Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey

Tambahin mulustrator?


  • Total voters
    533
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Makasih huu updatenya, tetep masih penasaran dgn mulustrasinya
 
Pertandingan Final (Filler)

Pertandingan final akan segera di mulai, kami dikumpulkan oleh coach untuk diberi arahan strategi.

"Kali ini lawan kita berat, tim lawan ada pemain pelatnasnya jadi kita main nothing to lose aja."

Aku tidak tahu kenapa coach begitu pesimis dengan pertandingan ini, memangnya sekuat apa sih lawan yang bakal dihadapi.

Di tim kami aku lihat Boni lah yang paling bersemangat.

"Kalo hadiahnya ngentot baru semangat dia, dasar otak cabul!" sindirku dalam hati.

Pertandingan dimulai, tidak seperti biasanya ketika aku dijaga oleh lebih dari satu pemain, kali ini aku hanya dijaga oleh seorang pemain.

Pemain itu memiliki postur tubuh yang paling tinggi dari semua pemain yang ada di turnamen ini dan ku ketahui kalau dia adalah pemain pelatnas yang dibicarakan coach bernama Justin, dia memang kuliah di universitas yang sedang kami hadapi, jadi bukan sepertiku yang jadi mahasiswa gelap.

Aku lihat dia memiliki wajah blasteran yang lumayan good looking, setiap dia melambaikan tangan ke penonton saja mereka langsung riuh.

"Lebay!" batinku.

Serangan pertama didapatkan oleh lawan, kami berada pada posisi bertahan, aku bertugas untuk memarking Justin. Saat bola sedang dikuasai oleh pemain lawan tiba-tiba pemain itu langsung shoot bola ke arah ring dari jarak yang jauh.

"Mana mungkin bisa masuk!" ujarku dalam hati.

Bola melenceng jauh dari ring, namun saat aku tengok Justin sudah tidak ada dalam penjagaanku.

"Dimana dia?" Aku tidak dapat melihat pergerakannya dan saat aku sadar dia sudah dalam posisi melompat untuk menjangkau bola.

Deb.....

Bola berhasil ditangkapnya lalu dia langsung memasukkan bola dengan gerakkan slam dunk.

Gringgg.....

Penonton bersorak atas aksi Justin barusan, kami semua melongo saat melihat aksi pemain pro itu.

Aku lirik sejenak kak Ranty yang ada di tribun.

"Anjay ngapain kak Ranty senyum-senyum sambil tepuk tangan sih, pacarnya itu gue atau dia sih," ucapku dalam hati penuh kecemburuan.

"Gak bisa dibiarin, gue harus lakuin sesuatu," imbuhku.

Permainan kembali berlanjut, saat itu aku sedang memegang bola dan Justin memarking diriku, aku liuk-liukan bola untuk mencoba melewatinya.

"Shit!!!" umpatku.

Dia menjagaku dengan sangat ketat, hampir tidak ada celah untuk melewatinya.

Frustasi tidak bisa melewatinya, aku kemudian melihat Reza dalam posisi yang cukup bebas, entah pemain lawan lengah atau memang strategi mereka dengan melepas Reza, aku tidak tahu.

Tidak punya pilihan lain aku lalu mengoperkan bola itu kepada Reza namun...

Deb....

Umpanku berhasil ditepis oleh Justin yang merentangkan tangannya yang panjang.

"Sial!"

Penonton kembali bersorak saat Justin mendapatkan bola itu dan melakukan counter attack lalu mencetak poin dengan dunknya.

Boni yang berposisi sebagai center tidak bisa melakukan apa-apa.

Pertandingan menjadi semakin sulit, poin kami tertinggal semakin jauh.

Quarter pertama selesai, skor 24-9 untuk keunggulan tim lawan. Yah aku memang jago main basket, tapi jangan di bandingkan dengan pemain pro yang berlatih intens di pelatnas, kita berada di level yang berbeda.

Saat kami berjalan ke pinggir lapangan, Boni menghampiriku dan berkata, "Masih bisa menang gak Ran?"

"Gak mungkin!" jawabku apa adanya.

"Yaaa...eeellaaaahhh" timpalnya dengan memasang wajah cemberut seperti anak kecil tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Gagal ngentot nih ceritanya," batinku.

Coach kembali mengarahkan kita untuk taktik selanjutnya, tapi itu hanyalah langkah sia-sia, tim lawan terlalu kuat untuk dihadapi oleh tim semacam ini.

Quarter kedua dimulai, tim lawan mulai menurunkan tempo dan intensitas serangan mereka.

Tampaknya mereka menganggap remeh tim kita, tapi aku masih belum menyerah, ku keluarkan semua kemampuanku di sana.

Reza, Dimas, Boni, dan yang lainnya sama.

Kerjasama kami sejak pertandingan pertama sudah mulai padu, masalahku dengan Reza tidak aku hiraukan, pertandingan tetaplah pertandingan, masalah pribadi tetaplah masalah pribadi.

Meskipun begitu masih belum cukup untuk menyusul poin, bahkan untuk memperkecil jarak sekalipun.

Quarter kedua selesai, perolehan poin 44-20 untuk keunggulan tim lawan.

Aku yang sudah frustasi memilih untuk diganti sementara untuk mendinginkan pikiranku.

Setelah diganti aku keluar dari stadium itu lalu duduk di bangku yang disediakan di sana.

Aku pegang kepalaku, aku garuk rambutku yang tidak gatal. Baru pertama kali aku frustasi sampai seperti itu.

Aku memang tidak biasa kalah dalam hal olahraga, namun kali ini aku dikalahkan dengan cara yang sangat mengenaskan.

Sedang pusing meratapi nasibku tiba-tiba ada seseorang yang datang, setelah aku lihat ternyata itu kak Ranty.

"Kamu kenapa Ran? kok keluar?" tanya kak Ranty kepadaku.

Ku sandarkan punggungku di sandaran kursi tersebut lalu ku dongakkan kepalaku.

"Gak papa kak," jawabku tak bersemangat.

"Kamu tadi mainnya udah bagus kok," ucap kak Ranty menghiburku.

"Bagus apanya."

"Namanya permainan ada kalah ada menang, ya mungkin kamu belum beruntung Ran, tetep semangat yah, pertandingan kan belum selesai."

Aku terdiam melamun sejenak, kak Ranty kemudian memegang kedua pipiku diarahkan ke wajahnya.

Kedua mata kita saling bertemu, lalu kak Ranty mencium bibirku dengan sangat dalam.

Aku kaget kak Ranty menciumku di tempat umum, untung saja posisi kami sedang berada di pojok gedung.

Kemudian kak Ranty melepaskan ciuman itu.

"Udah dapet buff tuh dari kakak," ucapnya lalu tersenyum.

Aku kemudian ikut tersenyum lalu mencubit hidungnya.

"Ihh...gemes," timpalku.

"Aww...." jerit kecil kak Ranty seraya menepis tanganku, namun sesaat dia kembali tersenyum.

"Udah sanah balik lagi ke dalem, kalo menang entar malem kakak kasih jatah lagi," ujarnya menyemangatiku.

"Beneran ya kak."

"Iya udah sana cepetan."

Kamipun masuk lagi ke dalam stadium, meskipun aku tak yakin akan menang yang penting aku harus mencoba semaksimal mungkin.

Aku tahu hasil pertandingan nanti tidak akan berpengaruh apapun, karena kak Ranty akan selalu memberiku 'jatah' selama ada kesempatan.

Di dalam stadium pertandingan sudah di penghujung quarter ketiga, aku melihat skor sementara 71-30.

"Duh jauh banget," batinku.

Namun aku tak mau menyerah begitu saja, aku harus mencobanya lagi.

Quarter keempat dimulai, aku kembali turun ke lapangan.

Kami memulai permainan dengan serangan, aku sedang memegang bola, di hadapanku berdiri Justin dengan santainya sambil tersenyum seakan meremehkanku.

Aku melakukan akselerasi untuk mendrible bola dengan cepat kearahnya, dia mulai memasang ancang-ancang untuk menghadangku.

Tepat dihadapannya aku lihat ada celah besar di kedua kakinya karena dia memang tinggi.

Duggg....

Aku pantulkan bola itu tepat di antara kakinya lalu aku melakukan gerakan memutar untuk melewatinya dan...

Berhasil! bolanya kembali berada di tanganku, sudah tidak ada halangan aku drible bola sekencang-kencangnya menuju ke arah ring.

Ketika aku berada di free throw line aku lompat setinggi-tingginya untuk menjangkau ring.

Gringggg.....

Penonton bersorak, aku berhasil mencetak angka dengan berduel one-on-one dengan Justin.

Aku sedikit menyombongkan diri di depan Justin karena berhasil melewatinya, ternyata Justin agak sedikit terpancing emosi. Seorang pemain pro dilewati oleh pemain amatir.

Pertandingan kembali berjalan, Justin terlihat sangat bernafsu untuk menjegalku, hal itu membuat permainannya menjadi kacau.

Beberapa aksiku berhasil melewatinya lagi yang membuktikan bahwa hal itu bukan cuma kebetulan.

Beberapa kali juga dia melakukan foul demi dapat menghentikanku. Kami mengumpulkan poin demi poin untuk mengejar angka.

Namun karena poin yang sudah sangat jauh dan waktu yang sudah sangat sempit, kami gagal untuk menyusul angka.

Pertandingan pun berakhir dengan skor yang cukup memalukan 88-62.

Penonton berteriak dengan riuhnya

Aku menunduk dan berkacak pinggang, meskipun aku sudah berusaha semaksimal mungkin aku tetap gagal membawa tim ini juara.

Saat berjalan ke pinggiran lapangan tiba-tiba ada yang memukul bahuku dari atas.

Buggg....

Aku menengok ternyata Justin.

"Main lu bagus, mau ikut seleksi masuk pelatnas?" ujar Justin kepadaku.

"Gak ada rencana jadi pemain pro," balasku sekenanya.

"Lu punya bakat, jangan di sia-siain, seleksinya masih tahun depan jadi pikirin baik-baik, nih nomor hp gue kalo lu berubah pikiran," ucap Justin sambil menyodorkan secarik kertas.

Aku menerimanya saja, lalu pergi untuk bergabung dengan para pemain di timku.

Suasana saat itu sangat hening, semuanya larut dalam kekecewaan karena kita gagal menjuarai turnamen itu.

"Udah-udah jangan pada sedih, kita udah sampe sini itu pencapaian luar biasa buat kita, tahun depan kita coba lagi," ungkap Dimas sebagai kapten tim untuk menyemangati kawan-kawannya.

Semuanya masih terdiam, terutama Boni dan Reza. Boni kecewa karena gagal ngentotin cewek idamannya, dan Reza entah pikirannya masih disini atau sudah bersama ibuku.

To Be Continue...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd