Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

LOUNGE OOT - Curhat yuk - HtH

Udah 500 pages mau lanjut, ganti TS, apa ditutup?

  • Lanjut

    Votes: 25 78,1%
  • Ganti TS

    Votes: 4 12,5%
  • Tutup Trit

    Votes: 3 9,4%

  • Total voters
    32
  • Poll closed .
Status
Thread ini sudah dikunci moderator, dan tidak bisa dibalas lagi.
Bimabet
Morning oot

"it takes a minute to have a crush on someone,an hour to like someone & a day to love someone but it takes a lifetime to forget someone"
Wes tak lali-lali
Malah san soyo kelingan

~Ketaman Asmoro-Didi Kempot

--------------

Morning all, have a nice day.
Jaga prokes, jaga kesehatan, selamat hari Jumat
 
Om, kasih judul dan tag ane nya belum.. :malu:
Waduh iya ogut lupa🤣 maklum faktor umur om🙂 sudah diperbaiki🤣

Keren loh ini ceritanya.... Gak semudah dibayangkan., Pasti berat banget waktu dijalankan.., sayangnya belum ada kelanjutan ceritanya...
Semua jalan hidup agan itu pasti membawa berkah buat hidup agan sekarang..
Kalo dilanjut nanti jatohnya cerbung kak, wkwkakkakaka
 
Kalo dilanjut nanti jatohnya cerbung kak, wkwkakkakaka
Yang part ketemu si itu belum di tulis ya, padahl terusannya itu kan. wkwkwkwk....
 
Met malam para manusia di manapun berada. Izin ikut partisipasi dengan pengalaman nubi yang apa adanya..

Pernah mengalami putus asa? Pusing tujuh keliling sampe kepala berdenyut seakan harapan hidup nggak ada, tiada jalan lagi, malu di ubun - ubun. Yap, saya pernah🤣 mungkin ini tidak sebanding dengan suhu - suhu disini, namun inilah kisah saya..
DAUN
Beberapa tahun lalu, sekitar 2014 saat aku kelas 1 SMK ( mungkin usia saya 16 tahun ) di garut Limbangan sana yang terkenal dengan banyak sekali pohon bambu dan pertanian. Masih sangat Tradisional lingkungan nya. Bahkan, kalau maghrib tiba, tidak ada lampu yang menyala di Jalan. Sangat gelap gulita disana. Saya juga Heran, bagaimana pemikiran orang tua untuk pendidikan disana.

Btw, saya disana juga sambil pesantren, dan pesantren nya itu tradisional pula. Masak sendiri, mencuci baju sendiri, apapun dilakukan sendiri. Juga, saya di sana ikut mengolah pertanian maupun perternakan.

Selama 3 Tahun, semua menyenangkan. Lalu, semua berubah saat adik - adik saya ikut pesantren di daerah tersebut. Yang pertama, adik laki - laki kelas 2 SMP, kebetulan satu pesantren dengan saya. yang kedua adik perempuan kelas 1 SMP tetapi berbeda pesantren namun masih di daerah dan sistem yang sama yaitu tradisional. Juga, ketiga nya saya yang mengatur keuangan nya. Mulai dari makan, masak, uang Jajan. Dan uang lainnya.

Setelah 6 bulan adik - adik saya disana. Mulailah terjadi Kenakalan dari adik laki-laki. Mulai dari mencuri barang teman, makanan orang, uang kas. Namun, masih bisa saya ganti kerugian nya. Itu hal yang wajar karena memang masih kecil.

Setelah setahun dan sudah kelas 3 SMP, kenakalan nya makin menjadi, bolos sekolah selama 30 hari. Yang padahal, setiap hari berangkat sekolah. Mulai berani mengambil uang yang bapak kami titipkan. Awal nya 100 ribu, kemudian berlipat2. Sangat menjengkelkan, sebab uang yang saya pegang itu bukan untuk pribadi. Tetapi untuk saya dan adik - adik yekan.

Nasihat? Sudah sangat sering. Ketika dia melakukan kenakalan. Saya pasti menasehati nya dan tidak melakukan tindakan kekerasan. Sangat hati - hati memperlakukan nya. Namun entah kenapa tidak pernah di dengar.

Suatu hari, sewaktu saya pulang sekolah dan hendak siap - siap untuk ngaji. Ada sekitar 4 warga yang ingin ngobrol dengan saya. Saya sanggupin lah ajakan tersebut.

" Han, adikmu ngambil makanan diwarung saya. Mungkin kalo sekali saya masih wajar. Tapi ini sudah yang ke 3 hari nya. " Ujar salah satunya.

" WTF, berani banget sih. " Ujarku dalam hati.

" Saya juga, dia berani masuk ke rumah saya lalu kekamar mengambil beberapa uang. Dan itu saya pergokin langsung. " Ujar satunya

Dan seterusnya, 4 warga tersebut mengadu kepada saya betapa adik saya itu sangat ringan sekali tangan nya. Dan tidak menutup kemungkinan ada korban yang lain.

Malu, pusing, terkejut mendengar penjelasan mereka. Dan akhirnya saya memutuskan mengganti kerugiannya. Dan ketika saya ingin mengambil uang saya di lemari. ( baru dikirim bulanan) uang nya sudah hilang 2.5 juta, Ya Tuhan 🙃🙃 tinggal tersisa sekitar 1 juta 40 ribu lagi anjer😑 . Dan untuk mengganti kerugian sebesar 1 juta. Sisa 40 ribu lagi.. Dan sisa itu harus cukup untuk 3 minggu untuk saya dan adik perempuan makan, dan jajan sekolahnya 🙃🙃

Setelahnya saya bingung, mau minta kirim lagi, nggak enak sama orang tua bukan soal uang nya. Tapi soal tanggung jawab nya itu. Ya lord...

Esok pagi nya ketika disekolahan, tiba - tiba saya dipanggil kepsek. Saya bingung, ada apakah gerangan? Apakah ibu kepsek lagi kangen? Ah mungkin saja..
Tapi sayang, saya dipanggil ke kepsek disuruh kasih surat DO adik saya ke ortu.

Lemes, sedih, kecewa jadi satu pak. Nggak nyangka aja bisa sampe begini. Mana adik saya sudah hilang selama 2 hari ini. Akhirnya saya memohon dengan sangat kepada kepsek untuk membatalkan surat tersebut dengan SSI tingkat Kabupaten Provinsi. Dan akhirnya beliau luluh 😘 . Namun saya diberi waktu selama 4 hari untuk membawa kembali adik saya kesekolah 😅.

Sehabis pulang sekolah saya berpikir bagaimana caranya mempunyai uang untuk adik saya yang perempuan. Kalau bilang ke ortu, itu nggak mungkin. Malu, ini soal tanggung jawab. Lalu saya harus gimna? Hutang? Nggak mungkin, bayar pake apa!

Akhirnya setelah mengaji sekitar jam 11 malam. ( kegiatan psantren ku dari siang hingga malam ) saya menawarkan diri ke warga - warga untuk menggarap sawah. Seperti membersihkan, mengairkan, memupuk saya lakukan. Saya maksa lebih tepatnya. Nggap papa dibayar murah. Yang penting adik cewek ku bisa makan dan jajan.

Tak lupa, sebelum berangkat ke sawah, saya mencari adik laki-laki dulu. Entah kemana, dengan kondisi yang sangat gelap. Nggak ada cahaya lampu sama sekali. Kampung disana bener - bener tradisonal. Cari temannya satu - persatu namun nihil.

Selepasnya, saya baru ke sawah sekitar jam 2 malam untuk melakukan tugas🤣 dan berakhir sebelum subuh saya pulang. Lumayan dapet 20 ribu😅 Tidak lupa juga, mengambil kacang panjang di ladang untuk sahur. Yap saya nggak punya uang buat masak. Jadi harus puasa 🤣🤣

Setelah 3 hari saya melakukan rutinitas tersebut dan pagi nya, saya diajak bertemu oleh seseorang. Saya iyakan. Tapi sebelumnya pasti izin ke Guru pake BB🤣

Dan ketika sedang bertemu. Sungguh betapa terkejutnya saya😞 ternyata adik saya itu 4 hari menghilang dia pulang ke Bekasi, nah dari bekasi, dibawa temen nya ke garut. Dan di garut, temen nya adiku ini di titipkan di rumah orang😂😂 ( asyuu bisa bgtu ) dan yang mengajak ketemuan itu adalah orang tuanya yang ingin bawa saya kepolisi perihal penculikan anak, karena, adik saya membawa anaknya yang lagi sekolah hingga mau di DO dari sekolah🤣

" Anak kontol 🙂 "

Kecewa, kesel sudah pasti. Namun saya tetep gentle dan tanggung jawab atas semuanya. Setelah rundingan, karena anaknya sudah ketemu. Dan ingin dibawa pulang. Saya beri alamat rumah saya. Biar nanti diurus bapak saya saja masalah tersebut. Tetapi perihal adik perempuan saya tetep saya rahasiakan. Saya nggak mau nambah beban orang tua saya maupun kakak saya.

Sayapun sekolah kembali, dan ketika saya sampe asrama, ingin mengerjakan tugas sekolah. Saya terkejut, laptop di lemari saya hilang🙃 astaga🤣 saya bingung harus gimna. 😅

Malamnya sepulang menggaji. Saya ke curug. Saya sudah bulatkan tekad untuk mengakhiri hidup. Asli, kepala saya sakit, pusing mikirin semuanya. Dihantui banyak sekali masalah yang tidak saya perbuat🙃

Didaerah sana terdapat curug mungkin sekitar 10 meter. Airnya cukup deras mengalir. Pikiran sudah berkecamuk. Adekku makan nanti gimna. Laptop gimna, reaksi orang tua gimna, sama masyarakat Malu banget.

Malam itu, derasnya air yang berjatuhan kebawah serta pekatnya malam benar - benar mengiringi air mata saya. Saya berpikir sejenak.

" Ini, kira - kira kalo jatuh saya mati nggak ya. Jangan sampe enggak, nanti orang tua saya repot lagi 🤣 "

Lama sekali, mungkin sekitar 1 jam berdiri diatas curug. Merenung, dan akhirnya saya membatalkan bunuh diri tersebut. Saya memperteguh hati, pikiran dan raga.

" Saya masih ada cita - cita, orang yang saya sayangi, teman yang mau berdampingan kala susah. Jika mati, semua kecewa dan malu betapa lemahnya saya. "

Yap, saya memlih untuk bertahan, bertarung tidak menyerah dengan keadaan. Saya meyakini, ada pelajaran dari ini semua. Kenali diri sendiri. Segala masalah pasti ada jalan nya. Semua buntu karena kita menyerah. Saya percaya, apa yang kita tanam hari ini akan kita tuai nanti. Lantas, masih adakah jalan pintas?

Setelahnya, saya kembali kesawah, untuk mendapatkan uang untuk adik cewek. Bahkan lebih giat lagi, yang tadinya hanya sawah, jadi ke ladang, perternakan saya ambil semua. Yang penting punya uang buat adik saya makan selama 2 mingguan. Dan selama itu pula saya puasa yang makan kadang singkong nyabut punya orang🤣 kertas dikasih garam🤣

Selesai. Dan adik laki-laki saya pun di DO🙃 dan saya berhasil bertahan sampai 3 minggu lamanya bgtu. Yang terpenting saya sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk kedua adik saya.🤣



Yth,
TS, @volnut
Juri @XocoatlDag @rosie , om @superfly

#GAHTH
Abang atau kakak yang mantap...
Respect dan punya tanggungjawab yang tinggi.. Semoga sehat selalu dan dimudahkan semua urusan nya..

Kisah nya berbanding terbalik ama aku.. 😅..
 
Hari terakhir banyak yang setor. Mantaaap…
 
Dear TS @volnut , dan dengan hormat para juri #GAHtH Kak @rosie , @XocoatlDag , dan @superfly
Semoga cerita yang saya suguhkan membuat pembacanya mengambil kesimpulan dari sudut pandang yang berbeda tentang apa yang pernah ku alami. Dan semoga tidak terjadi pada perempuan-perempuan lain diluar sana.

Cinta dan Kehilangannya

Cerita ini bermula ketika aku berkenalan dengan seorang pria di sebuah aplikasi dating, sebut saja namanya Richie. Ternyata Richie tempat tinggalnya jauh dariku, aku yang bertempat tinggal di kota metropolitan dan dia di daerah Jawa Barat yang di lalui banyak truck-truck lewat. Aku berkenalan dengan Richie cukup singkat hingga akhirnya aku memutuskan untuk menjalin hubungan sepasang kekasih. Pada saat malam dimana aku sedang bersama sahabatku, Dani. Pada malam itu, di tahun 2016 dan malam minggu. Dimana hampir semua pemuda dan pemudi kota metropolitan akan menghabiskan waktunya di luar rumah. Begitupun aku dan Dani. Aku dan Dani sepakat untuk jalan dan akhirnya kami kelelahan. Kami memutuskan untuk pulang dan Dani singgah sebentar di kosanku untuk beristirahat sejenak, lokasi kosanku yang pada saat itu berada pada wilayah perkantoran dan mall. Di dalam kosanku, aku bercerita bahwa aku memiliki pacar saat ini dan akan bertemu dengan kekasihku malam itu juga. Sontak Dani kaget.

“Wah aku kudu cepet-cepet bali iki. Kamu ra ketok jalan sama cowok, tiba-tiba aja nduwe pacar”. (wah aku harus cepat pulang ini – dengan logat jawa-nya yang khas)
“Hehehehe, iya. Kaget yaa, aku punya pacar.”
“Yo, iyo tooh.. Kamu iki.. Jadi, kamu mau ketemu sama dia dimana? Ini sudah jam 10 malam looh”.
“Dia berada di area Fatmawati, Dan”
“Oh, ya wes kalo gitu. Kita keluar kosan bareng aja yak sembari sama-sama order ojol. Aku pulang, kamu ketemu kekasihmu. Waaaah masih nggak nyangka aku”

Sambil tersenyum simpul, aku pun cuma bisa tersenyum dan berkata “hehehehehe”

5 menit berlalu ojol kami pun datang dan berbeda tujuan. Kami beranjak dengan pergi meninggalkan kos tersebut.

Setelah sampai dengan tempat yang aku tuju, aku ketemu dengan laki-laki yang kupanggil dengan Richie.

“Kamu sudah makan, yang?” Sapa Richie kepadaku.
“Sudah yang, yuk pulang. Kamu pasti capek kan?”
“Mau naek apa kita? Sudah malam gini”
“Ya naek taksi online laah, bentar yaa aku order dahulu”

Setelah 10 menit menunggu, taksi yang dimaksud tiba juga. Didalam mobil, aku yang rindu langsung merebahkan diri diatas pahanya. Didalam mobil tidak banyak hal yang aku obrolin ke dia. Hanya saja aku memiliki perasaan yang sangat bahagia bersama dia.

Dan pada akhirnya 30 menit perjalanan kita, kita sampai di kosanku.

“Ini kamarku, dan ini kamar mandinya diluar yaa? Itu kamar mandinya?” (sembari aku tunjukkan posisi kamar mandi yang letaknya berada di pojokan”

“Oh iyaa” (Dia hanya sepatah kata saja menjawab dari informasiku itu)
Malam berganti dan ke esokan harinya tepat di sore hari kami berpisah karena dia harus kembali ke tempat kerjanya dan aku juga harus Kembali bekerja.

Hari berganti hari, hingga 2 bulan lamanya. Aku pun tak mendapatkan informasi dari dia. Setiap ku bertanya melalui chat, dia tidak pernah merespon chatku. Dan tibalah dimana aku merasakan badan drop dan tidak datang masa haidku. Aku mencoba berfikir positif bahwa penyakit maag-ku kambuh. Dan aku pun berjalan sendiri ke rumah sakit. Yaah, aku memang orang yang kalo merasakan sakit akan langsung berjalan sendiri tanpa teman ataupun saudara yang menemani.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung di infus dan dinyatakan rawat inap. Aku pun segera menghubungi rekan kerjaku bahwa aku tidak dapat masuk kantor untuk beberapa hari.
2 hari berlalu di rumah sakit, teman-teman datang namun ketika semua temanku datang dan membuat kamarku ramai tiba-tiba Dokter dan para susternya kunjungan.. Namun, yang membuat aku kaget, dokter ini bilang ke semua yang ada di kamar itu untuk mengosongkan ruangan.

“Maaf yaa, semuanya bisa keluar sebentar. Saya mau berbicara berdua dengan pasien.”

Sontak aku kaget, tidak biasanya dokter ini secara nggak langsung mengusir semua orang di dalam ruangan tersebut.

Ketika ruangan sudah sepi, sang dokter berkata, “Saya yakin ini bukan sakit maag seperti yang kamu biasa alami, tapi mungkin di dalam perut kamu ada janin. Kita lakukan test satu kali lagi yaa, USG dan test urine, untuk membuktikan. Namun, jika memang ada kamu harus menghubungi “DIA” yaa.”

“Baik, Dok.” – sapaku dengan tatapan kosong.

Bagaimana mungkin ini semua terjadi, masa aku hamil siih? – aku pun bergumam dalam hati.
Siapa yang terakhir, ahh tidak mungkin.

Setelah percakapan berdua pun membuat aku gelisah, hingga akhirnya test yang diminta sama sang dokter pun dilaksanakan. Tidak menunggu lama, hasilnya pun dikabarkan secepatnya. Dokter kembali ke ruanganku dan mengatakan, hal yang tak diduga.

“Hasilnya janin kamu sudah berumur 7-8 minggu, dan kamu hampir keguguran. Kami kasih obat penguat janin yaa supaya janinnya kuat dan mohon kamu kabarin dia yaa.”
“Iya, dok.” Lirih suaraku mendengar jawaban dokter tersebut.

Sang kakak angkatku yang kebetulan pernah kos dekatku, berkata : “Dek, kita cari dokter lain yaa. Mungkin dokter ini salah diagnosa. Udah yaa jangan nangis.”
“Nggak kak, nggak mungkin. Bagaimana mungkin dokter salah diagnose, semua hasilnya nyata.” Sambil terisak aku berbicara sambil menangis.


5 hari dirawat, aku pun dinyatakan boleh pulang oleh pihak RS. Karena aku ga mungkin pulang sendiri, aku mencoba menghubungi sahabat priaku yang lain. Sebut saja namanya Rendi.

Aku kontak Rendi untuk menjemputku di RS dan melakukan administrasi.
“Ren, ini debitku pinnya XXXX. Eh, kalo kurang ambil dari atm yang ini yaa.” Sembari aku berikan 2 kartu debitku.
“Ah ribet, dah pake debitku aja ya.”
“Loh heh, jangan.”
“Udah, aku kebawah dulu ya.”

Yaah, kondisi saat itu memang pelik sekali, dimana kondisi di rekeningku sedang tidak mencukupi pembiayaan RS tersebut karena aku hamil dan asuransi tidak cover itu karena aku masih lajang belum menikah.

Sepulangnya, aku bilang ke Rendi bahwa nanti uang ekses claim aku ganti di kemudian hari. Dan aku meminta saat itu, pergi ke sebuah toko bakmi.

“Ren, makasih yaa. Oh yaa, anterin aku ke toko bakmi disitu yaa. Aku ingin makan bakmi.”
“Ah kamu mah, udah gpp. Tapi nanti habis makan, pulang ya?”
“Iya”


Waktupun berlalu hingga 3 bulan lamanya, sejak dinyatakan hamil pun,aku chat Richie dengan bilang, “Yang, aku hamil”

Dan response yang aku dapatkan dari dia pun sangat tidak disangka-sangka.
“Hamil? Mana mungkin kamu hamil sama aku. Sama cowok lain kali”
Deg, dadaku terasa dihantam dengan pukulan keras melihat response chat seperti itu.

Namun, karena kondisi gini. Aku memberanikan diri pulang ke kotaku, dengan mengambil penerbangan paling terakhir, yaitu malam hari jam 10.

Sesampainya dirumah, akupun tanpa ragu dan basa-basi berkata dengan ibuku.

“Bu, aku hamil. Ini bukti USG yang sudah aku lakukan. Tapi aku ga mau nikah yaa.”
“Sudah malam, kamu istirahat saja. Besok dibahas”

What!! Bagaimana mungkin orang tua tidak marah saat ku mengatakan hal tersebut..

Setelah percakapan malam itupun aku di targetkan untuk mencari Richie, sang ayah biologis dari anakku itu. Namun, aku pernah mengatakan kepada mereka bahwa aku tidak mau menikahinya, bagaimana tidak aku tak mau karena Richie tidak pernah mau mengakui perbuatannya itu. Namun, orangtua pun tetap memaksa.

Januari 2017, aku mencari keberadaan Richie yang kemudian dibantu oleh kakak angkatku. Aku hanya mengantongi 1 informasi dari mana dia bekerja dan lokasi tempat dia kuliah. Dan bersyukur dalam waktu 2 hari, aku mendapatkan alamat lengkap beserta nomor telepon Richie.

Pada saat hari dimana aku mendapatkan hal itu semua, aku beranjak langsung berangkat mencari alamat tersebut dengan kondisi sudah hamil sekitar 3 – 4 bulanan. Dan hingga akhirnya aku menemukan lokasi rumahnya. Namun yang kudapati Richie menolak aku dan kedua orangtua-ku yang datang kesana. Karena dibantu dengan ketua RT diwilayah setempat, kami dapat bermusyawarah. Lagi-lagi, feelingku terhadap Richie benar bahwasannya dia tidak mau bertanggung jawab dengan alasan bahwa janin yang berada di kandunganku bukan anaknya. Aku ingin marah, bagaimana mungkin bukan anaknya, terakhir berhubungan intim itu adalah bersamanya.

Musyawarah yang dilakukan saat itupun berujung dimana dia mau tak mau, harus menikahiku dengan catatan resmi KUA. Dalam hatiku, kenapa harus dia, dan kenapa aku harus seperti ini.

2 minggu berlalu, aku mengajak orangtua-ku singgah ke Bandung karena disana ada adikku satu-satunya. Aku mengajak mereka berjalan-jalan. Walaupun dengan kondisi aku hamil, jalan pun susah aku tetap bahagia, bagaimana tidak melihat mereka bertiga tersenyum adalah hal paling membahagiakan untukku.



Tepat 2 Februari 2017, aku menikahinya dan dihadiri dengan sahabat-sahabatku. Selesai menikahinya, aku bertolak kembali ke kota Metropolitan. Yaah, aku tidak bisa berlama-lama cuti karena aku mengambil cuti cukup lama untuk kondisi seperti ini.

Waktu demi waktu terlewati, tak satu haripun Richie mengunjungi ku saat aku hamil. Yang ada malah, aku yang dengan kondisi 6 bulan jalan ke kotanya dan tidur justru di hotel bukan dirumahnya. Aku merasa, kenapa harus seperti ini. Aku kan istri sahnya, kenapa ketemu malah harus di hotel. Ahh takdir ini memang harus aku jalani, bukan.

Hingga pada akhirnya, tepat tanggal 10 Mei 2017 , aku dinyatakan waktu untuk melahirkan anak ini. Anak yang hingga pada saat lahirnya pun tidak didampingi oleh suaminya. Bukan karena suaminya dinas melainkan memang tidak ingin ada disamping istrinya.

30 menit sebelum aku masuk ruangan tindakan operasi, aku mengirimkan pesan whatsapp kepadanya dengan kata maaf. Namun yang aku dapat malah cacian dari dia. Dan dia memaki – maki adikku yang katanya adikku mengirimkan kalimat kasar padanya. Yah, adikku pernah meminta nmr dia untuk datang saat aku lahiran, tapi ntah kenapa dia marah sekali. Walaupun aku diawal sudah minta maaf atas nama adikku, dia tetap tak peduli dan berkata karena adikku di tidak mau ke RS untuk menemaniku.

1 jam berlalu dari ruang operasi, adikku mengambil fotoku dan dikirimkan kepada Richie. Aku juga tak mengetahui karena adikku yang memegang erat telepon genggamku. Dan tiba saat aku pindah ke ruang rawat, ku lihat pesan yang dikirimkan adikku ke Richie tidak direspons sama sekali.
Hancur sudah hatiku. Dan aku bertekat untuk membesarkan anak ini sendiri tanpa dia.

8 bulan berlalu, aku memberanikan diri untuk datang kembali , datang kerumahnya. Kali ini rumahnya kosong tak ada siapapun selain dia dan asisten rumah tangganya. Aku memberanikan diri memperkenalkannya kepada anaknya yang telah lahir. Namun, lagi-lagi respons menyedihkan juga kudapati darinya. Dia tidak menyentuh anak yang sudah aku lahirkan , yang sudah aku perjuangkan hidup dan mati di ruangan operasi.

Hari demi hari, bulan demi bulan ku lalui dengan berjuang sendiri. Sedikitpun nafkah materi darinya tak pernah ada. Dan hingga pada akhirnya 23 Oktober 2019, aku sudah berada di pengadilan agama untuk sidang perceraian. 1 hari sebelum sidang, Richie sempat menelponku.

“Lagi dimana?”
“Di kereta, ada apa?”
“Aku mau rujuk sama kamu, kita nggak perlu cerai ya. Nanti aku datang ketemu bapak dan ibumu.”
“Oh yaudah, pergi aja ke Palembang. Ketemu di pengadilan yaa.”

Tut—tuuuuut… Telepon pun mati.

Tahun demi tahun pun terlewati, aku sudah mandiri tanpa Richie namun hingga pada April 2021, Richie sempat menelponku lagi tapi aku pun tak tau maksudnya bagaimana. Karena memang semua aksesnya aku blokir. Aku ingin tenang, aku sudah cukup sabar menghadapinya hingga akhirnya aku memilih untuk berpisah. Ntah apakah dikemudian hari aku dapat bertemu dengannya atau tidak akupun hanya berharap yang terbaik dari apa yang sudah terjadi pada hidupku.


“Terima kasih Richie, dengan perjalanan hidupku pernah bersamamu semoga dikemudian hari kamu mendapatkan ganjaran yang tepat atas apa yang sudah kamu tanam. Aku tidak membencimu, karenanya anak kita pastinya nanti menanyakan tentang keberadaanmu. Aku tak akan menutupinya. Memaafkanmu adalah sudah tugasku, tapi melupakan apa yang sudah terjadi adalah bukan kehendakku”
 
Dear TS @volnut , dan dengan hormat para juri #GAHtH Kak @rosie , @XocoatlDag , dan @superfly
Semoga cerita yang saya suguhkan membuat pembacanya mengambil kesimpulan dari sudut pandang yang berbeda tentang apa yang pernah ku alami. Dan semoga tidak terjadi pada perempuan-perempuan lain diluar sana.

Cinta dan Kehilangannya

Cerita ini bermula ketika aku berkenalan dengan seorang pria di sebuah aplikasi dating, sebut saja namanya Richie. Ternyata Richie tempat tinggalnya jauh dariku, aku yang bertempat tinggal di kota metropolitan dan dia di daerah Jawa Barat yang di lalui banyak truck-truck lewat. Aku berkenalan dengan Richie cukup singkat hingga akhirnya aku memutuskan untuk menjalin hubungan sepasang kekasih. Pada saat malam dimana aku sedang bersama sahabatku, Dani. Pada malam itu, di tahun 2016 dan malam minggu. Dimana hampir semua pemuda dan pemudi kota metropolitan akan menghabiskan waktunya di luar rumah. Begitupun aku dan Dani. Aku dan Dani sepakat untuk jalan dan akhirnya kami kelelahan. Kami memutuskan untuk pulang dan Dani singgah sebentar di kosanku untuk beristirahat sejenak, lokasi kosanku yang pada saat itu berada pada wilayah perkantoran dan mall. Di dalam kosanku, aku bercerita bahwa aku memiliki pacar saat ini dan akan bertemu dengan kekasihku malam itu juga. Sontak Dani kaget.

“Wah aku kudu cepet-cepet bali iki. Kamu ra ketok jalan sama cowok, tiba-tiba aja nduwe pacar”. (wah aku harus cepat pulang ini – dengan logat jawa-nya yang khas)
“Hehehehe, iya. Kaget yaa, aku punya pacar.”
“Yo, iyo tooh.. Kamu iki.. Jadi, kamu mau ketemu sama dia dimana? Ini sudah jam 10 malam looh”.
“Dia berada di area Fatmawati, Dan”
“Oh, ya wes kalo gitu. Kita keluar kosan bareng aja yak sembari sama-sama order ojol. Aku pulang, kamu ketemu kekasihmu. Waaaah masih nggak nyangka aku”

Sambil tersenyum simpul, aku pun cuma bisa tersenyum dan berkata “hehehehehe”

5 menit berlalu ojol kami pun datang dan berbeda tujuan. Kami beranjak dengan pergi meninggalkan kos tersebut.

Setelah sampai dengan tempat yang aku tuju, aku ketemu dengan laki-laki yang kupanggil dengan Richie.

“Kamu sudah makan, yang?” Sapa Richie kepadaku.
“Sudah yang, yuk pulang. Kamu pasti capek kan?”
“Mau naek apa kita? Sudah malam gini”
“Ya naek taksi online laah, bentar yaa aku order dahulu”

Setelah 10 menit menunggu, taksi yang dimaksud tiba juga. Didalam mobil, aku yang rindu langsung merebahkan diri diatas pahanya. Didalam mobil tidak banyak hal yang aku obrolin ke dia. Hanya saja aku memiliki perasaan yang sangat bahagia bersama dia.

Dan pada akhirnya 30 menit perjalanan kita, kita sampai di kosanku.

“Ini kamarku, dan ini kamar mandinya diluar yaa? Itu kamar mandinya?” (sembari aku tunjukkan posisi kamar mandi yang letaknya berada di pojokan”

“Oh iyaa” (Dia hanya sepatah kata saja menjawab dari informasiku itu)
Malam berganti dan ke esokan harinya tepat di sore hari kami berpisah karena dia harus kembali ke tempat kerjanya dan aku juga harus Kembali bekerja.

Hari berganti hari, hingga 2 bulan lamanya. Aku pun tak mendapatkan informasi dari dia. Setiap ku bertanya melalui chat, dia tidak pernah merespon chatku. Dan tibalah dimana aku merasakan badan drop dan tidak datang masa haidku. Aku mencoba berfikir positif bahwa penyakit maag-ku kambuh. Dan aku pun berjalan sendiri ke rumah sakit. Yaah, aku memang orang yang kalo merasakan sakit akan langsung berjalan sendiri tanpa teman ataupun saudara yang menemani.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung di infus dan dinyatakan rawat inap. Aku pun segera menghubungi rekan kerjaku bahwa aku tidak dapat masuk kantor untuk beberapa hari.
2 hari berlalu di rumah sakit, teman-teman datang namun ketika semua temanku datang dan membuat kamarku ramai tiba-tiba Dokter dan para susternya kunjungan.. Namun, yang membuat aku kaget, dokter ini bilang ke semua yang ada di kamar itu untuk mengosongkan ruangan.

“Maaf yaa, semuanya bisa keluar sebentar. Saya mau berbicara berdua dengan pasien.”

Sontak aku kaget, tidak biasanya dokter ini secara nggak langsung mengusir semua orang di dalam ruangan tersebut.

Ketika ruangan sudah sepi, sang dokter berkata, “Saya yakin ini bukan sakit maag seperti yang kamu biasa alami, tapi mungkin di dalam perut kamu ada janin. Kita lakukan test satu kali lagi yaa, USG dan test urine, untuk membuktikan. Namun, jika memang ada kamu harus menghubungi “DIA” yaa.”

“Baik, Dok.” – sapaku dengan tatapan kosong.

Bagaimana mungkin ini semua terjadi, masa aku hamil siih? – aku pun bergumam dalam hati.
Siapa yang terakhir, ahh tidak mungkin.

Setelah percakapan berdua pun membuat aku gelisah, hingga akhirnya test yang diminta sama sang dokter pun dilaksanakan. Tidak menunggu lama, hasilnya pun dikabarkan secepatnya. Dokter kembali ke ruanganku dan mengatakan, hal yang tak diduga.

“Hasilnya janin kamu sudah berumur 7-8 minggu, dan kamu hampir keguguran. Kami kasih obat penguat janin yaa supaya janinnya kuat dan mohon kamu kabarin dia yaa.”
“Iya, dok.” Lirih suaraku mendengar jawaban dokter tersebut.

Sang kakak angkatku yang kebetulan pernah kos dekatku, berkata : “Dek, kita cari dokter lain yaa. Mungkin dokter ini salah diagnosa. Udah yaa jangan nangis.”
“Nggak kak, nggak mungkin. Bagaimana mungkin dokter salah diagnose, semua hasilnya nyata.” Sambil terisak aku berbicara sambil menangis.


5 hari dirawat, aku pun dinyatakan boleh pulang oleh pihak RS. Karena aku ga mungkin pulang sendiri, aku mencoba menghubungi sahabat priaku yang lain. Sebut saja namanya Rendi.

Aku kontak Rendi untuk menjemputku di RS dan melakukan administrasi.
“Ren, ini debitku pinnya XXXX. Eh, kalo kurang ambil dari atm yang ini yaa.” Sembari aku berikan 2 kartu debitku.
“Ah ribet, dah pake debitku aja ya.”
“Loh heh, jangan.”
“Udah, aku kebawah dulu ya.”

Yaah, kondisi saat itu memang pelik sekali, dimana kondisi di rekeningku sedang tidak mencukupi pembiayaan RS tersebut karena aku hamil dan asuransi tidak cover itu karena aku masih lajang belum menikah.

Sepulangnya, aku bilang ke Rendi bahwa nanti uang ekses claim aku ganti di kemudian hari. Dan aku meminta saat itu, pergi ke sebuah toko bakmi.

“Ren, makasih yaa. Oh yaa, anterin aku ke toko bakmi disitu yaa. Aku ingin makan bakmi.”
“Ah kamu mah, udah gpp. Tapi nanti habis makan, pulang ya?”
“Iya”


Waktupun berlalu hingga 3 bulan lamanya, sejak dinyatakan hamil pun,aku chat Richie dengan bilang, “Yang, aku hamil”

Dan response yang aku dapatkan dari dia pun sangat tidak disangka-sangka.
“Hamil? Mana mungkin kamu hamil sama aku. Sama cowok lain kali”
Deg, dadaku terasa dihantam dengan pukulan keras melihat response chat seperti itu.

Namun, karena kondisi gini. Aku memberanikan diri pulang ke kotaku, dengan mengambil penerbangan paling terakhir, yaitu malam hari jam 10.

Sesampainya dirumah, akupun tanpa ragu dan basa-basi berkata dengan ibuku.

“Bu, aku hamil. Ini bukti USG yang sudah aku lakukan. Tapi aku ga mau nikah yaa.”
“Sudah malam, kamu istirahat saja. Besok dibahas”

What!! Bagaimana mungkin orang tua tidak marah saat ku mengatakan hal tersebut..

Setelah percakapan malam itupun aku di targetkan untuk mencari Richie, sang ayah biologis dari anakku itu. Namun, aku pernah mengatakan kepada mereka bahwa aku tidak mau menikahinya, bagaimana tidak aku tak mau karena Richie tidak pernah mau mengakui perbuatannya itu. Namun, orangtua pun tetap memaksa.

Januari 2017, aku mencari keberadaan Richie yang kemudian dibantu oleh kakak angkatku. Aku hanya mengantongi 1 informasi dari mana dia bekerja dan lokasi tempat dia kuliah. Dan bersyukur dalam waktu 2 hari, aku mendapatkan alamat lengkap beserta nomor telepon Richie.

Pada saat hari dimana aku mendapatkan hal itu semua, aku beranjak langsung berangkat mencari alamat tersebut dengan kondisi sudah hamil sekitar 3 – 4 bulanan. Dan hingga akhirnya aku menemukan lokasi rumahnya. Namun yang kudapati Richie menolak aku dan kedua orangtua-ku yang datang kesana. Karena dibantu dengan ketua RT diwilayah setempat, kami dapat bermusyawarah. Lagi-lagi, feelingku terhadap Richie benar bahwasannya dia tidak mau bertanggung jawab dengan alasan bahwa janin yang berada di kandunganku bukan anaknya. Aku ingin marah, bagaimana mungkin bukan anaknya, terakhir berhubungan intim itu adalah bersamanya.

Musyawarah yang dilakukan saat itupun berujung dimana dia mau tak mau, harus menikahiku dengan catatan resmi KUA. Dalam hatiku, kenapa harus dia, dan kenapa aku harus seperti ini.

2 minggu berlalu, aku mengajak orangtua-ku singgah ke Bandung karena disana ada adikku satu-satunya. Aku mengajak mereka berjalan-jalan. Walaupun dengan kondisi aku hamil, jalan pun susah aku tetap bahagia, bagaimana tidak melihat mereka bertiga tersenyum adalah hal paling membahagiakan untukku.



Tepat 2 Februari 2017, aku menikahinya dan dihadiri dengan sahabat-sahabatku. Selesai menikahinya, aku bertolak kembali ke kota Metropolitan. Yaah, aku tidak bisa berlama-lama cuti karena aku mengambil cuti cukup lama untuk kondisi seperti ini.

Waktu demi waktu terlewati, tak satu haripun Richie mengunjungi ku saat aku hamil. Yang ada malah, aku yang dengan kondisi 6 bulan jalan ke kotanya dan tidur justru di hotel bukan dirumahnya. Aku merasa, kenapa harus seperti ini. Aku kan istri sahnya, kenapa ketemu malah harus di hotel. Ahh takdir ini memang harus aku jalani, bukan.

Hingga pada akhirnya, tepat tanggal 10 Mei 2017 , aku dinyatakan waktu untuk melahirkan anak ini. Anak yang hingga pada saat lahirnya pun tidak didampingi oleh suaminya. Bukan karena suaminya dinas melainkan memang tidak ingin ada disamping istrinya.

30 menit sebelum aku masuk ruangan tindakan operasi, aku mengirimkan pesan whatsapp kepadanya dengan kata maaf. Namun yang aku dapat malah cacian dari dia. Dan dia memaki – maki adikku yang katanya adikku mengirimkan kalimat kasar padanya. Yah, adikku pernah meminta nmr dia untuk datang saat aku lahiran, tapi ntah kenapa dia marah sekali. Walaupun aku diawal sudah minta maaf atas nama adikku, dia tetap tak peduli dan berkata karena adikku di tidak mau ke RS untuk menemaniku.

1 jam berlalu dari ruang operasi, adikku mengambil fotoku dan dikirimkan kepada Richie. Aku juga tak mengetahui karena adikku yang memegang erat telepon genggamku. Dan tiba saat aku pindah ke ruang rawat, ku lihat pesan yang dikirimkan adikku ke Richie tidak direspons sama sekali.
Hancur sudah hatiku. Dan aku bertekat untuk membesarkan anak ini sendiri tanpa dia.

8 bulan berlalu, aku memberanikan diri untuk datang kembali , datang kerumahnya. Kali ini rumahnya kosong tak ada siapapun selain dia dan asisten rumah tangganya. Aku memberanikan diri memperkenalkannya kepada anaknya yang telah lahir. Namun, lagi-lagi respons menyedihkan juga kudapati darinya. Dia tidak menyentuh anak yang sudah aku lahirkan , yang sudah aku perjuangkan hidup dan mati di ruangan operasi.

Hari demi hari, bulan demi bulan ku lalui dengan berjuang sendiri. Sedikitpun nafkah materi darinya tak pernah ada. Dan hingga pada akhirnya 23 Oktober 2019, aku sudah berada di pengadilan agama untuk sidang perceraian. 1 hari sebelum sidang, Richie sempat menelponku.

“Lagi dimana?”
“Di kereta, ada apa?”
“Aku mau rujuk sama kamu, kita nggak perlu cerai ya. Nanti aku datang ketemu bapak dan ibumu.”
“Oh yaudah, pergi aja ke Palembang. Ketemu di pengadilan yaa.”

Tut—tuuuuut… Telepon pun mati.

Tahun demi tahun pun terlewati, aku sudah mandiri tanpa Richie namun hingga pada April 2021, Richie sempat menelponku lagi tapi aku pun tak tau maksudnya bagaimana. Karena memang semua aksesnya aku blokir. Aku ingin tenang, aku sudah cukup sabar menghadapinya hingga akhirnya aku memilih untuk berpisah. Ntah apakah dikemudian hari aku dapat bertemu dengannya atau tidak akupun hanya berharap yang terbaik dari apa yang sudah terjadi pada hidupku.


“Terima kasih Richie, dengan perjalanan hidupku pernah bersamamu semoga dikemudian hari kamu mendapatkan ganjaran yang tepat atas apa yang sudah kamu tanam. Aku tidak membencimu, karenanya anak kita pastinya nanti menanyakan tentang keberadaanmu. Aku tak akan menutupinya. Memaafkanmu adalah sudah tugasku, tapi melupakan apa yang sudah terjadi adalah bukan kehendakku”
Sabar ya sis, apa yang kita tanam maka itulh yang akan kita tuai, begitu pula dengan si Richie.

Kebanyakan cowok itu emng brengsek sis, makanya aku ga doyan cowok :Peace:

Thanks for sharing sis, tetap tabah, kuat dan selalu sehat dan bahagia 😘
 
Sabar ya sis, apa yang kita tanam maka itulh yang akan kita tuai, begitu pula dengan si Richie.

Kebanyakan cowok itu emng brengsek sis, makanya aku ga doyan cowok :Peace:

Thanks for sharing sis, tetap tabah, kuat dan selalu sehat dan bahagia 😘
Alhamdulillah sehat, bahagia dan kuat..kalo ga kuat udh gantung diri kmrn. Wkwkwkw
 
Dear TS @volnut , dan dengan hormat para juri #GAHtH Kak @rosie , @XocoatlDag , dan @superfly
Semoga cerita yang saya suguhkan membuat pembacanya mengambil kesimpulan dari sudut pandang yang berbeda tentang apa yang pernah ku alami. Dan semoga tidak terjadi pada perempuan-perempuan lain diluar sana.

Cinta dan Kehilangannya

Cerita ini bermula ketika aku berkenalan dengan seorang pria di sebuah aplikasi dating, sebut saja namanya Richie. Ternyata Richie tempat tinggalnya jauh dariku, aku yang bertempat tinggal di kota metropolitan dan dia di daerah Jawa Barat yang di lalui banyak truck-truck lewat. Aku berkenalan dengan Richie cukup singkat hingga akhirnya aku memutuskan untuk menjalin hubungan sepasang kekasih. Pada saat malam dimana aku sedang bersama sahabatku, Dani. Pada malam itu, di tahun 2016 dan malam minggu. Dimana hampir semua pemuda dan pemudi kota metropolitan akan menghabiskan waktunya di luar rumah. Begitupun aku dan Dani. Aku dan Dani sepakat untuk jalan dan akhirnya kami kelelahan. Kami memutuskan untuk pulang dan Dani singgah sebentar di kosanku untuk beristirahat sejenak, lokasi kosanku yang pada saat itu berada pada wilayah perkantoran dan mall. Di dalam kosanku, aku bercerita bahwa aku memiliki pacar saat ini dan akan bertemu dengan kekasihku malam itu juga. Sontak Dani kaget.

“Wah aku kudu cepet-cepet bali iki. Kamu ra ketok jalan sama cowok, tiba-tiba aja nduwe pacar”. (wah aku harus cepat pulang ini – dengan logat jawa-nya yang khas)
“Hehehehe, iya. Kaget yaa, aku punya pacar.”
“Yo, iyo tooh.. Kamu iki.. Jadi, kamu mau ketemu sama dia dimana? Ini sudah jam 10 malam looh”.
“Dia berada di area Fatmawati, Dan”
“Oh, ya wes kalo gitu. Kita keluar kosan bareng aja yak sembari sama-sama order ojol. Aku pulang, kamu ketemu kekasihmu. Waaaah masih nggak nyangka aku”

Sambil tersenyum simpul, aku pun cuma bisa tersenyum dan berkata “hehehehehe”

5 menit berlalu ojol kami pun datang dan berbeda tujuan. Kami beranjak dengan pergi meninggalkan kos tersebut.

Setelah sampai dengan tempat yang aku tuju, aku ketemu dengan laki-laki yang kupanggil dengan Richie.

“Kamu sudah makan, yang?” Sapa Richie kepadaku.
“Sudah yang, yuk pulang. Kamu pasti capek kan?”
“Mau naek apa kita? Sudah malam gini”
“Ya naek taksi online laah, bentar yaa aku order dahulu”

Setelah 10 menit menunggu, taksi yang dimaksud tiba juga. Didalam mobil, aku yang rindu langsung merebahkan diri diatas pahanya. Didalam mobil tidak banyak hal yang aku obrolin ke dia. Hanya saja aku memiliki perasaan yang sangat bahagia bersama dia.

Dan pada akhirnya 30 menit perjalanan kita, kita sampai di kosanku.

“Ini kamarku, dan ini kamar mandinya diluar yaa? Itu kamar mandinya?” (sembari aku tunjukkan posisi kamar mandi yang letaknya berada di pojokan”

“Oh iyaa” (Dia hanya sepatah kata saja menjawab dari informasiku itu)
Malam berganti dan ke esokan harinya tepat di sore hari kami berpisah karena dia harus kembali ke tempat kerjanya dan aku juga harus Kembali bekerja.

Hari berganti hari, hingga 2 bulan lamanya. Aku pun tak mendapatkan informasi dari dia. Setiap ku bertanya melalui chat, dia tidak pernah merespon chatku. Dan tibalah dimana aku merasakan badan drop dan tidak datang masa haidku. Aku mencoba berfikir positif bahwa penyakit maag-ku kambuh. Dan aku pun berjalan sendiri ke rumah sakit. Yaah, aku memang orang yang kalo merasakan sakit akan langsung berjalan sendiri tanpa teman ataupun saudara yang menemani.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung di infus dan dinyatakan rawat inap. Aku pun segera menghubungi rekan kerjaku bahwa aku tidak dapat masuk kantor untuk beberapa hari.
2 hari berlalu di rumah sakit, teman-teman datang namun ketika semua temanku datang dan membuat kamarku ramai tiba-tiba Dokter dan para susternya kunjungan.. Namun, yang membuat aku kaget, dokter ini bilang ke semua yang ada di kamar itu untuk mengosongkan ruangan.

“Maaf yaa, semuanya bisa keluar sebentar. Saya mau berbicara berdua dengan pasien.”

Sontak aku kaget, tidak biasanya dokter ini secara nggak langsung mengusir semua orang di dalam ruangan tersebut.

Ketika ruangan sudah sepi, sang dokter berkata, “Saya yakin ini bukan sakit maag seperti yang kamu biasa alami, tapi mungkin di dalam perut kamu ada janin. Kita lakukan test satu kali lagi yaa, USG dan test urine, untuk membuktikan. Namun, jika memang ada kamu harus menghubungi “DIA” yaa.”

“Baik, Dok.” – sapaku dengan tatapan kosong.

Bagaimana mungkin ini semua terjadi, masa aku hamil siih? – aku pun bergumam dalam hati.
Siapa yang terakhir, ahh tidak mungkin.

Setelah percakapan berdua pun membuat aku gelisah, hingga akhirnya test yang diminta sama sang dokter pun dilaksanakan. Tidak menunggu lama, hasilnya pun dikabarkan secepatnya. Dokter kembali ke ruanganku dan mengatakan, hal yang tak diduga.

“Hasilnya janin kamu sudah berumur 7-8 minggu, dan kamu hampir keguguran. Kami kasih obat penguat janin yaa supaya janinnya kuat dan mohon kamu kabarin dia yaa.”
“Iya, dok.” Lirih suaraku mendengar jawaban dokter tersebut.

Sang kakak angkatku yang kebetulan pernah kos dekatku, berkata : “Dek, kita cari dokter lain yaa. Mungkin dokter ini salah diagnosa. Udah yaa jangan nangis.”
“Nggak kak, nggak mungkin. Bagaimana mungkin dokter salah diagnose, semua hasilnya nyata.” Sambil terisak aku berbicara sambil menangis.


5 hari dirawat, aku pun dinyatakan boleh pulang oleh pihak RS. Karena aku ga mungkin pulang sendiri, aku mencoba menghubungi sahabat priaku yang lain. Sebut saja namanya Rendi.

Aku kontak Rendi untuk menjemputku di RS dan melakukan administrasi.
“Ren, ini debitku pinnya XXXX. Eh, kalo kurang ambil dari atm yang ini yaa.” Sembari aku berikan 2 kartu debitku.
“Ah ribet, dah pake debitku aja ya.”
“Loh heh, jangan.”
“Udah, aku kebawah dulu ya.”

Yaah, kondisi saat itu memang pelik sekali, dimana kondisi di rekeningku sedang tidak mencukupi pembiayaan RS tersebut karena aku hamil dan asuransi tidak cover itu karena aku masih lajang belum menikah.

Sepulangnya, aku bilang ke Rendi bahwa nanti uang ekses claim aku ganti di kemudian hari. Dan aku meminta saat itu, pergi ke sebuah toko bakmi.

“Ren, makasih yaa. Oh yaa, anterin aku ke toko bakmi disitu yaa. Aku ingin makan bakmi.”
“Ah kamu mah, udah gpp. Tapi nanti habis makan, pulang ya?”
“Iya”


Waktupun berlalu hingga 3 bulan lamanya, sejak dinyatakan hamil pun,aku chat Richie dengan bilang, “Yang, aku hamil”

Dan response yang aku dapatkan dari dia pun sangat tidak disangka-sangka.
“Hamil? Mana mungkin kamu hamil sama aku. Sama cowok lain kali”
Deg, dadaku terasa dihantam dengan pukulan keras melihat response chat seperti itu.

Namun, karena kondisi gini. Aku memberanikan diri pulang ke kotaku, dengan mengambil penerbangan paling terakhir, yaitu malam hari jam 10.

Sesampainya dirumah, akupun tanpa ragu dan basa-basi berkata dengan ibuku.

“Bu, aku hamil. Ini bukti USG yang sudah aku lakukan. Tapi aku ga mau nikah yaa.”
“Sudah malam, kamu istirahat saja. Besok dibahas”

What!! Bagaimana mungkin orang tua tidak marah saat ku mengatakan hal tersebut..

Setelah percakapan malam itupun aku di targetkan untuk mencari Richie, sang ayah biologis dari anakku itu. Namun, aku pernah mengatakan kepada mereka bahwa aku tidak mau menikahinya, bagaimana tidak aku tak mau karena Richie tidak pernah mau mengakui perbuatannya itu. Namun, orangtua pun tetap memaksa.

Januari 2017, aku mencari keberadaan Richie yang kemudian dibantu oleh kakak angkatku. Aku hanya mengantongi 1 informasi dari mana dia bekerja dan lokasi tempat dia kuliah. Dan bersyukur dalam waktu 2 hari, aku mendapatkan alamat lengkap beserta nomor telepon Richie.

Pada saat hari dimana aku mendapatkan hal itu semua, aku beranjak langsung berangkat mencari alamat tersebut dengan kondisi sudah hamil sekitar 3 – 4 bulanan. Dan hingga akhirnya aku menemukan lokasi rumahnya. Namun yang kudapati Richie menolak aku dan kedua orangtua-ku yang datang kesana. Karena dibantu dengan ketua RT diwilayah setempat, kami dapat bermusyawarah. Lagi-lagi, feelingku terhadap Richie benar bahwasannya dia tidak mau bertanggung jawab dengan alasan bahwa janin yang berada di kandunganku bukan anaknya. Aku ingin marah, bagaimana mungkin bukan anaknya, terakhir berhubungan intim itu adalah bersamanya.

Musyawarah yang dilakukan saat itupun berujung dimana dia mau tak mau, harus menikahiku dengan catatan resmi KUA. Dalam hatiku, kenapa harus dia, dan kenapa aku harus seperti ini.

2 minggu berlalu, aku mengajak orangtua-ku singgah ke Bandung karena disana ada adikku satu-satunya. Aku mengajak mereka berjalan-jalan. Walaupun dengan kondisi aku hamil, jalan pun susah aku tetap bahagia, bagaimana tidak melihat mereka bertiga tersenyum adalah hal paling membahagiakan untukku.



Tepat 2 Februari 2017, aku menikahinya dan dihadiri dengan sahabat-sahabatku. Selesai menikahinya, aku bertolak kembali ke kota Metropolitan. Yaah, aku tidak bisa berlama-lama cuti karena aku mengambil cuti cukup lama untuk kondisi seperti ini.

Waktu demi waktu terlewati, tak satu haripun Richie mengunjungi ku saat aku hamil. Yang ada malah, aku yang dengan kondisi 6 bulan jalan ke kotanya dan tidur justru di hotel bukan dirumahnya. Aku merasa, kenapa harus seperti ini. Aku kan istri sahnya, kenapa ketemu malah harus di hotel. Ahh takdir ini memang harus aku jalani, bukan.

Hingga pada akhirnya, tepat tanggal 10 Mei 2017 , aku dinyatakan waktu untuk melahirkan anak ini. Anak yang hingga pada saat lahirnya pun tidak didampingi oleh suaminya. Bukan karena suaminya dinas melainkan memang tidak ingin ada disamping istrinya.

30 menit sebelum aku masuk ruangan tindakan operasi, aku mengirimkan pesan whatsapp kepadanya dengan kata maaf. Namun yang aku dapat malah cacian dari dia. Dan dia memaki – maki adikku yang katanya adikku mengirimkan kalimat kasar padanya. Yah, adikku pernah meminta nmr dia untuk datang saat aku lahiran, tapi ntah kenapa dia marah sekali. Walaupun aku diawal sudah minta maaf atas nama adikku, dia tetap tak peduli dan berkata karena adikku di tidak mau ke RS untuk menemaniku.

1 jam berlalu dari ruang operasi, adikku mengambil fotoku dan dikirimkan kepada Richie. Aku juga tak mengetahui karena adikku yang memegang erat telepon genggamku. Dan tiba saat aku pindah ke ruang rawat, ku lihat pesan yang dikirimkan adikku ke Richie tidak direspons sama sekali.
Hancur sudah hatiku. Dan aku bertekat untuk membesarkan anak ini sendiri tanpa dia.

8 bulan berlalu, aku memberanikan diri untuk datang kembali , datang kerumahnya. Kali ini rumahnya kosong tak ada siapapun selain dia dan asisten rumah tangganya. Aku memberanikan diri memperkenalkannya kepada anaknya yang telah lahir. Namun, lagi-lagi respons menyedihkan juga kudapati darinya. Dia tidak menyentuh anak yang sudah aku lahirkan , yang sudah aku perjuangkan hidup dan mati di ruangan operasi.

Hari demi hari, bulan demi bulan ku lalui dengan berjuang sendiri. Sedikitpun nafkah materi darinya tak pernah ada. Dan hingga pada akhirnya 23 Oktober 2019, aku sudah berada di pengadilan agama untuk sidang perceraian. 1 hari sebelum sidang, Richie sempat menelponku.

“Lagi dimana?”
“Di kereta, ada apa?”
“Aku mau rujuk sama kamu, kita nggak perlu cerai ya. Nanti aku datang ketemu bapak dan ibumu.”
“Oh yaudah, pergi aja ke Palembang. Ketemu di pengadilan yaa.”

Tut—tuuuuut… Telepon pun mati.

Tahun demi tahun pun terlewati, aku sudah mandiri tanpa Richie namun hingga pada April 2021, Richie sempat menelponku lagi tapi aku pun tak tau maksudnya bagaimana. Karena memang semua aksesnya aku blokir. Aku ingin tenang, aku sudah cukup sabar menghadapinya hingga akhirnya aku memilih untuk berpisah. Ntah apakah dikemudian hari aku dapat bertemu dengannya atau tidak akupun hanya berharap yang terbaik dari apa yang sudah terjadi pada hidupku.


“Terima kasih Richie, dengan perjalanan hidupku pernah bersamamu semoga dikemudian hari kamu mendapatkan ganjaran yang tepat atas apa yang sudah kamu tanam. Aku tidak membencimu, karenanya anak kita pastinya nanti menanyakan tentang keberadaanmu. Aku tak akan menutupinya. Memaafkanmu adalah sudah tugasku, tapi melupakan apa yang sudah terjadi adalah bukan kehendakku”
I feel you kak 🤗
Izin partisipasi join tulisan nubi ya di #GAHtH kali ini
Kisahnya biasa aja, tidak ada yg istimewa, tapi ga akan pernah dilupakan. Karena merubah 99 persen kehidupanku.

Mohon izin om TS @volnut
Juga para dewan juri terkasih @rosie @superfly & @XocoatlDag . Semoga sehat selalu.



Belum titik, masih koma.


Kisah ini bermula di medio 2000an silam. Hidup yang stabil, tanpa beban, bebas lepas harus berubah drastis. Tuhan selalu punya rencana dan kejutan.

Kehilangan kedua orang tua di usia yang terbilang muda membuat aku menjadi sosok yang bermetamorfosa menjadi karakter yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Hidup berkecukupan, menjadi anak pertama yang disayang dimanja membuatku tidak pernah merasakan kekurangan suatu apapun. Kasih sayang orang tua dominan tercurahkan kepadaku. Itu sebelum ajal itu menjemput mereka.

Hari hari sepeninggal mereka kulalui dengan cemas, kegamangan, kekosongan yang liar seperti bola billyard panas. Memantul tak tentu arah kesana kemari. Antiklimaks.

Aku memang tidak sendirian, masih ada sisa adik adikku yang harus kutanggung dan ikut menyita sudut ruang di pikiranku. Aku anak tertua, kalau kalian juga sama, kalian tentu tau beban macam apa yang kita lalui disela sela jam jam tidur sampai pagi buta. Kasur dan bantal berubah menjadi media laksana neraka yang menyiksa dan menjejali ranting ranting pikiran yang bercabang, tak pasti.

Sebagai anak pertama pula, aku punya tanggung jawab besar untuk memastikan kehidupan adik adikku baik baik saja. Maka kuputuskan untuk banyak mengalah. Kuhempaskan semua mimpi dan cita citaku, agar aku bisa memprioritaskan mereka.

Peninggalan keluarga tentu ada, tapi tidak bisa menjamin kelangsungan hidup yang tidak pernah tertebak. diusia belia, aku mulai kerja serabutan. Sekedar menambah uang jajan adik adikku. Waktu berlalu,

Teman teman mulai tersaring oleh alam. Teman yg setia pada saat aku masih berada satu persatu pergi, tinggalah teman teman di kala susah. Bisa dihitung jumlahnya.

Di titik terendah seperti ini, tergoda untuk lari jauh melampiaskan bebas lewat obat obat terlarang, tapi hal itu urung kulakukan karena hanya akan menambah masalah hidupku.

Hari berganti, adik adik semakin tumbuh besar. Aku pikir sudah saatnya aku bisa sedikit melepaskan pengawasan ku dari mereka. Pengawasan berupa didikan serupa didikan papa mama sekaligus proteksi sebagai abang. Tidak mudah, membuat waktunya banyak tercurahkan untuk mereka saja, prioritasku. Diriku sendiri menjadi nomer 2.

Suatu waktu, aku sudah bulat memutuskan untuk merantau, melanjutkan mimpi yang tertunda. mereka merekalan dan aku pun memantapkan diri. Di bandara saja, aku menahan diri untuk tidak berpaling menoleh kebelakang. Agar kelemahanku berupa air mata tidak terbaca oleh mereka. di depan mereka, aku abang yang kuat tegar dan ceria.

Di dalam pesawat aku menatap barikade awan. Aku tersadar, sifat manja dan konsumtifku berubah menjadi sikap mandiri dan hemat teratur. Disiplin disiplin alamiah mulai tertanam bergumul dengan sikap serampanganku.

Merantau tidaklah stabil dan mudah seperti alur cerita film. Aku harus beradaptasi, tetap berkomunikasi dengan adik adik dan berhemat mati matian. Tahun pertama aku luntang lantung berpindah dari rumah ke rumah, kamar ke kamar, menumpang teman, menjadi beban.

Di akhir tahun pertama, akhirnya aku bisa sedikit menyesuaikan diri. Aku mulai memberanikan mencari kerja sana sini. Dan syukur, beberapa pekerjaan bisa aku lakoni dengan baik.

Fotografer event, desainer, joki skripsi disaat dimana kuliahku saja belum selesai dan berantakan. Pembuat jingle, pemburu hadiah juga menjadi makananku sehari hari. Selain menukar upah itu menjadi makanan, aku juga mengirimkan sedikit banyak uang ke adik adikku. Selain menabung untuk melanjutkan kuliah.

Beruntung, adik adikku bisa diandalkan. Mereka semua mendapat beasiswa dan berprestasi di bidang akademis masing masing. Jadi bebanku sedikit berkurang. Aku mulai bisa sedikit menabung.

Mulailah aku menjalankan usaha antar provinsi, aku mengirim beberapa dagangan ke tempatku untuk dijual kembali. Di tahun ketiga, musibah terjadi, barang kiriman ludes terbakar dalam bus. Semua harus dimulai lagi dari nol.

Aku memfokuskan diri untuk menyelesaikan kuliah yang belum tertata dengan baik. Selesai kuliah, syukurnya aku mendapat pekerjaan tetap. Dari sana hidupku membaik.

Aku jarang pulang kampung, tapi sekalinya pulang akan sangat lama sekali. Betah entah malas berpindah. Aku senang menyaksikan pertumbuhan adik adikku. Mereka cepat sekali dewasa.

Saat ini, aku sudah bisa melihat ponaanku tumbuh besar, berkolaborasi dengan adik laki laki ku merintis usaha dan menyaksikan kebahagiaan mereka. Semua, katakanlah pengorbananku terbayar lunas.

Aku bersyukur bisa mengolah rasa ingin menyerah, perasaan kalah, ketidakpercayaan diri menjadi energi yang bisa menghidupi orang orang di sekitarku. Biarlah mereka tidak mendengar isakku dimalam hari, asalkan mereka tetap bisa melihat tawa dan senyumku saat ini dan esok hari.

Demikian sedikit cerita sederhanaku, hidup tidak tertebak, kita tidak boleh terjebak. Manusia harus bisa beradaptasi, melangkahkan kaki hari ke hari. Jatuh bangun biasa, hidup adalah proses, usah protes.

Hidupku masih bergulir, belum puncak, masih banyak yang harus dicari. Ini semua belum titik, masih koma. Karena hidup tidak hanya berwarna hitam dan putih. Masih banyak warna warni yang bisa kau pilih.

Belum tamat,
Ombiru, km strong 💪 lanjutgan
 
Izin partisipasi join tulisan nubi ya di #GAHtH kali ini
Kisahnya biasa aja, tidak ada yg istimewa, tapi ga akan pernah dilupakan. Karena merubah 99 persen kehidupanku.

Mohon izin om TS @volnut
Juga para dewan juri terkasih @rosie @superfly & @XocoatlDag . Semoga sehat selalu.



Belum titik, masih koma.


Kisah ini bermula di medio 2000an silam. Hidup yang stabil, tanpa beban, bebas lepas harus berubah drastis. Tuhan selalu punya rencana dan kejutan.

Kehilangan kedua orang tua di usia yang terbilang muda membuat aku menjadi sosok yang bermetamorfosa menjadi karakter yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Hidup berkecukupan, menjadi anak pertama yang disayang dimanja membuatku tidak pernah merasakan kekurangan suatu apapun. Kasih sayang orang tua dominan tercurahkan kepadaku. Itu sebelum ajal itu menjemput mereka.

Hari hari sepeninggal mereka kulalui dengan cemas, kegamangan, kekosongan yang liar seperti bola billyard panas. Memantul tak tentu arah kesana kemari. Antiklimaks.

Aku memang tidak sendirian, masih ada sisa adik adikku yang harus kutanggung dan ikut menyita sudut ruang di pikiranku. Aku anak tertua, kalau kalian juga sama, kalian tentu tau beban macam apa yang kita lalui disela sela jam jam tidur sampai pagi buta. Kasur dan bantal berubah menjadi media laksana neraka yang menyiksa dan menjejali ranting ranting pikiran yang bercabang, tak pasti.

Sebagai anak pertama pula, aku punya tanggung jawab besar untuk memastikan kehidupan adik adikku baik baik saja. Maka kuputuskan untuk banyak mengalah. Kuhempaskan semua mimpi dan cita citaku, agar aku bisa memprioritaskan mereka.

Peninggalan keluarga tentu ada, tapi tidak bisa menjamin kelangsungan hidup yang tidak pernah tertebak. diusia belia, aku mulai kerja serabutan. Sekedar menambah uang jajan adik adikku. Waktu berlalu,

Teman teman mulai tersaring oleh alam. Teman yg setia pada saat aku masih berada satu persatu pergi, tinggalah teman teman di kala susah. Bisa dihitung jumlahnya.

Di titik terendah seperti ini, tergoda untuk lari jauh melampiaskan bebas lewat obat obat terlarang, tapi hal itu urung kulakukan karena hanya akan menambah masalah hidupku.

Hari berganti, adik adik semakin tumbuh besar. Aku pikir sudah saatnya aku bisa sedikit melepaskan pengawasan ku dari mereka. Pengawasan berupa didikan serupa didikan papa mama sekaligus proteksi sebagai abang. Tidak mudah, membuat waktunya banyak tercurahkan untuk mereka saja, prioritasku. Diriku sendiri menjadi nomer 2.

Suatu waktu, aku sudah bulat memutuskan untuk merantau, melanjutkan mimpi yang tertunda. mereka merekalan dan aku pun memantapkan diri. Di bandara saja, aku menahan diri untuk tidak berpaling menoleh kebelakang. Agar kelemahanku berupa air mata tidak terbaca oleh mereka. di depan mereka, aku abang yang kuat tegar dan ceria.

Di dalam pesawat aku menatap barikade awan. Aku tersadar, sifat manja dan konsumtifku berubah menjadi sikap mandiri dan hemat teratur. Disiplin disiplin alamiah mulai tertanam bergumul dengan sikap serampanganku.

Merantau tidaklah stabil dan mudah seperti alur cerita film. Aku harus beradaptasi, tetap berkomunikasi dengan adik adik dan berhemat mati matian. Tahun pertama aku luntang lantung berpindah dari rumah ke rumah, kamar ke kamar, menumpang teman, menjadi beban.

Di akhir tahun pertama, akhirnya aku bisa sedikit menyesuaikan diri. Aku mulai memberanikan mencari kerja sana sini. Dan syukur, beberapa pekerjaan bisa aku lakoni dengan baik.

Fotografer event, desainer, joki skripsi disaat dimana kuliahku saja belum selesai dan berantakan. Pembuat jingle, pemburu hadiah juga menjadi makananku sehari hari. Selain menukar upah itu menjadi makanan, aku juga mengirimkan sedikit banyak uang ke adik adikku. Selain menabung untuk melanjutkan kuliah.

Beruntung, adik adikku bisa diandalkan. Mereka semua mendapat beasiswa dan berprestasi di bidang akademis masing masing. Jadi bebanku sedikit berkurang. Aku mulai bisa sedikit menabung.

Mulailah aku menjalankan usaha antar provinsi, aku mengirim beberapa dagangan ke tempatku untuk dijual kembali. Di tahun ketiga, musibah terjadi, barang kiriman ludes terbakar dalam bus. Semua harus dimulai lagi dari nol.

Aku memfokuskan diri untuk menyelesaikan kuliah yang belum tertata dengan baik. Selesai kuliah, syukurnya aku mendapat pekerjaan tetap. Dari sana hidupku membaik.

Aku jarang pulang kampung, tapi sekalinya pulang akan sangat lama sekali. Betah entah malas berpindah. Aku senang menyaksikan pertumbuhan adik adikku. Mereka cepat sekali dewasa.

Saat ini, aku sudah bisa melihat ponaanku tumbuh besar, berkolaborasi dengan adik laki laki ku merintis usaha dan menyaksikan kebahagiaan mereka. Semua, katakanlah pengorbananku terbayar lunas.

Aku bersyukur bisa mengolah rasa ingin menyerah, perasaan kalah, ketidakpercayaan diri menjadi energi yang bisa menghidupi orang orang di sekitarku. Biarlah mereka tidak mendengar isakku dimalam hari, asalkan mereka tetap bisa melihat tawa dan senyumku saat ini dan esok hari.

Demikian sedikit cerita sederhanaku, hidup tidak tertebak, kita tidak boleh terjebak. Manusia harus bisa beradaptasi, melangkahkan kaki hari ke hari. Jatuh bangun biasa, hidup adalah proses, usah protes.

Hidupku masih bergulir, belum puncak, masih banyak yang harus dicari. Ini semua belum titik, masih koma. Karena hidup tidak hanya berwarna hitam dan putih. Masih banyak warna warni yang bisa kau pilih.

Belum tamat,
Keep fighting the good fight mang 💪🏻
 
Yeaaay... Akhirnya rilis @Rara25... Wait kubaca dl yak.. Ini komen dl baru baca... Wkwkwk


Makasih om @semutbiru_ atas partisipasinya... Wait ak jg blm baca... Penting komen dulu. Wkakak


Yuk yang lain... 2 jam 57 menit lagi yaa...
 
Terakhir diubah:
NGLADENI LAN NGUWONGKE.......!!!


Ada sebuah daerah yang memiliki luas sekitar 800 an KM2 yang terdiri dari 15 Kecamatan, 9 kelurahan, dan 239 desa. Daerah yang menurutku lengkap, karena secara geografis merupakan kombinasi antara daerah pantai, dataran rendah dan pegunungan. Dengan kondisi ini, mempunyai potensi yang sangat besar untuk agroindustri, agrowisata dan agrobisnis cukup menjadi modal menjadi daerah yang bisa berkembang.

Tahun 2017 merupakan tahun dimana, daerah tersebut menyambut kepemimpinan baru, setelah periode sebelumnya dipimpin seorang Purnawiran TNI, kali ini kontestan dalam perhelatan 5 tahuan background para calon adalah orang sipil. Aku yang menjadi salah satu warga dalam pesta rutin 5 tahunan selalu menjadi bagian dari penyelenggara pemilihan, akan tetapi tahun tersebut rutinitas kebiasaan kutinggalkan dengan berbagai sebab.

Perkenalanku dengan seorang teman biasa kupanggil Pak Dokter yang notabene pantas kupanggil Bapak, karena secara usia sudah matang dan tidak jauh beda dengan orang tua dirumah. Sebetulnya, perkenalanku dengan beliaunya sudah cukup lama sekitar 2014an, dimana saat itu sedang mempersiapkan diri untuk menjadi calon Ketua DPC pada salah satu Partai Politik di Indonesia. Berbekal sudah kenal cukup lama, dalam proses tersebut, aku dan teman-teman sering rutin diajak diskusi, ngobrol ngalor ngidul. 2015 saat Musyawarah Cabang, secara mengejutkan beliaunya mendapatkan SK dari DPP untuk menakhodai Partai tersebut 5 (lima) tahun kedepan dengan beberapa target yang sudah ditentukan oleh DPP. Adapun target utamanya adalah bagaimana cara kader dari partai tersebut dalam proses perhelatan akbar dapat menduduki pucuk pimpinan di daerah itu.

Proses demi proses dilalui, mulai tahapan pembukaan calon kandidat, seleksi tingkat daerah, provinsi dan sampailah pada tingkat pusat. Sesuai PKPU bahwa seorang Calon entah Legislatif, Eksekutif harus mendapatkan rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat pada partai tersebut. Maka pada waktu yang ditentukan keluarlah rekomendasi dari DPP tersebut include dengan Wakilnya. Akhirnya sampai pada pendaftaran Bakal Calon di KPUD dengan diiringi berbagai massa elemen masyrakat.

Berbicara politik bagiku sebetulnya sudah muak, apatis dan selalu kuhindari. Akan tetapi untuk kali ini antusiasku sangat tinggi, disamping menjadi RING Nol Koma Calon, yang terlebih menjadikan turut serta dalam perhelatan ini adalah terkait Visi Misi. Teman-teman diberikan keleluasan untuk menyusun draft Visi Misi sebagai syarat yang nantinya jika memenangkan kontestasi akan dijabarkan dalam Tujuan, Sasaran, Strategi, Arah Kebijakan, menjadi Program dijabarkan lagi menjadi Kegiatan dan Dilaksanakan pada Sub kegiatan.

Sebetulnya sederhana kenapa aku dan teman-teman ikut mau turut serta membantu dalam mengarungi pertarungan dengan kontestan lain, melihat kondisi faktual daerah yang tertinggal dari daerah tetangga mulai Infrastruktur, Layanan Kesehatan, dan Pendidikan. Pada dasarnya kebutuhan dasar masyarakat hanya ada layanan kesehatan, bagaimana caranya ketika sakit fasilitas kesehatan memadai, tenaga kesehatan siap dan alat kesehatan mendukung. Nah, kebetulan teman ini profesi seorang Dokter, maka beberpa poin yang kita rumuskan bersama terkait pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sanggup akan dilaksanakan. Adapun poin yang kita usulkan diantaranya :
  • Penambahan fasilitas rawat inap pada beberapa titik, minimal 1 Rumah Sakit tipe C mengcover 5 kecamatan
  • Bagi masyarakat yang tercecer tidak mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan /Kartu Indonesia Sehat, maka premi akan ditanggung oleh keuangan daerah ( APBD )
  • Bagi pemilik Fasilitas Kesehatan kelas 3 baik yang Penerima bantuan Iuran ( PBI ) maupun Non Penerima Bantuan Iuran ( Non PBI ) akan mendapatkan fasilitas layanan kesehatan diatasnya. Jika kelas 3 full atau penuh, maka warga masyarakat akan dilayani dan ditempatkan pada kelas 2, berlaku juga ketika kelas 2 full maka akan naik kelas 1 sampai VIP Free !!!
  • Peningkatan kesejahteraan bagi tenaga Badan Layanan Umum Daerah Rumah sakit
Diatas memang terkesan biasa dan sudah banyak janji yang tidak ditepati, kaan tetapi kali ini Beliau mau Kontrak Politik dengan sepenuh hati akan melaksanakan semua jika proses lancar sampai akhir. Fokus kita memang pada kesehatan, karena dari jumlah layanan kesehatan dasar berdasar kajian yang kita lakukan amat sangat kurang memadai dan jauh dari kata ideal.

Proses demi proses dilalui, setelah sebelumnya Bakal Calon dan ditetapkan menjadi Calon, maka kegiatan sudah mulai padat. Dari koordinasi internal Partai, Tokoh Masyarakat, Relawan dan beberapa Pejabat Eselon di daerah. Kampanye dalam Pilkada 2017 rata-rata peserta tidak menggunakan Kampanye Akbar sebagai media sosialisasi dan penyampaian Visi Misi. Seperti yang kita ketahui semua bahwa dalam proses pemilihan Lembaga Eksekutif, Legislatif semua tidak terelakan menggunakan money politic. Yup….. sering masyrakat menyebut istilah tersebut money politic, politik uang, uang sogokan dan lain sebagainya. Kita tahu bahwa cara-cara kotor tersebut disamping menciderai nilai demokrasi, terlebih jauh bukan edukasi politik yang baik bagi generasi penerus.

Calon, Tim Sukses dan Masyarakat diakui atau tidak, sebetulnya dalam proses tersebut yang difikirkan hanya Uang. Sang Calon berfikir keras mendapatkan dana talangan, bantuan kolega sampai botoh ( bandar judi ), Tim sukses berfikir bagaimana caranya dalam keseharian menjalankan tugas sesuai tupoksi yang ditentukan mendapatkan keuntungan materi dan masyarakat sebagai “ Tuan “ dalam proses ini mendapatkan manfaat dari SEMUA CALON….

Riuh rame sebetulnya ada dalam proses perekrutan Calon Pemiilh Potensial untuk mendulang suara guna memenangkan pertarungan. Sumber suara terdiri dari bebepa elemen , Partai, ASN, GTT dan masyarakat umum. Maka untuk mendukung dan demi kelancaran dibentuk koordinator tiap elemen, mudah bagi struktural Partai, ASN, GTT akan tetapi bagi masyakarakt dibutuhkan koordinasi dan amunisi yang tidak sedikit. Dari mulai koordinator tingkat Daerah Pemilihan (DAPIL), Koordinator Kecamatan, Koordinator Tingkat Desa/Kelurahan dan Koordinator tingkat TPS.

Sebulan sebelum pemilihan berlangsung kebetulan aku diminta khusus untuk pematangan data sampai pendistribusian Uang Lelah, Sogokan, Suap , Uang politik atau apalah namanya. Sebelum amunisi ( biasa penyebutan itu ) mulai dari screening calon yang diajukan oleh para koordinator, Mix match dengan elemen lain serta tambahan dari Diaspora. Tanda-tanda ketidak beruntunganku dan teman-teman sebetulnya sudah kurasakan sejak match data dari berbagai elemen serta tambahan dari sang Wakil, berbekal Nomor Induk Kependudukan Daftar Pemilih Tetap ( DPT ), maka tidaklah sulit bagiku untuk melacak kebenaran data calon pemilih yang diajukan oleh para koordinator yang telah ditunjuk. Data ganda, fiktif (meninggal dan pindah ) sampai dengan anak-anak. Dalam situasi yang semakin mendekati proses pemilihan serta carut marutnya data dari koordinator, perlu kerja ekstra keras guna mematangkan jumlah Calon Pemilih dan jumlah amplop yang akan dibagikan.

Sehari sebelum pelaksanaan pemilihan, hari itu aku masih ingat betul Selasa, 14 Februari 2017 tangisanku pecah tak terbendung, remuk redam, tulang serasa lepas, dan jantung berhenti seketika ketika mendapatkan laporan dari bawah. Uang / duit / amplop yang didistribusikan ternyata tidak tepat sasaran banyak dibawa kabur dan jumlah nominal kalah dari calon lain. Dalam rasa gusarku feeling sudah tidak baik, sudah menyerah dan kalah sebelum bertanding. Akan tetapi aku tetap tegar menguatkan teman yang ikut bertarung dala kontestasi ini.

Sore hari pukul 18.00 terkahir aku ketemu beliau sempat menanyakan “ mas, besok piye? “ , walaupun kondisi lapangan tidak kondusif, guna tidak menambah beban maka kuucapkan “ MENANG….!!! “. Dalam situasi yang sudah sangat tidak normal menurutku, uang milyaran keluar, dipojokan aku hanya bisa memandang gesture para penerima/koordinator tanpa beban dan cendrung sumrignah. Dalam prinsipku, itu amanah dan beban barat, tapi bagi mereka mungkin merupakan anugerah. Melihat situasi semakin malam semakin kacau, maka tanpa persetujaun Beliaunya, selepas maghrib amplop yang tersisa kuamankan pada tempat yang orang lain tidak mengetahui, termasuk sang Calon. Aku berani mengambil resiko tersebut karena analisa dan laporan inteljen internal memang sudah kalah, dan semua sudah kusampaikan kepada Pak Dokter , daripada terlanjur sakit terlalu dalam, maka sisa yang ada tidak kudistribusikan semua.

Hari pemungutaan suara sampai proses penghitungan berlangsung, dan sesuai feeling, dalam hitung cepat, Pak Dokter yang ikut kontestasi mendaparkan suara terbanyak kedua dari 4 calon. Sedihnya melebihi kehilangan orang tersayang, ditinggalkan mantan pacar sampai terkonang maenan forum. Sudah dibela tidak pulang kerumah beberapa hari, meninggalkan anak istri tanpa ngabari posisi…benar-benar deh saat itu hari bersejarahku dalam keterpurukan teramat dalam, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata apapun, hanya bisa mengumpat diri sendiri dan menandai kawan yang bermain. Aku tahu betul lingkaran dalam siapa mendapatkan apa, nominlanya berapa, untuk kebutuhan apa saja, sampai saat ini ketika ketemu dijalan rasanya muak semuak –muaknya. Selepas Pilkada beberapa orang tersebut memang kelas sosialnya berubah, ada yang memilki rumah, motor bahkan mobil..... dan aku......????? masih bahagia sampai sekarang maenan forum, kenal dengan teman-teman disini dan bahkan lumayan Baper dengan FM sini......masih memiliki kredit KUR, KPR, KPRI dan Koperasi entah berantah !!!

Sempat sesumbar kala itu, bahwa kemarin merupakan terakhir turut serta dalam proses pemilihan apapun tanpa terkecuali. Setelah sebelumnya meras terkhianati oleh teman-teman sendiri. Berbulan-bulan apa yang kulakukan sia-sia, meninggalkan kewajiban demi mewujudkan apa yang dicita-cita kan. Tidak pernah mendapatkan uang sepeserpun dari teman, buah tangan maupun sejenisnya.

Akan tetapi, lambat laun apa yang kulakukan dan prinsip yang kupegang hanyalah tinggal sebuah nama saja, Sang Teman yang memang profesi utama Dokter, sudah normal menjalankan kehidupan normal seperti biasanya. Sampai beberapa saat setelah proses tersebut rekan-rekan kerja bahkan rekan istri banyak yang menyatakan bahwa “ Aku nak ora ono Mas E**** nambah remuk duitku “ ( aku kalau gak ada mas E**** uangku habis lebih banyak ). Pernyataan ini terlontar dari Pak Dokter ( Cabup ) tatkala komunikasi dengan pasien yang kebetulan merupakan rekan kerja ku maupun istriku. Yang kuingat, uang yang kuamankan dari proses pemilihan tersebut kurang lebih ada Tiga Koma Sekian Milyar dari sekitar 20 milyar an modal. Uang tersebut kukembalikan saat melaporkan jumlah distribusi uang dengan jumlah yang masih ada.

Walaupun hanya sebuah nama, akan tetapi cukup membuat bangga diriku yang tidak tergoda menggadaikan kepercayaan. Dengan ucapan beiau yang menyatakan berterima kasih, itu sudah cukup bangga. Hubunganku dengan Pak Dokter pun sampai sekarang masih terjalin dengan baik, bahkan kemarin saat kehamilan anak keduaku, biaya rutinitas obat dan periksa ( USG, Konsultasi ) beliau tidak meminta sepesepun dariku. Yang diucapkan nya hanya " Wes gampang, sakiki gantian aku sing bantu sampeyan " ... ( Udeh Tenang, sekarang gantian aku yang bantu kamu )

Hanya sebuah Handpone yang tersisa dari sebuah cerita hidup seorang teman, kelak akan kusampaikan kepada anak-anakku bahwa Bapaknya pernah memiliki peluang mendapatkan uang setan, tapi tidak dilakukan.


hanya itu yang tersisa dari sebuah perjalan hidup yang tak akn pernah kulupakan....


DALAM MEMBANGUN KOMUNIKASI APAPUN, TEMAN, SAUDARA, KELUARGA, KOLEGA…..

KEPERCAYAAN ADALAH KUNCI…..!!!!

BERLAKU JUGA BAGI KALIAN PASANGAN SAH TIDAK SAH, RESMI TIDAK RESMI, BENERAN MAUPUN HANYA MENGISI HATI DISINI,…



TANAM, RAWAT, PUPUK DAN JAGA KEPERCAYAAN…..

#Bukan_GA
Bukan GA kan ya om @Bali_Omah ? Berarti skip buat direkap yaaa..

Terima kasih kontribusi nya...
 
Uhuuyy... 1,5 jam lagi yaaa... Masih bisalah... 1 peserta lagi...
 
SEBUAH KISAH TITIPAN

Mohon maaf kalau ini bukan cerita diri saya, tapi titipan dari seorang perempuan yang tidak tahu sama sekali dengan keberadaan forum ini. Namun dia bersedia, jika rangkuman kisahnya diceritakan untuk siapapun yang mau membacanya.

Dia seorang perempuan yang sudah menikah dan kini bersama pasangannya tinggal di Jogjakarta. Belum memiliki momongan, tapi kehidupan keluarganya tergolong masih tentram dan bahagia. Pernikahannya baru memasuki tahun kedua. Perempuan ini berasal dari kampung, dengan keluarga yang cukup lengkap. Dirinya adalah anak pertama dari 6 bersaudara, sebenarnya keseluruhan anak dari orang tuanya ada 8. Satu adiknya diadopsikan sejak awal lahir, dan satu lagi diangkat jadi anak tunggal sewaktu dia lulus dari sekolah SMA. Karna memang kedua orang tuanya yang berdagang di kampung ini dianggap oleh saudaranya tidak akan mampu menghidupi keseluruhan anaknya, jadi atas dasar belas kasihan dua anak itu di adopsi dan jadi anak angkat.

Temanku ini anak pertama, dia berusaha untuk tetap jadi istri yang berbakti ke suami namun juga tetap berbakti ke orang tuanya. Pekerjaanya kini hanya sebagai asisten di warung makan yang dia dan suaminya kelola saat ini. Dulu, dia pernah punya keinginan melanjutkan kuliah dibidang kesehatan. Lebih jelasnya dia punya cita-cita berkuliah di jurusan Apoteker. Karena memang jika dia inginkan ituz dia harus berusaha mendapatkan segala biayanya sendiri, lulus SMA dia bekerja di klinik kecantikan. Lama dia bekerja disana sebelum akhirnya dia bertemu dengan laki-laki yang gagal di pernikahan pertamanya. Sebelum menikah, dari hasil kerjanya ternyata dia tak pernah mampu menabung untuk kuliah lagi. Dan dengan keadaanya sebagai anak pertama yang selalu dibebani untuk membantu ekonomi keluarganya akhirnya dia menyerah untuk tidak melanjutkan berkuliah lagi. Selama bekerja dia hidup mandiri di kosan daerah tempat kerjanya. Pernah satu waktu, dia dituntut untuk membayar hutang orang tuanya. Namun dengan cara dia dimintai tolong untuk membeli sebidang tanah pekarang dan kemudian sertifikat itu dipakai untuk jaminan di Bank. Miris, dia yang membeli dan yang mencicil hutang itu. Sementara hutangnya dipakai modal usaha orang tuanya demi menghidupi keluarganya yang saat itu 4 diatara 5 adiknya waktu itu semua masih bersekolah.

Seperti cerita di paragraph atas, dia pernah menikah dan gagal. Di bagian ini, temanku kurang begitu bisa terbuka dengan cerita apa yang terjadi dengan pernikahan pertamanya. Namun ceritanya sangat detil ketika dia mengungkapkan beban yang ditanggungnya dikala menjadi seorang istri tapi dia tak pernah bisa benar-benar jadi istri karena selalu dituntut jadi anak yang harus ikut menanggung kehidupan keluarganya. Ketidak terimaanya itu timbul karena dulu saat di usia SMA ternyata dia adalah anak yang juga di titipkan untuk mengabdi atau bisa di bilang diangkat menjadi anak oleh salah datu gurunya. Yang ternyata tujuanya adalah agar keluarganya dibantu kebutuhan hidupnya oleh orang tua angkatnya waktu itu. Dia pun sering sekali berselisih paham dengan orang tuanya, tapi karena wanita tak pernah lepas dari perasaan dan rasa iba adalah lawan yang sangat berat. Terlebih di situ dia berposisi sebagai anak. Mungkin pernikahanya yang gagal ada pengaruh besar dari orang tua temanku ini.

Temanku ini sekarang berusia hampir 30 tahun, dan total dari kedua pernikahanya sudah sekitar kurang lebih 7 tahun dan sampai terakhir kita bertemu dia belum punya momongan sama sekali dari keduanya. Kini beban hidupnya sedikit berkurang dengan dia yang sebenarnya menikah diam-diam saat dia kabur dari rumahnya setelah perceraian. Dan beban keluarganya berkurang setelah adik laki-lakinya yang ke 4 bekerja di Jepang saat ini. Sedikit tambahan, satu keluarganya yang total berjumlah 9 ini hanya ada tiga laki-laki yaitu ayahnya, adiknya nomer 4 yang kini bekerja di Jepang, dan adiknya paling kecil yang masih SD saat ini.

Dan pada akhirnya dia hanya berpesan ke saya, pergi dan belajarlah jadi dirimu sendiri yang lebih dari sekarang sebelum nanti kamu bertemu wanita yang mungkin akan lebih berat keadaanya maka jadilah teman hidupnya menemani sakit dan perihnya. Pahami keadaan wanita pasanganmu nanti dengan semua yang harus diterima sebagai komitmen berpasangan.

Sebenarnya ini cerita menarik, tapi mungkin cara penulisan saya yang kurang baik jadi nilai dari ceritanya kurang tersampaikan. Jadi mohon maaf sebesar besarnya untuk pembaca, dan terutama temanku yang entah kapan dia akan tahu kalau kisah hidupnya kutulis disini.

Terimakasih teman-teman semua..
Semangat untuk om @volnut dan team juri om admin @XocoatlDag , kak @rosie om @superfly

#BukanGA
 
Bimabet
#GAHtH
Dengan hormat, kepada Thread Stater @volnut dan juga Dewan Juri @rosie, @XocoatlDag, dan @superfly, izinkan awam ini untuk menuliskan seutas hikayat yang mungkin terlalu panjang untuk dibaca. Ini adalah tentang keteguhan dan keputusan hati; tentang bagaimana awam bisa mencintai sosok yang selalu memberikan kebahagiaan, tanpa mengharapkan sebuah balas. Ini sedikit kisah tentang bagaimana bahagia itu tidak hadir begitu saja, selalu ada penghalang besar yang menghadang. Selamat membaca, semoga bisa menjadi inspirasi bagi teman-teman semua.


PILIHAN HATI

Hati adalah interpretasi instrumen perasaan, membalut segala selesa di atas gundah yang beralaskan keraguan dan kesedihan; bersenandung di antara semara dan khisit yang silih berganti mewarnai wajah sang asa, selalu berubah seraya masa membawanya serta.

Bahagia merupakan keniscayaan bagi hati yang menginginkannya; ia tinggal seutas frasa tanpa makna ketika awam hanya berlumuran retorika sumbang, tanpa pernah berusaha dengan susah payah untuk menggapainya. Ia hanyalah omong kosong bagi insan yang hanya berteriak, bagai tong kosong, namun tidak pernah paham bagaimana fasa itu dapat terbentuk.

Pada akhirnya, hanya jiwa yang rela berkorban dengan peluh keikhlasan akan meneguk lezatnya bahagia. Apapun bentuknya, cinta dan bahagia merupakan sebuah hubungan penuh korelasi dengan konstanta tetap dan mengikuti variabel dari instrumen perasaan yang akan menciptakan harmoni tersendiri bagi yang menikmatinya.

Cinta adalah alunan melodi, berorkestra dengan nada mayor bagi siapapun yang menikmatinya. Namun, tidak jarang juga insan yang menyalahkan dengan minor alunan harmoni semara tersebut, membungkusnya dengan penuh resan, menyalahkan tiap-tiap bahasa kalbu dengan penuh murka.

Karena sejatinya cinta tidak pernah menyakiti, ia selalu membahagiakan. Sosoknya tidak pernah meminta balasan, sekalipun hati menginginkan. Ia adalah tentang ketulusan, di mana apa yang diberikan jangan sekalipun berharap untuk dikembalikan.

Cinta memiliki sifat derivatif, semakin menjauh dari cahayanya, semakin sulit juga untuk menggapai frasa bahagia. Apabila awam sudah menuntut sesuatu atas nama cinta, katakanlah selamat tinggal kepada semesta bahagia, tidak akan pernah terengkuh nikmatnya bagi siapapun yang meminta balas.

Apabila engkau belum bahagia, tapi merasa mencinta, bisa jadi apa yang dirasakan hanyalah resonansi semara, asa itu belum mencapai sebuah kedigdayaan hati untuk menerima nada mayor yang seharusnya terasa bergetar di dada.

Cintailah orang yang engkau cintai, berikan apa yang ia inginkan tanpa diminta terlebih dahulu. Cinta adalah perkara membahagiakan, bukan dibahagiakan.

Setidaknya, itu yang aku percaya.

*****​

Bandung, Mei 2012.

Jok K1 0 02 ini terasa begitu nyaman menopang raga, indra pun seolah tak mengacuhkan segenap hiruk pikuk, menggelayuti seisi kabin gerbong yang telah dipenuhi insan untuk mentransposisikan raga mereka ke tempat tujuan sama; destinasi dengan miliaran kenangan, tak terhitung banyaknya tawa bahagia yang terhela di setiap sudutnya.

Tambatan yang tidak akan pernah luput dari tiap jengkal imajinya, memberikan kehangatan, selalu terkecap indah di segenap asa ini. Kota yang akan selalu menjadi pengalaman terindah dalam perjalanan hidup, hingga akhirnya harus diputuskan kepada siapa hati ini akan berlabuh.

Kuhela napas panjang seraya memandang ke arah peron, gugusan manusia tampak lalu lalang sekadar mencari tempat untuk mendaratkan tubuh mereka, sebagian lagi begitu sibuk melihat tiketnya dan berjalan tergopoh mengejar rangkaian kereta yang siap untuk berangkat beberapa saat lagi.

Seraya nada keberangkatan mengudara di seluruh stasiun, peluit panjang Semboyan 41 menyambut mesra isyarat Semboyan 40 terlontar dari lambaian petugas PPKA yang berdiri tidak jauh dari posisi raga ini. Sontak gema Semboyan 35 langsung menelusup melalui sela-sela jendela tempered glass yang memisahkan seluruh insan di dalamnya dengan dunia luar.

Terlihat jelas, Semboyan 5 menyala dengan angkuh, mengusir lekas-lekas rangkaian kereta yang dipimpin oleh keperkasaan mesin General Electric 7FDL-8, mentranslasikan seluruh energi kinetik sebesar satu-juta-lima-ratus-ribu-Watt melalui generator GE GT601; mentransmisikan seluruh energi listrik ke empat motor traksi GE 761; menghasilkan tractive effort sebesar dua-puluh-enam-ribu-sembilan-ratus-kilogram; menarik seluruh pengikutnya di atas rel dengan gauge 1.067 mm; meninggalkan gagahnya Stasiun Gambir untuk menuju tujuan akhir.

*****​

Hampir tiga-jam masa tertempuh, hingga akhirnya sendi-sendi yang menopang tubuh baja ini bereaksi dengan dekapan static brake WABCO 26L, dibarengi dengan dynamic brake lokomotif besutan General Electric, menghentikan tepat di muka Semboyan 7 yang galak menyetop kedigdayaan lajunya.

Bandung ±709, tertulis dalam huruf kapital dengan latar biru, terlihat di sudut lain stasiun ini.

Kubiarkan seluruh insan yang sibuk dengan barang bawaan mereka untuk menghempaskan raganya terlebih dahulu; menikmati saat-saat tenang di mana hanya ada suara mesin diesel, berasal dari lokomotif yang tidak jauh dari perimeter raga ini.

“Kak Alfa gak turun?” suara itu lalu terdengar begitu dekat dengan indra ini.

“Nisa,” ujarku pelan, tentunya dengan penuh keheranan, “kamu bukannya off ya hari ini?”

Ia tersenyum seraya menghempaskan tubuhnya di atas jok kosong di sebelahku, “lagi pengen ke Bandung aja Kak.”

“Oh, jadi semalem tanya-tanya sedetail itu karena pengen ngekor?”

Annisa, sosok wanita berambut lurus dengan panjang sepunggung ini menorehnya senyuman tulus, jemarinya bahkan tanpa sungkan memagut tanganku, terlihat kontras di bawah kulitnya yang begitu bersih, “ayuk atuh Kak, ngapain lama-lama di kereta?”

Kubalas senyumnya, seraya dianggukan kepala ini, “emang mau ikut ke tempatnya Asya?”

Seketika air mukanya berubah, senyuman yang sedari tadi menghiasi bibir merah mudanya sirna, digantikan dengan pandangan nanar, menyuratkan segenap asa terendap di dalam dadanya.

Pagutan jemarinya semakin erat, bahkan terasa begitu bergetar menembus ke tulang, menyiratkan semesta harap yang terhenti dalam helaan napas berat, terdengar begitu memilukan bagi siapapun. Bahkan ia tetap bergeming di atas haribaannya, tetap menanti raga ini untuk memimpin langkah.

Hening.

Lisan kami terkunci dalam buntunya frasa yang semakin menenggelamkan jiwa ini dalam rasa bersalah, membucah seraya meneriakkan syair pilu dalam dada.

Entahlah, apa yang yang telah kuperbuat; begitu banyak harapan tercurah kepada para pemilik hati yang percaya bahwa awam ini bisa membahagiakan mereka, padahal hanya satu hati yang selalu kutunjuk sedari awal hikayat semara ini.

“Makasih loh Kak,” ujarnya memecah keheningan, “kalo bukan karena Kak Alfa, mungkin aku udah bunuh diri gara-gara mantanku.”

Kuhela napas, seraya memandang ke arah wajah cantik Annisa, wanita yang berprofesi sebagai stewardess rangkaian kereta relasi Jakarta Gambir – Bandung ini, “aku justru ngebuat kamu semakin rusak, Nis.”

Ia menggelengkan cepat kepalanya, “enggak enggak, justru karena kenal sama Kak Alfa, aku bisa dapetin semua kebahagiaan yang aku gak pernah pikir ada sebelumnya.”

“Gimana bisa?” tanyaku, penuh heran.

Helaan napasnya terdengar berat, “aku tahu, mungkin aku gak akan bisa menang dari Asya,” pagutan jemarinya terasa semakin kuat, “tapi seenggaknya aku bisa tahu rasanya bahagia secara seksual Kak.”

Deg!

Sakit rasanya mendengar frasa itu terlontar dari lisannya. Tidak bagi siapapun bisa menyangka wanita secantik Annisa, yang bisa mendapatkan laki-laki manapun diingkannya, malah mendaratkan segenap kepercayaan bersama bias harapan kepadaku, orang yang hanya kenal dengannya ketika raga ini sering berpindah dari Jakarta menuju Bandung.

“Tapi Nis,” ujarku cepat.

Telunjuk kiri wanita itu langsung mendarat di atas sepasang bibirku, “apapun pilihan kakak, aku tetep bahagia, dan aku gak nyesel udah ngabisin banyak orgasme bareng kakak.”

Deg!

Sesak rasanya dada ini, bahkan bernapas saja rasanya sulit, lebih-lebih melontarkan frasa untuk menyanggah apa yang dikatakannya. Tidak kuasa rasanya lisan ini mengalunkan kalimat apapun, bagaimanapun awam ini telah bersalah, memanfaatkan besar cinta seorang Annisa hingga ia tidak dapat melarikan diri dari jerat yang telah menjebaknya.

“Udah deh kakak,” ujarnya manja, “turun yuk, katanya mau ketemu sama Asya.”

*****​

Hati ini tengah berada di sebuah simpang penuh bimbang, meskipun satu lajur utamanya telah terbentuk dengan tujuan begitu jelas, namun raga telah terjebak dalam lezat buai syahwat di antara wanita yang rela dijamah oleh bejatnya berahiku.

Kuhela napas begitu panjang, seraya memimpin langkah untuk meninggalkan stasiun ini bersama dengan pagutan hangat Annisa yang saat ini setia mengikuti ke mana langkah ini membawanya.

Sebuah kendaraan hatchback B-Segment besutan Minato bermesin L15A berwarna Polished Metal Metallic adalah tujuan akhir kami; seorang wanita bahkan sudah menunggu di dalamnya, ia tampak begitu heran tatkala raga sudah berada di perimeter indranya.

“Alfa?” tanyanya sekejap setelah turun dari kabin pengemudi, “sa-sama siapa?”

Kulemparkan senyum, terasa mengambang sebelum melemparkan ekor mata ke arah Annisa, “namanya Annisa.”

Kedua wanita itu saling beradu pandang, masing-masing menatap dengan penuh keheranan. Tampak ada pertanyaan besar yang mengakar di dalam kepala mereka, menciptakan kebisuan di antara canggungnya bahasa tubuh indah mereka.

“Karena kalian saling diem, biar aku yang mulai,” ujarku seraya menghampiri wanita ini lebih dekat.

“Ini Annisa, stewardess Argo Parahyangan. Pertama kali aku ketemu dia itu sekitar dua tahun yang lalu, pas Argo Gede ngelebur sama Parahyangan, dan di sana pertama kali aku ketemu sama Annisa.

“Dulu, aku disangka ngikutin dia dari belakang karena pas banget ke Bandung malem-malem dan kereta sampe di sini juga pastinya malem. Padahal sama sekali gak pernah kepikiran buat kenal, apalagi sampe deket sama dia. Waktu itu bener-bener karena jalan keluarnya cuma satu.

“Aku inget pernah ditampar, untungnya gak diteriakin maling sama dia,” kisahku seraya tersenyum kepada Annisa.

“Terus,” ujarku lagi, seraya memandang ke arah Annisa, “ini Alita.”

“Agak susah aku jelasinnya, tapi kita dulu satu SMA. Kebetulan Alita ini masih sepupuan sama Asya, dan dia di sini emang diminta Asya buat jemput aku. Mungkin, dia kaget ngeliat kamu tiba-tiba muncul bareng sama aku.

“Alita ini lebih dari sekadar terbaik aku, kita kenal udah dari 2004, dan mungkin salah satu orang yang paham aku. Mungkin kamu pernah denger cerita tentang Alita, yang sering aku ceritain pas kita di atas kereta, dan ini adalah orangnya.”

Annisa seketika melihat Alita dengan begitu takjub, tidak ada frasa yang mampu terucap dari lisannya, kecuali pandangan yang semakin lama terlihat nanar tatkala senyum simpul dilontarkan Alita kepadanya.

“Ja-jadi,” ujar Annisa terbata, “ini Alita yang sering Kak Alfa ceritain?”

Kuanggukkan kepala ini pelan, “yaudah, sekarang udah saling kenal kan, kita langsung jalan ke Lembang aja, kasian Asya udah nungguin.”

*****​

Suasana sore ini cukup syahdu, menelisik di antara hangatnya lembayung senja dan sejuknya dekap kota ini, mengisahkan untaian imaji yang tak ada habis-habisnya di lahap oleh masa, berkejaran tanpa sedikitpun menoleh ke arah belakang.

Kulajukan kendaraan ini begitu santai, tidak seperti biasanya, membuat Alita terus bertanya-tanya, mengapa raga ini memilih untuk berjalan begitu lambat di antara hiruk-pikuk Ibukota Jawa Barat yang mulai dipadati oleh kendaraan pada masa transisi hari.

Emosiku terus berderai seraya dengan sang waktu, meninggalkan segenap rasa indah yang terkecap namun harus segera kutinggalkan. Cinta ini begitu sakit terasa ketika canda dan tawa itu akhirnya harus berubah menjadi isakan penuh simfoni minor yang memilukan. Aku harus siap untuk meninggalkan ini semua, bukan untuk diriku, namun untuk kebaikan mereka.

Kelabu mulai menggantikan jingga, pertanda Sang Sol sudah turun dari takhta langit, perlahan meninggalkan semburat kehangatan yang sirna bersama dengan naiknya Sang Luna untuk menggantikan kedigdayaannya. Semua terus bergulir, disadari atau tidak, disukai atau tidak, diinginkan atau tidak.

Meninggalkan hangat yang tak lekas pergi walaupun embusan angin telah membawanya serta.

Begitupun dengan kisah berahi dibalut semara ini, tetap harus sirna dan hilang.

Meskipun akan tetap meninggalkan hangat, yang selalu bisa menjadi luka.

Entah dari mana aku dapat memulai ini, tetapi semua hati suci mereka telah terjebak oleh permainan logika yang kubuat, memenjarakan ketulusan hati mereka dengan syahwat, dan membuat mereka begitu ketergantungan kepada asa ini.

Bukan tanpa sebab, Kakek pernah berkata bahwa, perlakukanlah semua wanita seperti engkau memperlakukan seorang ratu, disukai atau tidak, mereka akan menjadi ratu di hatimu kelak. Dan setelah dilakukan, apa yang menjadi wasiat beliau sontak menjadi kenyataan.

Sudah banyak hati tersakiti oleh ketidaktegasan asa.

Sudah banyak asa terluka oleh keraguan jiwa.

Sudah banyak jiwa teriris oleh ketamakam logika.

Semua itu adalah alpa dari hamba, insan yang harusnya bertanggung jawab menjaga keindahannya, bukan malah menikmati dalam bingkai salahnya perayaan cinta; menjebak hati dalam samudera berahi yang terus menenggelamkan asa suci mereka.

Kuhela napas begitu panjang sejalan dengan eskalasi tertempuh oleh kendaraan bertenaga delapan-puluh-delapan-ribu-Watt yang disalurkan ke dua roda depannya, dilahap dengan terseok oleh keempat Bridgestone Turanza berukuran 185/55 R16 ini.

Seketika semua kenangan tentang mereka bergulir cepat, mengisi kepalaku dengan keindahan yang tiada bisa tertampik. Segala kelezatan yang terus terkecap tanpa pernah disanggah seolah semakin membawaku ke semesta berahi tanpa batas.

Tanpa dipungkiri, keindahan mereka sudah di ambang batas saat manusia dapat bertahan dengan godaannya. Gravitasi ini begitu kuat menarik asa untuk bergerumul dalam pergolakan hasrat yang memimpin segalanya menuju keagungan supernova; semakin memperkaya khazanah syahwat yang membuatku tidak dapat lagi lepas dari cengkeramannya.

Annisa Dahlia.

Stewardess kereta api Argo Parahyangan, tempat ragaku selalu bersemayam setiap Selasa, Kamis, Sabtu, dan Ahad; moda yang digunakan untuk mengantarkan keindahan untuk Annastasia walau hanya sekejap mata.

Bagaimana aku bisa menolak keindahan yang selalu ditawarkan di atas senyum manis, berhiaskan gerak tubuh gemulai, bersamaa dengan indah gerai rambut hitam panjangnya; tidak ada satupun mata yang sanggup menampik sekadar ucapan wanita ini tatkala ia sedang berbicara dengan penumpang kereta, setidaknya itu yang terlihat dua tahun terakhir.

Kedekatan kami lebih dari sekadar hanya teman curhat, awalnya hanya hikayat percintaannya, lengkap dengan alunan nada minor tentang kekecewaan karena lelaki yang merenggut bunganya, tidak sama sekali memberikannya supernova yang selalu didambakan tiap kaum hawa.

Kami semakin dekat, hingga akhirnya pada suatu malam, di satu sudut kota tatkala cuaca penuh derai hujan yang membahasi tanah Parahyangan, Annisa mencumbuku, mengajak dengan penuh syahwat yang membuncah, dan akhirnya perayaan cinta salah itu pun terjadi.

Namun Annisa tertawa, air mukanya penuh dengan kebahagiaan, layaknya menemukan air di padang pasir, menuntaskan segenap dahaga yang terendap di sanubari syahwatnya. Ia bahkan mendekap raga ini erat-erat, sangat erat dalam waktu yang lama, seolah tiada rela melepaskan untuk hati lainnya.

Terhitung sudah satu tahun, kami saling bertukar syahwat, meskipun tidak pernah satupun kugenangkan benih di rahimnya, tapi tetap apapun itu bukanlah satu pembenaran atas salahnya perayaan cinta yang dilakukan. Dan selama dua-belas-bulan itu pula, Annisa memutuskan untuk tidak mencari tambatan hati selain diriku.

Alita Nabila.

Seorang sahabat, aku mengenalkan sedari usia yang amat belia. Masa di mana tiada cinta yang berarti, karena sudah ada pelabuhan untuk hati. Namun, ia selalu menunjukkan betapa cinta yang ia miliki begitu istimewa, sampai rela melakukan apapun agar asa ini hanya menunjuk kepadanya.

Alpa demi alpa terus tergulir seraya ia mencoba untuk mengusir satu-satunya gadis yang selalu menjadi pusat dari segala asaku. Awalnya, awam begitu keras menghukumnya, namun semakin lama, ia semakin destruktif, sehingga dicobalah pendekatan lain yang lebih lembut.

Ia adalah mahasiswi kedokteran yang sedang menjalani pendidikan profesi dan menjadi co-ass di salah satu rumah sakit di kota ini. Tentunya mudah baginya untuk sekadar bertemu memenuhi undangan Annastasia.

Kehangatan yang ditawarkannya juga tidak kalah hebatnya, di antara ikatan emosi mengakar berasama lajunya sang masa, sedetikpun aku tidak kuasa menampik segala keelokannya; aku tenggelam di dalam ketidaktegasan hati untuk menerima itu semua.

Lamunanku tentang kedua wanita ini terus mengalun seraya laju kendaraan ini semakin dekat ke tujuan akhirnya. Hiruk pikuk Lembang mulai terasa ketika kami sudah memasuki pusat kotanya. Perjalanan yang sedari tadi lancar kini berangsur melambat.

Ah, mega begitu indah bertumpuk di antara langit kelabu, masih setia bertengger walaupun langit telah berpindah kuasa. Semua semakin terlihat sempurna tatkala mekanisme rack-and-pinion yang dilengkapi dengan servo mengarahkan rodanya menuju sebuah rumah.

Kuhela napas panjang tatkala keempat cakramnya didekap erat oleh kampas rem, menghentikan dengan sempurna kendaraan ini, meninggalkan mesin dengan konfigurasi empat-silinder-segaris yang masih menyala dalam kecepatan langsam.

Rumah ini begitu penuh kenangan bersama suka cita yang terukir jelas di setiap jengkal dindingnya. Gelak tawa dan kelakar itu seolah masih terdengar jelas ketika imajinya terus membayangi kepala dengan gugusan kenangan yang terus terputar.

“Fa?” tanya Alita pelan, “kenapa gak turun?”

Sekali lagi kuhela napas ini, “duluan aja Lit, ajak Nisa sekalian.”

“Kenapa Kak?” sahut Annisa seraya memajukan tubuhnya di antara jok depan.

Kugelengkan kepala pelan, “hari ini jelas bukan hari yang kalian suka, ataupun kalian tunggu. Apalagi semua orang udah tau apa yang akan aku pilih kan?”

Hening.

Hanya sayup terdengar suara mesin yang disusun dalam ordo transversal terus memainkan melodi langsam, menulusup ke indraku di antara terkuncinya lisan indah mereka. Emosi keduanya terasa begitu kentara menembus kulit ini, mentranslasikan segenap harapan dibalut oleh kecewa, karena mereka bukanlah sosok yang tertunjuk selama ini.

Sejurus, seorang wanita berambut panjang bergelombang dengan tubuh jam pasirnya yang begitu indah menuju ke arah kami. Torehan senyum indah di atas sepasang bibir merah muda alami sensualnya seolah menyambut segenap asa yang sedari tadi terkonstelasi hanya untuk malam ini.

Diandra Ardhita.

Ia adalah sahabat terbaik, wanita yang lebih mengertiku ketimbang Alita, aku sudah mengenalnya sedari usia tujuh tahun. Sudah banyak kenangan tercipta di antara hati kami, bahkan sudah ratusan kali supernova itu meledak di sana, menciptakan ikatan emosi tak tertampik, walaupun hati sudah menunjuk ke satu nama.

Siapa yang tak jatuh cinta?

Ia adalah sosok sempurna, wanita dengan segala kedigdayaan fisik, terukir begitu indah di setiap milimeter tubuh jam pasir yang dimilikinya; bersama dengan garis wajah yang sungguh tiada pernah bosan netra ini memproses segenap keelokan itu walau sudah lebih dari setengah-miliar-detik tertempuh sedari aku mengenalnya.

Rambutnya selalu dibiarkan tergerai, panjang bergelombang, bergerak seraya bahas tubuh tegas yang sesekali mengayunkan mammae-nya. Entah bagaimana aku bisa menampik ini semua, namun Diandra adalah wanita terbaik yang tiada pernah hilang dari sanubari semaraku.

Diarahkannya tubuhnya, mendekati pintu pengemudi, seraya jemariku memutar kunci kontak, menghentikan segala kegiatan elektronik sejurus lalu menutup suplai bahan bakar ke masing-masing silindernya, membisukan segenap kegiatan mereka saat Diandra membuka kenopnya.

“Kok masih belum turun?” suara manja itu terdengar begitu menohok di indraku.

Kulempar pandang seraya dengan seutas senyum mengambang, “masih deg-degan nih.”

“Eh, itu Annisa kan ya?” tanya Diandra seraya memandang ke arah Annisa, “udah ayuk turun.”

Sejenak, kedua pintu penumpang belakang terbuka. Kedua tubuh wanita itu langsung bertolak, meninggalkan kendaraan yang masih dihuni oleh raga ini, “udah pada masuk dulu, aku nyusul.”

Kupandang lekat-lekat indah wajah Diandra, sehingga merah dibuatnya. Ia bahkan tergeming merespons senyuman yang dilontarkan hanya kepadanya. Seraya tubuh ini meninggalkan kursi pengemudi, kugenggam erat jemari wanita ini, kuanggukkan kepala pelan seraya memimpin langkah untuk meninggalkan rumah ini.

Sinaran sang Luna begitu temaram ketika jingga masih tersisa di ufuk barat, membawa segenap asa ke dalam episode baru kehidupan dan memaksa untuk tidak membawa serta sosok wanita yang begitu kucintai, dan semuanya begitu kusesalkan.

Ia terus mengikuti kemana ragaku membawanya, tidak ada sedikitpun perlawanan ketika langkah demi langkah terpimpin, membawanya jauh dari hingar bingar cahaya kompleks rumah di sekitar kami.

Ketika semua cahaya itu hilang, menyisakan kerlip yang bertaburan di sekitar bukit yang berada di Sesar Lembang, langkahku pun terhenti. Pagutan jemari Diandra semakin mengerat tatkala napasnya terdengar terburu, menyuratkan segenap konstelasi asanya.

“Maaf,” ujarku pelan, “gak seharusnya begini Dhit.”

Sejurus, ia meletakkan kepalanya di pundakku, “kamu inget kan Fa, di sisi laen Lembang, 5 taun yang lalu.”

“Aku pernah ngomong sama kamu, tentang jadi yang pertama kalinya. Dan pas di Bali taun depannya kamu lakuin itu pas ulang tahun ke tujuh-belasku. Semenjak saat itu, aku udah ikhlas dengan apapun yang kamu pilih, baik buruknya aku udah paham.

“Aku gak mau nuntut apa-apa dari ini semua, segala yang udah kamu kasih, segala kenikmatan yang udah kamu usahain buat aku, itu semua udah amat sangat cukup Fa. Apapun itu, aku bahagia kalo Asya bisa dapetin laki-laki kayak kamu, yang pastinya rela lakuin apa aja demi kebahagiaan wanitanya.

“Dan kapanpun kamu siap,” ujarnya seraya mengalihkan tubuhnya, diletakkannya wajah itu satu-dua-sentimeter di depanku, “aku mau jadi yang kesekian di hidup kamu.”

Deg!

Ucapan yang begitu tulus terlontar dari lisan Diandra. Sejurus ia mendaratkan Labia oris nya di atasku. Pagutan bibirnya begitu bermakna tatkala segenap desah dan asanya terkonstelasi di sana. Sepasang lengannya pun sontak mendekapku erat-erat, mentranslasikan seluruh harapannya kepadaku.

Duniaku terasa terhenti.

Benar ia adalah Diandra yang kukenal.

Memang ia adalah wanita terindah yang pernah hadir di hidupku.

Namun seseorang telah melamarnya dua bulan yang lalu.

Seseorang telah mendahuluiku, seolah makin memuluskan seluruh hati hanya untuk mengarah ke satu nama.

Begitu hangat.

Begitu lekat.

Simfoni penuh hasrat ini sudah tiada bisa terbendung, mengeskalasikan syahwat yang terembus beserta suratan napas terburu, menyatakan seluruh keinginan wanita ini. Bukannya aku tidak ingin, tapi hati ini terus menolak, meskipun akhirnya harus takluk oleh kedigdayaan berahinya.

“One last time,” ujarnya pelan dengan desah yang terburu, “in somewhere only we know.”

*****​

Senyum Annastasia begitu hangat menyambut kedatanganku dan Diandra. Alita dan Annisa seolah paham dengan apa yang terjadi di antara kami berdua di satu jam terakhir ini.

Alita, lagi-lagi tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya, ia melontarkan senyuman pahit yang terkesan dipaksakan di atas pandangan nanarnya. Bahkan, ia menundukkan kepalanya di akhir, seperti enggan untuk sekadar menatapku saat ini.

Tidak ada banyak frasa terlontar dari lisan Diandra, hanya seutas senyum yang dibalas oleh dekapan Annastasia di depanku. Sayup terdengar nada minor teralun dari lisan Diandra.

Sungguh, aku tidak bisa mendengar ini.

Tidak kuasa rasanya hati harus mati karena logika sudah tiada dapat memproses bait demi bait menegasikan segenap asa yang tercipta sejak enam-belas-tahun yang lalu.

Semakin lama, isakan itu semakin menjadi, dan membuat satu wanita lagi yang berada di rumah ini ikut mendekap Diandra yang sudah tenggelam dalam samudera harunya.

Amelia Nadia.

Wanita oriental cantik yang menemaniku ketika hati ini kehilangan sosok Annastasia itu langsung menenangkan Diandra. Entah bagaimana aku harus menceritakan sosoknya, namun ia juga wanita terhebat dalam hidupku.

Kedua orangtuanya meninggal ketika ia berusia 13 tahun. Ia harus hidup bersama seorang kakak perempuannya yang sempat masuk ke dunia malam, tereksploitasi oleh ketamakan mantan kekasihnya, dan membuat Amelia terancam dengan segala kelemahannya.

Semasa SMP dan awal SMA, rundungan demi rundungan terus dilontarkan, mengucilkan rasnya yang tidak sama dengan kebanyakan kami, membuatnya semakin lama semakin terpuruk, dan itu hampir saya merenggut nyawanya sendiri tatkala ia sudah berada di titik terendahnya.

Aku mengenalnya dari Annastasia, mereka kawan yang cukup akrab kala itu. Berbagai cara kulakukan hanya untuk melindunginya, memberikannya rasa aman dan nyaman, serta mencoba untuk menggantikan posisi orangtua yang seharusnya terus berada di sisinya.

Meskipun itu semua naif, tapi Amelia mengakuinya. Ia pun mengatakan kepada Annastasia bahwa ia mencintai sosok awam ini, hal yang diamini tanpa perlawanan oleh Annastasia di masa lima-tahun-yang-lalu.

Aku tidak memungkiri bahwa bunganya telah terpetik, sama seperti yang dilakukan kepada Diandra lima-tahun-yang-lalu. Sejak masa yang telah bergulir, kedua wanita ini semakin tenggelam dalam semesta berahi tercipta. Mereka akan melakukan apapun demi mendapatkan perhatianku, walau hanya sekadar menciptakan supernova yang salah.

Amelia sudah dilamar, ya ia pun sudah hampir termiliki laki-laki lain. Ridho nama lelaki yang begitu berani bertanggung jawab atas masa dengan Amelia nantinya. Ia melakukan itu dengan bahkan persetujuanku terlebih dahulu, dan siap menerima segala kekurangan Amelia, yaitu seluruh harga dirinya yang terenggut oleh awam ini.

Hanya satu nama yang tersisa untukku, Annastasia Nadia.

Ia adalah Sagittarius A*, pusat gravitasi dari galaksi, semua asa mengorbit di sekitarnya, menaruh harapan yang sama besarnya agar bisa terpilih menjadi suaminya.

Namun hatinya telah menujuk kepada sosok awam ini.

Seseorang pernah berkata, cinta itu dipilih, bukan memilih. Cinta memiliki caranya tersendiri untuk dipilih oleh hati yang tepat. Dalam hal ini, Annastasia Nadia adalah hati yang dipilih. Segenap pengorbannya yang begitu luar biasa harus berakhir di hatiku.

Ia adalah sosok sempurna.

Wanita bertubuh sintal dengan mammae yang begitu luar biasa di usianya yang baru 21 tahun, 36F. Bukan hanya kesempurnaan fisik nan fana yang dikagumi, namun kecerdasannya juga adalah sesuatu yang begitu luar biasa, membuat seluruh hati mencoba menunjuk ke arahnya, mencari perhatian sang pujaan yang tiada pernah memalingkan hatinya dari tujuannya.

*****​

Malam semakin larut, sang luna sudah semakin yakin menapaki zenit, berkelana di cakrawala untuk menerangi Lembang yang sudah semakin lelah. Kami masih berada di sini, di halaman belakang rumah milik orangtua Annastasia.

Aku.

Annisa.

Alita.

Diandra.

Amelia.

Annastasia.

Menikmati embusan angin gunung yang begitu menusuk, namun dipatahkan oleh hangatnya gugusan api unggun di depan kami. Gelak tawa yang sedari tadi terlontar pun akhirnya mereda, hanyut bersama untaiain haru yang semakin lama semakin menenggelamkan jiwa.

“Jadi,” ujarku pelan, “ini akhirnya ya.”

“Maaf, kalo aku gak pernah bisa jadi apa yang kalian mau. Abis ini, Diandra akan nikah sama Toni, sementara Amelia akan nikah sama Ridho. Alita jelas akan lanjutin sekolahnya, sementara Annisa aku gak tahu apa yang akan kamu lakuin.

“Yang jelas, makasih atas semua keindahan yang gak akan pernah bisa aku hindarin. Semua itu juga karena Asya yang udah nunjukin kebesaran hatinya buat terima sosok yang maha alpa kayak aku. Dan aku bener-bener minta maaf sama kalian.

“Maafin aku yang gak pernah bisa tegas sama pilihanku sedari awal aku kenal sama kalian, bidadari terindah yang udah ngajarin aku banyak hal tentang cinta. Wanita yang begitu hebat, yang udah ngasih aku hal yang gak seharusnya aku dapetin dari kalian.

“Kalian pasti tahu, gimana perasaanku, tapi aku harus akhiri ini semua.”

Embusan angin yang cukup dingin terasa bak sembilu, menusuk tiap milimeter kulit dengan adidayanya. Namun, semua rasa sakit itu dikalahkan oleh pandangan nanar wanita yang sedari tadi tiada pernah sekejap pun mengalihkan ekor matanya dari diri ini.

Hening suasana malam ini hanya dihiasi oleh melodi alam, terdistorsi bersama gemeretak kayu yang mulai dilahap api, mengorbankan milimeter-demi-milimeter tubuhnya untuk musnah demi memberikan kehangatan bagi insan yang mengelilinginya.

Entahlah, segala frasa itu enggan untuk terlontar, lagi-lagi hatiku terlalu lemah untuk mendengarkan nada minor yang pasti bersenandung tatkala Sang Luna mulai perkasa di takhta langit kini. Tiada satupun lisan tercipta, kami hanya saling bertukar pandang, berkomunikasi bersama dengan bahasa kalbu.

“Apapun itu,” Diandra kemudian memecah keheningan ini, “aku mau bilang makasih banget Alfa mau jadi yang pertama buat aku, dan aku gak pernah menyesalkan hal itu.”

Ia lalu memajukan tubuhnya, digenggamnya tanganku untuk diletakkan tepat di dadanya, “selama jantung ini berdetak, selama itu juga Diandra selalu cinta sama Alfa, apapun yang akan terjadi ke depannya.”

“Aku masih selalu inget gimana kamu jagain aku dari SD Fa, bahkan sampe pas SMA, kamu rela dipukulin sama mantanku biar aku gak diapa-apain sama dia,” kenangnya seraya mengusap jemari tangan lainnya di pipiku.

“Tapi Dhit,” sanggahku, “aku gak pernah niat buat minta balesan dari kamu.”

Ia mengangguk pelan, “siapa juga yang bilang gitu sih Fa.”

Sekejap ia menjauhkan tubuhnya, digenggamnya jemari Amelia untuk diajaknya mendekatiku, “aku coba tanya sama Amel, kenapa kamu mau ngasih segalanya buat Alfa?”

Sejenak ia tertunduk, menutupi wajah orientalnya yang cantik dengan poni panjangnya, namun raut wajah penuh senyuman nanar itu tiada bisa disembunyikan, “gimana bisa aku gak berterima kasih, buat orang yang udah ngelakuin segalanya buat aku?”

“Aku selalu inget Fa, gimana awal kita ketemu di sekolah kamu dulu, sampe gimana kamu rela-relain korbanin banyak hal biar aku bisa aman. Mungkin buat kamu sepele, tapi buatku yang udah kehilangan kedua orangtuaku, apa yang kamu lakuin berarti banget Fa.

“Masa iya, buat orang yang udah rela jadi bumper, terus aku tinggalin gitu aja? Aku gak setega itu Fa,” ujar Amelia seraya menyunggingkan senyuman kepadaku.

“Semuanya emang tulus,” sambung Diandra, “dan kamu gak pernah ngambil kesempatan apapun dari ketulusanmu. Cuma emang aku aja yang gak bisa tahan dengan segala hal yang kamu punya Fa.”

Amelia lalu memandang ke arah Annastasia, “dan kalo bukan karena kebesaran hati Asya, ini juga gak akan mungkin terjadi kan?”

Alita lalu bergabung, “emang mungkin aku yang paling pamrih di sini,” ia lalu bersimpuh di depanku, “tapi aku bener-bener ngerasa kalo yang paling pantes buat bahagia di sini adalah Asya.”

“Dia yang udah izinin kita berbagi kekasih yang paling dia cintai, dan gak mungkin kan aku egois buat lakuin hal gila kayak dulu lagi Fa?”

“Andai Kak Nania ada di sini, mungkin dia akan kasih jawaban yang sama.”

Deg!

Entahlah. Apa yang mereka katakan justru membuatku semakin bimbang. Bagaimana bisa hati ini melepaskan ketulusan dahsyat dari asa mereka yang suci?

“Well,” ujar Annisa menambahkan, “aku cuma orang baru yang sama besarnya ngarepin sosok Kak Alfa buat jadi pendampingku. Tapi aku sadar, kalo bukan karena Asya, ini semua gak akan terjadi.”

Sementara semua lisan memuji keindahan hati Annastasia, bersinar bak karbon yang terus ditempa oleh panas, berubah menjadi sebongkah intan; begitu berharga dan teguh dengan apa-apa yang dimiliknya; ia hanya menundukkan wajahnya, menyembunyikan kecantikan sang bidadari di balik poni panjang yang menghiasi rambut cokelat tua alaminya.

“Kalian berlebihan,” lisan itu terlontar, terdengar begitu bergetar, “aku cuma cewek biasa yang sama berharapnya jadi istri Kak Alfa.”

“Tapi, aku ngerasa gak pantes buat dinikahin sama Kak Alfa. Bukan karena apa-apa, mungkin hati aku bisa tetep setia dengan ini semua, dengan segala hal yang udah tercipta. Tapi aku gak yakin, apa nafsu aku masih bisa terbendung seabis nikah nanti?

“Jujur aku takut. Aku takut ngecewain Kakak dengan segala kekuranganku yang pasti Kakak udah tahu. Dan itu juga kan alasan Kakak, kenapa gak pernah mau kasih aku kenikmatan kayak yang selalu Kakak kasih buat mereka? Karena Kakak takut, setelah apa yang aku mau terjadi, aku akan nyeleweng.

“Mungkin enggak dengan hatiku. Tapi dengan badanku Kak. Cepat atau lambat, semua pasti terjadi, segala yang aku gak bisa bendung pasti akan terjadi. Mereka pasti lebih bisa setia segalanya ke Kakak, gak kayak aku yang pasti akan berubah jadi iblis betina yang jalang.

“Dan jujur, itu ngebuat aku gak pantes jadi istri Kakak.”

Kuhela napas panjang, “manusia itu diciptain dengan segala kekurangan dan kelebihannya.”

“Semua apa yang Dede sebut barusan emang mungkin terjadi, dan Kakak juga udah paham, kalo mungkin setaun, lima taun, sepuluh taun, atau kapanpun Dede pasti akan minta buat lakuin itu.

“Kakak paham risikonya, tapi semua kekurangan itu pasti musnah karena segala kelebihan yang Dede selalu bagikan ke semua orang yang punya rasa ke Kakak. Dan dari sana, hati Kakak gak pernah bisa lepas dari jerat gravitasinya Dede.

“Apapun itu, Dede udah jadi pilihan hati Kakak dari awal, dan sampe kapanpun dengan segala risiko barusan, Kakak akan selalu mencintai Dede tanpa syarat apapun.”

Ia lalu bangkit dari duduknya, sekejap menerjang dan memagut tubuhku begitu erat, sangat erat ketimbang apa yang pernah dilakukan sebelumnya. Napasnya pun terdengar begitu terburu seraya isak tangis yang tiada terdengar minor mulai tercipta.

“Makasih Kak,” isaknya, “Dede janji akan jadi istri yang baik buat Kakak.”

Kusambut dekapnya, “Kakak gak minta banyak hal, cuma satu, bahagialah sama Kakak. Kalo Kakak gak bahagiain Dede, tolong tegor Kakak, dan Kakak izinkan Dede buat bahagia dengan atau tanpa Kakak.”

“Eng-engaaak!” pekik Annastasia, “Dede janji akan berusaha buat Kakak, karena Dede juga mau Kakak bahagia.”

Seraya dengan dekapan, berbaur dengan waktu yang terus bergulir, duniaku terasa berhenti di antara rasa yang tiada mungkin tertampik. Hatiku memang telah menunjuk Annastasia, namun apa yang telah terjadi tiada mungkin hilang begitu saja.

Apa yang mereka lakukan, bagaikan kayu yang habis dibakar api, tiada menyisakan apapun, kecuali kehangatan yang terus terasa di dalam hati, tanpa pernah bisa hilang walaupun sekejap saja.

“Ini permintaan Dede,” ujarnya pelan, “malem ini Kakak harus bahagiain semua wanita yang mencintai Kakak.”

*****​

Jakarta, Juli 2012.

Aku akhirnya menikah dengan Annastasia, tepat dua bulan setelah semua yang terjadi di Lembang. Hingga ketika ijab kabul terikrarkan, bunga milik bidadari terindah ini bahkan belum terpetik. Semua benar-benar masih terjaga, biarpun sedari masa itu berlalu, ia selalu memaksaku untuk memetiknya terlebih dahulu, dan tiada pernah terlaksana.

Segala keindahan ini berharga mahal, di atas pengorbanan wanita-wanita terindah yang ironisnya datang bersama pasangan mereka, saling mengucapkan selamat seraya gelak tawa di atas balutan pandangan nanar terus terlontar mengarah ke Annastasia.

Semua kebahagiaan ini tiada mungkin terjadi tanpa ketulusan dari mereka yang telah menyerahkan segenap asanya untukku.

Segalanya tiada pernah terlupa walau hanya sesaat.

Semuanya tiada pernah sirna walau hanya sekejap.

Mencintai mereka adalah hal terindah yang pernah terjadi seumur hidupku.

Mereka telah memilih untuk membahagiakanku dan Annastasia dengan meruntuhkan egosentrisnya, meninggalkan bayang penuh harap jauh-jauh di belakang sang waktu. Enggan rasanya hati ini menoleh, namun imaji itu masih terus saja terputar walau masa silih berganti.

Aku percaya, mereka juga pasti bisa bahagia dengan pilihan hati mereka.


*****​

Bekasi, September 2019.

Bidadari.

Apa definisi sesungguhnya untuk sepenggal frasa di awal paragraf ini? Apakah wanita cantik dengan senyuman yang sangat menawan? Apakah wanita dengan sorot mata yang teduh menyejukkan? Apakah wanita dengan lisan yang begitu santun terjaga? Apakah mereka yang memiliki lekukan tubuh begitu sempurna?

Bukan itu menurut awam ini, bidari jauh berada di atas itu semua; bidarai adalah mereka yang memiliki hati yang sangat putih dan bersih; begitu tulus dan ikhlas memberikan segalanya.

Bidadari.

Terkadang manusia hanya melihat dari sosok fana, digambarkan dengan paras cantik dan sempurna seorang wanita, terlihat begitu menarik mata dan seringkali mengubah perasaan siapapun yang memandangnya; laki-laki manapun selalu ingin menjadi pendampingnya, sosok berparas sempurna nan elok sehingga terasa tiada bosan tatkala menyorotnya.

Esensinya bukan di sana, karena seseorang pantas disebut bidadari dalam bentuk manusia adalah wanita yang memiliki ketulusan cinta yang tidak terbatas, rela memberikan segenap perasaan cinta hanya kepada orang yang ia cintai, dan menjadi istri penurut kepada suami mereka kelak.

Bagi awam ini, itulah sosok bidadari.

Untaian masa telah berlalu, namun semesta rasa mereka masih selalu meninggalkan lara yang tiada tertampik. Ingin rasanya hati ini menyapa kembali, namun sumpah setia selalu menghalangi lisan untuk menjalin lagi asa yang pernah tercipta.

Annastasia, ia adalah sosok bidadari tanpa sayap, wanita yang secara lahir batin tiada memiliki kekurangan. Ia adalah sosok sempurna, baik sebagai pendamping hidup, teman, rekan bisnis, bahkan istri. Segala yang dicari oleh laki-laki ada pada sosoknya.

Namun ada satu hal yang selalu menjadi kelemahannya.

Ia begitu mudah takluk dengan syahwatnya, tiada yang bisa ia lakukan apabila segenap berahi telah mengisi relung jiwanya. Sosok bidadari sempurna itu langsung berubah menjadi iblis penuh hasrat, memangsa segala yang ia sukai, demi memuaskan dahaganya.

Namun, aku tiada pernah menganggap itu sebagai kekurangan dari miliaran kesempurnaannya.

Manusia adalah tempat salah dan lupa, ketika lisan manjanya merengek agar segala nafsunya terpenuhi, mungkin saat itulah alpa hadir menyelimutinya. Aku tidak menampik semua keniscayaan yang pasti terjadi, dengan sepenuh hati aku pun mengabulkannya.

Bukannya aku suami durjana, tapi aku hanya ingin membuatnya bahagia.

Narasi keras kerap datang mengutuk keputusanku, namun aku tetap bergeming, karena setiap masalah, pasti ada solusi untuk menyelesaikannya. Begitupun dengan apa yang dialami Annastasia sejak enam-bulan-yang-lalu, semenjak kelahiran anak kedua kami.

Prosesornya mungkin sedang lelah mengatur segenap instruksi di kepala, membuat sejumlah bug yang membangkitkan arus liar, dan membuatnya lebih mengikuti nafsu duniawi.

Aku tidak menyalahkannya, bukan karena awam ini tiada mampu menekan, namun andai mereka tahu apa yang dialami Annastasia, mungkin mereka juga akan lakukan hal seperti apa yang kulakukan.

Memang benar, bukanlah sebuah pembenaran mengizinkan tubuh Annastasia dijamah pejantan lainnya, namun sekali lagi, asa ini begitu memahami apa yang sedang terjadi pada diri Annastasia. Tiada cara lain yang bisa ditempuh, kecuali membiarkannya menemukan sendiri bait-bait kesalahannya.

Aku akan tetap mengerti, karena ia adalah pilihan hati.

*****​

Sekotong, 11 Februari 2022.

Aku selalu percaya dengan hukum kekekalan cinta; bahwa cinta tidak pernah bisa diciptakan atau dimusnahkan, namun hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.

Segala yang telah terjadi dihidupku sama sekali tidak memusnahkan cinta yang termiliki untuk Annastasia, justru segalanya mengubah segenap asa ini lebih besar dan dahsyat.

Seiring dengan berdamai asanya dengan apa-apa yang telah terjadi dua tahun ke belakang, segala rasa yang telah tercipta justru semakin membakar semara, tidak pernah padam hangatnya walau sesaat.

Hubunganku tiada pernah seintens ini sejak aku mengenalnya enam-belas-tahun yang lalu. Segenap lelah yang telah tercipta makin mengakar, mengukuhkan takhta Annastasia menjadi Maharani di hatiku.

Segalanya memang telah terjadi, namun cinta ini tiada pernah hilang untuknya, bidadari yang telah memberikan triliunan bahagia bersama dengan naik turunnya hidup selama bersama. Walau apapun kata mereka, aku akan selalu mencintai sosok Annastasia Nadia.

“Pah,” lisannya sedikit menghentakkanku, “kok bengong?”

“Iya Mah,” tukasku sekenanya, “cuma keinget aja sama semua yang udah terjadi.”

Sejenak, ia lalu mendekap lenganku, seraya menyandarkan kepalanya di pundak ini, “tapi Papa bahagia kan jadi suami Mama?”

Kuusap kepalanya yang dibungkus khimar berwarna persik ini, “selalu bahagia dong sayang. Lagian kenapa bisa gak bahagia?”

Ia lalu mengeratkan pagutannya, “gak tahu, takut aja Papa gak bahagia karena kesangean Mama.”

Aku tertawa kecil seraya memimpin langkah, “gak sedikitpun Mah, justru seksi kok kalo tahu Mama masih pengen lagi.”

Ia menggeleng cepat, namun sejenak terhenti, “Mama gak mau ulangin lagi Pah.”

“Tapi kalo sekali-kali boleh yah?” tanyanya begitu manja, tiada berubah seperti kukenal dirinya dahulu.

“Harus niat dong sayang,” tukasku seraya mengarahkan raga ini keluar dari terminal WADL, menuju ke lahan parkir tempat di mana Annastasia membiarkan 2GR-FE tetap mengepul karena ada sosok yang berada di dalamnya.

“Iya Pah,” ujarnya pelan namun pasti, “bantu Mama buat berusaha jadi lebih baik yah.”

Kuanggukkan kepala, seraya melontarkan senyum ke arah wanita yang selalu jadi Maharani di hatiku.

Segalanya mungkin tidak seperti apa yang diinginkan, namun kebahagiaan itu bisa ditempuh dengan ketulusan dan keihklasan, tanpa adanya retorika bersama dengan pamrih atas nama cinta.

Sejenak ketika tubuh ini mendekati kendaraan M-Segment besutan Toyota yang diparkir agak jauh dari terminal; pintu geser belakangnya perlahan terbuka, Amelia, Naina, dan Diandra sudah berada di sana, menyambutku dengan utas senyum yang sama bahagianya seperti Annastasia.
 
Terakhir diubah:
Status
Thread ini sudah dikunci moderator, dan tidak bisa dibalas lagi.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd