Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT OMG!! Kakakku Yang Cantik dan Sexy Itu Ternyata Seorang....

Bimabet
“Maafkan aku Om. Waktu itu aku membatalkan janji kita untuk ketemu.”
“Ah, nggak masalah. Menjenguk orangtua jauh lebih penting. Justru aku senang kalian melakukan itu. Pertemuan kita ini bisa menyusul kapan saja.”

“Bagaimana kabar Papamu?”
“Ya kata dokter mesti terus menjalani perawatan. Yang pasti nggak akan bisa pulih seperti dulu. Di luar itu, kondisinya stabil dan Papa bisa melakukan kegiatan sehari-hari.”
“Hmm.. dia pasti senang saat kalian datang. Kalau aku boleh kasih saran, sering-seringlah kalian kesana menjenguknya.”

“Papamu adalah orang yang baik. Hanya saja nasibnya yang kurang baik... usahanya, perkawinannya, dan kini kesehatannya. Tapi dari dulu sampai sekarang orangnya ga berubah. Saat ia sedang jaya-jayanya juga sama. Selalu suka menolong. Justru kalo aku bilang seringkali ia cenderung diperalat. Tapi kalo sudah niatnya menolong ia tak peduli dengan itu. Sekarang ia boleh berbangga punya dua anak hebat seperti kalian. Papamu adalah satu-satunya teman saya dari kecil yang sampai sekarang masih berteman baik tanpa ada pamrih diantara kita.”

“Kakakmu bagaimana?”
“Baik-baik saja Om. Cuman sampai sekarang dia masih merasa aneh saja. Biasanya sibuk kini mendadak jadi bingung apa yang mesti dikerjain. Saat ini masih belum tahu mau melakukan apa.”
“Ya, wajar itu. Itu sebabnya aku ga mau dia terlalu lama disini. Semakin lama ia akan semakin merasa dunianya hanya disini. Satu hal yang kurang baik karena ia perempuan. Tentu ia ingin berumah-tangga dan punya kehidupan yang normal.”
“Tapi nanti satu dua minggu lagi atau paling lama sebulan aku yakin ia akan menemukan apa yang dicarinya and move to her next step. Dia orang yang punya prinsip dan punya karakter dasar sangat kuat. Aku tak khawatir sama sekali dengannya.”

“Anyway, kita bertemu bukan untuk membicarakan mereka. Tahukah kau kenapa aku mengajakmu bertemu,” tanya Om Pram kepadaku.
“Kalo aku boleh menebak, mungkin Om mau mengajakku bergabung ke dalam tim Om?”
“Haha, betul. Namun tak perlu terburu-buru. Keadaanmu berbeda dengan Stefany waktu itu. Sebaiknya untuk saat ini kau lebih fokus di kuliahmu dulu.”

“Tapi kalau boleh tahu, kenapa kau menduga aku akan mengajakmu bergabung? Oya sebelumnya, kita disini saling bicara terbuka saja. Kau jangan ragu-ragu mengatakan apa yang ada di pikiranmu,” kata Om Pram.
“Hmm, ok, baik Om.”
“Ya aku menduga seperti itu karena saat itu Om begitu terbuka menjawab semua pertanyaanku. Padahal seharusnya hal-hal seperti itu khan cukup rahasia. Kalau aku boleh menduga lebih jauh lagi, sebelum Om muncul saat itu sepertinya sebelumnya Om mengamati dulu suasana di ruangan. Kalau sekiranya tak perlu, Om nggak akan muncul. Biarlah Angga dan kakakku saja yang menjelaskan semua.”
“Hahaha, dugaanmu tepat sekali. Kau memang cerdas Rico. Memang saat itu aku mengamatimu terlebih dahulu sebelum masuk dan menemuimu. Selama ini aku hanya mendengar tentangmu dari kakakmu saja. Boleh dibilang saat itu aku impressed denganmu.”

“Tak hanya cerdas, tapi kau juga punya pengamatan yang sangat jeli. Bahkan bisa aku akui kalau aku kalah dalam satu hal darimu.”
“Maksud Om... dalam hal apa?”
Om Pram memandangku dengan tersenyum. “Sebelum aku mengamatimu saat itu, kau telah mengamatiku terlebih dahulu. Bahkan sudah cukup lama... beberapa tahun lalu. Di tempat fitness itu!”
Maksud Om Pram tentu saat aku melihat ia memantau kakakku saat itu.

“Oh, jadi saat itu Om tahu kalau aku mengamati Om?” tanyaku.
“Tidak. Saat itu aku tak tahu. Jujur saja, waktu itu aku tak terlalu memperhatikanmu. Hanya saat kita bertemu minggu lalu itulah aku baru mengetahuinya. Saat itu juga aku mengerti mengapa kakakmu selalu berbicara tentang dirimu dan kekhawatirannya akan rasa ingin tahumu. Hahaha. Karena memang kau sungguh luar biasa. Apalagi usiamu masih sangat muda sekali.”

Om Pram saat itu boleh memujiku. Namun justru aku yang kini tak mengerti. Kalau ia tahu seharusnya ia tahu sejak waktu itu. Kalau saat itu ia tak tahu, bagaimana sekarang ia bisa tahu.
“Kok minggu lalu Om bisa tiba-tiba tahu (kalau aku mengamatinya di tempat fitness itu)?” tanyaku penasaran.
“Reaksimu waktu aku muncul. Kau mungkin bisa menutupi reaksi terkejutmu itu dari Angga dan Stefany. Namun aku sempat melihat reaksi spontan yang mungkin berlangsung hanya sepersekian detik sebelum kemudian berhasil kaututupi dengan baik.”

“Nah, kalau kau tak pernah tahu diriku, mengapa kau terkejut saat melihatku. Kalau kau terkejut, artinya kau pernah melihat orang yang bernama Pramono ini. Artinya, di tempat fitness itu secara diam-diam kau telah memantauku.”

“Wah, rupanya pengamatan Om Pram jauh lebih jeli dariku. Sungguh aku tak mengira kalau Om sempat melihat reaksi yang hanya berlangsung sekilas itu. Kuakui kalau kemampuanku masih sangat cetek dibandingkan Om,” kataku mengakui sambil tersenyum. “Aku musti belajar banyak dari Om.”

“Dan aku tahu satu hal lagi Rico. Hal inilah sebenarnya yang menjadi alasan utamaku mengajakmu bertemu,” katanya dengan tenang.
“Tentang apa Om,” tanyaku dengan hati berdebar. Entah mengapa aku jadi agak keder. Rasanya kini aku berhadapan dengan orang yang jauh lebih lihai dibandingku, dengan pengalaman yang jauh lebih banyak juga.
“Aku tahu saat itu ada sesuatu yang mengganjal dalam hatimu. Namun tak kau ungkapkan. Mungkin karena saat itu terlalu banyak orang. Kau merasa tak enak untuk mengungkapkan. Kini kita hanya berdua. Jadi kau bebas mengatakan apa pun yang ada di hatimu.”

Om Pram mengatakan itu dengan tenang namun terasa bagaikan geledek yang menyambar. Sepertinya orang ini mengetahui semua pikiranku.
“Wah, Om tahu juga ya.”
“Tentu aku tahu, Rico. Aku telah puluhan tahun berkecimpung di bidang ini. Tapi biar bagaimana pun aku tetap salut padamu.”
“Jadi, silakan kau ungkapkan apa yang ada dalam hatimu itu,Rico,” kata Om Pram sambil tersenyum.

Ehm.... aku mendadak jadi nervous. Selain pengalaman dan kelihaiannya, ketenangan dan kepercayaan diri Om Pram harus kuakui sangatlah luar biasa.

Orang separuh baya di depanku ini adalah sosok yang selalu menghantui pikiranku selama bertahun-tahun. Sosok pria bernama Pak Zul yang telah meniduri kakakku, yang telah melanggar kehormatannya, dan merenggut kegadisannya. Sosok yang selalu muncul dan “hidup” di dalam pikiranku selama bertahun-tahun terutama ketika aku melakukan masturbasi.

Yang sesungguhnya terjadi saat itu.... ketika aku pulang rumah dan diam-diam mengintip melalui jendela kamar kakakku, kulihat Cie Stefany sedang masturbasi. Tak ada sosok Pak Zul. Apalagi Om Pram yang ada di depanku ini. Tak ada orang lain. Hanya kakakku seorang diri saja di dalam kamarnya sedang melakukan onani dengan hebat. Kuakui semua itu adalah khayalanku.

Namun meski tak melihat secara langsung, aku punya justifikasi cukup kuat dan keyakinan kalau apa yang selama ini kubayangkan memang sungguh betul-betul terjadi. Hanya aku masih belum mampu menangkap basah saja. Petunjuk terakhir adalah sikap teragitasinya kakakku dan mood yang mendadak berubah saat aku menyinggung Om Pram. Padahal sebelumnya ia bisa bicara banyak dan cukup terbuka tentang Angga tanpa adanya reaksi berlebih darinya.

Namun kini, melihat kehebatan Om Pram yang kuakui jauh diatas diriku, membuatku ragu dan berpikir ulang. Rasanya mengungkapkan hal itu secara terang-terangan saat ini bukan satu hal yang menguntungkanku. Apalagi kini ia malah menantang hal itu. Pasti ada udang di balik batu dalam dirinya yang bahkan tak kuketahui apa. Ibarat kita berperang melawan musuh yang jauh lebih kuat dan bersenjata lebih lengkap, lebih baik melakukan perang gerilya dibanding berhadapan secara frontal.

“Baiklah kalau kau tak ingin bicara. Aku tak akan memaksamu,” kata Om Pram sambil tersenyum. “Biar aku saja yang bercerita.”

“Ada dua orang kakak beradik yang baru menginjak usia dewasa. Adik laki-laki dan kakak perempuan. Seperti dirimu dan kakakmu ini. Mereka berdua dibantu hidup dan sekolahnya oleh seorang pria setengah umur yang sukses. Si adik laki-laki punya kecurigaan kalau pria setengah umur itu menolong mereka dengan pamrih. Bahwa sebenarnya pria itu tertarik dengan kakaknya. Makin lama petunjuk ke arah itu makin jelas, ternyata selama ini kakaknya telah menjadi simpanan gelap pria itu. Membuat si adik itu sangat membenci pria tadi meskipun secara riil hidupnya ditolong olehnya.”

“Apakah cerita ini cukup familiar bagimu?” tanyanya kepadaku.
“Kau tak perlu menjawabnya. Tapi tahukah kau siapa mereka bertiga yang kumaksud itu?”

Aku diam tak menjawab sambil berpikir mencari apa jawaban terbaik yang akan kukatakan. Namun Om Pram terus melanjutkan.
“Kakak perempuan itu adalah ibunya Angga sementara adik laki-laki itu adalah aku. Sedangkan pria sukses itu tak lain adalah kakekmu!”

“Apa?!!”
Sungguh aku terkejut dengan perkataan itu. Satu hal yang tak kubayangkan sebelumnya. Membuatku tak tahu harus bertindak apa. Bahkan aku kehilangan penguasaan diriku. Keringatku bercucuran di ruang yang ber-AC itu. Sementara Om Pram terus memandangku dengan tajam.

Setelah suasana sunyi beberapa saat, akhirnya aku mengeluarkan suara.
“Jadi... Om membalas dendam lama terhadap kakek dengan menggunakan Cie Stefany?”
“Kau adalah orang yang cerdas jadi aku percaya kau bisa menggunakan kecerdasanmu itu untuk menarik kesimpulan,” ujarnya tajam.
“Hmmm... tapi bukankah selama ini baik Om maupun Papa selalu bilang kalau dua keluarga kita punya hubungan baik sejak beberapa generasi lalu?”
“Apakah baik di permukaan selalu baik semua didalamnya? Sebagai orang yang cerdas tentu kau tahu jawabannya.”
“Ya aku tahu...seperti yang Om lakukan sekarang. Di depan menolong tapi di belakang menuntaskan dendam lama,” kataku getir.
“Logikanya kira-kira seperti itu. Nah paling tidak kau telah menjawab pertanyaanmu sendiri.”

“Boleh aku tanya sesuatu?”
“Silahkan.”
“Bagaimana perasaan Om terhadap Papa? Bukankah selama ini Om mengakui Papa sebagai teman baik Om. Tidakkah timbul perasaan bersalah dalam diri Om. Atau mungkin sikap Om terhadap Papa adalah pura-pura saja?”
“Rico, Papamu adalah teman baikku. Itu adalah satu hal yang tak perlu diragukan lagi. Dari sejak kecil sampai sekarang aku tak pernah ada masalah dengannya. Tapi dia dan kakekmu adalah dua individu yang berbeda. Semua ini tak ada sangkut pautnya dengan Papamu.”
“Ok, aku mengerti. Saat Om membantu Cie Stefany, Om melihat Papa. Saat Om membalas dendam, Om mengingat kakek,” kataku dengan mengangguk-angguk.

“Lalu bagaimana dengan Angga? Sepertinya kok dia nggak tahu tentang hal itu. Hubungan mereka berdua malah terlihat akrab seperti saudara.”
“Ini nggak ada hubungannya juga dengan Angga atau siapa pun. Ini adalah urusan pribadiku. Lagipula, apakah hal seperti itu baik untuk dibicarakan? Sama seperti kau tadi.. bahkan kau ragu mengatakannya kepadaku. Padahal, heh, tentu aku tahu tentang hal itu, Rico” ujarnya dengan nada sinis.
“Lalu apakah Angga itu sebenarnya....”
“Tidak Rico. Tentu tidak. Sama sekali tidak,” kata Om Pram tegas. “Hal itu terjadi beberapa tahun jauh sebelum Angga lahir.”

“Hmm...jujur saja Om, aku tak tahu apa saja tindakan kakek dulu. Sementara aku tahu Om bukan tipe orang yang suka berbohong. Aku yakin apa yang Om katakan tentu ada unsur kebenarannya. Namun tetap aku tak dapat menilai sejauh mana kebenaran cerita Om. Ya, sebagai generasi yang lebih muda mungkin yang bisa kulakukan adalah minta maaf kalau kakek dulu melakukan tindakan yang kurang baik kepada keluarga Om. Namun sebaliknya, tidakkah perbuatan Om sekarang juga melanggar orang-orang yang sebenarnya tak bersalah kepada Om? Apa salah Cie Stefany kepada Om?”

“Rico, ketahuilah... dua hal,” katanya dengan mengangkat kedua jari tangannya. Pertama, aku tak butuh permintaan maafmu. Dan terus terang, permintaan maafmu itu tak ada artinya sama sekali. Kedua, seperti yang aku bilang tadi, ini adalah urusanku pribadi,” katanya dengan tajam.

“Jadi selama ini dugaanku benar,” kataku dengan tersenyum getir. “Sejak pertama kali aku ngeliat Om di tempat fitness itu, sebenarnya aku sudah ada feeling kesana. Dan kecurigaanku semakin bertambah dengan berjalannya waktu. Apalagi minggu lalu saat Om bilang telah hidup menduda selama 5 tahun. Hmm.... tentu Om tak akan melewatkan peluang itu. Namun dalam lubuk hatiku yang terdalam aku selalu berharap semoga dugaan dan analisaku kali ini salah. Tapi aku sungguh tak menyangka kalau semua ini terjadi karena dendam. Padahal sebenarnya kulihat Om adalah orang baik. Namun untuk melampiaskan dendam itu, Om tega merusak orang yang tak bersalah kepada Om,” kataku dengan memandang wajahnya. Kini aku telah menguasai diriku kembali.
Om Pram menyimak semua perkataanku itu namun tak terlihat ada emosi sedikitpun di wajahnya. Sepertinya hatinya telah menjadi keras dalam hal ini.

Sebaliknya justru ia mengomentari satu hal yang bukan pokok masalah.
“Haha, kau salah mengerti maksudku waktu itu Rico. Aku tak pernah bercerai. Maksudku sebenarnya adalah seringkali kami harus hidup terpisah karena kesibukanku ini. Bukannya kau orang yang cerdas. Apa yang terjadi dengan kecerdasanmu itu sekarang?” tanyanya dengan nada mengejek.

“Lalu dengan diberhentikannya Cie Stefany minggu lalu, apakah itu artinya Om sudah menganggap semua ini masa lalu?”
What do you think?
“Aku rasa saat ini Om sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan Cie Stefany. Bahkan mungkin sudah agak lama Om tak mengganggunya lagi, saat Om merasa dendam itu telah cukup terlampiaskan. Setelah itu justru Om berubah dengan sungguh-sungguh untuk membantunya.”
“Nah.. kau telah menjawabnya. Lagipula, tidakkah melakukan hal itu satu kali sudah lebih dari cukup sebenarnya? Apalagi bagi orang yang sebelumnya tak pernah melakukan itu. Kalau bisa melakukan 3x, 5x, atau 20x, maka itu adalah bonus. Namun aku tak akan mengambil lebih dari segitu. Ada saat dimana enough is enough.”
Apa yang kudengar ini membuatku jadi miris membuatku tak mengomentarinya.

“Dan kau betul tentang hal kedua yang kaukatakan. Pada saat ini aku betul-betul ingin kakakmu bisa move on dengan kehidupan masa lalunya dan menjalani hidupnya sekarang dengan normal. Aku bisa katakan dengan sungguh-sungguh bahwa aku akan sangat bahagia kalau ia bisa menemukan jodohnya dan menikah dalam beberapa tahun ke depan ini.”
“Dan aku bisa katakan pula dengan sungguh-sungguh kalau Om telah melakukan satu tindakan bajingan dengan sikap elegan.”
“Hahahaha.....,” Om Pram tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
“Aku suka dengan sikapmu Rico. Dalam hati mungkin kau marah bahkan membenciku tapi hal itu tak mengubah pandanganku terhadapmu.”

“Satu hal yang aku masih belum jelas... Cie Stefany adalah orang yang selalu teguh dengan prinsip. Bagaimana dia bisa jatuh ke tangan Om?”
“Pertanyaan yang sama juga kepada kakakku dulu. Bagaimana ia bisa menjadi gadis simpanan orang padahal keluarga kami sangat ketat menentang hal-hal seperti itu. Agaknya kita seri dalam hal ini, Rico.”
Aku hanya tersenyum kecut mendengarnya.

“Pertanyaan terakhir... Om sudah menganggap dendamnya terbalaskan sehingga hal itu adalah masa lalu bagi Om. Lalu apa tujuan Om sekarang membuka ini semua ke aku?
“Menurutmu kenapa?”
“Hmm.. Menurutku karena Om ingin aku merasakan siksaan batin yang sama seperti Om rasakan dulu. Pembalasan dendam Om kepada Cie Stefany mungkin telah selesai lama. Namun bagi Om itu masih belum setimpal sebelum aku, adiknya mengetahui pelanggaran yang telah terjadi terhadap kakakku. Sekarang barulah Om merasa kalau timbangan kini telah rata.”
“Nah, lihatlah... kau telah tahu semua jawabannya. Sebenarnya kau tak perlu banyak bertanya kepadaku,” katanya dengan wajah sumringah. Orang ini memang sungguh berdarah dingin. Sejak tadi, hal yang sangat menusuk diriku itu dibicarakannya dengan santai. Seperti membicarakan masalah yang sangat sepele.

“Ada satu hal lagi Om.”
“Apa itu?”
“Dengan kini aku mengetahui semuanya, apakah Om tak takut aku bakal membalas dendam dengan cara yang sama? Sementara saat ini Om punya dua anak cewek yang masih SMP. Bagaimana Om mencegah agar aku tak membalas perbuatan Om terhadap anak-anak Om kelak?”
“Betul. Cara berpikirmu itu betul sekali. Dan aku bisa memahami kalau kau akan mencari jalan untuk membalas dengan cara yang sama. Sama seperti yang kulakukan ini. Namun aku sama sekali tak kuatir dengan itu.”
“Mengapa? Apakah Om tak yakin aku mampu melakukan itu?”

“Bukan. Aku yakin kau sangat punya kapasitas untuk itu. Hanya saja apabila itu terjadi aku sama sekali tak ada masalah dengannya.”

“Hmm... kau kelihatan bingung. Baiklah kali ini aku akan menjelaskannya karena aku yakin kau tak tahu mengapa.”
“Tahukah kau Rico, menjelang kakekmu meninggal dunia aku sempat bertemu dan berbicara langsung dengannya. Tahukah kau apa yang kukatakan saat itu kepadanya?”
“Apa? Tanyaku waswas.
“Saat itu aku menangis di depannya dan dengan hati penuh kuucapkan terima kasih atas semua yang dia lakukan.”
Orang ini memang aneh. Bahkan aku yang termasuk orang aneh pun tak ada apa-apanya dibandingkan keanehan dirinya. Aku tak bertanya lagi selain terus mendengarkannya.

“Bagaimana pun kakekmu adalah orang yang membiayai pendidikanku dan juga saudaraku, disamping juga selama hidupnya dulu ia sering membantu keluarga kami saat kita dikejar-kejar kaum pemberontak komunis. Namun bagiku ada satu hal yang lebih besar dari semua itu yang diberikannya kepadaku. Yaitu ia memberiku kesadaran.”

“Kita adalah sama, Rico. Kau menganggapku telah mengganggu dan merusak kakakmu sama seperti aku dulu terhadap kakekmu. Bahkan dulu mungkin kebencianku jauh lebih besar dibanding dirimu sekarang. Apalagi di jaman itu, seorang gadis yang telah tercemar boleh dibilang tak ada harganya lagi. Terutama lingkungan keluarga kami masih sangat kolot dan tradisional. Saat itu aku begitu membenci kakekmu bahkan aku pernah berjanji suatu saat akan membalas dendam terhadapnya.”

“Kakekmu rupanya mengetahui apa yang ada dalam pikiranku. Pada suatu hari ia mengajakku bertemu. Kita duduk dan bertemu empat mata sama seperti kita saat ini. Saat itu ia mengatakan segala sesuatunya secara blak-blakan. Terakhir, ia mempersilahkanku untuk melaksanakan dendamnya itu kapanpun dan dalam bentuk apapun selama aku telah meyakini dengan sepenuh hati bahwa ia memang telah melakukan hal yang kupikirkan itu.”

“Pada akhirnya... semua dugaan, pemikiran, dan “keyakinan” awalku itu semuanya tidak benar. Itu hanya persepsiku saja. Ditambah dengan anggapanku secara general bahwa pengusaha kaya seperti kakekmu ini pasti bertindak sewenang-wenang kepada orang kecil dan bawahannya. Ibaratnya kalau seorang hakim, saat itu aku telah memvonis dirinya bahkan sebelum sidang dimulai.”

“Apa yang kutemui di lapangan justru sebaliknya. Kakekmu bersikap sangat baik kepada seluruh pegawai termasuk membantu sanak keluarganya. Dan ia tak pernah mengganggu keluarga mereka. Juga ia tak pernah mengganggu kakakku, tak seujung rambut pun. Semua itu hanya persepsi yang salah dariku.”

“Namun disitulah berbahayanya pemikiran kita, Rico. Saat kita telah menentukan satu anggapan atau persepsi, ibarat vonis yang telah dijatuhkan terlalu dini, pikiran kita akan mencari-cari pembenaran untuk mendukung persepsi kita itu dan berusaha meniadakan hal-hal yang sekiranya dapat menggoyahkannya. Hal ini semakin parah bagi orang-orang yang biasanya mampu berpikir kritis seperti kita. Kita menganggap analisa kita pasti benar karena selama ini memang banyak betulnya. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah seluruh kecerdasan kita itu sedang bergerak ke arah yang salah.”

“Ketika aku menyinggung tentang kakekmu kepada kakakku lalu ia marah, hal itu kuartikan sebagai ia sedang menyembunyikan sesuatu. Berarti dugaanku itu benar. Padahal sebenarnya ia bisa menduga jalan pikiranku dan merasa tersinggung karenanya.”

“Itu sebabnya aku ingin bertemu dan berbicara denganmu. Kau adalah orang yang sangat cerdas dan punya potensi luar biasa. Namun semua itu akan terbuang percuma apabila kau punya dasar pemikiran yang salah. Bahkan kau bisa melangkah ke jalan yang salah.”

“Selama ini kau mampu menganalisa banyak hal dengan tepat. Namun ada hal-hal tertentu dimana analisamu sama sekali keliru. Mengapa? Karena persepsi dasarmu sudah keliru dari awal. Seperti persepsimu bahwa aku bercerai. Kalau kau baca lagi message-ku, aku tak mengatakan itu. Begitu pula dengan reaksimu barusan. Beberapa kali kulihat kau over-reacted ke arah yang negatif padahal sebenarnya aku hanya memancingmu saja. Contoh lebih gamblang lagi tentang hubungan kakakmu dengan Angga. Terlepas dari hal-hal brilyan yang kau lakukan, namun secara umum kau termakan dengan permainan strategi kakakmu. Karena saat itu kau beranggapan bahwa kakakmu tak mempedulikanmu lagi atau mungkin kauanggap ia telah berbiasa melakukan hal-hal tercela, kau merasa terzalimi... blablabla. Padahal kalau kau mampu berpikir jernih, aku yakin pasti ada hal-hal aneh yang kautemui yang akan mengantarmu untuk menyimpulkan bahwa mereka berdua sedang bersandiwara. Pemikiranmu jauh lebih tajam dibanding kakakmu. Kakakmu adalah seorang doer bukan thinker. Kau adalah seorang thinker. Namun kau kalah di bidang keahlianmu karena kau yang tak mampu berpikir jernih.”

“Dan pada saat itu, apa yang terjadi? Kauanggap analisamu itu sebagai suatu kebenaran, bukan?”
“Ya, Om memang betul. Saat itu aku begitu yakin kalau mereka berdua pacaran dimana Angga hanya memperalat kakakku saja.”

“Jadi... antara Om Pram dan Cie Stefany, sebenarnya tak pernah terjadi apa-apa?”
Om Pram tak menjawabnya. Ia hanya tersenyum memandangku.
“Maafkan aku Om. Apa yang Om katakan barusan, semua itu datang begitu bertubi-tubi membuatku lamban untuk mencernanya. Bahkan emosiku kini masih campur aduk.”
“Tentu Om tak melakukan apa-apa,” kataku dengan tersenyum. “Jujur kukatakan, aku sungguh lega dan sangat bahagia sekali bahwa ternyata “analisaku” itu salah. Tak hanya salah, tapi ngawur total,” kataku dengan tertawa. “Ini seperti kita mengalami mimpi buruk yang sangat menguras emosi. Namun ketika bangun akhirnya kita bisa lega dan tertawa.”

“Itulah yang aku rasakan juga saat itu, ketika ternyata semua “analisaku” ngawur total. Dan tentu, aku tak mengganggu kakakmu. Dan tak akan pernah. Bagaimana mungkin aku tega mengganggu cucu perempuan orang yang menolongku yang sekaligus juga anak sahabat baikku.”

“Justru sebaliknya, aku selalu berusaha melindunginya. Itu sebabnya aku perintahkan Angga untuk membimbingnya dan bekerja dengannya. Karena selain ia adalah keponakanku sendiri yang telah kuketahui betul sifat-sifatnya juga sejak kecil ia telah dididik dengan baik oleh kedua orangtuanya. Kakak iparku adalah orang militer yang sangat disiplin disamping menjunjung nilai-nilai moral tinggi. Hal itu diturunkan kepada anak-anaknya. Hanya Angga-lah orang yang betul-betul dapat kupercaya untuk membimbing dan melindungi kakakmu, tak hanya terhadap orang luar tapi terutama dari dirinya sendiri.”

“Kakakmu adalah orang yang sangat bersemangat. Apalagi saat itu ia adalah yang termuda usianya. Dalam banyak hal, itu adalah sesuatu yang positif. Namun ada kalanya hal itu bisa menjadi faktor negatif. Terutama kalau mengabaikan lingkungan sekitar dan menganggap orang lain sama seperti dirinya. Apalagi ia sepertinya tak menyadari pengaruh daya tarik dirinya terhadap rekan-rekan setimnya yang kebanyakan laki-laki. Oleh karena itu belakangan aku pindahkan ia dan kupasangkan dengan Angga yang juga kutarik dari tim sebelumnya.”

“Awalnya ia protes karena kasusnya sudah hampir menjerat seorang koruptor kakap. Namun kukatakan kepadanya, lebih baik kita membiarkan 10 koruptor lepas namun kita mampu membina satu orang muda untuk mencapai potensinya di jalur yang benar. Karena mereka telah terlanjur rusak sementara anak muda ini berpotensi untuk menyebarkan kebaikan ke banyak orang kelak. Namun sekarang kakakmu sudah jauh lebih dewasa dibanding dulu. Jadi aku sangat optimis dengan masa depannya.”

“Wow, filosofi Om sungguh luar biasa. Maafkan aku Om, yang selama ini telah berpikiran negatif dan terus-terusan mencurigai Om. Sungguh, aku minta maaf yang sedalam-dalamnya.”

“Kau tak perlu minta maaf kepadaku, Rico,” kata Om Pram yang kemudian sinar matanya jadi berbinar. “Hmm, ini menarik!”
“Tahukah kau, setelah aku menemukan fakta yang terjadi sesungguhnya, aku mendatangi kakekmu dan meminta maaf kepadanya. Tahukah kau apa yang diucapkannya?”

“Ia bilang bahwa aku tak perlu meminta maaf kepadanya. Tapi minta maaflah kepada orang-orang yang berpotensi kubantu yang tak akan bisa kubantu apabila aku tak mengubah jalan pikiranku. Dunia ini terlalu banyak masalah sehingga membutuhkan orang untuk berbuat kebaikan supaya kebaikan itu nanti akan berkembang biak.”

“Bayangkan, seandainya saat itu kakekmu tak menolong membuka pikiranku, hari ini mungkin aku tak akan bertemu denganmu membicarakan semua ini. Setelah sekian puluh tahun, kini aku sungguh-sungguh mengerti dengan makna ucapannya saat itu. Ia sungguh seorang yang luar biasa! Aku akan selalu berhutang budi kepadanya,” katanya dengan nada haru.

“Sebaliknya, seandainya saat itu kakek betul-betul melakukan apa yang Om pikirkan itu, mungkin hari ini Om akan melakukan hal yang sama kepada kami,” kataku meresponnya. “Sekarang, Om adalah sosok yang luar biasa bagiku. Terima kasih atas petunjuk Om hari ini. Terima kasih banyak sekali,” kataku dengan suara tertahan. “Dan tentu, pada waktunya kelak mudah-mudahan aku mendapat kesempatan untuk membalas perbuatan baik Om hari ini kepada keturunan Om nanti. Kini aku tahu kenapa tadi Om bilang tak keberatan dengan itu,” kataku dengan tersenyum

“Aku juga berterima kasih sekali kepadamu, Rico, atas kesempatan untuk dapat sedikit membalas kebaikan kakekmu. Sekarang pulanglah ke rumahmu. Teruslah mengembangkan dirimu. Nanti pada saat kau merasa siap, kau boleh datang menemuiku. Sementara itu, kita pasti akan bertemu lagi secara personal dan kekeluargaan tanpa membicarakan semua ini.”

Hari itu adalah hari dimana aku mendapat pelajaran hidup yang sangat berharga dari seorang luar biasa bernama Om Pramono. Hal yang akan terus kuingat selama hidupku.
 
Terakhir diubah:
Pertamax...jadi...Stefanie ngak pernah ML dgn Om Pram @ Mas Zul ya..maaf..gw masih keliru & mau kepastian..

Hmm..kayak Stefanie masih perawan :panlok3:
 
Terakhir diubah:
Trus kenapa stefanie masih salting ketika ditanya soal om pram..pasti ada yg masih ada misteri yg blm terungkap..sama sprti kejadian kakeknya rico..rico harus mencari fakta dari kakak nya om pram..apapun yg terjadi oleh kakaknya om pram pasti terjadi juga sma stefanie..ini hanya analisa asal-asalan saya aja om..hehe..saya mah baperan orang nya..kompor gasss..lanjoet om..
 
perlu pemahaman TINGKAT DEWA ni cerita. sama dengan nonton film sci-fi THE INTERSTELLAR. jika melewatkan sebait kata aja bakalan bingung. hehehehe salut hu.
 
Trus kenapa stefanie masih salting ketika ditanya soal om pram..pasti ada yg masih ada misteri yg blm terungkap..sama sprti kejadian kakeknya rico..rico harus mencari fakta dari kakak nya om pram..apapun yg terjadi oleh kakaknya om pram pasti terjadi juga sma stefanie..ini hanya analisa asal-asalan saya aja om..hehe..saya mah baperan orang nya..kompor gasss..lanjoet om..
baca ulang pelan2 bro, udah terjawab kok

mantap nih, dari semua bookmark cerita ini yang paling ku tunggu update'y
 
rupaya ohh rupanya.. selama ini si Rico selalu menghayal.
Salam semprot :tegang:
 
owalah, paham

salut banget sama penulis, dia bisa membawa pembaca setuju bahkan sependapat dengan pemikiran rico yg ternyata ngawur total
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd