*Update
---
Pesan yang dibawa mas Rudi membuat pikiranku melayang jauh ke rumah mama. Didalam hatiku yang paling dalam saat ini sebenarnya ada rasa kangen kepada mama meskipun saat itu mama sangat membenciku karena perceraian ku dengan mas Naufal. Tetapi kebencian keluarga yang lain kepadaku seakan membuatku enggan untuk menginjakkan kakiku disana. Masih teringat jelas berbagai umpatan dan kata – kata kasar mereka yang ditujukan untukku saat itu.
Aku menghela nafas panjang, jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.45 malam. Walau badan ini terasa sangat letih dan ingin segera beristirahat akan tetapi mata tetap tak bisa terpejam, pesan itu masih terngiang dipikiranku. Aku bermaksud untuk sejenak menghilangkan beban pikiran itu dengan beranjak dari tempat tidurku dengan menonton TV di ruang tengah. Aku lihat mas Rudi sudah masuk kekamar utama. Aku duduk di depan TV di lantai yang beralaskan karpet. Channel demi channel aku ganti, mataku menatap kelayar TV, akan tetapi pikiranku masih melayang kerumah mama.
Tak lama kemudian, terdengar pintu kamar utama terbuka. Secara spontan aku menoleh ke sana, terlihat mas Rudi keluar kamar dengan memakai celana pendek dan secangkir kopi ada ditangannya. Secara bersamaan pandangan kamipun bertemu sehingga membuat hatiku kembali berdesir.
“Tante belum tidur?” Tanyanya
“Aku belum ngantuk mas”
“Oh iya, aku dari tadi kok tidak melihat Amel sama Yuni ya te? Mereka kemana?” Terlihat mas Rudi semakin mendekatiku
“Mereka kalau akhir pekan sering pulang mas dan aku ditinggal sendiri disini seperti sekarang” Kataku
“Oh, begitu. Gimana te? Tante masih ragu untuk pulang?” Tanyanya lagi yang kini mas Rudi sudah duduk didekatku
Aku hanya mengangguk mendengar pertanyaan itu dengan mataku menatap layar TV. Kini hatiku gemuruh, selain pikiranku melayang ke rumah mama, kini hatiku kembali berdesir karena mas Rudi duduk sangat dekat denganku. Perasaan yang dulu seakan timbul kembali, perasaan cinta dan rindu seakan menyuruhku untuk memeluknya dengan erat disaat aku hatiku bimbang seperti sekarang. Karena hanya dialah yang mengerti semua akan keluh kesahku. Tetapi disisi lain ada perasaan yang seakan mencegahku untuk melakukan itu, mas Rudi sekarang adalah suami Vita sahabatku dan dia juga sekarang adalah majikanku dimana aku bekerja, selain itu aku dulu pernah berjanji pada Sinta untuk tidak melakukan perbuatan terlarang itu lagi dengan mas Rudi sebelum kita sah dalam ikatan pernikahan.
“Tante gak papa? Kok melamun terus” Suara mas Rudi membuyarkan lamunanku. Aku manatap matanya yang kini mata itu menatapku, aku semakin bergetar
“Eh,iya.***k papa kok mas” kataku pelan dengan mata kami tetap saling berpandangan
Terasa tangan mas Rudi kini dilingkarkan ke pinggangku sehingga kita sekarang semakin dekat, tubuh ini semakin bergetar. Kita berpandangan sangat dekat. Tubuhku lagi – lagi bergetar dan aku pun seakan tak kuasa untuk menepis tangan itu.
“Aku kangen sekali sama tante” Bisik mas Rudi seketika
“Tapi mas..” Suaraku gemetar
Belum aku sempat aku melanjutkan kata – kata, kini bibir mas Rudi sudah mendarat bibirku dengan sedikit menghisap bibir atasku. Tubuhku semakin merinding, kini nafsuku kembali naik seakan menghempaskan ingatanku akan janjiku kepada Sinta dan seakan tak mengingat lagi kalau pria ini adalah suami dari sahabatku sekaligus majikanku. Gairahku secara tiba - tiba kembali menyala seakan tak kuasa untuk menolak perlakuan itu.
“Maafkan aku ya te?” kata mas Rudi sesaat melepaskan ciumannya
Aku hanya menatap pasrah dipelukannya, sesaat kemudian bibirnya kembali melumatku. Aku membalas ciuman itu dengan tak kalah panasnya, aku sudah tidak perduli lagi, kini nafsuku kembali menang.
“Slrruuuppp...slrruppp” Lidah dan bibir kami beradu
Tangan mas rudi meremas – remas payudaraku, terlihat dia semakin bergairah karena sadar aku sedari tadi memakai daster pendek tanpa lengan dan tidak memakai BH lagi didalamnya, ini adalah kebiasanku kalau tidur aku tidak pernah memakai BH, terkadang aku hanya memakai celana dalam saja. Jarinya kini terasa memlilin putingku dengan lembut dibalik luar dasterku,
“Aaaah....masss ruddii...aku juga kangen sepeti ini saaayaaaaang, puaskan aku malam ini.” tak sadar aku mulai mendesah, hilang sudah ingatan tentang Sinta dan Vita dibenakku
Sesaat kemudian tangannya menggeser semakin turun, kini terasa mengusap pahaku dengan lembut, kita masih berciuman membuat nafasku kian memburu menyambut datangnya birahiku yang semakin membara,
“Aaaaah...sssh...Slruup” Hanya terdengar suara desahan diantara mulut kami
Dengan sigap tangan mas Rudi meloloskan celana dalam yang aku pakai, tanpa kusadari seakan menyambutnya dengan terangkatnya pinggulku, sehinga dengan mudah celana dalamku terlepas, sesaat kemudian terasa jari nakal mas Rudi menggelitik di area Vaginaku, membuatku semakin menggelinjang.
“Oh..mas Rudiii..aku kangen seperti ini massss....” Aku semakin mendesah
Mas Rudi melepaskan ciumannya bersamaan tangannya mendorong tubuhku sehingga aku sekarang tidur telentang di atas karpet. Tubuhnya beringsut kebawah, dan dalam sekejap kepalanya sudah berada di antara pahaku, lidah kasarnya menari – nari disana, dijilatnya kelentitku dan sesekali dihidsapnya pelan.
“Oh...mas Rudi..enak sekali mass...Ohhhh.....terus sayanggg” aku semakin menceracau tanpa kusadari.
Diperlakukan seperti itu, kini kedua tanganku tanpa sadar menarik kepala mas Rudi untuk lebih menempel ke vaginaku, seakan aku tak mau kenikmatan ini akan berahir begitu cepat. Lidahnya menelusup ke liang vaginaku,
“Ssssh...aaahhhh.....terus mas, lebih cepaaat...” desahku
“Slruuup...slrruuupppp” mas Rudi semakin rakus melahap vaginaku
Aku semakin menggila diperlakukan mas Rudi seperti itu, terasa denyutan semakin kencang di dinding rahimku, dan..
“Aaaaah....aku keluar massssssss...” tubuhku terkejang – kejang, detakan jantungku berasa semakin cepat, derai kenikmatan menjalar keseluruh tubuhku.
“Ooohhh...mas Rudi saayaaaanggg...” Desahku
Mas Rudi melepaskan ciumannya di vaginaku, dia mentapaku dengan senyuman, sesaat kemudian dia beringsut naik keatas tubuhku, nafasku masih tersengal karena kenikmatan. Baru kusadari kini mas Rudi sudah telanjang, entah kapan dia melepaskan semua bajunya, penisnya yang tegak sangat keras terasa di pahaku, penis yang selama ini kurindukan, penis yang selama ini menjadi khalayanku disaat aku mengusap vaginaku sendiri dengan jari tanganku disaat aku kesepian.
Mas Rudi kembali mecium bibirku, aroma cairan vaginaku masih tertingal di mulutnya, kini kita kembali berciuman dengan panasnya.
“Aku kangen sekali te..” Desahnya sembaril tangannya mengangkat dasterku. Kini kita berdua sudah talanjang bulat. Beberapa saat kemudian, terasa penis yang sangat keras itu menyeruak masuk kedalam liang vaginaku. Seakan tanpa sadar, aku menyambutnya dengan menggoyangkan pinggulku yang hampir bersamaan mas Rudi menancapkan penisnya, dan “Blesss”, penisnya sudah menembus vaginaku.
Gerakan maju mundur mas Rudi membuatku kembali bergairah,
“Ohhhh....massssss...entot aku saaayaaangggg, puasain aku dengan kontolmu” aku kembali mendesah
Mendengar desahanku, mas Rudi semakin mempercepat sodokannya,
“Plok,plok,plok” suara paha kami beradu
Mulut mas Rudi kini menghisap puting kananku, dan tangannya mengusap lembut meremas payudara kiriku.
“Ohhh......ooohh...” aku semakin gemetar
Beberapa saat diposisi itu, vaginaku terasa kembali berdenyut, seakan meremas – remas batang penisnya didalam sana..
“Aaaaaah..aku keluar lagi saaaayannnggggg...” Desahku tak tertahan
Didiamkan penisnya disana beberapa saat, dan mas Rudi melepaskan penisnya,
“Te, Pindah posisi yuk, tante nungging ya” Pintanya
Bagai kerbau dicocok hidungnya, aku memasang posisi sesuai permintaan mas Rudi dengan kulempar senyum nakalku. Setelah berposisi nungging, terasa lidahnya menjilati lubang anusku membuat pahaku kembali bergetar
“Oh...maaaaasss...cepetan sayaaangggg..” ceracauku
Beberapa menit kemudian, mas Rudi melepaskan ciumannya, kini terasa Penisnya yang masih tegak dan keras menyeruak masuk kedalam lubang anusku. Aku semakin menggelinjang disaat mas Rudi menghentakkan pinggulnya sehingga kini penis tegaknya masuk seluruhnya kedalam liang anusku..
“Oh....kamu masih aja nakaaal saaayyyaaaaaaang...” aku semakin mendesah
“Aku kangen lubang anusmu sayaaaaanggg....ooooohhhhh” Desahnya kini semakin jelas
Genjotan mas Rudi semakin lama semakin cepat menjadikan ruangan itu kini hanya terdengar desahan dan suara pantatku dengan pahanya saat bertemu...
“ohh...kontolmu enak saayaaaaaang...” aku semakin mendesah ketika mas Rudi mempercepat genjotannya
Beberapa saat kemudian, terasa denyutan dari batang penisnya
“Oohhhhh....aku keluar sayaaanggggg...” Mas Rudi terdengar mendesah hampir bersamaan dengan cairan hangat yang menyembur dari ujung penisnya didalam liang anusku. Terasa sebagian cairan hangat itu meleleh di sela – sela pahaku.
Beberapa saat kemudian kita sama – sama terkapar di lantai dengan nafas yang tersengal.
“Maafkan aku ya te..” Ucap mas Rudi ketika kita sudah sama – sama terlentang di atas karpet
“Kamu gak salah kok mas, aku sebenarnya juga merindukanmu mas” Kataku menatapnya sambil tersenyum.
Kita kembali berciuman dengan dengan panasnya bersamaan dengan jariku mengusap penisnya yang sudah terkulai lemas dengan lembut.
---
“Mas Rudi jadi balik sekarang?” Tanyaku setelah melihat mas Rudi pagi ini sudah rapi dengan menggendong tas ranselnya,
“Iya te, pesawatku jam 10 nanti, aku harus segera bersiap” katanya
“Aku harap tante segera pulang ya untuk mengunjungi nenek. Beliau sangat mengharap tante kepulangan tante” Lanjutnya
“Iya mas, aku akan pulang secepatnya.” Ucapku pelan
“Ya udah mas hati –hati ya, salam buat Vita, Jessy sama Mahendra mas. Aku sangat kangen mereka” Lanjutku
“Ada satu lagi yang belum tante sebut” Ucap mas Rudi
“Siapa mas?” Tanyaku heran.
“Adiknya Mahendra” Jawabnya dengan tersenyum
“Apa? Maksud mas Vita lagi hamil sekarang?” Kataku terkejut
Mas Rudi hanya mengangguk sambil tersenyum. Secara reflek, aku langsung memeluk mas Rudi dengan erat.
“Selamat ya mas, Sudah berapa bulan?” Kini aku tatap mata mas Rudi
“Sudah masuk bulan ke tiga te. Doakan ya?” Ujarnya
“Oh pantes, semalam ganas banget, pasti lagi absen lama nih sama bininya karena hamil muda” Candaku
“Hehe, tau aja tante ni” Katanya sambil tersenyum
Kita kembali berciuman untuk beberapa saat, setelah itu mas Rudi berpamitan untuk berangkat.
---
Panas terik matahari siang ini ditambah tas ransel besar dipunggung serasa membuat semakin enggan untuk pulang aku kerumah. Akan tetapi rasa kangenku pada mama membuat kakiku tetap melangkah untuk menuju stasiun. Meskipun saat itu semua keluarga membenciku termasuk mama karena perceraianku dengan mas Nufal, akan tetapi pesan yang disampaikan mas Rudi membuatku tak kuasa untuk menolaknya.
Selembar tiket bertuliskan nomor kursi 14C ada ditanganku. Setelah beberapa saat menunggu dikursi panjang lobi stasiun, kereta api yang akan aku tumpangi tiba, aku segara beranjak naik ke dalam kereta api dan menebarkan pandanganku untuk mencari kursi yang sesuai dengan nomor yang tertera. Didalam kereta api saat ini terlihat lengang, banyak kursi duduk yang kosong.
“Disini..” Gumamku setelah melihat nomor kursi sesuai dengan yang tertera di lembar tiketku.
Setelah aku duduk aku raih ponsel yang ada ditas kecilku, ada beberapa pesan masuk yang belum sempat aku baca. Disaat aku sedang serius melihat layar ponsel, tiba – tiba aku dikejutkan suara seorang pria yang kini berdiri tepat di sampingku,
“Permisi..kursi saya nomor 15C. Boleh saya duduk?” Tanya pria itu
Secara spontan aku mendongak keatas melirik pria ini, betapa terkejutnya aku setelah melihat siapa dia. Hatiku berdesir kembali
“Mas Prasetya?” Spontan aku panggil namanya dengan gemetar
Ya dia mas Pras, orang yang pertama kali membuka hatiku disaat aku duduk dibangku kuliah dan dialah orang yang pertama aku cintai. Setelah mendengar panggilanku, kini wajahnya menatapku tajam, ada raut muka sangat terkejut setelah melihatku.
“Ne..Nela?, benar kamu Nela?” Suaranya tak kalah gemetar denganku
Aku hanya mengangguk dengan senyuman. Hatiku kembali gemuruh, perasaan itu seakan datang lagi. Perasaan yang bertahun – tahun lalu yang pernah aku rasakan disaat aku masih menyandang status sebagai mahasiswa, perasaan cinta itu seakan mulai bersemi kembali.
“Nela gimana kabaranya?” Kini mas Pras telah duduk disampingku dengan matanya menatap kearahku, aku hanya menunduk
“Ba..baik mas. Mas kok ada disini?” tanyaku gugup
“Aku sudah lama kerja di Jakarta Nel, dan setiap bulan aku sempatkan untuk pulang untuk mengunjungi anak dan Istriku.” Katanya
“Kamu sendiri? Kau dengar kamu ada di luar negri ya?” Tanyanya
Aku terdiam sesaat, ada rasa cemburu tiba – tiba menulusup dihatiku disaat mas Pras menyebut anak dan istrinya. Entah kenapa perasaan cemburu itu tiba – tiba datang dengan sendirinya. Sedangkaan aku tahu perasaan ini seharusnya tak boleh aku rasakan, dan aku tak berhak merasakan itu bahkan sangat terlarang.
“Nel? Kok diam aja..kamu baik – baik aja” Suaranya membuyarkan lamunanku
“Eh,ii..iya mas. Aku baru pulang dari luar negeri beberapa bulan yang lalu, dan sekarang aku kerja juga di Jakarta” Jawabku gugup
Kereta terus melaju, tak terasa kita sudah banyak mengobrol disitu, ya sekedar menceritakan kehidupan kita masing – masing, karena semenjak aku dijodohkan dengan mas Naufal, kita sudah tidak pernah bertemu hingga saat ini. Pertemuan yang tek disengaja didalam kereta. Cahaya matahari sudah tak nampak lagi dicendela, terganti gelap malam. Setelah lama kita berbincang, entah kenapa mata ini serasa berat untuk terbuka. Ditambah rasa letih di punggung membuatku menguap beberapa kali. Mas Pras seperti mengerti keadaanku.
“Kamu istirahat aja gak papa Nel, Nanti aku bangunin kalau sudah sampek stasiun” Ucap mas Pras
“Iya mas, terima kasih ya. Gak tau kenapa rasa kantukku tak tertahan saat ini” Kataku bersamaan aku senderkan kepalaku ke sandaran kursi, kini posisiku agak setengah tiduran. Terlihat mas Pras mengambil jaketnya dan ditutupkan ke tubuhku, aku semakin terkejut dengan perlakuannya saat ini. Inginku menolak atas perlakuannya, tapi hatiku kembali berdesir.
“Biar kamu tidak kedinginan Nel, sekarang kamu istirahat” Katanya
“Eh..terima kasih ya mas” Kita berpandangan sesaat, terasa tangan mas Pras kini menggenggam tanganku. Detak jantungku berasa semakin cepat.
Berlanjut Kesini