Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey

Tambahin mulustrator?


  • Total voters
    533
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
semakin menarik ceritanya, lanjut hu thanks
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 5. Teman Sebangku 5 ~ Beginning of Kakakku Tersayang

Keesokan harinya aku masih bermalas-malasan di atas kasurku, beberapa kali hp ku berbunyi, aku cek ternyata Reza pacar kakakku.

Kemudian aku matikan hp ku karena aku tidak mau diganggu saat itu. Aku tau dia menghubungiku untuk datang bertanding di pertandingan perempat final itu, tapi aku memutuskan untuk tidak datang.

Beberapa saat kemudian tiba-tiba pintu kamarku diketuk.

Tok..tok..tok

"Siapa yang ketuk pintu ya? ibuku sudah berangkat ke pasar tadi subuh bersama ayahku," ucapku dalam hati.

"Randy!" panggil kak Ranty.

Tumben sekali kakakku memanggilku, biasanya menyapa pun tidak pernah.

"Ada apa kak?" tanyaku dari dalam kamar.

"Bukain pintu!" perintah kak Ranty.

"Ada perlu apa?"

"Bukain dulu!"

Aku pun terpaksa bangun untuk membukakan pintu, setelah pintu ku buka kak Ranty langsung masuk ke dalam kamarku.

"Loh kok kamu belum siap-siap? kan hari ini ada pertandingan basket." tanya kak Ranty.

Aku kembali ke kasurku dan merebahkan tubuhku di atasnya.

"Aku gak ikut dulu kak, aku lagi cedera," jawabku sambil memperlihatkan tanganku yang diperban.

"Cedera? kok bisa? perasaan kemarin kakak gak lihat kamu kenapa-napa waktu pertandingan?"

"Ya emang cedera harus dari pertandingan, gitu?" jawabku sekenanya.

Aku mengambil guling yang ada di sampingku lalu memeluknya.

"Ternyata kak Ranty orangnya cerewet juga," batinku.

Kak Ranty kemudian mengotak-atik hp nya, ternyata dia sedang menghubungi seseorang.

"Hallo yank, gimana sama Randy? tadi aku hubungi gak bisa-bisa," ucap seseorang dari hp itu.

Ternyata Reza pacarnya yang dihubungi, mereka menggunakan video call.

"Iya yank, katanya Randy lagi gak bisa ikut, lagi cedera."

"Ahh masa sih yank?" kata Reza balik.

"Yank..yank..yank,, palalu lu peyank!" ucapku dalam hati.

"Iya yank, ini nih lagi tiduran." Kak Ranty kemudian mengarahkan kamera hpnya kepadaku.

Aku yang saat itu dalam posisi miring lalu menutupi wajahku dengan guling yang sedari tadi aku peluk.

"Oi Ran, lu gak papa kan? bisa main kan?" tanyanya dari layar hp.

Aku hanya melambaikan tangan dan menunjukkan tanganku yang diperban memberi isyarat bahwa aku tidak bisa ikut.

"Ayo lah Ran, lu kudu main, lawan kita kali ini lumayan berat." Reza kembali membujukku.

"Iya lah, kalo gak ada gue kalian bisa apa?" Batinku.

Aku kembali meringkuk di atas kasur tak menggubris apa yang dikatakan Reza itu.

Lalu hp kak Ranty ditariknya dari hadapanku. Tampaknya Reza mematikan video call dan berganti ke voice call.

Kak Ranty sedikit menjauhiku, mereka kembali berbincang. Meskipun aku tak bisa mendengar apa yang dikatakan Reza tapi aku masih bisa mendengar kak Ranty.

Dan dari apa yang aku dengar sepertinya Reza meminta kak Ranty untuk membujukku agar mau ikut dalam pertandingan perempat final itu.

Setelah mereka selesai berbicara, kak Ranty kemudian mendekatiku.

"Ran!" panggil kakakku.

"Apa?"

Tiba-tiba

Plakk!!!

Kak Ranti menampar tanganku yang sedang sakit itu, aku pun memekik kesakitan.

"ADUH!!!" teriakku.

Kak Ranty tampak kaget mendengar teriakkanku.

"Sakit kak! Apa-apaan sih?" omelku kepadanya.

"Ehh, beneran yah? kirain bo'ong, hehe.." Kak Ranty ngomong dengan cengengesan tanpa rasa bersalah.

"Ya beneran lah kak, ishh.." jawabku sebal.

"Ran!" kembali dia memanggil.

"Apalagi?"

"Bisa kan main pake satu tangan?" tanya kakakku lagi.

"Gak bisa kak!" Aku tetap menolak.

"Pliss Ran, ayo dong ikut main," bujuk kakakku lagi.

Aku masih tidak menggubris.

"Kamu minta apa aja deh kakak kasih, asal kamu mau ikut main." Kak Ranty masih ngotot mencoba merayuku.

"Misalnya minta apa?" tanyaku balik.

"Ya kamu maunya apa?"

Aku bangkit dari tidurku lalu duduk di pinggir kasur, aku mempertimbangkan tawaran kakakku itu.

"Hmm,, kira-kira apa ya yang bisa aku minta dari kak Ranty," batinku.

"Gimana?" Kak Ranty kembali memastikan.

"Oke deh, Randy ikut," jawabku setuju.

"Loh langsung setuju?" ucap kak Ranty heran.

"Iya."

"Emang kamu mau minta apa? jangan yang aneh-aneh." Kak Ranty memperingatkan.

"Emang yang aneh-aneh yang kaya gimana kak?"

"Ya yang gak masuk akal gitu, beliin mobil, rumah, dan lain-lain."

"Mana mungkin Randy minta yang gituan lah kak."

Kak Ranty terdiam, mungkin menerka-nerka apa yang akan aku minta.

"Ya udah sana mandi dulu, terus siap-siap," suruh kakakku.

Aku pun lalu bangkit dan pergi ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi aku keluar dengan hanya mengenakan celana boxer. Di sofa ruang tamu aku melihat kak Ranty sedang chatting dengan seseorang, saat itu posisiku berada di belakang kak Ranty dan dia tak mengetahui kehadiranku.

Diam-diam aku mengintip isi chatnya dari belakang. Ternyata dia sedang chatting dengan Reza pacarnya, aku melihat kak Ranty sedang scroll riwayat chatnya dengan Reza sembari menunggu balasan darinya.

Aku kaget melihat ada gambar Reza tengah bugil sambil memegangi kontolnya dan menunjukkannya ke arah kamera dengan bangga.

"Yah lumayan sih, tapi masih gedean punyaku," ucapku dalam hati.

Kak Ranty kemudian memperbesar gambar (zoom in) di bagian selangkangannya.

Aku melihat satu tangan kak Ranty masuk ke dalam celana kolor yang ia kenakan saat itu lalu tangannya terlihat naik turun.

Aku tidak menyangka, ternyata anak teladan seperti kakakku ini yang pintar, yang selalu dibangga-banggakan oleh kedua orang tuaku tidak sepenuhnya suci. Ternyata dia menyimpan sebuah rahasia 'kotor'.

Karena takut ketahuan aku kembali ke posisi saat aku keluar dari kamar mandi, berpura-pura baru selesai mandi.

"Kak udah, giliran kakak." Aku kemudian mendekati kak Ranty.

Kak Ranty bangkit dan bersiap menuju kamar mandi dengan membawa hpnya, lalu aku mendapatkan ide.

"Kak mau mandi kan?"

"Iya, kenapa?"

"Aku pinjem hpnya dong!"

"Buat apa? Emang hpmu kenapa?"

"Buat telfon temen kak, hpku lowbat," ucapku berbohong.

"Bohong!" hardiknya.

"Ihh beneran kak, buktinya tadi kak Reza telfon aku gak bisa kan."

Kak Ranti terdiam berfikir, namun sepertinya dia percaya. Dia kemudian mengotak-atik hpnya lalu memberikannya padaku.

"Nih, kalo ada wa dari siapapun jangan dibaca," pesannya sebelum masuk ke kamar mandi.

Dia kemudian menyerahkan hpnya kepadaku, aku langsung mengusap-usap layar hp itu takut keburu mati dan terkunci.

Aku kemudian membuka aplikasi wa dan mencari riwayat pesannya dengan Reza.

"Sial, udah dihapus lagi riwayatnya," umpatku.

Aku mencoba mencari ide.

Aku kemudian mengirim pesan kepada Reza.

"Yank, kangen," begitu isi pesanku.

"Kenapa yank? pengin lagi? semalem kan udah," balasnya.

Ternyata semalam kak Ranty habis main sama pacarnya dan kak Ranty yang minta duluan?

"Hmm, dasar kak Ranty nakal!" batinku.

Aku kemudian mengirim pesan lagi kepada Reza.

"Tapi masih kangen yank."

"Nanti habis pertandingan kan kita udah janjian, tenang aja yank, aku akan bahagiakan kamu dengan sepenuh jiwaku," balasnya diakhiri dengan emot cium.

"Hoekkk..." Hampir saja aku muntah membaca pesan itu.

Aku kemudian menghapus semua pesan tadi dan menaruhnya di meja, takut kak Ranty tiba-tiba datang.

Saat itu aku memiliki ide untuk mengacaukan janjian mereka, aku punya kartu as nya, kak Ranty gak mungkin menolak permintaanku, dia sudah janji, pikirku sambil senyum-senyum.

Beberapa saat kemudian kak Ranty keluar dari kamar mandi. Dia mengenakan kaos singlet dan hot pants.

Aku seketika terpana dengan penampilan kak Ranty, dia memiliki tubuh yang ideal dan ukuran toket yang sangat proporsional, selama ini aku memang tidak pernah memperhatikan penampilan kakakku itu.

Kemudian aku membayangkan kak Ranty mendesah-desah saat dientot oleh Reza. Itu membuat kontolku menjadi mengeras.

"Loh kok belum siap-siap?" tanya kakakku saat melihatku masih duduk di sofa. Sekilas matanya melirik ke arah kontolku yang mengeras karena boxerku terbuat dari bahan elastis maka isinya tercetak dengan jelas. Namun aku cuek saja.

"Aku sih cuma butuh waktu lima menit buat siap-siap, emangnya kakak," jawabku sambil menjulurkan lidah.

Kakakku tidak menggubris lalu berjalan menuju kamarnya. Aku lihat mukanya memerah.

Setelah selesai bersiap-siap, kami pun berangkat. Reza menyuruh kak Ranty untuk datang bersamaku.

Katanya untuk mengantisipasi kalau saja aku kabur dan tidak datang ke pertandingan itu.

Sesampainya di sana seperti biasa aku langsung memarkirkan motorku lalu masuk ke dalam stadium bersama kakakku.

Di sana aku disambut oleh Reza dan kawan-kawan, namun aku tidak melihat Dimas dan Lisa.

Memang sejak tadi pagi mereka berdua sama sekali tidak menghubungiku, padahal merekalah yang mengajakku bergabung dengan tim ini.

Sepertinya Dimas sudah tau kalau aku mengetahui tentang perbuatan mereka kemarin dan dia merasa canggung bertemu denganku.

Aku pun tidak ambil pusing dengan hal itu dan memilih untuk menonton pertandingan perempat final yang sedang berlangsung, karena timku akan bermain setelah pertandingan itu.

Skip

Tibalah saatnya timku bertanding, Dimas masih belum menampakkan diri juga. Padahal dengan adanya dia pun tim kita kita masih kesulitan ditambah tangan kiriku yang cedera membuat aku kurang leluasa untuk bermain.

Pertandingan pun dimulai, seperti yang aku kira, kami kesulitan untuk mengembangkan permainan, ditambah si Gembul dan Junet harus turun bersamaan karena tidak adanya Dimas.

Gendong dua orang beban tim itu tidaklah mudah, untungnya Reza bermain cukup baik saat itu, namun itu masih belum cukup untuk memenangkan pertandingan.

Seandainya ada Dimas di sini, mungkin kami tidak terlalu keteteran.

"Huh,, kenapa gue jadi mikirin hasil pertandingan sih?" tanyaku dalam hati.

Quarter ketiga selesai, skor 67-74 dengan keunggulan tim lawan. Kami semua menepi untuk diberi arahan.

Saat kami sedang berdiskusi untuk menyusun strategi di quarter akhir itu tiba-tiba orang yang ditunggu-tunggu datang juga.

"Hei, sorry gue baru dateng?" ucap Dimas kepada seluruh member tim.

Dengan penuh amarah Reza menghampiri Dimas kemudian berkata,"Darimana aja lu? lu kan kapten tim, harusnya lu bisa tanggung jawab dong, ini pertandingan penting!" hardik Reza.

"Maaf," kata Dimas lirih.

"Udah, marah-marahnya nanti aja, sekarang kita fokus sama pertandingan dulu," ucapku menenangkan.

Dimas menatapku, aku tatap dia balik. Kemudian dia cepat berpaling, sepertinya dia masih canggung terhadapku.

Aku yakin kalau Dimas sebenarnya sudah datang dari tadi hanya saja dia cuma mengamati dari jauh.

Pertandingan kembali dimulai, Dimas masuk Gembul keluar. Aku harus mengesampingkan egoku dulu, kemenangan tim ini lebih penting.

Dengan masuknya Dimas permainan kami mulai berkembang, meskipun itu quarter akhir kami sedikit demi sedikit mulai menyusul perolehan angka.

Hingga pada 3 detik terakhir poin 88-90 untuk keunggulan tim lawan, saat itu Dimas berada di belakang garis lapangan dengan memegang bola.

Dilemparkannya bola itu jauh ke depan kearah diriku yang berada di area pertahanan lawan.

Detik akan kembali berjalan apabila bola itu menyentuh salah satu pemain yang ada di lapangan.

Bola itu tepat mengarah ke arahku namun dengan kecepatan yang tinggi, kemudian aku melompat untuk menjangkaunya.

Kalau bola itu gagal aku dapatkan, maka timku sudah dipastikan akan kalah.

Debbb!!!

Bola itu tepar mendarat di telapak tanganku, detik mulai berjalan kembali.

(3..)aku membalikkan badan, (2..)aku memposisikan diri di belakang garis 3-point mulai bersiap untuk menshooting bola, beberapa pemain lawan berusaha untuk menghalangi lemparanku (1..)aku lemparkan bola itu ke arah ring.

Teeeeettt!!!!

Bel tanda berakhirnya pertandingan pun berbunyi, tak ada suara yang tercipta setelahnya, semua mata tertuju pada bola itu dan...

Gringgg!!!! (gak tau bunyi bola masuk ring gimana suhu)

Seketika supporter berteriak dengan riuhnya melihat bola itu masuk di detik akhir. Skor 91-90 untuk kemenangan tim kami.

Seluruh pemain di timku langsung berlari mengerubungiku lalu aku dilemparkan ke atas berkali-kali.

Rasa suka cita tersungging di seluruh wajah pemain, tak terkecuali Dimas. Namun dia tak ikut berpesta bersama yang lain melainkan hanya berdiri sambil bertepuk tangan.

Setelah diturunkan aku berjalan menjauhi kerumunan dan mengambil air minum di botol yang aku bawa.

Aku melihat Dimas yang masih berdiri sendirian belum berbaur dengan pemain lain.

Aku berjalan ke arahnya, kemudian aku berhenti tepat di hadapannya. Dia menatapku, aku menatapnya.

Lalu aku tepuk pundaknya dan berkata,"Good game!"

Setelah itu aku pergi menghampiri kakakku yang sedang berbincang dengan pacarnya.

Di tenga perjalanan tiba-tiba ada seseorang yang memanggil.

"Randy!" panggilnya lirih.

Aku menoleh ke arah sumber suara.

LISA....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd