Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Part 1. Goes to Campus

"Pa...!!!" panggil seorang anak kecil girang saat melihat ayahnya datang.

Anak berusia satu tahun itu berjalan dengan terburu-buru ke arah ayahnya yang berakhir jatuh di atas tangan pria itu karena belum lancar berjalan.

"Wah, anak papah udah pinter jalan." Randy mengangkat tubuh mungil itu ke dalam pelukannya seraya mencium pipinya gemas.

"Nda...!!!" Aira memasukkan tangannya ke dalam mulut Randy diselingi dengan gelak tawa yang renyah.

Icha tersenyum mendekati kedua ayah dan anak yang sedang bercengkerama itu.

"Baru pulang latihan Ran?" tanya Icha sembari mengambil tas olahraga Randy yang begitu berat ia jinjing dan menaruhnya di atas sofa.

"Iya nih Cha. Cape banget, tapi pas liat senyumnya Aira capeku langsung ilang. Mood booster banget nih anak."

Randy berjalan duduk di sofa dengan membawa Aira digendongannya. Anak itu mengeluarkan tangannya dari dalam mulut Randy lalu mengelapnya di pipi pria itu.

"Dan...dan...!!!" Aira menepuk-nepuk pipi Randy seraya menggigit ujung hidung ayahnya yang mancung.

Icha berlalu ke dalam ruangan rumah kontrakan yang ia tempati, dan tak berselang lama ia keluar dengan membawa secangkir teh untuk mengembalikan kondisi Randy.

"Makasih Cha," ucapnya lalu menyeruput teh yang disuguhkan Icha.

Sejak Icha dan Aira pindah ke rumah kontrakan, Randy selalu menyempatkan waktu untuk mampir dan bercengkerama dengan anak perempuannya. Tak dipungkiri kalau Aira adalah sumber semangatnya dalam menjalani hidup yang penuh lika-liku ini.

"Oh ya Cha. Ini aku bawain oleh-oleh buat kalian."

Randy kemudian membuka tas olahraganya. Icha tertegun melihat isinya yang sebagian besar keperluan dirinya dan Aira. Bahkan barang milik Randy hanya berupa handuk dan botol minuman.

"Banyak banget Ran. Harusnya gak perlu beliin keperluan buatku juga, cukup kebutuhan Aira aja," celetuk Icha saat melihat barang-barang yang identik dengan wanita.

Di samping keperluan Aira, ada juga susu untuk ibu menyusui, buah, makanan dengan tingkat gizi tinggi, alat mandi, bahkan hingga skin care yang harganya cukup mahal. Randy berdecak malas.

"Aku beli itu untuk kebutuhan Aira kok."

Dahi Icha mengernyit. "Masa Aira kamu kasih skin care?!" Randy memutar bola matanya malas untuk merespon pertanyaan Icha. Dia memilih untuk kembali fokus ke anak kesayangannya.

Namun akhirnya Randy menjawab juga. "Aku gak bilang itu untuk Aira kok, aku bilang itu untuk kebutuhan Aira."

Icha semakin bingung dengan jawaban Randy yang ambigu itu. Randy meringis ragu untuk menjelaskan maksudnya.

"Iya, karena kebutuhan Aira adalah kamu." Icha tertegun melongo mendengar jawaban Randy.

Pria itu menggeleng cepat. "Intinya kalo kamu sehat dan bahagia, maka Aira juga senang. Jadi jangan pernah bilang kalo kamu gak berharga. Buatku kamu itu berharga karena udah kasih bidadari yang cantik seperti Aira."

Icha menutupi bibirnya yang sudah membentuk bulan sabit. Kata-kata Randy membuat hatinya tersentuh. Ditatapnya wajah Aira yang imut dan menggemaskan.

"Liat nih Cha. Hasil kerjasama kita berdua. Semakin gede mukanya semakin mirip sama aku." Aira lalu tergelak seolah-olah tau maksud dari perkataan Randy yang membuat wajah Icha bersemu merah.

Secara reflek Icha melingkarkan tangannya di lengan Randy dan menyandarkan dagunya di bahu Randy. Mereka berdua menatap anak kandung mereka yang lucu.

Melihat kemesraan antara kedua orang tuanya membuat Aira semakin girang dan berceloteh ria tanpa ada yang tahu artinya. Mungkin itu adalah naluri seorang anak yang menginginkan orang tuanya selalu bersama.

Bagi Randy maupun Icha, kebahagiaan Aira adalah yang nomor satu. Mereka menempatkannya di atas segalanya. Maka dari itu mereka tidak ragu untuk menunjukkan kemesraan di depan putri mereka demi membuat dia senang.

Aira tanpa diduga memeluk dua pipi orang tuanya membuat Randy serta Icha sama-sama menoleh satu sama lain dan...

Cupp...

Kedua bibir mereka saling bertemu. Tidak sampai di situ saja, Aira juga menyandarkan kedua pipi mungilnya di pipi orang tuanya. Alhasil ketiga bibir mereka bertemu.

Detik itu juga waktu seolah berhenti untuk memberikan mereka kesempatan yang lebih lama menikmati kebersamaan. Tak sadar air mata Icha menggenang di sudut matanya. Itu adalah air mata kebahagiaan. Tuhan masih baik padanya telah memberinya kesempatan menikmati momen ini.

Tanpa disadari ada sepasang mata terpaku menatap adegan itu secara intens di depan pintu. Ya, tadi Icha lupa tidak menutup pintu rumahnya rapat-rapat.

"Ehemm...assalamualaikum..."

Icha terlonjak kaget mendengar sapaan itu kemudian secepat kilat memundurkan wajahnya. Beda dengan Randy yang mendengus kesal karena ciuman nyaman itu berakhir dengan tidak indah.

"Waalaikumusalam...ehh Bu hajah Fitri," balas Icha sambil berdiri dan menghampirinya membukakan pintu.

Bu Fitri langsung menatap Randy sinis. Dengan lirih dia bertanya kepada Icha, siapa lelaki yang ada di rumahnya itu. Belum sempat dijawab oleh Icha, Randy menyerobotnya.

"Saya suaminya Icha Bu," kata Randy tanpa menoleh sedikitpun ke arah Bu Fitri dan masih sibuk berinteraksi dengan anaknya.

Icha kaget mendengar jawaban asal dari Randy yang ngawur.

Merasa tidak nyaman, Randy lalu membawa Aira masuk ke dalam kamarnya. "Kita lanjut main di kamar yuk, sayang," kata Randy seraya mencium pipi Aira.

Sepeninggal Randy, Icha lalu mempersilahkan Bu Fitri untuk masuk ke dalam rumah.

"Maaf mba Icha, saya gak tau kalo mba masih punya suami. Soalnya kemarin Bu Salma bilang kalo mba udah jadi janda."

Sejenak Icha bingung untuk menjawabnya. Bu Salma adalah orang yang mengontrakkan rumahnya kepada Icha. Dia bilang kalau dirinya sudah menjanda dan tidak berekspektasi Randy mengaku sebagai suaminya.

"Ee...anu...sebenarnya kita sedang dalam proses cerai Bu," jawab Icha sekenanya karena tidak tahu lagi alasan yang masuk akal untuk hal itu.

"Ahh masa sih?" Icha menelan salivanya dengan susah payah mendengar respon Bu Fitri.

"Tapi tadi saya lihat kalian gak seperti pasangan suami-istri yang lagi ada masalah. Malah kalian kelihatan mesra banget. Tadinya saya mau ngelabrak karena mengira mba masukin laki-laki sembarangan ke rumah ini. Tapi setelah tahu kalo yang tadi itu suami mba, saya jadi iri."

Icha tersenyum hambar. Ternyata ide Randy yang mengaku suaminya tidak terlalu buruk juga.

"Iri kenapa Bu? Masa iri sama pasangan yang mau cerai."

"Iya lah, suami saya mana ada perhatian seperti suami mba tadi. Dibeliin barang-barang kayak itu," tunjuk Bu Fitri ke benda-benda yang ada di meja.

"Mba, emang ada masalah apa sampai ingin bercerai? Susah loh mba dapetin suami yang cinta dan perhatian kaya gitu."

"Ada lah Bu, lagian dia kan cuma menjalankan tanggung jawab sebagai seorang bapak sama anak saya. Cuma itu aja kok."

"Mana mungkin cuma menjalankan tanggung jawab. Saya bisa lihat kalo dia masih cinta kok sama mba."

"Hah?! Masa? Tau darimana Bu?" tanya Icha antusias.

Entah itu benar atau tidak tapi Icha tampak senang mendengarnya. Meskipun dia tidak bisa memiliki pria itu, namun dicintai saja itu sudah cukup.

"Hihh...mba Icha nih gimana sih. Dilihat dari sorot matanya aja udah ketahuan kalo suami mba masih cinta sama mba."

Icha tampak mengulum senyum mendengar jawaban Bu Fitri. Wajahnya ia tundukkan dengan kedua telapak tangan bersatu di atas pahanya.

"Kenapa gak rujuk aja mba, kasihan anaknya masih kecil. Kalo masalahnya ada orang ketiga, gak papa yang penting dia bisa berlaku adil."

Beberapa saat Icha memikirkan gagasan itu. Tapi dengan cepat dia menggelengkan kepalanya.

"Annisa pasti gak mau dimadu. Apalagi sama aku, mantan kakak ipar yang dia benci," batin Icha.

"Tapi kalo keputusan mba udah bulat gak papa, saya gak mempengaruhi loh. Kalo mba udah gak mau sama mas-nya, buat saya aja mba, xixixi..." lanjut Bu Fitri yang diselingi kikikan khas kuntilanak.

Seketika raut wajah Icha memprotes ucapan Bu Fitri. Tapi dia tahu kalau tetangga barunya itu hanya bercanda. Tapi kalo ada celah ya digas, hehehe.

Di dalam kamar, Randy menggulirkan ponselnya. Aira sudah terlelap tidur karena lelah. Sejak masuk ke kamar dia tidak henti-hentinya tertawa karena ulah ayahnya.

Randy menatap riwayat chatnya dengan kakaknya. Pesan yang semalam ia kirimkan belum juga dibaca. Terakhir kali Ranty bilang kalau masih harus mengurus administrasi dulu sebelum benar-benar keluar dari kampusnya dan menyusul Randy ke Bandung.

Tapi ini sudah dua hari sejak hari yang Ranty janjikan akan menyusulnya ke Bandung. Wanita itu beralasan ada suatu kendala yang menahannya di Jakarta.

Dari terakhir kali mereka bersama di hotel itu, saat Ranty diam-diam keluar kamar entah menemui siapa. Randy mulai merasa curiga dengan sikap Ranty yang berubah.

Ada sebuah misteri yang terjadi kala dirinya meninggalkan kakaknya di Jakarta.

Ponselnya jatuh di atas kasur kala tiba-tiba tubuhnya ditindih oleh benda berat. Saat dilihat ternyata itu adalah Icha. Dia tersenyum sembari memandangi dua orang mahluk hidup yang sangat berarti bagi dirinya.

"Cha..." Baru satu kata yang keluar dari mulut Randy, bibirnya seketika dibungkam oleh bibir Icha.

Pria itu pun terkejut menerima rejeki nomplok yang diberikan Icha secara cuma-cuma. Entah apa yang dibicarakan Icha dengan ibu-ibu tadi, tapi Randy yakin kalau itu adalah ulah tetangganya barusan.

"Terima kasih ibu-ibu baik," batin Randy girang karena jarang sekali Icha melakukannya terlebih dahulu.

Beberapa saat mereka saling berpagutan. Randy sama sekali tidak menyia-nyiakan momen itu. Ia balikan tubuh Icha sehingga kini Randy berada di atas tubuh wanita itu.

Kedua tangan Icha ditahan oleh Randy di samping badannya. Mata mereka saling bertemu. Batin Icha sempat berpikir, "apa benar dia cinta sama aku?"

Yang dia lihat hanya tatapan lapar seekor pejantan yang siap memangsa dirinya. Yah, salah dong dia punya inisiatif mengganggu pejantan yang sedang tertidur.

"Jangan membangunkan singa lapar Cha. Nanti kamu menyesal."

Bulu roma di tubuh Icha meremang. Hasratnya yang telah lama mati suri itu pun bergejolak kala mendapatkan sentuhan lembut Randy.

"A...apa kamu siap memangsa rusa yang malang ini?!" celetuk Icha dengan tampang innocent menimpali perkataan Randy.

Randy terkekeh mendengar ucapan Icha. Lagi-lagi ia berbicara tanpa memikirkan akibatnya. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena berbicara ngawur. Siap-siap saja badannya remuk dengan kenikmatan yang akan diberikan oleh sang pejantan. Namun kenapa saat ini justru dia sangat penasaran?

Jari jemari Randy pun sudah mendarat penuh di atas gunung kembar milik Icha. Tanpa menunggu lama bibir mereka kembali saling beradu sambil sesekali tangan Randy memijit lembut benda kenyal yang menjadi sumber nutrisi bagi si kecil Aira.

Mereka berdua sama-sama menikmati momen intim yang sudah lama tidak mereka lakukan. Lidah mereka saling berbelit, saling menyuplai cairan berbusa yang seolah menjadi sumber mata air satu-satunya bagi mereka.

Icha sudah pasrah. Dia siap digagahi oleh lelaki yang menjadi ayah dari anaknya itu. Dia merindukan sentuhan yang lebih dalam lagi. Dia haus, hasratnya menggebu ingin dituntaskan. Hanya Randy lah yang mampu melakukannya saat ini.

'let the bodies hit the floor, let the bodies hit the floor, let the bodies hit the...'

Aktivitas mereka langsung terhenti kala ponsel Randy Memainkan nada dering yang menandakan seseorang sedang mencoba menghubunginya.

Randy melepaskan ciuman itu dan bergegas mengambil ponselnya. Bukan karena buru-buru tapi karena nada dering yang bisa saja membangunkan Aira yang sedang terlelap tidur.

"Halo!" sapa Randy tanpa melihat siapa penelpon tersebut.

"Woy, lu dimana? Tadi kan gue bilang suruh jangan pulang dulu!" Tenyata itu adalah Justin yang menelpon.

"Ya elah, tadi gue tungguin lama jadinya gue tinggal."

"Balik sini, ada hal penting yang mau disampein coach Roy. Cepetan!"

"Ishh...iya bawel!" timpal Randy langsung menutup teleponnya.

Sejenak ia menoleh ke arah Icha. Wanita itu sedang menepuk-nepuk paha kecil Aira yang hampir saja terbangun karena berisik. Wajahnya tampak memerah karena canggung dengan apa yang baru saja terjadi.

Randy mendekat namun langsung dicegat Icha. "Udah sana, katanya mau pergi kan?" sindirnya tanpa memutar pandangannya sama sekali.

Icha kini justru membenamkan wajahnya di pipi chubby Aira. Randy hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya udah Cha, aku pamit yah. Nanti kalo ada waktu aku mampir lagi."

Setelah itu Randy beranjak pergi dengan pelan agar tidak menggangu Aira. Icha menghembuskan nafas kasar saat Randy menghilang dari pandangan. Hatinya pun bertanya-tanya apakah sikap Randy yang perhatian padanya selama ini hanya karena Aira atau dia mulai ada rasa kepadanya.

•••

Bugggh...!!!

"Aduh...asemmmp...!!! pekik Randy yang bokongnya ditendang oleh Justin.

"Dasarrr...dibilangin suruh jangan pulang malah pulang. Noh dipanggil sama coach Roy." Randy berjalan ke ruangan pelatih sambil mengusap pantatnya dan bibir yang ia serongkan ke samping tanda kesal.

"Selamat siang coach," sapa Randy yang langsung disambut dengan mempersilahkan duduk.

"Kenapa coach manggil saya?"

"Jadi gini Ran. Saya dengar kamu berminat untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke universitas?"

Randy diam sejenak. Yah memang dia sudah menyetujui untuk kuliah karena hasutan dari Justin tapi dalam hati Randy sebenarnya keberatan karena itu hanya menambah beban saja.

"Sebenarnya saya malas coach," batin Randy.

"Gimana Ran?"

"Ehh...iya siap coach," jawab Randy spontan.

Coach Roy tersenyum lalu mengangguk-angguk. "Bagus-bagus, saya suka semangat kamu. Jadi atlet kita bukan cuma dituntut untuk mempunyai skill, mental, dan fisik semata tapi juga harus punya otak. Itu penting dalam hal pengambilan keputusan."

Coach Roy pun bercerita panjang lebar mengenai pentingnya pendidikan yang membuat Randy mengantuk karena tak berminat tapi ujung-ujungnya, "kamu tenang aja, aktivitas kamu sebagai mahasiswa tidak akan menggangu karir basketmu. Kampus yang akan kamu masuki itu sudah berafiliasi dengan club' GB. Jadi kamu tidak usah memusingkan tentang kuliah. Itu hanya formalitas saja biar kamu dapat gelar S-1. Kamu akan dapat jaminan lulus," terang coach Roy.

Randy pun akhirnya tersenyum karena lelaki paruh baya itu selesai berbicara. "Baik coach, saya tidak akan memusingkan kuliah saya." Mereka lalu bersalaman.

"Tujuan utama gue kuliah bukan untuk ilmu atau gelar, tapi untuk Annisa." Batin Randy dengan menaikkan salah satu sudut bibirnya.

To Be Continue...

DStCbVYH_o.jpg
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd