikin sebuah kejutan bikin saya haus tuk terus baca dan baca ,,,,,, ga ada yang bisa saya bilang cuman ucapan keren suhu dan aplaus dan terima kasih atas cerita2 yang keren bukan hanya tentang hubungan sex semata pokoknx keren suhu ,,,,,,,
 
Murid baru langsung ngajakin sapringan :D
Selalu adegan perkelahian dijabarkan dengan detail bikin tambah greeeng :panlok2:
 
wekz.. ryu bs dijatohkan cm 1 jurus 2 kali. :bingung:
kayanya dia perlu banyakin nonton rurouni kenshin tu. jurus aliran hiten mutsurugi :haha:
 
Suhu Arcaze kenapa ceritanya gak di muat di brog atau grub FB & apa gitu tapi tanpa "adegan panas-nya." karena rama-rama baca cerita suhu sambir dimasukin adegan exe kok nurunin "MOOD" ya... (gak tahu karo yg rain) nubi yg hina ini cuma masukan aja suhu. :suhu: ditunggu update seranjutnya!
 
Bimabet
Suhu Arcaze kenapa ceritanya gak di muat di brog atau grub FB & apa gitu tapi tanpa "adegan panas-nya." karena rama-rama baca cerita suhu sambir dimasukin adegan exe kok nurunin "MOOD" ya... (gak tahu karo yg rain) nubi yg hina ini cuma masukan aja suhu. :suhu: ditunggu update seranjutnya!

lho, kan adegan ss-nya ane buat seindah mungkin juga kan? :D
not just lust.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd