Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Bimabet
Saya heran , kok rendy ga pernah Nyentuh icha lagi...??? Padahal saya harap sih rendy sama icha saja berhubung dia ada anak sudah dengan icha
 
Ide kayak gini wajib didukung :mantap:

Icha dihamili suami bu sri & annisa akhirnya kena genjot cowok lain :bacol:

Ntr lover bakal bahagia klo scene ini beneran ada:konak:
Wkwkwk... banyak yang gak suka sama ntr juga sih ya. Karena cerita ini genrenya universal jadi harus adil porsinya 😝 entar lah ane bikin genre yang full ntr.
Gimana kalo Bi Lastri nya biar dijatah sama dek Reihan saat udah dewasa kelak aja... saat ini biar Bi Lastri sama Reihan tuan kecilnya saling memupuk rasa sayang mereka.. hihihi.. Dewi yang keasyikan ama gigolonya membuat Reihan makin lekat aja ama Bi Lastri. Reihan mendapat kasih sayang dari pembantunya. Bi Lastri mendapat bantal guling hidup dari sosok Reihan tuan kecilnya sbg pencegah dari horny yg ia rasakan. Dan kelak bila tiba waktunya, keperjakaan Reihan tuan kecilnya akan jadi hadiah teruntuk bi Lastri sang ART yang ia sayangi. Sedang Randy awas lo yaa kalo cari milf milf lagii, entar kena hukuman nikmat dari buguru ustazah Sari loo... wiu wiu wiuuu...
Perbedaan usia Reihan sama bi Lastri itu 50 tahun lebih 😁 kalo nunggu Reihan dewasa bisa-bisa bi Lastri udah meninggoy.
Kira kira siapa duluan yg bakal kena kecrutan... Icha apa annisa? :adek:
Dapet kecrutan dari siapa dulu nih?
randy sudah kecewa dengan tante dewi karena selingkuh sama si pram, apakah akan ada benih2 hubungan lagi antara randy dan tante dewi dari sini?
monggo lanjut hu saya jadi penasaran.
Hubungan mereka sudah berakhir hu, hanya sebatas saling memuaskan karena sudah dibayar.
Saya heran , kok rendy ga pernah Nyentuh icha lagi...??? Padahal saya harap sih rendy sama icha saja berhubung dia ada anak sudah dengan icha
Nanti akan ada momen spesial ketika mereka melakukannya untuk yang pertama kali setelah lama tidak berhubungan hu. Nunggu momen itu biar lebih berkesan eh sebelum keduluan sama suaminya bu Sri. 😁
 
Biar greget pokoknya icha digarap suaminya bus sri sampai hamil, sari digarap terus jatuh kepelukan ginanjar dan anisa menikah dg arif. Untuk ranty berpetualang jadi simpanan om" dan randy pada akhir menemukan cintanya dan menikah dengan sahabatnya ( RIRIN ) mesti greget dan memguras peju kalau benar" diralisasikan oleh penulis
 
Biar greget pokoknya icha digarap suaminya bus sri sampai hamil, sari digarap terus jatuh kepelukan ginanjar dan anisa menikah dg arif. Untuk ranty berpetualang jadi simpanan om" dan randy pada akhir menemukan cintanya dan menikah dengan sahabatnya ( RIRIN ) mesti greget dan memguras peju kalau benar" diralisasikan oleh penulis
Gimana ceritanya sari bisa jatuh ke pelukan ginanjar.. Sedang ginanjar ma suami sari lho sama2 letoy n cm gede nafsu doang masalah ketahanan parah..
Kalau anisa arif yakin tuh ntar arif bisa nyaingin jantanya randy.. Jangan2 ntar performa ranjangnya sama kek pram n ginanjar.. 🤣🤣🤣
Kalau icha - suami bu sri setuju sih.. Cos salah rendy sendiri ada memek bagus malah di anggurin..
Kalau ranty.. Terserah hu mau lu apain.. I don't care.. Kadung kecewa ane hu ma isi otak nya ranty.. Orang pinter di akademik kok milih nyari uangnya lewat jual diri..
Semangat hu up nya...
:semangat: :semangat: :semangat: :semangat::semangat::semangat:
 
Part 14. Sosok Yang Dirindukan

Randy merasa haus, dia lalu pergi ke dapur untuk mengambil minum dengan masih bertelanjang bulat. Saat masuk ke dapur dia mendapati bi Lastri sedang mengintip di sebuah celah yang entah bagaimana bisa ada di sana.

"Loh, Randy mana sih? Kok gak kelihatan ya?" gumam bi Lastri karena tidak melihat Randy di sana, hanya ada Dewi yang masih tiduran karena kelelahan.

Randy pun sedikit menahan tawa karena bi Lastri tidak menyadari kalau dirinya sudah ada di sebelahnya. Maka Randy berinisiatif untuk mengagetkan wanita paruh baya itu. "Hayo loooo...!!!" Sontak bi Lastri terlonjak kaget hingga bokongnya sukses mendarat di atas lantai. "Ehh...copot...copot ..copottt..."

Bi Lastri langsung melemparkan pandangan pada si pelaku. Randy hanya tertawa terbahak-bahak. Awalnya bi Lastri tampak marah namun melihat kondisi Randy yang tidak mengenakan apapun wajahnya langsung berubah merah. Dia alihkan pandangan ke arah lain.

Randy terdiam sesaat melihat bi Lastri yang malu-malu. Beberapa kali netra mata wanita itu melirik ke arah batang kejantanan Randy yang kini menjadi setengah tegang karena jeda yang dilakukan dirinya dan Dewi.

Randy sedikit menggoyang-goyangkan miliknya ke kanan dan ke kiri. Bi Lastri menelan salivanya dengan susah payah. Hatinya ingin tapi takut karena daging mirip sosis jumbo itu milik majikannya dan Dewi pasti tidak akan mau membaginya dengan dia. Ah, atau malah Randy yang tidak sudi melakukan dengan dirinya.

"Kamu ngapain di sini?" tanya bi Lastri ketus. Dengan santainya Randy berjalan ke arah kulkas dan mengambil botol air mineral. "Mau minum bi, haus habis bikin tante Dewi K.O."

Ucapan Randy membuat bi Lastri deg-degan. Ya, apa yang diucapkan Randy memang benar adanya dan itu langsung ia saksikan secara live. Dalam hati dia terkagum-kagum betapa perkasanya Randy jika dibandingkan mantan suaminya yang kabur membawa seluruh tabungannya dulu.

"Kenapa bi? Liatin punya Randy sampe segitunya?" Bi Lastri terkejut karena lamunannya sambil membayangkan batang keperkasaan Randy mengaduk-aduk liang surgawinya.

Randy terkekeh. "Kalo mau cobain aja bi." Mata bi Lastri langsung berbinar mendengar penuturan Randy, namun ia masih ragu-ragu dan takut.

"Ah, enggak ah. Nanti ketahuan nyonya," jawab bi Lastri menolak. "Oh, ya udah." Randy kembali menuangkan air di segelas air untuk ia bawakan kepada Dewi.

Sejenak bi Lastri tampak kecewa karena tidak mendapatkan bujukan dari Randy. Dia berharap Randy kembali membujuknya karena apabila dia langsung mengiyakan itu akan terkesan dia wanita gampangan. Tapi setelah Randy tidak menyahut dia merasa menyesal.

"Ran, boleh pegang?" tanya bi Lastri hati-hati. Belalai yang menggantung di depan Randy itu semakin membuat bi Lastri kelimpungan. Hasrat terpendamnya kembali muncul setelah beberapa tahun bagaikan tertidur.

"Hmm..." Randy hanya bergumam sambil menyuguhkan belalainya ke arah bi Lastri. Tanpa dikomandoi wanita paruh baya itu langsung memegangnya.

"Besar banget! Padahal masih setengah tegang," batin bi Lastri berdecak kagum. Ia kocok sedikit benda itu hingga semakin membesar. Bi Lastri semakin penasaran dengan ukuran aslinya. Tanpa permisi ia caplok kejantanan Randy masuk ke dalam mulutnya.

"Mmmhhh...cccppp..." Dengan penuh semangat bi Lastri mengoral Randy. Batangnya keluar masuk di dalam mulut bi Lastri. Randy masih cuek sambil meminum air putih yang tadi tersisa dan belum sempat diminum.

Sedang asyik-asyiknya bi Lastri memainkan mainan barunya, tiba-tiba terdengar suara dari arah ruang keluarga. "Sayang?! Kamu dimana?" Mendengar itu bi Lastri langsung melepaskan kulumannya dari batang kejantanan Randy.

Pria itu mengernyitkan dahinya melihat bi Lastri panik sendiri. Dia buru-buru bangkit dan pergi berjinjit dari situ seperti seorang maling. Tak berselang lama, wanita bertubuh sintal yang sudah membayar servicenya datang ke dapur.

"Sayang, kok lama sih?" tanya Dewi dengan gelagat manja seraya memeluk tubuh bugil Randy. Ia menciumi dan menjilati leher Randy. Tangan Randy mendarat di bokong sekal milik Dewi membuat si empunya senang.

"Randy mau ambilin tante minum. Pasti tante haus kan?" ujar Randy sambil menyodorkan segelas air putih. Dewi pun tersenyum, dia merasa diperhatikan oleh kekasih satu harinya itu. Dia kemudian meminumnya.

Setelah itu mereka kembali berciuman penuh gairah. Randy yang sudah mulai turn on kembali memagut bibir sensual Dewi dengan sangat bernafsu. Dewi lantas melingkarkan tangannya di leher Randy.

Kedua bokong Dewi di remas-remas membuat wanita itu mendesah-desah keenakan. "Mmmhhh...achhh....ssshhh..." Tubuh itu diangkat lalu Randy hempaskan di atas bibir wastafel.

Reflek Dewi langsung mengangkang dengan batang Randy langsung menerobos pertahanan terakhirnya. "Achhh...sssayanggg...!!!" Kepala Dewi menengadah ke atas. Dia begitu menikmati momen saat benda keras itu berdenyut-denyut di dalam goa lendir miliknya.

Aktifitas panas itu kembali berlanjut dengan lebih panas. Apalagi dari jarak beberapa meter bi Lastri kembali mengintip majikannya digagahi oleh pemuda tampan nan perkasa. Bi Lastri yang sejujurnya suka dengan berondong pun merasa sangat iri kepada sang majikan, tapi yang bisa dia lakukan hanya menonton sambil memainkan miliknya dengan jari atau sekedar mentimun yang ia beli di pasar.

•••

POV Annisa

Awalnya aku iseng dengan temanku pergi ke kafe yang baru buka itu. Hitung-hitung sekalian aku menemaninya mengerjakan tugas kampus.

Tapi tanpa aku duga, aku bertemu dengan seseorang yang sangat aku kenal. Seseorang yang dahulu pernah menjadi tempat curhatku dan menjadikanku tempat curhatnya juga.

Aku masih ingat jelas momen-momen saat kami masih tinggal seatap ketika status kami masih ipar. Saat itu aku merasa tidak kesepian jika berada di rumah, apalagi anaknya yang masih bayi itu sangat menggemaskan.

Merenung, ya aku merenungi kejadian yang sudah berlalu. Ketika aku mendapati dirinya tinggal bersama seseorang yang aku cintai setelah pergi dari rumah. Rasanya sakit, sakit sekali. Aku merasa dikhianati oleh dua orang yang aku percayai saat itu. Aku merasa dunia tidak adil kepadaku. Aku merasa dunia tidak merestui ku untuk bahagia.

Tapi ketika lagi-lagi aku mendapati kenyataan yang lebih pahit daripada itu. Anak mantan kakak ipar ku ternyata adalah anak kandung dari seseorang yang aku cintai. Aku merasakan sebaliknya, aku justru merasa sudah menjadi duri di antara mereka berdua. Aku yang sebenarnya merebut Randy dari kak Icha, bukan kak Icha yang merebut Randy dariku.

Tak dipungkiri aku sangat senang bisa bertemu dengan kak Icha lagi. Aku tidak tahu bagaimana kehidupannya sekarang. Walaupun kini dia menjadi karyawan di kafe itu tetapi sepertinya dia mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik daripada saat dirinya masih menjadi istri sah kak Reza.

Aku pikir kak Icha akan melanjutkan hubungannya dengan Randy. Entahlah tapi kenapa tadi kak Icha bilang kalau suatu saat aku akan menikah dengan Randy? Makanya dia bekerja agar bisa mandiri dan melepaskan tanggung jawab Randy. Ah, pikiran ku kacau. Aku benar-benar tidak bisa konsentrasi saat itu.

Randy lagi-lagi tidak hadir di pelajaran mata kuliah pagi ini. Padahal aku ingin menanyakannya. Kenapa sih dia? Kenapa jarang sekali berangkat? Apa karena dia sibuk latihan? Tapi kak Justin juga sibuk latihan tetapi tidak sejarang Randy absen.

Emm, tapi bukannya lebih baik jika dia tidak masuk ya? Aku jadi tidak perlu repot-repot menghindar dari dia. Jujur sejak saat itu dimana Randy mencium bibirku secara paksa, perasaan ku jadi tidak menentu. Bibir itu, selalu saja terngiang-ngiang dalam pikiranku. Saat ku sentuh bibirku, rasanya masih sangat nyata. Argh! Randy berhasil membuatku gagal move on! Aku benci dirinya.

Siangnya ketika aku telah selesai kuliah, aku pergi mencari kak Justin. Sudah aku hubungi, katanya dia sedang menungguku di taman.

"Annisa!" Tiba-tiba saja ada yang memanggilku. Aku menoleh ke arah sumber suara. Dahi ku mengernyit kala melihat siapa yang sedang menghampiri ku, lebih tepatnya penampilan orang tersebut.

"Arif! K...kamu?!" Aku memandangi dirinya dari atas kepala sampai kakinya. Lelaki itu yang setiap harinya biasa mengenakan peci putih dan celana cungklang sekarang merubah penampilannya 180 derajat.

Dia memakai kemeja dengan bagian kancing terbuka seluruhnya. Dia memakai kaos abu-abu bertuliskan 'Pandenim' serta kalung rantai yang melingkar di lehernya. Bagian bawah dia memakai celana jeans belel robek-robek dengan sepatu kets mirip dengan milik kak Justin tapi yang dipakai Arif adalah versi kw-nya.

Dia tersenyum ke arahku. "Gimana penampilan ku sekarang Nis? Kamu suka gak?" tanya Arif penuh percaya diri. Aku yang melihat bukannya terpukau tapi malah jengah. Kenapa dia memaksakan diri begitu?

"Apaan sih kamu, Rif? Kamu mau kuliah apa mau mejeng?" ucapku sedikit protes. Lagian kenapa juga aku protes ya, padahal kan suka-suka dia mau pakai apa juga. Ah, gak tau ah yang jelas penampilannya membuatku sakit mata. Mungkin kalau kak Justin atau Randy yang memakainya akan terlihat keren tapi Arif?

"Loh, bukannya kamu suka sama cowok yang penampilannya kaya gini ya? Pacar kamu juga penampilannya kaya gini kan?"

"Iya, tapi gak selebai itu Arif. Lagian kenapa sih kamu bela-belain rubah penampilan kamu kaya gini? Kamu lebih cocok pake peci, bajunya dimasukin ke celana kaya biasa."

Sontak wajah Arif berubah dari yang semula dia terlihat semangat berubah menjadi sendu. Wajahnya di tekuk ke bawah. Duh kok aku jadi kasihan sih.

Perlahan aku dekati dia. "Arif, kamu gak perlu jadi orang lain untuk bisa eksis. Cukup jadi diri sendiri, aku yakin pasti banyak orang yang suka sama kamu apa adanya," ujarku menasehati sembari memegang bahu sampingnya.

Aku mengukir senyum. Aku sama sekali tidak membenci dirinya, hanya saja dia sering cari perhatian kepadaku. Itu membuatku sedikit terganggu. Arif menunjuk tanganku yang memegang bahunya dengan wajah memerah.

"An...Annisa...in...iniii...kita belum muhrim loh..." ucapnya terbata-bata. Aku sadar sontak menarik tanganku cepat. Aku tersenyum kikuk seraya memijat punggung leherku.

Iya, aku ingat dulu aku sangat menjaga sikapku terhadap pria. Dulu aku sangat anti bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya. Tapi sekarang aku malah pegang sana pegang sini, apalagi dengan kak Justin aku sudah tidak canggung lagi untuk bersentuhan, malah aku pernah nemplok di punggungnya saat kakiku terkilir. Ah, itu bukan sesuatu yang perlu untuk diceritakan juga.

"M...maaf Arif, aku gak sengaja," kataku meminta maaf. Arif hanya mengangguk dengan kedua tangan ia satukan di depan seperti seorang anak kecil.

Di saat kecanggungan ini muncul di antara kita tiba-tiba ada tangan yang berat melingkar di leherku dari samping. Saat ku menoleh ternyata itu kak Justin. "Sayang, kamu ngapain di sini? Kakak udah nungguin kamu dari tadi di taman, kamu malah lagi berduaan sama cowok lain." Ekspresi wajahnya terlihat cemberut tapi percayalah dalam hatinya pasti kak Justin sedang tertawa jahat.

Tanpa permisi kak Justin tiba-tiba mencium keningku membuat aku terkejut. Aku memasang wajah kesal yang dibalas cengiran kak Justin yang memuakkan. Kepalaku menoleh ke arah Arif yang masih berada di sana. Benar saja kini wajahnya sudah pucat seperti habis melihat hantu. Aku merasa tidak enak padanya.

"Loh, Rif. Lu kenapa? Lagi sakit ya?" tanya kak Justin yang lebih bertujuan untuk menyindirnya bukan menanyakan keadaannya. Duh, muka Arif benar-benar seperti orang nelangsa. Kasihan sekali.

Kak Justin semakin mempererat pelukannya di leherku. Ingin ku lepaskan tapi aku kalah kuat. Sengaja sekali dia melakukannya untuk memanas-manasi Arif.

"Eh...en...nggak kok. Saya baik-baik aja. K...kalo gitu s...saya permisi dulu," ucap Arif gagap dan salah tingkah. Dia lalu pergi dari pandangan kami dengan menundukkan kepalanya.

•••

"Hahahaha...!!!" tawa kak Justin ketika kami sudah berada di dalam mobil. Aku jengkel sekali dengan dirinya. Aku menyilangkan kedua tanganku di depan. Bisa-bisanya dia mengerjai Arif hingga laki-laki itu pucat.

"Kamu liat gak mukanya Arif tadi? Lucu banget wkwkwk..." Tawanya tidak berhenti sampai di situ. Bahkan beberapa kali dia memukul stir mobil karena saking tidak bisa menahan tawanya.

"Ishhh...apaan sih kak?! Gak usah ngebully orang bisa gak?!" Aku sebal. Bukannya aku memiliki rasa dengan Arif tapi melihatnya seperti itu membuatku berempati.

Kak Justin menghentikan tawanya sambil lekat menatap diriku yang bibirnya maju beberapa sentimeter. "Kenapa sih? Sekali-kali bikin dia sadar diri napa. Dari dulu ngejar-ngejar kamu terus meskipun kamu udah kasih kode buat nolak tapi kaya gak peka."

"Hihh..." Aku mendecis pelan. "Ngaca dong, siapa yang kasih kode nolak tapi tetep ngejar-ngejar." Aku tidak melihat ekspresi wajah kak Justin tapi aku tahu dia pasti tersindir.

"Kamu kok jadi belain Arif sih, jangan-jangan kamu..."

"Enggak!" responku tegas sebelum dia berhasil menyelesaikan kata-katanya.

Kak Justin berhenti bicara sejenak. Dia kembali fokus ke jalanan yang kami lalui. "Siapa bilang kalo kakak ditolak sama bundamu? Dia kan cuma gengsi, kamu juga tau itu."

Diam-diam aku tersenyum simpul. Aku berhasil merubah topik pembicaraannya. Aku punya ide untuk sedikit membalas kelakuannya kepada Arif. Biar dia tahu rasanya dicemburui.

"Eh, kak. Kakak udah tau belum kalo bunda lagi deket sama ustadz dari pondok pesantren sebelah?" tanyaku sembari tersenyum jahat di dalam hati. Benar saja raut wajah kak Justin langsung berubah tegang. Dia melotot ke arahku.

Aku tidak berbohong. Beberapa hari yang lalu memang ada seorang ustadz yang datang ke rumahnya. Usianya 50 tahun, lebih tua 2 tahun dari bunda. Beliau secara jelas mengungkapkan maksudnya untuk mengajak ta'aruf sebelum melangkah ke jenjang berikutnya.

Awalnya bunda ingin menolak secara halus tetapi karena rasa tidak enaknya terhadap keluarga besar ustadz tersebut yang sudah menyempatkan diri bertamu ke kediamannya membuat bunda akhirnya menerima.

Tapi ini baru ta'aruf ya, kalau dirasa tidak cocok salah satu pihak bisa membatalkannya.

"K...kamu serius?! Kok gak bilang sama kakak sih?" ucap kak Justin kelimpungan. "Atau jangan-jangan kamu cuma ngerjain kakak doang ya?"

"Ishhh, kalo gak percaya tanya aja sendiri." Aku cuek saja sambil memainkan kuku-kuku jariku tak menghiraukan perasaan kak Justin.

Mobil pun melaju semakin cepat untuk sampai ke rumahku. Suasana hati kak Justin menjadi buruk. Sepertinya aku sudah keterlaluan tapi memang kenyataannya begitu.

Sesampainya di rumah seperti biasa aku menawarinya untuk mampir. Bunda yang membukakan pintu. Kak Justin langsung mengiyakan tawaranku. Saat itu aku langsung pergi ke kamar karena kak Justin pasti ingin berbicara 4 mata dengan bunda.

POV Author

"Teh, Justin mau bicara sebentar boleh?" tanya Justin ketika Adibah hendak pergi dari ruangan itu.

"Ada apa Justin? Jangan aneh-aneh ada Annisa di dalem. Teteh gak mau dia berpikiran teteh mau merebut kamu dari dia," tegas Adibah.

"Duduk sebentar." Mereka lalu duduk dengan jarak sekitar dua meter. "Apa bener kalo teteh mau nikah sama seorang ustadz?" tanya Justin.

Sejenak Adibah terdiam, dia sedang menimbang-nimbang jawaban yang pantas untuk pertanyaan itu. "Emm, iya. Kemarin beliau datang ke sini untuk mengajak ta'aruf."

"Lalu teteh terima?!" Suara Justin terdengar bergetar. Rasa sesak tiba-tiba saja menyeruak dari dalam dadanya. Perjuangannya selama ini ditikung dengan mudahnya hanya dengan satu kata yaitu 'ta'aruf'.

"Apakah gelar ustadz semewah itu hingga tanpa pikir panjang teteh langsung terima gitu aja?"

"Kenapa dengan Justin, teteh susah banget untuk membuka hati teteh sedangkan ustadz itu bisa masuk ke hati teteh dengan mudah?"

Adibah membeku. Dirinya tidak dapat berkata apa-apa sekarang. Sejujurnya dia terpaksa menerima permintaan itu. Dia tidak bisa memutuskan tali silaturahmi antara dua keluarga besar hanya karena dia menolak tawaran untuk ta'aruf.

"Justin, kenapa kamu bicara seperti itu? Bukannya kamu sudah sama Annisa? Kenapa kamu masih mengharapkan teteh?"

"Emangnya kenapa Annisa pergi ke kamar dan belum balik sampai sekarang? Kenapa Annisa selalu ninggalin teteh sama Justin di sini waktu Justin bertamu?" Adibah termenung. Dirinya memang merasa janggal akan hal itu namun selama ini dia tidak terlalu memikirkannya.

"Ja...jadi kamu sama Annisa?"

"Iya teh..." jawab Justin memotong.

"Kita cuma pura-pura pacaran biar apa? Biar Justin punya alasan untuk terus bisa ketemu teteh. Karena Justin sayang sama teteh, Justin cinta." Ucapan tulus yang dilontarkan Justin membuat hati Adibah bergetar. Ada perasaan menggelitik di dalam dadanya mengetahui kalau pemuda itu masih memendam rasa padanya.

"Tapi kenapa teteh gak peka? Teteh selalu menolak Justin tapi nerima orang lain begitu aja dengan mudah."

"Justin, kamu masih muda. Terlalu buang-buang waktu jika kamu menghabiskan sisa umurmu sama teteh. Teteh udah tua gak pantes buat kamu."

Justin tertawa sumbang. Matanya menatap langit-langit ruang tamu rumah Adibah. "Selalu aja gitu. Selalu aja umur yang dibahas. Justin cinta sama teteh apa adanya. Gak peduli umur teteh berapa. Justin akan selalu setia sama teteh."

Adibah menumpuk kedua telapak tangannya di depan dada. "Maaf Justin, teteh tetep gak bisa bersama kamu. Banyak halangan yang memisahkan kita. Lebih baik kamu move on. Teteh cuma gak mau kamu menyesali keputusan kamu nanti jika memilih bersama teteh."

Justin sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tampaknya dia sudah lelah untuk terus meyakinkan wanita paruh baya itu. "Ya udah kalo itu memang keputusan teteh. Justin gak bisa berbuat apa-apa." Dia pun berdiri dan pamit pergi dari rumah itu.

"Justin, teteh juga cinta sama kamu tapi banyak halangan yang menjadi tembok penghalang di antara kita," batin Adibah sambil memegangi dadanya.

•••

Shift kerja Icha telah selesai. Kini dia bersiap-siap untuk pulang. Saat keluar dari area kafe Icha hendak memesan ojek online untuk mengantarnya pulang.

Namun dari kejauhan dirinya dipanggil. "Nak Icha!" Secara otomatis tatapan Icha tertuju pada sumber suara. "Loh, bapak?" Icha lalu menghampirinya. "Kok ada di sini? Bapak gak kerja?" tanya Icha penasaran.

"Bapak lagi gak ada kerjaan, maklum kan bapak kerjanya serabutan." Icha hanya mengangguk tidak ingin melanjutkan topik itu karena takut lelaki itu tersinggung.

"Terus bapak ngapain kok ke sini?"

"Bapak mau jemput kamu." Icha terkejut mendengar alasan Karso yang tak lain adalah suami dari ibu Sri ke sini.

Karso menggaruk pipinya sekilas. "Tadi bapak lagi main sama Aira tiba-tiba ibu nyuruh bapak jemput kamu gitu." Karso tampak tidak enak dengan Icha. Dia takut wanita itu mengira itu adalah keinginannya sendiri.

Icha berpikir sejenak. "Segitunya ibu Sri pdkt pak Karso sama aku?"

"Ayo nak Icha," ajak Karso membuyarkan lamunan Icha. "Tapi pak, apa ini gak akan menimbulkan salah paham? Icha takut tetangga bakalan mikir macem-macem."

Karso tertawa kecil. "Enggak lah, bapak kan anterin kamu ke rumah ibu. Kalo bapak langsung antar kamu ke rumah kamu baru bisa menimbulkan fitnah," ujar Karso menjelaskan.

Walaupun masih sedikit canggung, perempuan itu akhirnya mengangguk serta naik ke atas motor milik Karso. "Kamu belum makan kan nak Icha? Kita mampir dulu ke warung nasi Padang yuk, bapak yang traktir."

"Gak usah pak, langsung pulang aja nanti Icha makan di rumah aja," tolak Icha secara halus ketika motor sedang membelah jalanan.

"Tapi ibu tadi pesen suruh ajak kamu makan dulu, ibu juga udah titip uang buat makan nak Icha. Soalnya ibu gak masak terus di rumah pasti nak Icha juga gak masak kan?"

Icha masih diam belum menimpali ucapan Karso. Ingin menolak tapi tidak enak. Akhirnya dia mengiyakan saja tawaran dari suami ibu Sri itu. Lagipula dia juga sudah lapar karena di kafe tadi dirinya tidak sempat makan siang.

Kini mereka sudah di dalam warung makan Padang yang terkenal enak. Mereka memesan pesanannya masing-masing. "Maaf kalo bapak boleh tanya hal pribadi, apa nak Icha sekarang gak punya suami?" tanya Karso sedikit ragu.

Icha tertegun mendengar pertanyaan itu. "Pu...punya kok pak," jawab Icha gugup. Dia tidak bisa memandang wajah Karso karena akan terlihat kalau dirinya sedang berbohong.

"Tapi kata ibu, nak Icha sudah jadi janda."

Deg...

Jantung Icha seolah berhenti. Tahu darimana ibu Sri tentang statusnya yang sebenarnya?

Seperti tahu apa yang ada dibenak Icha, Karso langsung menjelaskan. "Kata ibu waktu kamu bikin surat lamaran kerja di kafe punya adiknya, dia liat di foto copy KTP kamu statusnya cerai hidup."

Sontak nafas Icha seperti tertahan di kerongkongan. Wajahnya memucat karena ketahuan berbohong. Icha baru ngeh akan hal itu. Surat lamaran yang ia buat memang dititipkan ke ibu Sri tapi dia tidak menyangka kalau ibu Sri membuka berkasnya sebelum diserahkan ke adiknya yang seorang pemilik kafe itu. Mungkin itu juga sebabnya ibu Sri berani meminta Icha untuk mengandung anak dari suaminya.

"Tenang, bapak gak akan bicara sama siapa-siapa. Bapak cuma pesan kamu hati-hati kalo masukin mantan suami kamu ke dalam rumah. Walau bagaimanapun kalian kan sudah bukan suami istri," nasihat Karso yang sepertinya tahu kalau Randy sering berkunjung ke rumah kontrakannya.

"Iya pak," jawab Icha malu. Randy bahkan bukan mantan suaminya. Dia hanya berstatus sebagai ayah kandung dari Aira. Tapi Icha tidak bisa memberitahunya karena akan semakin menimbulkan masalah.

Untuk mencairkan suasana yang sempat canggung, Karso kemudian mengganti topik pembicaraan yang lebih santai. Lelaki paruh baya yang belum memiliki anak itu bercerita ngalor ngidul tentang masa lalunya, tentang kisah cinta sejatinya dengan ibu Sri.

Icha senyum-senyum mendengar cerita dari Karso. Kisah cinta mereka begitu indah dengan ending yang sangat indah, sayang mereka hanya belum diberikan keturunan. Tapi Karso tidak serta-merta meninggalkan ibu Sri yang sudah menemaninya hingga kini.

Icha berpikir betapa beruntungnya ibu Sri memiliki suami yang mencintainya dengan tulus. Seandainya Icha memiliki seseorang yang seperti itu. Seseorang yang selalu ada di sampingnya, seseorang yang selalu mencintainya, seseorang yang selalu ada saat dia butuh.

Ah, pikirannya melayang entah kemana. Angan-angannya hinggap pada sosok Randy. Lelaki itu yang menyayanginya, emm...paling tidak menyayangi anaknya dengan tulus. Tapi Icha juga tidak mungkin bisa bersama dengan Randy karena dia sudah memiliki wanita yang ia idam-idamkan. Icha hanya bisa menunggu, menunggu kebahagiaan menjemputnya...entah kapan itu akan terjadi. Tidak ada yang tahu.

To Be Continue...
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd