Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Pendekar Elang Salju

Matur Tengkyu, Suhu udah di lanjutin.... smoga suhu tambah sakti :banzai:
wkwkwk sakti mandraomas yak,
tengkyu om dah mampir dimari

Trimakasih mantabb.....suka suka saya suka
maksih jg om dah mampir dimari

gassken suhuuu
ga ahh direm rem dikit,
tengkyu om dah mampir dimari

Wah seru nih tawurannya....
seru mn om dibandingkan dgn chelsea islan cipokan sm babas sicengkeh nastar
wkwkwkwk :gubrak:,
makasih om dah mampir

makasih apdetan yang luar biasa ini
maksih jg om dah mampir dimari

:hua: pinter bngt sutradara ngecut pilemnya... kan jadi makin penasaran:aduh:
yaahh jan penasran om, ntar saya jg ikutan penasaran,
tengkyu om

Apdetnya bikin pengen penasaran, makasih om
sama om saya jg ikut penasaran,
tengkyu om

Makasih updatenya om @oyeckpunkerz :beer:
tengkyu om masih betah baca cersilnya

Perang besar di mulai:banzai:
iya om ditunggu ya

lancrotkan suhu
siap dan,
makasih om dah mampir

Lanjut lagi ...... Baru 10 menit udh beres lagi hiksss
jan ngebut2 om bacanya,
seloooww...
tengkyu om

Hik...jadi nagih
jangan om,
makasih om dah mampir

Wah detik detik pertarungan belum update
bentar lg om,
makasih om dah mampir

thanks suhuu updatenya....
ditunggu kelanjutannya besok...
sehat dan lancar yak suhuu
siap om,
doa yg sama utkmu,
tengkyu om

Sundul kepermukaan ......lanjutkan ketua dapat dua kurang harusnya tiga hahhaaha
hmmm...
saya jg mau om,
makasih om dah mampir

Lanjutkan suhu. ..
siap pak,
makasih om dah mampir

ninitp kompor gas ya om..
monggo mas,
makasih om dah mampir

Lanjutt huu
siap brada,
makasih om dah mampir

Lanjutan nya masih di tunggu masih penasaran semangat
siap kk,
ditunggu ya
makasih om dah mampir
Ijin numpang dan baca cerita luar biasa ini suhu mkasih setelah lama ditunggu cerita2 silat akhirnya muncul juga mkasih sudah memberikan cerita silat
Dan semoga up datenya lancar sampai ada judul. Tamat
siap kemendan,
tengkyu dah mampir dimari

keren..ditunggu kelanjutannya
makasih om

Luar biasa ceritanya... semoga sampai tamat ya suhu
siap mister, tengkyu dah mampir

ajib ajib ajib mantab om ajian rentak gunung blum keluar
gunung mana nih om?
gunung kembarkah....kekeke
makasih om dah mampir

Gila benar,habis marathon ceritanya suhu.
Tp bikin nagih terus.
Gak ada bosannya.
Lanjutkan suhu.
awas ngos-ngosan om,
tengkyu dah mampir dimari

Lanjutkan kisanak.. abdetannya
siap brader, ditunggu ya
makasih om dah mampir

Guru murid pny satu permohonan guru.......
Cepet update guru,
Murid kepengen pake jurus ENTHOG guru.....
Biar bisa geol kiri geol kanan guru
yaeelaa kok dipanggil guru sih om,
saya cuma share doang kok om :malu:,
makasih om dah mampir

Makasih updatenya hu...mantapppp...mudah-mudahan den Paksi poligamer...
mudah2-an om,
makasih om dah mampir

Mantullllllll euy. Sangat suka suka suka suka suka
makasih om dah mampir

Sundul AhHhh
gocek dulu dikit om baru sundul,
makasih om dah mampir dimari,
masih betahkah?
 
tak rapi rapihin dulu bentar ya kisanak :Peace:
 
Bab 46

Gadis Naga Biru, putri tunggal Majikan Wisma Samudera sendirian menghadapi lawan yang tidak ringan.

Seorang laki-laki berkepala serigala coklat bermata merah darah berdiri tegak dihadapannya, sedang tepat dibelakangnya berdiri tiga siluman serigala dengan bentuk dan rupa sejenis dengan sang pimpinan.
Seluruh tubuh penuh bulu-bulu coklat kehitaman yang terlihat samar-samar.
Dialah Senopati Segawon Alas, senopati berdarah campuran antara manusia murni dengan siluman serigala tulen.
Begitu melihat lawan dihadapannya adalah seorang gadis cantik jelita, air liur Senopati Segawon Alas menetes terus tiada henti.
"Hehehe, dia masih perawan," katanya sambil mendengus-dengus,
"Pasti darah dan dagingnya terasa nikmat di lidah. Betul begitu, kawan-kawan?"

"Auuung ... auuung ... "

Suara lolongan serigala menggema bersahut-sahutan, langsung membuat bulu kuduk Gadis Naga Biru meremang berdiri saat telinganya menangkap raungan serigala haus darah.
Tanpa sadar, kakinya mundur setindak.

Akan halnya Ayu Parameswari dan Nawara berhadapan dengan siluman bermuka kuda dengan rumbai hitam di belakang kepala.
Senopati Jaran Panoleh!

Seluruh Pasukan Kuda Iblis yang terdiri dari lima belas orang siluman kuda berkepala manusia berbaris rapi di belakangnya.
Seketika napas Senopati Jaran Panoleh mendengus-dengus liar mengetahui dua gadis muda cantik jelita berdiri menantang dihadapannya.
Hasrat membara di dalam dirinya bagai disulut dengan api, berkobar-kobar menginginkan pelampiasan.
"Tidak bisa menikmati tubuh Taksaka Sunti, justru digantikan dua gadis cantik dari alam manusia ... hemm ... tidak ada jeleknya," pikirnya memelototi tubuh indah Ayu Parameswari dan Nawara saling bergantian.
"Betul-betul sempurna!" katanya diiringi dengan ringkikan kuda.

Hiieeeghh ... !

Tentu saja dua dara cantik itu merasa diri mereka ditelanjangi oleh tatapan liar lawan!

"Dasar siluman keparat!" desis lirih Nawara.
Sepasang pedang dilolos dari balik punggung secara perlahan.

Srrang! Sriing!

Dua pedang yang sama-sama bergagang kepala rajawali bertolak belakang telah keluar dari sarungnya, dan siap menghirup darah lawan.
Pedang putih keperakan di tangan kiri, sedang tangan kanan memegang sebilah pedang bersinar hijau kekuning-kuningan.
Pada mulanya pedang ini berada di tangan Kucing Iblis Sembilan Nyawa yang telah tewas tanpa memiliki jantung dan hati.

Melihat pedang bersinar hijau kekuning-kuningan berada di tangan Nawara, Senopati Jaran Panoleh tersentak.
"Bagaimana mungkin Pedang Giok Hijau Rajawali Gaib milik si Dewa Rajawali Sakti kenapa bisa berada di tangan gadis itu?
Celaka ... celaka .... ! Kenapa aku harus berhadapan dengan pedang pusaka yang paling aku takuti itu?"

Tentu saja wajah pias Senopati Jaran Panoleh yang cuma sekejap itu tidak luput dari tatap pandang Ayu Parameswari.
"Nawara, tampaknya siluman kuda itu gentar dengan pedang di tangan kananmu," bisik Ayu Parameswari sambil mengembangkan kipas merahnya, pikirnya,
"Dengan begini tidak perlu aku menggunakan Ilmu ‘Susup Sukma Gaib’ warisan guru."

"Aku tahu! Meski sekilas, aku bisa melihat rasa takut di matanya." desis Nawara.
"Kalau begitu ... akan kucongkel mata mesumnya dengan pedang ini!"

Kepungan segala jenis mahkluk itu hanya tidak melakukan apa-apa, selain hanya mengepung orang-orang persilatan itu saja.
Mereka terlihat sedang menunggu sesuatu yang akan terjadi di tempat itu. Meski terdengar desah dan aneka suara menggema di tempat itu, tapi penghuni alam gaib dari Kerajaan Iblis Dasar Langit tetap dalam posisi sebelumnya.
Tidak menyerang dan tidak beranjak dari tempat mereka berdiri!

Justru orang yang paling ditunggu oleh Paksi tidak ada diantara para makhluk gaib yang meluruk ke tempat itu.
"Aneh ... kemana perginya si Topeng Tengkorak Emas?" gumam Paksi,
" ... atau jangan-jangan ... "

Di sisi timur laut, Sepasang Raja Tua, Juragan Padmanaba dan Nawala, melindungi Nyi Dhandang Gendhis yang sedang hamil tua.
Nyonya muda itu berada dalam sebuah ruang batu yang telah diberi pagar gaib oleh ayah mertuanya, dan tentu saja kalung emas terukir mantra ‘Rajah Kalacakra Pangruwating Diyu’ terkalung indah di lehernya.
Dan di sekeliling empat orang persilatan tersebut, masih berlapis dengan Bidadari Berhati Kejam, tiga orang murid utama Partai Ikan Terbang, Tiga Golok Empat Pedang dari Perguruan Karang Patah serta Ketua Perguruan Perisai Sakti, Perisai Baja Bermata Sembilan dengan dua orang muridnya Suratmandi dan Wiratsoko yang telah siap dengan klewang tanpa sarung.

Ketika angin bisa dikatakan berhenti berhembus, di langit meloncat kilatan petir tanpa suara.
Bukan hanya sekali, tapi berulang kali.
Bersamaan dengan loncatan bunga api di langit yang paling panjang dan paling lama, awan kelabu bergulung-gulung dari segala penjuru seakan berusaha menutupi pancaran sinar matahari.

Begitu gulungan awan kelabu menebal, di atas langit terlihat jelas bola kuning raksasa yang sebelumnya memancarkan sinar garang sedikit demi sedikit memerah, semakin lama semakin merah pekat kehitaman, kemudian pada akhirnya tertutup sebentuk bayangan hitam yang bentuk dan wujudnya sama besar dengan sang mentari hingga seluruh tempat itu menjadi gelap gulita, pekat tanpa cahaya, seakan bumi dan seluruh isinya diguyur dengan tinta hitam dari langit.

Untuk ketiga kalinya, Gerhana Matahari Kegelapan terjadi di muka bumi!
Ketika Gerhana Matahari Kegelapan terjadi di bumi, bagaikan muncul dari alam gaib, ribuan cahaya bagai kunang-kunang beterbangan di segala pelosok mata angin mengiringi seberkas cahaya merah pekat berkilau yang turun dari langit, saling tegak lurus menghunjam bumi.

Plashh ... !

Semua mata memandang pancaran cahaya agung kemerahan yang semakin lama semakin mengecil.
Terus mengecil ... terus mengecil dan ... terus mengecil.
Bahkan cahaya kunang-kunang juga semakin rapat mengerumuni pancaran tiang cahaya, hingga seperti bentuknya laksana pilar yang menyangga langit.

Tiba-tiba saja ...

Pyarr ... !

Tiang langit pecah, meledak tanpa suara!
Namun, pecahan tiang langit yang tetap dikerumuni cahaya kuning bagai kunang-kunang berputaran cepat di angkasa.
Semakin lama semakin cepat dan pada akhirnya ...

Wuuungg ... !!

Diikuti suara meraung layaknya ribuan naga angkasa mengamuk, pecahan tiang langit seperti dihempaskan ke bawah dan langsung menukik ke arah Nyi Dhandhang Gendhis berdiam diri.

Blashh ... !!

Nyi Dhandhang Gendhis yang tidak siap dengan kejadian itu langsung terlonjak kaget, tapi kekagetannya sirna tatkala pecahan tiang langit hanya berputaran mengelilingi dirinya.
Cahaya kunang-kunang berputaran lambat-lambat, sedang pecahan tiang langit berwarna merah kemilau bagai bintang bertaburan masih tetap di posisi semula, berputaran di sekeliling tubuh Nyi Dhandhang Gendhis.

Werr ... werr ... !

Perlahan-lahan, tubuh ibu muda itu terangkat naik, bagai di topang tangan-tangan kasat mata.
Sejarak satu tombak, luncuran berhenti bergerak.
Yang terlihat adalah, Nyi Dhandhang Gendhis berdiri melayang setinggi satu tombak di selimuti cahaya merah berkilauan bagai bintang bertaburan sedang cahaya kunang-kunang membungkusnya dengan rapat.

"Apa yang terjadi?" gumam Wanengpati, tetap berdiri di atas pucuk pohon.

"Sebentar lagi kau akan mengetahuinya, anakku," kata Ki Dalang Kandha Buwana.

Sebuah bisikan lembut terdengar jelas di telinga ayah anak dalang itu.

"Sebentar lagi proses kelahiran akan terjadi!
Saat pecahan tiang langit merah selesai bersatu dan masuk ke dalam tubuh bayi, lantunkan mantra sakti kalian.
Jangan ditunda lagi!"

Suara tanpa wujud menggema di dalam dinding-dinding telinga Wanengpati dan Ki Dalang Kandha Buwana.
Suara itu begitu asing di telinga, saat mereka berdua melihat ke sekelilingnya, tidak satu pun orang yang berbicara pada mereka, semua terpaku memandang kejadian menakjubkan itu.

"Siapakah ... "

"Tanyalah pada Paksi!" potong cepat si suara tanpa wujud.

"Bagaimana, Ayah?" tanya Wanengpati pada ayahnya.

"Kita turuti saja," jawab Ki Dalang Kandha Buwana pendek.

Perlahan-lahan, cahaya merah berkilauan memasuki bagian pusar Nyi Dhandhang Gendhis.

Srepp ... !

Saat cahaya merah itu masuk seluruhnya ke dalam perut buncit si nyonya muda, sekujur tubuh wanita hamil itu bergetar lembut bagai menerima sentuhan hangat melenakan.
kejadian itu berlangsung cepat dan hanya sebentar.
Cahaya merah berkilauan keluar kembali dari dalam perut lewat pusar, tapi terjadilah keanehan yang sulit diterima akal sehat.

Dari pusar Nyi Dhandhang Gendhis tiba-tiba keluar sebentuk gumpalan benda bulat bergerak-gerak lembut diselimuti cahaya merah berkilauan. Benda yang bergerak-gerak itu semakin lama semakin membesar ... membesar dan terus membesar.
Sosoknya menyerupai bayi manusia!

Dua helaan napas berlalu. Sosok itu semakin lama semakin jelas bentuknya.
Ketika selesai membentuk raga sempurna, cahaya merah berkilauan memancarkan sinar ke segala penjuru.

Sriiing ... pyar ... pyar ... !!

Ratusan ekor kalajengking, ular-ular setan, kuda siluman dan sebagian besar penghuni alam gaib musnah terkena terjangan sinar merah itu.

Blabb ... blabb ... blubbb ... blushhh ... !

Barisan pengepung langsung geger!

Mereka serabutan lintang pukang tak karuan menghindari terjangan sinar merah yang ternyata bisa menewaskan bangsa penghuni alam gaib.

"Sinar apa itu?" desis Raja Pemalas.

"Itulah yang dinamakan Sinar Pelebur Ruh, seperti apa yang dituturkan mendiang Panembahan Wicaksono Aji dahulu," sahut Bidadari Berhati Kejam.

Bersamaan dengan pancaran sinar merah, dari atas ketinggian terdengar lantunan mantra ilmu gaib untuk mengusir makhluk halus dan sejenisnya.
Mantra ‘Rajah Kalacakra Pangruwating Diyu’!

Mendengar suara mantra yang paling ditakuti para penghuni alam gaib dan sejenisnya, membuat situasi menjadi pengepungan kendor dimana-mana.
Suara letusan dan letupan berulangkali terdengar.
Suara jerit kesakitan para penghuni alam gaib menyebar kemana-mana bagai ratapan dari dalam kubur.

"Panasss ... panasss ... tobattt ... ampuuun ... !"

Blabb ... blabb ... blubbb ... blushhh ... ! Blabb ... blabb ... blubbb ... blushhh ... !

Kepulan asap berbau menyengat langsung menyeruak di sekitar tempat itu.

Blabb ... blabb ... blubbb ... blushhh ... !

Akhirnya ... seluruh tempat itu bersih seperti sebelumnya.
Tidak ada desisan ular dan kalajengking, pekikan kera-kera juga menghilang, ringkikan kuda dan lolongan serigala sudah tidak terdengar lagi.

Akan tetapi, lantunan mantra sakti itu ternyata tidak mempan terhadap enam senopati tangguh Kerajaan Iblis Dasar Langit.
Atau dengan kata lain, mereka berenam bisa bertahan dari lantunan mantra sakti tingkat tinggi.

Enam senopati masih berdiri di tempat masing-masing, hanya saja pancaran 'Tenaga Gaib Siluman' sudah dikerahkan untuk menahan daya lebur mantra ‘Rajah Kalacakra Pangruwating Diyu’ yang dilantunkan Ki Dalang Kandha Buwana dan anak laki-lakinya.

Dari arah selatan, melesat dengan kecepatan kilat sebentuk bayangan hitam, dan sasarannya adalah raga sempurna bayi mungil!

Blassh ... !

Kejadian itu terlalu cepat sehingga sulit diikuti pandangan mata.
Namun, kembali kejadian aneh terjadi.
Cahaya kunang-kunang yang mengelilingi si ibu dan anak tiba-tiba memancarkan kilau cahaya kuning terang, seolah melindungi mereka berdua.

Sriiing ... pyarrr!!

Sosok itu kaget, tapi sudah terlambat untuk menghindar karena cepatnya ia berkelebat dan cahaya kuning terang menerjangnya.
Sontak ia mengempos hawa tenaga dalam sebisa mungkin untuk melindungi diri.

Bwoshh ... !!
B
egitu tubuh si bayangan tersentuh kilau cahaya kuning terang, muncul kobaran api yang langsung menyergap sosok bayangan dengan cepat, menjalar laksana petir menyambar.

"Aaaakhh ... ammpuun ... tolooonggg ... !!"

Teriakan kesakitan kembali membuncah di tempat itu sambil bergulingan berusaha memadamkan api yang membakar tubuh.
Namun anehnya api itu bukannya padam, justru makin berkobar-kobar menjilat-jilat tubuh mangsanya.
Sebentar kemudian, gulingan tubuh berhenti.

Kejadian itu hanya sesaat berlangsung.
Begitu dicermati, sosok tubuh terbakar yang ternyata adalah perempuan bongkok dengan tangan kiri dan kaki kanan buntung sebatas siku tewas dengan tubuh hangus terbakar api.

"Ratu Sesat Tanpa Bayangan," desis Gineng begitu mengenali siapa adanya tokoh yang berniat buruk pada Nyi Dhandhang Gendhis dan anaknya yang terlindung di dalam bola cahaya kunang-kunang.
Ia bisa mengenali Ratu Sesat Tanpa Bayangan dengan adanya tongkat ular kobra yang tergeletak di samping mayat si nenek sesat.

Gineng tidak menyangka sama sekali bahwa tokoh sakti sekelas Ratu Sesat Tanpa Bayangan harus kehilangan nyawa secara mengenaskan dengan tubuh hangus terbakar.
Padahal ia tahu seberapa tinggi kesaktian dari nenek sesat yang dulu pernah membuatnya gentar saat Ratu Sesat Tanpa Bayangan dan Gerombolan Serigala Iblis menyerang Padepokan Singa Lodaya kurang lebih sepuluh tahun silam.

"Itu ... Sinar Pelebur Raga!” ujar Bidadari Berhati Kejam.
“Tubuh hangus terbakar adalah akibat tersengat api gaib Sinar Pelebur Raga yang melindungi bayi itu!”
 
Bab 47

Keadaan di tempat itu yang sedikit terang karena adanya pancaran sinar dari bola cahaya kunang-kunang yang terus berputaran tanpa jeda.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan pihaknya, Paksi Jaladara segera memberi perintah.
"Pewaris Sang Api! Laksanakan tugas!"

Ayu Parameswari yang mendengar perintah, langsung berkelebat cepat yang tentu saja membuat para pengepung siaga menyerang.

Wutt ... !

Dara berbaju merah tidak melakukan serangan apa pun, tapi malah berloncatan dari satu pohon ke pohon lain yang mengelilingi tempat itu.

Bersamaan dengan itu pula, api pun menyala terang.
Rupanya Paksi Jaladara sudah membuat persiapan jika Gerhana matahari Kegelapan terjadi.
Puluhan bahkan ratusan obor ditempatkan di segala penjuru, dan begitu dinyalakan membuat tempat kediaman Kakek Pemikul Gunung dan sekitarnya, bahkan dalam jarak lima belas tombak terlihat terang benderang.

Jlegg!

Begitu tugasnya selesai, Ayu kembali ke tempatnya semula.

Saat api obor menyala terang, terjadi kehebohan untuk kesekian kalinya.
Meski tidak sebanyak sebelumnya, tempat itu kembali terkepung dengan beragam jenis penghuni alam gaib.

Seperti halnya si Elang Salju, pihak lawan juga telah membuat persiapan matang.
Prajurit alam gaib tidak dimunculkan seluruhnya, sehingga yang mengalami kemusnahan hanya sebagian saja.
Topeng Tengkorak Baja sudah mengantisipasi bahwa kekuatan Sinar Pelebur Ruh tidak akan bertahan lama.
Sesuai dengan praduga, sinar maut tersebut hanya memancar sesaat saja sedang api gaib Sinar Pelebur Raga justru diluar dugaan.
Cahaya gaib Sinar Pelebur Raga justru masih melindungi sosok Nyi Dhandhang Gendhis dan bayi yang kini dalam pondongan.

"Aauuuung ... lebih baik kalian menyerah! Percuma saja melawan kami, Enam Senopati dari Kerajaan Iblis Dasar Langit, auuungg ... " kata Senopati Segawon Alas, jumawa.
"Dan biarkan kami mendirikan kerajaan kami di atas bumi.
Dengan begitu kita bisa hidup berdampingan dengan damai."

"Kalian tidak perlu membujuk-bujuk kami, iblis keparat! Percuma saja!" bentak Joko Keling, lalu ia mengambil sesuatu dari dalam cangkang kura-kura, kemudian berkomat-kamit sebentar.
Setelah itu benda dalam genggamannya dibanting ke tanah.

Bluubb, blubb, blubbb ... !

Asap hijau pekat mengepul keluar disertai suara air yang keluar dari dalam tanah.
Begitu asap menghilang, terlihat di hadapan Jin Kura-Kura puluhan sosok manusia berlendir dengan sebuah tempurung kura-kura di punggungnya.

"Pasukan Manusia Rawa! Serang ... !!"

Begitu aba-aba serang dilontarkan, seluruh Pasukan Manusia Rawa langsung menyergap maju.

Demikian juga dengan para pengepung yang melihat lawan telah membuka serangan, langsung menerjang pula diiringi teriakan yang beraneka ragam.
Ada desisan ular, cekikikan tuyul-tuyul, tarapan para kuntilanak, ringkikan kuda siluman semua campur aduk menjadi satu.
Bahkan Enam Senopati pun dengan ganas menyerang orang-orang yang ada di hadapan mereka!

Si Elang Salju yang tidak mau basa-basi segera mengerahkan segenap kemampuannya.
Dikeluarkanlah ilmu tenaga sakti berhawa sedingin salju yang asalnya dari Kitab ‘Hawa Rembulan Murni’ langsung ke tahap ketiga 'Di Bawah Sinar Bulan Purnama', dengan ilmu ini ia menyergap cepat Senopati Monyet Plangon.

Wushh ... !

"Edan! Pemuda ini memiliki hawa dingin yang paling ditakuti bangsa kera," pikir Senopati Monyet Plangon, sambil berjumpalitan mengerahkan jurus 'Kera Hitam Melayang Jatuh' untuk menghindari sergapan hawa dingin.

Melihat lawan bisa lolos, membuat Paksi Jaladara bergerak cepat laksana bayangan putih sambil menggerakkan sepasang tangan memutar di atas kepala.
Segera saja tubuhnya dikelilingi oleh sebentuk cahaya putih tipis yang memendar-mendar memancarkan hawa dingin.

Wess! Bwooshh ... !!

Dan dari sepasang telapak tangan kembali memuntahkan hawa sedingin salju sehingga debu-debu salju dan serpihan-serpihan es terbentuk didalam pusaran disertai liukan angin tajam, dengan tangan bergerak memutar-mutar memilin udara yang ada di sekitar tempat itu.
Pukulan ‘Sepasang Angin Mengguncang Salju’ langsung dikerahkan pada gebrakan pertama, sebab pemuda itu berpikir jika terlalu lama dalam pertarungan, dikhawatirkan membuat lawan yang lebih berat akan mencuri serang di kala mereka lengah.

Whess ... ! Weeerr ... !

Beberapa kera siluman yang mengeroyoknya langsung terseret pusaran angin menggila.
Lalu tangan kiri dikibaskan ke arah kerumunan kera yang jaraknya masih beberapa tombak di depan.

Whess ... !! Pratt! Dharr ... ! Blarr ... !!

Kerumunan kera bagai diterjang badai salju hingga barisan kera pecah berantakan, bahkan ada yang tewas dengan tubuh hancur membentuk serpihan-serpihan darah dan daging beku.
Namun beberapa ekor diantaranya masih ada yang lolos dan menyambar ke arah pemuda itu dengan kecepatan kilat.
Tangan kanan Paksi Jaladara kembali bergerak dengan cepat.

Pratt! Dharr ... ! Blarr ... !!

Kembali terdengar letupan keras disertai dengan salju yang berhamburan kemana-mana, kali ini sisa-sisa gerombolan kera langsung hancur berkeping-keping, takluk dibawah tangan si anak muda!

Tubuh pemuda itu masih diselimuti selapis hawa putih keperakan hingga memunculkan nuansa dingin membeku begitu selesai menggunakan Pukulan ‘Sepasang Angin Mengguncang Salju’. Napasnya terlihat tenang, setenang air danau.

"Pemuda keparat! Kau telah membunuh anak-anakku! Terimalah kematianmu!" Senopati Monyet Plangon membentak keras sambil lincah berjumpalitan tak karuan disertai pekikan-pekikan keras.

Kiikh, kiikhh ... !

Rupanya senopati kera tersebut juga berniat sama dengan lawan, langsung menggunakan ilmu tingkat tinggi tanpa perlu beradu jurus yang melelahkan, sehingga sebentuk hawa hitam kental berbentuk kera raksasa bagai membayangi seluruh tubuh Senopati Monyet Plangon.
Itulah tingkat puncak ‘Tenaga Gaib Siluman Monyet’ milik Senopati Monyet Plangon dari alam gaib!

Melihat lawan telah mengerahkan kekuatan gaib, Paksi Jaladara hanya tersenyum, lalu melepas ikat kepala merah dengan pelan.

Srett ... !

"Jurus terakhir cocok diujicoba sekarang," pikirnya.

Paksi Jaladara yang masih mengerahkan kekuatan hawa tenaga sakti yang bersumber dari Kitab ‘Hawa Rembulan Murni’ tahap ke tiga, kemudian menggabungkannya dengan jurus ke delapan belas dari Ilmu Silat ‘Elang Salju’ yang diwariskan oleh si Elang Berjubah Perak.
Jurus ‘Menyatu Menjadi Elang Raksasa’!

Mendadak terpancar cahaya menyilaukan keluar dari Rajah Elang Putih yang kini tidak tertutup lagi, terus menyelimuti tubuh Paksi yang sedikit demi sedikit terangkat naik ke atas, dan bersamaan itu pula tampak sesosok elang putih raksasa sedang mengepakkan sayap-sayap perkasa di langit kelam, kemudian menukik ke bawah dengan cepat diiringi pekikan menggelegar.

Awwkk! Awwkk!

Weesshh!

Sasarannya adalah bayangan hitam berbentuk kera raksasa!

Jdharr ... ! Dhuuarr ... ! Jdharr ... ! Blamm ... !!

Dentuman keras terjadi akibat beradunya sosok bayangan elang putih raksasa yang berasal dari jurus ‘Menyatu Menjadi Elang Raksasa’ bertemu dengan bayangan hitam berbentuk kera raksasa yang berasal dari ‘Tenaga Gaib Siluman Monyet’.
Dua mahkluk beda jenis dan bentuk itu saling serang disertai pekikan elang dan monyet silih berganti.
Benar-benar pertarungan yang seru!

Sedikit demi sedikit, sosok kera terdesak karena serangan atas yang dilakukan elang putih.
Pada suatu saat, si elang berkelit ke samping sambil mengibaskan cakar kanan kiri bergantian.

Wutt .. wutt ... !

Prakk ... pratt ... crakk ... !

Tangan kiri kera raksasa hancur berantakan setelah dicakar oleh elang raksasa itu.
Kera raksasa meraung keras menahan kesakitan, tapi sebuah sambaran keras dari sayap kanan elang langsung membuat kera raksasa tumbang.

Brakk!

Begitu jatuh ke tanah, hawa ‘Tenaga Gaib Siluman Monyet’ menghilang.
Yang terlihat pundak kiri Senopati Monyet Plangon hancur akibat cakaran elang raksasa.
Kali ini lukanya benar-benar parah dan sulit sekali disembuhkan.

Jika melawan manusia biasa dan mengalami luka, dengan mudah Senopati Monyet Plangon mengobati lukanya dan sembuh dalam sekejap.
Akan tetapi kali ini yang dihadapi adalah pemuda pilihan, pemuda yang dinaungi Rajah Elang Putih sehingga berhak menduduki jabatan Ketua Istana Elang, dilindungi Mutiara Langit Putih atau dikenal dengan nama Pusaka Rembulan Perak dan terlebih lagi, pemuda yang menjadi lawannnya adalah pemilik Bintang Penakluk Iblis ke satu!

Begitu turun ke tanah, bayangan elang pun raib, yang tampak adalah sosok Paksi Jaladara yang berdiri gagah.

"Kau ingin aku yang menghabisimu atau kau menghabisi dirimu sendiri?" tanya Paksi Jaladara alias si Elang Salju, datar.

Senopati Monyet Plangon tidak menjawab, justru menoleh ke kanan kiri seakan mencari sesuatu.

Telapak tangan kiri Paksi menegang kencang terselimuti cahaya tipis kuning keemasan dan yang kanan terselimuti cahaya tipis putih keperakan saat melihat lawan tidak menjawab pertanyaannya.

Dua cahaya tipis kuning keemasan dan putih keperakan semakin lama semakin menebal hingga menjalar sampai pergelangan tangan dan naik sampai siku.
Dua buah ilmu pukulan dahsyat luar biasa berbeda sifat yang menakutkan sebentar lagi akan digelar.
Pukulan ‘Telapak Tangan Bangsawan’ dan 'Tapak Rembulan Perak' dilontarkan bersamaan!

Si Elang Salju menggeser kaki kiri ke belakang, kedua tangan di tarik ke samping pinggang, kemudian didorongkan ke depan dengan mantap, diikuti dengan hentakan kaki kanan ke bumi.

Wuushh! Srakk! Srakkk ... !!!

Terlihat bayangan sepasang telapak tangan raksasa berwarna kuning keemasan menebarkan hawa panas membara dan putih keperakan hawa menebarkan sedingin salju menggebah cepat laksana kilat dan menghantam Senopati Monyet Plangon yang terkesiap melihat datangnya serangan maut yang dilancarkan lawan.

Blarrrr ... ! Blaammm ... !

Tubuh siluman monyet hancur lebur berkeping-keping termasuk pula beberapa penghuni alam gaib yang berada di belakang Senopati Monyet Plangon, yang diantaranya tiga siluman serigala yang mengeroyok Gadis Naga Biru ikut menjadi korban serangan gabungan Pukulan ‘Telapak Tangan Bangsawan’ dan Ilmu 'Tapak Rembulan Perak'.
Bahkan ratusan siluman ular yang melihat beberapa temannya tewas mengenaskan, saling berebutan keluar dari tempat itu.
Tapi mereka lupa bahwa Ilmu 'Kelambu Gaib' telah ditawarkan, sehingga begitu menyentuh pagar gaib yang ditanam ditempat itu, tubuh mereka langsung mengabu.

Kembali Kerajaan Iblis Dasar Langit kehilangan salah satu senopati tangguh!

Di sisi timur laut, Sepasang Raja Tua, Juragan Padmanaba dan Nawala, yang melihat bahwa Nyi Dhandang Gendhis dan bayinya telah dilindungi cahaya kuning kunang-kunang serta melihat bahwa si Elang Salju telah menyelesaikan pertarungan dengan siluman kera, mereka berempat segera menggebah maju.

"Heeea ....! Hiaaaat ... !"

Selain pemilik Delapan bintang penakluk Iblis dan pemilik mantra sakti, yang paling menakutkan dari lawan adalah Sepasang Raja Tua.
Raja Pemalas dengan Ilmu 'Tapak Tangan Putih' tingkat ke lima belas di tangan kiri dan Ilmu gaib ‘Sangkakala Braja' di tangan kanan bagaikan malaikat maut pencabut nyawa.
Akan halnya Raja Penidur yang mengerahkan ‘Kidung Sang Baka’ dan 'Tapak Inti Ungu' tingkat ke dua belas juga tidak bisa dibuat main-main.

Blamm ... blarr ... ! Blusssh ... bless ... !!

Berulang kali para makhluk halus harus main petak umpet dengan dua jago tua ini menghindari serangan gabungan tersebut.
Meski rata-rata yang dihadapi adalah jenis setan yang menggunakan Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat merah dan hitam, tidak membuat Sepasang Raja Tua gentar, bahkan semangat dan jiwa mereka bagai terlahir muda kembali saat mengetahui jumlah lawan semakin lama semakin sedikit.

"Tukang mimpi, kita beradu cepat siapa yang paling banyak membuat setan brengsek ini menemui penciptanya!" serunya sambil melontarkan Ilmu ‘Sangkakala Braja' ke depan.

Wutt!

Blamm ... !

"Siapa takut! aku yakin orang malas sepertimu tidak bakalan menang melawanku!" tukasnya disertai hentakan ‘Kidung Sang Baka’ ke kiri dan kanan secara bersamaan.

Wuss!

Blarrr ... !

Sementara itu, Bidadari Berhati Kejam, tiga jago muda dari Partai Ikan Terbang, Tiga Golok Empat Pedang dari Perguruan Karang Patah serta Ketua Perguruan Perisai Sakti yang bergelar Perisai Baja Bermata Sembilan dengan dua orang muridnya, Suratmandi dan Wiratsoko telah lebih dulu masuk dalam kancah pertarungan.

Sratt ... sratt .. crasss ... crass ... !

Bluuub, blubb, blushh ... !

Dikarenakan sebelumnya telah tahu kelemahan dari para makhluk gaib itu yang menyerang kali ini, membuat mereka yang tidak berbekal ilmu-ilmu gaib pemusnah bisa dengan leluasa melakukan pengurangan jumlah lawan.

Si nenek bersenjatakan Pedang Pusaka Besi Kuning tanpa segan-segan mengerahkan Ilmu ‘Pedang Sukma Gelap' dengan pancaran hawa 'Tenaga Sakti Sukma Gelap' tingkat tujuh sehingga sekujur badan si nenek dan pedangnya yang berkelebatan diselimuti pancaran cahaya kuning buram.

Crass! Crass ... !

Beberapa tuyul hitam dan hijau yang mencoba menyergap dari arah samping harus merelakan tubuh mereka terbelah dua, lalu meledak disertai asap tebal dan lenyap tak bekas.
Bagaimana pun juga pamor gaib besi kuning merupakan salah satu benda keramat yang juga ditakuti bangsa mahkluk gaib, bahkan siluman sekelas Ratu Siluman Kucing dibuat keder oleh pamor gaib tersebut.

Melihat penjagaan di sisi timur laut dalam keadaan kosong seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, si Elang Salju bergegas menghampiri bola cahaya kuning dan berdiri tepat di depannya, sedang tangan kiri dan kanan terlihat mengibas cepat dalam aturan-aturan tertentu.

Swiing ... sritt!!

Dua bayangan berkelebat cepat ke sisi kanan kiri dengan laksana kilat, namun anehnya kedua benda bagai gerakkan tangan-tangan gaib, yang dengan lincah mengikuti arah telunjuk Paksi Jaladara.
Kemana pun dua telunjuk itu bergerak, maka dua bayangan itu juga mengikuti arah yang sama secara bersamaan pula.

Crass! Crass! Crass! Crass ... !

"Aaakhh ... huakkhh ... !"

Bushhh ... bushhh ... !
 
Terakhir diubah:
Bab 48

Rupanya Sepasang Golok Mengejar Bulan telah beraksi.
Sepasang golok berbentuk lengkung seperti bulan sabit dengan lima cerukan di bagian tengah bergerak dalam aturan-aturan tertentu seperti menggunakan jurus-jurus pedang.

Untuk pertama kalinya pemuda sakti berbaju putih menggunakan jurus pedang tunggal aliran Partai Matahari Terbit yang bernama jurus ‘Terbit Di Timur, Tenggelam Di Barat’ untuk menggerakkan sepasang golok lengkung.
Adakalanya tangan kiri bergerak dengan pola-pola serangan ke arah kiri, begitu pula tangan kanan bergerak dengan pola serangan ke arah kanan.

Sett ... reett!!

Suara gesekan angin semakin keras menyayat laksana ratapan hantu di siang bolong.
Semakin cepat bergerak, suara sayatan semakin membuat gendang telinga para penghuni alam gaib laksana ditusuk-tusuk ribuan jarum.
Saat dilanjutkan dengan gerakan menebas, Paksi Jaladara mengubah gerakan menjadi arah yang berseberangan, satu bergerak ke kiri dan satunya bergerak ke kanan dengan kecepatan yang lebih tinggi hingga nampak kelebatan bayangan putih kehitaman, sehingga kelihatan menjadi dua serangan yang berbeda meski tetap menggunakan jurus yang sama.
Tampak dua bayangan yang seolah saling berlomba membantai lawan.
Kali ini gabungan Ilmu ‘Mengendalikan Badai’ dan jurus pedang ‘Terbit Di Timur, Tenggelam Di Barat’ bagai tangan panjang Paksi Jaladara.

Rrrtt ... critt ... ! Crriing!! Triing ... !!

Kepulan asap abu-abu semakin banyak memenuhi tempat itu.

“Pantas Kakang Paksi bersikukuh menggunakan golok uniknya, rupanya ia mahir menggunakan senjata aneh itu dengan cara luar biasa,” kata hati Gadis Naga Biru atau Retno Palupi yang menggunakan Ilmu ‘Pedang Naga Laut’ warisan sang kakek lewat Pedang Samurai Kazebito yang digenggam dengan tangan kanan, sedang tangan kiri merapal ‘Tiga Belas Pukulan Telapak Kosong’, sehingga diantara desingan pedang terselip suara gemuruh ombak yang menghantam batu karang.
Saking cepatnya ia bergerak membuat tubuh gadis itu berubah menjadi sebentuk bayangan biru yang berkelebat cepat menyambar-nyambar bagai camar di laut.

Gadis Naga Biru, putri tunggal Majikan Wisma Samudera bertarung sengit dengan Senopati Segawon Alas, dimana 'Tenaga Gaib Siluman Serigala' sudah dikerahkan hingga maksimal bahkan Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat coklat dikerahkan sampai tingkat tertinggi.
Sehingga seluruh arena pertarungan dipenuhi dengan gulungan bayangan pedang yang menari-nari liar disertai suara tapak menggemuruh laksana badai di laut beradu tanding dengan hujan cakar serigala yang gesit dan adakalanya melakukan gebrakan-gebrakan tak terduga.
Bahkan lontaran beberapa pukulan sakti sering terdengar diantara celah-celah pertarungan.

Akan tetapi, terdapat keanehan pada gerak siluman serigala di kala pedang aneh yang ada di tangan lawan mengejar dirinya.
Siluman berdarah campuran yang kebal senjata karena Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat coklat tidak berani membenturkan sepasang tangan dengan pedang aneh panjang melengkung di tangan gadis jelita yang menjadi lawannya.

“Aneh, kenapa aku memiliki rasa takut terhadap pedang melengkung di tangan gadis itu?” pikirnya sambil mengerahkan tendangan beruntun ke arah kuda-kuda kokoh si dara cantik berbaju biru. “Lebih baik aku rebut dulu pedangnya, baru orangnya kuhabisi belakangan.”

Wukk! Wukk!

Gadis Naga Biru melenting sambil mengayunkan pedang panjang lewat jurus 'Naga Siluman Menjulurkan Lidah' berusaha membuntungi sepasang kaki Senopati Segawon Alas dari atas, sedang tangan kanan menyerang dengan jurus 'Selaksa Tapak Membelah Laut'.

Werr ... swerrr ... ziing ... !

Melihat kaki terancam putus sebatas lutut sedang bagian atas dihadang puluhan tapak yang datang bagai gelombang membuat Senopati Segawon Alas mengambil resiko tinggi. Mengandalkan Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat coklatnya, manusia serigala berguling ke depan dan membiarkan bagian punggung terhantam serangan lawan.

Dess! Prakk! Brakk!

Bersamaan dengan itu pula, sepasang kakinya berhasil lolos dari sergapan pedang, namun ia melupakan satu hal!
Bagian ekor!
Di bagian itu terlupa sama sekali, karena ia hanya memikirkan sepasang kaki. Hingga tanpa bisa dicegah lagi, ekor panjang Senopati Segawon Alas terbabat putus setengah lebih.

Crasss ... !!

“Aaauuuungg ... “

Suara raungan serigala kesakitan langsung terdengar keras.
Darah kental coklat kehitaman menetes keluar dari bekas potongan ekor.

“Sial ... ternyata mata pedang berasal dari batu dingin dari Pegunungan Himalaya,” terdengar gumaman lirih saat merasakan rasa dingin menjalar masuk lewat bagian ekornya yang terpotong putus.
Darah kental kecoklatan menetes keluar disertai bau amis.

Melihat lawan terluka membuat serangan Retno Palupi semakin meningkat.
“Serigala jelek! Lebih baik kau menyerah saja!” serunya sambil memutar-mutar pedang membentuk gulungan-gulungan tajam, kemudian dikibaskan ke depan diiringi bentakan keras. “Terima jurusku ... ! Hiyaaa ... !”

Wuuukk ... wuuk ... werr ... !

Sebentuk gulungan hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut' langsung menggebah maju disertai serangan tapak yang menyusul belakangan. Jurus kedua dari ‘Tiga Belas Pukulan Telapak Kosong’ yang bernama 'Dewa Samudera Memecah Gelombang' menggebah dengan dashyat bagai mendorong maju gulungan hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut'!

'Tenaga Gaib Siluman Serigala' sudah tidak seperti sebelumnya, menurun separoh lebih karena putusnya bagian ekor, sebab di bagian ekorlah sebenarnya merupakan titik lemah paling utama dari ilmu tenaga gaib tersebut.
Meski tanpa sengaja terputus oleh lawan, membuat Senopati Segawon Alas harus berpikir dua kali lipat memapaki dua jurus serangan lawan. Namun saat ini tidak ada waktu lagi untuk berpikir panjang.
Tidak ada pilihan lain, dengan kekuatan tersisa ia mengemposkan 'Tenaga Gaib Siluman Serigala' ke tahap yang paling tinggi bisa ia kerahkan.

“Brengsek! Hanya bisa pada tingkat ke lima!” pikirnya kuatir, sedang serangan lawan kini sejarak setengah tombak lagi di depannya.
Diikuti raungan keras, sepuluh kuku jari Senopati Segawon Alas berubah memanjang.

Crakk! Crakk! Crakk!

Ilmu 'Sepuluh Kuku Serigala Setan' dengan manis memotong-motong hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut', bahkan puluhan serangan tapak dari jurus 'Dewa Samudera Memecah Gelombang' pun kandas di bawah Ilmu 'Sepuluh Kuku Serigala Setan' yang dilancarkan si manusia serigala.

Blarr ... blarrr ... !

“Ha-ha-ha! Bagus, rupanya kemampuanmu tidak setangguh yang kukira, anak manusia!” seru Senopati Segawon Alas setelah mengetahui bahwa tenaga sakti milik lawan tidak sehebat penampakannya.
Hal itu membuat semangatnya meninggi seketika.
Namun rasa senangnya hanya sesaat.
Tiba-tiba sebuah gulungan kecil menyeruak di antara pecahan hawa pedang dan tapak.

Crass! Crass! Crass! Crass!

Akibatnya, dari ujung jari sampai pangkal lengan Senopati Segawon Alas terbabat putus membentuk potongan-potongan daging kecil-kecil.

Plukk! Plukk! Blushh ... !!

“Auuuungg ... auuungg ... Bangh ... shhat ... !”

Kembali terdengar raungan serigala kesakitan untuk kedua kalinya, kali ini lebih keras dan lebih menyayat hati!
Kehilangan ekor masih bisa ditumbuhkan lagi dengan bertapa selama dua purnama, tapi kehilangan dua tangan sekaligus dalam waktu bersamaan justru membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menumbuhkan tangan baru yang sama bentuk dan sifatnya.

Rupanya Gadis Naga Biru menerapkan teori 'di dalam jurus ada jurus'.
Saat ia mengerahkan hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut' memang dikerahkan bentuk hawa bayangan tanpa ada tenaga dalam yang menyertainya.
Demikian pula dengan jurus 'Dewa Samudera Memecah Gelombang' yang meski terlihat garang dari luar, tapi kosong di dalam.
Itulah sebabnya mengapa Ilmu 'Sepuluh Kuku Serigala Setan' milik Senopati Segawon Alas dengan mudah membuat dua jurus maut tersebut tercerai-berai.

Begitu dua jurus pancingannya berhasil memancing kelengahan lawan, jurus 'Naga Meliuk Menelan Mangsa' yang berbentuk sebuah gulungan kecil menerobos di antara celah-celah jurus yang hancur.
Dan hasilnya, dari ujung jari sampai lengan Senopati Segawon Alas hancur tercacah-cacah!
Kembali senopati Kerajaan Iblis Dasar Langit kalah telak!

“Bagaimana?
Kita lanjutkan pertarungan?” kata Gadis Naga Biru sambil menodongkan ujung mata pedang ke leher Senopati Segawon Alas diiringi senyum penuh kemenangan.

“Kau hebat, anak manusia! Aku mengaku kalah padamu! Kalau mau bunuh, bunuhlah!” seru Senopati Segawon Alas, namun di otak liciknya ia berkata lain, “Setahuku, para manusia biasanya akan melepaskan lawan yang sudah menyerah kalah.
Begitu ia lengah ... aku bisa membokongnya dari belakang!”

“Kalau begitu ... dengan senang hati, sobat!”

“Tung ... “

Crasss ... !

Pedang Samurai Kazebito langsung berkelebat cepat dari kiri ke kanan di atas leher.

Buushhh ... !

Jurus sederhana tanpa variasi telah menamatkan riwayat Senopati Segawon Alas dengan kepala lepas dari lehernya.

“Huh, siluman jelek macammu berusaha mengkadali aku? Tolol bin bego namanya,” gerutu Gadis Naga Biru.
Tiba-tiba dari mulut Gadis Naga Biru menetes darah segar!
Rupanya serangan terakhir lawan secara tidak langsung mengenai bagian dalam tubuhnya sedikit berguncang, hingga membuat gadis cantik berbaju biru laut mengalami luka dalam meski tidak terlalu parah.
Gadis itu segera menyusut darah yang menetes keluar.

Paksi Jaladara yang melihat Gadis Naga Biru terluka, segera berkelebat menghampiri.

“Kau terluka, Nimas?”

“Hanya luka ringan, kakang. Tidak apa-apa.”

“Lebih baik kau sembuhkan dulu lukamu di sana,” kata Paksi Jaladara sambil memapah Gadis Naga Biru, lalu berjalan cepat di depan bola cahaya kuning kunang-kunang.

“Cepat telan ini,” kata Paksi Jaladara sambil memasukkan sebuah bola kecil ke dalam mulut kekasihnya.

Gadis Naga Biru menurut saja, membuka mulut dan menelan benda putih yang rasanya manis dan harum, kemudian duduk bersemadi menyembuhkan luka.

Dengan tewasnya Senopati Monyet Plangon dan Senopati Segawon Alas, membuat para pendekar yang lain semakin bersemangat.

Di posisi lain, Senopati Babi Angot si siluman babi telah berubah bentuk menjadi celeng hutan seukuran kerbau bunting.
Berbulu hitam legam seperti arang dan mengkilat seperti berminyak.

Sudah berulang kali Gineng, murid tunggal Tabib Sakti Berjari Sebelas dari Pulau Khayangan menyarangkan tendangan dan pukulan-pukulan sakti tapi selalu meleset.
Tidak ada satu pun yang tepat sasaran.

“Aneh, semua jurus-jurusku seperti menyentuh benda licin.
Jurus ‘Pisau Lidah Naga’ seperti tidak berguna sama sekali,” pikirnya sambil menyerang beberapa titik kelemahan celeng raksasa yang main seruduk dengan sepasang taring tajam di mukanya.

Syutt! Sett!!

Kembali jurus 'Pisau Menusuk Enam Nadi' gagal.

“Bocah ingusan! Grook ... Kau tidak akan bisa menembus Ilmu 'Kulit Celeng Emas' dengan cara apa pun! Grook!” seru Senopati Babi Angot sembari menyeruduk ke depan dengan cepat.

Memang pada dasarnya siluman babi ini tidak memiliki satu jurus silat pun dan dia pula satu-satunya senopati dari Kerajaan Iblis Dasar Langit yang tidak memiliki jurus-jurus silat, akan tetapi jika ilmu-ilmu kesaktian, dialah gudangnya.
Ilmu 'Baju Besi Iblis' bisa dikuasai hingga tingkat emas, sedang para senopati lain paling banter cuma tingkat hitam, coklat atau merah itu pun sudah bisa dibilang tangguh.
Dan dia pulalah satu-satunya siluman yang berani menggabungkan Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat emas dengan 'Tenaga Gaib Siluman Babi' hingga menghasilkan ilmu baru yang dinamainya sendiri Ilmu 'Kulit Celeng Emas' dimana ilmu berupa selubung cahaya hitam keemasan yang bisa mementalkan segala macam senjata dan pukulan sakti apa pun baik dari golongan manusia dan mahkluk gaib.

Sekilas kemampuan Ilmu 'Kulit Celeng Emas' mirip sekali dengan Ajian 'Belut Putih' atau Ilmu 'Lembu Sekilan' yang bisa mementalkan serangan dalam jarak sejengkal tangan.
Akan tetapi yang paling diandalkan siluman babi ini adalah sebentuk benda bulat merah muda seperti gelang yang tersangkut di hidungnya.
Benda sakti yang paling diburu para manusia yang konon katanya bisa membuat kebal, menghilang tanpa bayangan bahkan menjadi orang paling sakti di seluruh jagad.
Rantai Babi!

Gineng bergerak lincah menghindari serudukan lawan.

Brakk!

Pohon jati sebesar sepelukan orang dewasa langsung tumbang!

“Gila, pohon segede gitu bisa tumbang,” pikir Gineng sambil menghindari rubuhan pohon jati.
“Kepalanya pasti dari batu dia!”

Brassh ... !

Begitu pohon tumbang menyentuh tanah, Gineng kembali melakukan serangan yang lebih dahsyat.
Kali ini ia tidak menggunakan Ilmu Silat ‘Tangan Seribu Depa’ atau pun Jurus ‘Pisau Lidah Naga’ yang diajarkan oleh Ki Ragil Kuniran, tapi sebentuk ilmu silat yang hanya dimiliki oleh orang-orang dari Pulau Khayangan.
Ilmu Silat ‘Aliran Pulau Khayangan’!
Sepasang tangan Gineng bergerak lincah menampar, menebas, menusuk dan menotok dengan kecepatan kilat disertai hamparan hawa panas menggila.

Tukk! Takk! Took! Prakk! Jrubb!

Hawa serangan panas langsung menyusup masuk ke dalam tubuh lawan.
Berulang kali Gineng melakukan serangan tersebut hingga celeng raksasa merasakan sekujur tubuhnya bagai dimasukkan dalam kuali mendidih, sehingga beberapa bagian dari tubuh Senopati Babi Angot yang terselubungi Ilmu 'Kulit Celeng Emas' terlihat koyak di hampir seluruh tubuhnya.
Dan akibatnya ... tubuh besar itu bagai di bakar api dari dalam!

Grroook ... groookk ... !

Dengusan keras keluar dari lubang hidung disertai semburan api.
Rupanya Senopati Babi Angot berusaha meredam hawa panas yang membakar tubuh dari dalam dengan menggunakan kelebihan Ilmu 'Kulit Celeng Emas'-nya. Tanpa perlu tempo lama, tenaga asing yang masuk ke dalam tubuh bisa dikeluarkan sebagian besar.

“He-he-he, anak manusia! Rupanya kau masih berhubungan dengan si Naga Khayangan!”

“Huh, aku tidak kenal dengan si Naga Khayangan!” seru Gineng setelah melihat jurus 'Menampar Matahari Menghias Langit'-nya gagal.

Memang perlu diketahui, pemuda yang dulu pernah menjadi kusir Ki Ragil Kuniran ini memang baru tiga tahun lamanya diangkat sebagai murid terakhir dari Ki Gedhe Jati Kluwih atau yang terkenal dengan julukan Tabib Sakti Berjari Sebelas.
Namun dengan waktu yang sependek itu, ia sudah harus turun gunung membantu Paksi Jaladara yang sedang menghadapi masalah pelik yang erat kaitannya dengan kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi.
Sampai-sampai silsilah Aliran Pulau Khayangan pun tidak sempat diceritakan oleh gurunya, karena waktu itu sudah sangat mendesak sekali.

Dengan berbekal ilmu silat baru, ia langsung beradu cepat dengan waktu yang semakin sedikit dan pada akhirnya ia sampai di tempat tujuan tepat pada waktunya.

“Apa? Kau tidak kenal dengan si Naga Khayangan?” kata Senopati Babi Angot dengan heran.
“Lalu bagaimana kau bisa menguasai ‘Tenaga Sakti Pulau Khayangan’?”

“Karena aku murid Tabib Sakti Berjari Sebelas dari Pulau Khayangan!” bentak Gineng sambil melancarkan dua pukulan lurus ke depan.

“Huh, cuma ‘Tonjokan Dewa Melintas Langit’! Apa bagusnya?” jengek Senopati Babi Angot sambil menggoyangkan kepala.
Dari Rantai Babi meluncur seberkas cahaya merah yang langsung memapaki gumpalan api yang berasal dari ‘Tonjokan Dewa Melintas Langit’!

Blamm!

Gineng langsung terpental ke belakang disertai tersemburnya darah merah dari mulut.

Brugh!

Pemuda itu terkapar dengan napas kembang kempis, jelas bahwa murid dari Tabib Sakti Berjari Sebelas dalam kondisi terluka parah.

Meski cuma satu serangan saja, Rantai Babi yang ada di hidung Senopati Babi Angot sekelas dengan gempuran delapan orang tokoh sakti rimba persilatan.

Jika pemuda itu masih bisa menggerakkan kepala dan jari tangan itu sudah merupakan keberuntungan yang tak ternilai.
“Celaka! Siluman babi ini lebih kuat dari perkiraanku sebelumnya,” pikir Gineng sambil berusaha bangun.

Baru saja mengangkat kepala, sebuah bayangan hitam sudah melayang di udara, siap menimpa tubuh Gineng dari atas.

“Mampus kau, anak muda!” seru Senopati Babi Angot dari ketinggian.

Gineng hanya bisa membelalakkan mata dan bayangan kematian terlintas di dalam benaknya.
Meski otaknya menginginkan ia bergerak menghindar, tapi luka dalamnya tidak memungkinkan tubuh pemuda itu bergeser sedikit pun juga. Semua bagian tubuhnya seperti dirontokkan dari dalam.
Satu-satunya yang masih bisa bergerak hanyalah jari tangan kiri!

“Simbok! Guru! Ki Ragil! Aku pamit mendahului kalian!” seru Gineng keras-keras sambil menghimpun ‘Tenaga Sakti Pulau Khayangan’ sekuatnya.

Paksi Jaladara yang melihat Gineng dihimpit maut hanya bisa terpana.
Pemuda itu seakan terbius oleh kejadian yang terjadi di depan mata.
Sulit sekali si Elang Salju menggerakkan kaki tangan yang seolah-olah terpaku kencang di bumi.

Wutt!! Blamm ... Blamm ... !

Tubuh celeng hutan jelmaan dari Senopati Babi Angot dengan keras menghantam tubuh lunglai Gineng.
Bobot ribuan kati dengan manis menggencet tubuh pemuda yang dulu sangat akrab dengan Paksi Jaladara.
Tiba-tiba sebentuk kesadaran muncul dalam keterlambatan.

“Kakang Gineng!” seru Paksi sambil jatuh berlutut melihat Gineng yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri mati mengenaskan.
Mata pemuda itu nanar memandang kepulan debu yang membuncah menutupi tempat pertarungan antara Gineng dengan Senopati Babi Angot terjadi.

Begitu debu meluruh, terlihat suatu pemandangan ganjil!
Tubuh celeng raksasa itu seperti mengambang sejarak sejengkal dari tubuh Gineng, sedang pemuda itu terlihat menutup mata sambil tangan kiri menusukkan sesuatu ke dalam perut lawan yang berusaha menindihnya dari atas.

“Kau ... kau ... grookk ... “

Hanya itu yang terdengar dari mulut Senopati Babi Angot yang secara berangsur-angsur berubah wujud menjadi sesosok tubuh besar laki-laki dengan badan gemuk luar biasa.
Seluruh tubuhnya terbungkus baju tebal warna hitam, hanya di bagian hidung yang tetap berbentuk seperti moncong babi sedang di tangan kanan terdapat sebentuk gelang Rantai Babi.
Sesaat kemudian tubuh serba hitam itu diselimuti pijaran cahaya biru keemasan yang membungkus dengan cepat tubuh besar yang semula ingin menindih Gineng.

Sratt ... srattt ... rett ... !!

Sebuah senyum terukir di bibir bertaring.
“Terima kasih, anak muda!
Kau telah menyempurnakan diriku yang terbelenggu dalam naungan iblis,” kata lirih Senopati Babi Angot.

“Apa maksudmu?”

-o0o-
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd