Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My HEROINE [by Arczre]

Siapakah Tokoh yang Paling disuka?

  • Jung Han Jeong

  • Yuda Zulkarnain

  • Hana Fadeva Hendrajaya

  • Ryu Matsumoto

  • Azkiya a.k.a Brooke

  • Rina Takeda

  • Jung Ji Moon

  • Ray

  • Astarot

  • Putra Nagarawan


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.

BAB IV: SILAT vs NINJA

1fd9a1382649111.jpg


583d2d383601679.jpg



#PoV Yuda#

Aku dan Azkiya berada tak jauh dari gedung konsulat. Inikah sasarannya? Penjagaannya ketat sekali. Apa aku bisa masuk? Apa kami bisa masuk?

"Aku yakinkan kepadamu misi ini cukup mudah," kata Azkiya.

"Mudah bagimu tidak bagiku," jelasku.

"Beneran koq. Aku bisa melumpuhkan semua penjaga itu," ujarnya.

"Tapi ingat, jangan membunuh," kataku.

"Aku tahu. Pisau terbang ini sudah aku beri obat bius, jadi aku tak perlu membunuh mereka," kata Azkiya. "Just one target."

Aku tersenyum kepadanya. "Dan ini yang terakhir."

"Iya, ini yang terakhir. Aku sudah berjanji," kata Azkiya.

Aku memegang tangannya, Azkiya aku tarik merapat ke tubuhku. Bibirnya pun aku kecup. Dia mendorongku.

"Jangan! Sudah cukup. Ini cuma one night stand," katanya.

"Tapi ini masih di malam yang sama," ujarku.

"Yuda...hhmmmmhh," dia tak bicara lagi ketika aku mengecupnya untuk kesekian kalinya. Ciuman kami pun diakhiri, dengan kening kami yang saling menempel. "Aku mengutuk diriku sendiri karena mencintaimu, harusnya tak seperti ini."

"Jangan!" kataku.

"Ayo kita selesaikan malam ini," katanya.

Aku melepaskan pelukanku, tapi Azkiya tak mau beranjak. Ia melirik ke mataku. Ia tersenyum, sungguh senyumannya senyuman paling manis. Ia memegang pipiku dan menciumku lagi.

"Aku takut akan terjadi malam yang kedua," katanya.

"I'm affraid so," kataku sambil menikmati belaiannya.

"Tapi .....ah...," Azkiya pun menjauh dan berbalik. "Kita masih ada tugas. Yuk?!"

Aku menyelipkan golokku di ikat pinggang. Entah akan berguna atau nggak. Azkiya langsung berlari dan wow, dia melemparkan pisau terbangnya.

JLEB!
JLEB!
JLEB!
JLEB!


Empat pisau terbang mengenai lengan para penjaga. Mereka semua tiba-tiba lemas. Berapa dosisnya itu sampai bisa bikin para penjaga langsung terkapar? Aku tak habis pikir. Azkiya menempuh jalan lain. Aku langsung masuk ke halaman konsulat. Tak lupa aku memasang cadarku. Ada dua orang penjaga yang melihatku. Mereka terkejut, tapi aku lebih cepat, segera aku pukul Solar Plexus mereka yaitu tempat diagfragma. Kedua orang itu langsung roboh. Dan aku hadiahkan sikuku ke wajah mereka sehingga mereka tak sadar.

Gerak cepat! Aku bersembunyi di antara tanaman-tanaman, bergerak lincah bagai harimau, tahu-tahu seorang penjaga hampir berteriak, tapi aku masuk ke bawah lengannya, kemudian telapak tanganku menaikkan rahangnya. Ia shock, terlebih kakinya aku sapu. Dia terbanting dengan tubuhnya sendiri. BRUK! Lalu aku hantam kepalanya dengan tinjuku hingga ia pingsan.

Aku melihat ke atas, seorang penjaga terkena lemparan pisau terbangnya Azkiya lagi, JLEB! Lalu dia roboh. Azkiya masuk dengan leluasa ke dalam gedung konsulat. Sepi, tak ada orang. Tentu saja. Siapa yang mau ke gedung konsulat malam-malam ini kalau bukan Konsulat itu sendiri?

Azkiya melewati lorong untuk menuju ke tempat kantor Shotaro Takeda, konsulat Jepang yang menjadi targetnya. Ada dua orang penjaga dan lagi-lagi pisau terbangnya melayang dan menancap ke tubuh para penjaga itu dan terkapar. Saat itulah ada seorang cewek menghadang kami. Pakaiannya serba hitam, dengan katana ada di punggungnya.

"Anata wa dare (siapa kalian)?" tanyanya.

"Wareware wa Shōtarō o korosu tame ni shiyou to shite iru," kata Azkiya. Wow, dia bisa bahasa Jepang!

"Boku wa sa semasen," ujar wanita itu.

Dia melemparkan dua shuriken, tapi Azkiya menembakkan pistolnya ke arah dua shuriken itu. Hasilnya dua shuriken jatuh ke lantai. Dia agak terkejut, kemudian dia mengeluarkan katana dari punggungnya.

"Aku lawanmu!" kataku.

"Siapa kamu?" tanyanya. Oh ninja ini bisa bahasa Indonesia rupanya.

"Red, cepat habisi targetmu dan kita pergi," kataku.

Ninja cewek ini ingin mengejar Azkiya, tapi aku menghalanginya. Tak semudah itu. Aku menyerangnya dengan golok, reflek dia pun menangkis. TRANG! Aku terkejut karena mata golokku langsung seperti tercungkil dan retak. Pedangnya keren. Aku tak yakin golok ini bisa bertahan kalau harus berbenturan dengan katana itu.

sang Kunoichi berbalik, tapi aku dengan cepat merendahkan tubuhku dan menyapu kakinya. Sedetik kemudian aku memukul lehernya dan hampir saja aku menghantam kepalanya, sebelum ia cepat berguling dan mengayunkan katananya ke arahku. Hampir saja pipiku terkena sayatan katananya.

Baiklah sekarang kita benar-benar serius berhadap-hadapan. Ayo Kunoichi, aku sudah siap. Sang Kunoichi pun berjalan ke samping sambil mengunuskan pedangnya. Aku tahu ini taktik. Ia ingin mencari kelemahanku. Aku sudah siap menerima serangannya dari arah manapun. Kakiku pun bergeser mengikuti langkahnya.

"Siapa namamu?" tanyanya.

"Yuda," jawabku.

"Aku Rina Takeda, kalau aku mati aku tak akan menyesal mengetahui namamu," katanya.

Ingat Yuda, kamu tak boleh membunuhnya. Aku pun berinisiatif menyerangnya dulu. Golok punya kelemahan yaitu dia lambat dalam bergerak. Sama seperti katana sebenarnya. Maka aku pun memangkas kelemahannya itu. Aku pegang goloknya dengan ujung menghadap ke bawah, sehingga bagian tumpulnya menghadap lenganku. Sekarang aku seperti memakai golongku sebagai perisai. Ide buruk, tentu saja, kalau sampai katananya menebasku maka lenganku pun itu tertebas. Baiklah, hadapi saja.

Rina pun menyerang lagi kini tebasannya terus memburuku, aku mundur dia mengejar. Sampai kemudian aku mepet ke tembok dan dia menebasku, aku bertahan dengan golokku.

TRANG!

Aku memutar tubuhku tiga kali sehingga aku sudah ada di hadapan Rina. Ia terkejut lalu aku hantamkan punggung tanganku ke pundaknya. Kemudian dengan merendahkan kakiku aku mendorong tubuh Rina dengan bahuku.

BUAK!

Dia pun terdorong hingga mundur beberapa langkah. Seolah tak memberinya kesempatan aku pun segera melangkah cepat ke arahnya dengan posisi kuda-kuda siap menyerang. Tangan kiri Rina menaikkan jari telunjuk dan jari tengahnya. Pipinya mengembang. Mau apa dia? Belum sempat aku berpikir tiba-tiba.

BUUUUUUUHHHHH!

Api besar keluar dari mulutnya. Whhooaaaaa! Aku panik segera melompat salto ke belakang. Golokku pun sampai terjatuh. Hampir saja. Kalau aku kena telak bisa-bisa terbakar aku. Aku melihat lenganku terkena api. Aku segera memukul-mukul api itu hingga padam. Apa itu? Bagaimana dia bisa mengeluarkan api?

Rina berkelebat sekarang ia melompat ke tembok dan berjalan di tembok. Jalan di tembok? Yang benar aja. Kemudian dengan cepat dia menerjang ke arahku dengan katananya. Aku mengambil golokku yang terjatuh tadi dan bertahan.

TRANG! TRANG! TRANG!

Dia dari tembok, turun dengan menebasku, dia kutangkis, lalu naik lagi ke tembok turun menebasku, lalu kutangkis. Begitu terus sampai aku pusing sendiri. Gerakannya cepat. Aku harus menghindar. Aku pun berguling sampai menuju ke sudut. Rina terkejut, dia kemudian mengambil posisi seperti tadi ingin menyemburku dengan api. Aku buru-buru menurunkan resletingku jaketku lalu melepasnya. Rina pun menyemburkan api lagi.

BUUUUUUHHHHH!

Kulempar jaketku ke arahnya. Jaket hitam pemberian Azkiya pun terbakar. Dan aku memukul jaketku sendiri, Rina tak tahu kalau aku bakal melempar jaketku ke arahnya sehingga konsentrasinya justru membakar jaketku bukan diriku. Dan.....aku berhasil memukul dadanya.

BUUAK

Rina langsung terdorong dan jatuh ke lantai. Katananya terlepas. Aku lalu berlari ke arahnya, tapi Rina dengan cepat bangkit dengan kaki berputar-putar. Dia berhasil mengambil katananya lagi, lalu menebaskannya ke arahku. Aku menahannya dengan golokku hingga....

TRANG!

Aku merasakan golokku patah. What? Patah? Baiklah sekarang aku hanya memakai golok buntung. Tentunya jarak adalah kelemahanku. Ketika aku mendekat tentu dia akan menebaskan katananya terlebih dia juga memaki ilmu apinya. Mana jaketku sudah terbakar lagi. Satu-satunya cara adalah aku harus cepat mendekat ke arahnya. Tapi bagaimana. Sial. Aku juga bingung bisa mendapatkan ilmu beladiri dari mana?

Akhirnya aku pun nekat. Dia butuh waktu untuk mengisi tenaganya sebelum menyemburku dengan api, dia butuh waktu untuk menebaskan pedangnya dan dari dua serangan mematikannya itu tidak bisa dia lakukan secara bersamaan. Baiklah. Aku pun menerjangnya, harus cepat. Aku harus lihat dengan seksama ia mau menyerangku pakai apa? Rina tampak menggerakkan katananya. Ia menyerangku dengan katananya. Jadi agar ia mati langkah, aku harus bergerak ke kanan. Kakiku bergerak dengan luwes ke kanan tentunya ketika katananya diayunkan ia kaget karena tak menyangka aku sudah ada di sampingnya, aku memegang lengan kanannya kusapu kaki kanannya, ia terjatuh. Tidak, ia bisa meliukkan badannya berbalik salto ke udara agar tak jatuh. Tapi aku berhasil menjatuhkan katananya. Sebelum ia mendarat aku menghadiahkan pukulan berbalik dengan menggunakan sikuku ke punggungnya. Rina telak mengenainya. Begitu ia jatuh ke lantai lagi aku langsung memutar tubuhku, melompat dan menubrukkan siku lengan kananku ke punggungnya dan membekuknya tepat di bagian tengkuknya. Dia langsung tidak sadar.

Fiuh. Capek juga ngelawan satu ninja. Dari arah lain Azkiya muncul. Ia berjalan santai sambil membawa sesuatu.

Melihatku yang baik-baik saja ia tampak senang.

"Apa itu?" tanyaku.

"Dokumen, pemberi tugas bilang kalau harganya lebih tinggi daripada nyawa sang konsulat. Jadi tadi aku hanya melumpuhkannya tak sampai membunuh. Pulang yuk, kita serahin ini ke Bram," kata Azkiya.

"Yeah, artinya kamu nggak membunuh satu nyawa pun bukan?" tanyaku.

Azkiya mengangguk. Ia lalu memelukku. "Makasih Yuda, kamu baik banget."

Kami pun segera keluar dari gedung konsulat untuk kembali ke Hotel The Continental.


****o****​


Hari menjelang subuh saat kami masuk ke kamar kami lagi. Azkiya dan aku tertawa. Iya, kami senang sekali, terutama Azkiya. Dia benar-benar menepati janjinya. Berkali-kali ia bilang terima kasih kepadaku. Dan ah, aku jadi jatuh cinta ama dia.

Aku langsung menarik tangan dan memeluknya.

"Yuda...jangan! Tadi kita udah kan?" katanya.

"Sekali lagi yah?" kataku.

Azkiya tak menjawab, aku langsung melumat bibirnya. Dia pun menanggapi dengan agresif. Aku dorong dia dan kubalikkan tubuhnya. Kini ia berpegangan kepada pinggir ranjang dengan pantatnya menungging. Aku menurunkan celananya, baju merahnya kupelorotkan juga g-stringnya. Tampak olehku lubang kenikmatan yang tadi sudah aku rasakan. Aku juga sudah menurunkan celanaku. Kemaluanku sudah mengeras.

Dan tak perlu ditanya lagi apa yang aku lakukan. Dua detik kemudian aku sudah menggenjot Azkiya. Pantatnya memukul-mukul perutku. Pinggangnya aku pegangi dan kami bergoyang sungguh pemandangan yang erotis melihat pantat semoknya membentur-bentur perutku.

PLOK! PLOK! PLOK!

Tapi aku ingin mendekapnya. Akhirnya aku dorong dia hingga benar-benar tengkurap sempurna di atas ranjang.

"Yud...ahhh....aooww...!" dia menjerit ketika dengan posisi telentang kemaluanku masuk lagi ke sarangnya. Aku pun menggenjotnya. Rasanya sempit sekali.

"Azkiya..aahh....nikmat sekali!" kataku.

"Yuda, udah dong...! Katanya one night stand. Ini hampir pagi," katanya.

"Sebentar sayang, hampir sampai!" kataku.

"Ahh.....keras banget...Yudd....aahhkkk....!" Azkiya mengerang ketika aku mengeluarkan air maniku ke dalam rahimnya. Aku pun ambruk di atas ranjang. Senyum kepuasan pun terpancar dari wajah kami berdua.

Azkiya beringsut merangkulku, ia benamkan wajahnya ke dadaku. Akhirnya kami pun benar-benar kelelahan. Capek dan tertidur.
 
Terakhir diubah:

BAB V: THE CONTINENTAL

1fd9a1382649111.jpg


583d2d383601679.jpg



#PoV Yuda#

The Continental. Itulah nama tempat ini. Aku tak tahu tentang sejarah tempat ini tapi di sini hampir semua pembunuh profesional ada. Aku membaca arsip para pembunuh profesional yang disebut dengan THE PROFESIONAL. Listnya bisa dengan mudah aku baca, karena ada sebuah buku yang bisa aku baca di sini. Mereka para pembunuh profesional dari awal sampai akhir. Salah satu pembunuh profesional yang paling disegani adalah WHITE WOLF. Hmm?

Kenapa disegani? Hampir semua korbannya mati secara wajar. Dan dia 100% menyelesaikan seluruh misinya. Kabarnya ia menghilang begitu saja. Tak meninggalkan apa-apa. Tak ada kabar berita. Tidak ada sama sekali. Aneh.

Bicara mengenai organisasi ini cukup unik. Ternyata tidak semua yang ada di pikiran orang-orang mengenai pembunuh bayaran itu benar. Mereka ternyata banyak yang ramah, banyak yang sikapnya biasa. Tidak seperti orang-orang yang ada dalam pikiran kita selama ini bahwa pembunuh bayaran itu pasti bengis, kejam, mengerikan. Tapi meskipun begitu ada sisi kesamaan di dalam diri mereka, sisi psikopat. Aku tak tahu seberapa psikopatnya mereka.

Bangun tidur aku mendapati Azkiya ada di bawahku. Aku terkejut karena menyadari bahwa kepalanya naik turun dan bibirnya mengelamuti kepala pionku. Uugghh...

"Azkiya, bukankah ini cuma satu malam?" tanyaku.

"Nggak ngaruh lagi," katanya.

"Ohhh...," desahku.

Lidahnya menstimulus kepala pionku, seketika itu listrik ribuan watt langsung membuat seluruh syarafku menegang. Darahku berdesir turun ke bawah, membuat penisku makin mengeras. Azkiya tampaknya tak peduli dengan mengerasnya batangku. Ia terus menjilati kepala pionku dan menggigit-gigit kulit batangku. Hingga kemudian ia menyapukan lidahnya ke pangkal penisku. Ia juga menjilati bola-bolanya. Aku melayang.

Ohh...aku mencintainya. Azkiya menghisapi buah dzakarku, lidahnya digerakkan memutar, aku makin lemas. Aku tak tahu kapan ia sudah melepaskan bajunya, aku juga sudah telanjang di atas ranjang. Aku jadi ketagihan berbuat mesum kepadanya.

"Enak ya?" tanyanya.

"Iyalah," jawabku. "Katanya just one night stand?"

"Aku tak tahu," katanya. Ia pun merangkak dan kini menindihku. Ia memegang batangku dan memposisikannya agar masuk ke lubangnya.

SLEBBB

"Ahhh...," kami menjerit bersamaan. Azkiya ambruk ke dadaku dan menciumi bibirku.

"Yuda, aku tak ingin berhenti mencintaimu. Aku bingung," katanya. "Jadilah kekasihku sekalipun itu hanya sesaat ya?"

"Aku akan jadi kekasihmu selamanya," kataku.

"Tidak, kamu ada Han Jeong. Jangan! Biarkan aku menikmati hubungan ini, sekalipun cuma sebentar," katanya.

Aku membelai rambutnya. Pantat Azkiya bergerak-gerak dengan otomatis. Aku pun makin keenakan dibuatnya. Apalagi liang senggamanya sangat seret. Kalau dipikir-pikir berarti selama ini ia tak pernah melakukan hubungan seks kecuali dengan sang dokter itu. Aku pun bangkit lalu duduk. Aku suka dengan posisi ini, duduk memangku dirinya. Azkiya menyerahkan buah dadanya kepadaku.

Aku tak menyia-nyiakannya, tangan kiriku menopang punggungnya tangan kananku meremas dada kirinya, lalu aku sudah mengenyot putingnya. Azkiya mendesis. Pantatnya naik turun menggesek kemaluanku. Rasanya tak ada habisnya kita bercinta. Aku bergairah sekali dengan perlakuannya, mungkin dia juga. Azkiya melingkarkan tangannya dileherku dan makin erat memelukku. Aku sampai tak bisa bernafas karena tekanan buah dadanya itu.

Hari sudah mulai siang, sinar matahari pun sudah mulai menyengat dan masuk melalui celan tirai jendela yang sedikit terbuka. Tapi di dalam kamar ini dua insan yang sedang dimabuk birahi sedang menikmati kebersamaan mereka. Azkiya makin cepat menggesek kemaluanku, hingga akhirnya dia menjerit kecil sambil menghisap leherku. Dia orgasme. Semburan cairan bening keluar dari kemaluannya, meninggalkan bau semerbak yang menggairahkan.

"Kamu belum ya Yud?" tanyanya.

"Kamu capek?"

Azkiya mengangguk.

"Ya sudah, kita lanjutkan nanti," kataku.

Azkiya menggeleng.

"Aku tiduran aja ya?" katanya. Aku kemudian membaringkannya. Setelah itu aku genjot dia. Aku percepat gerakanku karena aku tahu dia kelelahan karena aktivitas tadi malam. Azkiya menjerit ketika sodokanku benar-benar cepat, rangsangan-rangsangan yang diterimanya membuat dia melayang. Ia memejamkan mata, kepalanya bergerak kiri kanan. Dadanya yang besar itu naik turun, ohh...aku bergairah sekali. Pionku rasanya mau muntah.

"Azkiya...aahh...aku mau nyampe," kataku.

"Yudaa...aahhh...aahhh...ayo Yuda, semburkan....aku terima!" katanya.

CROOOTTT! CROOTTT!

Sedikit, tapi sungguh nikmat. Mungkin karena kantongnya habis karena sudah aku pakai tadi malam sehingga kedutannya hanya beberapa kali saja. Itu saja sudah cukup nikmat. Kami berdua orgasme bersamaan lagi. Aku masih membenamkan kemaluanku. Nikmat sekali persenggamaan ini, aku belai rambut Azkiya yang berantakan, keringatnya mengucur. Sebuah senyuman manis tersungging di bibirnya.

"Makasih Yud," katanya. Perlahan-lahan aku mencabut kemaluanku. "Aw..!"

"Mandi yuk?!" ajakku.

Kami pun bangkit walaupun dengan tubuh sempoyongan. Mungkin karena kami masih berjiwa muda. Baru masuk kamar mandi dan menyalakan shower, kami bercinta lagi di sana. Aku serang dia dari belakang, sambil dengan gemas aku remas kedua buah dadanya. Setelah persenggamaan di kamar mandi berakhir kami pun sarapan di restoran di bawah.


******o******​


"Maaf, Nona Azkiya?!" sapa Silbi.

"Ya? Ada apa Silbi?"

"Tuan Bram sudah ada di ruang kerjanya, kalau kamu ingin menemuinya," kata sang resepsionis itu dengan sangat sopan.

"Baiklah, setelah ini aku akan menemuinya," kata Azkiya.

"Enjoy the breakfast," dia membungkuk sebelum beranjak.

Kami buru-buru menghabiskan makanan yang ada di meja. Sebenarnya tidak bisa disebut sarapan. Karena kami makan makanan berat. Hehehe. Mau gimana lagi tenaga kami benar-benar habis. Setelah perut kenyang dan energi kami pulih. Azkiya mengajakku ke sebuah tempat di lantai bawah tanah. Ruangannya agak tersembunyi namun bisa dijangkau. Setelah melewati tempat laundry dan mesin pendingin kami berada di depan pintu besi yang tertutup.

Azkiya mengeluarkan koin emasnya dan memasukkannya ke dalam sebuah lubang. Tiba-tiba dari lubang pintu bergeser sebuah celah. Seseorang botak dengan sorot mata menyelidik melihat kami berdua. Ia lalu menutup celah itu. Tak lama pintu pun terbuka.

Ini sebuah bar. Ya, sebuah bar. Itulah yang aku lihat ketika masuk ke tempat ini. Musik-musik retro terdengar dengan penyanyi cewek bersuara merdu. Aku melihat lampu warna-warni dan pelayan-pelayan yang lalu lalang memberikan minumannya ke para tamu. Melihat Azkiya dan aku masuk ke ruangan semua mata tertuju kepada kami.

Dengan santai Azkiya berjalan melintasi meja menuju ke sebuah sofa tempat seseorang memakai kacamata minus sedang mencatat di kertas dan memainkan gadgetnya. Azkiya kemudian duduk di sofa, aku ikut duduk di sampingnya.

"Azkiya, The Red Assasins. Apa kabar?" sapa orang ini. Apakah dia ini Bram?

"Halo Bram. Aku baik. Masih sibuk ngurusi pajak?" tanya Azkiya.

"Begitulah kamu tahu sediri, pemerintahan sekarang ini agak susah. Aku harus benar-benar mengatur bagaimana mereka tidak bisa mengendus keberadaan organisasi. Soalnya kalau sampai mereka tahu, bisnis bangkrut dan dunia assasins akan...buuummmss!" Bram mengisyaratkan jarinya seperti bom meledak.

"Ini!" Azkiya menyerahkan sebuah dokumen kepada Bram.

"Oh, aku lupa soal ini. Baiklah," kata Bram. "Berarti orangnya masih hidup?"

Azkiya mengangguk.

"Tumben, tapi aku tahu kamu akan memilih untuk tidak membunuhnya, karena bayaran dokumen ini lebih besar," Bram pun menerima dokumen yang diberikan oleh Azkiya. "Siapa dia?" Bram melirik ke arahku. Tangannya masih aktif menulis di kertas.

"Ini temanku. Dia membantuku," jawab Azkiya.

"Termasuk teman tidur kah?"

"Bisa juga," jawab Azkiya sambil tersenyum.

"Reputasimu luar biasa akhir-akhir ini. Para klien sangat senang. Dan itu artinya penghasilanku bertambah. Tentu saja anak dari Serigala Gurun, tak akan ada yang bisa mengalahkan reputasinya. Bagaimana kabar ibumu?" tanya Bram.

"Beliau baik-baik saja. Sebenarnya aku ingin bicara masalah bisnis denganmu," kata Azkiya.

"Oh, katakan!"

"Aku ingin berhenti."

Tangan Bram akhirnya berhenti menulis. Dia menoleh ke arah Azkiya. "Berhenti?"

"Iya, berhenti. Quit. Ends," kata Azkiya.

"Tunggu dulu Azkiya, ini terlalu mendadak. Kau tahu itu? Kamu sadar apa yang kamu katakan?" tanya Bram.

"Sadar sepenuhnya."

"Kenapa?"

"Aku ingin cari uang dengan cara lain."

"Cari uang dengan cara lain? Yang benar saja? Di sini kamu dapat uang banyak. Mau bagaimana? Jadi karyawan, usaha sendiri? Yang benar saja. Kamu itu aset di sini segala yang kamu butuhkan ada!"

"Aku tahu itu Bram, tapi aku ingin pensiun. Tak ada yang bisa mencegahku."

Bram mendesah. Ia meraih gelas tequila yang ada di mejanya. Ia teguk habis tequila itu, kemudian ia letakkan gelasnya. Tampak raut wajah tak suka terpancar dari Bram. "Tak ada yang bisa mencegahmu? Kamu tahu? Aku menghabiskan banyak untuk bisa melejitkanmu sampai sekarang. Dan masih ingat, kita punya kontrak. Jangan katakan kamu lupa akan kontrak itu."

Azkiya menghela nafasnya.

"Kenapa? Kontrak apa?" tanyaku.

"Kontrak bahwa dia harus memberikan 5.000 koin kalau ingin mengundurkan diri dari The Continental," jawab Bram.

"Itu benar," kata Azkiya.

"Itu namanya gila, pemerasan!" kataku.

"Pemerasan? Kamu kira semua pembunuh bayaran di sini gratis mendapatkan fasilitas ini? Mereka juga punya asuransi dan aku juga punya asuransi. Jaminannya adalah kalau seseorang pembunuh bayaran pensiun maka dia harus memberikan jamina kepada kami 5.000 koin. Kamu punya berapa koin?" tanya Bram.

"4.300 koin," kata Azkiya.

"Nah, tinggal sedikit lagi, tapi rasanya tidak bisa ya? Kamu harus membeli jantung buatan buat ibumu. Sayang sekali. Artinya kontrak kita masih lama lagi," Bram tersenyum.

"Tidak bisakah dinego?" tanyaku.

"Tidak, itu sudah keputusan kita. Semuanya menandatangani kontrak yang sama. Kamu bisa tanya seluruh pembunuh bayaran yang ada di tempat ini," kata Bram.

"Kalau tidak membayar?" tanyaku.

Bram mengerutkan dahinya. Ia melihat ke langit sambil menggaruk-garuk dagunya. "Ngomong-ngomong soal tidak membayar. Ada satu orang yang tidak membayar 5.000 koin. Dia cukup terkenal kalian mungkin tahu White Wolf."

"Assasin nomor satu?" gumamku.

"Ya, dia menghilang begitu saja. Tapi sebenarnya tidak menghilang. Dengan dia tidak membayar jaminan aku terpaksa menggunakan sesuatu yang tidak aku suka, aku membayar harga tinggi untuk bisa membunuhnya. Sebab memang tak ada yang sanggup mendekati White Wolf, maka aku tugaskan seseorang dengan kapasitas yang sanggup untuk membunuh White Wolf. Aku palsukan datanya menghack ke sistem NIS dan menugaskan agen terbaik mereka untuk menghabisi White Wolf. Hasilnya cukup memuaskan kepalanya hancur di Syberia. Kalau White Wolf yang tak bisa didekati saja bisa aku habisi, kenapa tidak bagi kalian? Jadi pikir baik-baik."

Aku menelan ludah. Aku berurusan dengan orang yang salah sepertinya.

"Jadi, mengundurkan diri?" tanya Bram dengan nada mengejek.

"Aku tetap mengundurkan diri," kata Azkiya. "Karena, aku sudah berjanji kepada seseorang."

Aku menoleh ke arah Azkiya. Dia serius, tatapan matanya benar-benar serius.

"Bayar saja 5.000 koin kalau begitu," kata Bram. "Aku akan melepaskanmu sesuai kontrak."

Aku tahu Azkiya sangat membutuhkan uang itu. Dan tak akan mungkin ia menyerahkannya. Aku lalu menggebrak meja Bram. Bram terkejut, Azkiya juga. Bahkan orang-orang yang berjauhan dari Bram pun terkejut. Mungkin mereka tak ada yang berani melakukan hal seperti yang aku lakukan. Apalagi kulihat dia orangnya sangat berkuasa di sini.

"Aku berjanji kepadamu Bram, kalau kamu tidak mengijinkan Azkiya mundur. Aku akan menghancurkan The Continental," kataku.

Bram tertawa terbahak-bahak. Cukup lama ia tertawa. Hingga air matanya keluar.

"You're fucking idiot. Memangnya kamu siapa? Kita tidak mengenal dirimu. Menghancurkan The continental?? Kamu perlu berpikir selama seribu tahun di rumah sakit jiwa anak muda. Sudahlah, pergi sana. Kumpulkan 5.000 koin lalu datang kembali kemari," kata Bram sambil menghapus air matany.

"Yuda, ayo pergi!" ajak Azkiya.

"Aku sungguh-sungguh," kataku. Aku melepas kacamata Bram, kemudian aku jatuhkan ke lantai kemudian aku injak hingga pecah.

Bram menatapku tajam. Dia tampaknya tidak suka. Sama, aku juga tidak suka.

"Kamu sudah melakukan kesalahan anak muda!" kata Bram.

"Maaf Bram, ayo Yud pergi!" kata Azkiya.

"Aku tak akan pergi sebelum kamu mengijinkn Azkiya mengundurkan diri," kataku.

Bram memberikan isyarat dengan menepuk tangannya tiga kali. Seketika itu semua orang berhenti melakukan aktivitasnya. Lagu-lagu yang dimainkan berhenti, semuanya tiba-tiba pergi mereka menyingkir. Berbondong-bondong semuanya pergi meninggalkan tempat mereka, keluar dari bar ini. Aku menoleh kiri kanan menyaksikan semua orang pergi. Dan sekarang setelah ruangan kosong masuklah beberapa orang, bukan beberapa tapi banyak sekali dan mereka semua mengitari kami. Semuanya memakai baju hitam dan armor. Sebuah helm hitam juga dikenakan. Di tangan mereka ada senapan yang sudah siap ditembakkan.

"Kamu telah melakukan sebuah kesalahan yang tak bisa dimaafkan," kata Bram.

"Yuda kamu tak perlu melakukan ini!" kata Azkiya.

"Aku perlu," kataku.

Aku tak sengaja menggerakkan kedua tanganku sehingga menyilang. Kedua gelang di tanganku bereaksi.

biip bipp biippp biipp!

Lampu indikatornya yang berwarna merah mulai menyala. Eh? Apa ini? Semuanya melirik ke arahku. Aku sendiri kebingungan sambil melihat ke arah gelangku. Azkiya apalagi.

"Apa itu Yud?" tanyanya.

"Itu bom?" gumam Bram.

"Sepertinya, karena aku terbangun dan ini tak bisa dilepas," jawabku jujur.

Seketika itu Bram dan yang lainnya mundur, kecuali Azkiya.

"Kamu bodoh Azkiya membawa seseorang dengan bom di tubuhnya," kata Bram.

"Hei, aku tak tahu!" kata Azkiya.

"Aku juga tak tahu dan tak yakin ini bom," kataku.

Tiba-tiba saja seolah-olah di dalam ruangan itu aku berada di atas angin. Bram mulai ketakutan. Oleh sesuatu yang dianggapnya "bom". Aku iseng membolak-balikkan gelang itu. Sampai kemudian aku menekan tombolnya dan menyatukannya.

Stand by! GNOME CHANGE!

"Hah? Gnome Change?!" gumamku. "Eh, bisa bunyi ternyata. Gitu toh cara mengoperasikannya."

Tiba-tiba tubuhku diselimuti cahaya putih, seketika itu juga tubuhku terasa berat dan aku sudah memakai sesuatu. Ada helm dan tubuhku terbungkus oleh sebuah armor. Bram terbelalak melihatku. Azkiya juga.

"Yud? Ini apaan?" tanyanya.

"Kamu tanya? Aku juga tak tahu," jawabku. Aku melihat tubuhku sendiri. Meraba wajahku. Aku memakai helm khusus tapi aku bisa melihat semuanya.

"Apa kabar Yuda?" kata sebuah suara.

"Siapa?" tanyaku.

"Aku adalah Ai, Artificial Intelegence yang ditanamkan di armor ini, engkau menamaiku itu. Dari sensorku mengatakan bahwa kamu mengalami cedera berat di kepala. Aku juga melihat bahwa engkau mengalami amnesia," kata Ai.

"Hah? Aku ini sebenarnya apa?" tanyaku.

FLASH UP!

Aku kaget ketika mendengar suara Ai seperti itu. Tiba-tiba semuanya aneh, sangat aneh. Seluruh orang mematung. Apa yang sedang terjadi?

"Kamu dalam mode Flash up. Mode ini akan membuatmu bergerak melebihi kecepatan supersonik. Di sini kita bisa bergerak lebih cepat dari siapapun. Melihat detak jantungmu yang cepat sepertinya kamu mengalami kesulitan. Jadi mode ini aku aktifkan otomatis. Melihat keterjutanmu sekarang sepertinya aku akan menceritakan siapa dirimu."

"Hmm...ii..iya, silakan."

"Engkau adalah Yuda Zulkarnain anak dari seorang Arczre Voljic Zulkarnain mantan anggota divisi Tangan Malaikat. Engkau sekarang memakai sebuah sistem yang disebut Gnome Soldier. Kita menyebutnya Gnome-X. Ini adalah baju tempur organik yang dengan memakainya engkau akan memiliki kekuatan yang tidak pernah engkau bayangkan sebelumnya. Engkau pernah membaca manualnya dulu, dan karena sekarang engkau mengalami amnesia, maka sepertinya kita tak punya waktu untuk berlatih lagi."

"Aku ingin tahu kenapa aku sampai mendapatkan amnesia."

"Aku menyimpan seluruh pertarungan terakhirmu. Kamu bisa melihatnya di layar display."

Di layar display aku melihat sebuah video.

Di video aku melihat monster besar seperti cumi-cumi lalu aku memukulnya. Wow, sampai monster itu terdorong hingga masuk ke dalam air. Kemudian ada seseorang yang terbang. Seorang wanita memakai armor berwarna hitam. Dia memukulku. Pukulannya sepertinya tak bertenaga, aku memegang kedua lengannya.

"Han Jeong, ini aku Yuda!" terdengar suaraku.

"Y...Yuda? Kamu Yuda??" tanyanya. Han Jeong? Apakah dia kekasihku yang diceritakan oleh Azkiya. Kenapa dia menyerangku?

"Ini aku sayangku. Ini aku,"

"Yuda...? Iya, kamu Yuda,"

"Inilah jawabanku Han Jeong. Biarkan aku menolongmu sekarang, sayangku maafkan aku selama ini. Aku tak bisa melindungimu, aku mungkin tak pernah sedikit pun mengerti dirimu. Setiap kita bertemu, kita selalu bertengkar, tapi ternyata aku baru tahu kalau kekasihku adalah seorang pahlawan. Dan aku sangat bangga sekali punya kekasih seorang superhero."

"Yuda..."

"Aku akan menyelamatkanmu. Aku berjanji."

"Aku percaya kepadamu, Yuda."

Di layar video aku melihat tanganku melepaskan pegangannya wanita itu memukulku. Tapi aku tak bergeming. Sebuah pedang menyerangku, tapi pedang itu rapuh dan hancur.

"Han Jeong, maaf. Tapi aku harus merusak belt ini," kataku.

Direkaman itu aku memegang belt Han Jeong, lalu aku remas beltnya. Seketika itu armor yang menyelimuti Han jeong menjadi debu. Aku memeluk Han Jeong. Wajah Han Jeong terlihat bercucuran air mata. Dia memelukku erat. Tiba-tiba air mataku meleleh. Diakah Han Jeong? Kenapa aku menangis?

"Yuda....aku mencintaimu," bisik Han Jeong.

"Ayo, kita cari tempat yang aman buatmu," kataku.

Han Jeong mengangguk.

"Syukurlah Han Jeong selamat!" seru sebuah suara. Aku tak kenal suara siapa itu.

Adegan berikutnya aku terbang kemudian menurunkan Han Jeong di atas sebuah gedung yang tinggi. Aku menurunkan tubuhnya di atas gedung itu.

"Ini gedung kakekmu bukan?" tanyaku.

Han Jeong mengangguk.

"Hana, aku turunkan Han Jeong di gedung M-Tech, jemput dia ya!?" kataku.

"Beres, Om Hiro! Han Jeong ada di gedung M-Tech!" kata suara wanita tadi yang aku panggil Hana. "OK, Om Hiro sedang menghubungi kakek. Yuda, bereskan monster itu!"

"OK," aku melepaskan bentuk Gnome-X.

Videonya berhenti sampai di situ. Aku bingung.

"Sampai di sini?" tanyaku.

"Sebagian rekaman videonya rusak karena terkena radiasi gelombang elektromagnetik yang terjadi ketika engkau mengalahkan monster laut itu. Ini video yang bisa aku selamatkan karena engkau berubah menjadi manusia sebelum berangkat mengalahkan monster itu."

"Wanita yang ada di video itu, siapa?"

"Dia Jung Han Jeong, kalian terlibat hubungan asmara. Dan sepertinya serius."

Ini sebabnya mataku berkaca-kaca. Walaupun aku hilang ingatan tapi sepertinya hatiku tidak. Hatiku masih mengingatnya. Arggh...apa yang sudah aku lakukan. Tapi...aku juga menyayangi Azkiya. Aku mencintai dia. Ternyata ini yang dia katakan kepadaku, aku sangat mencintai Han Jeong. Tapi aku tak ingat. Aku tak ingat. Han Jeong, seberapa dalam inikah rasa cintaku kepadamu? Bahkan sekalipun aku tak ingat melihat wajahmu saja hatiku bergetar, entah tiba-tiba saja di dadaku ada rasa kerinduan yang sangat dalam.

Aku melihat sekeliling. Semuanya bergerak dengan sangat lambat. Aku berada dalam kecepatan supersonik. Aku melihat wajah Azkiya, kenapa ini semua bisa terjadi? Aku juga mencintai dia. Aku menghela nafas.

"Ai, selamatkan Azkiya dari tempat ini dan.....hancurkan The Continental. Serta ajarkan aku cara memakai baju tempur ini. Kamu bisa?" tanyaku.

"Dengan senang hati. AUTOPILOT MODE ON! FLASH OFF!"

Aku tiba-tiba dalam kecepatan normal. Semua orang kecuali Bram dan Azkiya menodongkan senjatanya ke arahku. Well, apakah akan terjadi rumble di gedung ini?

"Pelajari baik-baik Yuda, aku tahu kamu pintar. Kamu bisa belajar dari mode AUTOPILOT ini," kata Ai.

"Kamu yakin mau nembak aku?" tanyaku kepada Bram.

"Kenapa tak yakin?"

"Karena pelurumu tak ada apa-apanya buatku," kataku.

Tubuhku bergerak sendiri. Aku segera merangkul Azkiya. Dengan kecepatan super aku terbang ke atas, menjebol lantai demi lantai Hotel The Continental. Aku sudah ada di atas melayang-layan di udara sambil mendekap erat Azkiya. Dia agaknya keheranan melihatku seperti ini. Memakai armor, terbang dan memeluknya. Seperti Clark Kent dan Louis Lane.

"Yuda, kamu keren!" kata Azkiya.

Masih dalam mode Autopilot, kuturunkan Azkiya ke bawah. Semua orang yang melihatku terkejut mereka tentu saja kaget melihat seorang dengan kostum armor keren menurunkan seorang cewek cakep dan seksi seperti Azkiya. Kemudian terbang lagi ke udara. Tubuhku melayang jauh kemudian dengan cepat memukul-mukul dan menghancurkan tembok hotel The Continental ini. Dari dalam gedung Hotel puluhan orang menembakiku. Mereka memberondongku dengan senjata-senjata berat.

Tapi armor Gnome-X ini benar-benar kuat. Aku bisa menjebol tembok, menghancurkannya dan akhirnya para penghuninya berhamburan keluar karena aku benar-benar merobohkan hotel ini. Tapi aku bergerak sendiri, mode autopilot ini mengajarkanku cara untuk bergerak dan yang terakhir aku mencabut sesuatu di punggungku, seperti pedang.

"Ini namanya Gnome Blade. Satu saja kamu cabut kekuatannya sangat besar. Silakan bersenang-senang. Aku akan mematikan mode Autopilot. Kamu sudah mengerti cara mengoperasikannya bukan?" tanya Ai.

"Oke, aku mengerti Ai," jawabku.

ZAAAAAAASSSHHH!

Pedang yang aku cabut dari punggungku itu memancarkan cahaya yang sangat panjang. Sekuat apakah pedang ini bisa aku gunakan?

WUUUZZZ!

Aku mengayunkannya ke arah bangunan hotel. Tak perlu ditanya lagi bangunan itu hancur seketika. Debu pun mengepul bersama berhamburannya puing-puingnya. Aku pun turun ke tanah lagi, berdiri di depan hotel sambil menyimpan kembali pedangku di punggung.

"Yudaaa!" Azkiya berlari-lari kecil menghampiriku. "Kamu kereeeeennn!"

"Oke Ai, bagaimana cara untuk melepaskan armor ini?"

"Kamu tinggal menekan tombol yang ada di tengah gelang itu. Hal itu akan membuat aku juga tidak aktif," kata Ai.

"Oh, jadi kamu hanya aktif ketika aku mengaktifkan armor ini ya?" tanyaku.

"Precisely," kata Ai.

"Apakah gelang ini bisa dilepas?" tanyaku.

"Bisa. Kamu tinggal melepaskan Locked Mode. Yang ada di pinggiran gelang itu. Ada sebuah tombol kecil yang apabila kamu tekan maka gelang ini akan terlepas," jelas Ai.

"Oh, seperti itu ternyata. Thank's Ai. Aku akan menjadi manusia biasa dulu," kataku.

"Ok bye."

Aku tekan tombol di gelangku. Sebuah cahaya menyelimutiku lagi dan tubuhku terasa ringan lagi. Aku kembali menjadi manusia. Fiuh...Azkiya langsung memelukku hingga boobsnya menekan bahuku. Aku tersenyum kepadanya. Orang-orang tampak panik melihat hancurnya Hotel The Continental. Aku mendekat ke Hotel Continental. Tampak di tengah reruntuhan gedung itu Silbi tetap berdiri dengan tenang di meja resepsionisnya.

"Oh, Azkiya. Maaf kalau sedang ada kekacauan di tempat ini. Jangan khawatir kami akan memberikan kompensasi atas ini," ujar Silbi.

"Terima kasih, Silbi," jawab Azkiya.

"Aku sepertinya harus mencari pekerjaan baru, dengan hancurnya hotel ini rasanya memang waktuku sudah harus pindah," sambung Silbi.

Lelaki itu mengambil kopornya kemudian beranjak pergi di antara puing-puing tempat dia berdiri. Dia sama sekali tak panik, tak takut terhadap apa yang terjadi barusan. Hebat juga dia. Penasaran juga bagaimana dia sama sekali tak takut atau khawatir. Azkiya menggeretku masuk ke sebuah puing-puing lainnya. Dia kemudian mengambil sebuah kotak di antara reruntuhan itu.

"Apa itu?" tanyaku.

"Ini penyimpanan milik Bram," kata Azkiya. Dia membuka kotak itu. Aku melihat banyak sekali koin emas. Azkiya lalu menutupnya lagi. "Hihihihi, ayo kita pergi."

Aku tertawa melihat tingkahnya, kami pun pergi. Sebelum kami pergi tampak Bram merangkak dari puing-puing.

"Brengsek, aku akan mengejar kalian. Aku akan balas!" katanya.

"Coba saja, aku siap," kataku.

"Aarrrgghhhhhh!"

Azkiya dan aku menuju mobilnya kemudian kami pulang sambil membawa harta rampasan. Ya, kami anggap kotak berisi koin emas ini adalah harta rampasan. Dengan begini Azkiya bisa membeli jantung artificial buat ibunya. Dia sangat gembira sekali. Tapi yang pasti The Continental tidak akan tinggal diam terhadap kami. Mereka tahu siapa kami dan akan mengejar kami setelah ini.

(bersambung....)

Next chapter Hana & Ryu, bagaimana kehidupan mereka setelah Second Impact? :Peace:

Stay tuned next update. :D :Peace:
 
Watatatata! Hiiiaat!
 
Yuda
Sedikit banyak sudah ingat Han Jeong :beer:
Sedikit banyak sudah mulai kangen Han Jeong :jempol:
Sedikit banyak juga tetap cinta Askiya :alamak:

So sedikit banyak ada chance threesome gak mereka bertiga :konak::pandajahat:
 
ketika nanti bram membalas mungkin pada saat itu azkiya mati...
dan tetap yuda dengan han jeong...
monogami woy monogami :bata:
 
ketika nanti bram membalas mungkin pada saat itu azkiya mati...
dan tetap yuda dengan han jeong...
monogami woy monogami :bata:
 
masih puanjang babnya sabar ye :D
Habis ini kita jalan-jalan ama Hana & Ryu. Kisah cinta mereka cukup ngegemesin juga sih
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
hihihihi,
biar pada kangen ama Han Jeong semua. :p
umpetin Han Jeong dulu ahh......

:lol:
 
Kisah Cinta Hana dan Ryu nampaknya gak kalah seru dengan munculnya Rina Takeda :beer:
Ho Ho Ho ada Hana vs Ryu dan Ryu vs Rina jugakah?? :pandajahat:
 
hihihihi,
biar pada kangen ama Han Jeong semua. :p
umpetin Han Jeong dulu ahh......

:lol:

jgn lama2 d.umpetinx ye suhu:galak:ntar jdi:galau:stadium 4 nh
So let's go to the Ryu-Hana-Rina Takeda story:motor4:
NB: (Ngarep bgt moga2 jdi poligami biar bsa:3some: ):pandaketawa:
 
Sangat suka dengan update kali ini.

Horeeeeeeee ...........

Akhirnya bisa bebas dari br4m. MERDEKA.

Cari job baru lagi, semoga dapat yang enak2.
 
Bimabet
Sangat suka dengan update kali ini.

Horeeeeeeee ...........

Akhirnya bisa bebas dari br4m. MERDEKA.

Cari job baru lagi, semoga dapat yang enak2.

lumayan ente muncul di 2 episode dengan gaya cool ketika hotel hancur lebur.
rencana mau cari job apa ini ?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd