Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Icha or Ranty? Hmmmm klo Anisa yg kena, fix bakal merubah garis besar cerita terutama kalo ternyata Anisa ternyata menikmati :nenen:

Dukung Icha & Randy bersatu biar si bocil punya sosok bapak 💪
NTR di sini yang soft ya suhu. Bukan hard kayak Ranty sama tante Dewi di season 2.

Tanpa nikah juga si bocil udah punya sosok ayah 🤭
Jir si Ranty kok jadi Lonte binal gini om Ts :konak:
Perlu part yg jelasin keadaan Ranty di jkt waktu Randy di Bdg keknya nih, udah pro bener tuh :bacol:
Tapi aku tetap padamu Icha :panlok1::panlok4:
Wkwkwk kapan-kapan kalo sempet
Emang bawaan genetik kali ya. Ranty sama Randy sama-sama nakal.

Hak.. hak.. hak..
Bisa jadi. Randy embat kakaknya + ibunya + yang lain-lain. Ranty embat adiknya + bapaknya + yang lain-lain. 😅
Mantap suhu .. di tunggu lagi pov mbak ranty selanjutnya .. sehat selalu suhu
Mungkin POV Ranty selanjutnya gak akan sedetail ini ya hu.
Nunggu icha dapet jatah, kasihan kentang mulu:beer:
Sekalinya dapet jatah adiknya Aira langsung release wkwkwk.
 
Part 10. Keributan

Surya menyapa di pagi hari tersenyum melihat tiga insan saling menghangatkan. Randy, Icha, dan anak mereka Aira.

Posisi mereka kini sudah berubah dari semalam saat mereka terlelap. Kini Randy tengah terlentang dengan Icha memeluk dadanya dari samping, sedangkan si Aira malah asik menindih kepala Randy hingga pria itu kesulitan bernafas.

"Pa! Nun!" celoteh Aira sambil menepuk-nepuk pipi ayahnya agar terbangun.

Usaha Aira tampak berhasil. Sambil meregangkan otot-otot tubuhnya, Randy mengangkat Aira lalu menjatuhkannya di belakang Icha yang masih belum terjaga.

Mendengar nafas Icha yang tenang, Randy kemudian memeluk Icha seraya mendengus leher wanita itu yang tanpa hijab. "Emhhh...mmmhhh..."

Icha menggeliat kegelian karena lidah Randy menyapu kulit lehernya yang polos. "Emhhh...Ran, aku belum mandi dari kemarin loh."

"Justru itu aku lagi mandiin kamu, hehehe..."

"Mmmhhh...malu ada Aira." Icha mendorong Randy agar menjauh lalu membalikkan badannya ke arah anaknya.

Bukan Randy namanya jika menyerah begitu saja. Dia justru semakin mempererat pelukannya kini dari belakang. Ia sibakkan rambut panjang Icha lalu mendengus leher belakangnya.

"Uhhh...Aira, papa nakal!" adu Icha kepada anaknya dengan bibir manyun ke depan.

"Kal!" seru Aira seraya menabok pipi Randy beberapa kali. Icha terkekeh melihat tingkah Aira yang seolah berusaha melindunginya dari terkaman singa jantan.

"Aduh Aira sayang, papa gak nakal tapi sayang. Nih buktinya mama keenakan," ujar Randy melanjutkan aksinya.

Meskipun kulit Icha terasa lengket Randy tidak peduli justru semakin bersemangat menghirup dan merasakan rasa asin bercampur asam dari kulit wanita itu.

"Udah Ran! Kamu emang gak berangkat kuliah?!" desak Icha melepaskan kaitan tangan Randy yang mulai nakal di area payudaranya.

"Iya iya..." Randy kemudian bangun hendak pergi ke kamar mandi namun baru sampai pintu ia berbalik. "Mau mandi bareng yuk!" ajak Randy sambil mengedipkan sebelah matanya.

Ajakan Randy hanya dibalas dengan pelototan tajam dari perempuan cantik itu. Sambil menyunggingkan cengiran di bibirnya, Randy pun masuk ke dalam kamar mandi.

Air segar menerpa tubuh telanjang Randy. Sambil mandi ia menyenandungkan lagu blink-182 kesukaannya.

Icha memasakkan nasi goreng serta menyeduh teh manis untuk sarapan Randy. Sambil memasak Icha menggendong buah hatinya yang sedang menyusu di payudaranya.

Selesai mandi Randy sudah disuguhi sarapan di atas meja. Bahkan baju gantinya pun sudah dipersiapkan oleh janda 1 anak itu. Nikmat dunia mana lagi yang kau dustakan?

"Ran, titip Aira yah. Aku mau mandi dulu."

"Ikuttt...!!!" Icha hanya memutar bola matanya malas yang dibalas kekehan dari Randy.

Pria itu makan dengan lahap sambil memangku Aira. Tak berselang lama ponsel Icha yang ada di atas meja makan berdering. Sejenak Randy mengintip siapa yang menelpon.

'Ibu Sri' nama di kontak tersebut. Merasa bukan hal yang janggal Randy pun mengabaikannya.

"Cha, aku pergi ke kampus dulu ya. Jaga Aira baik-baik," ujar Randy setelah mereka selesai dengan aktivitas masing-masing.

"Hati-hati di jalan yah." Icha mencium punggung tangan Randy lalu Randy mencium bibir Icha beberapa saat layaknya pasangan suami istri.

Setelah kepergian Randy, Icha terlihat senyum-senyum sendiri membuat Aira melongo melihatnya. "Udah kesambet ajah nih mamaku!"

Icha kemudian mengecek ponselnya. Ternyata ada panggilan tak terjawab dari ibu Sri si penjaga warung. Buru-buru dia menelpon balik takut ada yang penting.

"Assalamualaikum Bu, maaf tadi nelpon ya? Saya lagi di kamar mandi jadi gak ke angkat."

"Waalaikumusalam, iya gak papa. Ibu cuma mau ngabarin kalo adik ibu yang pemilik kafe itu katanya bisa masukin kamu. Kebetulan kafenya lagi ada slot kosong di bagian kasir."

"Serius Bu?" ucap Icha girang.

"Iya, katanya kamu suruh bikin surat lamaran. Cuma buat formalitas aja kok nanti ibu kirimin apa aja syarat-syaratnya yah, terus besok kamu langsung datang aja ke lokasi, ehhh...mampir dulu ke sini titipin Aira sama ibu yah."

"Iya bu terima kasih banyak atas bantuannya," ungkap Icha penuh syukur.

Icha menutup telponnya dengan perasaan bahagia. Akhirnya kini ia bisa belajar mandiri dan tidak terus bergantung pada Randy.

•••​

Icha duduk di depan cermin tengah merias wajahnya agar terlihat lebih cerah. Ia tidak ingin dikatai seperti pembantu apalagi pelacur.

Hari ini ia akan mencoba peruntungan untuk mendaftar pekerjaan di sebuah kafe milik adik dari ibu Sri. Meskipun ibu Sri bisa menjamin dirinya pasti diterima bekerja di kafe itu tapi Icha harus memberikan kesan yang baik pada si pemilik kafe.

"Aira, mamah udah cantik belum?" tanya Icha pada anaknya yang duduk di atas meja rias miliknya.

"Ayayaya..." respon Aira sambil memainkan tempat bedak milik ibunya.

Meskipun jawabannya tidak jelas tapi Icha menganggapnya sebagai 'iya'. "Makasih sayang." Icha mengecup kening Aira gemas.

Setelah itu mereka bersiap-siap untuk berangkat. Mereka akan pergi ke tempat ibu Sri terlebih dahulu untuk menitipkan Aira.

Icha berjalan dengan tangan kiri membawa berkas lamaran dan tangan kanan menggendong anaknya.

"Assalamualaikum!" sapa Icha di depan warung ibu Sri.

"Waalaikumusalam, ehh...ada Aira. Sini-sini sama oma!" Dengan girang ibu Sri keluar untuk menggendong Aira. Aira juga terlihat antusias dengan wanita paruh baya itu.

"Bu, Icha titip Aira dulu ya. Ini perlengkapannya. Maaf kalo ngerepotin."

"Enggak ada yang ngerepotin. Ibu malah seneng Aira dititipin di sini." Ibu Sri tampak sangat senang. Berkali-kali ia mencium pipi gembul anak itu.

"Iya bu. Kalo gitu makasih banyak. Icha permisi dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam."

Icha lalu pergi ke lokasi dengan menggunakan ojek online. Sesampainya di kafe dia langsung disambut oleh sang pemilik kafe tersebut.

Namanya Agung Suyono, masih berusia 39 tahun. Seorang pengusaha sukses. Memiliki cabang di berbagai kota dan di sini dia baru membuka cabang beberapa minggu yang lalu.

Mereka pun melakukan interview singkat. Agung mengecek CV milik Icha dan mengajukan beberapa pertanyaan. Itu semua hanya formalitas karena kakaknya yaitu ibu Sri sudah menitipkan Icha kepadanya.

"Oke, kira-kira kamu kapan siap untuk mulai bekerja?" tanya Agung di akhir interview.

"Saya siap kapanpun pak," jawab Icha lugas.

"Oke kalo gitu sekarang kamu ganti pakaian di belakang ya. Nanti bilang aja sama Ika kalo kamu pegawai baru."

"Sekarang pak?!" tanya Icha memastikan. Dia tidak menyangka bisa bekerja secepat ini.

"Iya kenapa? Belum siap?"

"Saya siap kok pak. Kalo gitu saya permisi dulu."

"Silahkan."

Icha pun undur diri. Jantungnya berdebar-debar karena ini pertama kalinya ia bekerja. Kadang ada perasaan takut akan melakukan kesalahan.

"Permisi? Maaf saya pegawai baru," ucap Icha.

"Oh kamu yang namanya Icha ya? Sini-sini..." Seorang wanita yang mengenakan kaos merah dengan tulisan 'cafe marshmellow' di dada kanannya menyuruh Icha untuk mengikutinya.

"Ini, kamu pake seragam ini ya. Nanti kalo udah langsung ke depan."

"Iya makasih." Setelah Ika meninggalkan ruangan itu, Icha kemudian mengganti pakaiannya dengan seragam kafe.

Icha menyemangati dirinya sendiri. "Hufhhh...semangat Icha! Kamu pasti bisa." Dia kemudian berjalan ke bagian depan.

"Kamu bisa ngoperasiin mesin kasir gak?" tanya Ika.

"Belum bisa kak," jawab Icha canggung.

"Ya udah kamu yang catet pesenan customer aja. Nanti langsung ke sini ya. Taroh pesenannya di sini sama nomer mejanya."

"Baik kak."

Icha berdiri menunggu cukup lama. Terlihat kafe itu cukup ramai namun semuanya sudah direservasi.

Saat itu datanglah dua orang laki-laki dan perempuan yang kemudian duduk di meja nomor 13.

"Cha, meja nomor tiga belas!" ujar Ika sambil menunjuk ke arah dua orang tersebut.

Icha mengangguk. Namun baru satu langkah dia berjalan tiba-tiba dia berhenti. Bola matanya membulat melihat siapa yang ada di nomor 13 itu.

"Ra...Ranty?!" Icha membeku tak bergerak.

"Cha, ada apa?" tanya Ika yang melihat gelagat aneh dari rekan barunya tersebut.

"Ka. Nomor tiga belas kamu aja yang layani yah. Please!"

"Loh kenapa?"

"Gak papa. Aku yang lain aja."

"Kamu ini gimana sih? Jadi waitress itu jangan pilih-pilih customer. Semua harus dilayani dengan baik! Kamu juga baru masuk kerja masa udah nolak perintah."

Icha bingung. Dia tidak ingin dicap sebagai karyawan pembangkangan apalagi ini hari pertamanya. Tapi pelanggan pertamanya kenapa harus dia? Kenapa harus Ranty? Dia pasti akan menghinanya lagi karena ternyata Icha hanyalah seorang pelayan kafe.

"Ya udah kalo kamu gak mau gak papa. Kamu masuk ke dalem aja, ganti baju, terus duduk santai-santai sambil nunggu kafe tutup," cerocos Ika kesal.

Icha tau itu cuma sindiran kepada dirinya. Akhirnya setelah menguatkan hati dengan terpaksa Icha melakukan apa yang rekannya suruh.

Dia berjalan ke arah Ranty yang masih sibuk membuka-buka menu makanan yang ada di meja.

"M...mau pesan apa?" ujar Icha dengan catatan di tangannya.

Tampaknya Ranty belum sadar karena setelah Icha berbicara, Ranty tidak langsung meresponnya.

"Nasi goreng seafood gak pedes sama cappucino coffee ya mba," pesan Ranty.

"Kalo saya i am geprek sama kopi item aja." Lelaki yang bersama Ranty berbicara.

"Baik, tunggu sebentar ya," respon Icha cepat berbalik agar Ranty tidak sempat mengetahui dirinya.

"Ehh...satu lagi mba!" Ranty menahannya seraya menatap waitress itu.

Ranty langsung terkejut mengetahui ternyata pelayan itu adalah Icha. "Loh elu?!" tunjuk Ranty tepat ke wajah Icha.

Wajah Icha mendadak berubah pucat. "Aduh, ketahuan!" batin wanita itu.

"Hihhh...lu kerja di sini rupanya? Emangnya Reza gak sanggup biayain lu?" kata Ranty remeh.

"Ehhh...gue baru inget. Pasti Reza udah buang lu kan yah? Pasti dia juga udah tau kalo anak lu itu bukan anaknya dia. Dan sekarang lu kerja rendahan begini? Terus anak haram lu kemana? Upsss...maaf." Ranty menutup mulutnya seolah-olah dia sedang keceplosan padahal dia sengaja melakukannya.

Kata-kata itu membuat Icha geram. Dia tidak terima anaknya dihina seperti itu. "Jaga mulutmu ya Ranty! Anakku bukan anak haram!" bentak Icha penuh amarah.

Ranty terkekeh geli. "Bukan anak haram dari mananya? Orang jelas-jelas anak itu dari hasil lu ngelonte kan? Entar pasti gedenya kalo gak jadi pelacur ya jadi pelakor kayak ibunya!"

Plakkk...!!!

Tamparan keras mendarat di pipi Ranty yang mulus. Tanpa bisa dibendung lagi emosi Icha meluap-luap. Dia kemudian menjambak rambut Ranty hingga si empunya memekik kesakitan.

"Aaaa...lepas lonte sialannn...!!!" umpat Ranty. Tidak terima Ranty membalas dengan menarik-narik jilbab yang dikenakan Icha hingga terlepas dari kepalanya.

Alhasil mereka saling jambak menjambak membuat seisi kafe menjadi riuh. Ika yang melihat langsung berlari menghampiri mereka. Suherman berusaha melerai namun dia malah ikut kena pukul.

"Aaaa...dasar lonte sialannn...!!!" geram Ranty.

"Kamu yang lonte...!!!" balas Icha tidak mau kalah.

"E..e..e..sudah-sudah jangan berteman eh bertengkar!" Akhirnya sang satpam turun tangan menangani keributan itu.

Mereka pun dilerai. "Udah yok pak kita pergi dari sini? Gak sudi aku makan dilayani sama lonte macam dia!"

"Aku juga gak sudi ngelayanin orang yang punya mulut busuk kayak kamu!" balas Icha dengan penuh emosi sampai-sampai dia tidak sadar kalau sudah tidak mengenakan jilbab.

"Ayo Ranty, kita pergi aja!" ajak Suherman seraya menarik tangan Ranty. Mereka berdua lalu pergi meninggalkan kafe tersebut.

Icha langsung dibawa ke dalam oleh beberapa karyawan kafe. Dia di dudukan di kursi yang berada di dapur.

"Icha! Kamu apa-apaan sih?! Hari pertama udah bikin ribut! Kamu mau pelanggan kafe kita pada kabur?!" bentak Agung yang geram dengan sikap Icha.

"Maaf pak, saya salah. Tapi saya tidak terima anak saya dihina seperti itu. Kalau bapak mau pecat saya, saya siap."

Agung melunak melihat mata Icha mulai berkaca-kaca. Lelaki itu menghembuskan nafas panjang. Dia lalu duduk di depan Icha. "Coba jelaskan apa yang terjadi tadi!"

Icha kemudian mulai menceritakan kronologinya. Agung sedikit demi sedikit paham akan sikap Icha yang begitu marah. Orang tua mana yang rela anaknya dihina.

Setelah mendengarkan penjelasan Icha, pemilik kafe itu akhirnya memaafkan Icha. "Ya sudah kali ini saya maafkan. Tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi ya."

"Iya pak, terima kasih sudah memaafkan saya."

"Udah sekarang kamu balik kerja. Kamu kerja di belakang aja, cuci piring, cuci gelas, atau yang lain."

"B...baik pak!" Icha patuh. Dia lalu kembali bekerja.

•••​

Annisa dan satu temannya berdiri di depan ruangan yang akan mereka pakai untuk pembelajaran mata kuliah. Mereka berdua sedang melihat daftar nama mahasiswa yang tertempel di pintu ruangan tersebut.

"Hai Annisa!" sapa seorang laki-laki. Annisa sontak menoleh. Wanita itu mengernyitkan dahinya melihat sosok tersebut.

"Kamu ngapain ada di sini?" tanya Annisa yang terdengar seperti mengusir.

"Loh kan aku kuliah di sini. Kok pake acara nanya aku ngapain di sini."

"Iya maksudku kelasmu itu dimana? Kamu kesasar di kelas orang."

"Ih, siapa yang kesasar? Orang aku juga ada di kelas ini kok."

"Apa?!" Annisa terkejut. Dia sontak mengecek satu per satu nama-nama mahasiswa yang terdaftar di mata kuliah tersebut dari atas sampai bawah.

Sampai akhirnya dia menemukan sebuah nama yang sangat familiar. Nama yang sekuat tenaga ia lupakan di dalam pikirannya. "Randy Aditya Wibowo."

"Loh kok ada nama kamu di sini?" Annisa melongo sambil menunjuk ke wajah Randy.

"Loh harusnya aku yang nanya begitu. Ini kan mata kuliah semester satu," ujar Randy memberikan alasan.

Annisa terdiam. Memang benar kalau mata kuliah tersebut adalah mata kuliah semester satu, tapi kenapa harus satu kelas dengan Randy?

Dulu hampir semua mata kuliah terabaikan. Itu karena Annisa mengalami cobaan yang sangat berat.

Hamil, dijodohkan, keguguran, dan dikhianati oleh orang-orang terdekatnya. Miris jika diingat-ingat lagi, tapi itu semua sudah menjadi masa lalu. Kini Annisa sudah memulai lembaran baru. Dia bertekad untuk menghapus nama itu untuk selama-lamanya.

Annisa tidak lagi menjawab. Mereka menunggu dengan sabar sampai dosen datang. Setelah datang para mahasiswa berbondong-bondong masuk ke dalam kelas.

Sialnya Annisa malah duduk di sebelah Randy. Lebih tepatnya Randy yang memilih duduk di sebelahnya. Hal itu membuat Annisa kesulitan untuk berkonsentrasi. Itu karena saat dosen sedang menerangkan Randy terus-terusan memperhatikannya.

"Randy, perhatiin dosen jangan liatin aku terus," protes Annisa dengan nada lirih.

"Siapa yang liatin kamu? Aku lagi liatin upil kamu yang nyangkut di bulu hidungmu." Annisa kaget lalu membulatkan matanya. Buru-buru dia gosok-gosokkan lubang hidungnya untuk membuang upil tersebut.

"Hehehe..." kekeh Randy lirih.

Annisa masih terus mengucek hidungnya. "Mana gak ada?" sergah Annisa.

"Hehehe..." Annisa melirik Randy. Dia baru sadar kalau ternyata dia sedang dikerjai oleh lelaki menyebalkan itu.

"Ihhh Randy...sebelll...sebelll...sebelll...!!!" Reflek karena gemas Annisa mencubit pinggang Randy hingga pria itu memekik. "Awww...!!!"

Sontak semua perhatian berpindah pada dua orang yang sedang bertengkar manja itu.

"Hey kalian! Kalo mau pacaran di luar aja sana! Jangan ganggu kuliah saya!" marah dosen killer itu kepada Annisa dan Randy.

Mereka berdua langsung terdiam. Annisa menunduk karena malu berbeda dengan Randy sesekali masih tertawa karena berhasil menjahili Annisa.

"Aduh gawat. Mana aku banyak mata kuliah semester satu yang harus ngulang lagi. Pastilah sekelas terus sama dia."

"Dan kenapa level kejahilannya meningkat seribu persen dari terakhir kita bersama?!"
Annisa mengusap wajahnya frustasi. Dia tidak bisa membayangkan hari-harinya kembali dipenuhi oleh seorang lelaki yang ingin dia lupakan.

To Be Continue...
 
Ahhh... galau tingkat dewa. Plus sekarang jadi sebel sama karakter Ranty. Suhu @Malinksss kebangetan pinter si, untuk menyingkirkan Ranty dari nominasi binik jadi di bikin barbar gitu bocahnya..

Hak... hak... hak...

Btw Thanks updatenya suhu.

#Team Sari Porebeh..


Highlight si satpam :

Sudah-sudah, jangan berteman..

Dasar satpam bego lu ! Hak.. hak.. hak..
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd