Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Tolong suhuuu.... @Malinksss

Jangan di amburadulin tuh si Sari, kasi Randy aja...

Hak... hak... hak.....
Kalo malah Randy nya yg amburadulin Sari didepan Gnnjar. Trus Sari sukarela menyambut pejantannya. Lalu mereka berdua menatap sinis Ginanjar sambil berucap "Terimakasih pak Gnnjar, atas obat perangsangmu & hotel nya untuk bulan madu kami...hahaha.." sambil mempertontonkan Sari terkoyak2 olah sodokan Randy..hmm klo Gitu gmna yaa wqwq... ah jgn deh.. kesannya jadi ngejahatin pk ginan deh Sari nya... hihihi...
 
Kalo malah Randy nya yg amburadulin Sari didepan Gnnjar. Trus Sari sukarela menyambut pejantannya. Lalu mereka berdua menatap sinis Ginanjar sambil berucap "Terimakasih pak Gnnjar, atas obat perangsangmu & hotel nya untuk bulan madu kami...hahaha.." sambil mempertontonkan Sari terkoyak2 olah sodokan Randy..hmm klo Gitu gmna yaa wqwq... ah jgn deh.. kesannya jadi ngejahatin pk ginan deh Sari nya... hihihi...
Hak... hak... hak...

Ya.. yaa.. begitu juga bolee..
Karena kalo gw justru berharap Sari and tante Dewi jatuh lagi ke dalam kekuasaan diraja Randy mahacabul..

Peduli setan sama ginanjar..

Hak... hak... hak...
 
Hak... hak... hak...

Ya.. yaa.. begitu juga bolee..
Karena kalo gw justru berharap Sari and tante Dewi jatuh lagi ke dalam kekuasaan diraja Randy mahacabul..

Peduli setan sama ginanjar..

Hak... hak... hak...
Hihihi.. hwaw.. Tante dewi? Hmm jadi teringat momen kuda kudaanya mereka.. Hiya Hiya Hiya... wqwqwq
 
Part 6. Tawaran Pekerjaan, Nikah Siri

Ranty menatap gedung pencakar langit di depannya. Katanya di sana ada casting audisi untuk iklan sebuah produk sabun mandi. Setelah mendaftarkan dirinya secara online tak berapa lama ia mendapat panggilan untuk seleksi.

"Hufhhh...aku harus berusaha. Aku gak boleh membebani Randy. Aku juga harus punya penghasilan sendiri," ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Wanita itu lalu masuk ke dalam. "Gedungnya cukup besar, pasti bukan agensi abal-abal."

"Permisi mba. Bisa bertemu dengan bapak Suherman? Saya sudah ada janji," kata Ranty pada seorang resepsionis.

"Sebentar ya kak, saya hubungi dulu pak Suherman." Kemudian perempuan itu menelpon beliau melalui telepon kantor.

"Silahkan, pak Suherman sudah menunggu di lantai tiga."

"Terima kasih." Ranty tersenyum lalu membungkukkan badan secara sopan sebelum pergi ke lift dan naik ke lantai yang dituju.

Tokkk...tokkk...tokkk...

"Silahkan masuk!" Ranty kemudian masuk ke sebuah ruang setelah dipersilahkan.

Seorang pria paruh baya yang memiliki badan tambun mempersilahkan Ranty duduk.

"Jadi kamu yang namanya Ranty Putri Wibowo?"

"Iya pak," jawab Ranty lantang.

"Boleh lihat data dirimu?"

"Boleh, silahkan dilihat." Ranty menyodorkan sebuah stofmap ke hadapan pria itu.

"Hmmm...menarik. Kamu punya pengalaman di dunia modeling?"

"Belum pak, saya fresh graduate. Tapi bila diberi kesempatan saya akan berusaha memenuhi standar agensi."

Suherman mengangguk paham. Dia kemudian melemparkannya beberapa pertanyaan standar interview kerja. Ranty menjawabnya dengan yakin dan jelas.

"Bisa saya melihat anda mempraktekkan cara untuk mempromosikan sabun mandi dalam produk ini?" tanya Suherman dengan tatapan tenang.

"Baiklah." Ranty kemudian berdiri di hadapan lelaki paruh baya itu.

Dia kemudian memperagakan beberapa gerakan yang diarahkan oleh Suherman. Dari mulai menyentuh lalu mengusap kulit tangannya dari bawah hingga ke atas. Ranty tampak sedikit gerogi karena ini pertama kalinya bagi dia.

"Hmmm... gerakannya masih kaku." Suherman menuliskan catatan pada sebuah lembar.

"Bisa buka kemejanya?" pinta lelaki itu. Ranty mengernyitkan dahinya dengan mata membulat.

"Hah, buka baju?!" tanya Ranty terkejut.

"Iya saya mau liat kulitmu. Gak mungkin kan kami mempekerjakan seorang model sabun mandi sedangkan kulitnya penuh dengan panu atau penyakit kulit lainnya."

Ranty bingung dan ragu. Mana mungkin dia bertelanjang dada di hadapannya lelaki itu.

"Kamu masih pake singlet kan?" ujar Suherman yang melihat keraguan di hat Ranty.

"Ehh...iya." Dengan terpaksa Ranty akhirnya menuruti kemauan dari pria itu.

Kini Ranty sudah menanggalkan kemejanya tinggal menyisakan kaos singlet putih dan bra merah muda yang tampak menerawang di balik kain tersebut.

Ranty kembali mengulangi gerakannya. Bukannya tambah luwes gerakannya dia justru tambah kaku. Suherman geleng-geleng kepala menandakan ketidakpuasannya.

"Coba kamu buka kaos singletmu," ucap Suherman lagi.

"A...apa?!" Ranty kembali terkejut. Tadi dia bilang hanya diminta melepaskan kemejanya tetapi kini dia disuruh untuk menanggalkan singlenya juga.

"Kenapa? Tadi gerakanmu tidak sesuai ekspektasi. Jadi saya minta lebih, siapa tau kamu punya kulit mulus yang bisa menjadi nilai positif."

Dengan menghela nafas kasar lagi-lagi Ranty menuruti kemauan Suherman. Dia mengangkat kaosnya ke atas dan menjatuhkannya di atas sofa.

Kini hanya tertinggal branya saja di bagian atas tubuhnya sedangkan bagian bawah masih utuh. Ranty mengulangi gerakannya. Kini tatapan mata Suherman berubah yang tadinya tenang dan datar kini terlihat meneguk ludahnya sendiri.

"Sekarang coba kamu buka celana kamu," pinta Suherman semakin jauh. Ranty melotot tanda keberatan.

"Saya tau kamu terkejut karena kamu baru pertama kali melakukannya, tapi ini memang standar prosedur perekrutan kami," ungkap Suherman yang menjawab protes tak langsung dari Ranty.

"H...harus ya pak?" tanya Ranty.

"Tidak harus, tapi ini berpengaruh pada penilaian. Balik lagi ke kamu mau ambil kesempatan ini atau melepasnya."

Ranty benar-benar diliputi keraguan. Di jaman sekarang susah mencari pekerjaan yang sesuai kriteria. Dia tidak boleh melepaskan suatu kesempatan begitu saja.

Akhirnya Ranty terpaksa melepaskan celana kain hitamnya ke bawah hingga menampilkan sebuah celana dalam yang matching dengan bra miliknya.

Sontak Ranty menutupi area segitiga bermuda miliknya. Suherman kini tidak bisa lagi menyembunyikan kekagumannya terhadap tubuh wanita cantik yang ada di hadapannya.

Dia berdiri lalu mendekati Ranty yang masih membeku menahan malu. Suherman kemudian berjalan mengelilingi perempuan itu sambil menginspeksi setiap sudut di tubuhnya.

"Sempurna, pak Baskoro pasti senang melihat kamu." Ucapan Suherman membuat Ranty bingung.

"Siapa lagi orang yang namanya Baskoro itu, apa hubungannya dengan semua ini?"

Suherman kemudian kembali ke tempat duduknya. Menyilangkan kedua kakinya sembari menatap Ranty dengan tenang.

"Kamu bisa langsung dapat promosi dan menjadi model utama agensi ini," ujar Suherman yang membuat raut wajah Ranty sumringah.

"Asalkan..." Pria paruh baya itu kemudian menggantung kata-katanya.

"Asalkan apa pak?" tanya Ranty penasaran.

"Asalkan kamu mau menemani pak Baskoro. CEO agensi ini. Kamu tau kan maksudnya menemani?" ujar Suherman dengan satu sudut bibirnya terangkat ke atas.

Saat itu juga Ranty tahu apa yang dimaksud oleh lelaki yang ada di hadapannya.

"Brengsek, ternyata semua laki-laki sama aja!" batin Ranty geram dengan niat busuk mereka semua.

"Maaf pak, sepertinya saya sudah tidak berminat lagi dengan pekerjaan ini," ungkap Ranty seraya memunguti pakaiannya dan memakainya kembali.

"Apa kamu mau melewatkan kesempatan ini?" Ranty tampak tidak menggubris perkataan dari Suherman.

Setelah seluruh pakaian Ranty terpasang di tubuhnya, ia lalu mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi.

Namun baru beberapa langkah tiba-tiba tangannya dicegat oleh pria itu. "Tunggu, kamu belum melihat penawarannya."

Suherman menarik tangan Ranty menuju ke mejanya. Dia membuka sebuah map lalu menunjukkan sebuah kertas.

Ranty pun mau tidur mau akhirnya membaca tulisan yang ada di kertas tersebut. Di situ banyak tulisan yang malas untuk Ranty baca. Namun pandangannya tertuju pada nominal 30 juta rupiah yang ada di sana.

"Tiga puluh juta sebulan?!" tanya Ranty terkejut dengan jumlah yang baginya cukup banyak itu.

"Hey kamu jangan menghina agensi kami. Nominal itu bukan gaji kamu sebagai model tapi itu bayaranmu untuk menemani CEO kami perhari."

Ranty lagi-lagi terkejut. "A...apa?! Perhari?"

"Iya dan biasanya pak Baskoro itu pergi ke luar kota tidak sehari dua hari tapi bisa sampai seminggu. Kalo kamu ikut dengan beliau, tinggal kalikan saja nominal itu," ungkap Suherman sambil menyalakan cerutunya.

Ranty membulatkan matanya. Kalau ditotal ketika menemani CEO mereka selama 7 hari saja Ranty bisa mendapatkan sekitar 200 juta.

"Apa?! Yang benar saja. Aku bisa dapet uang sebanyak itu dalam waktu hanya seminggu?!" Mendadak Ranty menjadi bimbang. Menerima tawaran itu sama saja dengan mengkhianati Randy untuk yang kesekian kalinya.

"Tapi aku udah janji untuk setia sama Randy dan kita akan hidup bersama selamanya. Tapi tawaran ini terlalu menggiurkan untuk ditolak."

Ranty tampak diam termangu menatap sudut meja Suherman. "Enggak! Aku harus konsekuen dengan janjiku sama Randy. Dia adalah hidupku. Aku gak mau kehilangan dia lagi. Sudah cukup aku hidup seperti ini. Aku tidak mau kembali menjalani kehidupanku yang dulu lagi."

Wanita itu menggelengkan kepalanya cepat berusaha membuang jauh-jauh pikiran yang menggodanya dengan yang namanya uang.

"Dan kalau pak Baskoro cocok denganmu, dia bisa saja menjadikanmu model utama dan tentu saja bayaranmu akan jauh lebih besar dari ini," kata Suherman lagi membuat Ranty yang semula mantap untuk menolak menjadi bimbang lagi.

Pria paruh baya itu sejenak menghembuskan nafas dalam. "Pak Baskoro sangat menjaga privasi model-modelnya. Saya jamin kehidupan pribadi kamu gak akan tersentuh sedikitpun."

Ranty masih diam membisu. Dia kembali menimbang-nimbang tawaran tersebut. Dua sisi hatinya saling bertolak belakang. Seolah-olah setan dan malaikat saling bertarung untuk mempengaruhi Ranty.

"Ini kartu nama saya. Kalau kamu berubah pikiran silahkan hubungi saya. Tapi ingat tawaran itu tidak berlaku selamanya. Kalau kamu tidak mengambil keputusan secepatnya, bisa jadi kesempatan ini akan jatuh ke tangan orang lain."

Ranty pun melihat ke arah kartu nama yang baru saja diberikan oleh Suherman.

"Kalau sudah tidak ada yang mau ditanyakan lagi silahkan keluar dari ruangan saya," celetuk Suherman lagi sambil menunjuk pintu keluar dengan tangannya.

Perempuan cantik itu kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut. Dalam hatinya sungguh kacau. Kenapa dimana saja selalu ada godaan semacam ini? Tidak di Jakarta tidak di Bandung, dia selalu terjebak dalam situasi seperti ini.

Ranty kemudian mampir ke sebuah mall. Dia masuk ke dalam bilik toilet yang ada di mall tersebut lalu duduk di atas closet duduk yang dalam posisi tertutup.

Dia kembali memikirkan tawaran tersebut. "Tabunganku sudah menipis. Akhir-akhir ini aku kok boros banget yah. Uang yang dikasih om Gun udah mau habis aja."

"Apa aku terima aja tawaran ini yah? Lagipula kalo aku punya banyak uang kan Randy juga gak perlu repot-repot keluar duit banyak untuk kebutuhan sehari-hari."

"Tapi itu artinya aku mengingkari janjiku sendiri. Gimana kalo Randy sampe tau aku kerja kaya gini? Aku gak mau kehilangan dia. Cuma dia laki-laki yang aku cintai."

Karena pikirannya sedang buntu saat itu, Ranty kemudian membuka sebuah kotak kecil dari dalam tasnya. Mengambil salah satu isinya lalu menempelkan benda itu di bibirnya.

Tak berselang lama kepulan asap memenuhi bilik toilet tersebut. Beberapa kali ia menghisap benda panjang itu lalu menghembuskannya ke udara.

Sejak beberapa bulan lalu rokok selalu menemani Ranty untuk sejenak menghilangkan rasa penat di dalam dirinya.

•••​

Randy telah sampai di tempat yang diberitahukan oleh Sari. Namun sejauh mata memandang dirinya tidak menemukan sosok yang dicari.

"Kemana ya mbak Sari. Ini bener kan tempatnya?" Sekali lagi Randy mengecek lokasi di google map.

"Ehh...mbak mbak!" Randy memanggil salah satu waitress yang melintas di depannya.

"Tadi ada gak cewek berjilbab yang mukanya kaya gini?" tanya Randy sambil menunjukan sebuah foto di hpnya.

"Eng..***k ada!" ucapnya langsung pergi.

"Aneh. Ditanyakan baik-baik malah kek gitu!"

Akhirnya Randy memutuskan untuk menghubungi Sari untuk mengetahui keberadaannya.

***

"Mmmhhh...ssppp...ccppp..." Bunyi dua orang berlainan jenis sedang beradu bibir.

Drrrt...drrrt...drrrt...

Ponsel milik wanita yang saat itu sedang dikungkung oleh seorang lelaki tiba-tiba saja berdering dari dalam tasnya.

Sari, entah mendapat kekuatan dari mana perempuan itu langsung mendorong kuat Ginanjar yang sedang bernafsu melahap bibir sensualnya hingga terjerembab di atas lantai.

Walaupun sedang dalam kondisi nafsu yang tinggi, namun Sari masih dapat berpikir jernih. Dia tidak ingin menyerah terhadap nafsunya, terlebih lagi dengan lelaki seperti Ginanjar.

Hal tersebut di luar prediksi Ginanjar. Dirinya berpikir bahwa Sari sudah sepenuhnya takluk dengannya dan tidak menyangka wanita itu akan memanfaatkan kelengahannya untuk kabur.

Dengan cepat Sari menyambar tas yang jatuh lalu mengambil ponselnya sambil berusaha lari dari Ginanjar. Dia lalu mengangkat telepon yang bisa ia pastikan dari Randy tanpa harus membaca nama kontaknya.

"Tolong mbak, Ran! Arkhhh..." Seketika benda pipih itu terjatuh ke lantai kala Ginanjar berhasil menangkap dirinya.

"Halo mbak! Apa yang terjadi?!" tanya Randy panik karena menangkap sinyal bahaya yang dikirimkan Sari.

"Tujuh ratus empat!" teriak Sari kencang hingga Randy yang berada di seberang telepon mampu mendengarnya.

"Tujuh ratus empat? Apa maksudnya?!" ujar Randy bermonolog.

Hanya itu kalimat yang didengar Randy. Setelah itu telepon sunyi meskipun statusnya masih terhubung. Hanya samar-samar terdengar suara desahan.

"Gak beres nih! Gue harus ngelakuin sesuatu!" ucap Randy langsung bergegas pergi dari restoran tersebut.

Di dalam kamar, Sari di dorong jatuh di atas sofa. Jilbabnya ditarik dengan kasar oleh Ginanjar hingga terlepas. "Akhhh...!!!" pekik Sari merasakan sakit karena tarikan itu.

Mata Ginanjar semakin berbinar melihat wanita cantik itu tidak memakai hijab. Rambutnya yang semula diikat pun tergerai indah.

"Saya kagum dengan anda bu Sari. Dengan keadaan sedang terangsang begitu anda masih bisa melawan. Tapi setelah ini akan saya pastikan anda akan pasrah dan menikmati apa yang saya lakukan."

Setelah menyelesaikan kata-katanya Ginanjar langsung mendaratkan cumbuannya di leher Sari yang jenjang. "Jangan pak, aku mohon!" Sari masih berusaha mengelak.

Tangannya beberapa kali memukul bahu Ginanjar. Merasa tidak ada harapan untuk melawan perlahan dorongannya melemah. Tangan yang semula memukul kini menjadi meremas bahu Ginanjar.

Matanya sayu merasakan lehernya terus dicumbui dengan buas oleh lelaki yang kehausan itu. Sari pasrah saat lehernya diberikan tanda-tanda kepemilikan berupa cap biru dari Ginanjar.

Matanya menatap ke atas mulai berair. Sentuhan Ginanjar membuat tubuhnya mengejang. Titik-titik sensitifnya semakin lama semakin memberikan stimulasi kepada otak agar pasrah dan menikmati setiap sentuhan yang diberikan lelaki itu.

Saat sentuhan tangan Ginanjar mulai turun ke dada Sari yang terbilang besar, tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras.

Brakkkk...!!!

"Arkhhh...!!!"

Seketika mata Sari terbuka lebar untuk mengetahui apa yang terjadi. Dia melihat Ginanjar sudah tersungkur di lantai sambil memegangi perutnya nyaris pingsan.

"Ayo mbak kita pergi dari sini," ucap seseorang sambil mengulurkan tangannya.

"Randy!" Tanpa pikir panjang Sari langsung menerima uluran tangan tersebut.

Mereka berdua lalu berlari kecil keluar dari kamar hotel tersebut. Sesaat kemudian Sari meraba-raba kepalanya dengan panik.

"Ran, mbak gak pake jilbab. Ketinggalan di dalam."

"Udah mbak kita gak punya waktu lagi buat balik."

"Tapi mbak malu Ran!"

Randy kemudian melepaskan jaket yang ia pakai lalu ia kerudungi kepala Sari dengan benda itu. Mereka kembali berlari sambil berpegangan tangan.

Seperti kisah sang pangeran yang membawa kabur sang putri dari kurungan sang penyihir. Begitulah pikiran Sari saat melihat lengan kekar Randy yang sedang menggandeng tangannya.

Setelah mereka sampai di tempat motor Randy diparkir, mereka langsung tancap gas pergi dari hotel tersebut. Satu tangan Sari memeluk Randy dan satu lagi memegangi jaket yang melekat di kepalanya.

Sekuat mungkin Sari menahan hasrat seksual yang sedang menggebu-gebu. Tersiksa? Pasti. Apalagi di posisi seperti ini tidak banyak yang bisa ia lakukan untuk setidaknya menurunkan rasa tersebut.

Sari hanya bisa mengusap perut Randy yang memiliki tonjolan enam dan menghirup aroma maskulin dari leher Randy yang saat itu hanya mengenakan kaos oblong putih.

Rasa gatal semakin mendera titik-titik sensitifnya. Puting payudaranya sudah sangat mengeras, inti tubuhnya gatal seolah ada kumpulan semut yang berjalan di permukaan dinding vaginanya.

"Langsung pulang mbak?" tanya Randy.

"Iya Ran. Tolong antar mbak pulang yah."

Randy lalu mengiyakan permintaan Sari begitu saja. Sesampainya di rumah Sari mereka berdua pun turun.

"Ayok masuk Ran!" ajak Sari yang terdengar menuntut.

Sari semakin gelisah. Apalagi cairan cintanya sudah meluber di pahanya. Sari menatap Randy dengan tatapan ragu. Sebenarnya Randy hendak menanyakan perihal masalah tadi saat dia mendapati Sari sedang bersama Ginanjar di dalam kamar hotel.

Tapi Sari memotong. "Ran, mbak boleh minta tolong sama kamu?" ucap Sari sambil menggesek-gesekkan kedua pahanya.

"Apapun yang bisa Randy lakukan buat mbak, Randy akan lakukan."

"Ta...tapi mbak malu Ran," ujar Sari sembari menunduk.

Randy tertawa kecil. "Malu kaya sama siapa aja. Ini Randy mbak, bukan orang lain."

Sari menggigit bibir bawahnya. Tanpa pikir panjang lagi ia lalu menarik tangan Randy menuju ke kamarnya. Randy patuh mengikuti Sari.

"Ran, maaf kalo permintaan mbak kali ini kurang ajar. Mbak tau kamu sedang memperjuangkan cinta kamu sama Annisa. Tapi untuk kali ini aja mbak minta tolong."

Randy memegangi kedua bahu Sari. "Iya mbak. Randy akan lakukan apapun selama Randy bisa, tapi dari tadi mbak cuma bilang minta tolong tanpa kasih tau minta tolong apa."

Kedua pandangan mata mereka bertemu. Sari masih ragu untuk mengucapkannya, tapi dorongan batinnya semakin kuat.

"Apa kamu mau bercinta sama mbak?" tanya Sari dengan perasaan takut kalau saja Randy menolak dan menjadi benci terhadapnya.

Tidak sesuai yang ia duga, Randy justru tersenyum lalu mendaratkan bibirnya di di atas bibir Sari. Mendapatkan sentuhan yang lembut membuat Sari langsung terbuai oleh perlakuan Randy.

Dia kemudian memejamkan mata seraya membuka mulutnya untuk melumat benda lembut milik lelaki tersebut. Berbeda dengan saat bersama Ginanjar, Sari kini betul-betul rela secara lahir batin untuk memberikan tubuhnya kepada pejantan tangguhnya.

Sari tidak bisa menahan diri lagi. Dia melepaskan ciuman panas itu hingga kedua saliva mereka terputus. Ia lalu berjongkok serta menurunkan celana jeans Randy ke bawah.

Terpampang lah sebuah benda mirip pisang yang berurat meski kini masih dalam keadaan setengah lemas. Tanpa ragu lagi Sari langsung beraksi merangsang sang pejantan agar berada pada mode on.

Ia kocok lalu memasukkan benda itu ke dalam mulutnya. Sari gerakan maju mundur seraya lidahnya menyapu-nyapu lubang kencing Randy, membuat sang empunya mengerang kenikmatan. "Achhh...mbak nikmat banget."

Tak lama kemudian penis besar Randy sudah menegang sepenuhnya. Sari berdiri lalu mendorong Randy hingga berbaring di kasurnya.

Dengan terburu-buru Sari melepaskan celana jeans putih yang ia kenakan. Ia sudah tidak dapat menahan perasaan gatal di dalam vaginanya lagi. Dia bisa gila kalau rasa itu tak tersalurkan.

Sari langsung naik ke pangkuan Randy dengan keadaan sudah bottomless dan...

Blesss...

"Ssshhh...ahhhhhh..." desah Sari lega ketika ada benda lonjong yang akhirnya menggaruk dinding vaginanya yang terasa gatal sedari tadi.

Matanya merem melek. Tanpa jeda Sari langsung menggoyangkan pinggulnya cepat demi mencapai kenikmatan tertinggi.

Plokkk...plokkk...plokkk...

Sari semakin kuat menabrakan kedua kelamin mereka. Nafsu birahi yang sudah terkumpul sejak tadi membuat orgasme Sari datang dengan cepat.

"Awnghhhhhh...mmmhhh..."

Serrr...serrr...serrr...

Paha Randy seketika basah diguyur air cinta Sari seember. Tubuh Sari ambruk di atas dada bidang Randy. Nafasnya tersengal-sengal. Batang kejantanan Randy masih kokoh dibalut dinding vagina Sari yang sempit.

Puas. Sangat puas yang Sari rasakan saat itu. Lega karena akhirnya dia lepas dari siksaan hasrat birahi yang muncul tiba-tiba saat berada di restoran tadi. Walaupun kini masih terasa tapi tidak sebesar sebelumnya. Terlebih sekarang ada Randy yang siap untuk mengobati rasa tersebut. Jadi wanita itu tidak perlu khawatir untuk saat ini.

Sari kemudian mengangkat kepala menatap wajah Randy yang ada di bawahnya. "Makasih Ran," ucapnya singkat.

"Sama-sama mbak, hehehe..."

"Maaf ya Ran. Permintaan mbak terlalu berlebihan. Maaf kalo kamu merasa dimanfaatkan sama mbak." Sari menegakkan punggungnya hingga posisinya saat ini tengah duduk di atas kelamin Randy yang tertancap di inti tubuhnya.

"Gak kok mbak. Ini bukan memanfaatkan seseorang tapi saling menguntungkan. Istilahnya simbiosis mutualisasi."

"Mutualisme Randy!" ralat Sari. "Kamu biologi nilainya berapa sih?" sambungnya lagi sambil terkekeh geli. Situasi menjadi cair karena kegoblokan Randy.

Kadang ****** tidak selalu merugikan. Randy contohnya. Dia menggaruk kepalanya sambil meringis malu karena ketahuan nilai rapotnya merah semua.

"Ehhh...mbak, Randy mau tanya soal yang tadi dong," ujar Randy sambil mengelus-elus paha mulus Sari.

"Hmmm?!" Sari hanya bergumam tanpa protes ataupun menepis tangan Randy yang nakal seolah hal itu sudah biasa mereka lakukan.

"Kenapa mbak bisa ada di dalam hotel sama laki-laki itu?" tanya Randy kepada Sari.

Perlahan senyum Sari mengendur dan berganti dengan ekspresi sedih. "Ran, mbak boleh curhat sama kamu gak?"

"Boleh mbak, telinga Randy siap sedia 24 jam buat dengerin keluh kesah mbak, hehehe..."

"Emm...sebentar." Sari sedikit mengangkat pinggulnya ke atas tidak sampai kedua kelamin mereka terlepas lalu tangan kanannya memegang pangkal penis Randy dan mengarahkannya di posisi yang nyaman di dalam lorong lendir miliknya kemudian benda itu terbenam lagi.

Setelah Sari nyaman dengan posisi penis Randy di dalam vaginanya, ia pun lalu melanjutkan ceritanya. Dia menyibakkan rambutnya ke belakang.

"Ran, ternyata mas Pram udah selingkuh sama Dewi jauh lebih lama dari yang mbak kira. Kamu tau Ran? Ternyata mas Pram punya anak laki-laki dari Dewi yang usianya sama dengan Keelan."

"Punya anak? Seusai anaknya mbak?" Sari mengangguk. "Namanya Reihan."

"Reihan? Anak itu? Mana mungkin? Aku yakin sekali kalau dia bukan anak Pram. Dulu Tante Dewi pernah cerita kalau dia punya mantan pacar dan setelah Tante Dewi menikah mereka udah gak pernah ketemu dan baru ketemu lagi pas reuni SMA."

"Darimana mbak tau kalau anak itu adalah anak suami mbak?"

"Pak Ginanjar menyerahkan bukti tes DNA antara anak itu dan mas Pram, hasilnya mereka 99 persen cocok," jawab Sari sembari menghembuskan nafas dalam.

"Aneh. Apa mungkin ini cuma akal-akalannya Ginanjar?"

"Terus kenapa mbak tadi bisa ada di kamar sama dia?"

"Tadi dia bilang kalo anak itu ada di sana jadi mbak ikut dia," jelas Sari.

"Oh gitu."

"Dan anehnya waktu di restoran mbak tiba-tiba ngerasa terangsang tanpa alasan yang jelas."

"Apa waktu itu mbak minum sesuatu?"

"Iya, mbak cuma minum teh yang disediain sama restorannya secara gratis. Padahal mbak gak pesen."

"Bener dugaanku. Trik lamaku dipake sama dia."

"Emm...terus kenapa waktu itu mbak telfon Randy? Gak telfon ke yang lain misalnya suami mbak?"

"Mbak gak akan sembarangan minta tolong sama orang terlebih situasinya seperti ini. Kalo mas Pram..." Sari tampak menjeda kata-katanya.

"Dia udah gak bisa memberikan nafkah batin lagi buat mbak," celetuk Sari ragu-ragu.

"A...apa?!"

"Iya setelah kecelakaan itu punya mas Pram udah gak bisa berfungsi lagi."

"Jadi sejak waktu itu mbak gak pernah berhubungan badan lagi?"

"Iya awal-awal masih sedikit berfungsi tapi lama kelamaan punya mas Pram jadi tambah loyo akhirnya sekarang udah gak bisa berdiri lagi."

Randy menjadi bersimpati terhadap Sari. Bagaimana bisa dia menjalani rumah tangga tanpa adanya aktivitas seksual? Apakah dia akan bertahan selamanya?

"Mba, kalo mbak lagi butuh, Randy siap kok untuk menggantikan tugas suami mbak," ungkap Randy secara gamblang.

"Hah?! Kamu serius? Ta...tapi Annisa?!"

"Mbak, Annisa masih tetap jadi prioritas Randy karena Randy cinta sama dia. Tapi untuk mbak, Randy cuma pengin bantu. Kita melakukannya atas dasar saling membutuhkan antara orang dewasa. Tenang, gak akan ada yang tersakiti," ujar Randy yang membuat Sari tampak berpikir keras.

"Tapi gimana Ran? Bagaimanapun juga apa yang kita lakukan ini adalah dosa besar. Kita gak seharusnya seperti ini. Kamu tau itu kan?"

"Hmmm...kalo itu masalahnya, gimana kalo kita buat dosa ini menjadi pahala?" ucap Randy sambil menaik turunkan alisnya.

"M...maksud kamu?!" Randy pun bangkit duduk dan mendekatkan bibirnya ke telinga Sari.

"Kita nikah siri mbak."

Deggg...

Sari terpaku mendengar ucapan dari Randy. "Kamu ini ada-ada aja Ran. Nikah itu gak sesimpel itu walaupun cuma siri."

"Terus gimana dong?"

"Entahlah Ran. Mbak akan pikirin dulu. Kita gak bisa nikah kalo mbak belum cerai sama mas Pram."

"Itu semua sepenuhnya keputusan dari mbak. Randy gak akan mempengaruhi mbak untuk bercerai dari suami mbak."

Sari bingung untuk menimpalinya. Di satu sisi dia merasa gundah namun di sisi lain hatinya sangat senang Randy memintanya menikah.

"Ya udah mbak, untuk saat ini gak usah dipikirin dulu entar cepet tua loh. Ini yang dibawah mau dianggurin terus apa gimana? Hehehe..."

"Hah?!" kata Sari yang tidak konsentrasi mendengar ucapan Randy.

Tanpa permisi Randy melingkarkan tangannya di punggung Sari seraya melumat bibir wanita cantik itu.

"Mmmhhh...ssscccppllpp...mmmssppp..." Seketika Sari kembali terbuai dengan perlakuan Randy.

"Untuk saat ini kita nikmati dulu dosa terindah yang kita lakukan sekarang."

Setelah kalimat itu selesai tidak ada suara yang tercipta lagi selain desahan demi desahan yang keluar dari mulut mereka berdua.

To Be Continue...
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd