Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT OMG!! Kakakku Yang Cantik dan Sexy Itu Ternyata Seorang....

Keesokan harinya aku keluar kamar agak siangan setelah paginya menghabiskan waktu bermalas-malasan di kamar. Selesai mandi, kulihat Cie Stefany di ruang tengah.
“Ah Rico, hari ini lu ada rencana kemana?” tanyanya begitu melihatku.
“Wah baru aku mau nanya hal yang sama. Belum ada rencana sih. Kalo lu sendiri?”
“Nggak ada juga. Bingung mau kemana. Atau tepatnya, bingung mau ngapain.”

“Kita ngobrol aja, Cie. Rasanya sudah lama banget kita nggak ngobrol bareng. Mumpung sekarang sama-sama punya banyak waktu.”
Saat itu adalah masa liburan semester ganjil ke genap sekaligus libur akhir tahun bagiku. Sementara kakakku kini seorang “pengangguran”.
“Yuk. Apalagi banyak hal yang terjadi pada kita belakangan ini.”
“Tapi aku harap kali ini kita bisa ngomong saling terbuka tanpa ada trik-trik-an lagi ya. Selama ini lu selalu ngebohongin gua. Tentang Angga, yang katanya ke Bali lah, bisnis MLM... sejak awal disini perasaan lu selalu ngebohongin bahkan memperalat gua deh,” kataku sambil tertawa.
“Hahaha... kali ini udah nggaklah. Mau bohongin tentang apa lagi. Mau memperalat untuk apa lagi. Kita bisa bicara apa saja kecuali tentang detil kegiatanku. Meski aku sudah ga disana lagi, tapi aku tetap wajib menjaga kerahasiaannya. Di luar itu, sekarang aku transparan, Rico,” katanya sambil membuka kedua tangannya.
“Sebaliknya, lu jangan memantau aku terus ya. Jangan-jangan ini lu udah pasang spy camera dimana-mana lagi.”
“Haha.. nggaklah Cie. Saat ini apapun yang aku ingin tahu tentang lu, kayaknya lebih manjur aku dapetin secara langsung dari lu,” kataku dengan tersenyum menatapnya.

Kakakku tak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya meresponnya dengan memandangku balik dan tersenyum. A reaction that is more than meets the eye. Sebuah reaksi yang mengandung makna tersirat disamping apa yang terlihat; setimpal dengan perkataanku barusan yang juga mengandung lebih dari satu arti. Inilah yang kusuka dari mengobrol dengannya. Ia orang yang pintar. Kita adalah teman bicara dengan tingkat intelektual yang sepadan.

“Tapi lu ga konsisten dengan ucapan lu itu,” ujarnya kemudian. “Gimana lu bisa mengikuti aku kemana-mana. Kayaknya alat lu itu masih on deh sampe sekarang.”
Hmm... meski kakakku ini tak terlalu menguasai teknologi, namun logikanya sungguh jalan.
“Bawa kesini iPhone lu,” kataku kepadanya. Lalu kutunjukkan apa yang telah kulakukan sampai aku dapat memantaunya. Kemudian kumatikan semua itu di depannya.

Saat aku menunjukkan itu kepadanya, ia berpindah duduk persis di sebelahku. Ia memakai celana pendek dan kaus tanktop hijau tanpa lengan yang cukup ketat dengan potongan leher agak rendah. Sehingga ketika aku menunjukkan demo itu kepadanya, aku dapat melihat belahan dada indahnya dengan jarak close-up. Apalagi ia terlihat begitu tertarik dengan penjelasanku sehingga tanpa canggung ia mendekat dengan agak menunduk ke arahku. Aku dapat mencium wangi harum rambut dan tubuhnya. Ditambah dengan pahanya yang putih mulus dan belahan payudaranya yang indah dan padat berisi dalam jarak sangat dekat. Membuat penisku menegang saat menjelaskan semua itu, yang berlangsung agak lama karena aku menjelaskan secara mendalam sementara ia banyak bertanya macam-macam.

“Nah sekarang semuanya sudah disabled. Tinggal lu ganti passcode trus abis ini jangan sampe kelihatan aku saat lu ngetiknya,” kataku sambil nyengir ketika ia menerima balik telponnya dan setelah itu berpindah ke tempat duduk asalnya.

“Sebenarnya malam itu apa yang terjadi setelah aku ga sadar?” tanyaku.
“Mungkin aku ceritain dari Sabtunya aja ya,” jawabnya.

“Saat Mas Angga kesini, ia bilang kalau situasi sudah kondusif untuk mengeksekusi rencana kita. Ia tanya kesiapanku gimana. Akhirnya kita sepakat untuk jalan. Setelah itu kita diskusi tentang aksi kita. Lalu ia kirim message itu.Saat itu mungkin ia agak terburu-buru saking antusiasnya sehingga ga sadar kalau message-nya terkirim lewat Wifi bukan data selulernya. Juga rasanya ia ga ngira kalau diam-diam lu intercept dan bisa decode message yang telah terenkripsi dalam waktu cepat.”

“Penemuan lu itu adalah satu hal yang sangat tak diduga dan ga diharapkan muncul. Apalagi munculnya di saat yang krusial. Kita sudah harus menjalankan aksi kita beberapa jam lagi. Karena itu saat kita bicara aku mencoba segala cara untuk menyangkalnya dengan perasaan campur aduk ga karuan. Lu dengan sikap asertif bersikeras membuktikan penemuan lu. Saat itu sebenarnya aku pengin ngomong keras-keras kalo semua ini hanya bohong-bohongan saja tapi komitmenku dengan tugas ini mencegahku untuk melakukannya. Padahal seandainya lu mau sabar menunggu barang 1-2 hari, kita juga akan menjelaskan semuanya. Baik Om Pram maupun Mas Angga telah sepakat tentang itu. Jujur aja, saat mendengar lu berpikir aku akan mengusirmu dari rumah, hatiku rasanya teriris-iris. Lu tahu khan aku ga akan melakukan itu. Apapun yang terjadi.”

“Maafkan aku, Cie. Ya aku tahu itu. Hanya saja saat itu aku sungguh emosi karena niatku melindungi justru lu tolak mentah-mentah padahal bukti-bukti sudah jelas di depan mata.”
“Aku yang mestinya minta maaf Rico, karena telah menipumu selama ini. Sebenarnya saat itu aku seperti “mendapat karma” juga dari lu. Lu saat itu sakit hati karena niat lu menolong seolah nggak aku gubris. Jadi adalah hal yang setimpal kalau kemudian aku juga sakit hati karena merasa lu mengira aku sekejam itu. Untunglah akhirnya semuanya terselesaikan dengan baik.”

“Anyway, saat itu daripada panjang-panjang, akhirnya aku pura-pura nurutin usulan lu. Tapi rencana kita tetap jalan terus. Aku tahu alasanku ke Bali pasti terdengar agak aneh dan lu mungkin ga percaya. Tapi aku kirain lu juga ga bisa berbuat apa-apa selain menunggu 1-2 hari sampai kegiatan kita selesai. Tapi ternyata lu melakukan sesuatu yang kita semua nggak menduga yaitu ngikutin kita.”

“Beruntung Mas Angga tahu kalau ada yang membuntuti. Saat itu ia belum tahu kalau itu lu. Dikira malah kaki tangan orang itu. Kemudian kita sengaja menjebak dengan pura-pura berhenti di satu tempat. Sementara orang-orang kita akan datang membantu kita. Eh ternyata malah lu.”

“Setelah itu ya lu tahu apa yang terjadi. Mas Angga terpaksa membuat lu tak sadar karena the show must go on. Setelah itu lu dibawa oleh orang-orang kita itu dan dibius. Supaya lu nggak sadar duluan sebelum kita selesai. Kalo nggak nanti lu bisa bikin ulah lagi disana. Hahaha.”

“Itu aja saat masih belum sadar lu mengigau dan berteriak-teriak kalau Mas Angga telah punya istri. “Hmm, selain itu aku ngomong apa lagi waktu mengigau?”
“Lu nggak ngomong yang lain kecuali itu aja yang terus diulang-ulang.”
Hmm, berarti aku tak mengigau sesuatu tentang Blackjack dalam mimpiku itu, batinku. Aku tak tahu apa reaksi kakakku kalau tahu aku mimpi dia ML dengan pria Nigeria.
“Dari suara lu sepertinya lu benci banget dengan dia.”

“Ya terus terang, sebelum ini memang aku benci banget. Mungkin karena sebelumnya aku punya kesan sangat baik terhadapnya sampai aku bersedia bela-belain dia. Tapi ternyata dia malah ga serius dan cuman mempermainkan lu. Untunglah semua ini hanya salah paham saja dan akhirnya semuanya terselesaikan dengan baik. Jujur saja, aku senang pada kenyataannya ia bukan orang seperti itu. Justru sebaliknya, ia adalah orang yang punya integritas tinggi.”

“Bukan hanya tinggi, tapi sangat tinggi. Seandainya partner-ku bukan dia, mungkin aku ga akan mau pura-pura pacaran dengannya apalagi berduaan lama di tempat tertutup. Dia benar-benar orang yang sangat teguh hatinya. Makanya waktu lu nuduh dia yang nggak-nggak, waktu itu aku jadi marah beneran meski sebenarnya bukan salah lu juga. Hahaha.”

“Sebelum lu ketemu dia, sebenarnya kita sering kerja sampai malam di markas kita. Semua orang sudah pulang, satu bangunan hanya ada kita berdua. Tapi sekali pun dia gak pernah mencoba merayu apalagi berusaha melakukan tindakan yang nggak semestinya. Dan sikapnya itu selalu konsisten sejak pertama kali aku kenal dia sampai sekarang.”

“Hmm, lu kelihatan sangat mengaguminya. Jangan-jangan diam-diam sebenarnya lu memang jatuh cinta sama dia?” godaku. “Hanya karena dia sudah merid dan dia orang yang memegang teguh komitmen jadi akhirnya lu pendam perasaan lu di dalam.”
“Hahaha, nggaklah Rico. Hubungan kita murni urusan kerjaan ditambah persahabatan atau mungkin persaudaraan aja. Dia selalu menganggapku sebagai adiknya sendiri. Sebaliknya aku menganggap dia sebagai kakakku. Makanya aku selalu manggil dia Mas, hehehe. Selain itu juga aku sangat mengagumi dirinya. Tapi gak lebih dari itu.”
Ya, aku juga bisa melihat sikap mutual respect diantara keduanya.

“Sebaliknya, dia juga sangat mengagumi lu, Cie,” kataku. “Tapi aku masih agak penasaran. Boleh aku bicara terus terang?”
“Silakan.”
“Katakanlah dia menganggap lu sebagai adiknya dan dia memang orang yang teguh prinsipnya. Tapi bagaimana pun juga dia adalah cowok normal. Sementara lu adalah cewek cantik. Masa dia gak pernah nafsunya bangkit satu kali pun? Apalagi di tempat sepi dan... kadang lu memakai pakaian yang sexy untuk menunjang whatever peran lu itu.”

“Ya, dalam peranku sebagai super high class courtesan kadang memang aku harus memakai kostum yang sesuai untuk itu. Tapi Mas Angga melihatnya lain. Selama ini ia selalu menganggap kita sedang melakukan tugas untuk negara. Kalau ia sampai mengambil kesempatan di saat aku, atau siapapun juga, sedang melakukan tugas negara, baginya itu sama saja dengan melanggar sumpah amanatnya. Baginya, itu sama seperti jadi pengkhianat negara.”

“Sampai segitunya? Betul-betul hebat dia!” pujiku.
“Memang,” kata kakakku. “Dia pernah bilang terus terang ke aku, sebagai cowok normal memang kadang ia tergoda tapi selama ini pikiran itu bisa ditepisnya. Tapi kalau suatu saat ia sampai lupa diri, ia menyuruhku menamparnya keras-keras sambil mengingatkan kalau ia pernah menyuruhku untuk melakukan itu. Tapi selamanya tak pernah ia sampai lupa diri.”

“Pernah satu ketika ada hal-hal yang tak berjalan sesuai rencana dan aku hampir diperkosa oleh seorang pengusaha kroni koruptor. Pada akhirnya memang aku berhasil memukul dan membuat dia pingsan tapi saat itu aku mengalami nervous breakdown. Saat Mas Angga muncul karena dikirain terjadi apa-apa, aku ga sadar kalo cuman pake pakaian dalam doang. Tapi tak sedetik pun ia berbuat tak sopan. Bahkan ia terus memalingkan wajahnya sampai aku benar-benar sudah berpakaian sopan kembali.”
“Wow! Tak hanya di mulut doang, tapi ucapannya itu dibuktikan dengan tindakan nyata,” ujarku penuh kekaguman.
“Ya, orang seperti dia itu di jaman sekarang sangat langka,” balas kakakku.

“Tapi aku salut juga dengan lu, Cie. Apa yang lu lakukan selama ini ga hanya susah tapi juga berbahaya. Untuk itu aku beneran salut. Nggak semua orang bisa dan mau melakukan apa yang lu lakukan. Apalagi cewek.”

“Karena aku ga ada pilihan lain, Rico. Kesulitan-kesulitan yang waktu itu kita alami betul-betul melecutku untuk berani melawan rasa takut di dalam diriku supaya bisa keluar dari situasi itu. Karena kalau kita berdiam diri dan mengalah atau bahkan takut, orang-orang yang pada dasarnya suka berbuat sewenang-wenang akan semakin bersikap sewenang-wenang terhadap kita.”

“Ya memang betul,” kataku mengakui perkataan kakakku. “Pada akhirnya kita sendirilah yang menentukan nasib kita bukan orang lain. Ada orang yang menghina, menindas, mengata-ngatai rasis dan lain-lain ke kita. Tapi semua itu adalah urusan mereka. Yang lebih penting bagi kita adalah apa yang harus kita lakukan untuk mengangkat diri kita. Kalau kita ga berusaha, segala sesuatunya ga akan berubah. Juga kita ga bisa melulu mengandalkan orangtua apalagi menyalahkan. Ada hal-hal tertentu yang harus kita kejar sendiri,” kataku.

“Nah, lu juga sekarang mengerti. Karena itu, saat itu semua latihan fisik berat, semua ujian mental, apapun semuanya aku jalanin. Bahkan termasuk pura-pura jadi cewek bookingan kelas atas untuk melayani pejabat-pejabat korup dan pengusaha-pengusaha nakal itu. Meskipun resikonya boleh dibilang cukup besar selain reputasiku bisa hancur. Tapi lebih baik aku dianggap orang rusak daripada rusak beneran. Sementara kalau bicara tentang resiko, ada Mas Angga dan tim yang selalu mem-backup aku dan aku percaya dengan profesionalisme mereka.”

“Sementara aku juga salut sama lu, Rico. Lu berani bertindak all-out sesuai dengan apa yang lu anggap benar. Bahkan berani menentang Cie-cie lu sendiri hehe. Lu sekarang berbeda dengan dulu yang apa-apa selalu nurut dan ga berani. Satu hal yang aku suka ngelihatnya,” kata kakakku sambil tersenyum memandangku.
“Sepertinya pengalaman lu di Aussie meski hanya beberapa bulan tapi betul-betul membuka diri lu. Kepercayaan diri lu jadi meningkat jauh. Tapi disisi lain, saat-saat itu lu jadi semakin ngerepotin. Hahaha. Untunglah semua itu kini sudah berakhir.

“Ya karena disana aku ngeliat kalo semua orang juga berusaha. Dari anak-anak yang masih kecil sampai orang yang sudah lanjut usia. Pada akhirnya, respek orang datang karena usaha dan hasil kita sendiri. Bukan karena kekayaan atau pangkat yang dimiliki orangtua kita.”

“Omong-omong... kalo aku boleh jujur ya, sebenarnya dulu diam-diam dalam hati aku sering benci sama lu, Cie. Karena semua orang selalu memuji-muji lu sementara aku dianggap seolah ga ada. Hanya beberapa tahun lalu ini saja aku mulai ngeh bahwa sebenarnya lu perhatian banget sama aku. Dan saat aku disana, aku semakin sadar kalau kebencianku itu adalah sesuatu yang ga perlu. Tiap orang punya jalan sendiri-sendiri. Kalau saat itu aku ga dicuekin dalam keluarga, mungkin saat ini aku ga bisa punya pikiran setajam sekarang. Lagipula, pada akhirnya balik lagi semuanya tergantung diri kita sendiri.”

“Oh ya? Jadi sebelumnya lu diam-diam benci sama aku ya. Hihihi.. Wah! Aku ga tahu lho. Sama sekali ga tahu. Tapi sekarang benar-benar udah nggak khan.”
“Ya nggaklah. Masa punya Cie-cie yang cantik kok malah dibenci. Hehehehe. Dan kata-kata lu barusan itu semakin membuat nggak make sense untuk membenci lu. Pertama, lu ga tau artinya selama ini lu ga ada maksud untuk melanggarku. Kedua, kebencianku itu hanya bikin aku jadi orang bego saja karena sia-sia menghabiskan energi sendiri sementara orang yang dibenci malah ga ngeh.”
“Hahaha. Bisa aja lu, Rico. Tapi memang betul juga sih.”
“Maksudnya yang mana yang betul. Tentang aku punya Cie-cie cantik?”
“Idiihh lu itu ya... Kalo dibiarin makin ngelunjak.”
“Bukan ngelunjaklah, tapi mengungkapkan fakta kok ini,” kataku menggodanya.
Sementara kakakku meski agak-agak protes namun terlihat kalau ia suka mendengarnya.

“Cie, kalo aku boleh tanya satu hal lagi... tapi jangan marah ya.”
“Apa?”
“Tadi lu bilang kalau Angga orangnya ga neko-neko dan lurus banget. Tapi gimana dengan lu sendiri, Cie. Apa lu ga pernah sampai lupa diri atau paling ga sedikit kebablasan?”
Kakakku terlihat agak tersipu dan mukanya merona.
“Jangan bilang ini adalah detil kegiatan yang termasuk rahasia ya,” tambahku segera yang membuat akhirnya ia bicara.
“Ya namanya manusia, ya wajar juga kali kalo kebablasan dikit-dikit,” akunya dengan wajah memerah. “Terus terang, beberapa kali memang aku sempat agak kebablasan.”

“Seperti waktu kissing di lantai disko saat itu ya, Cie,” kataku sambil nyengir.
“Hah?! Lu tahu juga? Waduh gawat nih,” ujar kakakku dengan muka merah.
“Etapi lu jangan salah Rico. Saat itu meski keliatannya kita ciuman, tapi sebenarnya kulit kita nggak nempel. Karena saat itu Mas Angga memakai lapisan plastik di wajahnya.”
“Dia mungkin sudah mengantisipasi tapi lu nya terbawa suasana sepertinya.”
“Udah ah ga usah dibahas lagi.”

“Tapi kembali lagi, itulah hebatnya Mas Angga. Tahu nggak apa reaksinya kalo aku kebawa suasana gitu? Dia nggak memanfaatkan itu. Juga nggak marah. Tapi dia malah bilang kalau dia mengerti dengan keadaanku dan wajar kalau sesekali aku kebablasan. Sementara sebagai orang yang lebih dewasa dan jauh lebih matang, adalah tugasnya untuk mengingatkanku dan mengendalikan situasi. Apalagi, seperti yang kubilang tadi, ia menganggap semua ini adalah tugas untuk negara.”
“Wow. Jadi dia lebih hebat dari James Bond ya. Hahaha.”
“Ya, betul itu. Lagipula, dia betul-betul nyata bukan karangan.”

“Kalo Om Pram gimana?” tanyaku tiba-tiba.
“Maksud lu gimana, gimana?”
“Ehm...Pernah nggak lu ada sesuatu ke dia atau sebaliknya, soalnya khan ada saat-saat awal waktu lu sering ketemu dia. Dan ternyata dia itu sudah menduda sejak 5 tahun lalu ya. Pagi-pagi tadi dia kirim message dan kita sempat saling berbalas. Katanya dia dapat nomorku dari lu kemarin. Pagi tadi dia sempat nyinggung karena terlalu fokus di pekerjaannya ini, sampai-sampai istrinya minta cerai. Sejak itu dia menduda.”

“Lu gila ya Rico! Om Pram itu khan seumuran Papa. Lu mikir aku ada affair dengan dia gitukah?”
“Bukan sampai affair lah. Maksudnya pernah ga ada sesuatu seperti dengan Angga gitu. Aku cuman nanya doang lho,” kataku membela diri.
“Pertanyaan lu itu aneh. Masa nanya kaya gitu,” jawab kakakku dengan wajah kesal.
“Ya udah jangan marahlah. Aku cuman nanya iseng aja kok, ga ada maksud apa-apa. Beneran,” kataku.
“Dengar ya Rico... Om Pram itu teman Papa sejak kecil. Dia adalah orang yang membuka jalan buatku dan buat kita untuk keluar dari kesulitan. Jadi aku anggap dia seperti ayah angkat gitu. Sebaliknya dia juga menganggap aku seperti anak atau paling tidak keponakan sendiri. Trus, sekarang masalah lu apa? Perkara dia duda atau apa, ya itu urusan pribadinya lah. Hubungannya apa dengan pertanyaan lu itu?”

“Kayaknya kita udah cukup lama ngobrol deh. Udah ah aku mau ke kamar dulu,” kata kakakku meninggalkanku.

Aku tak mendesaknya lebih lanjut. Apalagi saat itu kulihat ada message balasan dari Om Pram yang telah masuk sejak beberapa jam lalu. Kubaca pesannya, ternyata ia mengajakku ketemu besok. Dengan cepat kubalas dan kuterima ajakannya itu.

---&&&&&&---

Keesokan harinya di waktu subuh...

Aku tiba-tiba terbangun dan tak bisa tidur lagi. Daripada suntuk di dalam kamar akhirnya kuputuskan untuk merasakan udara segar dengan keluar ke halaman belakang. Begitu keluar, tiba-tiba ada seseorang memanggilku.
Cie Stefany.
Ternyata ia juga sedang duduk di teras belakang.

“Kok pagi-pagi banget sudah bangun dan berada disini, Cie?”
“Iya tadi terbangun trus ga bisa tidur lagi. Lu sendiri kok juga bangun pagi-pagi bener?”
“Iya sama. Tiba-tiba terbangun trus ga bisa tidur lagi.”
“Ya udah lu duduk sini aja,” kata kakakku.

“Maafkan aku ya Cie, kalo kemarin aku menyinggung perasaan lu,” kataku kepadanya begitu duduk. Memang sejak percakapan yang berakhir tiba-tiba itu kita hanya sekilas bertemu dan berbicara ala kadarnya. Sampai sekarang ini.
“Ah udahlah, lupain aja,” jawab kakakku ringan tanpa beban sedikitpun.

Saat itu kakakku memakai daster terusan bermotif batik dengan campuran warna krem dan merah. Daster yang saat itu dipakainya. Rambutnya terurai tak beraturan. Wajahnya tanpa riasan sama sekali. Keadaan seorang yang baru bangun tidur. Namun justru saat seperti itulah menunjukkan kecantikan alamiah dirinya. Kecantikan yang tak hanya berasal dari paras indah wajahnya atau bentuk indah tubuhnya saja, namun terpancar dari dalam dirinya. Tapi ia terlihat sedang gundah. Seperti ada sesuatu yang merisaukan hatinya.

“Ga bisa tidur karena mikir sesuatu ya, Cie?” tanyaku langsung to the point.
“Ya, betul Rico,” kata kakakku menoleh dan memandang kearahku.
“Kalo ada yang bisa aku bantu...,” kataku.
“Nah, lu sendiri kenapa terbangun? Mikirin sesuatu juga?” jawabnya dengan pertanyaan.
“Hmm... anggap saja aku terbangun karena fungsiku disini untuk nemenin lu bicara, Cie,” kataku.
Kakakku tertawa kecil mendengarnya dan tersenyum lalu ia menatapku.

You are so amazing, Rico. Aku ga tahu gimana menjalani semuanya selama ini tanpa diri lu. Selama ini lu selalu ada setiap saat aku membutuhkan. Sebaliknya, aku malah sengaja nyuekin lu saat aku “pacaran” dengan Mas Angga. Meski itu hanya sandiwara saja, tapi saat itu terjadi tentu membuat lu kecewa terhadapku.”
“Ah, kok lu jadi baper gini, Cie,” giliranku yang tertawa kecil. “Itu adalah masa lalu. Itu adalah sandiwara. Jadi... saat ini hal itu tak berarti apa-apa.”
“Lagipula, heh, aku sudah biasa sejak kecil dicuekin. So, it means nothing. Apa yang mengganggu pikiran lu saat ini, itu jauh lebih penting karena itu adalah sesuatu. Sesuatu yang ga bisa lu cuekin.”

“Sekarang aku ngerti kenapa lu sebelum ini membenciku. Karena aku menghabiskan perhatian banyak orang sementara ga ada yang mempedulikan lu. It must be difficult for you, Rico.”

No. Justru sebaliknya, Cie. Aku merasa nyaman dengan keadaan itu. Sementara, aku justru ga bisa hidup seperti lu, dimana banyak orang memperhatikan. Dan kalo lu bilang ga ada yang mempedulikan aku, itu ga benar juga. Sekarang ini lu sedang memperhatikanku, selain juga membiayai kehidupanku selama ini,” kataku sambil tersenyum. “Jadi, apa yang mengganggu diri lu?”

“Aku bingung mau ngapain, Rico. Sebelum ini aku selalu sibuk. Tapi sekarang mendadak kosong. Om Pram waktu itu bilang kalau ia akan melepaskanku sebelum ulang tahunku ke-23. Karena pekerjaan ini tak baik bagiku untuk jangka panjang. Ia mau melihatku menjalani hidup normal seperti cewek-cewek lain seumuranku. Apalagi juga ia merasa punya beban moral kepada Papa. Dan akhirnya ia menepati janjinya itu. Kini, dua bulan sebelum ultahku aku betul-betul dilepasnya. Tapi sekarang aku bingung mau ngapain. Segala sesuatunya terasa ga bener dan aneh.”

“Ya mungkin segala sesuatunya perlu waktu, Cie. Aku ngerti lu adalah orang yang action-oriented. Lalu tiba-tiba kini kosong. Jadi ya pasti confused. Mungkin sekarang memang waktunya bagi lu untuk istirahat sejenak dan menenangkan diri dulu. Hitung-hitung sebagai kompensasi beberapa tahun belakangan ini dimana lu sudah berbuat terlalu banyak. Sambil pelan-pelan mikir apa rencana lu selanjutnya.”

“Satu hal yang perlu kukatakan lagi, Cie... apapun keputusan lu nanti aku akan mendukung lu. Apapun itu. Karena aku percaya dengan lu.”

Thank you, Rico. Seperti yang aku bilang tadi, lu selalu ada di saat aku membutuhkan,” kata kakakku sambil tersenyum. “Sekarang aku tahu paling tidak satu hal... aku akan tetap terus olahraga dengan rutin dan tetap menjaga makanan. Untuk menjaga supaya tubuh tetap fit and in a good shape.”
Hmm... tubuhmu memang sangat fit dan dalam bentuk yang ideal, Cie, batinku.

“Rico... boleh aku memelukmu?” kata kakakku setelah agak ragu sejenak.
“Tentu,” kataku sambil tersenyum, membuat ia yang tadinya agak canggung dan tegang kini jadi lebih santai.
Lalu, kakakku memelukku dengan erat.
“Thank you, Rico,” katanya di telingaku.
No problem, Cie. No problem at all,” balasku.

“Hei Rico... aku ada ide. Gimana kalo kita menjenguk Papa untuk beberapa hari? Sudah agak lama juga kita ga kesana.”
“Oh, boleh. Ide bagus itu. Kapan?”
“Gimana kalo pagi / siang ini? Lu ok?”
Hmm... artinya aku harus menggeser jadwal pertemuanku dengan Om Pram sampai aku balik kesini lagi.

Aku segera mengirim pesan kepadanya memberitahu dengan rencana kepergianku itu. Ia sama sekali tak masalah dengan itu. Sebaliknya, justru ia gembira mengetahui kami berdua akan menjenguk Papa. Sambil ia menitip salam.

---&&&&&&---

Sampai akhirnya, seminggu kemudian aku datang menemui Om Pram.
“Ah, apa kabar Rico? Mari silakan duduk,” sapa Om Pram dengan ramah.
Aku duduk di hadapannya dengan bertanya-tanya. Aku kira-kira sudah tahu satu hal yang akan dibicarakannya, ia akan mengajakku bergabung ke dalam timnya. Namun aku tak begitu yakin kalau itu adalah tujuan utamanya mengajakku bertemu.
 
pdhl rico g da keingnan untuk membenci atau cemburu lebh tepatnya ke kakaknya, tp kl sudah sampe menyinggung hub intim bgt marahnya...

seolah memang itu di tutupinya ...
nunggu kelanjutanya aja, knp cie stefani g terbuka aja jd smuanya jelas.
pa hrs dr om zul kejujuran itu rico terima, justru kl dr org lain past lbh terasa pait dan tambah melecut rico jd lebh kuat
 
Nunggu Rico nanya Om Pram@Mas Zul...kejadian antara Mas Zul dengan Stefanie..
 
---&&&&&&---

So you f*cked her that night.”
“No.”
“Hmm...Ok.. she f*cked you, right.”
“Nggak juga. Malam itu kita cuma ngobrol.”
Oh, c’mon... I don’t believe you.”
“Bisa kuteruskan ceritanya?”
“Hmm, Ok. Silakan. Aku nggak akan memotong lagi,” katanya sambil menyeruput kopi panas di cangkir kemudian mendengarkanku kembali bercerita.

---&&&&&&---

---&&&&&&---

“Hmm, jadi dia betul-betul jatuh cinta dengan cowok itu.... Lalu bagaimana denganmu? Malam itu kau punya kesempatan bagus untuk bercinta dengannya namun kau sia-siakan itu. Padahal kau akui sendiri kalau dirimu juga tertarik dengan kakakmu. Dari ceritamu, aku percaya saat itu dia akan larut dengan kemauanmu... seandainya saja kau punya sedikit nyali untuk itu. Kini, tidakkah kau merasa jadi orang paling bodoh di dunia?” jengeknya.

“Dilihat dari sudut itu, kuakui mungkin aku termasuk bodoh. Namun aku juga percaya berlakunya hukum kesetimbangan di alam kita ini. Seperti air yang secara otomatis mengisi tempat kosong yang lebih rendah. Apabila kita berdua memang sama-sama mau dan situasi juga mendukung, maka hal-hal yang seharusnya terjadi akan terjadi secara otomatis tanpa harus bersusah payah. It will happen by itself effortlessly.

“Ya, seperti kakakmu yang kemudian jatuh cinta lalu pacaran dengan cowok itu. Itukah yang kaumaksud?” jawabnya dengan sarkasme. “Yes! It will happen by itself effortlessly.... but for him, not for you. Sepertinya kau adalah orang yang terlalu banyak makan teori-teori canggih tapi hasilnya nihil. Kosong! Zero! Nol!”

Sesaat suasana hening. Sampai akhirnya ia merasa kalau usahanya untuk menggoyah emosiku tak berhasil. Lalu ia berkata,” Hmm... Ok, lanjutkan.”

---&&&&&&---
bro jagbar.***panya Rico ngomong dengan Om Pram @ Mas Zul?
 
Masih belum yakin nih sama penjelasan kakaknya klo dia anggota pemberantas korupsi, klo soal hubungan badan kakaknya sama mas zul kayanya emg bener buktinya di bilang ad affair aj lansung tersinggung. agak curiga sama pertemuan dengan mas zul jangan-jangan adiknya mau diculik dan jg curiga pas kakaknya tiba-tiba aj ngajak pergi ke tempat papanya apa itu pertanda klo adiknya ga bakal bertemu lgi. it's just feeling aja kok hehehe.
 
ah i just fap into the excitement of your story, not just the ss of this story, this story is so greaat keren suhu :tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd