Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey (Season 3)

Siapa yang akan dinikahi oleh Randy?


  • Total voters
    645
  • Poll closed .
Suhu @Malinksss , thanks for this lovely story, pas pertama baca story jujur ane kebawa banget dengan sang MC dan para heroine, waktu season 1 ane berharap sang MC bisa jadi dengan heroine 1 yaitu kakaknya si ranty, tetapi seiring berjalannya story di season 2 ane jadi berubah untuk mendukung MC dan heroine utama ( menurut ane ) yaitu annisa, dan heroine yang lain yaitu icha, dan lagi2 memasuki season 3 ane tetap mendukung MC dan heroine utama si annisa, dan heroine utama 2 yaitu icha, dan ini cuma masukin aja dari ane yang nubie dan ga ngerti apa2 untuk bikin story kaya gini, ane berharap sih untuk para heroine kalo bisa jangan kesentuh oleh cowo lain sebelum sang MC memutuskan pilihannya jatuh kepada siapa, jujur di update terakhir ane udah agak nyesek, semoga aja heroine utama ga kejadian kena cowo lain, ane emang cuma bisa berharap karena sekali lagi, ini story buatan suhu dan tentunya cuma suhu @Malinksss yang lebih tau kelanjutannya, tapi karena ada sistem vote, kemungkinan story masi panjang, dan ane cuma bisa mengikuti arahnya aja, sambil tetap berharap kalo sang heroine jangan pernah kesentuh oleh cowo lain aja, tetap sukses dalam berkarya untuk bikin story ini ya suhu, maaf kalo komenan terlalu panjang 😁

*Karena ane weaboo komenan ane terkesan kaya story dari anime ya , maaf ya 😁
Kalem suhu, happy ending kok 😅
 
Part 47. Semuanya Berakhir

Icha membuka mata. Dia terbangun di ruang yang cukup sunyi. Di sana, seorang lelaki paruh baya tengah duduk sambil menggulir ponselnya.

"Aduh!" Icha sedikit mengaduh kala mencoba membenarkan posisinya menjadi setengah duduk.

Pak Karso yang menyadari Icha telah terjaga lalu meletakkan ponselnya dan membantu wanita itu. "Nak Icha, udah bangun?" tanyanya.

Icha tidak langsung menjawab. Matanya berpendar ke sekeliling ruangan. Tampaknya pak Karso sadar apa yang Icha cari.

"Nak Randy udah pulang beberapa menit yang lalu setelah bapak sampai sini. Nanti katanya balik lagi." Icha hanya mengangguk untuk menanggapi pernyataannya.

"Kalo Aira dimana, pak?"

"Aira lagi sama ibu di rumah. Kemarin dimarahi sama susternya karena bawa anak kecil ke rumah sakit. Jadi ibu sekarang gak ikut besuk. Nanti gantian sama bapak."

"Gak usah repot-repot, pak."

"Kamu ini kayak sama siapa aja." Pak Karso membuka bungkusan bubur ayam yang dia beli saat hendak ke situ.

Icha melahap setengah porsi saat perutnya mengalami gejolak ingin muntah. "Hoekkk...!!!"

Untung dengan segera pak Karso mengambil tas kresek sebelum makanan itu kembali keluar dari mulut Icha.

Wanita itu lalu meminum segelas air yang disuguhkan oleh pak Karso. Diam-diam memperhatikan Icha yang menampilkan raut wajah sendu. Ia mengelus perutnya sendiri yang rata karena masih trimester pertama.

Tanpa diduga Icha tiba-tiba menggenggam punggung tangan pak Karso dan menatap matanya. Hal itu membuat pak Karso tertegun. "Pak, Icha boleh ngomong sesuatu?"

Meskipun bingung tetapi pak Karso mengangguk. "Bapak janji ya jangan bilang siapa-siapa. Ini rahasia di antara kita." Pak Karso mengangguk untuk yang kedua kalinya.

•••

Pagi-pagi Justin sudah mandi dan menyiapkan sarapan untuk Annisa dan dirinya sendiri. Hari itu tampak cerah dengan jalanan yang dihiasi oleh basahnya air hujan semalam.

Sarapan hari ini hanya berupa oatmeal dan juga susu sapi segar. Berhubung Justin sedang diet ketat agar kondisinya fit saat pelatnas, dia jadi tidak bisa makan yang macam-macam.

Menunggu lama seorang wanita yang masih betah berada di dalam kamar mandi, Justin kemudian menggulir ponselnya. Menghubungi coach Roy dan perwakilan dari manager timnas kalau dirinya dan juga Randy akan terlambat bergabung karena suatu alasan.

Kalau beruntung, dia masih bisa ikut pelatnas tapi jika tidak, paling dia hanya akan dicoret dari squad timnas.

Saat sedang fokus dengan gadgetnya, dari sudut mata Justin menangkap sosok wanita datang dengan memakai kaos kebesaran miliknya dan juga celana hotpants kain bekas mantan pacarnya dulu.

"Selamat pagi, Annisa," sapa Justin sambil tersenyum lebar.

Berbeda dengan Annisa yang kini berwajah merah seperti kepiting rebus. Hari itu tidak seperti biasanya, Annisa tampak sangat canggung dengan Justin. Dia hanya berharap laki-laki itu tidak membahas soal apa yang terjadi semalam.

"Pagi, hehehe..." Annisa cengengesan. Senyumnya sangat jelas dibuat-buat. Wanita itu sampai menggaruk belakang kepalanya demi mengalihkan perhatian Justin dari kegugupannya.

Annisa berjalan menuju tempat duduk tepat di seberang Justin. "Ngapain sih di kamar mandi? Lama amat." Justin menggeser botol berisi susu segar ke arah Annisa.

Wanita itu mengambil botol tersebut lalu menuangkannya ke dalam mangkuk berisi oatmeal. "Maklum lah, kak. Namanya cewek kalo mandi itu lama, apalagi sambil keramas juga."

"Perasaan semalem kamu udah keramas, kok sekarang keramas lagi. Emang abis ngapain?" tanya Justin sambil menahan bibirnya agar tidak melebar.

Annisa hampir saja menumpahkan susu itu saat mendengar ucapan Justin. Matanya melotot tajam dengan wajah yang memerah. Sial! Niat hati ingin menghindari obrolan tentang hal itu tapi pernyataan Annisa justru membuat Justin malah mengungkitnya.

"Gak abis ngapa-ngapain, kan. Emang gak boleh ya, keramas tiap mandi." Annisa menurunkan pandangannya lalu menyantap oatmeal sambil menyembunyikan rasa malunya.

"Iya sih. Kan emang 'gak ngapa-ngapain'." Justin terkekeh saat mengucapkan kata dengan tanda petik satu.

"Eh, tapi kok kamu kayak berharap diapa-apain sama kakak." Annisa langsung terbatuk mendengar kata-kata Justin.

Justin tertawa melihat respon Annisa itu, namun tangannya bergerak mengambilkan air putih agar Annisa dapat membersihkan tenggorokannya.

Annisa meminum air putih itu hingga tandas. Setelah agar reda, Justin kembali menyeletuk. "Kakak masih ingat loh, suara desahan kamu semalam. Gini, achhh...kak Justin, j...jhangan, kak! Nisa gak kuat!"

Pletakkk...!!!

Sebuah benda yang terbuat dari logam melayang ke arah pelipis Justin.

"Aduh!" Justin memegangi kepalanya setelah mendapatkan lemparan sendok dari Annisa.

Wanita itu menggembungkan pipinya karena kesal digoda oleh Justin. Annisa kemudian mengangkat mangkuknya lalu meneguk oatmeal beserta susunya langsung ke dalam mulut. Gengsi mau minta sendok yang sudah ia lemparkannya kembali.

Justin membulatkan matanya melihat apa yang Annisa lakukan. "Buset, cewek kalo lagi ngambek ngeri juga," ujar Justin dalam hati.

Sebenarnya isi mangkuk itu masih tersisa banyak, tetapi Annisa lebih memilih berdiri dan meninggalkan Justin di meja makan.

"Annisa! Kamu mau kemana?" Justin mengekor di belakang wanita yang sedang merajuk itu.

"Mau pulang," jawab Annisa cuek.

"Ya, udah. Hati-hati ya, di jalan." Annisa menghentikan langkahnya ketika Justin justru membiarkannya pergi.

Dia menoleh mendapati lelaki itu hanya bersedekap. Justin memandangi tubuh Annisa dari atas sampai bawah, membuat Annisa turut melakukan hal yang sama pada dirinya.

Benar saja. Dia tidak bisa pergi dengan pakaian semacam ini. Kesal, ini yang dinamakan marah tapi butuh. Gengsinya benar-benar tidak berguna saat itu.

"Ganti baju dulu, sana. Kakak manasin mobil, abis itu kakak anterin kamu pulang." Annisa tidak dapat berbuat apa-apa selain menuruti ucapan Justin.

•••

Justin hanya mengantarkan sebatas gerbang masuk pesantren. Dia memang sedang ingin menghindari Adibah. Tekadnya untuk move on sudah bulat.

"Sini cium dulu!" ujar Justin ketika Annisa hendak membuka pintu mobil.

Annisa menoleh. "Apaan?" Annisa tidak mengerti sebelum Justin menarik lengannya mendekat lalu mencium kening perempuan itu.

"Jangan sedih terus. Kalo kamu rapuh, inget kakak ada di sini buat kamu."

"Hmm..." Annisa mengangguk kecil. Kadang bikin kesal, kadang bikin kangen, tapi keberadaan Justin membuat Annisa merasa lebih baik.

Setelah mengantar Annisa, Justin pergi membeli sepaket parsel berisi buah-buahan. Dia menuju rumah sakit dengan mobilnya.

Icha tampak termenung menatap jendela rumah sakit. Kebetulan pemandangannya tepat mengarah ke taman yang ada di rumah sakit itu.

Tok...tok...tok...

Icha memutar kepalanya ke arah pintu. Padahal baru beberapa menit pak Karso pergi untuk membeli beberapa perlengkapannya, tapi dia sudah kembali?

Dia pikir pak Karso meninggalkan sesuatu di kamarnya. "Masuk!" ujar Icha dengan nada sedikit tinggi agar terdengar dari luar.

Pintu pun terbuka dan Icha dibuat semakin heran kala melihat siapa yang datang.

Justin menaruh parsel yang ia bawa di atas meja. "Gimana kondisimu?" tanya Justin. Icha tidak langsung menjawab, hanya mengernyitkan dahinya.

"Aku yang bawa kamu ke rumah sakit, by the way," lanjut Justin.

Icha tersenyum lalu mengangguk. "Terima kasih," jawabnya singkat.

Justin menjatuhkan bokongnya bersandar di nakas rumah sakit itu lalu melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Ada waktu?" Justin menatap wanita yang memiliki senyum yang manis itu. Sampai-sampai pandangan Justin berhenti di bibir yang melengkung itu. Icha pun mengangguk.

"Aku mau bilang makasih sama kamu."

"Makasih? Buat apa?" Icha tidak mengerti.

"Makasih karena udah nyelametin Annisa," jelas Justin.

Bukannya merespon, Icha malah bertanya balik. "Apa hubungan kamu sama Annisa?" Nadanya seperti sedang menginterogasi.

"Aku? Emm...mungkin sebagai orang yang menyayangi dia," jawab Justin. Dia tidak ingin bilang kalau dirinya hampir menjadi ayah tiri Annisa.

Jawaban itu langsung mendapatkan tatapan tidak suka dari Icha. "Jangan berharap kamu bisa merebut Annisa dari Randy!"

Bukannya merasa tersinggung, Justin justru terkekeh. Dia malah semakin berminat untuk mengorek tentang hubungan di antara ketiganya.

"Kenapa ketawa?"

"Kamu ini unik," ujar Justin.

"Aku gak paham."

"Ya unik. Kamu berusaha menyatukan orang yang kamu cintai dengan wanita lain. Kamu bahkan menolong dia dan mengorbankan dirimu sendiri."

"Kamu gak tau apa-apa." Icha kembali memutar kepalanya ke arah taman rumah sakit. Memandangi seorang anak kecil yang tengah bermain bersama ibunya di sana. Ada selang infus menancap di tangan anak itu.

"Apa yang aku lakukan buat Annisa itu gak ada apa-apanya dibandingkan apa yang udah Annisa lakukan buatku. Kalo gak ada Annisa, mungkin aku masih jadi wanita seperti dulu. Mungkin aku akan kabur dari rumah mantan suamiku dan menelantarkan anakku."

Sebenarnya Justin tidak paham dengan apa yang diucapkan Icha. Namun perlahan dia mulai mengerti siapa Icha di masa lalu.

"Mantan suami?" tanya Justin sambil mengernyitkan dahinya.

"Aku mantan kakak iparnya Annisa."

Mata Justin membulat sempurna. Dia berusaha menyembunyikan keterkejutannya tapi gagal. Benar-benar plot twist yang tidak ia duga.

"Lalu kenapa kamu bisa berhubungan dengan Randy? Dan sampai punya anak."

Icha beralih menatap Justin. "Darimana kamu tau kalo Aira itu anaknya Randy?"

Justin melebarkan sudut bibirnya sangat tipis. "Aku yang nolongin anakmu waktu hampir ketabrak mobil di depan kafe waktu malam itu, kalo kamu lupa."

Icha terpaku sambil meneguk ludahnya dengan susah payah. Kenapa dia sampai lupa dengan sosok yang menolong putrinya?

"Ini bener-bener Dejavu. Dulu aku nolongin anaknya, sekarang aku nolongin ibunya." Justin tertawa kecil karena takdir yang terjadi di antara mereka.

Tawa Justin ternyata mampu sedikit menaikkan sudut bibirnya. Setelah itu sebuah cerita kisah hidupnya meluncur deras dari mulut Icha. Dia pun tidak mengerti mengapa dia bisa menceritakan hal yang sebenarnya menjadi ranah pribadi.

Dari mulai kisah antara dirinya dengan Randy, sampai menikah dan bertemu dengan Annisa. Justin mendengarkan dengan seksama. Kisah yang menurutnya begitu menarik.

Icha sampai tidak sadar terlalu banyak bicara. "Ah, maaf. Aku ngomong kepanjangan, ya?"

"Enggak sama sekali." Justin menggeleng. Karena mendengar cerita Icha, Justin jadi tergoda untuk menceritakan tentang dirinya sendiri.

Tentang kisah cintanya bersama Adibah. Awalnya Icha sangat terkejut, namun akhirnya dia terkikik geli sampai ia menutupi bibirnya dengan punggung tangan untuk menyamarkan tawanya.

Icha benar-benar merasa lucu. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana mantan ibu mertuanya yang super galak itu jatuh cinta kepada Justin yang secara usia jauh dibawahnya.

Bahkan Justin menceritakan dengan sangat detail betapa bucinnya dia dan Adibah kala masih saling pedekate. Hal itu membuat Icha gagal untuk membendung tawanya membayangkan Adibah melakukan hal konyol karena cemburu ketika menyangka Justin berpacaran dengan Annisa.

Mereka berdua pun sama-sama tertawa. Namun tidak berselang lama, tawa mereka berhenti saat pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sosok pak Karso yang baru kembali.

Lelaki paruh baya itu menatap ke arah Icha dan Justin secara bergantian. Tampak senyum sisa-sisa tawa yang baru saja mereda. Dia menangkap lain dari apa yang ia lihat. Ada perasaan cemburu yang muncul di hati pak Karso.

"Ehemm..." Pak Karso sengaja batuk untuk memecah kesunyian. Dia lalu berjalan menaruh belanjaan. "Maaf tadi agak lama. Soalnya di minimarket antriannya panjang."

"Iya gak papa, pak," timpal Icha.

"Kalo gitu aku pergi dulu. Makasih atas waktunya. Semoga cepet sembuh." Justin mengulas senyum lalu pamit kepada Icha dan pak Karso.

Setelah kepergian Justin, pak Karso menghampiri Icha. "Itu tadi siapa?" tanyanya.

"Dia yang bawa Icha ke rumah sakit kemarin."

"Oh," balas pak Karso singkat. Dia terus memperhatikan Icha. Selama mengenalnya, pak Karso belum pernah melihat Icha tertawa seperti itu. Dalam hati dirinya iri, kenapa orang lain bisa membuat Icha tertawa sedangkan dirinya tidak.

•••

Siang itu Randy mengajak Annisa untuk bertemu. Di sebuah kafe mereka tengah duduk saling berhadapan.

Annisa hanya bisa memandangi jari-jarinya yang ia mainkan di atas meja. Randy pun diam mengumpulkan semua energi untuk membahas masalah semalam.

"Annisa," panggil Randy yang secara otomatis menaikkan pandangan wanita itu.

"Maaf." Hanya kata itu yang terucap dari mulut Randy. Satu kata berjuta makna. Kata maaf yang mewakili seluruh tindakannya.

Sudut bibir Annisa terangkat tipis. Saking tipisnya tidak ada orang yang akan sadar jika Annisa tengah tersenyum saat itu. "Selamat, yah," katanya.

Randy masih diam untuk memberikan kesempatan Annisa melanjutkan kata-katanya. "Selamat, sebentar lagi anak kedua kalian akan lahir."

Annisa menghela nafas dalam. Hanya mengucapkan satu kalimat itu saja sudah menguras tenaganya begitu banyak. Dadanya sesak sekali, seperti ada ribuan anak panah menusuk ke jantungnya.

"Anak yang dikandung Icha bukan anakku," ujar Randy. Dia lalu menyesap kopinya yang sudah agak dingin.

"Apa kamu yakin? Setidaknya aku tau persis kalo kak Icha bukan perempuan yang akan tidur dengan sembarangan pria."

"Dia yang bilang sendiri," imbuh Randy cepat.

Annisa menyandarkan punggungnya seraya tersenyum miris. Sebenarnya saat Randy bilang anak di kandungan Icha bukan anaknya, ia berharap Randy akan mengatakan jika dia tidak pernah berhubungan intim lagi dengan Icha atau penjelasan semacam itu.

Tapi dengan jawaban yang diucapkan oleh Randy, Annisa sudah memastikan jika mereka berdua masih berhubungan ketika Randy tengah mendekatinya.

Rasa sakit itu bertambah berpuluh-puluh kali lipat dari sebelumnya. Terus apalagi yang ia harapkan? Randy berhasil menggoreskan luka untuk yang kedua kalinya, di kesempatan kedua yang ia berikan.

Kini tidak akan ada lagi kesempatan ketiga. Semuanya telah berakhir. Annisa menangis tanpa bisa dicegah. Begini kah kisah cintanya? Bohong jika orang-orang mengatakan cinta itu indah, cinta itu menyenangkan, tapi yang Annisa rasakan hanya ada rasa sakit.

"Tampar aku Annisa! Jika itu bisa buat kamu lebih baik."

Annisa menggeleng sambil masih menangis terisak. Dia bahkan tidak peduli lagi jika mereka mendapatkan perhatian dari pengunjung lain.

"Gak ada yang bisa bikin aku lebih baik sekarang. Jadi tolong, tinggalin aku, pergi dari hidupku Randy. Selamanya."

Annisa meremas dadanya yang sesak. Dia masih berusaha melanjutkan kata-katanya walaupun berat. "Karena itu satu-satunya cara agar aku bisa lupain kamu."

Randy mendongakkan kepalanya ke atas sembari menggigit bibir bawahnya berusaha supaya air matanya tidak jatuh.

Dibenci orang yang dicintai memang sangatlah menyakitkan, tapi diminta untuk pergi dari hidupnya benar-benar tidak pernah terpikirkan oleh Randy.

Tapi di sini dia harus sadar diri. Dia sudah teramat dalam menggoreskan luka di hati Annisa. Mungkin ini saatnya Annisa memulai hidup yang baru tanpa dirinya.

Setelah menarik nafas yang sangat dalam, Randy berdiri lalu berkata. "Baiklah, kalo itu yang kamu mau. Aku bakalan pergi dari hidupmu untuk selamanya. Aku juga minta maaf karena selama kita saling mengenal aku lebih banyak buat kamu sedih. Andai aja dulu aku gak pernah ada di hidupmu, mungkin sekarang kamu masih baik-baik aja. Aku juga berharap suatu saat kamu mendapatkan seorang pendamping yang selalu menyayangi kamu. Aku pamit."

Setelah mengatakan kalimat panjang itu Randy beranjak pergi dari hadapan Annisa. Langkahnya gontai. Sebuah perpisahan tidak pernah sesakit ini. Meskipun air matanya tidak keluar namun isi di dalam hati Randy benar-benar porak-poranda.

Randy tulus mencintai Annisa. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam mencintai seseorang. Dengan melepaskannya.

•••

Pada malam hari, Randy pergi ke rumah Justin. Dia datang dengan keadaan yang kacau.

"Kenapa lagi, lu?" tanya Justin sambil menuangkan segelas wine.

Entah kenapa malam itu Randy sedang ingin minum. "Jangan kebanyakan. Gak baik alkohol buat atlet," saran Justin saat Randy meminum wine itu dalam sekali tegukan.

"Tin, apa masih bisa?" Randy bertanya dengan kepala menengadah ke atas.

"Apa kita masih bisa ikut pelatnas? Mulai latihannya minggu depan, kan?"

Justin mengangguk. "Waktu itu katanya lu gak mau pergi. Penginnya di sini aja."

"Gue berubah pikiran. Gue malah pengin cepet-cepet pergi dari kota ini. Kalo bisa gak balik lagi."

Justin malah terkekeh. "Mana bisa? Lu masih punya kontrak sama tim GB. Untuk pelatnas, gue udah ngabarin coach sama manager timnas kalo kita telat karena ada suatu masalah di sini. Dan mereka gak ada masalah selama pas latihan pertama kita ada di sana."

"Oke, kita berangkat besok..." lanjut Randy dengan tekad bulat.

To Be Continue...
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd