Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjuanganku Menaklukkan Ketakutan

Otw update. Tapi nanti malem 😁
 
Selamat malam, semoga selalu sehat buat semuanya...
Terima kasih yang masih setia membaca.

And for this following Chapter is my true story.
*crying*

------------------------------------------------


CHAPTER XXXVI: WE ARE DONE
Hubunganku dengan Dita akhir-akhir ini sedikit tersendat. Yang biasanya tiap malam teleponan. Sekarang jadi jarang. Bahkan sekedar memberikan kabar satu sama lain pun sudah taka da waktu. Masing-masing memiliki kesibukan sendiri.

Dita sekarang sudah diterima menjadi dosen di UII. Menjadi seorang dosen termuda dengan kepintaran melampaui senior-seniornya. Sementara itu Bapak Dita sudah memburuk kesehatannya. Seminggu sekali harus cuci darah. Aku hanya bisa berdoa-dan berdoa saja dari sini untuk kesembuhannya.

Hubungan kami diperburuk dengan setiap ada pembicataan dengan Dita, apa yang dibahas adalah masalah pernikahan. Memang tujuan kita kesana, namun aku yang baru saja bekerja tidak mungkin langsung mengiyakan apa permintaannya.

Kondisi yang membuatku sungguh bimbang. Bahkan kadang membuat konsentrasi terpecah di tengah kesibukanku bekerja.

Hari jumat ini ada libur panjang, aku berencana pulang ke Jogja. Karena sudah sebulan tak pulang. Rasa rinduku dengan kedua Bapak Ibu sudah memuncak. Sekaligus melepas rindu dengan Dita karena kemarin Dita sempat berkata dalam pesan singkatnya

“Kapan kamu pulang? Aku mau ngomong sesuatu sama km”

Sebuah kata yang menurutku memerlukan perhatian yang lebih. Jika seorang Wanita atau pasangan kita berkata demikian, ada sesuatu yang harus dibahas serius dan mendalam.


---------------------

Hari Kamis sore pun aku berangkat ke Jogja memakai kereta ekonomi. Berangkat dari Stasiun Pasar Senen menuju ke Lempuyangan.

Dalam perjalananku ke Jogja, kali ini penuh dengan pikiran. Pikiran yang macam-macam dan bahkan aku sudah membayangkan hal buruk yang bakalan terjadi antara aku dengan Dita. Bahkan saat dorang sebelahku mengajakku berbincang, aku tak menanggapinya, atau menanggapi dengan balasan yang kacau.

Pagi pun datang, aku pun tiba di Stasiun Lempuyangan. Sudah dijemput Dita di pintu keluar. Hal yang selalu kami lakukan saat salah satu dari kami keluar kota, yaitu menjemput dan diantar. Tentu saja aku tak lantas pulang ke rumah.

Pagi itu aku ngajak Dita sarapan Lontong Sayur Padang langganan kami di komplek UGM. Lalu dilanjutkan ke kosan.

Saat kami sarapan, Dita hanya berbicara seadanya, seakan kita berdua adalah dua orang yang tak saling kenal. Hanya ada makan, selesai, lalu pulang.

Sesampainya di kosan Dita, aku pun mulai membuka pembicaraan

“Jadi gimana sayang, apa yang mau km omongin?” tanyaku kepadanya.

“Sebentar ya” jawabnya.

Dia kemudian ke kamar mandi, bersih-bersih, ganti baju dan kembali menemuiku yang sedang duduk di Kasur, sambil menonton tayangan kartun kesukaan kami Speongebob.

“Kamu tahu kan keadaan orangtuaku kaya gimana Alan” Dita memulai obrolan serius.

“Iya, tau. Bapak km sedang sakit, dan harus cuci darah setiap minggu. Aku tahu itu. Kan kita sering omongin di BBM” jawabku.

“Jadi minggu lalu, aku pulang ke rumah. Bapak kemarin ngomong sama aku, dia tanya kapan dia bisa gendong cucu. Aku hanya bisa menahan air mata dihadapan beliau. Aku tahu kita ini serius, namun aku tanya sekarang sama kamu. Maaf kalau lancang dan terus terang. Kapan km mau lamar aku?”

“Aku hanya kuatir kalau terlalu lama, impian Bapak buat gendong cucu tidak kesampaian. Aku tak ingin begitu Alan.”

“Aku butuh kepastian dari kamu. Sekarang juga.” Tanya dita dengan mata berkaca-kaca

“Kalau kamu tidak bisa memberikan kepastian sekarang. Lebih baik kita udahan aja” Kata Dita.

Apa yang disampaikannya benar sesuai dengan apa yang aku takutkan. Tubuhku bergetar, tak bisa berkata-kata. Seolah badanku terhempas peluru bertubi-tubi peluru, menembus raga.

Aku belum siap untuk memutuskan ini. Aku masih ingin membahagian orangtuaku. Segalanya menjadi sulit bagiku.

Usiaku sekarang 25 tahun, sama seperti Dita.

Memang benar kata orang bahwa umur 24 bagi seorang Wanita adalah usia yang rawan kalau dia tak segera menentukan arah pernikahannya. Hal ini juga yang dialami Dita. Dia tak ingin menjadi Wanita yang telat menikah.

Sementara aku, seorang lelaki yang masih memiliki kewajiban membahagiakan orang tuaku.

Mau tak mau aku harus mengambil sikap sekarang.

“Kalau kamu nanya kesiapanku, aku siap. Tapi tidak sekarang dan tidak saat ini. Dan tidak pula aku memiliki target waktu kapan bisa meminangmu.”

“Kamu tahu kan aku masih butuh waktu untuk membahagiakan orangtuaku terlebih dahulu. Tolong beri waktu aku untuk berpikir” Jawabku menanggapi apa yang Dita sampaikan.

Air mata Dita pun menguur deras, membahasi pipinya. Kami berpelukan.

Erat, sangat erat sekali.

Sambil terisak-isak pun dia berkata dengan lirih tepat di samping telinga kananku.

“Jadi, kita udahan saja ya Alan.”

Aku pun semakin erat memeluknya, tak ingin melepasnya. Kami berdua menangis bersama.

Keadaan membuat kami menjadi di fase ini. Fase dimana kita berdua harus menentukan pilihan ditengah sulitnya keadaan.

Dengan tangis sesenggukan aku berkata kepada Dita

“Aku sayang sama kamu Dita. Lebih dari apapun. Maafkan aku selama ini. Aku mohon pikirkan lagi”

“Aku tak ingin kehilanganmu Dita”

Pintaku dengan derai air mata yang menetes kencang. Dalam tangis yang deras ini, aku tak bisa berkata-kata banyak. Malu rasanya lelaki yang sudah dewasa ini menangis di depan Wanita. Namun apa daya, semua harus diputuskan.

“Alan… aku harus dapat keputusan darimu saat ini juga. Kalau kamu bilang nanti, nanti dan nanti. Sampai kapan? Aku masih ingin orang tuaku menjadi wali nikahku Alan. Kamu paham kan?” Jawab Dita dengan nada yang sedikit kencang.

Raga ini berasa kosong, hampa tak bernyawa.

Aku tertunduk lesu tak sanggup menghadapi ini semua.

“Aku sayang kamu.. sampai kapanpun. Terserah mau kamu bagaimana. Tapi yang pasti aku akan selamanya mencintaimu.” Jawabku.

Tangis kami pecah seketika… Pelukan erat ini bisa jadi yang terakhir aku dan Dita.

“Oke, kita putus” Ucap Dita, melepaskan pelukanku.

Kami saling pandang, saling tatap berlama-lama. Air mata menetes deras. Aku tak bisa berkata-kata lebih. Aku merasa menjadi seorang yang pengecut.

Kami pun berpelukan erat. Isak tangis kami mengiringi. Ketika semua tak bisa diucapkan dengan kata-kata. Tangisan kami sudah mewakilinya.

Dalam hatiku, apapun yang terjadi nanti, aku harus kuat menghadapinya. Semua ujian ini aku yakin akan berbuah manis. Aku harap Dita rela dan mau menungguku untuk meminangnya kelak.

Waktu sudah agak siang, aku pun pamit untuk kembali ke rumah. Setelah air mati ini tak lagi bisa keluar.

“Udah ya Dita, aku harus balik ke rumah. Ngga enak sama Bapak Ibu sudah nungguin dari tadi” Pamitku ke Dita dengan mata sembab.

“Iya Alan, aku minta maaf kalau selama hubungan kita ini aku banyak salah. Banyak kurangnya dan sering menyakitimu” ucap Dita sambil mengusap air mataku.

Kami berdua saling mengusap air mata.

“Aku yang minta maaf kepadamu Dita. Maaf belum bisa memenuhi segala keinginanmu dan keinginan orang tuamu. Semoga saja tak lama aku bisa meminangmu” Ucapku.

Kali ini Dita tak mengantarku ke pangkalan angkot. Aku sendirian yang berjalan sampai pinggir jalan besar untuk naik angkutan kota. Keumdian berlanjut ke bis antar kabupaten.

----------------------

Aku kembali dengan angkutan umum, dan sampai rumah kurang lebih satu jam lamanya. Di perjalanan aku terngiang-ngiang wajah Dita, bagaimana ketulusannya, bagaimana caranya mencintaiku. Semua keindahan dan kebahagiaan yang kami lalui bersama.

Sesampainya di rumah, aku pun sungkem sama kedua orang tua. Kemudian menyendiri di teras samping rumah. Sambil sesenggukan mengusap mata. Menahan tangis agar orang rumah tidak tahu.

Tiba-tiba Ibu datang menghampiriku..

“Kowe kenopo le?” Tanya ibu dari samping sambal memegang pundakku.

Membuatku tak siap untuk bersikap biasa. Dia tahu anak lelakinya menangis. Dia tahu betul bagaimana kebiasaan anaknya jika dilanda kesedihan.

“Aku putus sama Dita buk..” jawabku diiringi pelukan hangat Ibu.

Meskipun sudah dewasa, orang tua selalu masih menganggaap anaknya masih kecil.

Diusapnya kepalaku, sambal berkata pelan.

“Uwis orapopo.. lelaki itu jangkahane dowo. Gak usah kuatir. Ibu selalu doakan kamu biar dapat jodoh yang lebih baik.”

“Kamu sudah jadi pegawai negeri. Impian orang banyak. Pasti nanti gampang menccari gantinya” Ucap Ibu menghiburku.

“tapi aku sayang sama Dita bu” balaskku

“Le, cinta itu bukan hanya soal Bahagia saja, yang Namanya cinta itu juga ada susahnya, ada jatuhnya, ada sedihnya. Kalau mau Bahagia terus ya itu Namanya pasar malem.” Jawab Ibuku sambil bercanda.

Dia paling bisa menenangkan hati anaknya yang sedang galau..

“Eheheh.. iya bu.. makasih ya bu udah bisa membuat anakmu senyum lagi” ucapku kepada Ibu.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Ach aku baru tau....
Warbiyasahhhh ompap 👏👏👏👏👏👏
Proud of you 🤗
Sikasikk punya bacaan baruu...
Semangatttt!!
Terima kasi mbak srii...
lama ga update. baru sempat update..

maap kalau tidak sesuai selera. masih amateur.
 
Wejangan ibu sama seperti ibuku dan ibu- ibu yg lain. "Wong lanang kuwi langkahe dowo". Leres mas, urip kudu terus berjalan. Biarkan waktu yg akan menyelesaikan. Saat dikampung dulu jg aku berfikir jodoh ku gak usah adoh-adoh, tp setelah merantau ke Plat F lah ketemu neng kene. Padahal yo tonggo sebelah wkwkwkwkww :D Leres apa bener mas @papaweekend
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd