Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT OMG!! Kakakku Yang Cantik dan Sexy Itu Ternyata Seorang....

“Lu pergi lama banget...kemana aja sih?” tanya Cie Stefany agak kesal begitu melihatku tiba.
“Yaahh... datang-datang langsung diomelin. Beginilah nasib jadi adik lu, Cie.”
“Ya lu itu pergi ga pamit. Di-WA beberapa kali ga dibales. Ditelponin berkali-kali ga diangkat.”
“Lho lu nelpon ya barusan..” tanyaku sambil membuka tas lalu melihat iPhone-ku.
Memang saat berbicara dengan Om Pram HP-ku sengaja aku silent dan masukin ke ransel. Karena aku sudah tahu kalau kita bakal bicara lama dan serius.

“Wah sorry Cie, tadi HP-nya aku silent trus dimasukin ke tas jadi ga ngeh kalo lu nelpon dan WA. Baru tahu sekarang ini,” kataku sambil nyengir. “Wah banyak banget lagi.”
Ada belasan WA darinya dan 5x missed call. Kakakku ini orangnya serba cepat dan taktis. Jadi ia cenderung ga sabaran kalo ada sesuatu yang lelet atau ga berjalan sebagaimana mestinya.

“Yaelah Rico, tujuan orang bawa HP itu supaya bisa sewaktu-waktu dihubungi. Kalo di-silent dimasukin dalam tas trus baru diliat pas nyampe rumah, trus ngapain bawa HP?!” jawab Cie Stefany makin kesal dengan jawabanku. Membuatku makin senang melihatnya. Biasanya orang yang kesal mukanya jadi jutek. Namun kakakku ini berbeda. Justru kalau sedang kesal begini ia jadi terlihat makin cantik.

“Hahaha, nah sekarang lu ngerasain juga khan Cie. Lha selama ini lu sendiri gimana. Malah jauh lebih parah. Pergi ga pernah bilang. Pulang dini hari. Kalo di-WA dan ditelponin ga pernah dijawab. Sekarang lu baru ngalamin sekali aja udah mencak-mencak,” jawabku sambil tersenyum.

“Lu sekarang makin pintar ngejawab omongan orang ya. Padahal dulu nurut banget.”
“Hehehe khan kata lu aku makin dewasa. Jadi ya ga bisa dibohong-bohongin kayak dulu lagi lah, Cie.”
“Makin lama makin gawat nih. Abis ini nanti lu yang ngebohongin kayaknya.”
“Ya kalo itu terjadi artinya hukum karma dah. Lagian bukannya waktu itu lu sendiri pernah bilang kalo lu senang dengan perubahanku, Cie.”
“Bodo ah...” katanya pura-pura marah. Membuat ia terlihat semakin menarik saja.

“Jadi lu kemana barusan?” tanyanya penasaran.
“Hehehe, rahasia donk,” kataku.
“Halah lu ga usah banyak gaya. Aku tahu lu kemana,” katanya dengan tersenyum manis.
“Lu ketemu sama Om Pram pasti,” lanjutnya.
Beginilah kalau punya cie-cie pintar. Ga perlu dijawab sudah tahu sendiri.
“Kok lu tahu?” tanyaku pura-pura heran.
“Ya tahulah! Lu juga tahu kalo aku tahu. Pake pura-pura nanya lagi.”
Aku hanya tersenyum melihatnya. Memandang wajahnya yang cantik.

“Jadi lu terima tawarannya?”
“Tawaran apa Cie.”
“Pura-pura lagi.”
Aku hanya tersenyum. Rasanya ga bakalan bosan ngeliat wajah cantiknya.
“Lu kurang setuju ya,” kataku kemudian.
“Kok lu tahu?”
“Ngebales nih yee. Ya tahulah. Aku khan kenal lu sejak kecil, Cie.”

“Hmm... sebaiknya fokus selesaikan kuliah lu dulu deh,” kata kakakku kemudian. “Sementara itu sambil jalan lu pikir dulu baik-baik. Soalnya kerjaan ini bukan hal yang mudah,” lanjutnya.
“Iya Om Pram juga ngomong gitu sih.”
“Memang dia adalah orang yang cengli (reasonable). Aku ga heran kalau dia ngomong gitu. Dia adalah orang yang selalu memikirkan keadaan orang lain.”

“Dia tadi juga menyinggung tentang lu, Cie.”
“Oya? Mengenai apa?”
“Dia bilang buat lu lebih baik keluar sekarang daripada nanti-nanti. Om Pram berharap semoga lu bisa cepat dapat jodoh lalu menikah. Kalo kerja begini terus lu akan susah dapet jodoh.”
“Ya Om Pram pernah bilang tentang itu juga. Dia bahkan beberapa kali bilang, sebelum my next birthday, dia akan melepas aku. Dan, dia tepati janjinya itu. Dua bulan sebelum ultahku,” jawabnya dengan nada penuh rasa hormat kepadanya.

Aku mempercayai reaksi spontan yang tulus dari kakakku ini. Kini aku mampu memandang kakakku dan segala sesuatunya dengan lebih jernih. Selama ini kecurigaanku yang berlebihan bersumber dari rasa rendah diriku belaka. Kini aku melihat segala sesuatunya dengan berbeda.

“Cie... ada satu hal lagi yang mau aku bicarakan,” kataku dengan perasaan dalam hati agak tegang.
“Sebenarnya agak susah aku membicarakan hal ini...tapi lebih baik aku katakan terus-terang sekarang daripada dibiarkan mengambang tak terucapkan,” lanjutku.
“Wah serius ya. OK, take your time, Rico,” jawab Cie Stefany penuh pengertian.
“Mungkin lu akan marah mendengar ini tapi aku akan mengambil resiko itu.”
“Hal itu mustinya tak perlu terlalu kaurisaukan. Ini bukan pertama kalinya lu bikin aku marah, Rico,” jawab kakakku sambil tertawa kecil.
“Wah lu bikin aku grogi aja, Cie,” kataku ikut tertawa.
“Ya udah ngomong aja, cepat.”

“Haha, ok. Selama ini aku punya pandangan yang negatif tentang diri lu, Cie. Jujur aja, selama ini aku menganggap lu cewek yang ga bener apalagi beberapa tahun ini dapet uang banyak. Yah, lu sudah tahu tentang itu dan sebagian itu disebabkan karena memang lu yang sengaja memberi kesan kesana untuk menutupi kenyataan sebenarnya kalau lu adalah undercover agent. Hal itu sudah clear waktu itu. Tapi ada satu hal lagi. Diluar semua hal-hal lain yang hanya sandiwara itu, aku punya kecurigaan kalau antara lu dan Om Pram selama ini terjadi affair.”

“Ya sebenarnya aku juga bisa merasakan rasa curiga lu itu, Rico. Tapi lalu apa yang membuat lu sekarang punya pemikiran yang berbeda?”
“Kok lu tahu kalau sekarang aku punya pemikiran yang berbeda, Cie?”
“Tentu saja. Selama ini lu punya dugaan seperti itu dan berusaha memancing-mancing tapi ga berani ngomong terus terang. Sekarang tiba-tiba lu bicara secara blak-blakan dengan berani mengambil resiko kalau aku bakal marah. Pasti di dalam diri lu sekarang telah terjadi perubahan pemikiran. Ya khan?”
“Hahahaha. Lu betul-betul kritis, Cie. Rasanya susah menyembunyikan sesuatu hal dari lu.”

“Memang betul. Sekarang aku melihat segala sesuatunya secara berbeda. Jadi selama ini aku telah berprasangka buruk terhadap lu. Untuk itu aku minta maaf untuk semua kecurigaanku yang tak berdasar di saat lalu,” kataku.

“Ga perlu minta maaf, Rico. Aku bisa mengerti kenapa lu punya kecurigaan seperti itu. Karena sebenarnya aku ada andilnya juga. Selama ini aku berakting seolah seperti cewek ga bener untuk menutupi kegiatanku yang sesungguhnya. Jadi ya wajar kalau reaksi lu seperti itu. Semua ini terjadi secara timbal balik. Tapi aku jadi penasaran, apa yang membuat lu tiba-tiba berubah?”

“Sebagian besar karena pembicaraan dengan Om Pram barusan. Aku bisa melihat dengan jelas kesungguhan dan ketulusannya. Ternyata kecurigaanku terhadap lu selama ini lebih disebabkan karena pikiran internalku saja dibanding apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan.”

“Ya bagus kalo lu sekarang menyadarinya, Rico. Aku merasa senang karena satu lagi kesalahpahaman diantara kita kini terselesaikan. Namun yang lebih penting lagi, lu sekarang jadi semakin dewasa pemikirannya,” kata kakakku menatapku dengan tersenyum.
“Omong-omong, kalo Om Pram sendiri gimana, apakah dia tahu tentang kecurigaan lu itu?”

“Hmm, aku ga tahu. Aku ga bicarain hal itu secara terang-terangan dengannya. Namun yang pasti dari pembicaraan kita itu, aku bisa melihat kalau dia orang yang sangat teguh memegang prinsip dan bukan tipe lelaki iseng yang suka mempermainkan cewek. Apalagi anak teman baiknya sendiri.”

Dalam hal ini aku agak berbohong dengan kakakku karena aku tak ingin menceritakan dengan detil isi pembicaraanku dengan Om Pram. Om Pram telah dengan besar hati membuka isi pikirannya kepadaku untuk menolongku. Tentu hal itu merupakan privasi Om Pram yang tak dapat kuceritakan kepada siapapun juga, termasuk kakakku.

“Ya memang mungkin lebih baik untuk tidak dibicarakan secara terang-terangan. Meski kalaupun tahu pun, sepertinya Om Pram juga bisa mengerti. Yang pasti, sejak dari awal sampai akhir, Om Pram tak pernah sekalipun menunjukkan tanda-tanda sikap yang tak wajar. Selama ini ia selalu menghormati privasi orang dan menjaga sikapnya. Bahkan di saat-saat kita sedang kesulitan waktu itu. Ia bukan tipe orang yang mencari kesempatan dengan memanfaatkan kesulitan orang lain. Justru selama ini ia bertindak seolah seperti orangtua sendiri. Ia selalu bersikap protektif terhadapku, bahkan lebih protektif terhadapku dibanding kepada Mas Angga yang sebenarnya adalah keponakan kandungnya sendiri.”

“Ya, aku bisa melihat dia orang yang seperti itu, Cie. Dia menganggap kita seperti keponakan sendiri. Hmm... jadi semua masalah diantara kita selesai ya. Dan ternyata lu ga jadi marah sama aku ya.” “Marah donk. Lu tadi nggak jawab telpon dan WA-ku tadi!” jawab kakakku dengan mimik marah.
“Gapapa. Lu makin marah makin cantik soalnya Cie, hahaha. Jadi makin enak dilihat.”
“Iiih, ngaco lu ya. Makin lama makin menjadi deh lu. Sampe kakak sendiri dirayu.”
“Ya mumpung punya cie-cie yang cantiknya luar biasa hehehe. Dirayu-rayu dikit boleh donk.”
“Makin ngaco aja. Udah ah,” tukas Cie Stefany.

“Cie, omong-omong, dua bulan lagi lu 23 tahun. Dan aku 20. Ga kerasa ya kita sudah 6 tahun tinggal disini. Tapi omong2, nanti sebelum 25 tahun target lu married ya, Cie,” godaku.
“Ya kalo dapet jodoh sih. Tapi... ngapain sih lu usil nanya gituan. Lagipula, boro-boro married. Cowok aja ga punya. Jangankan cowok, teman cowok yang masih single aja ga ada apalagi yang ngedeketin.”

“Hahahahahaaaa...” tiba-tiba aku tertawa tergelak-gelak. Kakakku yang begitu cantik dan sexy ini merasa ga ada cowok yang mau dengannya? Di mataku kakakku ini adalah epitome / gambaran puncak dari seorang gadis oriental. Wajahnya luar biasa cantik. Kulitnya putih. Tubuhnya sangat terawat dan super fit dengan figur boleh dikata sempurna. Berbeda dengan kebanyakan cewek oriental yang postur tubuhnya cenderung rata, kakakku dikaruniai postur tubuh yang curvy dengan payudara dan pinggul yang penuh dan padat berisi. Tanpa adanya timbunan lemak di bagian yang tak dikehendaki oleh karena olahraga teratur dan pola makan yang sangat dijaganya. Sementara inner beauty-nya terpancar kuat dari dirinya dengan energi positif dan antusiasme tinggi dalam dirinya. Secara keseluruhan, dirinya begitu memikat tanpa perlu upaya untuk memikat. Apalagi...apalagi....hmmm, rasa-rasanya kakakku ini masih virgin di usianya yang sebentar lagi akan mencapai 23 tahun. Satu hal yang mungkin agak langka di jaman sekarang.

Namun rupanya kakakku bereaksi lain.
“Ada yang lucu ya. Kenapa lu tiba-tiba ketawa sampe segitu,” tanya Cie Stefany yang rupanya merasa tersinggung dengan sikapku.
“Hahaha, sorry, sorry, Cie. Bukannya ngetawain lu tapi aku geli dengan situasi lu sekarang. Cewek sehebat dan secantik lu gini kok curhat merasa ga ada cowok yang ngedeketin. Padahal kalo dunia tahu bahwa lu masih single dan available, bisa panjang tuh cowok-cowok yang ngantri mulai dari depan rumah sampai ke bandara.”
“Ga lucu Rico,” jawab kakakku dengan nada marah.
“Beneran aku serius. Orang kayak lu mah pasti jadi rebutan banyak cowok. Tinggal lu pilih aja lu mau yang mana. Percaya deh sama adik lu ini.”
“Hmm, gitu ya. Lu ngomong gini cuman mau nyenengin aku aja paling.”
“Nggak. Aku serius Cie. Kenapa aku bilang gitu? Ya karena aku khan juga cowok. Jadi tahulah pikiran kebanyakan cowok. Ada untungnya juga loh lu punya adik cowok kayak aku.”
Namun kakakku masih terlihat tak terlalu yakin dengan ucapanku.

Biar bagaimanapun, sehebat-hebatnya dia, kakakku tetap seorang perempuan yang kadang bisa terbawa perasaan dan sensitif dengan keadaannya. Apalagi, meskipun ia punya kecantikan dan daya tarik yang luar biasa, namun selama ini boleh dikata ia tak pernah berpacaran dengan cowok sehingga ia cukup hijau mengenai urusan cowok. Meskipun kecerdasannya jauh diatas rata-rata, namun rasa insecurity-nya (ketidakpercayaan dirinya) dalam urusan ginian juga cukup tinggi. Sehingga, meskipun dan tak peduli betapa tingginya “kaliber” kakakku ini sesungguhnya, ada perasaan terisolasi dan rasa takut “ga laku” dalam hatinya.

Kasus dirinya memang cukup menarik. Selama ini ia menggunakan daya tarik kewanitaannya sebagai bagian dari strategi keseluruhan dalam aksi-aksinya membekap para penjahat-penjahat ekonomi kelas atas di negeri ini. Namun kini, ia tak merasa cukup percaya diri dengan modal dirinya itu dalam urusan hubungan pribadi. Karena memang manusia bukan 100% makhluk logis, terkadang juga dipengaruhi oleh unsur emosi / perasaan yang seringkali justru bertolak belakang dengan cara berpikir rasional. Lagi-lagi, ini adalah contoh lain mengenai keterkungkungan pemikiran seseorang yang disebabkan oleh perasaan insecure dalam dirinya sendiri, bukan karena kenyataan sesungguhnya.

Disinilah rasanya aku bisa mengambil peran untuk membantunya. Karena kalau perasaan itu dibiar-biarkan, bukan tak mungkin bisa berakibat fatal untuk dirinya. Apalagi ia adalah seorang cewek high profile yang tentu pasti banyak orang yang ingin mengincar dan memangsanya.

Dalam hati aku memuji kejelian dan kebesaran hati Om Pram yang bersedia melepas kakakku yang notabene adalah salah satu anak buah terbaiknya. Memang betul perkataannya. Semakin lama berada di dalam lingkungan itu, pemikiran kakakku akan semakin tertutup.

Kini aku menduga, jangan-jangan di balik anjurannya kepadaku untuk tak buru-buru bergabung ke dalam timnya itu, ada maksud baik terselubung darinya supaya aku bisa membantu membuka pikiran kakakku dalam hal ini. Satu hal yang membuatku semakin kagum terhadap dirinya.

“Udah deh, Cie. Hal ini dibahas terlalu mendalam juga ga ada gunanya. Kita lihat nanti saja. Sekarang mending kita refreshing aja. Malam ini kita ke diskotik aja yuk? Just for fun aja,” ajakku.
Awalnya ia agak ragu. Namun akhirnya kakakku berhasil kuyakinkan.

---&&&&&&---

Di diskotik yang sama ketika aku membuntuti kakakku dan Angga waktu itu...

Kakakku tak meminum alkohol. Ia memesan Coca-cola. Aku pun mengikutinya. Awalnya kami hanya duduk di satu meja dan menikmati musik dan suasana di dalam ruangan dengan lampu kelap-kelip dan suara musik hingar-bingar itu.

Saat itu tiba-tiba kulihat seseorang yang wajahnya kukenal. Rani. Karena merasa bersalah saat ia kutinggalkan begitu saja waktu itu, aku segera pamit sebentar kepada kakakku. Kemudian aku berjalan menuju gadis itu berada.

“Rani,” panggilku kepadanya membuat ia seketika menoleh.
“Maafkan aku ya, waktu itu mendadak aku meninggalkanmu.”
“Eh, maaf... koko siapa ya?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya. “Apa kita pernah bertemu disini?”
Gadis itu kemudian menggaet lengan laki-laki bule yang mendatanginya dengan membawa dua gelas minuman. Tanpa berkata sepatah katapun atau menoleh kearahku, ia meninggalkanku dan berjalan bersama laki-laki itu.

Tiba-tiba aku tersadar dengan kebodohanku sendiri. Hahaha... Ternyata rasa bersalahku terhadapnya selama ini sungguh salah kaprah. Tentu ia tak mengenaliku apalagi mempedulikanku. Baginya aku hanyalah satu diantara ratusan bahkan mungkin ribuan orang yang pernah ditemaninya. Apalagi waktu itu aku sedang menyamar. Sebaliknya, mungkin ia malah bersyukur aku meninggalkannya. Toh aku sudah membayarnya. Jadi ia bisa mencari pelanggan lain. Lagi-lagi, sebuah persepsi pribadi yang tak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya di lapangan.

Perbuatan gadis itu seharusnya menyinggung rasa ego diriku. Namun aku sama sekali tak merasa tersinggung. Sebaliknya, kini aku jadi terbebas dengan pikiran rasa bersalah yang selama ini terkadang suka teringat dan menghantuiku.

Kini aku bisa memusatkan perhatianku kepada gadis lain yang saat ini lebih membutuhkan kehadiranku... kakakku. Sungguh beruntung aku tak terlalu lama meninggalkannya sendirian di tempat ini. Sehingga aku keburu sampai di tempatnya saat kulihat ada satu cowok yang sepertinya ingin mendekatinya. Melihat aku duduk bersama kakakku, cowok itu mengurungkan niatnya dan berbalik.

Setelah terlalu lama duduk, akhirnya kami berdua turun ke lantai untuk berdisko. Tak ada sesuatu yang istimewa. Apalagi hal-hal yang bersifat romantis diantara kami. Kami berdua hanya bergoyang mengikuti irama saja. Melepaskan semua pikiran yang ada. Sekedar untuk having fun.

Saat itu kakakku memakai kemeja kotak-kotak dengan warna dominan merah dan celana panjang. Pakaian yang biasa saja. Tidak mewah. Tidak kampungan. Juga tidak provokatif. Meski kemejanya itu, walau agak longgar dan dikeluarkan, masih membuat bagian dadanya terlihat menonjol. Wajarlah, namanya juga cewek. Apalagi kalau dalamnya memang cukup padat berisi. Hehehe..
Sementara riasan wajahnya juga biasa saja. Sama sekali tak berlebihan.

Namun aku bisa merasakan begitu kuat aura daya tariknya. Apalagi wajahnya memang secara natural sungguh cantik. Kuperhatikan, perhatian orang-orang juga banyak yang tersedot ke arah kami. Apalagi gerakan tubuhnya yang seirama dengan musik yang ada membuat daya tariknya semakin kuat terpancar keluar.

Kalau saat itu aku hanya bisa manyun dengan rasa iri melihat Angga berdisko dengan kakakku, kini aku bisa merasakan gairah hatiku melihat tatapan sirik banyak orang. Meskipun kami saudara kandung, wajahku tak terlalu mirip dengan kakakku. Meski kakakku berwajah sangat cantik, aku tak bisa menganggap diriku ganteng meskipun wajahku tak jelek juga. Jadi tentu banyak orang mengira aku adalah cowoknya. Tanpa mempedulikan tatapan orang, dengan hati gembira kami terus bergoyang mengikuti irama. Sesekali aku mendekat dan berbisik ke kakakku - gadis paling menarik di tempat ini – kuingatkan kepadanya betapa banyaknya perhatian orang tertuju kepadanya. Membuat pandangan beberapa orang semakin sirik saja melihat keakraban kami berdua.

Sampai akhirnya, terdengarlah lagu lama yang berjudul Dancing Queen seperti saat itu. Dengan permainan keyboard yang rancak dan duo vokal yang indah dalam lagu itu, hatiku semakin bergelora. Cie Stefany tak pelak lagi adalah The Dancing Queen diantara sekian ratus wanita yang ada disini.

Ooh
You can dance
You can jive
Having the time of your life
Ooh, see that girl
Watch that scene
Dig in the dancing queen


Dan malam ini, cowok yang paling beruntung disini adalah aku. Disaat semua laki-laki hanya bisa melihat dari kejauhan, perhatian Cie Stefany hanya tertuju pada diriku. Tanpa mempedulikan ratusan mata yang memandang dirinya, Cie Stefany terus tersenyum, tertawa, bergoyang seirama, bahkan kadang saling berpegang tangan denganku. Aku tak akan heran apabila ternyata di ruangan ini saja banyak laki-laki yang panas hatinya melihat keberuntungan satu cowok yang bisa membuat gadis sekaliber Cie Stefany terpusat perhatiannya kepadanya. Dan cowok itu adalah aku.

Semula kita berencana berada disini paling hanya sejam. Sebenarnya niatku hanya untuk menunjukkan kepada kakakku betapa dirinya begitu dikagumi banyak orang. Meski pakaian dan riasannya sebenarnya biasa-biasa saja.

Namun karena sama-sama having fun, akhirnya kita disana hampir 3 jam. Hanya saat menjelang tengah malam saja, sebelum alunan musik berganti menjadi slow dan mellow, baru kita meninggalkan tempat itu. Tentu gak lucu kalau aku dan Cie Stefany kemudian melakukan slow dance seperti sepasang kekasih, bukan?

---&&&&&&---

Di perjalanan...

“Nah, lu lihat sendiri khan Cie, betapa perhatian orang banyak terpusat ke diri lu. Mulai dari engkoh-engkoh, mas-mas, orang bule, semuanya banyak yang tertuju ke diri lu. Padahal dandanan lu juga biasa-biasa aja sebenarnya. Tapi daya tarik orangnya yang sungguh luar biasa. Hehehe.”
“Ah lu ini... lu gede-gedein aja,” jawab kakakku terlihat senang dengan kata-kataku.
“Bukan digede-gedein tapi memang begitu kenyataannya,” ujarku. “Diantara orang-orang disitu tadi, pasti banyak yang merasa iri sama aku. Dikirain aku pacarmu, Cie. Hahaha.”
“Ah, lu ini bisa aja. Ada-ada aja.”

“Trus maksud lu barusan ngajak kesitu dan nunjukin perhatian orang-orang ke aku itu sebenarnya apa? Lu mau aku sering-sering ke diskotik untuk dapet kenalan cowok gitu? Masa gitu sih,” ujar kakakku. Hmm, paling nggak sekarang ia sudah mulai menyadari kuatnya daya tarik dan aura dirinya, batinku.

“Ya nggak gitu Cie. Ini hanya langkah pembuka aja, untuk membuat lu sadar kalau lu ini punya daya tarik yang luar biasa bagi kaum cowok. Mungkin yang aku bilang ini tergolong creepy atau rendahan, dan orang-orang yang bijaksana selalu bilang jangan terlalu fokus ke sisi fisik dan lahiriah tapi lihatlah sisi dalamnya. Tapi suka ga suka, yang namanya cowok pasti sedikit banyak ngeliat faktor fisik kepada cewek. Mungkin bukan faktor utama, tapi paling tidak itu adalah satu poin yang jadi pertimbangan dalam mencari pasangan. Dalam hal ini lu jauh melampaui kualifikasi.”

“Setelah itu, aku juga setuju dengan omongan orang-orang itu. Harus melihat isi hati orang bukan penampilan luarnya. Untuk itu, kalo aku boleh nyaranin buat lu Cie, sebaiknya saat ini lu jangan terlalu fokus untuk nyari cowok. Tapi lu fokus dulu dengan mencari apa yang mau lu kerjakan, lalu kerjakan dengan sungguh-sungguh. Saat lu fokus dengan kegiatan lu itu, nanti lu akan nemu jodoh yang sesuai dengan lu, yang sekaliber dengan kapasitas diri lu. Kalo lu kaliber gede, maka lu akan tertarik dan mampu menarik cowok berkaliber gede juga. Sebaliknya kalo lu hanya berbuat sedikit maka lu akan nemu jodoh orang yang juga hanya berbuat sedikit. Kalo lu punya rasa insecurity dalam diri lu, maka lu akan dapat cowok yang hanya memperalat lu aja.”

“Hmm... omongan lu ini make sense sih. Tapi sejak kapan ya lu jadi pakar hubungan percintaan. Sementara lu sendiri pacaran aja ga pernah,” ejek kakakku.
“Hehehehe, ya ini aku hanya mengutarakan apa yang ada di pikiranku aja sih. Tapi aku yakin bener lah, cuman aku belum ada kesempatan aja. Habis selama ini lu selalu nyuruh aku fokus di sekolah dan kuliah mulu. Ga pernah dikasih ruang untuk pacaran.”
“Mending gitulah keknya. Kalo lu dikasih kesempatan apalagi dimodalin buat pacaran, bisa-bisa lu bikin patah hati cewek setengah kota.”
“Hahaha... bisa aja lu Cie. Yang penting bukan lu yang patah hati lah Cie.”
“Udah ah, udah nyampe nih. Makin malam makin ngaco aja omongannya.”

---&&&&&&---

Malam itu kami tak banyak berinteraksi. Begitu sampai rumah, kami sama-sama mandi lalu tidur (sendiri-sendiri tentunya).

Keesokan harinya aku menemani kakakku berolahraga pagi di taman dekat rumah. Meski suasana lingkungan rumah kami cukup aman bahkan semakin kondusif, namun tetap saja aku merasa perlu untuk menemani seorang gadis muda seperti kakakku ini. Apalagi dengan pakaian olahraga yang mau tak mau akan membuatnya terlihat sedikit sexy.

Sepulangnya, aku segera mandi lalu masuk ke kamarku. Sementara kakakku sedang browsing dengan laptop-nya untuk beberapa saat.

Sampai suatu saat, ada WA masuk. Dari Cie Stefany. Ada yang ingin dibicarakannya. Segera aku keluar menemuinya. Ia sedang duduk di sofa ruang tengah.

Rupanya ia baru selesai mandi dan keramas. Bahkan ujung-ujung rambutnya terlihat masih agak basah. Sementara ia masih memakai baju mandi berbahan handuk tebal. Melihatku muncul ia segera berkata,
“Rico, aku tahu apa yang mau aku kerjakan sekarang.”
“Oh ya? Apa itu Cie?”
“Latar belakang keluarga kita khan bisnis dan dagang. Karena itu aku akan meneruskan berbisnis. Namun bukan bisnis toko atau konvensional seperti Papa. Tapi aku akan membuka bisnis berbasis online. Untuk itu aku akan ambil kursus untuk belajar lalu sekaligus dipraktekkan,” kata kakakku penuh semangat.
“Wah, bagus itu. Akhirnya lu menemukan juga apa yang mau dikerjakan. Paling nggak, ini bisa dijadikan awal.”
“Betul. Dan aku pikir2, betul juga omongan lu, Rico. Saat ini aku nggak akan fokus cari pacar dulu. Aku fokus di studi dan bisnisku dulu aja. Mudah-mudahan nanti bisa ketemu calon pasangan disana. Karena kita sama-sama mendalami bidang yang sama.”
“Aku senang mendengar ini, Cie,” kataku sambil tersenyum kepadanya.

“OK, itu tentang aku. Trus kalo lu sendiri gimana planning-nya.”
“Ya kalo aku sih akan fokus di kuliahku dulu aja. Sampai lulus. Baru nanti mikir yang lainnya. Lu maunya gitu juga khan?” tanyaku balik.
“Ya kalo aku sekarang sih semuanya terserah lu aja. Apa yang menurut lu terbaik aja,” jawabnya yang membuatku senang mendengarnya. Kakakku ini rupanya telah berubah juga dibanding dulu-dulu.

“Selain itu, ada yang lain lagi?” tanya kakakku.
“Ga ada sih. Paling ya itu,” jawabku.
“Ada sesuatu yang mau lu bicarakan lagi? Atau ada sesuatu yang masih mengganjal di hati lu? Atau hal yang masih bikin lu penasaran?”
“Hmm.. Ga ada. Apa lagi? Kayaknya semuanya sudah clear deh.”

“Sepertinya kali ini lu yang bicara ga jujur, Rico,” kata kakakku sambil tersenyum menatapku.
“Apa maksud lu Cie?” tanyaku dengan heran. Karena memang aku tak mengerti apa maksudnya.
Definitely ada satu hal dalam diri lu yang masih mengganjal. Hanya saja lu ga mau terbuka aja,” kata kakakku tetap tersenyum memandangku.
“Aku ga ngerti Cie. Beneran. Tell me,” kataku penasaran.
 
Kakakberadik yang feromonal kalo jadi satu tim


Ehh.. Fenomenal
 
Msh blm berani ngomong klo udh ngintipin kakaknya mastrubasi dari jendela dan punya fantasi pas ngintip kakaknya ngentot sama om Pramono (mas zul) dan mimpi basah tp bkn sama adiknya tp sama jack wkwkwk semoga next update adiknya berani ngomong trs dpt secelup dua celup sama kakaknya hahaha.
 
Ebusettttt,ini aku bacanya aja sampe marathon gan. Keren cerita mu,dan banyak juga pengajaran2 yg ikut tersirat dlm cerita ini. Lanjutkan pokoknya cerita mu gan.
 
Keren banget suhu ceritanya, next updatenya sangat ditunggu.

Jadi adegan Mas Zul x Stefany cuma fantasinya Rico doang pas ngeliat Stefany masturbasi? Ane kok masih gagal paham ya di bagian ini wkwk.
 
Bimabet
Msh blm berani ngomong klo udh ngintipin kakaknya mastrubasi dari jendela dan punya fantasi pas ngintip kakaknya ngentot sama om Pramono (mas zul) dan mimpi basah tp bkn sama adiknya tp sama jack wkwkwk semoga next update adiknya berani ngomong trs dpt secelup dua celup sama kakaknya hahaha.

setelah aku baca ulang, kayaknya cuman fantasi aja... karena si stefany manggilnya om zul, bukan om pram.... kayaknya sih
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd