Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Part 19. Kartu Mati Ginanjar

"Mama! Nun!" Suara celotehan seorang anak kecil terdengar nyaring di pagi itu membuat pasangan dewasa yang sedang memejamkan mata merasakan sedikit terganggu.

Icha tidur sambil memeluk Randy dari samping dengan kepalanya beralaskan dada bidang lelaki itu. Randy memeluk Icha dengan posesif seolah tidak ada yang boleh merebut wanita itu darinya.

Merasa diabaikan Aira lalu berpindah ke sebelahnya. "Papa! Nun!" teriak Aira sembari menepuk-nepuk pipi ayahnya.

Randy pun terjaga. Dia menatap anaknya dengan mata setengah terbuka. Ingin rasanya langsung beranjak dari situ tapi kulit manusia yang menempel di sekujur tubuhnya membuat Randy enggan untuk melakukan itu.

Rasa nyaman yang ditimbulkan membuat Randy ingin berlama-lama berada dalam posisi itu. "Lima belas menit lagi Aira," ucap Randy sambil kembali memejamkan mata.

Icha? Jangan ditanya lagi. Karena merasa sangat lelah malam tadi, dia benar-benar malas untuk bergerak. Tulang-tulangnya seakan kehilangan pelumas yang membuat dia kesulitan menggerakkan seluruh persendiannya.

Tidak habis akal, Aira meraih botol dot yang berisi air di nakas lalu dengan jahil meneteskannya di telinga Randy. Sontak dengan gerakan impulsif Randy langsung memasang tangannya untuk perlindungan diri. "Eitsss...eitsss...eitsss..." Randy bergerak seolah-olah ada seseorang yang menyerangnya.

Melihat apa yang dilakukan ayahnya membuat Aira tertawa terbahak-bahak. Randy pun menegakkan tubuhnya untuk duduk. Bibirnya manyun terlihat kesal dengan tingkah lucu Aira pagi ini. "Uhhh...anak papa udah bisa ngeprank ya sekarang!" ujar Randy sambil mencubit pipi mungil anaknya itu.

Gerakan Randy yang tiba-tiba membuat Icha akhirnya terjaga juga. Ia meregangkan tangannya langsung mencari keberadaan Aira seperti biasa yang ternyata ada di atas kepalanya.

"Selamat pagi, sayang." Icha tersenyum seraya jari tangannya menggelitik perut Aira. "Mama! Ja!" ucap Aira yang berusaha memberi tahu kalau ibunya harus berangkat bekerja.

Icha yang semula bermalas-malasan terpaku menatap jam dinding. "Astaghfirullah, Randy. Aku terlambat kerja!" pekik Icha langsung melompat dari kasur dengan keadaan telanjang bulat. "Apa Cha?! Kerja?" Pertanyaan Randy sama sekali tidak diindahkan oleh Icha.

Aira melihat ibunya berlari tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya sambil tertawa. Dia merasa lucu atas apa yang dilakukan ibunya.

"Cha, maksudnya apa kamu kerja?" tanya Randy saat Icha dengan terburu-buru merias wajahnya di depan cermin.

"Aku gak bisa cerita sekarang Ran! Aku udah telat." Icha lalu menggulir ponselnya mencari kontak sang atasan. Berusaha meminta maaf karena dirinya akan datang terlambat.

"Kamu juga kuliah kan Ran?" Randy mengangguk. "Aku ikut mata kuliah kedua aja deh, udah telat juga." Icha melotot tidak terima. Enak sekali Randy bisa memilih untuk ikut atau tidak ikut kuliah. Dulu Icha saja jarang sekali absen dalam mengikuti mata kuliahnya, Randy bisa-bisanya berbuat sesuka hati.

"Kamu kerja dimana? Terus Aira sama siapa?" tanya Randy lagi. "Aku kerja di kafe deket kampusmu. Kalo Aira aku titipin sama ibu Sri yang punya warung di pojok gang.

Randy mendelik berusaha protes dengan Icha. Mereka terlibat argumen yang cukup menyita waktu. Randy tidak habis pikir Icha dengan tega menitipkan Aira pada orang yang baru saja dikenal. Meskipun Icha sudah menjelaskan, Randy masih keukeuh menolaknya.

"Biar Aira sama aku aja." Icha memijat pelipisnya karena perdebatan yang tak kunjung usai. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 lebih.

Tidak mau ambil pusing lagi, Icha akhirnya mengangguk. Wanita itu tahu Randy bisa dipercaya meskipun belum menemukan cara bagaimana Randy bisa melaksanakan kegiatan perkuliahan sambil mengasuh Aira. Itu bukan urusan Icha lagi.

Setelah semua siap, mereka lalu berangkat. Icha sampai di kafe tempat ia bekerja pada pukul setengah 9. Terlambat dan dia akan menghadap kepada pak Agung selaku owner dan meminta maaf atas keterlambatannya.

Ini juga karena ulah Randy yang semalam menggempurnya habis-habisan. Lelah membuatnya bangun kesiangan. Apalagi paginya pelukan Randy membuat dirinya kesulitan untuk membuka mata.

Randy memarkir motornya di area parkir kampus. Dia membawa dua buah tas. Tas gendong yang berisikan peralatan kampus yang jarang ia pakai, dan tas bopong yang menjadi tempat untuk membawa Aira.

Saat berjalan menuju area kampus seluruh mata tertuju pada Randy. Kali ini bukan karena ketampanannya tetapi karena heran dengan apa yang dibawa oleh pria itu. Tanpa rasa malu sama sekali Randy membawa Aira di depan badannya. Aira tertawa kegirangan karena baru pertama kali ke tempat itu.

Ada yang berbisik-bisik dengan sangat antusias karena seperti mendapatkan sebuah gosip baru. Ada yang mendekat dan menggoda anak manis itu karena merasa gemas. Randy terus melenggang ke kelas dimana dirinya melaksanakan perkuliahan.

Saat masuk ternyata perkuliahan sudah dimulai. Kembali semua sorot mata tertancap di tubuh bagian depan pria itu. Tak terkecuali Annisa yang paling terkejut melihat mereka berdua.

"Te!" (Tante!) ucap Aira senang sambil mengepakkan tangan dan kakinya. Anak itu tidak lupa padanya. Walaupun sudah beberapa bulan tidak bertemu tetap rasa sayang yang dulu Annisa tinggalkan masih berbekas di hati anak kecil itu.

Ingin rasanya bangkit dan mendekap Aira, namun Annisa urungkan karena pasti akan menambah kecurigaan teman-temannya di sana. Apalagi fokus pandangan mereka kini berpindah kepada dirinya.

Perlu diketahui, teman sekelas Annisa adalah mahasiswa baru karena Annisa yang mengulang semester sebelumnya akibat masalah yang ia alami di masa lalu yang membuat kuliahnya terbengkalai. Itu juga sebabnya dia bisa sekelas dengan Randy.

"Kamu! Kenapa bawa anak kecil masuk ke kelas saya?!" kelakar dosen yang sedang mengajar.

"Gak ada yang jagain bu! Jadi saya bawa aja ke sini. Kalo ganggu mending saya keluar deh." Dosen wanita itu geleng-geleng kepala. "Ya sudah, kamu duduk sana!" perintah bu dosen yang langsung dipatuhi oleh Randy.

Dia duduk empat kursi dari tempat Annisa duduk. Beberapa kali Annisa tergugu dengan sikap Aira yang berusaha mencari perhatian kepadanya.

Selesai perkuliahan Randy menghampiri Annisa yang berjalan cepat di depannya. Dia berusaha menghindar tetapi gagal. Aira justru mengulurkan tangannya ke arah Annisa. "Te!" Wanita itu menoleh. Tak tega dengan raut wajah Aira yang setengah merengek akhirnya anak itu sekarang sudah berpindah ke gendongan Annisa. Aira tersenyum senang.

"Aira mau ikut kuliah ya? Biar pinter?" ucap Annisa sembari mengecup pipi gembul anak itu. "Atetete..." gumam Aira tidak jelas membuat Annisa terkikik.

Tentu saja saat itu mereka jadi pusat perhatian. Mereka sudah seperti pasangan suami istri dengan anak yang menggemaskan.

"E...eh...eh...liat tuh! Itu kan Annisa sama Randy! Mereka ngapain kok bawa anak ya?" hardik mahasiswi bernama Aulia.

Secara otomatis kedua temannya yang berjalan bersama menoleh ke arah yang ditunjuk. "Gila...gila...gila...ini sih gosip panas. Ternyata mereka punya anak! Anaknya udah lumayan gede lagi. Gila...gila...gila...bukannya Annisa itu pacarnya kak Justin ya? Kok dia bisa punya anak sama Randy?! Gila...gila...gila...!!!" Sandra yang melihatnya terdengar sangat heboh.

"Eh, belum tentu juga itu anak mereka. Bisa jadi itu adiknya Randy," ungkap Aulia mencoba mengambil kesimpulan.

"Mana mungkin itu adiknya Randy, fix itu mah anaknya mereka berdua. Wah skandal nih skandal!" ujar Sandra tak mau kalah.

"Tau darimana?"

"Liat aja tuh anaknya nggelayut sama Annisa. Mukanya mirip Randy, Randy juga bawa tas gendong bayi kan. Mana mungkin adiknya Randy bisa seakrab itu sama Annisa."

"Cin! Gimana tanggapan lu?! Kok dari tadi diem aja?" Cindy menatap malas ke arah temannya. Tentu saja kalau sekarang moodnya berada pada posisi normal dia akan ikut menggibah Annisa.

Dia tidak akan segan-segan untuk merekam dan menunjukkannya pada Justin, salah satu lelaki yang ia incar di kampus ini. Tetapi sekarang moodnya ada pada level terendah. Dia pusing memikirkan bosnya yang sudah mendapatkan wanita baru sehingga dirinya merasa tersisihkan. Pendapatan sampingannya menjadi hilang.

"Udah, gue lagi gak mau ngurusin urusan orang lain." Cindy lalu pergi begitu saja membuat kedua temannya menggaruk kepala bingung.

Randy mengajak Annisa dan Aira pergi ke kafe Icha bekerja. Di sana mereka memesan makanan. Aira berada di pangkuan Annisa. Wanita itu celingak-celinguk mencari seseorang.

"Ah, itu dia!" batin Annisa. Ia lalu bangkit sambil membawa Aira ke tempat sosok itu berada.

"Hai kak!" sapa Annisa yang membuat Icha yang sedang mengecek catatan pesanan sontak mengangkat kepalanya. "Annisa! Aira!" ungkap Icha tersenyum lebar di balik maskernya.

"Ma!" pekik Aira yang tahu sosok di depannya adalah mamanya sendiri. Icha tidak bisa berbuat apa-apa selain melambaikan tangan ke arah anaknya yang lucu itu. "Hai, mama lagi kerja sayang. Kamu sama tante Annisa dan papa dulu ya, eh...emm...maksudnya sama om Randy," ucap Icha gugup dan tidak enak dengan Annisa karena menyebut Randy dengan sebutan papa kepada Aira.

Annisa hanya tersenyum tipis. "Eh..***k papa Aira sama kamu? Kakak takut dia ngerepotin. Randy mana?" tanya Icha untuk mengalihkan pembicaraan agar tidak terlihat canggung.

"Enggak ngerepotin sama sekali kok kak. Annisa justru seneng ketemu lagi sama ponakan kesayangan. Randy ada di sana." Annisa menunjuk ke arah lelaki yang melambaikan tangan.

"Ya udah kalo gitu kak Icha lanjut kerja aja. Gak usah khawatir, Aira ada di tangan yang tepat," ujar Annisa sedikit bercanda. Icha samar-samar mengangguk.

"Oke Aira. Yuk kita balik sama papa!" ajak Annisa yang membuat Icha menelan ludahnya. "Apa dia bilang? Annisa menyebut Randy papa? Apa Annisa sudah menerima Randy dan Aira sebagai calon anak tirinya?"

Dengan lambaian tangan terakhir mereka pun berpisah. Ada kelegaan di hati Icha karena sikap Annisa yang baik terhadap Aira walaupun dia bukan anak kandungnya. Dalam hati meskipun ada rasa terhadap Randy tapi ia coba untuk mengikhlaskan. Mereka pantas untuk bahagia dan saling melengkapi.

Annisa dan Randy makan siang bersama Aira. Annisa dengan telaten menyuapi anak itu penuh kasih sayang. Icha yang diam-diam mengamati interaksi itu. Ujung bibirnya tertarik di dalam masker yang ia kenakan. Ia lega, setidaknya Aira nantinya akan mendapatkan ibu sambung yang tulus sayang padanya bila Randy sudah menentukan pilihan untuk menikahi perempuan itu.

Icha tidak berharap banyak tentang hubungannya dengan Randy. Dia menyayangi Randy, mungkin mencintainya. Tetapi keadaan tidak memungkinkan untuk mereka bersatu. Terlebih rasa bersalah Icha kepada Annisa yang telah menyembunyikan status ayah kandung Aira dahulu membuat hal itu semakin sulit untuk terwujud.

Setelah makan siang di kafe tersebut, Annisa, Randy, dan Aira kembali mengikuti jam perkuliahan selanjutnya. Tentu saja bersama Aira yang setia di pangkuan Randy. Tidak ada rasa malu sama sekali di hati pria itu meskipun beberapa orang berbisik-bisik tengah membicarakan tentang dirinya.

"Annisa, habis ini kamu mau kemana?" tanya Randy setelah selesai jam perkuliahan.

"Pulang," jawabnya singkat sambil berjalan menggendong Aira yang nyaris tidak mau lepas dari Annisa. "Aku anter ya."

"Gak usah, aku pulang bareng kak Justin aja."

"Apa kamu gak kangen sih sama Aira. Dia kayanya masih mau sama kamu tuh."

Annisa diam saja. Dalam hati membenarkan perkataan Randy. Ditatapnya wajah imut yang berada di gendongannya. Malaikat kecil itu masih betah menggelayut manja, bahkan ketika diminta oleh Randy dirinya menggeleng sambil membenamkan wajahnya di ceruk leher Annisa.

"Ya udah boleh deh. Eh, tapi apa gak bahaya naik motor sambil bawa Aira?"

"Aku gak punya mobil Annisa. Aku bakal hati-hati kok pake motornya." Randy terkekeh. Annisa jadi tidak enak pada Randy. Mungkin pria itu berpikir Annisa keberatan untuk naik motor padahal bukan itu yang ia maksud.

Motor pun melaju dengan kecepatan yang terbilang rendah. Aira terlihat terlelap tidur di pelukan Annisa. Sama sekali tidak terganggu dengan kebisingan di sekitarnya.

"Randy kita mau kemana?" tanya Annisa saat motor masuk ke area sebuah hotel. Otaknya sudah berpikir yang tidak-tidak. Apa yang direncanakan Randy? Jangan-jangan dia mau mengajaknya untuk ena-ena.

"Randy, stop!" perintah Annisa namun Randy hanya menoleh sesaat karena masih berada di atas motor.

"Randy, aku turun di sini! Aku gak mau masuk ke sana." Annisa memukul bahu Randy dari belakang.

Hingga motor sampai di tempat parkir. "Annisa, kita gak akan ngapa-ngapain kok. Aku ada urusan sebentar di sini. Kamu kalo mau nunggu di lobby aja. Aku gak akan lama," ucap Randy berusaha menyingkirkan pikiran buruk yang ada di kepala Annisa.

Wanita itu menurut ketika tangannya ditarik oleh Randy. Entah kenapa dia percaya akan kata-kata lelaki itu. "Pokoknya kalo aku dibawa ke dalam kamar aku langsung balik!" batin Annisa menyusun rencana bila Randy nekad.

Mereka berjalan ke arah restoran hotel tersebut. "Kamu mau nunggu di lobby apa mau ikut aku?" Randy menatap manik mata Annisa. "Aku ikut!" Annisa menjawab cepat. Dia mempercepat langkahnya mengimbangi Randy.

Di restoran Randy langsung melangkah ke arah kasir. "Mbak, maaf sekitar seminggu yang lalu saya kehilangan handphone di sini kira-kira bisa cek cctv gak? Siapa tau ada yang ambil," ucap Randy berbohong.

"Waduh kalau untuk cctv harus minta persetujuan pihak owner dulu mas. Kita gak ada wewenang untuk akses cctv," balas petugas kasir tersebut.

Tampak raut kekecewaan dari Randy. "Ya udah mbak, makasih kalo gitu." Randy kembali menghampiri Annisa dan Aira. Perempuan yang sedang menggendong anak kecil itu ingin bertanya tetapi entah kenapa tidak ada yang keluar dari mulutnya.

Saat hendak pergi meninggalkan restoran itu tiba-tiba ada yang memanggil Randy. Mereka bertiga kompak menoleh ke arah sumber suara.

Terlihat seorang wanita muda dengan perut membuncit datang menghampiri mereka. "Randy kan?!" tanyanya memastikan. Randy hanya mengangguk lupa-lupa ingat. Wanita itu tersenyum sumringah.

"Hai, masih ingat aku?" Randy mengamati wajah yang tampak familiar itu. "Ajeng ya?" tebak Randy yang langsung mendapat pelukan hangat dari perempuan itu.

Annisa memutar bola matanya jengah. Tak tahu kenapa dia tidak suka dengan sikap wanita itu yang main peluk dengan Randy.

"Wahhh...Randy ternyata masih ingat aku!" ujar Ajeng melepaskan pelukan. "Kamu apa kabar? Masih jadi model atau..." Sekali lagi Randy menginspeksi Ajeng dari atas hingga bawah, setelah itu fokus ke perutnya.

"Enggak Ran. Aku lagi stop dulu sama dunia modelling. Mau fokus sama kehamilan aku."

"Kamu udah nikah? Kok gak kabar-kabar sih?"

"Ya elah, aku udah ngabarin tapi nomermu udah gak aktif. Aku cari di Jakarta ternyata kamu ada di sini," ucapnya memberikan alasan.

"Hehehe...iya nomerku ganti sama hpku juga rusak dibanting sama mertua," jawab Randy sambil menyunggingkan cengiran ke arah Annisa.

Meskipun Annisa tidak tahu kejadian itu tetapi Randy seolah mengingatkan tentang Adibah yang membanting ponselnya dulu karena di hp Randy ada rekaman percakapan antara Adibah dan kiai Jamal.

Ajeng pun lalu melirik ke arah Annisa. "Ini istri kamu?" tanya Ajeng sedikit terkejut.

"Buk..." jawab Annisa yang terpotong oleh perkataan Randy.

"Iya, dia istri aku jeng." Annisa mendelik menatap Randy, tapi urung ia protes. Randy dengan percaya diri merangkul bahu Annisa.

"Dan ini anakmu? Wah udah besar yah. Umur berapa?"

"Umur 1 tahun lebih jeng."

"Wow serius? Kalian nikah pas SMA? Atau..." Tiba-tiba Ajeng menghentikan ucapannya. Dia sadar sudah kepo terlalu jauh.

"Emm...maaf yah, gak maksud apa-apa kok. Ehh...kamu ada urusan apa ke sini?" tanya Ajeng berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Aku mau cek cctv di kafe ini. Beberapa hari yang lalu aku ninggalin sesuatu di sini. Tapi kayaknya gak boleh deh, harus minta ijin sama ownernya dulu."

"Wah, kebetulan sekali ownernya kan aku, hehehe..."

Randy terkejut sekaligus senang. "Serius kamu?!"

"Maksudnya suamiku ownernya. Kalo kamu mau minta ijin biar aku yang sampein." Randy mengangguk. Dia benar-benar beruntung.

Dengan ini dia bisa tahu siapa yang menaruh obat perangsang di minuman Sari sekaligus sebagai bukti bahwa Ginanjar telah melakukan tindakan kriminal dengan melakukan percobaan pemerkosaan.

Ajeng kemudian menghubungi seseorang melalui ponselnya. Tak berselang lama Randy diajak menuju ruang monitoring cctv. Randy benar-benar beruntung memiliki kenalan seorang Ajeng yang kebetulan menikah dengan owner pemilik restoran tempat kejadian perkara.

Randy diberikan akses penuh cctv. Ya, rekaman yang ia cari ketemu. Dia lalu mengcopy rekaman itu ke ponsel miliknya, dari mulai di dapur restoran, di meja Ginanjar dan Sari, hingga saat Ginanjar membawa Sari ke kamar hotel. Selain itu Randy juga mendapatkannya nama pegawai yang menaruh obat perangsang tersebut ke minuman Sari. Dengan begini Ginanjar tidak akan macam-macam kalau tidak mau nama baiknya tercoreng karena percobaan pemerkosaan itu.

"Sip, makasih banyak yah Jeng." Randy tersenyum sumringah karena telah berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang memberatkan Ginanjar.

"Sssttt..." Tiba-tiba tangan Randy dicegat oleh Ajeng. Randy menatapnya heran. "Ran, aku kangen sama kamu," bisik Ajeng di telinga Randy. Untung saja Annisa tidak ikut masuk ke ruangan tersebut. Hanya Randy dan Ajeng.

"Yeah, aku juga kangen Jeng."

Cuppp...

Ajeng mencium bibir Randy secara spontan. Randy terkejut namun berhasil mengendalikan diri. "Hubungi aku kalo ada waktu ya. Hitung-hitung sebagai balas jasa aku udah bantu kamu," ujar Ajeng tersenyum manis.

"Emm...gimana sama suamimu? Aku gak mau dapet masalah karena bawa istri orang," ungkap Randy yang dibalas kekehan dari Ajeng.

"Kamu tenang aja Randy. Dia sedang sibuk sama istrinya yang lain." Randy mengernyitkan dahinya heran. "Aku hanya istri siri. Istri simpanan."

Randy terkejut mendengar ucapan Ajeng. Bagaimana bisa dia menjadi istri simpanan? Apakah semua yang berprofesi model punya kehidupan yang seperti itu? Apakah itu juga yang dialami kakaknya, Ranty? Ah, mengingat nama kakaknya membuat moodnya turun.

Randy menggeleng cepat untuk menghilangkan bayangan Ranty di kepalanya. "Oke deh, simpan aja nomerku." Mereka lalu bertukar nomor telepon.

Setelah itu mereka berpisah. Randy menemui Annisa di lobby hotel. "Lama amat sih Ran! Aira nangis terus, kayaknya dia pengin minum susu deh."

Randy menepuk jidatnya sendiri. Dari tadi botol susunya ada di tas yang ia gendong. "Sorry, lupa hehehe..." Randy kemudian mengeluarkan botol susu Aira di dalam tasnya.

Annisa dengan sigap layaknya seorang ibu membuatkan susu untuk Aira. Randy hanya memperhatikan cara Annisa mengasuh anaknya. "Annisa!" panggil Randy. Wanita itu menoleh.

Cuppp...

Tanpa permisi Randy mengecup kening Annisa membuat wajah Annisa mendadak panas. Matanya melotot, lidahnya kelu saat berusaha untuk memprotes. Alhasil tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

"Aku cinta kamu!" ucap Randy sembari tersenyum manis.

To Be Continue...
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd