Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My Sex Journey

Tambahin mulustrator?


  • Total voters
    533
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Part 26. Gejolak di Warung Ririn 4

Setelah aku dan Ririn selesai belajar bersama, aku langsung pergi menuju warung bu Siti.

Di perjalanan aku masih memikirkan tentang kejadian barusan, aku masih geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol dari Ririn itu.

Aku harus benar-benar sabar dan tidak terburu-buru menghadapinya. Tetapi aku berharap dia tidak baper dan mengharapkan aku untuk jadi kekasihnya.

Karena mau bagaimana pun aku tetap menganggapnya sebagai teman saja.

Sesampainya di warung bu Siti, aku memarkirkan motorku di depan warungnya. Saat itu warungnya sudah tutup dan lampu depan sudah mati.

"Kemana ya bu Siti?" batinku.

Aku kemudian berjalan ke bagian belakang warung itu, dari celah yang ada di pintu aku masih melihat cahaya dari dalam menandakan bahwa lampunya masih menyala.

Kemudian aku ketuk pintu itu.

Tokkk...tokkk...tokkk...

Beberapa saat kemudian pintu pun dibuka oleh bu Siti yang sedari tadi berada di dalam.

Bu Siti kemudian mengeluarkan kepalanya lalu menengok kanan kirinya, setelah dia merasa aman, dia kemudian menarik tanganku masuk ke dalam lalu mengunci pintunya.

"Duduk dulu Ran," ajaknya kepadaku.

"Iya bu."

Aku kemudian duduk di kursi kayu yang berada di dapurnya.

"Ibu buatin minum dulu," ucapnya seraya menyeduh minuman yang berada di atas meja.

Aku melihat bu Siti yang sedang membuatkanku minuman dari belakang, saat itu dia mengenakan daster ala ibu-ibu desa.

Ruangan itu hanya diterangi oleh satu lampu pijar berwarna kuning sehingga suasananya terlihat remang-remang.

Setelah selesai membuatkanku minuman, bu Siti kemudian menyuguhkannya dihadapanku.

"Nih diminum dulu Ran biar anget," sergah bu Siti.

"Ini minuman apa bu?" tanyaku penasaran.

"Jahe anget," jawabnya singkat.

Aku pun menyeruput minuman tersebut. Terasa hangat saat air jahe itu melewati tenggorokanku, namun rasanya agak beda dengan jahe biasa.

Bu Siti terlihat memangku dagunya dengan telapak tangan di atas meja sembari memandangi wajahku sambil senyum-senyum.

Aku sedikit melirik ke tatapannya itu, justru saat itu aku yang gerogi.

"Dingin ya Ran suasananya," pungkas bu Siti masih sambil memandang wajahku.

Aku merasa bu Siti sedang mengamati seluruh detail wajahku.

"Iya bu dingin," balasku singkat.

"Kayaknya sebentar lagi mau musim hujan nih," imbuh bu Siti lagi.

Aku hanya tersenyum sambil mengangguk karena tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan retoris itu.

Entah kenapa setelah meminum air jahe itu jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya dan badanku seperti terasa menjadi lebih ringan.

"Oh iya, kamu gimana hubungannya sama Ririn?"

"Baik-baik aja kok bu," jawabku sekenanya.

"Maksudnya perasaanmu loh Ran, udah ada perasaan suka gitu sama Ririn?"

"Belum tau juga bu, emang kenapa?" Aku balik bertanya.

"Gak papa sih Ran, ibu kepengin aja punya mantu yang bisa diandelin kaya kamu itu loh, rasanya kalo di rumah ada lelaki kaya kamu, rumah jadi terasa aman dan nyaman, gak kaya sekarang," pungkasnya panjang lebar.

"Kan ada bapaknya Ririn bu," ucapku singkat.

Bu Siti seketika merengut kesal.

"Yah Ran, boro-boro aman dan nyaman, kerjaannya marah-marah, ngabisin uang mulu tiap hari, bikin kesel."

Bu Siti kemudian mulai menceritakan tentang keluarganya dengan lebih detail, dan dari ceritanya aku tahu kalau ibu Siti terpaksa menikah dengan suaminya itu karena hamil duluan saat masih SMA.

Namun anak yang dikandungnya saat itu mengalami keguguran. Lalu beberapa tahun kemudian bu Siti kembali hamil dan melahirkan anak yang ia beri nama Ririn.

Saat itu suaminya masih bekerja sebagai buruh di pabrik besi, namun beberapa tahun yang lalu suaminya tertangkap basah mencuri besi di tempat kerjanya sehingga dia dijebloskan ke dalam penjara.

Setelah bebas suaminya menjadi pengangguran dan mulai suka mabuk-mabukan.

Itulah awal mula kehidupan mereka menjadi hancur. Mereka hanya mengandalkan pendapatan dari warungnya setiap hari untuk bertahan hidup.

"Kenapa gak minta cerai aja bu? alasannya kan udah jelas kalo suami ibu gak ngasih nafkah," tanyaku kepadanya.

"Ibu takut suami ibu nanti nekad kalo ibu minta cerai," jawabnya dengan ekspresi wajah frustasi.

Aku lalu menyentuh punggung tangannya yang tergeletak di atas meja. Ibu Siti tersenyum sesaat.

"Makasih ya Ran, udah mau dengerin curhatan ibu, ibu rasanya udah agak plong."

"Sama-sama bu," balasku singkat.

Kemudian ibu Siti membalikkan telapak tangannya sehingga tangan kita saling bergenggaman.

Sesaat kemudian bu Siti bangkit dari tempat duduknya.

"Oh ya lupa belum ambil gorengannya yah," ujar bu Siti seraya mengambilkan makanan untukku.

Tidak lama berselang bu Siti kembali dengan gorengan satu piring yang dibawanya kemudian duduk di sebelahku.

"Makasih," timpalku singkat lalu mengambil pisang goreng yang ada di piring itu dan menyantapnya.

Bu Siti masih memandangku saat itu.

"Ran!" panggilnya.

"Iya bu?"

"Kamu belum jawab pertanyaan ibu tadi siang."

"Pertanyaan yang mana bu?"

"Kamu suka gak sama ibu?"

"Uhukkk...uhukkk..." Aku terbatuk mendengar pertanyaan bu Siti itu.

"Minum dulu Ran!" Ibu Siti kemudian mengelus-elus punggungku.

Aku kemudian meminum air jahe tadi. Lagi-lagi tenggorokanku kembali hangat saat meneguk minuman itu.

Lalu aku tatap mata bu Siti itu, dia hanya tertawa kecil melihatku terbatuk.

"Emang kenapa bu?" tanyaku sambil mengelap bibirku.

"Ya kalo anaknya gak bisa, ibunya juga mau hehehe..." ujar bu Siti sembari tertawa kecil.

Aku kemudian bangkit dari tempat dudukku lalu aku gandeng tangan bu Siti agar ikut berdiri.

Saat itu posisi kita berdiri berhadapan. Aku pengang pinggangnya dengan tanganku, bu Siti kemudian memegang kedua pundakku.

"Mau apa bu?" tanyaku menggoda.

"Mau jadi istri kamu Ran!" jawabnya tak kalah menggoda.

Kemudian wajah kami saling mendekat dan...

Cuppp....

Bibir kami saling berciuman. Tanpa pemanasan aku langsung tancap gas. Aku pagut bibir bu Siti dengan ganasnya, dia membalas dengan ganas pula.

Bu Siti jauh lebih mahir dibandingkan Ririn, tetapi keduanya mempunyai sensasi tersendiri.

Aku tarik pinggulnya ke arahku sehingga tubuh kami saling berhimpitan. Kami saling menjilat, mengulum, dan bertukar air liur.

Cpppp...slllrrrpppp...mnyyyssssppp...

Bunyi mulut kami saling beradu.

Aku rasakan nafsuku melonjak sangat tinggi dalam sekejap dan baru pertama kali ku alami, aku rasa minuman tadi yang mempengaruhi libidoku.

Aku angkat tubuhnya, kaki bu Siti melingkar di pinggulku. Kemudian aku bawa bu Siti untuk duduk di atas meja kayu itu.

Setelah bu Siti duduk, aku lepaskan ciumanku dari bibirnya. Ku tatap matanya hingga mata kita saling bertemu.

Mata bu Siti setengah terpejam, bibirnya merekah dan mengkilap terkena air liur kami yang bercampur.

"Malam ini ibu jadi istri Randy yah," pintaku kepadanya.

Bu Siti mengangguk pelan.

"Puasin istrimu ini Ran! ouhh...mphh..." balasnya lalu melenguh karena aku kembali mencium bibirnya.

Tangan kananku berada di belakang kepala bu Siti dan menekannya agar ciuman kita semakin erat.

Tangan kiriku aku gunakan untuk meremas buah dadanya sebelah kanan.

Setelah puas berciuman aku dorong tubuh bu Siti agar tiduran di atas meja. Dia hanya mengikuti kemauanku.

Ciumanku aku pindahkan ke paha bu Siti bagian dalam. Aku jilat di sepanjang pahanya kanan dan kiri.

"Ouhhh...sshhhh....ehhhmmm...." desahnya memenuhi dapur itu.

Bu Siti terlihat kegelian saat ku lakukan saat kucupang pahanya agak ke atas. Daster yang dikenakannya aku tarik ke atas lalu celana dalamnya aku turunkan.

Bu Siti membantuku dengan menaikkan pinggulnya agar aku dengan mudah menariknya lepas.

Saat celana dalamnya terlepas aku dapat merasakan benda itu basah kuyup dan hangat, namun aku tidak memperdulikan dan melemparkannya begitu saja

Setelah itu aku melihat memeknya yang ditumbuhi rambut yang sangat tebal tidak berpenutup lagi.

Memeknya terlihat sangat menggiurkan karena jujur baru pertama kali aku melihat memek dengan rambut yang selebat itu.

Langsung ku dekatkan wajahku ke arah memeknya. Bau pesing tercium masuk ke lubang hidungku.

Kemudian bu Siti menahan kepalaku agar tidak menjilati memeknya.

"Tunggu Ran! ibu cebok dulu, barusan ibu ngompol," cegah bu Siti.

Aku singkirkan tangannya yang menahan kepalaku.

"Gak usah bu! biar Randy bersihin pake lidah Randy aja," ujarku kemudian kembali mendekatkan bibirku ke memeknya.

"Enghhh....shhh..." lenguh bu Siti merasakan lidahku menyapu memeknya.

Rasanya pahit asam bercampur jadi satu ditambah lagi bau pesing yang sangat menyengat.

Namun entah kenapa aku sangat bergairah untuk terus merasakannya. Memang kalau sedang sange apapun rasanya tetap akan terasa nikmat.

"Engghhh...ghakk...jijikkk...Rhannn???" tanya bu Siti disela desahan.

"Emmm...cppp...sssllrrppp...enakkk...buu..." jawabku sekenanya.

Aku jilati memeknya hingga bersih, hanya tersisa air kencing yang menetes di atas meja.

Setelah itu aku kemudian bangkit berbarengan dengan bu Siti. Dia mendorongku agar mundur lalu dia turun dari meja dan berjongkok.

Bu Siti kemudian melepaskan celanaku hingga kontolku keluar dengan bebasnya. Dia tampak takjub melihat kontolku untuk pertama kalinya.

"Wow gede banget Ran, panjang pula," ucap bu Siti seraya mengocok kontolku.

Bu Siti kemudian memasukkan kontolku ke dalam mulutnya.

"Ouhhh..." lenguhku merasakan kepala kontolku membentur dinding tenggorokannya.

Di maju mundurkan kepalanya agar kontolku keluar masuk di dalam mulutnya.

Kleppp...kleppp...kleppp...

Lalu bu Siti kembali mengeluarkan kontolku dan digantikan oleh tangannya lagi.

Dia melirik ke arah atas menatap wajahku dari bawah.

"Ran!" panggilnya.

"Iya bu."

"Kamu kebelet pipis gak?"

"Belum bu, emang kenapa?" tanyaku balik.

"Kalo mau pipis, pipis aja Ran, di sini," jawabnya sambil menunjuk ke arah mulutnya.

"Gila sih bu Siti! apa yang dia pikirin? aku suruh pipis di mulutnya, gitu?" batinku tidak percaya.

"Liat kamu jilatin pipis ibu tadi, ibu jadi kepengin ngerasain juga, gila yah Ran?" timpal bu Siti lagi.

"Enggak sih bu, cuman kalo lagi tegang gini suka susah kencingnya keluar bu," balasku.

Kemudian bu Siti bangkit lalu kembali duduk di atas meja.

"Ya udah nanti aja, sekarang masukin dong sayang, ibu udah gak tahan."

Dengan manja bu Siti mengarahkan kontolku ke arah memeknya yang merekah itu.

Digesek-gesekan sedikit kontolku di bibir memeknya lalu...

Blesss...

"Ouhhh...shhhh..." desah bu Siti saat kontolku masuk.

Aku diamkan sejenak, terasa kedutan di memek bu Siti yang membuat kontolku terasa nikmat.

"Gimana rasanya Ran?" tanya bu Siti.

"Enakhh..bangett...buu..." jawabku sambil memicingkan alisku merasakan pijatan di area kontolku.

"Hehehe,, baru pertama kali ngerasain yah Ran, gak semua perempuan bisa loh," pungkasnya sambil tertawa kecil.

Baru masuk aku merasa seperti tak berdaya menghadapi bu Siti. Dia seperti berada di level yang jauh berbeda dibandingkan diriku. Aku seperti anak bau kencur yang baru kenal seks tadi sore.

"Skill pro player nih," pikirku.

Aku kemudian perlahan memaju mundurkan kontolku memompa memeknya. Semakin lama semakin cepat.

"Enghhh...Rhann...nikmattt..."

Plokkk...plokkk...plokkk...

"Shhhh...achhhh....ehhmmm..." erangku nikmat.

"Rhann...chobaa...rasaainn...iniii...!!!" ujar bu Siti.

Tiba-tiba aku merasakan kontolku di remas-remas dari dalam memeknya.

"Awhhh...shhhh...ashhhh....uhhhh..." desahku menerima serangan dari bu Siti.

Dari sekian banyak wanita yang ku gauli, baru kali ini aku kewalahan. Aku merasa sebentar lagi akan jebol, tapi melihat bu Siti masih mendesah-desah kecil tampak dia masih jauh dari orgasmenya.

Aku sengaja melambatkan pompaanku agar aku dapat bertahan lebih lama, tetapi masalahnya ada pada memek bu Siti. Kontolku terus dipijat oleh memeknya, mungkin kalau aku diamkan saja kontolku masih bisa orgasme.

"Ouhh...yanggg...cepettt...Rannn..." pinta bu Siti kepadaku.

Saat itu aku tak tahu harus berbuat apa. Kalau aku tetap dalam ritme pelan ini pasti bu Siti tertawa dalam hati dan menganggap aku cupu.

Tetapi kalau aku turuti permintaannya aku pasti akan langsung jebol. Sedang berfikir apa yang harus aku lakukan tiba-tiba memeknya kembali berulah.

Kontolku saat itu seperti sedang disedot ke dalam oleh vakum membuat aku benar-benar akan jebol saat itu.

Akhirnya aku menyerah, aku pompa kontolku di dalam memeknya dengan cepat dan keras karena sebentar lagi aku akan mencapai orgasme.

"Enggghh...buuu...Rhandyyy...mauuu...khelluuaarrr...arkhhh..."

Plokkk...plokkk...plokkk...plokkk...

"Ahhh...keluarinnn...ajhaa...yankkk..." balas bu Siti.

Tidak lama berselang...

Crottt...crottt...crottt...crottt...crottt...

Lima kali aku tembakan spermaku ke dalam memek bu Siti. Aku langsung ambruk di atas tubuhnya.

Sejenak aku masih mengatur nafasku, bu Siti membelai rambutku seperti seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya.

Tampaknya aku benar-benar tak berdaya menghadapi kemampuan bu Siti. Aku yang selama ini merasa paling tangguh karena sudah menaklukan beberapa wanita, ternyata masih belum apa-apa.

Setelah selesai beristirahat aku kemudian bangkit dan mencabut kontolku yang melemas dan terduduk di atas kursi kayu.

Aku lihat memeknya mengeluarkan cairan sperma yang aku semprotkan tadi. Tampak lubang memeknya kembang kempis kala itu.

"Pantes aja, memeknya ngempot gitu," batinku.

Bu Siti kemudian bangkit dan turun dari meja lalu menurunkan dasternya agar memeknya tertutupi. Dia lalu duduk di sampingku.

"Gimana Ran, minuman yang tadi ada efeknya gak di kamu?" tanya bu Siti kepadaku.

Aku mengernyitkan dahiku.

"Iya bu, tadi Randy jadi berasa bergairah banget habis minun itu, emang itu minuman apaan bu?"

"Jahe campur jamu yang ibu racik sendiri, emang tokcer kan buat naikin libidomu," ujar bu Siti sambil mengacungkan jempol.

"Oh pantesan tadi Randy berasa bergairah banget, tapi ibu belum puas yah? Randy keluarnya kecepetan?"

"Gak papa Ran, namanya baru kan? nanti kalo udah terbiasa juga bisa ngimbangin kok."

Aku hanya manggut-manggut.

"Oh ya Ran, tadi kok kamu gak jijik sih waktu ngejilatin pipis ibu?"

"Gak tau, Randy juga reflek aja tadi udah kepalang nafsu di ubun-ubun, hehehe..."

"Oh gitu," jawabnya singkat.

"Emangnya ibu masih suka ngompol kah?"

"Hehehe,, iya ibu emang suka ngompol kalo lagi deg-degan," jawab bu Siti malu-malu.

Aku ikut tertawa mendengar pengakuan bu Siti itu.

"Ya udah lanjut lagi yuk Ran! udah mulai tegang lagi tuh," ajaknya kepadaku.

"Yuk!"

Kami kemudian bangkit. Bu Siti membungkuk di depan meja dengan bertumpuan sikutnya.

Dari belakang aku angkat dasternya hingga menampakkan bokongnya yang bulat.

Aku kocok sedikit kontolku agar tegang maksimal, kemudian aku arahkan ke lubang memeknya. Setelah pas lalu...

Blesss....

Kontolku kembali masuk ke lubang memeknya.

"Ouhhh....shhh..." desah bu Siti menerima kontolku.

Aku kembali memaju mundurkan kontolku memompa memeknya dari belakang.

Plokkk...plokkk...plokkk...plokkk...

"Uhhhh...nikmatttt..." desahku merasakan pijitan memek bu Siti.

Kurasa kali ini aku dapat bertahan lebih lama karena aku sudah mengeluarkan spermaku tadi.

"Engghhh...therusss...Rhannn...enakkk..." pinta bu Siti.

Aku jambak rambut bu Siti hingga ia mendongak ke atas tepat berada di depan wajahku.

Kemudian aku pagut bibirnya dengan posisi terbalik. Bibir atasku menempel di bibir bawahnya, begitu juga sebaliknya.

Plokkk...plokkk...plokkk...

Bu Siti kembali mengerahkan kemampuannya membuat kontolku merasa tersiksa namun nikmat.

Aku remas buah dadanya dari belakang. Sadar dia masih memakai bra maka aku angkat dasternya hingga aku menemukan pengait bhnya.

Lalu aku lepaskan pengait hingga buah dadanya menggantung. Bu Siti secara inisiatif melepaskan dasternya sekaligus bhnya hingga akhirnya dia telanjang bulat.

Saat itu kami sudah sama-sama berkeringat. Aku angkat tangannya sebelah kiri dan aku selipkan kepalaku di keteknya.

Ternyata ketiaknya juga lebat oleh rambut seperti memeknya. Kemudian aku tempelkan hidungku di ketek itu dan ku hirup dalam-dalam.

"Ahhh...Rhann...gheelliiii...aihhh..."

Ternyata di situ titik lemah dari bu Siti, terbukti dia mengerang-ngerang semakin keras dan goyangan pinggulnya semakin liar ketika aku serang ketiaknya.

Namun itu juga menjadi senjata makan tuan untukku. Aku semakin kewalahan menghadapi goyangannya.

Tapi aku tak mau kalah saat ini, aku lancarkan rangsangan yang lebih tinggi lagi di ketiaknya.

Aku jilat ranbut ketiaknya hungga basah penuh air liurku lalu aku gigit rambutnya dan kutarik-tarik sedikit.

"Ouhhh....Rhannn...udahhh...Rhannn...ibuuu..***kkk...khuattt...gheelliii..." Desahan bu Siti semakin keras.

Beberapa helai rambut tertarik dan tersangkut di gigiku. Aku lakukan ketiak yang kanan dengan tangan kananku.

Bau dan rasanya sudah tidak karuan, tapi hal itu membuatku semakin bernafsu.

Aku percepat pompaanku di memeknya hingga dia mengerang akan mencapai orgasme.

"Ouhhh...Rhann...ibuuu...mauuu...nyampheee..."

Aku semakin bersemangat menaklukan bu Siti itu, namun dia juga tidak mau kalah.

Dia keluarkan seluruh skillnya untuk menaklukanku hingga aku kembali merasa akan jebol untuk kedua kalinya.

"Ouhhh...ouhhh...ouhhh...ouhhh..." desah bu Siti dan akhirnya...

"Awwnnnggghhh....!!!"

Srrrr...srrrr...srrrr...srrrr...

Bu Siti akhirnya klimaks, memeknya berkedut secara dahsyat membuatku lepas kontrol dan...

Crottt...crottt...crottt...crooootttt...

Aku kembali mencapai orgasme. Aku keluarkan di dalam memek bu Siti dan aku ambruk di punggungnya.

Nafas kami saling memburu, kemaluan kami benar-benar banjir dan becek kala itu.

Dengan kontolku masih menancap di memeknya aku arahkan pinggulnya mengikuti diriku untuk duduk di atas kursi. Aku masihbingin merasakan kedutan memeknya itu.

Kemudian aku duduk di kursi dan bu Siti duduk di atas kontolku yang menancap di memeknya. Kepalanya ia rebahkan di atas meja.

Beberapa saat kemudian.

"Ran!" panggil bu Siti.

"Iya bu?"

"Makasih yah, udah bikin ibu orgasme, ini pertama kalinya loh ibu dapet orgasme dari bersenggama, biasanya ibu orgasme lewat timun sama terong aja," pungkasnya jujur.

Aku terkejut mendengar pengakuannya, ternyata selama ini bu Siti tidak pernah orgasme dari laki-laki lain. Tapi aku memaklumi karena bu Siti memang tiada tanding.

"Iya bu, sama-sama, Randy juga baru pertama kali seks senikmat ini."

"Ibu bakalan kangen dong sama kontol kamu, habis lulus kamu masih mau mampir ke sini gak?" tanya bu Siti masih dengan posisi yang sama.

"Gak tau deh bu, mungkin setelah lulus Randy mau pergi ke luar kota," jawabku singkat.

"Buat bawa pergi kak Ranty!" imbuhku dalam hati.

Bu Siti kemudian bangkit sehingga kini punggungnya menempel di dadaku. Lalu ia menoleh ke wajahku.

"Kalo gitu kasih ibu kenang-kenangan donk," pinta bu Siti kepadaku.

Aku mengernyitkan dahiku.

"Kenang-kenangan apa bu?" Aku bertanya penasaran.

Bu Siti tersenyum penuh arti.

"Misalnya bayi gitu."

Deggg...

Aku tak menyangka dengan permintaannya itu.

"M...maksudnya bayi itu anak?" tanyaku sedikit gugup.

"Iya lah, anakmu di sini," jawabnya sembari menunjuk ke arah perutnya.

Sesaat aku berfikir, aku merasa de javu. Kejadiannya mirip dengan yang dialamu Reza dan ibuku. Apakah ini karma? karma yang nikmat.

Aku kemudian tengok kanan-kiri siap tahu ada Ririn yang sedang mengintip. Aku jadi sedikit paranoid.

"Ran, gimana?" tanya bu Siti lagi.

Aku kembali menatapnya.

"Tapi Randy gak bisa tanggung jawab."

Bu Siti kembali tersenyum seakan sudah tahu tentang keraguanku.

"Siapa yang mau minta pertanggung jawaban kamu? kalo kamu mau sih ibu bakal seneng banget, tapi kan gak mungkin," jawab bu Siti menepis keraguanku.

"Ibu kan punya suami, gak akan ada yang curiga," imbuhnya lagi.

Aku mengangguk-angguk sambil terus berfikir tentang konsekuensinya. Aku masih sedikit trauma dengan kisahku dan Icha, yang sekarang aku tak tahu kabarnya lagi.

"Gimana Ran?" Bu Siti membuyarkan lamunanku.

"Emmm..." jawabku masih ragu.

"Kalo iya ibu lepas KB nih."

Setelah aku berfikir cukup lama, maka aku putuskan.

"Oke deh, kita coba."

Bu Siti tersenyum mendengar jawaban dariku. Lalu dia langsung memagut bibirku.

Kontolku yang sedari tadi bersarang di memeknya kembali menegang. Mungkin karena efek minuman tadi staminaku menjadi lebih kuat.

Kemudian kami melanjutkan persenggamaan kami. Kami lakukan lagi dan lagi, entah berapa ronde kami lakukan malam itu kami sudah tidak memperdulikannya lagi.

Di sela-sela ronde aku kebelet kencing. Sesuai dengan permintaannya aku kencing di depan mulutnya.

(Gak ane ceritain detailnya, takut ada yang mind-blowing dan protes, yang gak suka anggap aja hal itu gak kejadian ya hehe...)

Akhirnya kami mengakhiri permainan malam itu dengan bau pesing dimana-mana.

To Be Continue...
Makasih huu update nya, ditunggu up selanjutnya
 
Part 27. Gejolak di Warung Ririn 5

Waktu terus berlalu. Tidak terasa tinggal tiga bulan lagi ujian nasional akan diadakan.

Sekolah menjadi semakin sibuk. Jam pulang berubah menjadi sore hari karena setelah selesai sekolah ada pelajaran tambahan.

Alhasil aku tidak lagi memiliki quality time bersama kak Ranty yang biasanya aku manfaatkan sepulang sekolah atau sepulang kak Ranty kuliah sebelum orang tuaku pulang.

Biasanya quality timeku bersama kak Ranty aku manfaatkan untuk bercinta, bermesra-mesraan, atau sekedar bercanda menghabiskan waktu bersama, entah itu di rumah atau jalan-jalan di luar.

Sekarang momen itu sirna sudah karena jam pelajaran sialan itu. Namun aku harus tetap sabar.

Pepatah mengatakan berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.

Demi cintaku padanya aku rela melakukan semua itu. Meskipun aku telah berhubungan seks dengan banyak wanita tetapi cintaku hanya untuk kak Ranty.

Setelah pulang sekolah biasanya aku manfaatkan untuk istirahat dan mendinginkan otakku yang panas.

Setelah beristirahat, malamnya aku selalu pergi ke rumah Ririn untuk belajar bersama.

Namun belajar yang ini sama sekali tidak membuatku otakku panas tapi justru nafsuku yang memanas.

Sudah beberapa minggu aku belajar bersama dengan Ririn di rumahnya. Tiap selesai belajar Ririn selalu mengirim kode kepadaku untuk mengajaknya berciuman.

Dia memang masih malu-malu untuk meminta terus terang kepadaku tetapi aku selalu mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk menciumnya.

Hingga kini Ririn mulai mahir dalam berciuman, itu menjadi hobi barunya saat bersamaku, namun kami belum berbuat yang lebih dari berciuman, hingga suatu malam kejadian itu terulang lagi.

Saat itu kami baru saja menyelesaikan beberapa soal fisika yang ada di buku paket sekolah.

"Ran!" panggilnya sembari menggoyang-goyangkan bahu kiriku dengan bahu kanannya.

Aku menoleh ke arahnya. Dia senyum-senyum sendiri sambil matanya beberapa kali melirik ke arahku.

Aku tahu Ririn sedang memberiku kode untuk menjalankan kegiatan yang biasa kita lakukan setelah belajar.

"Sekarang? yuk!"

Kemudian aku arahkan wajahnya agar menghadapku. Matanya langsung terpejam dan bersiap untuk menerima ciuman dariku.

Kedua tangannya ia jepit di antara pahanya. Seperti biasa badannya mulai berkeringat, terlihat bulir keringat mulai muncul di dahinya.

Pertama-tama aku cium keningnya yang basah terlebih dahulu hingga bibirku juga basah, lalu kujulurkan lidahku sampai menempel di keningnya.

Ririn tiba-tiba menarik wajahnya dariku dan mendorong bahuku sedikit agar mundur.

"Ran!" panggilnya.

"Kenapa Rin?" Aku tatap matanya yang setengah terbuka.

"Mau ngapain?" tanya Ririn kepadaku.

"Mau bersihin keringet lu."

"Pake tangan aja," sergahnya singkat.

"Pake lidah lebih enak, mau coba gak?"

Ririn kembali memejamkan mata seraya mengangguk pelan. Tampaknya Ririn percaya padaku seratus persen.

Aku kembali melanjutkan aksiku. Aku jilat dahinya lalu aku sapu keringat itu dengan menggunakan lidahku hingga keringat yang ada di dahinya berganti dengan air liurku.

Terasa asin namun aku rasakan lebih nikmat daripada teh yang dia sajikan saat itu. Aku telan keringatnya.

Setelah itu jilatanku kuturunkan ke hidungnya lalu ke pipinya hingga seluruh wajahnya basah oleh air liurku.

Kemudian setelah selesai aku lepaskan jilatanku di wajahnya. Aku pandangi wajahnya sejenak tampak mengkilap.

"Mau coba gantian gak?" tawarku kepadanya.

"Hah, boleh? emang lu gak jijik? nanti muka lu kotor," ucapnya seraya membuka mata.

Aku tertawa kecil mendengar ucapannya itu.

"Hahaha,, gue malah lagi pengin nih maskeran sama ludah lu."

Ririn menunduk sejenak lalu mengangguk pelan.

"Oke deh," balasnya setuju.

"Tapi gak usah tutup mata, entar salah jilat malah repot."

"Hah, tapi malu Ran!"

"Ahh,, kita udah ngelakuin berapa kali? masa masih malu?" pungkasku.

Ririn lagi-lagi hanya menuruti kemauanku. Sejenak kami saling pertatapan, mata kita saling bertemu.

Wajah Ririn memerah padam, keringatnya kembali mengucur deras di sekujur tubuhnya hingga kaos yang dia kenakan basah kuyup.

Ririn kemudian mendekatkan bibirnya ke dahiku lalu ia julurkan lidahnya dan sesaat kemudian aku merasa sebuah benda lunak menyentuh keningku.

Lalu disapunya lidah itu di sekitar dahiku. Beberapa kali Ririn melepaskan jilatannya karena ragu, namun aku yakinkan dia untuk melakukannya.

Kemudian dia kembali melanjutkannya hingga seluruh wajahku tertutupi dengan air liurnya.

Jilatannya kemudian mengarah ke bibirku bagian samping. Tak menyia-nyiakan kesempatan aku langsung memagut bibirnya dan kami akhirnya berciuman.

Ririn mulai aktif karena memang itulah yang dari tadi ia tunggu-tunggu. Mula-mula kami hanya saling memagut bibir kemudian aku julurkan lidahku masuk ke dalam mulutnya.

Ririn langsung menyambut lidahku dengan lidahnya. Saat itu lidah kami saling bergumul, kami saling bertukar air liur.

Dia benar-benar terlihat sangat menikmati ciuman kami. Beberapa saat kemudian aku merasa wajahku kaku karena air liur Ririn yang sudah mengering namun aku tak memperdulikannya.

Saat itu kami sedang melakukan french kiss. Itu adalah gaya favoritnya, kemudian aku mundurkan kepalaku untuk melepaskan ciuman kami. Ririn memajukan wajahnya tampak seperti tidak rela bibir kami berpisah.

Setelah terlepas wajahnya mendongak, matanya setengah terpejam dan bibir bawahnya merekah minta dicium lagi.

"Rin!" panggilku.

"Hmm...?" gumam Ririn.

"Mau yang lebih enak gak?" tanyaku kepadanya.

Matanya terbuka lalu memicingkan alisnya.

"Caranya?"

"Tapi lu siap gak? gue butuh kepercayaan dari lu."

Ririn mengangguk.

"Gue percaya kok sama lu."

Aku pegang tangan kirinya lalu ku arahkan agar dia memegang pinggangku.

"Oke kalo lu percaya, gue minta lu diem dan nikmati ya, ikutin arahan dari gue."

Ririn kembali mengangguk.

"Tapi kalo lu ngerasa gak nyaman lu boleh berhenti, gue gak akan maksa lu," imbuhku lagi.

"Iya Ran," jawabnya singkat.

Kemudian mata Ririn kembali terpejam, lalu aku mulai memeluk dia dari samping. Dia tampak sedikit terlonjak kaget saat aku melakukannya.

"Ciuman udah biasa tapi dipeluk malah kaget, hehehe..." batinku.

Aku kembali mencium bibir Ririn itu. Sesaat kemudian ciumanku berpindah ke pipi lalu turun ke leher.

Bau keringat Ririn menjadi candu tersendiri buatku, kalau bu Siti bau pipisnya yang menjadi candu, Ririn keringatnya. Memang dua orang ibu dan anak memiliki bau khas masing-masing.

Aku jilati keringat yang membasahi leher Ririn, kemudian aku pagut lehernya tapi tidak terlalu keras.

Aku takut pagutanku menimbulkan bercak merah yang membuat Ririn kena masalah nantinya.

"Enghhh...Rannn..." pekik Ririn lirih.

Kedua tangannya sedikit menahan dadaku tapi membiarkannya tanpa didorong. Ririn masih terlihat canggung dan belum sepenuhnya all in.

Ciumanku aku turunkan lagi hingga ke bahunya lalu aku tarik kaki kirinya agar posisinya berpindah ke pangkuanku.

Ririn menahan tanganku seakan menolaknya. Kemudian aku berbisik ke telinga Ririn.

"Santai sayang, ikuti aja alurnya, lu percaya kan sama gue?"

Ririn tak menjawab sepatah kata pun tetapi akhirnya dia menurutiku.

Setelah Ririn duduk berhadapan di pangkuanku. Aku selipkan telapak tanganku di bagian bawah bajunya lalu aku naikkan bajunya ke atas.

Ririn lagi-lagi menahan tanganku seakan tak memperbolehkanku untuk melakukannya.

"Ja...jangan Ran...!!!" cegah Ririn.

"Kenapa?" balasku singkat.

"Gu...gue belum siap."

"Belum siap apa?"

"Berhubungan seks!" jawab Ririn tegas.

Aku tersenyum padanya.

"Tenang aja, gue bakal bimbing lu kok pelan-pelan," jawabku kembali menaikkan kaosnya.

Ririn kembali menahannya.

"Tapi tetep aja Ran, gue belum siap, gue takut, katanya lu gak akan maksa gue!" sergah Ririn lagi.

Matanya berkaca-kaca. Tampaknya dia benar-benar takut akan kehilangan keperawanannya. Aku menghembuskan nafas berat.

"Shit! apa yang gue lakuin sih!" umpatku dalam hati.

Aku kemudian kembali mengarahkan Ririn untuk duduk di sampingku.

"Maaf ya Rin, gue gak maksud buat maksa lu, gue sayang sama lu, sekali lagi gue minta maaf," ucapku dengan nada rendah.

Kupeluk dia dari samping lalu ku kecup keningnya, Ririn diam saja. Aku benar-benar mengacaukan suasana saat itu.

Setelah itu aku memutuskan untuk pamit saja karena tidak ada lagi yang dapat aku lakukan di sana, ditambah suasana awkward yang terjadi di antara kami.

Kemudian seperti biasa setelah dari rumah Ririn aku mampir ke warung bu Siti untuk menenangkan hatiku sekaligus menyetor spermaku ke dalam rahimnya.

Aku dan bu Siti sudah melakukannya selama beberapa minggu namun belum ada tanda-tanda kehamilannya.

Satu minggu kemudian...

Sudah satu minggu aku menghindar dari Ririn. Aku masih merasa bersalah atas kejadian malam itu. Sejak saat itu aku sudah tidak pernah belajar lagi dengan Ririn.

Suatu saat aku sedang berada di kantin bersama Lisa. Biasanya saat jam istirahat aku ke warung bu Siti untuk makan siang, tetapi kali ini aku memutuskan makan di kantin saja.

"Ehh,, lu mau pesan apa?" tanya Lisa kepadaku.

"Ngikut lu aja deh, gue gak tau menunya apa aja, belum pernah makan di kantin," jawabku tak mau ambil pusing.

"Masa udah mau tiga tahun lu sekolah di sini belum pernah makan di kantin?"

"Aihh,, banyak bacod lu," balasku sambil mencubit sepasang bibirnya.

Lisa menepis tanganku.

"Awas nanti bibir gue dower," protesnya.

"Biarin, biar bisa gue emut-emut," timpalku sambil menjulurkan lidah.

"Dasarrr!!!"

Lisa langsung pergi untuk memesan makanan, sekilas aku edarkan pandanganku. Aku menangkap sesosok wanita yang sedang bersembunyi di balik tembok.

"Ririn?" batinku.

Sosok itu kemudian langsung menghilang begitu mengetahui aku telah melihat kehadirannya.

Aku pun tidak ambil pusing dan menunggu Lisa kembali dengan makanan yang dia pesan.

Lisa sedang memilih menu apa yang akan dia pesan lalu tiba-tiba dia dihampiri oleh seseorang.

"Lis!" panggilnya.

Lisa kemudian menoleh.

"Loh Rin, tumben ada di sini, biasanya bantuin nyokap lu di kantin."

"Iya gak papa, eh gue boleh nanya sesuatu gak?" tanya Ririn kepada Lisa.

"Nanya apa?" balas Lisa singkat.

"Sini!"

Ririn kemudian menarik Lisa untuk duduk di salah satu kursi yang ada di situ.

"Mau ngomong apa?" sergah Lisa.

"Gak sih, mau nanya kabar Randy aja."

"Oh,, Randy sih baik-baik aja, orang badannya gede kaya gitu, penyakit mau nemplok juga ogah, hehehe..." jawab Lisa sembari tertawa.

"Bukan itu maksudnya."

"Terus?"

"Emm,, lu pacaran ya sama Randy?" tanya Ririn tiba-tiba.

"Umm,, gue harap sih gitu, tapi kenyataannya enggak sih, emang kenapa?" tanya Lisa balik.

"Gak papa, gue liat lu sama Randy keliatan akrab banget, kirain pacaran."

"Cieee,, cemburu ni yeee...hehehe..."

Lisa mulai tertawa menggoda Ririn.

"Ssttttt...!!!" Ririn menaruh satu jari di depqn bibirnya lalu tengok kanan kiri, siapa tahu ada yang dengar.

"Kirain gue kalian pacaran."

"Gak lah, dia juga udah punya pacar kok."

"Oh ya?" ucap Ririn terkejut.

Sorot wajahnya menampakkan kekecewaan.

"Iya emang kenapa? lu suka ya sama dia?"

"Emm,, mungkin..." balas Ririn ragu-ragu.

Lisa kemudian menepuk bahu Ririn pelan.

"Sayang banget, kayaknya lu harus cari cowok lain deh," sergah Lisa kepada Ririn.

Ririn menunduk lalu mengangguk pelan.

"Eh iya, gue boleh tanya sekali lagi?"

"Boleh, tanya apa?"

"Emang kali pacaran harus itu ya?" ucap Ririn ragu.

"Itu apa?" tanya Lisa tidak mengerti maksudnya.

"Itu..." Ririn memberikan isyarat dengan jari telunjuknya yang keluar masuk di jari yang satunya membentuk huruf 'O'.

"Oh,, maksud lu ngentot?" ujar Lisa dengan gamblangnya.

"Sssttttt...!!! jangan keras-keras!" Ririn kembali memperingati Lisa.

"Hehehe...sorry," balas Lisa santai.

Ririn kembali menengok kanan kirinya untuk melihat situasi.

"Yah, kalo itu sih gak perlu jadi pacar, gue sama Randy juga sering kok ngelakuinnya."

"Apaaa...???!!!"

Seketika mata Ririn terbelalak mendengar jawaban Lisa.

"Lu...se...serius???" imbuh Ririn terbata-bata.

"Serius lah, emang apa ruginya sih, kan sama-sama menikmati."

Ririn terdiam tidak percaya.

"Tapi tergantung orangnya juga sih, kalo gak nyaman ya gak usah, gitu aja kok repot," imbuh Lisa lagi.

"Oh gitu yah, ya udah kalo gitu gue pergi dulu."

Ririn kemudian pergi begitu saja. Lisa kemudian melanjutkan hal yang tadi tertunda. Akhirnya dia memesan nasi goreng untuk dua orang.

Side Story End...

Beberapa saat kemudian Lisa kembali.

"Lama amat sih, ngentot dulu lu ya? keburu jam masuk nih!" omelku kepada Lisa.

"Ya sabar napa, kaya gak biasa masuk telat aja," ujar Lisa santai.

"Ya udah mana makanannya?" tagihku kepada dia karena sudah lapar.

"Belum jadi, lagi dibikin bentar lagi juga dianterin."

"Dari tadi ngapain aja, masa baru dibikin?"

"Habis ngentot!" jawab Lisa menyeringai sambil menunjukkan jari tengahnya.

Reflek aku masukkan saja jari tengah itu ke dalam lubang hidungku. Lalu sekejap Lisa menariknya jijik.

"Iihhh,, dasarrr...jorok...!!!"

"Hahaha......" Aku hanya bisa tertawa puas.

To Be Continue...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd