Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Part 45. Keduanya Selamat

PERINGATAN : PART INI BERISI ADEGAN KEKERASAN! SKIP BILA MERASA TIDAK NYAMAN.

Blammmppp...!!!


"Argkkkhhh...!!!" Ikhsan tersungkur ke lantai setelah sebuah benda tumpul tepat menghantam leher belakangnya.

Bakkk...bughhh...!!!

Tak kalah mengenaskan, giliran Arif yang kena pukulan hingga jatuh terduduk.

"Adududuhhh...ampunnn...!!!" Arif memohon sambil melindungi kepalanya.

Annisa mengerjapkan matanya. Pandangannya masih mengabur tertutup oleh air mata. Saat ketika air mata itu telah tersapu oleh kelopak matanya, Annisa tahu siapa yang menolongnya.

"Kak Icha!" pekik Annisa penuh rasa syukur.

Icha menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, memberi isyarat agar tidak terlalu membuat suara.

Icha kemudian mencoba melepaskan ikatan di tangan Annisa. Ikatannya sangat kuat, Icha berusaha mencari cara agar ikatan itu terlepas.

Ia melihat sebuah gunting terjatuh di atas lantai. Gunting yang sebelumnya digunakan untuk memotong tali bra milik Annisa.

Srakkk...srakkk...

Ikatan tali marlon itu cukup sulit untuk dipotong, namun setelah beberapa detik akhirnya Icha berhasil. Dia melakukannya di semua ikatan di tubuh Annisa.

"Eh, anjing sialan lu!" Ikhsan yang berhasil pulih berdiri sambil memegangi lehernya.

Icha dan Annisa buru-buru kabur dari situ. "Pake jaket kakak, Annisa!" Icha menyerahkan jaket yang ia kenakan untuk menutupi ketelanjangan dadanya.

Setelah gagal menghubungi Randy, Icha memutuskan untuk melakukan tindakan sendiri. Berbekal kiriman lokasi terkini dari Annisa, Icha dapat menemukan tempat mantan adik iparnya itu disekap.

Icha dan Annisa berlari di tengah pepohonan rimbun. Namun langkahnya kalah cepat dengan Ikhsan yang berhasil memangkas jarak.

"Annisa, kamu pergi sekarang. Lari yang cepet! Biar kakak yang nahan dia."

"Enggak kak, Nisa gak mau ninggalin kakak di sini. Kita harus selamat sama-sama," ucap Annisa di sela-sela nafasnya yang tersengal-sengal karena berlari.

"Kalo kita kabur sama-sama, kita berdua gak akan selamat." Langkah Icha mulai memelan hingga akhirnya berhenti.

"Ayo, kak. Kenapa berhenti?!" Annisa semakin panik karena Ikhsan sudah terlihat dari kejauhan.

"Pergilah, Annisa. Kalo nanti kakak gak balik, kakak titip Aira sama kamu, yah." Icha tersenyum seraya berbalik untuk menahan Ikhsan.

"Cepat pergi, Annisa...!!!" Seru Icha dengan suara setengah membentak.

Mau tidak mau Annisa dengan berat hati kembali berlari. Sungguh saat itu Annisa tidak dapat berpikir jernih, kenapa dia harus berlari, kenapa dia meninggalkan Icha begitu saja.

Bahkan Annisa sama sekali tidak tahu alasan mengapa mantan kakak iparnya itu sebegitu kerasnya menolong dia.

Kembali ke Icha, dia mundur secara perlahan saat Ikhsan mendekat dengan tatapan membunuh. Wajahnya merah bukan lagi karena menahan birahi namun karena menahan amarah yang luar biasa.

Icha memasang kuda-kuda. Meskipun dia sama sekali tidak pernah belajar bela diri, tapi tidak ada salahnya mencoba melawan.

Nothing to lose, jika dirinya kalah dan mungkin tidak akan bisa menatap dunia ini lagi, dirinya tidak akan pernah menyesal.

"Mau kemana lu! Dasar pengganggu. Cuihhh...udah dibilangin jangan kasih tau orang lain masih ngeyel."

Ikhsan semakin mendekat. "Berhubung Annisa udah kabur, lu yang bakal terima akibatnya." Mata Ikhsan menurun kemudian naik lagi.

"Lumayan juga nih cewek. Gak beda jauh sama Annisa, daripada enggak sama sekali," batin Ikhsan.

Ketika jarak mereka sudah memasuki satu meter, dengan kekuatan penuh Icha mendorong dada Ikhsan. Ikhsan yang tidak siap hampir terhuyung ke belakang. Namun karena kekuatan Icha yang tidak seberapa, Ikhsan dengan mudah mampu menahannya.

Icha tidak habis akal, posisi Ikhsan yang tidak seimbang dimanfaatkan Icha untuk melayangkan pukulannya tepat di hidung lelaki itu hingga berdarah.

Bughhh...!!!

"Arrrggghhh...!!!" pekik Ikhsan berjongkok sambil memegang hidungnya yang banjir darah.

Semakin marahlah Ikhsan dibuatnya. Dia pun berdiri, dengan mata melotot tajam dia melayangkan tangannya ke arah pipi Icha.

Bughhh...!!!

Bukan sekedar tamparan tapi lebih mengarah ke pukulan karena tangan Ikhsan yang mengepal membuat Icha jatuh tergeletak di atas tanah.

"Awhhh...!!!"

Icha memegangi pipinya yang perlahan mulai membiru. Tanpa ada rasa bersalah telah memukul seorang perempuan, Ikhsan kembali menganiaya Icha hingga beberapa kali sampai wanita itu tidak berdaya.

•••

Annisa terus berlari, berkali-kali pandangannya mengarah ke belakang takut ada orang yang mengejarnya sehingga matanya tidak fokus dengan apa yang ada di depan langkahnya.

Sssrrreeeggg...!!!

Tanpa diduga seseorang menangkapnya dengan posisi memeluk. Sontak saja Annisa langsung panik dan memberontak berusaha melepaskan tangan besar itu.

"Aaaa...tolong lepasin! Tolong...!!!" Annisa berteriak meminta pertolongan. Mulutnya langsung dibungkam oleh orang tersebut.

"Sssttt...!!! Diem Annisa! Ini kakak!" Annisa lantas diam. Matanya melotot melihat siapa yang membekapnya barusan.

"Kak Justin!" batin Annisa.

Setelah tenang, Justin kemudian melepaskan pelukannya pelan. Terasa nafas Annisa yang memburu setelah berlari cukup jauh.

"Kak Justin. Kenapa bisa ada di sini?" tanya Annisa masih mengatur nafasnya.

Flashback on...

Setelah semua perlengkapan siap, Randy dan Justin kemudian masuk ke dalam bus.

Saat itu entah kenapa perasaan Randy tidak menentu. Awalnya dia mengira ini hanyalah perasaan nervous karena sebentar lagi dia akan bergabung dengan timnas untuk mewakili Indonesia di ajang sea games.

Ketika duduk bersebelahan dengan Justin, Randy meminjam power bank untuk mengisi daya ponselnya yang mati total.

Hanya berselang beberapa menit, ponsel Randy menyala dan amat sangat terkejut melihat puluhan notifikasi pesan dan panggilan tidak terjawab dari Icha.

Dengan wajah khawatir Randy membuka isi pesan tersebut. Tidak ia baca seluruhnya, namun intinya sudah dapat ia tangkap.

"Randy, Annisa dalam bahaya!"

"Dia mau menemui seseorang yang merekam video kamu sama Annisa!"

"Aku punya firasat buruk."

"Randy! Tolong angkat telfonnya!"

"Aku kirim kamu lokasi yang dibagi Annisa. Aku harap kamu cepat buka pesan ini!"

"Jangan sampai kamu menyesal kehilangan Annisa!"


"Shittt...!!!" umpat Randy. Tanpa jeda dia langsung beranjak dari kursinya dan berlari keluar bus.

"Woy, Randy! Lu mau kemana?! Busnya bentar lagi berangkat!"

Justin mengejar Randy yang sama sekali tidak memperdulikan ucapan Justin sama sekali. Bahkan dia tidak peduli lagi dengan pelatnas. Yang dia pikirkan hanyalah keselamatan Annisa.

Dalam hati Randy menyesal tidak tahu hal ini sejak awal. Annisa telah berkorban banyak untuknya tetapi dia dengan sangat tidak peka justru memikirkan hal negatif tentang Annisa.

Secara kebetulan Randy menemukan sebuah taksi yang sedang ngetem di terminal itu. Dia buru-buru memesan ke tempat tujuan.

"Randy, lu mau kemana?" cegah Justin menahan pintu taksi agar tidak tertutup.

"Gak ada waktu Justin! Ini menyangkut Annisa. Lu mau ikut apa enggak?! Kalo enggak mending lu balik sana!"

Mendengar nama Annisa disebut, Justin langsung ikut masuk ke dalam taksi. "Ayo, pak! Jalan cepet!" perintah Justin tanpa kompromi.

Taksi pun dipacu dengan kencang ke lokasi yang dikirimkan oleh Icha.

Flashback off...

"Terus sekarang Randy dimana?" tanya Annisa celingak-celinguk karena Justin datang sendirian.

"Tadi dia lari kenceng banget ke arah sini, gila. Lebih cepet daripada pas dia latihan sprint. Emang kamu gak papasan sama dia?"

Annisa hanya menggelengkan kepalanya. Namun sesaat kemudian matanya membulat.

"Kak, kita balik ke sana. Aku punya firasat buruk," ucap Annisa lalu menarik tangan Justin untuk ikut dengannya.

•••

Icha sudah terkapar bersimbah darah. Nafasnya semakin melemah. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak pertanda kesadarannya sudah hilang sepenuhnya.

Ikhsan sang pelaku menatapnya tidak percaya. Dia tak menyangka sudah berbuat terlalu jauh. Emosinya telah menguasai seluruh saraf di tubuhnya sehingga secara tidak sadar melakukan tindakan tanpa memikirkan akibatnya.

"Astaghfirullah, San! Dia gak gerak, San! Cewek itu dah mati!" ujar Arif yang menyusul Ikhsan. Dia memegangi kepalanya dengan kedua telapak tangannya. Wajahnya pucat luar biasa.

"Diem lu! Jangan nakut-nakutin gue! Sekarang mending kita mikirin gimana ngurusin ini cewek." Ikhsan sudah tidak lagi memikirkan nafsunya yang menurun drastis.

Dia benar-benar takut jika masalah ini sampai ke polisi. Arif masih mematung di tempatnya. Dia tidak menyangka rencananya akan menjadi pembunuhan.

Ikhlas akan beranjak mendekati wanita itu namun suara bariton mengurungkan niatnya.

"Ichaaaa...!!!" Seorang pria berlari ke arah perempuan yang tergolek lemah tak berdaya.

Arif dan Ikhsan pun mundur beberapa langkah. Randy membalikkan badan Icha. Matanya memanas melihat kondisi Icha yang sudah sangat memprihatinkan.

"Icha," panggil Randy lirih. Wanita itu sama sekali tidak merespon. Tangan Randy bergetar saat tetesan darah mulai melumuri telapak tangannya.

Pandangannya terangkat ke atas. Mendadak lapisan energi yang menyelubungi area tak berpenghuni itu menjadi sangat menyeramkan. Mata Randy memancarkan aura pembunuh yang siap untuk menguliti targetnya.

Suasana saat itu mendadak berubah mencekam. Randy meletakkan tubuh Icha kembali di atas tanah. Perlahan Randy berdiri dan berjalan mendekati Ikhsan yang wajahnya sudah ketakutan.

Dari berjalan itu berubah menjadi lari dan lari semakin cepat sampai-sampai Ikhsan tidak sadar Randy sudah berada tepat di hadapannya.

"B*jingannnn...!!!"

Braaaakkkk...

Craaaakkkk...


Sebuah pukulan super keras masuk ke wajah Ikhsan, tepat di ujung hidungnya yang membuat lelaki itu langsung tersungkur di atas bumi.

"Aarrrkkhhh...gggkkkk..."

Sebuah pukulan yang merubah sebagian bentuk wajahnya. Bahkan suara retakan tulang terdengar sangat memilukan.

"Errr...errr...errr..." Ikhsan tidak mampu berbicara. Hanya telapak tangannya yang membuka lalu menutup seolah sedang merasakan sakit yang luar biasa.

Wajahnya penuh dengan darah. Gigi bagian depan sudah tanggal semua. Tulang hidungnya hancur dan masuk ke dalam.

Tidak puas sampai di situ, Randy kemudian menindih Ikhsan lalu secara membabi-buta melayangkan pukulan bertubi-tubi ke arah wajah dengan menggunakan genggaman tangan dan sikutnya.

Bakkk...bukkk...bakkk...bukkk...

Ikhsan sudah tidak sadarkan diri namun tidak ada tanda-tanda Randy akan menghentikan aksinya.

Baghh...bughh...baghh...bughh...

Arif sangat amat ketakutan. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana temannya sekarat dibuat oleh Randy.

"R...Randy psikopat," batin Arif. Dia tidak berani bersuara sama sekali. Dia tidak mau menjadi korban selanjutnya.

Di saat yang bersamaan Annisa dan Justin sampai di tempat kejadian. Mereka terkejut melihat yang dilakukan Randy.

"Randy...!!!" Annisa hendak berlari ke arah Randy namun bahunya ditahan oleh Justin.

"Jangan Annisa! Dia bukan Randy yang kamu kenal," cegah Justin.

"Aku tau, kakak tenang aja..." jawab Annisa merasa yakin. Dia menurunkan tangan Justin kemudian berlari ke arah Randy.

Baghh...bughh...baghh...bughh...

"Randy, stop!" pekik Annisa sambil memeluk Randy dari belakang.

Bukannya berhenti, Randy justru memberontak. "Lepas! Gue mau dia mati! Mati! Mati!"

Baghh...bughh...baghh...bughh...

"Jangan Randy! Jangan bunuh dia. Aku gak mau kamu dipenjara, aku sayang sama kamu, aku CINTA SAMA KAMU!"

"..."

Mendadak suasana jadi sunyi. Yang ada hanya deru nafas dari dua anak manusia itu. Randy telah menghentikan pukulannya.

Tampak perlahan kesadarannya mulai muncul dan akal sehatnya kembali mampu menguasai dirinya.

Annisa membenamkan wajahnya di bahu lebar Randy sambil terisak. Tentu saja pemandangan itu tidak luput dari penglihatan Arif.

Jujur, Arif sangat iri dengan lelaki yang sedang dipeluk dari belakang oleh Annisa. Wanita yang ia cintai justru mencintai orang lain. Ternyata rasanya sesakit ini.

"Aku juga cinta sama kamu, Annisa." Randy berbicara tanpa menoleh ke arah Annisa. Randy tidak ingin Annisa melihat kelemahannya.

Dengan tangan berlumuran darah, Randy melepaskan lingkaran tangan Annisa di tubuhnya kemudian berdiri mendekati Arif.

"Randy," ucap Annisa lirih khawatir jika pria itu akan menyakiti Arif. Randy hanya menunjukkan jempolnya tanda semua akan baik-baik saja.

Badan Arif gemetaran ketika didekati Randy. Wajahnya sudah memucat begitu ketakutan. Dia hanya mampu duduk bersandarkan pohon hampir menangis.

"A...ampun Randy. Ja...jangan bunuh aku. Aku minta maaf."

Randy menarik kerah baju Arif. "Lu!" Arif memejamkan matanya kuat sambil merapalkan doa.

"Kali ini gue maafin, tapi kalo sampe video itu kesebar, lu orang pertama yang bakal nyusul temen lu itu," ujar Randy seraya menunjuk ke arah Ikhsan yang tidak bergerak.

"Hah, ta...tapi aku gak nyimpen videonya. Yang nyimpen videonya itu si Ikhsan."

"GUE GAK PEDULI!" bentak Randy membuat Arif seketika bungkam.

Memilih untuk mengangguk saja karena itu keputusan paling aman untuk saat ini. Meskipun dia tidak tahu Ikhsan menyimpan video tersebut dimana dan siapa saja yang sudah mengetahuinya.

Randy melepaskan kerah baju Arif. Sejenak diam. Randy ingat sesuatu. "Icha!" Dia langsung berbalik mencari wanita itu, namun nihil.

"Icha dimana?" tanya Randy panik.

"Kak Icha udah dibawa ke rumah sakit sama kak Justin," jawab Annisa.

Randy merasa sedikit lega. Ternyata sahabatnya itu bisa diandalkan juga. Tanpa pikir panjang Randy dan Annisa pergi menyusul Justin ke rumah sakit.

"Urus temen lu itu sebelum dia bener-bener mati," kata Randy pada Arif sebelum mereka pergi.

•••

Di depan UGD, Justin berdiri bersandar di tembok sambil bersedekap ketika Randy dan Annisa datang.

"Gimana kondisi Icha?" tanya Randy dengan panik.

"Dia lagi ditangani dokter."

Randy duduk di kursi yang disediakan di sana. Mengusap wajahnya kasar, tidak peduli tangannya masih ada noda darah meskipun sudah ia lap dengan bajunya.

Menunggu dengan cemas di balik tembok itu sama sekali tidak menyenangkan. Randy tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam, bagaimana Icha berjuang untuk bertahan hidup. Ingin sekali dia masuk dan memberikan Icha kekuatan tapi tidak bisa.

Annisa pun demikian. Dia orang yang paling dirundung rasa bersalah. Jika saja dia tidak datang ke tempat itu maka semua ini tidak akan terjadi. Kalau saja bisa, Annisa ingin menggantikan posisi Icha di dalam sana.

"Gue mau ngopi dulu," ucap Justin lalu pergi meninggalkan Randy dan Annisa berdua. Hal itu ia lakukan untuk memberikan ruang bagi mereka.

Setelah kepergian Justin suasana hening. Belum ada yang memulai pembicaraan. Sampai satu kata dari bibir Annisa mampu menaikkan pandangan Randy.

"Maaf..."

"Maaf karena aku semuanya jadi begini."

"Maaf karena aku ninggalin kak Icha di sana."

"Harusnya aku yang ada di posisi kak Icha sekarang."

"Maaf karena..."

"Ssssttt..." Randy meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Annisa.

"Aku tau semuanya. Aku tau Icha bakalan ngelakuin itu. Dan aku juga tau Icha gak akan menyesali apa yang udah dia lakuin buat kamu."

"Jadi berhenti nyalahin diri kamu sendiri. Sekarang kita cuma bisa berdoa buat keselamatan Icha."

Merekapun berpelukan. Hangat jiwa Annisa ketika merasakan tubuhnya didekap oleh Randy. Sudah sebulan lamanya dia tidak merasakan itu.

Ketika mereka sedang berpelukan, datang dua orang membawa anak kecil. Mereka adalah pak Karso, ibu Sri dan Aira di gendongannya.

Sebelumnya ibu Sri terus menerus menelfon Icha karena anaknya tiba-tiba saja menangis tanpa alasan yang jelas dan tidak berhenti-henti.

Tapi setelah diangkat justru seorang laki-laki yang menjawab dan mengatakan bahwa Icha sedang dirawat di UGD. Karena itulah mereka langsung bergegas ke rumah sakit itu.

"Papaaaa...!!!" rengek Aira yang menangis sambil mengulurkan kedua tangannya pada sang ayah.

Randy pun langsung menyambutnya. Meskipun untuk sesaat ibu Sri mencoba menahan Aira agar tidak berpindah tetap saja Aira ngotot ingin digendong ayahnya membuat dirinya akhirnya mengalah.

Randy memeluk Aira dengan penuh kasih sayang. Wajah Aira ia benamkan di ceruk lehernya sambil ia usap punggungnya hingga tangis gadis kecil itu mulai mereda.

"Lepaskan Icha kalo kamu masih sayang sama dia. Kamu gak pantes buat dia. Kamu cuma bisa menyakiti dia. Biarkan Icha suami saya yang urus!" tukas ibu Sri sinis.

"Diam lah nenek tua. Saya tau anda gak peduli sama Icha. Yang anda pedulikan cuma rahim Icha karena rahim anda gak bisa punya anak, kan?" balas Randy tidak kalah sinis.

"Hey, jaga bicaramu kalo ngomong sama orang tua!" Pak Karso tidak terima istrinya dihina tidak bisa punya anak.

"Jangan sembarang kalo ngomong!" sambung ibu Sri merasa tersinggung dengan ucapan Randy.

Pria itu hendak menimpali sebelum pintu ruang UGD terbuka dan muncul seseorang berpakaian putih memakai kacamata dengan wajah lelah.

"Gimana kondisi Icha, dok?!" tanya Randy mewakili semua orang yang menunggu di sana.

"Maaf saya sudah berusaha semaksimal mungkin."

"Tolong, dok. Jangan kayak sinetron. Langsung ke intinya aja!"

Dokter itu menghembuskan nafas dalam sebelum menjawab. Tampak kesal karena perkataannya disela oleh Randy.

"Ibu Icha mendapatkan luka yang cukup serius di bagian kepala. Tapi puji tuhan keduanya selamat."

Semua orang yang ada di situ mengernyitkan dahinya mendengar kalimat terakhir dari dokter tersebut.

"Keduanya maksudnya gimana, dok?"

"Iya, ibu dan anak yang sedang dikandungnya selamat dan dalam kondisi yang stabil."

To Be Continue...

Buat yang mau kasih saran/request sekaligus kasih uang jajan buat author bisa ke link di bawah ya. Gak wajib 😉


https://saweria*co/malinksss
(*) diganti (.)
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd