Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Oiiiii...


Mane buru di update :tendang:


Kalo gak di update juga.
Si Shiro bakalan ane jadiin tambahan pemeran cewek lagi di trit ane...


Hmm...


Dripada ane gregetan.
Kenapa gak ane buat sendiri aje yah???




Ide bagus:wek:

besok pagi lah. pengertian ama ane :sendirian:


what?!? :ugh:


kaga kaga! :marah: mao lu apain dedek shiro di trit lu? jd simpenan? :galak:
 
Ore no Kawaii Imouto




Chapter 3
(Pilihan Mutlak)

Bogor, 21 Februari 2016
09.30 WIB


“ Ne, Onii-chan! Kayaknya aku mau belajar kelompok di rumah temanku! Hari minggu, kan libur tuh! “



“ Onii-chan? Kunci duplikatku rusak! Kalo mau pergi kuncinya taruh di pot aja ya? “



“ Ne ne, Onii-chan! Bantu aku ngerjain PR dong! “



“ ONII-CHAAANN! Bikinin rolade lagi! Errr, Tapi aku liatin biar ga dimasukin wortel! “



“ Ne, onii-chan! Onii-chan sembunyiin dimana pakaian dalem aku! Onii-chan yang jemur kan tadi? Aya ngaku! “



“ Huaaaaahh.. “ aku menguap, menghembuskan rasa lelahku ke udara. Beberapa hari ini di rumah membuatku sakit kepala. Terlebih Shiro sedang benar-benar cerewet. Onii-chan ini, Onii-chan itu. Apalagi omongannya yang kemarin sore. Bayangkan saja, masa iya aku dituduh menyembunyikan bra dan celana dalamnya? Apa dia kira aku benar-benar mesum?


Yahhh, untuk beberapa alasan...yang kemarin pagi sih, sebuah pertentangan bergejolak di batinku. Aku terdiam. Bayangan celana dalam beruang itu menari-nari di kepalaku. Dan lipatan ero (Mesum) ditengahnya. Astaga, gua udah gila! Sekarang aku harus lebih berhati-hati. Jangan sampai aku menjadi hilang kontrol seperti kemarin. Yang pada akhirnya akan menghancurkan nama keluargaku. Aku masih beruntung Shiro tidak menyadarinya.

Dan yang lebih penting, hari ini adalah hari sabtu, seharusnya hari ini sekolah libur karena rapat guru. Tadinya hari ini akan aku gunakan untuk olahraga di rumah atau berjalan-jalan di sekitar komplek. Kemudian disambung dengan istirahat sepanjang hari atau menonton film hasil download semalam. Impian weekend ku itu tentunya akan terjadi, jika saja aku tidak mengikuti acara mengecat kelas! Berengsek!


“ Nar! Sebelah sono, noh! Yang rapi kenapa ngecat nya! “ omel cewek berkacamata yang memerhatikanku dengan raut menyebalkannya! Dia adalah ketua kelas kami. Groaaah! Aku masih memaafkanmu karena kamu cewek!


“ Iyaaa-iyaaa.. “ ujarku malas dan mulai membelai permukaan dinding dengan bulu-bulu kuas yang kasar.


“ Bisa nggak sih ngecatnya, Nar? Cowok kok bisanya baca buku doang. “


Fuck! Ini cewek gua bakar lama-lama, pikirku. Gigiku sudah bergemeretuk menahan emosi. emang bener gua suka baca, tapi nggak kayak gitu juga!


“ Pssstt-pssstt!! “ suara bisikan terdengar dari sampingku. Siapa lagi kalau bukan pria berambut kribo yang bernama Ikky Rizaludin. Tak populer, berkacamata, penampilan sedikit ruwet, dengan brewok yang sudah mulai tumbuh. Itu mungkin pendekskripsianku tentang Ikky. Tersungging cengiran khasnya saat melihat wajahku yang dilanda kesuraman.


“ Ape? “


“ Ckck, masih muda emosian mulu. Kayaknya lu lagi dapet ya? “


“ Sotoy lu. Asem bener, kejebak acara beginian. “


“ Tenang bro, gua punya solusi untuk masalah lu. Daripada lu terfokus sama ketua yang hobinya marah-marah doang. Mending lu liat tuh Riana, beeuuh...kan maeeenn!! “ aku mengikuti arah matanya yang menunjuk seorang gadis berpakaian olahraga. Oh shit!


Jelmaan seorang dewi berparas menawan duduk diantara para gadis pribumi. Kecantikan naturalnya begitu terpancar, menggugah mata hina para hamba sahaya yang bekerja penuh keputusasaan di tempat ini. Bulu mata lentik mewarnai pandangan ceria di mata teduh itu. Senyumnya yang begitu berseri menampakan keanggunan yang tak terkira. Aku tahu, meski tak begitu terlihat. Ekor mata para lelaki di kelas ini pasti menengok sekali dua kali kepadanya. Pakaian olahraga yang dia kenakan begitu ketat, hingga menunjukkan keindahan lekuk tubuh bak permaisuri kerajaan.


Payudara besar nan erotis yang memegang aset penting bagi setiap wanita, kini terpajang jelas memberontak diantara kaos yang ia kenakan. Inilah keindahan yang sebenarnya! Bulir-bulir keringat letih disekitar leher jenjangnya bercampur dengan noda-noda cat basah. Membuat kerongkonganku mengering. Pandanganku menyelusuri sekitar bokongnya yang padat dan sangat kenyal. Aku tak kuasa menahan mataku untuk tidak berlama-lama melihatnya.


“ Heh! Bego! Si Riana ngeliatin lu dari tadi! “


“ Heh? “ perkataan Ikky menyadarkanku. Terlihat wajah Riana memerah menemukanku yang melihatnya dengan pandangan mesum. Oh sialan! Tapi tak lama ia menunduk malu dan kembali mengobrol dengan teman-temannya.


“ Gua ngasih tau elu bukannya berarti elu harus nafsu gitu ngeliatnya! Biasa aja! “ Ikky kemudian tersenyum dan mengangguk ke riana seakan meminta maaf karena perbuatan teman bejatnya. Kok, aku merasa berdosa ya?


“ Tch, amatir. “ ia berdecih merendahkanku. Sialan ni anak, pikirku.


“ Maaf “ ujarku pelan kembali fokus ke pekerjaanku. Tiba-tiba aku teringat undangan makan siangnya esok hari. Mudah-mudahan tidak jadi canggung karena masalah ini. Aku berjanji akan datang dan menebus kebodohanku hari ini!


Kami mengecat kelas hingga serapi mungkin. Butuh waktu lama hingga bisa memenuhi standar ketua kelas. Tapi syukurlah pekerjaan ini selesai juga. Setelah membereskan banyak peralatan kami pun berkemas pulang. Riana tiba-tiba menghampiriku yang sedang mengobrol dengan Ikky.


“ Hei, Nar! “ ucapnya yang membuat jantungku seakan berhenti. Jangan-jangan mau nampar gua lagi gara-gara ngeliatin dada dia, aku benar-benar panik. Tetap saja meski kami sudah berteman lama, yang aku lakukan barusan itu tindakan kurang ajar. Wajahku pucat, hingga aku merasa suara jantungku akan di dengar olehnya. Terlihat dia tersenyum seperti biasanya. Eh? Dia nggak marah?


“ Aku hari ini dianter papaku. Jadi aku duluan ya? “


“ Oh, oke. “ jawabku singkat seraya mengangguk.


“ Kamu...nggak apa-apa kan pulang sendirian? “ dia sedikit berhati-hati dengan omongannya. Ya, akhir-akhir ini ia semakin melekat padaku. Kalau tak ada yang menjemputnya aku selalu dijadikan pilihan untuk mengantarnya pulang. Bahkan papa mamanya pun mengenalku keluargaku dengan baik. Tentu, kami tetangga! Bahkan mereka ikut melayat ke pemakaman ibu. Meski begitu, mereka sebenarnya hanya bertemu beberapa kali dengan orang tuaku, dan karena aku tak pernah mengajaknya ke rumah, jadi Ia belum mengenal Shiro. Adik menggemaskanku. Riana hanya tahu dari mendiang ibuku kalau aku punya adik perempuan, begitu pula dengan papa dan mamanya. Sepintas mataku kembali melihat ke dada supernya yang menyembul dibalik pakaian olahraga. Tapi segera kualihkan pandanganku.


“ Hmm? Oh, kok nanya gitu? Gua biasa kok pulang sendirian. “ ujarku enteng sambil mengenakan ransel di punggungku.


“ Uuuuu, kacian. Ditinggal tuan puterinya pergi. “ pemuda kribo disampingku mulai melancarkan aksi meledeknya.


“ Berisik. “ cibir kami berbarengan. Kami yang menyadari itu lantas langsung tertawa.


“ Yaudah aku pulang ya? “ ia menunduk menatapku, senyuman tak lepas dari bibirnya.


“ Oke. Gih, sana pulang. “ namun tiba-tiba ia menarik seragamku dan mendekatkan telingaku ke bibirnya yang mungil. Sempat kulihat Ikky terkejut dengan mulut terbuka.


“ Papa mama ku besok nggak ada dirumah lho. “ bisikan Riana membuatku terbelalak. Ia hanya tersenyum saja dan berlalu sambil memeletkan lidahnya. Ikky termangu menatapku.


“ Heh, bro. Lu bener-bener nggak punya rasa sama Riana? “ mulutku terkatup. Enggan untuk menjawab. Bukan karena aku pengecut hingga tidak bisa berkata “ya” dan “nggak” atau semacamnya. Kami kenal sudah cukup lama, dan bukan hal yang aneh kalo tiba-tiba kami pacaran. Hanya saja.. entah kenapa aku ragu.


Ikky menepuk pundakku.


“ Gua cuma pesen. Mungkin nggak melukai itu mustahil, tapi jangan kecewakan apa yang dia percayai tentang lu. Ambil keputusan, buang ego dan keinginan alamiah cowok lu buat ‘bermain-main’. Karena gua bisa liat ketulusan dia buat lu. Meski lu punya sobat ancur macam gua. Tapi gua mohon.. “


“ Jangan jadi orang berengsek kayak gua. “


Seorang penjahat kelamin yang kukenal bertahun-tahun, berganti-ganti gadis dan wanita, sekian ranjang yang telah ia tiduri bersama partnernya merengkuh kenikmatan dunia. Kini menatapku dengan sorot mata tajam. Pantulan wajahku pada iris itu menyatakan bahwa ia tak main-main.



~OreKaImo~

From: Baka Imouto

Received: 13.03 Am


Onii-chan! Chotto matte ne? (Kak! Tunggu sebentar ya?) Bentar lagi aku keluar. Ini pembimbing eskul ngomongnya lama banget.

Kutatap layar ponsel marshmallow ku dan memutuskan untuk tidak membalas pesannya. Terlihat banyak siswa-siswi berbaju bebas melangkah keluar dari gerbang sekolah. Setiap berangkat sekolah, aku menjalani rutinitasku mengantar Shiro. Tapi biasanya ia akan pulang naik angkutan umum sampai ke rumah. Entahlah, kali ini kenapa dia memintaku menjemputnya. Seharusnya setiap sabtu sekolah Shiro libur. Hanya beberapa orang yang masuk di hari sabtu untuk ikut ekstrakurikuler. Termasuk dia yang kini sedang ekskul seni musik. Aku memarkir motor ompong-ku di sebelah tukang bakso yang sedang mangkal di dekat pagar SMP Khusus Perempuan itu. Ah, aku jadi lapar. Mungkin aku harus memesan satu porsi.


“ Mas, satu ya? Bakso dagingnya aja, nggak pake cuka, mie kuning sama sayur, bikin pedes. “ pesanku beruntun. Aku berkata begitu karena dia menjual bakso telur juga.


“ Siap dek! “ Ia lantas membuka tutup panci dan mulai menyiapkan mangkuk bergambar ayam jago. Terlihat asap mengebul dari dalam panci. Menandakan suhu panas di didalamnya dibuat agar tetap selalu terjaga. Tiba-tiba di dalam gerobak, terdengar sebuah lagu dari ponsel yang dihubungkan ke sound active mini sang Mas bakso. Melihatku melongo, Ia hanya mengangkat alisnya dan tersenyum. Lagu sorrow lantunan dari Kunto aji menemaniku makan bakso sendirian diantara langit mendung ini. Menyedihkan sekali.


Sudah terlalu lama sendiri..

Sudah terlalu lama aku asik sendiri

Lama tak ada yang menemani, rasanya..



Pagi ke malam hari tak pernah terlintas di hati..

Bahkan disaat sendiri aku tak pernah merasa sepi

Sampai akhirnya kusadari aku tak bisa terus begini!

Aku harus berusaha...

Tapi mulai darimana?


“ Sudah terlalu lama sendiri.. sudah terlalu lama aku asik sendiri.. “ aku bergumam datar bersama irama chorus yang mengalun lembut.


“ Suaranya bagus, dek. “ ucap si Mas bakso sambil mengangkat jempol.


“ hahaha.. makasih, Mas. “


“ Kenapa nggak ikut audisi aja? Siapa tau dapat cewek. “ kami berjibaku dalam keheningan. Waktu seakan berhenti diantara lagu kunto aji serta semilir angin lembut yang menerpa tubuh kami.



Berengsek.




“ Nih Mas, makasih ya. “ aku memberikan selembar uang sepuluh ribuan dan beranjak dari gerobak itu. Diujung sana, berjalan beberapa gadis SMP keluar dari gerbang. Mungkin itu Shiro.


“ Shiro! “ seruku. Ia dan kedua gadis yang lain menengok. Benar saja itu Shiro dan teman-temannya.


“ Onii-chan, omatase! Ah, kono otoko wa watashi no onii-chan! “

(“Maaf kak menunggu lama. Ah, lelaki ini adalah kakakku!”) ucapnya memperkenalkanku kepada teman-temannya. Hmm, mereka manis-manis juga.


“ Aduh, non. Kan udah gue bilang berapa kali jangan keseringan ngomong jepang. Gue kagak ngerti. “ keluh salah satu gadis berkuncir kuda, sedikit tomboy dengan gaya sporty. Terlihat penampilannya yang cuek dengan celana training dipadu dengan jaket basket putihnya. Ia mengibas-ngibaskan kerah jaket yang terbuka. Sedangkan yang satunya gadis yang menurutku agak...nakal? dandanannya sopan sih. Tapi matanya menatapku lekat semenjak tadi dan sesekali menggigit bibirnya.


“ Hahaha, maaf-maaf. Tadi aku bilang, ini kakakku. “ shiro tertawa dengan wajah cerianya. Kedua gadis itu saling berpandangan. Mungkin heran karena aku bukan orang jepang.


“ Saya kakak tirinya. Nara Purnama. Kalian bisa panggil saya Nara “ ucapku berusaha menjaga sikap dan bersalaman kepada mereka berdua. Mereka pun mengangguk dengan mulut berbentuk ‘o’.


“ Linda “ ucap gadis berkuncir kuda.


“ Sarah. “ ucap si gadis nakal sambil tersenyum. Hmm, Jadi ini ya, teman-teman Shiro. Kuyakin sama seperti Shiro mereka akan tumbuh menjadi bunga di SMA nanti. Melihatku yang memandangi mereka, Shiro menggamit lenganku. Cukup erat, hingga aku bisa merasakan kelembutan dada dibalik kaos yang ia kenakan. Eh? Kenapa nih anak tiba-tiba meluk? Tiba-tiba kudengar seloroh Mas Bakso yang tadi kubeli.


“ Woohh, Dek! Itu ceweknya toh? Hebat ya! Seleranya tinggi! “ selorohnya menunjuk aku dan Shiro. Untuk kedua kalinya, aku diam tak bergeming mendengar seruan Mas bakso itu. Keparat.


“ dia ngomong sama Onii-chan? “ tanya shiro. Aku memilih mengganti topik.


“ Hei, kamu nggak pernah bilang punya temen-temen cantik gini? Kenapa nggak pernah diajak ke rumah? “ bisikku. Shiro menatapku geram. Ia kemudian berbisik padaku.



” Onii-chan ga kimoi desu! (Kakak menjijikkan!) Jangan liatin temen-temenku begitu lah! “ sementara tangan kirinya menggamitku, tangan kanannya yang melancarkan cubitan ke arah pinggangku dari belakang. Teman-temannya tidak sadar, maka dari itu aku hanya menutupinya dengan tersenyum cerah. Padahal pinggangku sakitnya bukan main.


“ Oke, kalo gitu kami pulang duluan ya? “ ucapku yang berlalu menuju motorku dan mengenakan helm. Saat aku hendak naik, Sarah menghampiriku. Kulihat Linda yang tak bisa menghentikan temannya itu hanya menghela nafas.


“ Kak! Boleh minta pin BBM? “ ujarnya dengan mata penuh harap. Aku hanya melihat shiro yang memalingkan wajahnya dariku. Huh, ni anak kenapa sih?


“ Ah, maaf ya. HP saya lowbat. Jadi... “ ucapku pada Sarah. Shiro masih membuang mukanya tapi kulihat ekor matanya melihatku. Aku tersenyum.


“ Oh gitu ya. Oke. “ ia menunduk kecewa dan kembali. Setelah berpamitan aku dan shiro pun melaju pulang ke rumah. Selama perjalanan kami lebih banyak diam. Kudengar gumaman kecil diantara deru kendaraan yang berlalu lalang di jalanan raya.


Onii-chan kira barusan mau ngapain? Sok keren gitu. Baka mitai. (Kayak orang bego) “ ucapnya bersungut-sungut mengundang tawaku dalam hati.


~OreKaImo~

Bogor, 23 Februari 2016
12.40 WIB




“ TING-TUNG! “ kutekan suara bel itu. Hari ini kuputuskan untuk datang memenuhi undangan Riana. Saat berangkat, Shiro sudah tidak ada di rumah. Mau pergi belajar kelompok, katanya. Aku sih fine-fine aja, asal dia bisa jaga diri dan tidak pulang terlalu malam. Hanya sebuah catatan kecil yang menandakan kepergiannya.

Onii-chan, Ittekimasu! ^^^ (Kakak, aku berangkat!) gomen gomen, (maaf, maaf) aku nggak pamit. Tehee :p Aku lihat onii-chan tidurnya pulas banget. Jadi aku nggak tega banguninnya. Umm, kayaknya aku pulang jam 2. Inget pesenku kemarin kan? Inget ya! Taruh di pot. Oke?


Shiro -_-


Pada akhirnya pesan misterius itu berakhir dengan aku berangkat tanpa tahu apa yang harus aku taruh di pot. Ya sudahlah, toh makan siangku juga tidak akan selama itu. Tapi...Nampaknya benar kalau kedua orang tuanya Riana sedang tidak ada di rumah. Hufh, meski sudah seringkali mengantarnya pulang. Bahkan pernah mampir. Aku masih terkagum-kagum dengan rumah besarnya ini. Memang luas. Ada sebuah pohon besar di samping, meski begitu daunnya tidak mengotori pekarangan. Juga rumput yang mengitari rumah nampaknya sering di potong. Terlihat pemiliknya sangat menjaga kebersihan. Ada kolam air mancur dengan patung kuda hitam di tengahnya. Aku disambut seorang pembantu 40 tahunan yang membukakan pintu gerbang. Setelah itu dipersilakannya masuk.


Sebuah ruangan dengan tatanan mewah menyambutku ketika masuk, Dindingnya terlihat begitu bersih dengan didominasi warna putih. Rumah ini benar-benar terawat. . Kusapukan pandangan ke seluruh ruangan. Rasanya orang yang memiliki rumah ini memiliki selera seni yang tinggi. Terlihat dari tata letak dan ornamen elegan di sudut sudut rumah ini. Terlihat ada berbagai lukisan berjajar di dinding. Mulai dari lukisan alam, abstrak, seorang wanita, hingga lukisan keluarga yang menampilkan Riana dan kedua orang tuanya. Oh ya, aku belum bilang bahwa Riana merupakan puteri tunggal dari kedua orang tuanya. Ditengahnya seperti ruang tamu kebanyakan, sofa nyaman berbentuk L berwarna hitam dengan kapet beludru ketika kaki menyentuhnya. Guci besar dan beberapa mebel kayu dengan ukiran menghiasi sudut rumah. Ada patung kepala kijang dan singa yang menambah kesan elegan ruang tamu.


“ Silakan, Mas. Non Riana sudah menunggu di ruang makan. “


“ Oh, oke. Makasih bi ya? “ pembantu itu mengangguk dan meninggalkanku. Tanpa menunggu lama, aku segera menemui Riana di ruang makan.


Ruang makan ini terasa gelap. Tirai sengaja ditutup. Aku harus memfokuskan pandanganku hingga menangkap hadirnya seorang gadis cantik dengan kemeja putih panjang tengah duduk di kursi makan. Makanan di meja itu tersaji begitu banyaknya seperti hendak pesta saja. Ditengahnya berdiri tiga buah lilin yang membuat suasana disini semakin romantis.


“ Hei? Kok nggak duduk? “ bayangan tubuh seksi yang hanya dibalut kemeja putih polos menghampiriku yang terlihat masih bingung.


“ I-ini..katanya mau lunch? “ mendengarnya, Ia tersenyum menggoda.


“ ya emang lunch kan? Emang salah ya kalau aku mau lunch kita kayak gini? “


“ Yaa..nggak sih. Tapi ini kayak... “


“ Kayak? “ ia menaikkan sebelah alisnya.


“ o-orang pacaran “ ujarku tergagap. Sungguh, aku masih belum mengerti tingkah polah gadis ini. Aku lupa kapan kami mulai begitu dekat, tapi Ia tak pernah bersikap seaneh ini. Maksudku, mungkin aku ge-er ngira dia naksir padaku. Tapi ini terlalu blak-blakan!


“ Kalau gitu.. “ Ia mengalungkan kedua lengannya ke leherku. Bibir sensual itu ia gigit tipis dengan gigi putihnya. Harum tubuhnya benar-benar lembut. Kemeja panjangnya ini entah kenapa terasa halus di kulit leherku. Sekarang aku baru sadar bahwa ia tak memakai bawahan! Daerah pahanya yang terbuka masuk dan menekan celah diantara pahaku. Tubuhku panas dingin jika memikirkan ia tak memakai apa-apa lagi dibalik kemeja ini.


“ Kenapa..kamu nggak anggap aja kita lagi pacaran sekarang? “ gumaman pelannya barusan membuat terkejut. Ia tersenyum menatapku dalam. Seakan menelanjangi kejujuranku. Bibirnya membuka seakan merangsang titik lemah seseorang untuk segera memeluknya dalam ciuman hebat. Saat aku terbuai dalam buaiannya, ia mengedipkan matanya.


“ Hehehe. Aku bercanda. Makan yuk? “ aku terbengong-bengong sementara ia melepaskan dirinya dariku dan mulai duduk kembali.


“ Hei, kok diem? Mau makan nggak? “ aku mengangguk dan duduk di seberang meja. Kami saling berhadapan. Ia menatap mataku dan tersenyum sebelum mulai melahap makanannya. Ugh, menu makanannya benar-benar menggugah nafsu makanku. Ayah belum pulang minggu ini, jadi uang sakuku menipis. Apalagi bahan makanan di kulkas sudah mulai habis. Aku jadi teringat Shiro, dia pasti senang sekali jika aku bawakan makanan seenak ini. Bahkan ada menu kesukaannya, kepiting saus tiram!


“ Nara? Ayo dimakan dulu. Kalau nggak habis kamu bisa bawa pulang. “


“ Eh? Boleh? “ aku menutup mulut, menyadari bahwa sangat tidak sopannya aku ini. Melihat tingkah bodohku Ia hanya tertawa.


“ Hahahahaha, dari dulu kamu mudah ditebak banget, Nar! “ Ia tertawa renyah. Sialan, nggak pernah aku semalu ini.


“ Lagian kamu punya adik perempuan kan di rumah? Aku minta kamu bawa semua makanan ini setelah kita makan, oke? “ ia bertopang dagu sambil menawariku. Setelah perbincangan itu, kami melanjutkan makan tanpa berbicara. Suatu saat ketika makanan telah dirapikan pembantunya ia menatapku malu.


“ Hei, Nara? Mau lihat kamarku? “


~OreKaImo~

Aku ditariknya masuk kedalam sebuah kamar di ujung lantai dua. Kamar yang menurutku cukup luas. Seumur-umur aku berteman dengannya, baru kali ini ia membawaku ke kamar ini. Sepintas aroma kamar perempuan berhembus jelas di penciumanku. Kamarnya hampir sama seperti Shiro, penuh dengan aksesoris berbau perempuan. Yang membedakan hanya lebih luas, dan memiliki kamar mandi transparan! Kau tahu kan kamar mandi yang hanya berdinding kaca, dan paling maksumal ditutupi oleh geraian tirai? Astaga, dia tiap hari mandi disitu kan? Pikiran kotorku membayangkan riana, dengan lekuk tubuhnya yang indah berdiri dibawah pancuran shower. Siluetnya pasti akan langsung terlihat dari tempatku berdiri.


“ Hayo! Ngelamunin apa! “ telapak tangannya mengusap wajahku. Menyadarkanku dari lamunan kotor yang membuat celanaku menyempit.


“ Eh? Nggak kok hehehe. “ Riana menyuruhku duduk di kasur. Bak kerbau di cocok hidungnya aku menurut saja. Berkas sinar matahari menembus jendela kamar ini, memperlihatkan tubuh semampainya yang kini duduk disebelahku sambil menyilangkan kakinya. Aku mencuri pandang pada kulit pahanya yang mulus. Kerongkonganku mengering, seakan haus akan sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya.


“ Hihihi, kok kamu jadi gugup gitu sih? “ ucapnya menunduk menatapku. Kini kerahnya yang tak terkancingi sepenuhnya itu memperlihatkan belahan dada besarnya. Sialan! Sudah kuduga dia tak memakai bra! Apa dia sengaja melakukannya? Aku yang tak sempat berpikir hanya tercekat saat dia kembali bergumam kecil.


“ Hei, Nara. Kamu inget nggak waktu pertama kali aku pindah ke rumah ini? “ aku menengoknya. Wajahnya masih sama. Kecantikan natural sejak berapa tahun aku mengenalnya. Aku selalu terbius oleh pesona gadis ini. Parasnya yang anggun begitu memabukkan.


“ Kalo nggak salah, waktu itu gua lagi muter-muter komplek naik sepeda gua. Terus tiba-tiba gua nemuin kucing anggora di jalan raya. Kakinya berdarah banyak. Kayaknya habis kelindes apaan gitu. Ya udah deh gua bawa aja ke dokter. Sekalian amal. Hahaha. “


“ Ya, itu waktu pertama kali aku pindah. Tiba-tiba aja kucingku hilang. Aku yang panik nyari tiba-tiba ketemu kamu yang lagi gendong kucing aku. Mana diperban gitu lagi. Hihihi, makasih ya? “


“ Iyaaa. Tapi waktu itu lu nggak tau kan? Lu ngira gua yang ngelindes kaki kucing lu. Terus lu ngerengek mukul-mukul gua minta tanggung jawab. “ gerutuku yang masih ingat kejadian dimana saat ia melapor ke papa mamanya soal aku yang melindas kaki kucingnya. Saat itu urusan jadi tambah runyam.


“ huahahaha..iya kamu bener! Maaf ya, waktu itu aku panik banget sih. “ ia terbahak melihatku yang terlihat kesal.


“ udahlah, lagian udah lama juga. Tapi semenjak lu tau kebenarannya kita jadi mulai temenan. “ aku tersenyum tipis.


“ Yah, tapi aku berterima kasih sama kamu. Kalau nggak ada kamu mungkin kucing aku udah mati. Dan nggak semua orang ingin menolong kucing yang tergeletak di jalan. “


“ kebetulan aja gua yang pertama ngeliat kok, kalo ada sorang sebelum gua pasti dia yang akan,- “ namun ia hanya menggelengkan kepalanya.


“ Nggak, Nar. Nggak akan ada yang seinisiatif kamu tanpa peduli apapun membawa kucing itu ke dokter. Nggak hanya itu, pada saat-saat mendesak juga kamu selalu nolong orang lain. Nolong aku? “


“ Yaa, mungkin aja mereka malu untuk mulai, lu tau kan gengsi anak muda zaman sekarang? Tapi sebenernya mereka pengen banget bantu lu. “ aku mencoba kembali protes. Tiba-tiba pundaknya bergetar.


“ AKU NGGAK BUTUH NIAT! YANG AKU PERLU BUKTI! BAHKAN ORANG TUAKU JUGA NGGAK ADA BUAT AKU! Dan kamu membuktikan kamu ada untukku, Nar. gengsi? Kamu nggak punya hal itu, Nar. Dan karena apa yang ada di hati kamu.. “


“yang bikin aku suka sama kamu. “ pernyataannya sendiri tak membuatku terkejut. Karena sebelumnya aku tahu, kedekatan kami ini tak mungkin tanpa bumbu perasaan. Pikiranku berkecamuk saat kami dilanda keheningan. Kami terdiam tanpa kata membuat tak satupun dari kami berani untuk sekedar melepaskan gumaman. Sekarang apa yang Ikky katakan terjadi juga. Fikiranku kacau, karena aku baru sadar ini pertama kalinya aku masuk kamar perempuan.


“ Hei, Nar? “ suaranya yang parau adalah suara pertama diantara keheningan ini.


“ Ya? “ tiba-tiba Ia merangkak memojokkanku hingga ke ujung tempat tidur. Wajahnya begitu memerah. Aku yakin ini juga pertama kali ia melakukannya.


“ Kamu..ngeliatin dadaku ya sewaktu di kelas? “ Kudengar nafas memburu seiring tubuhnya yang menghimpitku.


“ Aku..bener-bener malu kalau ditatap begitu sama cowok. Apa iya yang disukain cowok itu....dada yang besar? “ Celanaku kian sesak ketika ia mulai melepaskan satu persatu kancingnya. Tidak semuanya, namun mampu membuatku melihatnya bergoyang kesana kemari saat Riana bergerak.


“ Mungkin, kamu bingung kenapa aku lakuin ini. Tapi seandainya kamu nggak bisa membalas perasaanku, bisakah kamu menjadi orang pertama yang melakukan ini? “ Darah kelelakianku berdesir kala ia menuntun tanganku menyelusup masuk kedalam kemeja putihnya. Telapak tanganku tiba-tiba merasakan permukaan kulit yang begitu lembut dan kenyal. Sedikit licin karena berkeringat, namun seperti ekstasi yang membuatku mabuk kepayang.


Perlahan aku membelai kulit dadanya yang tak tertutup itu. Ia menutup matanya sementara mulutnya mulai mendesis kecil. Mataku berusaha menikmati setiap inci dari kenikmatan yang baru saja kulihat di depan mataku. Dada besar Riana, yang selama ini diidamkan orang-orang. Kini tersaji secara intim hanya untukku! Aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku mulai meremas payudara kenyal yang selama ini hanya bisa kulihat itu. Rasanya benar-benar berbeda dari yang kubayangkan dan kulihat di video porno. Ikky sering bercerita mengenai partner-partner seks nya. Tapi ini pertama kali aku menyentuhnya langsung.


“ Ne, kore wa yabaii zo. “

(“ Hei, ini gawat lho. ”) ucapku yang tanpa sengaja berbicara bahasa jepang.


“ Eh? Kamu ngomong apa? “ ia menatapku heran. Aku hanya tersenyum.


“ Jujur ini pertama kali gua ngelakuin ini. Apa lu menyesal? “ ia hanya menggeleng lemah. Senyumannya meruntuhkan pertahananku dan seketika mendorongnya terlentang. Kini aku memegang kendali, memposisikan diriku sebagai pria yang menindih tubuhnya. Dengan gemetar kubuka helai kemeja yang menutupi kedua bongkah payudara erotisnya. Dimataku terlihat keindahan dunia dimana sepasang payudara indah yang begitu bulat dan sekal terekspos begitu nyata. Realitasku mengabur kala bulir keringat yang menetes di sekitar bulatan itu mulai turun perlahan-lahan. Membuat nafsuku semakin meledak. Aku dapat melihat jelas letak dan warna puting seorang gadis muda yang bernama Riana Diandra. Puting berwarna cokelat muda itu mengacung dan mengeras seakan berniat menunjukkan dirinya kepada penjajah yang sebentar lagi akan datang.


Tiba-tiba terlintas di pikiranku bayangan Shiro dengan senyum manis dan tubuh sintalnya dalam tidurnya yang berantakan. eh? apaan barusan? pikirku. tapi segera saja aku mengabaikannya.


“ Jangan diliatin gitu, malu tau! “ protesnya berusaha menutupi kedua aset berharganya. Matanya tak berani melihatku, begitu imutnya dia disaat begini. Seorang riana diandra biasanya tak menunjukkan kelemahannya didepan siapapun, Namun sekarang seakan tanpa perlawanan ketika kutahan kedua lengannya itu hingga kembali membuka. Tak tahan lagi, kudekatkan wajahku di depan wajahnya. Riana tak merespon. Maka aku kembali memajukan bibirku dan menciumnya.


“ Emmhhh,..ssstt... “ kami larut dalam ciuman dalam. Diawal-awal ia masih diam. Namun ketika bibirku mulai menghisapnya ia melenguh dan membalas hisapanku. Untuk pertama kalinya aku merasakan sensasi hangat dan lembut bibirnya. Ia sedikit kaget ketika lidahku terjulur masuk dan menyapu deretan gigi putihnya.


“ Mmmhh, sluurrpphh,,ssstt “ Tak kalah, ia merespon dengan melakukan hal yang sama. Lidah kami bertaut, menari-nari diantara saliva yang bertukaran. Tak ada batas, tak ada penghalang. Liur kami membentuk untaian benang yang membuatku semakin bergairah.


Tanganku tidak tinggal diam dan mulai meremas dada milik Riana. Ia meremas sprei tempat tidurnya, menahan kenikmatan yang mendera ketika aku mulai memilin puting kecilnya itu. Jariku berkeliling memutari puncak gunung kembarnya. Matanya menerawang ke langit-langit kamar saat ciumanku berubah menjadi sebuah jilatan yang turun menuju lehernya yang jenjang. Terus turun hingga mencapai permukaan dadanya.


“ Gua cuma pesen. Mungkin nggak melukai itu mustahil, tapi jangan kecewakan apa yang dia percayai tentang lu.”


“ Uhhhhh...terus Nar hisap dadaku. “ desahnya, tangannya menahan kepalaku agar tetap mengerjai kedua payudaranya. Aku menuruti perintahnya dan mulai menjilati permukaan di sekitar putingnya. Ia menggeliat keras, kala lidahku menari-nari diatas puncak payudara nya.


“ Karena gua bisa liat ketulusan dia buat lu. Meski lu punya sobat ancur macam gua. Tapi gua mohon.. “



“ Jangan jadi orang berengsek kayak gua. “ Wajahku seketika memucat. Perkataan Ikky tempo hari terpatri di benakku. Inikah yang aku putuskan? Menodai Riana tanpa sebuah kepastian? Bukankah aku jahat?


Melihatku berhenti ia hanya memandangiku seakan berkata “kenapa?” aku tersenyum getir dan melepaskannya. Kupakaikan kembali kemeja yang sempat terbuka beberapa saat lalu. Ia terlihat sedikit tersanjung dengan perlakuanku.


“ Nar, kamu kok,- “


“ Maaf, gua bodoh dan kalut. Seharusnya gua memberikan jawaban pasti buat lu. Bukan hal seperti ini. “


“ Nggak apa-apa kok, aku seneng. Makasih ya? “ ia tersenyum penuh arti. Sebelum meninggalkan pintu kamar kusempatkan untuk berujar.


“ Percayalah, gua bakal ngasih lu jawaban. Tapi bukan untuk sekarang. Oke? “ benar. Ada sesuatu yang menggangguku. Dan aku ragu akan perasaanku. Sial, bukankah aku berengsek?


“ Pasti. Aku akan tunggu kamu. “ senyuman terakhirnya menjadi penyemangat langkahku pulang dan bertahan dari amukan Shiro. Sekarang hampir jam 4. Dan entah kenapa aku merasa sesuatu yang mengerikan akan dilakukan Shiro jika aku tidak pulang.


~OreKaImo~

“ Shiro! “ Aku sampai di pagar rumahku dan melihat keadaan sekitar benar-benar sepi. aku benar-benar bodoh! Ini sudah hampir jam 4! Gila, ini berarti aku sudah 3 jam di rumah Riana. Shiro berkata bahwa Ia sudah pulang jam 2. Harusnya ia sudah di rumah sekarang. Dan semua akan baik-baik saja, iya kan? Tapi kenapa perasaanku tidak enak sekali ya? Uh, apa mati listrik lagi? Tidak mungkin ah. Aku sudah memeriksanya kok kemarin. Terus apa? Aku merasa ada sesuatu yang janggal, namun sulit sekali untuk mengingatnya.


Apa Ini karena aku terlalu lama di kamar Riana? Aku bahkan masih merasakan desah nafasnya di telingaku, bibirnya yang lembut, dan kedua payudaranya yang membusung indah menantang wajahku. ugh, sudah itu nanti saja! Sekarang aku harus segera bertemu Shiro untuk menghilangkan kekhawatiranku. Saat tiba dipintu hawa tidak enak berkobar di belakangku. Kulihat Shiro menunduk lesu, tangannya mengepal.


“ Udah aku bilang, letakkin kuncinya diluar. Kunciku rusak. “ pernyataannya membuatku terhenyak. Ini mimpi buruk! Jadi dia selama 3 jam menungguku pulang dan terkunci diluar. Astaga, rupanya aku benar-benar kakak yang buruk.


“ Oniiiiiii—Chaaaann!!!!!! “ geramnya. Aku meneguk ludah. Siap menerima pukulannya. Namun ternyata ia hanya melewatiku. Pandangan tajamnya begitu menusukku.


“ Saitei. “
("Parah")



つづく
BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Cuma ini sajalah
Non Riana lagi sudah menunggu di ruang makan, Mas. Silahkan masu
lagi sudah menunggu

Ahhhh, dibuat kentang lagi... :kentang::kentang:
Tapi kerenlah,,

Kalo bisa per update dikasih lagi gambar mulustrasi nya, kangen wajah shiro soalnya :pandaketawa:

Nunggu lagi.....
:mancing:
 
Terakhir diubah:
Cuma ini sajalah lagi sudah menunggu

Ahhhh, dibuat kentang lagi... :kentang::kentang:
Tapi kerenlah,,

Kalo bisa per update dikasih lagi gambar mulustrasi nya, kangen wajah shiro soalnya :pandaketawa:

Nunggu lagi.....
:mancing:

otw ngedit om.. :baca:
btw, tiap update kan dikasih gambar om. tuh sekaligus dua shiro sama Riana :pandaketawa: ga keliatan kah?
 
ada kakek sugiono ga tar om? :D
request track dr B'z donk om "ichibu to zenbu" yg ballad version
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd