Chapter 1 – Huft, Sorry !!
Ini adalah kisahku, bukan kisah orang lain. Aku adalah tokoh utama disini, bukan yang lainnya. Jadi apa pun itu aku tetaplah tokoh utama dicerita ini, bukan siapa-siapa lagi dan hanya aku. Aku akan mulai cerita ini dari awal aku berkenalan dengan seorang wanita yang sangat misterius, walaupun misterius dia sebenarnya sangatlah menarik, bahkan aku sempat berpikir untuk memilikinya, tapi sebelum itu aku akan perkenalkan kalian dengan kakakku.
Dia adalah Fransiska Gita Dewanti, usianya saat ini adalah 28 tahun dan beberapa bulan lagi dia akan berulang tahun. Dia seorang wanita karir yang bekerja pada salah satu perusahaan telekomunikasi di kota ini, perusahaan yang cukup ternama tapi disini aku tidak ingin membahas detail dari perusahaannya karena aku hanya ingin focus membahas tentang dirinya saja.
Sifatnya sangatlah unik, kebanyakan wanita diusianya akan berpikir cepat-cepat untuk menikah sebelum dicap sebagai perawan tua. Hal itu sepertinya tidak berlaku untuknya karena dia terlihat sangat enjoy dengan kehidupannya saat ini, bahkan aku sendiri tidak tau kapan dia akan akan berpikiran serius untuk mengakhiri masa lajangnya.
Dia sangatlah tegas dan sangat sigap akan keputusan-keputusannya, mungkin dikantornya dia akan di cap sebagai wanita yang galak, sebenarnya bukan tapi lebih ke prefeksinois dan kedisplinan yang tinggi. Rata-rata wanita karir memiliki sifat seperti itu, karena mereka ingin menjalani hidup tanpa ada sedikitpun kesalahan, oleh karena itu sebelum melangkah terlalu jauh dia ingin sekali menata hidupnya dengan sempurna agar tidak ada penyesalan dibelakang nanti.
Kadang aku berpikir, percuma saja aku ingin memilikinya karena dia sudah memiliki seorang kekasih yang mungkin nanti akan menjadi calon suami dan calon ayah dari anak-anaknya. Kekasihnya lumayan tampan dan umurnya lebih tua 4 tahun darinya, tapi kekasihnya itu orang yang sudah mapan dan terlihat jika mereka berdua memiliki sifat yang sama yaitu sangat perfek dan berhati-hati dalam menjalani kehidupan, semua harus diperhitungkan mulai dari hal yang kecil.
Nama Sinosuke Firdaus, pria yang beruntung melabuhkan hatinya pada Gita, panggilan akrab dari wanita yang sempat membuatku terkesima. Pria ini blasteran jepang dan sunda, bokapnya jepang dan yokapnya sunda, terlahir dari keluarga yang lumayan kaya dan wajah yang lumayan ganteng, tentu saja hal tersebut menjadi modal tersendirinya untuknya bisa memikat hati para wanita.
Melihat hubungan mereka berdua rasanya sangatlah iri, namun aku bersyukur karena mereka berdua terlihat sangat serius dalam menjalin hubungan, sepertinya mereka berdua sudah ditakdirkan untuk bersatu. Yang satu cantik dan satunya lagi ganteng, dan keduanya bisa dibilang sudah mapan dalam segi materi maupun usia dan kedewasaan, tentu saja hal ini membuat iri orang lain.
“Hahahaha…”, ketawaku seperti orang gila.
Tentu kalian akan kaget jika mengetahui siapa sebenarnya wanita yang aku ceritakan tadi, dia adalah kakak kandungku. Kalian sekarang pasti berpikir jika aku sudah gila karena mencintai kakakku sendiri, dan mulai sekarang kalian akan mengutukku dengan ucap-ucapan serapah karena kelakuanku ini. Dalam hati aku hanya bisa menertawakan kalian saja, betapa bodoh kalian yang hanya bisa menyimpulkan persoalan hanya dari awal perkenalan.
Bukannya tidak beralasan tapi aku hanya kagum dengannya, maksudku adalah kakakku. Dia seorang wanita tapi mampu berjuang sampai seperti ini dengan usahanya sendiri tanpa bantuan dari orang lain termasuk saudara dan orang tuanya. Sedangkan aku yang laki-laki ini hanya bisa bersandar pada pundak kakakku yang perempuan ini.
Aku jadi teringat sebuah pepatah ‘Tak kenal maka tak sayang”, baiklah aku akan memperkenalkan diriku, namaku adalah Dewa, singkat padat dan jelas dengan artian yang sangat kuat. Aku adalah anak terakhir dari 4 bersaudara, 3 laki-laki dan 1 perempuan. Sudah 10 tahun yang lalu kedua orang tuaku meninggal, dan saat itu pula aku dan kakak perempuanku ini merantau ke ibukota.
Kegiatanku sekarang hanyalah kuliah, dan aku berencana untuk mencari penghasilan diluar sana untuk pemasukanku dan tabungan. Aku ingin seperti kakakku yang tidak hanya mengandalkan orang lain untuk sukses, tapi dengan kedua tangannya sendiri untuk meraih kesuksesan itu. Untuk saat ini kuliah dan uang sakuku berasal dari kakakku, oleh karena itu aku sangat menghargai pengorbanannya untukku.
Menurut mereka aku orangnya pendiam, kalau tidak diajak ngomong maka aku tidak akan mau bicara, dan bicara pun seadanya. Sangat tidak cocok bagiku dalam bidang marketing, motivator ataupun pengacara, di antara semua saudaraku akulah yang paling aneh menurut keluargaku karena kebiasaanku yang males bicara dan terkesan sangat cuek atau acuh tak acuh akan sebuah permasalahan.
Pernah ada sebuah kejadian dimana kakakku bertengkar dengan kedua kakak tertuaku, di hadapanku mereka bertengkar dan kakak perempuanku terkena pukulan di pipi kirinya, aku yang melihat hal tersebut hanya diam saja dengan pandangan dingin mengarah ke kakakku yang memukul Gita, bukannya aku takut tapi aku hanya ingin mengetahui sejauh mana dia akan menyakiti saudara kandungnya sendiri hanya karena masalah sepele seperti ini. Ehmm.. aku tidak akan menceritakan masalah apa itu, jika kalian ingin mengetahuinya silakan simak cerita ini sama Tamat.
Aku terkesan pasif dalam bertindak dan mengambil keputusan, jika ada orang yang baru mengenalku mungkin mereka akan bilang jika aku ini sedikit kurang pintar atau Bahasa kasarnya bego. Tidak masalah buatku dan aku senang jika orang berpikiran demikian terhadapku karena aku bisa leluasa menghabiskan waktuku dan memainkan imajinasiku, karena jika mereka mengira aku pintar maka aku akan direpotkan oleh pertanyaan-pertanyaan bodoh dari mulut mereka.
Hanya satu orang yang bilang jika aku ini adalah anak yang jenius, dia adalah Gita kakakku. Padahal aku tidak merasa demikian, aku hanya lebih suka menganalisa sebuah persoalan dan tidak berani mengutarakannya karena takut salah. Namun sejauh ini tingkat kesalahanku sangatlah kecil, lebih sering berhasilnya dari pada gagalnya.
“Kapan kau akan bangun, dewa.. “, teriak seseorang dari balik pintu kamarku.
Suara yang tidak asing lagi bagiku, bahkan setiap pagi aku harus mendengarkan ocehannya. Dan dengan mata sedikit sayup dan malas, aku pun menjawabnya dengan suara serau tidak jelas. Hanya untuk membuatnya merasa puas dan tidak menggangu tidurku lagi, walaupun aku tau dia tidak akan membiarkanku untuk lama bermalas-malasan di tempat tidur.
“Ehmm.. Entar.. “, sautku dengan nada malas.
“10 menit, aku tunggu di bawah”, ucapnya lagi dengan sedikit berteriak.
Sebenarnya aku sudah bangun lebih dari sejam yang lalu, namun aku lebih memilih untuk melamun sambil bermalas-malasan ditempat tidurku. Mungkin kalian sedikit merasa dejavu dengan dialog diatas, hahahaha… aku sedikit copas tapi hal ini tidak mempengaruhi jalan dari cerita ini, dan aku ingatkan lagi kalau akulah pemeran utama dari cerita ini.
10 menit kemudian…
Aku pun turun dan menuju ke meja makan, dimana sarapan pagi telah terpapar diatas meja berukuran 2x4 meter ini. Dengan menggunakan kemeja kerja warna merah berlengan pendek yang dipadukan dengan syal hitam bercorak dan rok mini warna hitam serta highheels menghiasi kakinya, kakakku ini terlihat sangat seksi sekali. Pantas saja di menjadi primadona di kantornya, bahkan aku dengar kabar kalau bosnya ingin menjadikannya istri simpanannya, tentu saja hal tersebut di tolak mentah-mentah oleh kakakku.
“Gak mandi yaa.. ?”, tanya dari kakakku sambil menyiapkan sarapan buatku.
“Cuci muka doank”, jawabku sambil duduk di depan meja makan.
“Lho.. kamu gak kuliah ?”, tanyanya lagi agak bawel.
“Nanti siang’, jawabku singkat.
“Ohh.. ya udah nih sarapan aja dulu”, ucap dari kakakku sambil memberikan sandwich bakar kepadaku.
Dia penuh perhatian kepadaku dan sangat menyanyangiku karena hanya akulah satu-satunya keluarga yang dia miliki, begitu pula dengan diriku hanyalah dia saudara yang saat ini aku miliki. Semenjak kedua orang tua kita meninggal semuanya menjadi berantakan, empat saudara yang dulunya bersama-sama kita harus pecah dan tak tau dimana rimbanya.
Aku mengambil sandwich bakar yang telah disediakan kakakku sebagai sarapanku pagi ini, rasa khas masakannya terasa nikmat sekali. Segelas susu putih sebagai pendamping sarapan pagi ini telah tersedia di atas meja makan ini, aku pun meminumnya untuk pelepas dahaga. Semua nikmat yang aku rasakan ini adalah karena jerih payah kakakku.
“Ok, aku berangkat kerja dulu yaa.. jangan lupa kunci pintunya kalau mau kuliah”, ucap kakakku sambil membereskan sisa makanannya.
“Ok “, sautku singkat.
Dia pun berangkat menjalankan rutinitasnya, bekerja dari hari senin sampai jumat dan berangkat dari jam 08:00 pagi sampai jam 19:00 malam baru sampai rumah. Itupun kalau dia langsung pulang, biasanya dia jalan dulu dengan kekasihnya si Sinno untuk menghabiskan waktu bersama-sama setelah lelah seharian bekerja.
Selepas sarapan dan membereskan meja makan ini, aku segera kembali ke kamarku. Aku ingat jika aku masih menyisakan pekerjaan rumah, sebuah tugas dari kampus yang belum terselesaikan setelah aku kerjakan semalam. Aku kuliah mengambil jurusan Teknik Informatika di salah satu universitas swasta di ibukota ini.
Duduk di kursi dengan kedua kaki bertopang pada jendela yang sudah terbuka, bias sinar mentari pagi pun membasuh hangat kamarku. Sebuah buku dan pensil sudah aku pegang, lampiran dari buku aku sibak perlahan untuk mempelajari setiap uraian yang tertulis. Dengan berpikir keras aku mencoba untuk mengerjakan tugas ini, walaupun tugas ini terasa sangat aneh untukku.
“Ehmm… apa ini, kenapa tidak ada satu pun yang bisa aku pahami ?”, gumamku sambil memikirkan tugas kuliahan ini.
Sepertinya aku tidak akan bisa mengerjakannya jika tidak ada satupun petunjuk untukku, karena ini bukanlah tugas perkuliahan pada umumnya. Oleh karena itu aku pun mencoba menghubungi dosen pembimbingku, dosen yang memberikan tugas aneh ini kepadaku. Setelah mengambil handphoneku, aku langsung menelepon dosenku tersebut.
“Hallo ibu lia”, ucapku sesaat setelah panggilanku dia angkat oleh beliau.
“Iya dewa, ada apa ?”, saut dari bu lia padaku.
“Ini bu, mau tanya tentang tugas yang ibu berikan kemarin”, ucapku dengan nada terpatah-patah.
“Ada apa dengan tugasnya ?”, tanya dari bu lia padaku.
“Ehmm… gimana yaa.., saya susah sekali menemukan jawabannya, apa ada clue untuk tugas ini karena saya benar-benar tidak mengerti”, ucapku dengan tangan kiri menggaruk-garuk kepala.
“Nanti saja di kampus ibu jelasin yaa”, ucap dari ibu lia.
“Baik bu”, sautku dan aku pun menutup panggilanku.
Dia adalah dosen pembimbingku, namanya adalah Adelia Prahasti. Seorang wanita yang baru saja melepas masa lajangnya, sosok yang kalem dan manis serta berhijab untuk menutupi auratnya. Lia adalah nama panggilannya, menurut kabar burung bu dosen ini sedang hamil muda. Kalau dilihat dari kesehariannya bisa terlihat dari bagaimana dia sangat berhati-hati dalam pola makan dan sering kali mengelus perutnya, bisa jadi bahwa kabar burung tersebut benar adanya.
Dia baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 30 tahun, baru saja memasuki babak baru dalam kehidupannya. Usia 30 tahun menurutku adalah usia dimana kita akan memasuki babak baru dalam kehidupan, dalam usia seperti itu bisa di pastikan manusia sudah berada di ambang masa produktifnya, dalam artian adalah produktif dalam menata kehidupan kedepannya.
Jika dalam usia 30 tahun orang tersebut kesusahan dalam mengolah keuangan atau susah mendapatkan penghasilan tetapnya, maka bisa dipastikan kedepannya dia akan susah dalam memanagent kehidupannya. Begitu pula sebaliknya untuk orang yang bisa produktif dalam usia 30 tahun bisa dibilang dia orang yang matang dan mapan untuk kedepannya. Tak selang lama setelah aku menelepon Bu Lia, aku menerima pesan singkat dari beliau dan aku pun langsung membuka dan membaca pesan singkat tersebut.
“Ibu tunggu di taman belakang kampus jam 15:00 sore yaa, dan ingat pasti’in kalau kamu seorang diri yaa”.
Begitulah isi dari pesan singkat Ibu Lia tersebut, sedikit pikiran curiga timbul dibenakku tapi aku tidak terlalu memperdulikan hal tersebut karena selama ini Ibu Lia sangat baik terhadapku. Sebenarnya aku adalah laki-laki normal yang juga memiliki nafsu terhadap lawan jenis, dan aku juga bukan type laki-laki yang pilih-pilih terhadap wanita, namun aku tidak berani atau terlihat cupu kalau di depan wanita karena hal inilah aku sampai sekarang menjadi jomblo, mungkin permanen.
Banyak sekali kelemahanku ini dan aku bahkan terlihat sangat payah, tapi ya sudahlah karena selama ini aku tidak pernah memperdulikan hal tersebut. Selama aku enjoy, semua itu bukan masalah bagiku, meskipun kadang kala aku pernah merasakan kesepian dan ingin rasanya merasakan bagaimana rasanya memiliki kekasih. Namun walaupun aku single atau jomblo tapi banyak sekali para wanita yang ingin menjadi temanku, menurut mereka aku ini orangnya sangat enak kalau dibuat tempat curhat.Hanya diem mendengarkan ocehan mereka dan bisa menyimpan rahasia, itulah yang membuat temanku senang jika mencurahkan hatinya padaku.
Dan tak terasa suasana pagi ini membuatku ngantuk, kelopak mata terasa berat dan ingin sekali untuk tidur. Perlahan tapi pasti mataku pun terpejam dan kesadaranku mulai hilang di telan rasa kantuk yang hebat ini.
“Kriiiiinnnggg… “, suara dering dari teleponku berbunyi sangat nyaring.
Sebentar saja rasa kantuk pun sirna karena bunyi dari handphoneku, aku pun mengambil handphoneku dan aku lihat ternyata panggilan dari teman wanitaku yaitu Vira, nama lengkapnya adalah Vira Agnesia. Tanpa banyak berpikir aku langsung mengangkat panggilan telepon tersebut.
“Hallo vir !”, sapaku.
“Dewa, bisa buka’in gerbang gak, aku di depan rumahmu nih”, ucap dari vira.
“Bentar yaa”, ucapku.
Aku pun segera bergegas membukakan gerbang agar temanku tersebut bisa masuk, sudah menjadi hal yang biasa jika ada temanku yang datang dadakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, menurutku Vira akan curhat seperti biasanya. Jika ada temenku yang dating seperti ini, pastilah dia ingin meluapkan unek-uneknya.
Sesampainya di depan gerbang aku pun segera membukanya, dan Vira pun langsung masuk dengan teman laki-lakinya. Aku tidak tau jika dia akan membawa teman laki-lakinya, Vira memang terkenal di fakultasku karena dia adalah wanita yang hampir sempurna. Parasnya yang cantik dan bodynya yang semampai dan berisi membuat kaum adam ingin sekali mencumbu dirinya. Dan dengan memanfaatkan hal tersebut Vira sering kali gonta-ganti kekasih dan tidak ada satu pun kekasihnya yang tidak kaya, bisa dibilang jika Vira ini cewek matre.
“Ehh.. Dewa kenalin nih temanku”, ucapnya dengan memperkenalkan teman laki-lakinya.
“Dewa”, ucapku dengan menyodorkan tanganku untuk bersalaman dengan laki-laki ini.
“Ohh.. Kresna”, saut dengan menjabat tanganku.
“Cocok lho nama kalian kalau di gabungin, Dewa Kresna, hehehehe… “, canda dari Vira.
“Kebetulan sekali yaa”, saut dari kresna.
“Masuk yuk”, ucapku pada mereka berdua.
Aku pun berjalan menuju keruang tamu di ikuti oleh mereka berdua dibelakangku, langkah demi langkah aku pun terpikir oleh Vira, dimana dia sangat tidak pernah membawa seorang cowok maen ke rumahku, biasanya dia selalu seorang diri jika maen kerumahku. Jika aku perhatikan dari gelagatnya sepertinya mereka terlihat terburu-buru, entah karena apa yang pasti aku bisa mencium jika mereka ada maksud terselubung.
Mungkin mereka ingin menggunakan rumahku sebagai tempat untuk melepaskan syawat mereka, pikiran yang tidak-tidak terus menghantui pikiranku. Aku pun harus memutar otak agar mereka tidak melakukan tindak bodoh dirumahku ini, karena pasti aku akan di omelin oleh kakakku, tapi semoga saja mereka tidak melakukan hal tersebut.
Sesampainya di ruang tamu, mereka pun duduk di sofa dan terlihat sekali jika mereka sangat mesra. Vira yang menggunakan dress hitam yang sangat ketat sangatlah menggumbar nafsu, aku bisa pastikan jika mereka berdua habis dari tempat hiburan dan langsung kesini tanpa pulang terlebih dahulu. Aku terus mencoba memperhatikan setiap gerakan dari mereka berdua, dan karena aku adalah tuan rumah, aku pun mencoba menawarkan mereka minum.
“Aku ambilin minum bentar”, ujarku sambil melirik mereka berdua.
“Air putih saja, dewa.. “, saut dari Vira.
“Ok “, pungkasku.
Aku berjalan menuju ke lemari es yang terdapat di dapur, dimana dapur rumah ini berada di belakang, jadi saat aku tinggal otomatis mereka akan lepas dari pengawasanku. Tapi aku tidaklah sebodoh apa yang mereka kira, aku memiliki rencana untuk mengetahui apa yang akan mereka lakukan saat aku didapur.
Sesaat tiba didapur, aku langsung mengambil kaca yang berada di samping dapur dan menempatkannya tepat disisi yang pas untuk pantulan dari ruang tamu, dan dari dapur aku bisa mengawasi mereka tanpa mereka tau kalau sedang diawasi. Dan disaat inilah aku bisa memastikan tujuan mereka berdua kesini, dan sepertinya perkiraanku benar adanya.
Saat aku sudah berada di dapur, mereka berdua langsung bercumbu. Mulai dari permainan bibir hingga tangan yang memeras buah dada, tak mau kalah si Vira pun melakukan perlawanan dengan mengelus kemaluan dari pasangannya meskipun masih tertutup oleh celana jeans nya. Melihat mereka berdua aku pun mereka terangsang, bukannya aku ingin menghentikan mereka tapi merasa penasaran akan hal tersebut dan membiarkan mereka berdua meneruskan aksinya.
“Tin… Tin… ‘, suara klakson mobil terdengar dari luar rumahku.
Mendengar suara klakson tersebut mereka berdua pun menghentikan permainannya, dan aku pun segera bergegas mengantarkan air minum untuk mereka dan langsung menuju keluar rumah untuk melihat siapa yang datang. Dan sesampainya di gerbang aku melihat mobil dari kakakku lalu aku pun membuka lebar gerbang yang tadi sudah terbuka agar mobil kakakku bisa masuk.
“Ada tamu ?“, tanya kakakku setelah memarkirkan mobilnya.
“Iya, temanku si Vira dia maen kesini”, jawabku jujur.
“Ngerjain tugas bareng ?”, tanya lagi kakakku dengan penasaran.
“Enggak, hanya maen aja”, jawabku lagi.
Akhirnya kakakku pun masuk kedalam dan berjalan menuju ke ruang tamu, dia pun melihat Vira dan Kresna sedang duduk berdampingan di sofa. Sebagai wanita menurutku wajar saja jika kakakku memiliki pemikiran yang sedikit sentiment tentang mereka berdua, apalagi dandan Vira yang begitu sexy. Dan tanpa basa-basi kakakku pun langsung ikut nongkrong di sofa tersebut bersama dengan mereka berdua.
Kakakku hanya basa-basi dengan mereka namun dia sepertinya tahu jika ada yang tidak beres dengan mereka berdua oleh karena itu kakak tidak pergi dari ruang tamu, dia terus berada disana. Dan aku melihat ekspresi dari Vira dan juga Kresna benar-benar tidak nyaman dengan keadaan ini. Jika kakak blak-blakan mengusir mereka itu akan membuatku malu oleh sebab itu dia membuat cara seperti ini agar mereka berdua tidak betah berada disini dan pamit pulang dengan sendirinya.
Aku yang melihat semua ini hanya bisa diam saja tanpa mengucapkan apa-apa, dan hanya bisa mendengarkan basa-basi kecil yang terlontar dari mulut mereka bertiga. Aku sangat tidak peduli dengan keadaan ini, satu sisi teman dan satu sisi saudara dan jika berpikir normal tentu saja temanku ini salah, tapi sekali lagi biarkan sajalah.
Dan akhirnya setelah 15 menit, mereka berdua pun berpamitan untuk pulang. Disaat itulah aku merasa lega karena tidak ada lagi perasaan tidak enak dan lainnya. Kakakku dengan senyum manisnya tidak mencoba untuk menahan mereka, terkesan jika memang kakakku ingin mereka berdua pergi dari rumahnya.
“Kita pamit pulang dulu yaa kak ?”, ucap dari Vira kepada kakakku.
“Oh hiya, makasih lho dah mampir”, saut dari kakakku.
“Dewa, cabut dulu yaa !”, ucap Vira padaku.
“Iya, hati-hati”, balasku dengan santainya.
Mereka berdua pun berjalan keluar rumah dengan diantar oleh kakakku sampai pintu rumah, setelah itu kakakku pun masuk dan kembali ke ruang tamu untuk berbicara denganku. Jika dilihat dari gelagatnya seperti dia bakal mengintergasiku, tapi tidak masalah bagiku karena aku bicara jujur dari awal dan kakakku juga sudah tau jika memang sering temanku maen kesini dengan dadakan.
“Habis dari mana mereka berdua, terutama di Vira itu ?”, tanyanya padaku dengan nada ketus.
“Gak tau, gak tanya tadi”, jawabku santai.
“Udah lama mereka disini ?’, tanyanya lagi.
“5 menit kalau gak salah”, jawabku lagi dengan santai.
“Mau ngapain mereka disini ?”, tanyanya lagi dengan kesel.
“Gak tau, gak sempat nanya”, jawabku dengan entengnya.
Aku lihat ekspresi wajah dari kakakku terlihat sangat kesal sekali, dan dia pun berjalan kea rah dapur. Sesampainya di dapur dia pun membuka lemari es dan mengambil air minum dan disaat itulah perasaanku jadi enggak enak, dan benar saja kakakku pun datang kembali ke arahku dengan wajah layaknya orang marah.
“Kamu jangan bohong, habis ngapain mereka tadi disini ?”, tanyanya dengan nada marah.
“Baru ciuman doank”, ucapku dengan tertunduk layaknya orang salah.
“Awas kamu kalau berani macem-macem, dan inget jangan pernah izinkan temanmu maen kesini lagi jika tidak ada kepentingan dengan perkuliahan”, ucap kakakku dengan nada mengancam.
“Maaf’, ucapku lesu meminta maaf atas kesalahan yang aku sendiri tidak merasa melakukannya.
Dan setelah itu dia pun pergi kekamarnya, sepertinya dia kelupaan akan sesuatu. Tidak lama berselang dia pun turun kembali lalu pergi begitu saja tanpa berpamitan denganku, rupanya dia masih marah denganku gara-gara hal tadi.
“Ehmm.. dasar cewek, dikit-dikit marah”, gumamku lirih