Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY neoKORTEKS

Episode 15
Nusantara


Panjang bentang negara Indonesia dari pulau Breueh di barat sampai Kota Merauke di timur kurang lebih lima ribuan kilometer. Itu bahkan lebih panjang dari Amerika Serikat dan Eropa Daratan minus Britania Raya. Kalau ada orang beralasan daratan huni Indonesia hanya sepertiga luas total, maka dia belum pernah tahu fakta daratan China yang seluas itu. Sebagian besar wilayahnya tidak bisa dihuni sebab betapa luas Gurun Gobi.

Bersyukur aku tinggal di Indonesia. Berdoa aku supaya bisa kenal setiap makhluk kasarnya selain manusia. Beberapa orang mungkin lebih ingin ke luar negeri, tapi buatku keliling Indonesia adalah impian besar. Mengunjungi kota baru, hutan baru, pantai baru, tanaman baru, sampai kadal baru.

Sekarang, tujuan itu seperti terbuka satu-satu. Kupelajari sejak tawaran Niken kuiyakan. Pendahuluannya, kepulauan Kangean secara administrasi adalah wilayah Sumenep, Madura. Tapi, secara sukunya, mereka yang tinggal adalah orang-orang keturunan Madura sampai Bajo. Tidak perlu heran begitu karena pulau ini ada di tengah-tengah antara Jawa, Sunda Kecil, dan Sulawesi.

Dan aku sudah tahu sejak dulu kalau suku-suku Indonesia suka berlayar.

Perlu ditekankan juga oleh Om Berewok kalau ini bukan jalan-jalan. Ini adalah penelitian, kata beliau. Mengingat aku mahasiswa kemarin sore, jadi harus ikutlah latihan pengambilan data. Aku harus tinggal di Bogor selama seminggu penuh sebelum keberangkatan.

Artinya awal tahun ini aku harus tidak pulang. Mengingat nasihat bapak yang berkata kalau aku masih jiwa muda, maka kupilih Ke Kangean. Masalah berlarut dengan Novia adalah harga yang harus dibayar. Kalau masih ada waktu libur sebelum semester baru, aku bisa pulang sebentar.

---


Yoshi


Yuli


Gina

“Tahun baru mau di mana, Do?” Tanya Beni.
“Di Bogor kayanya.” Kataku.

Beni ini banyak menolongku sepanjang semester. Dia mahasiswa yang sibuk dengan segala kerapat-rapatannya. Meski ada rahasia yang akhirnya aku tahu, aku tidak perlu punya masalah dengan dia.

Mereka punya taruhan atas keberadaanku. Mulai dari tantangan Beni terkait proses adaptasiku di rantau sampai Yoshi yang berusaha membongkar hal pribadi. Hasil taruhannya adalah seks bebas di antara mereka berdua. Siapa yang menang, mereka juga tidak peduli, yang penting mencicipi tubuh masing-masing.

Bagaimana aku bisa tahu. Itu karena beberapa malam sebelum kejadian di basement itu dengan Alvin, aku curiga dengan gelagat Yoshi yang tidak sabaran membuka tabir aib.

Dia mentraktir kami pizza dan bermain truth or dare seusai UAS yang disesali. Modalnya hanya pulpen yang diputar-putar. Pertanyaannya harusnya biasa saja, seperti asal SMA, hobi, dan makanan favorit. Tantangannya juga biasa saja, mulai dari salto di atas tempat tidur sampai bernyanyi dengan huruf vokal E.

Semua berubah sejak botol alkohol pertama diteguk Gina dan Yoshi. Yuli pun ikut-ikutan minum minuman seperti itu karena ada kesempatan.

“Giliran gue. Pulpen, please...” Yoshi berharap apa.

Pulpen lalu berhenti tepat ke arah diriku.

“Do, truth or Dare?” Tanya Yoshi, mukanya mulai merah.
“Truth.” Kataku, masih sehat.
“Hmm~ Masih pacaran sama siapa itu, Novia, ya?”

Aku sudah menceritakan Novia pada mereka. Aku punya Novia, makanya Gina juga merasa bersalah, tapi tidak sebersalah itu.

“Masih.” Sahut aku.
“Sebentar, bukan itu pertanyaannya.” Yoshi meralat.
“Weey, enak aja!” Yuli menyanggah

Terserah mereka.

“Pernah ngapain apa? Jujur lho!” Yoshi mempertajam.
“Pertanyaan apaan itu?” Aku tidak mau jawab.
“Ini game. Lo pilih truth, Man.”

Yoshi sudah mabuk. Hitam matanya sudah bergetar tak karuan. Terbukti saat Yoshi mau mengambil minum, cara berjalannya sudah tidak karuan. Satu botol dia habiskan sendiri. Ketakutan akan pengalaman kejadian dengan Gina mulai terngiang lagi. Itulah kenapa aku bawa obat tidur yang cukup untuk tiga perempuan ini.

Cepat sekali mereka pulas.

Dari sana aku cari tahu tentang masalah dengan Gina terlebih dulu. Karena itulah aku bisa menyelesaikan masalahnya dengan Alvin. Kecurigaan terhadap Yoshi membawaku ke dalam kepalanya, yang membawaku melihat Beni di sana.

“Yosh... Sempit Anjing...” Umpat Beni.
“Ahhh... Kontol lo yang gede, bangsath...” Umpat Yoshi.

Lemparan dimensi dalam orang yang kepalanya sedang diisi alkohol begitu liar. Siapa sangka Beni dan Yoshi punya sisi tersembunyi yang begitu kontradiktif. Mereka berdua benar-benar punya peran aktif di angkatan, di jurusan. Sekarang mereka, kutahu, begitu...

Yoshi diikat tangannya dengan dasi, di belakang kepala. Sebenarnya Yoshi bisa mudah memutar tangannya, tapi tidak mau. Otaknya dari awal bekerja berdasarkan stimulan. Yoshi juga mengiyakan secara mental. Jadi, ini bukan pemerkosaan.

Beni mencekik Yoshi dengan kedua tangannya demi stimulasi yang liar. Itu adalah anggapan bentuk rangsangan yang seksi, setidaknya buat Beni sendiri. Jadi, Yoshi dibuat begitu supaya hasratnya tersalurkan. Bukanlah bentuk dari pemaksaan.

“Ahh.. Ahh... Ahh.. Ahh.. Ahh.. Ahh.. Ahh...” Lenguhan Yoshi.

Beni sudah tinggi. Keringatnya bercampur harum sprei. Yasudah begitu, aksi yang liar sudah pasti membutuhkan energi. Energi akan melepas panas. Banjir keringat salah satu produknya, selain uap air dari paru-paru.

Tak karuan lagi bentuk mereka berdua. Rambut basah, lipstik luntur, ada bekas lecet kuku di kulit. Akhirnya, aksi diakhiri dengan lelehan sperma Beni di pipi kiri Yoshi.

“Luar biasa lo, ya.” Puji Beni.
“Besok-besok gue yang pegang kendali, liat aja.” Yoshi seperti tidak terima.
“What’s the deal, huh?!”

Itulah judi tersembunyi yang mereka lakukan. Dari sana aku mulai paham. Aku berusaha melompat lagi untuk mencari tahu tentang apa yang mereka pertaruhkan.

Ada tiga kali taruhan yang sudah selesai. Tiga kali pula Beni menang dengan dua di antaranya tentang aku. Satu lagi tentang Suci yang ternyata diam-diam sudah berpacaran dengan senior.

Tapi, tidak tiga kali Beni dan Yoshi beradu cinta, melainkan sepuluh kali. Sepuluh kali dalam tiga bulan. Angka yang berarti candu. Tidak wajar untuk sekedar cinta semalam, tidak wajar juga untuk yang bukan kekasih.

“Gue jamin Nando masih perjaka.” Kata Yoshi.
“Deal.” Jabatan tangan Beni.

Cukup sudah. Aku keluar dari kepala Yoshi.

---

“Ikut ke rumah gue yuk. Bakar-bakar kita. Nanti ada semua cowok angkatan kita pokoknya.” Beni masih mengajak.

Suara dan tepukan tangan Beni membawaku lagi ke permukaan bumi. Lamunanku lepas dari nyatanya permainan putar pulpen yang tak tuntas. Menyadarkan diriku bahwa ajakan Beni harus kutolak dengan kata-kata yang baik.

“Gue harus ke Bogor. Ada latihan buat ke Kangean.” Alasanku kuat.
“Kangean? Sama siapa?”
“Ada pokoknya, peneliti.” Kataku lagi.

Beni menginterogasi layaknya teman. Ditanya kapan, untuk apa, apa-apa apa. Sambil menunjukkan rautnya yang setengah terkejut setengah bangga kalau temannya sesama mahasiswa baru sudah punya kenalan peneliti besar. Sebenarnya bukan begitu, tapi biarkan begitu.

“Yah, gak ikut pelantikan UKM dong lo?”
“Sorry, deh.” Aku pura-pura menyesal.

Aku menyesal pura-pura menyesal. Aku tidak suka pura-pura, apalagi dipura-pura.

Selain itu, punya UKM itu tidak wajib dan aku tidak tertarik. Di dalam UKM kurasa lebih banyak aksi senior yang melakukan pendekatan dengan lawan jenis. Aku tidak tahu kebenarannya, hanya persepsiku saja yang begitu rendah untuk melakukan generalisasi terhadap orang-orang ini.

Lihat Suci yang ternyata sudah punya pacar. Senior. Kini, rahasia itu aku tahu, selain Beni, Yoshi, Suci, pacarnya Suci, dan Tuhan serta malaikat-malaikatnya. Setan juga, sempat lupa.

“Do, inget belajar masa bodo.” Bisikan Niken terdengar.
“Iya. Anti sosial sekalian.” Balasku membatin.

---


Niken

“Ayo turun.” Niken menyeru.
“Iya.” Kataku.
“Ngelamun terus.”

Akhir tahun ini jadinya ditutup dengan aku menghabiskan malam bersama keluarga Om Berewok. Di sana nanti, ada satu orang lagi yang menjadi anak bimbingan beliau. Dia akan datang jam sepuluh.

Kaki-kakiku dan Niken berdua melangkah masuk ke dalam bangunan besar. Sebuah Mall. Siang ini kami ditugaskan belanja ayam, daging, sayur, dan banyak minuman. Sebagian besar dimasak oleh ibunya Niken, tapi sate akan kami yang buat.

Kembali saat melihat deretan ayam ayam ebku, aku terpikir tentang nyawa-nyawa hewan yang datang dan pergi. Sia-sia apakah? Hanya demi menuntaskan hasrat daging sepanjang 20 centimeteran yang disebut lidah.

“Ngelamun terus, ah, Do. Itu ambil ayamnya.” Niken menggerutu.
“Iya bawel.” Aku membalas.

Tidak perlu didebat sebenarnya. Aku dan Niken tidak sedang bermusuhan. Cuma aku yang sedang tidak enak diajak bicara.

Proses adaptasi di semester pertamaku gagal sepenuhnya. Teman-teman yang aku dapatkan jadi lepas karena banyak hal. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan semata-mata karena mereka pasti tidak akan mengerti.

Buat Yoshi, Yuli, dan Beni, mungkin merasa aku yang menjauhi mereka. Terkecuali Gina karena dia sudah berbuat salah. Tapi, garis besarnya, mereka tidak lagi sama seperti aku melihat mereka saat empat bulan kemarin.

“Jangan sampe aku masuk ke kepala kamu nih.” Niken berbisik.
“Gak usah izin, tetep sering juga.” Balasku.

Kami saling tatap. Kemudian, tersenyum bersama selayaknya ini hal konyol internal.

“Gitu kek, senyum. Ayo ah cari kecap sekarang.” Niken.

Setengah jam kemudian kami sudah antri di kasir. Manusia-manusianya mengular. Bukan menjadi ular, karena ini hanya kiasan. Maksudnya, tempat perbelanjaan modern di sini sekarang sedang ramai.

Maklumkan karena nanti akan malam tahun baru. Sekolah-sekolah sudah libur semester. Perkuliahan juga, Pegawai biasanya diberi waktu kerja setengah hari. Pengecualian bagi pekerja serabutan, atau pengusaha, atau pelayanan masyarakat. Tapi intinya bahwa mereka semua, kami semua, ingin mengambil kesempatan untuk bisa bercengkrama lebih baik dengan keluarga atau teman.

Karena keluargaku tinggal di beda pulau, maka aku lari ke kerabatku. Selain itu, tanggal dua lusa aku sudah akan intensif diajari teknis penelitian di lapangan.

“Pegel.” Keluh Niken.
“Ajak pacar makanya, biar diantriin.” Aku meledek.
“Lagi jomblo nih.”

Aku tersontak. Mungkin Niken melihat perubahan mukaku. Salah sendiri tidak bisa menahan kekagetan.

“Gak usah berharap. Kamu adik aku.”

Masa bodo, dalam hati.

Niken kemudian bercerita sesuatu. Tentang ketertarikannya dengan benda-benda kuno. Pedang dari Turki, permadani dari Andalusia, patung Nefertiti dari Mesir, sejumlah koin emas dari Maroko, Buku-buku dari Yunani, beberapa guci dari Laut Jawa juga ada. Laut Jawa disebutnya sebab banyak kapal karam di sana, dan ada benda-benda kuno juga yang berasal dari tempat-tempat jauh.

Niken tidak menjelaskan lengkap dari mana informasi itu dia dapatkan. Tapi, dia percaya barang-barang itu punya cerita masing-masing. Ada sejarah yang mengantarkan cerita itu sampai hari ini.

“Oh, hobinya begitu sekarang?” Aku mengangkat alis.
“Ya bisa dibilang.” Niken gantian mengangkat bahu.
“Udah mulai koleksi?”
“Cuma lihat-lihat aja.”

Niken berkata Cuma Lihat. Yang kutahu, Niken tidak pernah pergi ke luar negeri. Kusimpulkan dia hanya melihat-lihat dari katalog benda antik atau dari internet. Terlalu standar untuks seorang yang ingin jadi kolektor kalau begitu.

Niken terlalu mewah untuk sekedar mencari dari internet. Jadi, ada cara lain Niken melihat benda-benda itu. Ini berhubungan dengan latihan tingkat tinggi yang dijelaskan Dokter Syarief.

“Kamu bisa mendimensikan waktu, seolah waktu bukan linear lagi.” Itu kalimat saktinya.

Bukan aku yang seutuhnya bisa berpindah-pindah waktu. Hanya lewat kepala saja, dan itu dalam mimpi. Visual yang nyatanya pernah terjadi di masa lampau dan tidak dapat diubah.

Berat. Tapi katanya Niken sudah bisa melakukannya sejak tahun lalu. Sudah sejauh mana dia bisa mejelajah, itu yang aku belum tahu. Kalau aku yang sudah bisa menguasai, semakin banyak yang aku pikirkan pasti. Kusampaikanlah pada Dokter Syarief bahwa aku belum siap sampai di tingkat itu.

“Ada satu ukiran patung dari Pulau Paskah yang aku bingung, tapi ini unik.” Cerita Niken.
“Apa?” Sahutku.

Tidak ada salahnya membicarakan hal begini sambil mengantri. Bagus untuk membuang-buang waktu. Bagus juga karena kami tidak mengumbar aib teman yang pasti bisa didengar semua orang-orang sepanjang antrian. Dan kasir, kalau dia multitasking.

“Bentuknya mirip jenglot.” Kata Niken, memperagakan gerakan merinding.
“Kecil gondrong, gitu?”
“Iya gitu deh.”

Aku diam sebentar. Mengolah dengan serius kata-kata Niken tentang jenglot. Kecil dan kurus, kata Niken.

“Jenglot, jenglot apa yang...” Kata Niken.
“Yah dia bercanda.”
“Haha...”
“Haha..”

Aku tertawa. Cukup bagus perubahan kondisi hatiku setelah banyak berbicara dengan manusia nyata. Harus bisa aku pertahankan sampai malam tahun baru berakhir.

---

Tahu apa yang seru dari hari-hari besar ditambah tanggal merah. Itu adalah berkumpulnya banyak orang yang dikenal di satu tempat. Di hari-hari biasa, biasanya masing-masing tinggal tersebar di Bogor, Depok, Jakarta, Bandung, Kupang, Dubai, dan termasuk Ontario di muka bumi. Kecuali kalau ada saudara yang sedang pergi ke Mars. Tapi tidak, karena proyek manusia pertama ke Mars baru direncanakan berangkat tahun 2033.

Malam ini, ada aku yang berasal dari Bukittinggi, Niken dan keluarganya yang berasal dari Bogor, dan Bang Banu dari Madura. Kurang seseorang lagi dari orang Timur untuk perwakilan kehadiran dari sepanjang itu Nusantara.

Abang Banu ini yang dibilang anak bimbingan Om berewok yang diceritakan. Badannya sawo matang seperti penjaga pantai. Karena pengandaiannya sudah penjaga pantai, bisa juga dibayangkan bentuk tubuhnya yang seperti penjaga pantai. Aku kalah jauh.

“Kenapa mau ke Kangean, Bang?” Tanya aku.
“Mau jawaban dari apa dulu?” Bang Banu balas bertanya.
“Ada jawaban dari apa aja, Bang?”
“Hati dan skirpsi.”

Aku menimbang. Keduanya setara seperti jawaban jujur dan bohong. Atau setara seperti jawaban serius dan bercanda. Jadi, kupilih yang seperti bercanda dulu supaya santai.

“Skripsi deh.”
“Jadi, Kangean itu jauh dari pulau utama, mana coba, Jawa atau Bali? Pembentukannya juga masih misteri, orang-orang tua bilang dari endapan, tapi ada juga yang bilang berasal dari naiknya batuan kapur. Jadi, perlu tau siapa yang jadi sumber plasma nutfah Kangean, apakah Jawa atau Bali. Atau Malah Sulawesi.”

Aku mengangguk, setengah paham.

“Caranya?” Aku masih perlu tahu.
“Tumbuhan. Tumbuhan gak bisa ke mana-mana, kan. Pisahin sumbernya dari hutan alami dan sampel masa lampau, bisa ketahuan. Beda sama burung yang bisa terbang ke mana-mana.”

Cerita Bang Banu menarik. Aku terasa punya gairah tambahan untuk bisa ikut mengabdikan diri di bidang ini. Meski, asap sate diarahkan ke mukaku oleh Bang Banu.

“Nah, kalau jawaban dari hati, gue mau pulang kampung sebenernya. Hahahahaha.”

Ah. Itu jawaban yang benar. Suara hati anak rantau yang sama.

Beberapa jam kami membakar sate, ditemani Om Berewok yang menyusul. Niken dan ibunya di dapur memasak yang lain. Lalu, tontonan konser di TV di ruang tamu tidak menggelegar. Hanya terdengar sayup-sayup untuk pelengkap obrolan kami semua.

Di sekitar rumah, bunyi petasan justru yang menggelegar. Inilah pertanda tahun Masehi berganti. Bumi kembali ke titik revolusi awal. Sisi yang utara lebih dekat dengan matahari dibanding sisi selatan.

“Satenya enak.” Kataku

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Makasi apdetannya suhu...
Ijin kasih usul suhu, kalo bisa ending tiap apdetan merupakan awal permasalah buat apdetan selanjutnya suhu, biar tambahpenasaran para pemirsa, hehehe.
Overall keren suhu ceritanya
 
Seperti nya benar , akhir nya Nando jadi manusia penyendiri yang tidak butuh interaksi dari orang lain ... Yang asyik dengan dirinya sendiri
 
Mantap om updatenya... Telat dikit gpp lah om.. Yang penting rutin tiap minggu..
Semangat terus om..
 
Makasi apdetannya suhu...
Ijin kasih usul suhu, kalo bisa ending tiap apdetan merupakan awal permasalah buat apdetan selanjutnya suhu, biar tambahpenasaran para pemirsa, hehehe.
Overall keren suhu ceritanya

Sebenernya udah tamat di chapter ini sih, jadi gak ada masalah lagi. Tapi bohong hiya hiya hiya.


Seperti nya benar , akhir nya Nando jadi manusia penyendiri yang tidak butuh interaksi dari orang lain ... Yang asyik dengan dirinya sendiri

Hmmm teori yang menarik.


Mantap om updatenya... Telat dikit gpp lah om.. Yang penting rutin tiap minggu..
Semangat terus om..

Terima kasih.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd