Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
Sebenarnya gak ada cerita sampingan Om, semua pemeran yang tampil di cerita saya berterkaitan Om, kecuali tokoh yang nanti di taklukkan Rayhan, sebagian memang sampingan, tapi belum muncul sekarang, munculnya di Bab 2, Bab 1 selesainya sampai part 18, tinggal dua chapter lagi Bab 1 selesai, total Bab perkiraan ada sekitar 11Bab kurang lebih.
Kalau misalkan saya fokuskan ke Rayhan saja, nanti pas masuk ke dalam konflik yang besar malah bingung karena tiba-tiba ada toko baru yang masuk gitu aja, pasti nanti akan timbul banyak pertanyaan yang malah bikin cerita makin tidak jelas.
Jadi begitu om penjelasan nya, sebenarnya kalau kalian baca dengan teliti tanpa lompat2 saya yakin pasti ada yang mulai tersambung walaupun masih abu-abu.
Contoh di bagian Salma dan Mbah dukun, saya baca di komentar tidak ada yang membahasnya, padahal di situ sudah ada tali merahnya antara Mertua dan menantunya, tapi mungkin karena cerita saya terlalu panjang jadi terlewatkan.
Tapi ya mau gimana lagi, resiko cerita yang agak panjang bikin malas bacanya, karena saya juga gitu, hahaha...
Gini aja deh Om, apa perlu setiap chapternya kita bagi dua biar enak bacanya, atau tetap panjang.
Soalnya di bab 2 kemungkinan update ceritanya akan semakin panjang, soalnya Bab 2 itu pintu masuk pokok permasalahannya.
Di tunggu komentar jawabbannya ya temen2 apakah chapter selanjutnya di bikin lebih pendek dengan membagi 2 setiap chapter atau tetap seperti ini.
Mohon di jawab ya, besok kalau gak ada halangan saya akan update lagi.
Seperti biasa aja Hu
 
Terimakasih Om atas dukungan, saya juga ingin cerita ini tamat dan memiliki karya yang akan selalu diingat warga semprot.
Cuman terkadang terkendala dengan pekerjaan yang membuat mod turun naik.
Buat teman-teman yang membaca cerita saya, saya sarankan untuk membaca utuh cerita saya, karena pada dasarnya setiap cerita tokoh yang ada di pesantren series itu menyambung ke chapter chapter selanjutnya, dan juga ada proses perubahan karakter di setiap tokonya.
Agar nanti agan tidak kaget kalau melihat perubahan karakter yang dulunya biasa jadi luar biasa, yang dulunya gentle jadi cupu, yang cupu makin cupu.
Dan mohon maaf kalau cerita saya belum sempurna, karena saya masih newbie dalam dunia tulis menulis.
Real life tetep utama hu...

Tapi semoga harapan kami bisa di wujudkan.

Berikanlah memek sazkia pada kontolnya raihan dgn tulus ikhlas dgn penuh gairah dan kenikmatan



Hehehehehw
 
tnang suhu,, klo sy sih tdk mnuntut untuk lbih 😁 semampunya hu klo gk bisa bnyak jgn di pksa ,
lncar trs huuu RL nyy,,
 
Kalau kita sebgai pmbaca terserah suhu gimna baik nya . Suhu senang update pun lancar ;)
 
Wahh ternyata dukunnya pake kumis palsu, Salma udah masuk jerat ini,, Dwi bakalan juga ga ya? Kan sama2 belom punya anak nih
 
Lagi di tunggu kelanjutannya suhu..
Semangat suhu.. Jangan kasih kendor..
Zaskia sama rayhan kapan ya kira2 hanya di gesesk-gesek saja ya..
 

Aurel

09:30

Dari kemarin Aurel menghabiskan harinya dengan tangisan, ia sangat marah, kecewa dan sedih setelah apa yang ia alami kemarin. Sungguh ia tidak menyangkah kalau kedua sahabatnya akan dengan teganya menjebak dirinya, membiarkan dirinya di nikmati oleh Dedi dan kawan-kawannya.

Selepas lonceng istirahat di bunyikan, Aurel bergegas keluar dari kelasnya. Bahkan ia tidak mengubris ketika seseorang memanggilnya.

Aurel sudah membulatkan tekadnya bertemu dengan teman-temannya. Ia ingin bertanya langsung kenapa sahabatnya sendiri bisa menjebaknya, kenapa mereka bisa begitu tega kepada dirinya.

Seingatnya, Aurel tidak pernah sekalipun menyakiti teman-temannya.

"Aurel..." Lirih Dedi.

Aurel menatap Dedi dengan tatapan penuh amarah, lalu ia memandang satu persatu teman-temannya dengan tatapan penuh kebencian. Dan saat matanya melihat kearah Lidya dan Tiwi tatapan tersebut berubah menjadi sebuah tatapan sedih.

Ia berjalan menghampiri Lidya dan Tiwi yang terlihat tengah tersenyum kearah Aurel.

"Kalian para cowok keluar dulu ya..." Pinta Lidya.

Tiwi mendorong Efran yang tengah memeluknya. "Sana keluar..." Usir Tiwi sembari mendorong Efran yang tengah asyik meremas payudaranya.

"Duduk rel." Ujar Lidya.

Aurel masih berdiri sembari mengepal tangannya. "Kenapa Lid... Kenapa Wi..." Tanya Aurel dengan suara parau menahan tangis.

"Soal kemarin..."

"Aku benar-benar kecewa sama kalian! Apa salahku Lidya... Kenapa kalian bisa setega itu. Aku pikir kalian sayang sama aku, ternyata kalian semua jahat." Keluh Aurel yang mulai menangis.

Lidya tampak menghela nafas. "Kamu salah paham Rel..." Ujar Lidya sembari berdiri.

"Salah paham? Setelah kesucianku hilang kalian bilang salah paham? Enak banget ya..." Kata Aurel dengan emosi.

"Kami tidak bermaksud menyakiti kamu Rel." Lirih Tiwi.

Lidya menambahkan. "Rel... Kami cuman ingin membantu kamu, memujudkan keinginan kamu, apa kamu sudah lupa?" Ucap Lidya mengingatkan.

"Bantu apa? Bantu menghancurkan hidupku." Sengit Aurel. Ia merasa benar-benar sangat bodoh mempercayai mereka berdua selama ini.

"Bukannya kamu yang dulu sering nanya gimana rasanya di gangbang? Bukannya kamu pernah bilang sering masturbasi membayangkan kamu di gangbang ramai-ramai." Sindir Tiwi.

"Sekarang kamu taukan rasanya gimana? Enak?" Timpal Lidya ikut menyindir.

Mendengar ucapan sahabatnya membuat Aurel semakin geram. "Gila kalian semua..." Bentak Aurel dengan raut wajah memerah.

"Gila... Tapi kamu menikmatinyakan?"

Aurel menggelengkan kepalanya. "Tidak... Kalian menghancurkan hidupku, merenggut masa depanku." Geram Aurel kesal.

"Jangan terlalu lebay Rel." Sinis Tiwi.

"Lebay kalian bilang hah... Lebay... Setelah apa yang sudah kalian lakuin sama aku?"

"Mending kamu pergi Rel, dari pada bikin ribut di sini." Usir Lidya yang ikut terbawa emosi.

"Aku akan pergi, aku juga gak Sudi dekat-dekat wanita murahan kayak kalian." Aurel menghentak kakinya kelantai, kemudian ia berbalik hendak meninggalkan kedua temannya yang selama ini mereka bertiga selalu bersama-sama.

Kebersamaan yang sudah mereka lalui bersama, seakan kini sudah tidak ada artinya lagi.

"Tunggu Rel." Panggil Lidya.

Aurel menoleh dengan tatapan penuh amarah. "Apa? Mau minta maaf? Terlambat Lidya, harga diriku sudah tidak bisa di kembalikan lagi." Teriak Aurel, ingin sekali rasanya Aurel membunuh mereka berdua.

"Jangan terlalu geer Rel." Lirih Tiwi.

Lidya memberihkan handphone Aurel yang memang masih ada di tangannya. "Ini hp kamu, di dalamnya ada video kamu yang lagi di gangbang." Ujar Lidya santai sembari menyerahkan hp Aurel.

"Kamu bisa lihat sendiri, di sana kamu tersiksa apa malah sebaliknya." Timpal Tiwi. "Kita temenan sudah lama, kita tau apa yang kamu mau." Sambung Tiwi.

Aurel menerima hpnya. "Terimakasih, tapi persahabatan kita cukup sampai di sini." Tegas Aurel, lalu ia berbalik meninggalkan kedua sahabatnya sembari menitikan air matanya.

Kenangan-kenangan indah bersama kedua sahabatnya membayangi setiap langkah kakinya. Dedi yang tengah berdiri di luar menatap Aurel dengan tatapan sedih, tapi Aurel melewatinya begitu saja dengan perasaan hancur berkeping-keping.

Hari ini, Aurel memutuskan untuk bolos sekolah, ia lebih memilih menyendiri menangisi hubungan baiknya dengan kedua sahabatnya.

Selepas kepergian Aurel, Lidya mengirim sebuah pesan kepada Daniel.

Aurel: Misi berhasil.

*****


Ustadza Dwi

"Kamu kenapa Dek? Mas perhatikan beberapa hari ini kamu jadi lebih pendiam." Tanya Hendra yang merasa heran dengan sikap Istrinya yang beberapa hari ini terlihat berbeda dari biasanya.

Ustadza Dwi tersenyum sembari menyerahkan tas Suaminya. "Gak apa-apa kok mas." Jawab Dwi singkat.

"Gak apa-apa gimana? Biasanya kamu itu setiap pagi pasti rame udah kayak pasar! Hahaha... Tapi akhir-akhir ini Mas perhatikan kamu jadi lebih kalem, hehehe..." Canda Hendra menggoda Istrinya.

"Jadi menurut Mas aku kayak ibu-ibu penjual pasar gitu."

"Kabur ah..." Canda Hendra sembari berlari kecil keluar dari dalam kamar mereka yang di susul oleh Ustadza Dwi.

Saat mereka berada di depan pintu rumah, tiba-tiba Pak Bejo lewat di depan rumah mereka, dan menegur mereka dengan santainya. Melihat Pak Bejo membuat Ustadza Dwi ketakutan, mengingat apa yang sudah di lakukan Pak Bejo kepadanya beberapa hari yang lalu.

Sementara Hendra yang tidak tau apa-apa malah menyapa Pak Bejo dengan hangat.

"Mau kemana Pak?" Tanya Ustad Hendra.

Pak Bejo tersenyum menyeringai, memamerkan giginya yang kuning. "Cuman jalan-jalan aja, Pak Ustad mau pergi mengajar?" Tanya Pak Bejo hanya sekedar berbasa-basi.

"Iya Pak, ini juga udah kesiangan." Hendra balik menatap Istrinya yang tampak pucat pasi. "Aku pergi dulu ya sayang." Pamit Hendra kepada Istrinya, tanpa menyadari perubahan raut wajah Dwi yang tampak ketakutan.

"Mas... Hari ini libur aja ya! Aku takut nanti pria bertopeng kemari." Pinta Dwi, ia sengaja mengatakan pria bertopeng sembari melihat kearah Pak Bejo.

"Pria bertopeng kan datangnya malam Bu Ustadza." Ucap Pak Bejo.

Hendra tersenyum sembari mengusap wajah Istrinya. "Kamu gak perlu khawatir sayang, orang itu beraksinya selalu malam hari, dan lagi di sinikan ada Pak Bejo." Ucap Hendra yang berniat menenangkan Istrinya, tapi malah membuat Istrinya ketakutan.

"Tapi Mas..."

"Bener apa kata Pak Ustad, kalaupun nanti pria bertopengnya datang, saya pasti tidak akan tinggal diam." Ujarnya, sembari menatap Dwi dengan penuh arti.

Dwi sangat kesal sekali dengan sikap Pak Bejo, jelas-jelas pria penjaga kandang ayam itu telah menodainya, dan sekarang ia pura-pura ingin menjadi pahlawan untuk keluarganya.

"Aku pergi dulu ya... Pak tolong jagain Istri saya." Pinta Hendra.

Pak Bejo mengangguk. "Tentu Pak... Saya jamin keluarga Pak Ustad akan aman dan baik-baik saja, hehehe..." Jawab Pak Bejo seraya tersenyum menyeringai menatap Ustadza Dwi.

Ustadza Dwi tidak bisa apa-apa melihat kepergian Suaminya, dirinya juga tidak bisa mengatakan kepada Suaminya kalau ia telah di perkosa oleh Pak Bejo. Ia khawatir pandangan Suaminya kepadanya akan berubah andai Suaminya tau kalau istri nya telah di nodai oleh pria lain.

Cukup lama Dwi berdiri memandangi Suaminya yang perlahan semakin menjauh, ia baru tersadar ketika melihat Pak Bejo yang berjalan mendekat kearahnya.

"Astaghfirullah..." Jerit kecil Dwi.

Ia bergegas masuk ke dalam rumahnya, tapi sayangnya ia terlambat untuk mengunci pintu rumahnya karena Pak Bejo dengan cekatan berhasil menahan daun pintu rumahnya.

Tanpa bisa berbuat apa-apa, dengan leluasanya Pak Bejo menerobos masuk ke dalam rumahnya.

"Ya Tuhan... Keluar Pak." Jerit Ustadza Dwi panik.

Dengan cepat Pak Bejo mendekap tubuh Ustadza Dwi yang tengah meronta-ronta. "Kalau saya di luar, bagaimana saya bisa melindungi Bu Ustadza, hehehe..." Tawa Pak Bejo yang terdengar sangat menjijikan di telinga Ustadza Dwi.

"Lepaskan saya Pak... Tolooong... Lepaskan Pak..." Mohon Ustadza Dwi.

Pak Bejo yang kesal mendorong Dwi hingga terjerembab di lantai. "Diam... Atau saya bunuh kamu." Ancam Pak Bejo sembari mengacungkan pisau.

"Jangan Pak... Jangan..." Melas Ustadza Dwi ketakutan.

Pak Bejo duduk di samping Ustadza Dwi sembari mengacungkan pisaunya. "Jangan coba-coba melawan saya, bukan hanya kamu yang akan saya bunuh, tapi suami kamu juga." Ancam Pak Bejo membuat Dwi makin ketakutan.

Tangan kiri Pak Bejo meraih dan meremas payudara Ustadza Dwi dengan kasar sembari tersenyum menyeringai menatap Ustadza Dwi.

Tiba-tiba ia melepaskannya, duduk tenang di atas sofa sembari menatap Ustadza Dwi yang meringkuk ketakutan.

"Berdiri di depan saya sekarang." Perintah Pak Bejo sembari memainkan pisaunya.

Ustadza Dwi yang takut Pak Bejo akan benar-benar membunuhnya, terpaksa menuruti kemauan lelaki biadab tersebut. Ia bangkit dan berdiri sembari menunduk di hadapan sang predator.

"Ckckck... Kalau Bu Ustadza ingin keluarga selamat, turuti semua perintah saya! Ini bukan hanya sekedar ancaman, saya tidak akan ragu untuk menyakiti bahkan membunuh keluarga Bu Ustadza, apa anda mengerti?" Ancam Pak Bejo.

Sembari terisak Ustadza Dwi terpaksa menganggukkan kepalanya.

"Saya tidak dengar."

"I-iya Pak, saya mengerti." Jawab Dwi gugup.

Pak Bejo meletakan pisaunya diatas meja, sembari merentangkan kedua tangannya di sandaran sofa ia memberi perintah pertama untuk Ustadza Dwi. "Lepas pakaian Ustadza sekarang." Suruh Pak Bejo.

Dwi menatap melas kearah Pak Bejo, tetapi pria tua itu tidak mau tau membuat Dwi benar-benar di buat frustasi olehnya.

Sadar kalau tidak punya pilihan, terpaksa Dwi menuruti kemauan Pak Bejo. Tentunya Ustadza Dwi tidak ingin terjadi apa-apa dengan keluarganya. Lebih baik dirinya berkorban demi keselamatan keluarganya yang amat ia cintai.

Perlahan dengan kedua tangan yang gemetar Dwi menanggalkan gamisnya, berikut dengan hijabnya, lalu di susul dengan pakaian dalamnya hingga ia telanjang bulat di hadapan Pak Bejo.

"Wuuuh... Indah sekali tubuhmu Ustadza." Puji Pak Bejo yang membuat Ustadza Dwi merasa risih.

"Tolong Pak... Jangan ganggu keluarga kami."

"Diam..." Bentak Pak Bejo. "Sekarang kamu ambilkan saya minuman." Suruh Pak Bejo.

Dwi memejamkan matanya, ia bermaksud ingin kembali mengenakan pakaian, tapi Pak Bejo melarangnya. Dengan terpaksa Dwi pergi kedapur mengambil segelas minuman dalam keadaan telanjang bulat.

Ia berjalan tertatih-tatih menghampiri Pak Bejo sembari menyerahkan minuman tersebut.

Tiba-tiba Pak Bejo menarik tangan Ustadza Dwi, hingga istri Soleha itu duduk di pangkuannya. Ustadza Dwi hanya bisa memejamkan matanya ketika Pak Bejo mencium wajahnya sembari menjamah tubuhnya, membelai dan meremas payudaranya.

"Ehmmpsss... Eehmmmppss... Ehmmpsss..." Dengan rakus Pak Bejo melumat bibir merah Ustadza Dwi.

Ustadza Dwi terpaksa membiarkan Pak Bejo menjamah tubuhnya, bukan karena ia menikmatinya, tetapi karena demi keselamatan dirinya dan juga keluarganya. Bagaimanapun juga ia tidak ingin Pak Bejo benar-benar melukai keluarganya.

Pak Bejo menarik dagu Ustadza Dwi, membuka mulut Ustadza Dwi agar ia bisa menjelajahi bagian dalam mulut sang Ustadza.

Dengan liarnya Pak Bejo mengulum lidah, dan menjamah dinding bagian atas mulut Ustadzah Dwi.

"Eehmmmppss... Sssluuuppss.... Sluuuppsss..." Rintih Ustadza Dwi, merasakan sapuan lidah Pak Bejo yang kian intens.

"Nikmat sekali mulutmu Ustadza." Bisik Pak Bejo.

Perlahan tapi pasti, birahi Ustadza Dwi mulai naik, apa lagi ketika kedua jari Pak Bejo memilin putingnya yang mulai mengeras.

Dirinya hanyalah wanita biasa, ia tidak bisa memungkiri betapa nikmatnya ketika putingnya di mainkan oleh kedua jari Pak Bejo. Beruntung sedikit imannya membuat Ustadza Dwi tidak sampai kehilangan akal sehatnya sebagai seorang wanita Soleha.

Ciuman Pak Bejo turun ke leher jenjangnya, ia menjilati leher mulus Ustadza Dwi, membuat tubuhnya merinding geli.

"Aaahkk... Sudah pak! Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi.

Tangan kanan Pak Bejo turun kebawah, ia membelai paha mulus Ustadza Dwi, membuka paha Ustadza Dwi yang terkatup rapat.

Ustadza Dwi menggeleng-gelengkan kepalanya ia sudah tidak tahan lagi.

"Akui saja kalau kamu menikmatinya Ustadza." Bisik Pak Bejo.

Ustadza Dwi menggelengkan kepalanya. "Tidak akan pernah... Ssttt... Paaak... Aaahkk..." Jerit Ustadza Dwi ketika jemari Pak Bejo berhasil menyusup ke selangkangannya.

"Sudah basah ya Ustadza, hehe..."

Dengan kedua jarinya Pak Bejo menggosok-gosok bibir kemaluan Ustadza Dwi yang sudah membanjir. Clitorisnya yang sensitif tidak luput dari sentuhan jemari kasar Pak Bejo.

Tidak sampai di situ saja, kedua jari Pak Bejo berusaha menyusup ke dalam memek Ustadza Dwi, dan tanpa kesulitan berarti kedua jari Pak Bejo menembus masuk ke dalam lobang peranakan sang Ustadza yang sudah sangat basah dan licin.

"Oughkk... Ampun Pak." Jerit Ustadza Dwi.

Pak Bejo menyeringai senang karena berhasil membuat mangsanya tak berdaya. Sembari mengorek-ngorek lobang kemaluan Ustadza Dwi, Pak Bejo menyambar payudara Ustadza Dwi, ia melahapnya, menghisap dan menjilati putingnya.

Kepala Ustadza Dwi terbanting ke kiri dan kanan, matanya membeliak tak tahan dengan rangsangan yang ia dapatkan dari Pak Bejo.

Tanpa sadar Dwi mengangkat satu kakinya keatas sofa, membuat kedua jari Pak Bejo semakin leluasa mengocok lobang memeknya yang semakin licin akibat lendir kewanitaannya yang keluar semakin banyak, bagaikan air bah yang jebol.

"Oughkk... Aaahkkk... Aaaaahkk...." Erang Ustadza Dwi.

Slookkss... Slookkss... Slookkss...

Slookkss... Slookkss... Slookkss...

Slookkss... Slookkss... Slookkss...


Tidak puas hanya dengan dua jari, Pak Bejo memaksa ketiga jarinya masuk ke dalam lobang peranakannya, membuat Ustadza Dwi kian menjerit antara rasa sakit dan nikmat yang bersamaan menyiksa kemaluannya. Dan... Semenit kemudian gelombang orgasme yang sedari tadi ia tahan akhirnya meledak.

"Aaaarrttt...."

Creeettss.... Creeettss.... Creeettss....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Pinggul Ustadza Dwi terhentak-hentak menyemburkan cairan bening dari dalam lobang peranakannya.

"Aaah... Aaah... Aaah..." Tampak Ustadza Dwi yang terengah-engah.

"Ckckck... Sampe muncrat kayak gitu ya Ustadza." Ledek Pak Bejo. "Wow... Jari saya sampe lumer kayak gini, hehehe..." Sambung Pak Bejo sembari memamerkan jarinya yang basah kuyup.

Ustadza menepis lengan Pak Bejo. "Hentikan Pak..." Pinta Ustadza Dwi, ia sangat malu atas apa yang barusan ia alami.

"Gimana rasanya, enakkan? Hehehe..."

"Biadab..." Geram Ustadza Dwi.

Ia mengumpat kesal, bukan hanya karena Pak Bejo mempermainkannya, tapi juga karena dirinya yang sangat muda di taklukkan.

Pak Bejo berdiri dan mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat, memamerkan tubuh gempalnya yang telah bermandikan keringat. Kontolnya yang berukuran 17cm meter tampak manggut-manggut, mengintimidasi Ustadza Dwi.

Wanita Soleha itu memalingkan wajahnya, ia malu harus melihat kontol pria lain.

Dengan sangat kasar Pak Bejo menarik tangan Ustadza Dwi hingga terjerembab di lantai. Kemudian ia menarik rambut Ustadza Dwi dan menariknya kearah selangkangannya.

"Sakit Pak..." Mohon Ustadza Dwi terisak.

Tanpa memperdulikan ucapan Ustadza Dwi, Pak Bejo menampar-nampar wajah cantik Ustadza Dwi dengan kontolnya. "Kulum kontol saya Ustadza lonte." Perintah Pak Bejo.

"Cukup Pak... Sudah cukup..." Mohon Ustadza Dwi.

Kesal karena mendapat penolakan, Pak Bejo semakin kuat menarik rambut Ustadza Dwi, hingga wajahnya menadah keatas. "Kulum..." Bentak Pak Bejo.

Karena tidak ingin di siksa, Ustadza Dwi terpaksa mengangguk, mengiyakan permintaan Pak Bejo.

Pak Bejo melepas jambakannya, lalu dia kembali menyodorkan kontolnya. Dengan amat terpaksa Ustadza Dwi menggenggam kontol Pak Bejo, rasanya hangat dan keras seperti kayu. Dengan gerakan perlahan ia mengocok kontol Pak Bejo.

Sejenak ia menghela nafas, menenangkan dirinya dan meyakinkan dirinya kalau ia bisa melakukannya. Dengan bibir gemetar ia membuka mulutnya.

"Haapsss... Sruuupsss.... Sluuuppsss... Sluuuppsss...." Dengan gerakan perlahan Ustadza Dwi mulai menghisap kontol Pak Bejo.

Rasanya memang tidak karuan, tetapi ada sensasi yang membuat Ustadza Dwi mampu melakukannya.

Ukuran kontol Pak Bejo yang panjang beberapakali menubruk masuk ke dalam tenggorokannya, membuatnya tercekik. Tapi anehnya sensasi tersebut membuat Ustadza Dwi makin bersemangat.

"Oughk... Nikmat sekali Ustadza." Racau Pak Bejo.

"Suuuppss.... Sssttt.... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sruuupsss...." Semakin lama Ustadza Dwi terlihat makin terbiasa dan mahir memanjakan kontol Pak Bejo.

Seakan tidak mau diam, Pak Bejo meraih payudara Ustadza Dwi, ia meremasnya dengan kasar dan sesekali ia memilin putingnya, menariknya menjadikan puting Ustadza Dwi seperti mainan. Beberapakali Ustadza Dwi mendesis kesakitan.

Selama sepuluh menit Ustadza Dwi mengoral kontol Pak Bejo, membuatnya mulai kelelahan, rahangnya mulai terasa keram.

Pak Bejo yang kesal karena kuluman Ustadza Dwi yang melemah, menjambak rambut Ustadza Dwi, lalu kemudian ia mendorong kuat-kuat kontolnya ke dalam mulut Ustadza Dwi, membuat wanita Soleha itu kesulitan bernafas.

"Hoookksss... Hmmmmppsss... Hmmmmppsss..."

Dengan pukulan lemah, Ustadza Dwi memukul kedua paha Pak Bejo.

Bukannya kasihan, Pak Bejo malah menyeringai senang melihat raut wajah Ustadza Dwi yang merona merah karena mulai kehabisan oksigen. Saat di detik-detik terakhir Ustadza Dwi kehabisan nafas, barulah Pak Bejo menarik kontolnya.

"Oh... Hah... Hah... Hah..." Buru-buru Ustadza Dwi menarik nafas dalam, mengisi oksigen ke dalam paru-parunya yang terasa kempis.

"Hahaha...." Tawa Pak Bejo puas.

Penderitaan Ustadza Dwi belum berakhir, ia kembali menjejalkan kontolnya ke dalam mulut Ustadza Dwi hingga Istri Ustad Hendra tersebut kembali tak bisa bernafas, sebelum Ustadza Dwi benar-benar kehabisan nafas, Pak Bejo segera menariknya kembali.

Pak Bejo melakukan gerakan tersebut berulang kali, membuat Ustadza Dwi sangat tersiksa.

Tenaga Ustadza Dwi sudah terkuras habis, sehingga ia pasrah ketika tubuhnya di banting diatas sofa dengan posisi telentang.

Pak Bejo tersenyum sumringah memandangi tubuh telanjang Ustadza Dwi. Rambutnya yang sedikit bergelombang tampak aut-auttan, payudaranya yang berukuran 34D tampak memerah akibat remasannya yang kuat. Tatapan Pak Bejo beralih kearah pubik vagina Ustadza Dwi yang di tumbuhi rambut hitam bergelombang yang tidak begitu rimbun.

Ustadza Dwi pasrah ketika kaki kanannya diangkat dan di letakan diatas sandaran sofa. Mata keriput Pak Bejo berbinar memandangi bibir kemaluan Ustadza Dwi yang terlihat seperti tirai, karena satu sisi labia minoranya menonjol keluar.

"Ckckck.... Bentuk memek kamu bagus Ustadza, seperti memek lonte, hahaha...." Ejek Pak Bejo.

Ustadza Dwi hanya memalingkan wajahnya sembari mengutuk Pak Bejo dari dalam hatinya.

Pak Bejo naik keatas sofa, ia menekuk satu kakinya diatas sofa, sembari menyodorkan kontolnya diantara lipatan vagina Ustadza Dwi.

Sadar kalau percuma untuk melawan, Ustadza Dwi memilih diam sembari memalingkan wajahnya. Terlintas bayangan wajah Suaminya Hendra, membuat luka di hatinya terasa semakin dalam.

"Eenggkk..." Ustadza Dwi tampak mengejan.

Harus di akui kontol Pak Bejo memang lebih besar di bandingkan dengan milik Suaminya, bahkan kepala kontol Pak Bejo lebih besar tiga kali lipat di bandingkan dengan ukuran kepala kontol Suaminya yang hanya sebesar jari jempolnya.

Pria berusia 45 tahun itu tidak mau menyerah, ia menekan kasar kontolnya, hingga kepala kontolnya yang memang berukuran lebih besar di bandingkan lingkar batang kemaluannya bisa menyeruak masuk ke dalam memek Ustadza Dwi.

"Aasrrtt.... Pelan-pelan Pak." Mohon Ustadza Dwi.

Gigi Pak Bejo menggratak, menahan ngilu di kemaluannya. "Uhkk... Sempit sekali memek kamu Ustadza... Aaahkk... Sssttt..." Desah Pak Bejo antara nikmat dan ngilu.

Wajah Ustadza Dwi mengeras, ia sampai menahan nafas saat kontol Pak Bejo menerobos masuk ke dalam memeknya. "Eeengkk... Aaahkk... Hah... Hah..." Desis Ustadza Dwi.

"Akhirnya masuk juga." Lirih Pak Bejo lega.

"Hah... Hah... Hah..."

Dengan perlahan Pak Bejo mengayunkan pinggulnya, menyodok-nyodok pelan kemaluan Ustadzah Dwi yang tengah memeluk erat batang kemaluannya.

Tubuh indah Ustadza Dwi terhentak-hentak, rasa sakit yang sempat di rasakannya, berganti dengan rasa nikmat yang sangat luar biasa, membuat tubuhnya tanpa sadar ikut bergerak.

Sembari meningkatkan tempo sodokannya, tangan kanan Pak Sobri meraih buah dada Ustadza Dwi. Ia membelai dan memilin kasar puting Ustadza Dwi.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk...." Jeritan Ustadza Dwi makin cepat seiring dengan hujaman kontol Pak Bejo yang terhunus semakin dalam dan cepat, mengobrak abrik memeknya.

"Aaahkk... Nikmat sekali memek kamu lonte." Racau Pak Bejo.

Ustadza Dwi yang kelabakan karena rasa nikmat yang datang bertubi-tubi tampak sangat tersiksa. "Uughk... Ampuuun... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi yang tampak menderita.

"Jangan munafik kamu lonte, saya bisa merasakan kedutan memek kamu." Geram Pak Bejo.

Ia menghujamkan kontolnya dengan sangat kasar, membuat Ustadza Dwi kesakitan, sekaligus keenakan oleh sodokan kontol Pak Bejo.

Selama lima menit Pak Bejo memompa memek Ustadza Dwi, hingga akhirnya pertahanan Ustadza Dwi jebol juga, ia melolong panjang sembari melepaskan dahaganya. Tubuh indahnya yang bermandikan keringat tampak bergetar hebat.

Ploooopsss....

Pak Bejo mencabut kontolnya dari dalam memek Ustadza Dwi, kemudian ia memutar tubuh Ustadza Dwi hingga telungkup.

Dari belakang Pak Bejo kembali menghunuskan kontolnya ke dalam lobang memek Ustadza Dwi yang kali ini di rasakan lebih muda di bandingkan sebelumnya. Dengan hentakan kasar ia kembali menggauli Istri dari Ustad Hendra.

"Aaahkk... Aaahkk... Pak! Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi.

Tangan kanan Pak Bejo membelai lembut punggung Utarza Dwi. "Sssttt.... Oughk... Enak sekali memek kamu Ustadza... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Pak Bejo.

"Tidaaak... Aaahkk... Aaahkk... Sudah Pak.... Aduuuh... Aaahkk... Ampuuun... Aaahkk..."

Ploooksss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss....

Ploooksss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss....


"Akui saja Ustadza, kalau kontol saya jauh lebih nikmat di bandingkan kontol Suamimu." Racau Pak Bejo sembari menggarap ladang ustadzah Dwi.

Kedua tangan Pak Bejo mengambil kedua kaki Ustadza Dwi, ia merentangkan kedua kakinya hingga berbentuk huruf V terbalik.

Dengan keadaan pinggul Ustadza Dwi yang terangkat, Pak Bejo menghujami memeknya.

Ploooksss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss....

"Ahkkk... Aaahk... Aaahkk..."

"Host... Host... Hostt... Aku hampir sampai Ustadza... Host... Host... Aku akan menghamili mu." Racau Pak Bejo yang semakin bersemangat saat merasakan spermanya yang sudah berada di ujung.

"Jangan Pak... Hah... Hah... Jangan..." Jerit Ustadza Dwi ketakutan.

Tapi permohonannya terlambat, karena sedetik kemudian Pak Bejo menumpahkan spermanya ke dalam rahim Ustadza Dwi.

Croooottss... Croooottss... Croootss...

Pak Bejo mencabut kontolnya dari memek Ustadz Dwi, tampak lelehan spermanya mengalir keluar hingga membasahi sofa tempat mereka bercinta.

"Huh... Saya puas Bu Ustadza." Celoteh Pak Bejo.

Ustadza terisak sembari memalingkan wajahnya. "Saya mohon ini yang terakhir Pak..." Melas Ustadza Dwi sembari mengusap air matanya.

"Tidak ada kata terakhir, kecuali kamu mau melihat keluargamu mati." Ancam Pak Bejo.

Pak Bejo memungut dan kembali mengenakan pakaiannya. Sementara Ustadza Dwi hanya meringkuk menangisi nasibnya. Ia tidak menyangkah kalau hidupnya kini berada di tangan Pak Bejo.

"Tolong jangan sakiti keluarga saya."

Pak Bejo menatap Ustadza Dwi dengan seyuman sinis. "Keluarga anda aman selama anda menuruti semua perintah saya." Ujarnya seraya tersenyum.

"......" Ustadza Dwi tak mampu berkata-kata.

"Oh ya satu lagi, saya lihat pentilasi kamar mandi di tutup! Saya taunya besok pagi sudah di buka, karena saya ingin mengintip Aziza telanjang." Ujarnya sembari menyeringai.

"Tolong Pak..."

"Saya tidak akan menyakiti adikmu, selama kamu menuruti perintah saya! Tapi kalau Ustadza berani membangkang sekali saja, Aziza akan menjadi korbannya, Ustadza paham." Bentak Pak Bejo, membuat tubuh Ustadza Dwi bergetar ketakutan.

"Iya Pak, saya paham."

"Bagus... Saya pulang dulu, nanti kita bertemu lagi, hahaha..." Tawa puas Pak Bejo sembari berlalu meninggalkan Ustadza Dwi.

Sementara itu Ustadza Dwi hanya bisa menangis, mengutuk perbuatan Pak Bejo kepada dirinya.

Entah sampai kapan dirinya akan menjadi budak sex Pak Bejo, Ustadza Dwi hanya berharap pertolongan Tuhan segera datang. Dan ia berharap Pak Bejo mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang sudah di perbuat Pak Bejo kepada dirinya.

*****


Ustadza Salma

13:00

Sebuah kendaraan SUV melaju cepat di jalanan yang terlihat sepi. Tampak sang pengendara sudah tidak sabar untuk segera tiba di tempat tujuan, sementara penumpang yang duduk di sampingnya, sedari tadi terlihat murung, sembari menatap kosong keluar jendela mobil.

Salma benar-benar dilema, antara ingin melanjutkan pengobatan atau meminta Suaminya untuk putar balik. Tetapi apakah mungkin Furqon mau menuruti permintaannya.

Sejujurnya Salma tidak ingin lagi kembali ke gubuk reyot tersebut. Tetapi apa yang bisa ia lakukan, di tambah lagi Ibu Mertuanya Haja Fatimah sudah merestui pengobatan yang akan ia lakukan. Tentu saja Salma tidak berani membantahnya.

Tidak terasa akhirnya mereka tiba di gubuk tersebut, segera Furqon mengajak Istrinya masuk, dan dengan terpaksa ia menuruti Suaminya.

"Assalamualaikum Mbah..."

"Silakan masuk..." Teriak pria bersuara berat dari dalam gubuk tersebut.

Mereka berdua pun segera masuk ke dalam gubuk reyot tersebut. Tampak seorang pria tua menatap tajam kearah mereka berdua tanpa menunjukan ekspresi apapun di wajahnya.

Furqon dan Salma duduk di depan sang Dukun yang membaca mantra.

"Maaf Mbah... Kami ke sini mau melanjutkan ritual kemarin yang belum selesai." Ujar Furqon dengan sangat hati-hati.

"Tunggu sebentar." Suruh Mbah Dukun.

"Baik Mbah."

Sembari membaca mantra, Mbah Dukun tersebut menaburkan bubuk putih keatas sesajen yang ada di hadapannya. Tampak sesajen tersebut mengeluarkan asap lebih banyak dengan aroma yang cukup menyengat.

Sembari membaca mantra, ia memejamkan matanya membuat Furqon dan Salma tampak gugup.

"Gimana Nak Salma apa kamu sudah siap?" Tanya Mbah Dukun dengan suara parau.

"....." Salma terdiam, ia benar-benar bingung.

"Dek..." Tegur Furqon.

Salma menghela nafas perlahan. "Siap Mbah... Tapi kalau bisa ritual di lakukan di depan Suami saya Mbah..." Pinta Salma sembari menunduk.

Furqon kaget mendengar permintaan Istrinya, ia menatap kecewa kearah Salma, ia khawatir kalau Mbah Dukun akan membatalkan pengobatan mereka, dan tentu saja itu beresiko untuk keluarganya, mengingat pantangan yang sempat di katakan Mbah dukun beberapa waktu yang lalu kepada mereka.

Salma mengerti kalau Suaminya akan marah, tapi hanya ini satu-satunya cara agar kejadian tempo dulu tidak terulang lagi.

Dan di luar dugaan Mbah Dukun menyetujuinya. "Tidak masalah... Karena pengobatan lanjutan kali ini tidak membutuhkan privasi." Ucap Mbah Dukun sembari mengambil gelas berisi air minum.

"Terimakasih Mbah." Jawab Salma tenang.

Dengan raut wajah yang datar ia membaca mantra, lalu meniup air yang ada di dalam gelas. Tanpa mengatakan apapun ia memberikan minuman tersebut kepada Furqon.

Lalu dia mengambil gelas lainnya yang juga berisi air putih, membaca mantra seperti sebelumnya dan kemudian ia menaburkan bubuk ke dalam gelas tersebut.

"Di minum." Ujar Mbah dukun sembari memberi gelas tersebut kepada Salma.

Furqon dan Salma saling pandang, kemudian mereka berdua meminum minuman tersebut tanpa merasa curiga, hingga minuman tersebut tidak bersisa, sang Dukun yang menyaksikannya diam-diam tersenyum menyeringai menatap pasangan pasutri yang tengah berharap bisa segera mendapatkan momongan.

Setelah di rasa cukup membaca mantra, dukun tersebut meminta Salma untuk melepas semua pakaiannya dan hanya mengenakan sarung seperti ritual sebelumnya, hanya saja kali ini sang Dukun tidak meminta Salma untuk mandi kembang.

Ritualpun di lakukan, ia meminta Salma untuk duduk bersila di depannya, di saksikan oleh Suaminya sendiri.

Sang dukun mengambil kemeyan yang sudah di bakar, lalu mengibas-ngibaskan asapnya kearah Salma. Ritual yang di lakukan sang Dukun terlihat normal.

"Rileks ya Nak Salma." Pinta sang Dukun.

"......" Salma hanya mengangguk.

Sang dukun mulai melakukan pijitan di pundak Salma, sembari membaca mantra dan beberapakali ia meniup bagian ubun-ubun kepala Salma. Sementara Itu Furqon menyaksikannya dengan seksama.

Lama kelamaan Furqon mulai merasa dirinya sangat mengantuk, beberapakali ia terlihat menguap, sembari mengucek-ngucek matanya.

"Telungkup Nak." Suruh Mbah Dukun.

Segera Salma menuruti perintah sang Dukun, ia telungkup sembari menatap Suaminya yang beberapakali terlihat memejamkan matanya.

"Maaf nak Furqon, Mbah minta izin untuk melumuri tubuh Istrinya dengan minyak jampian ini." Ujar Mbah Dukun kearah Furqon yang sudah tidak bisa fokus lagi sanking ngantuknya.

"I-iya Mbah silakan." Jawab Furqon.

Salma kaget mendengarnya, Suaminya mengizinkan pria lain menyentuh auratnya. Padahal selama ini, jangankan di sentuh kakinya, ia bersalaman dengan seorang pria saja Furqon sangat marah, tapi kali ini Furqon malah mengizinkan seorang pria melumuri seluruh tubuhnya dengan minyak zaitun.

Dengan mata setengah terpejam, Furqon melihat bagaimana tangan sang Dukun mulai melumuri betis Istrinya dengan minyak.

"Mas..." Lirih Salma tak percaya.

"Kalau nak Furqon mengantuk tidur saja, nanti kalau sudah selesai Mbah bangunkan." Ujar Mbah Dukun, berbarengan dengan lirihnya Salma.

Furqon yang sudah sangat mengantuk, akhirnya membaringkan tubuhnya. Salma sempat melihat Furqon yang masih melihat kearahnya ketika tangan sang Dukun mulai masuk semakin dalam ke dalam kain yang ia kenakan saat ini.

Mas... Kamu serius mengizinkan tubuh Istrimu di sentuh pria lain? Mas.... Aku kecewa denganmu.

Melihat Suaminya yang diam saja, membuat Salma akhirnya memilih pasrah dan membiarkan sang Dukun yang kini tengah memijitnya sembari melumuri setiap inci kulit kakinya dengan minyak Zaitun.

"Eenggkk...." Salma mendesis sembari menggigit bibirnya.

Lagi-lagi tanpa di ketahui Salma, sang Dukun tersenyum menyeringai, ia tau kalau obat perangsang yang ia campurkan dengan minuman Salma mulai beraksi, membuat aksinya semakin mudah.

Mbah Dukun mendorong semakin dalam tangannya, menuju bagian dalam selangkangan Salma, menantu dari seorang pimpinan pondok pesantren Al-fatah.

"Mbah...." Tolak Salma.

Mbah Dukun menghentikan sesaat aksinya. "Ada apa Nak Salma?" Tanya Mbah Dukun datar, sembari melihat kearah Salma.

"Jangan kesitu Mbah." Pinta Salma memberanikan diri.

"Maaf Nak Salma, seluruh tubuh Nak Salma memang harus di lumuri minyak, tidak kecuali kemaluan Nak Salma." Ungkap sang Dukun.

Salma tampak dilema, walaupun ia pernah berada di posisi ini sebelumnya, tapi ia tidak ingin melakukannya lagi. "Tapi Suami saya tidak mungkin mengizinkannya Mbah." Ujar Salma mencari alasan.

"Nak Furqon, Mbah minta izin untuk melumuri memek Istri Nak Furqon dengan minyak." Tanya Mbah Dukun, kalimat memek yang di ucapkan Mbah dukun terdengar samar-samar.

Dan jawaban Furqon benar-benar membuat Salma kaget bukan kepalang. "Hmmbboleeh... Mbah." Jawab Furqon yang terdengar seperti orang tengah ngelindur.

Astaghfirullah... Tidak mungkin... Mas... Kamu... Sulit sekali Salma mempercayai ucapan dari Suaminya.

"Bagaimana Nak Salma, apakah Mbah boleh melakukannya? Kalau nak Salma merasa keberatan, tidak apa-apa, Mbah tidak memaksa." Ucap Mbah Dukun sembari menarik tangannya. "Tapi itu artinya, ritual yang sudah kalian lakukan gagal." Sambung Mbah Dukun.

Ucapan Mbah Dukun sukses membuat Salma semakin dilema, di sisi lain ia tidak ingin melanjutkan ritual gila ini, tapi di sisi lainnya ia takut kalau Suaminya menjadi murka dan membenci dirinya atas penolakannya.

Salma tidak punya banyak waktu untuk memikirkan pilihannya.

"La-lanjutkan Mbah, Mas Furqon sudah mengizinkan." Ujar Salma yang akhirnya memilih untuk melanjutkan ritual gilanya.

Ini yang kamu maukan Mas. Jerit hati Salma.

Mbah Dukun kembali melumuri tangannya dengan minyak jelanta, lalu dia mengusapkan kembali minyak tersebut dari betis hingga kepangkal paha Salma. Ia melakukannya berulang kali sembari melakukan pijitan lembut di kaki Salma.

Salma memejamkan matanya saat jemari Mbah Dukun menyentuh bibir kemaluannya. Ia dapat merasakan tekstur kasar dari jari Mbah Dukun.

Wanita Soleha itu terlihat mulai tidak tenang, kedua tungkai kakinya tampak mengejang, sesekali ia menekuk jemari kakinya menahan gelombang nikmat surgawi yang di berikan sang dukun.

Kembali sang dukun menarik tangannya, mencelupkannya ke dalam minyak.

"Tahan ya Nak Salma." Pinta sang Dukun.

Ia kembali memijit betis Salma, naik keatas pahanya hingga kembali ke selangkangan Salma.

Mata Salma membeliak saat merasakan jari Mbah dukun membuka cela bibir kemaluan Salma, kemudian dengan perlahan kedua jari Mbah Dukun menyeruak masuk ke dalam memek Salma yang sudah sangat membanjir itu.

"Oughk..." Jerit Salma.

Kedua tangannya terkepal, dan kedua tungkai kakinya menekuk lututnya.

Dengan tenang Mbah Dukun mengorek-ngorek lobang kemaluan Salma yang semakin licin, bukan hanya karena lendir kemaluannya saja tapi juga karena minyak zaitun yang membasahi jari Mbah Dukun.

"Jangan di lawan Nak Salma." Pinta Mbah Dukun.

Sembari menusuk-nusuk kedua jarinya ke dalam memek Salma, tangan kiri Mbah Dukun dengan perlahan menarik kain yang di kenakan oleh Salma hingga sebatas pinggangnya, hingga sang dukun dapat melihat pergerakan kedua jarinya di dalam memek Salma.

Tidak sampai di situ saja, ia mulai membelai dan meremas pantat Salma.

"Aahkk... Hah... Mbah... Aaah..." Erang Salma.

Ia menatap sayu kearah Suaminya yang tengah tertidur lelap dengan mata setenga terbuka, hingga membuat Salma merasa kalau saat ini Suaminya tengah menyaksikan dirinya yang sedang di lecehkan. Bukannya merasa bersalah, Salma malah semakin birahi.

Dengan perlahan sang Dukun menelusuri belahan pantat Salma, ia mengelus-elus lobang anus Salma yang tampak berkedut-kedut.

"Mbah.... Ssttt...." Erang Salma tak tahan.

Dengan jari telunjuknya ia menekan lobang anus Salma. "Sukma terakhir, akan Mbah masukan lewat lobang ini." Kata Mbah Dukun dengan suara datar.

Salma terkejut mendengarnya, tapi belum sempat ia protes, tiba-tiba jari telunjuk Mbah Dukun menusuk lobang anusnya, memaksa cincin anusnya terbuka menyambut jari Mbah Dukun.

"Aaahkk...." Jerit Salma.

Mbah Dukun semakin mempercepat sodokan jarinya di dalam memek Salma, sembari menusuk pelan lobang anusnya.

Tusukan-tusukan nikmat tersebut membuat tubuh Salma menggelinjang, ia merintih, merengek nikmat. Kedua kakinya melejang-lejang, pantatnya bergetar dan memeknya cenat-cenut.

"Aku pipis Mbah..." Erang Salma panjang.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Tampak lelehan cairan bening mengalir dari sela-sela bibir kemaluan Salma.

Sang Dukun kembali tersenyum melihat apa yang barusan ia lakukan terhadap seorang wanita Soleha yang sepertinya sudah berhasil ia taklukkan. Sejenak ia membiarkan Salma untuk beristirahat sebentar, mengembalikan staminanya yang terkuras setelah orgasme.

Sementara Salma sendiri tampak terdiam membisu, ia terlihat tengah mengatur nafasnya yang memburu. Sungguh ia tidak menyangkah dirinya bisa kembali di taklukan oleh sang dukun.

"Minum dulu Nak Salma." Suruh Mbah Dukun.

Salma yang merasa sangat kehausan segera meminum air putih pemberian sang Dukun.

"Terimakasih Mbah." Ujar Salma.

Mbah Dukun mengambil kembali gelas tersebut. "Sudah siap untuk menerima Sukma dari Mbah?" Tanya sang dukun.

Walaupun masih ada keraguan, tapi Salma mencoba meyakinkan dirinya. "Su-sudah Mbah." Jawab Salma terbata-bata.

Pria berperawakan tua itu menanggalkan celananya, dan lagi-lagi Salma di buat takjub dengan ukuran kontol Mbah Dukun yang panjangnya mencapai 18 centimeter. Bentuknya yang tegak lurus dan berurat membuat kontol sang Dukun terlihat gagah perkasa.

Salma tau apa yang ia harus lakukan, tapi ia masih ragu untuk melakukannya.

Apa aku harus kembali melakukannya Mas? Bisik hati Salma, sembari menatap Suaminya yang masih tertidur lelap, seakan tidak terganggu dengan apa yang barusan di lakukan sang dukun kepadanya.

"Kamu melakukan semua ini demi baktimu kepada Suami, jadi jangan khawatir." Bujuk sang Dukun, terlihat sekali kalau pria itu menginginkan Salma.

Salma memandangi kembali kontol sang dukun, lalu mengangguk lemah. "Baik Mbah, saya siap untuk melakukannya." Jawab Salma yakin, setelah mengingat Suaminya yang ingin sekali dirinya berobat dengan sang dukun cabul.

Jemari halusnya menggenggam kontol Mbah Dukun, membelainya dengan perlahan.

Sebagai perkenalan, Salma mencium kepala kontol sang Dukun, menjulurkan lidahnya, menjilati kepala kontol sang Dukun yang terasa asin di lidahnya.

Lalu dengan perlahan ia melahap kontol sang Dukun sembari menatap lirih kearah Suaminya.

"Ssttt..." Sang Dukun mendesis nikmat.

Sembari mengocok batang kemaluan sang Dukun, Salma menghisap kontolnya. "Sluuuppsss... Sruuupsss... Cup... Cupp... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Seakan sudah terlatih, Salma melakukan oral sex untuk kedua kalinya di dalam hidupnya.

"Owhk... Terus Nak Salma, Sukma Mbah hampir keluar." Desis Mbah dukun.

Mendengar hal tersebut membuat Salma makin bersemangat, ia menjulurkan tangannya yang lain untuk membelai kantung telur Mbah dukun, menstimulasi bagian-bagian sensitif Mbah Dukun agar ia segera memindahkan sukmanya.

"Mbah keluar Nak, telan Sukma Mbah." Erang Mbah dukun.

Croootttss... Croootss... Croootss....

Dengan jumblah yang cukup banyak, sperma Mbah dukun tumpah ke dalam mulutnya.

Tanpa ada karugan sedikitpun, Salma menelan sperma Mbah dukun yang terasa gurih dan enak. Sanking enaknya, Salma tidak menyisakan sedikitpun sperma yang ada di dalam mulutnya, bahkan ia menjilati bibirnya yang terdapat sperma Mbah dukun.

"Masih ada dua Sukma lagi! Kamu sudah siapkan?" Tanyak Mbah Dukun, sembari menikmati orgasmenya yang barusan.

Tanpa berfikir dua kali, Salma langsung menganggukkan kepalanya. "Sudah Mbah..." Jawab Salma yang kini tidak ragu lagi.

"Lepas kainmu Nduk."

Salma berdiri dengan perlahan, lalu ia membuka lipatan kain yang ia kenakan, dan membiarkan kain putih itu jatuh keatas lantai.

Kini di hadapan sang dukun, Salma sudah tidak memakai sehelai benangpun, kecuali hijabnya yang masih setia menutupi kepalanya. Mata mbah dukun tampak berbinar menatap tubuh telanjang seorang wanita Soleha, istri dari anaknya seorang Kiayi besar.

Mbah dukun memberi isyarat agar Salma berbaring di lantai, dan tanpa penolakan Salma membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang. Tidak sampai di situ saja, ia membuka kedua tungkai kakinya lebar-lebar, hingga bibir kemaluannya terpampang jelas di hadapan Mbah dukun yang tampak menelan air liurnya.

Pria berperawakan tua itu tampak terpesona dengan kemaluan Salma, selain bersih tanpa rambut kemaluan, bibir kemaluan Salma juga terlihat rapat karena bibir Mayoranya yang lebih menonjol dan menutupi keseluruhan bagian dalam vulva.

Jantung Salma bedegup kencang ketika Mbah Dukun berlutut di hadapannya, sembari memandangi memeknya yang berwarna merah muda.

"Mbah...." Lirih Salma.

Pria tua itu tersenyum. "Mbah harus menyiapkan memek kamu sebelum menerima Sukma." Ujar Mbah dukun beralasan. Wajah tuanya mendekati kemaluan Salma, nafasnya yang memburu menerpa kemaluan Salma hingga membuat tubuhnya merinding.

"Aaahk... Mbah..." Desah Salma ketika ujung lidah sang dukun menyapu bibir kemaluannya.

Tangan kanan Salma meraih kepala Mbah dukun yang tengah menjilati bibir kemaluannya. Mbah dukun yang sudah lihai dalam menaklukan seorang wanita, tanpa kesulitan berarti merangsang bagian sensitif Salma, hingga membuat wanita Soleha itu histeris keenakan ketika lidahnya bermain dengan clitorisnya.

"Ooughk... Mbah... Itilku... Aahkk... Ssttt... Mbaaah...." Erang Salma ketika clitorisnya di hisap oleh bibir keriput Mbah dukun.

"Sruuupsss... Sluupss... Sluuuppsss..." Sesekali Mbah dukun menghisap clitoris Salma, menjilatinya, hingga menggigit kecil clitoris Salma, membuat wanita Soleha itu sampai menggigit bibirnya.

Salma benar-benar di buat melayang oleh setiap sentuhan yang di berikan sang dukun.

Kedua kaki indahnya melejang-lejang, mengais-ngais, dan menjepit kepala Mbah dukun yang sedang melumat bibir kemaluannya.

"Mbaaaah... Aku mau pipis." Jerit Salma.

Pinggulnya menegang, dan otot-otot vaginanya mengencang ketika badai orgasme itu kian dekat menghempaskan dirinya. Tapi tiba-tiba Mbah Dukun menjauhkan wajahnya dari bibir kemaluan Salma, membuat pinggul Salma bergerak seakan mencari mulut Mbah dukun.

Dari raut wajahnya tergambar jelas kalau Salma merasa sangat kecewa.

"Mbah..."

Mbah dukun menatapnya lembut. "Belum saatnya Nak Salma, sabar ya..." Goda Mbah dukun, sembari mengurut-urut batang kemaluannya.

Ingin sekali Salma berteriak dan meminta Mbah dukun untuk segera menggaulinya, tapi pada saat bersamaan Salma sadar kalau dirinya adalah seorang Istri Soleha, tidak seharusnya ia mengumbar hawa nafsunya kepada pria lain.

Mbah dukun menindih tubuh Salma, ia mengarahkan kontolnya ke bibir kemaluan Salma. Seakan ingin mempermainkan birahi Salma, Mbah dukun hanya menggesek-gesekkan kemaluannya di bibir vagina Salma.

"Mbah... Ssstt...." Lenguh Salma yang kembali birahi. Pinggulnya bergerak-gerak, seakan ingin kontol Mbah dukun segera memasuki relung surganya.

"Kenapa Nduk? Kamu ingin sukmanya Mbah?" Pancing Mbah dukun, sembari menyodok-nyodok clitoris Salma yang telah membengkak sanking terangsangnya ia saat ini.

Masukan sekarang Mbah... Masukan... Jerit hati Salma saat ini.

"Kamu mau hamil?" Pancing Mbah dukun lagi.

Salma mengangguk lemah. "I-iya Mbah... Tolong tanamkan Sukma Mbah ke dalam rahimku." Ujar Salma menyerah akan hawa nafsunya. Bahkan ia meraih kontol Mbah dukun dan memposisikan kontol Mbah dukun tepat di lobang peranakannya.

Ya Tuhan... Ada apa dengan diriku.

Perlahan Mbah dukun mendorong pinggulnya, menusuk lobang memek Salma yang meresponnya dengan jepitan erat di batang kemaluan Mbah Dukun yang terdorong semakin dalam.

"Aaahkk...." Erang mereka bersamaan, menikmati persetubuhan terlarang.

Mbah dukun mendiamkan sejenak kontolnya di dalam tubuh Salma, menikmati jepitan dinding vagina Salma yang memeluk erat batang kemaluannya. Lendir cinta Salma yang melumuri kontolnya terasa hangat dan membuat kontolnya nyaman.

Begitu juga yang di rasakan Salma, kontol sang dukun yang tidak hanya gemuk tapi juga panjang, membuat kontol tersebut masuk hingga kedalam rahimnya, ia dapat merasakan sundulan kepala kontolnya di dasar rahimnya.

"Kamu sudah siap Nak Salma?" Tanya Mbah Dukun, yang tak bosan-bosannya memandangi wajah cantik muslimah yang ada di hadapannya saat ini.

Salma mengangguk malu. "Lakukan Mbah... Aku milikmu." Lirih Salma tanpa sadar, ia memalingkan wajahnya menatap suaminya yang masih terlelap tidur tanpa menyadari kalau Istirnya kini tengah di garap oleh sang dukun kepercayaannya.

"Ooh... Enaknya." Racau Mbah Dukun sembari menarik perlahan kontolnya hingga hampir tercabut dari memek Salma, sebelum kontolnya benar-benar terlepas dari jepitan memek Salma, ia kembali mendorongnya, menghujami memek Salma dengan hentakkan keras, hingga Salma dapat merasakan betapa dahsyat dan nikmatnya kontol sang dukun.

"Aaaaahkk... Mbaaah.... Aaahkk... Terus Mbah... Aaahkk... Aaahkk...." Erang Salma, menikmati genjotan kontol Mbah dukun.

"Sempit sekali memek Nak Salma... Sukma bapak bisa cepat keluar kalau kayak gini." Celoteh Mbah dukun yang tidak di gubris oleh Salma, karena sang Ahkwat kini benar-benar sudah tergila-gila dengan kejantanan sang dukun yang yang mengaduk-aduk liang senggamanya.

Otot-otot vagina Salma memeluk erat batang kemaluan sang dukun, membuat kontol Mbah dukun seakan tercekik oleh memek Salma.

Ploooksss... Plooookss... Plooookss....

Tubuh indah Salma yang bermandikan keringat tampak terhentak-hentak oleh sodokan kontol Mbah dukun, membuat sepasang payudaranya yang berukuran 34C berayun-ayun, mengikuti hentakan tubuhnya.

Bulatan payudara Salma yang menggoda, membuat Mbah dukun tidak tahan untuk menyentuhnya, ia menangkup payudara Salma, meremasnya dengan lembut, sembari menjepit puting merah muda Salma dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah.

Stimulasi-stimulasi yang di lakukan Mbah dukun terhadap tubuhnya, membuat Salma kian melayang, merasakan kenikmatan yang tidak berkesudahan.

"Mbaaaah... Aaahkk.... Aaahkkk... Oughkk... Aaahkk...." Mbah Dukun semakin gencar menyodok-nyodok memek Salma, kontolnya yang besar keluar masuk dengan cepat, seperti jarum jahit.

Tangan kiri Mbah dukun membelai kepala Salma, ia menatap nanar kearah wajah Salma. "Nak Salma cantik sekali kalau lagi terangsang!" Puji Mbah dukun, membuat semburat merah di wajah Salma, entah kenapa ia bisa tersipu malu oleh pujian pria lain.

Wanita Soleha itu memejamkan matanya, ketika Mbah dukun memanggut bibirnya dengan mesrah. Awalnya ciuman mereka biasa-biasa, tapi lama kelamaan ciuman mereka semakin panas. Bahkan Salma sama sekali tidak merasa canggung membalas lumatan Mbah dukun yang tengah mempermainkan lidahnya.

"Mbaaah... Aku keluar..." Lolong Salma.

Mendengar kabar tersebut membuat sang dukun semakin buas, ia semakin cepat menyodok-nyodok memek Salma.

Dan benar saja, Mbah dukun dapat merasakan kedutan memek Salma yang semakin intens, membuat pertahannya nyaris jebol, beruntung Mbah dukun mampu bertahan di tengah-tengah jepitan dinding vagina Salma yang mencekik erat kemaluannya.

Sedetik kemudian Mbah dukun dapat merasakan hangatnya siraman cairan cinta Salma yang membungkus batang kemaluannya. Sejenak Mbah dukun mendiamkan kontolnya di dalam memek Salma, hingga orgasme Salma dengan perlahan mulai mereda.

Ploooopss...

Mbah Dukun mencabut kontolnya dari memek Salma, tampak lendir putih menyelimuti kemaluannya.

Ia mendekati wajah Salma, menyodorkan kontolnya kearah Salma. Sang Ahkwat yang mengerti apa yang di inginkan Mbah dukun, segera melahap dan membersihkan kontolnya dari lendir kewanitaannya.

"Sekarang giliran kamu ya Nduk." Pinta Mbah dukun. Pria berperawakan tua itu berbaring di lantai. "Naik keatas selangkangan Mbah, masukan kontol Mbah ke dalam memek kamu." Suruh Mbah Dukun, walaupun sempat ragu, tapi Salma tetap menurutinya.

Ia mengangkangi kontol Mbah dukun yang menjulang tegak seperti tombak. "Seperti ini?" Tanya Salma, sembari menuntun kontol Mbah dukun ke cela memeknya.

"Masukan Nak Salma."

Sembari menggigit bibir bawahnya, Salma menekan pinggulnya kebawa, menuntun kontol Mbah dukun masuk ke dalam memeknya. Bleeesss...

"Aaaaahkk...." Mereka mengerang bersama-sama ketika kontol Mbah dukun menerobos masuk ke dalam lobang peranakannya yang semakin licin karena lendir kewanitaannya.

Secara naluriah Salma mulai menggerakan tubuhnya naik turun diatas selangkangan Mbah dukun yang menusuknya dari bawah.

Rasa nikmat yang luar biasa yang di rasakan Salma, membuat Salma tanpa sadar semakin liar bergerak diatas tubuh Mbah dukun, pinggulnya mengliuk-liuk seperti ular, membuat payudara ikut berayun-ayun indah di hadapan sang dukun cabul.

"Aaahkk.... Hah... Hah... Aaahkk... Hah... Hah..." Erang Salma sembari menatap wajah keriput sang dukun. Aneh rasanya melihat dirinya saat ini bisa begitu terangsang oleh sosok pria yang lebih layak menjadi ayahnya itu.

"Lebih cepat lagi Nak Salma..." Ujar sang dukun menyemangati Salma.

Seakan terhipnotis oleh ucapan sang Dukun, Salma semakin gencar meliuk-liukkan pinggulnya diatas selangkangan Mbah Dukun, ia mengerang-erang tak terkendali, seakan ia lupa kalau suaminya saat ini tengah tertidur di sampingnya.

Sang dukun yang melihat ekspresi Salma tampak sangat senang, ia tau kalau pasiennya saat ini tengah berada di puncak birahinya.

"Mbaaaah... Aku keluar lagi." Jerit Salma.

Ia menarik pinggulnya keatas hingga kontol Mbah dukun terlepas dari memeknya. Pinggulnya terhentak seiring dengan semburan cairan bening yang tumpah ruah diatas perut Mbah dukun.

Setelah orgasmenya meredah, sang Dukun bangkit dan meminta Salma menungging.

Dari belakang ia mengamati bulatan pantas Salma yang padat berisi, membuat sang dukun tak tahan untuk meremas-remas pantat pasiennya itu.

"Sepertinya Mbah akan menanami Sukma Mbah di sini." Bisik Mbah dukun sembari membuka pipi pantat Salma, hingga tampak kerutan cincin anus Salma yang berwarna coklat muda.

"Apa? Tapi Mbah...." Lirih Salma ragu, ia tau kalau Mbah dukun ingin menganalnya.

Keputusan Mbah dukun sudah bulat, dan tidak bisa di ganggu gugat. Ia mengambil minyak jelantah, dan melumuri batang kemaluannya berikut dengan lobang anus Salma yang masih perawan. Tentu saja aksi tersebut membuat Salma ketakutan.

Sembari menggigit bibirnya, ia menoleh kearah kontol Mbah dukun yang tengan menubruk-nubruk cincin anusnya yang masih perawan.

"Sakitnya hanya sebentar!" Bujuk Mbah dukun.

"Pelan-pelan Mbah." Lirih Salma, entah kenapa ia juga penasaran bagaimana rasanya ketika kontol besar itu menusuk lobang anusnya, mengingat jari telunjuk sang dukun yang sudah lebih dulu menusuknya, dan rasanya sangat enak.

Sembari menuntun kontolnya, Mbah dukun menekan pinggulnya. "Sempit sekali." Racau Mbah dukun yang tampak kesulitan.

"Sssttt.... Sakiiittt..." Erang Salma, perutnya sampai mules ketika kepala kontol Mbah dukun mulai memasuki lobang anusnya.

"Sedikit lagi..." Gumam Mbah dukun.

Sembari meremas bongkahan pantat Salma, ia mendorong semakin dalam kontolnya ke dalam lobang anus Salma hingga mentok. "Aaaarrttt...." Salma menjerit kesakitan, ia merasa anusnya terluka.

"Aaahkk... Enak sekali." Racau Mbah dukun, merasakan jepitan anus Salma yang begitu ketat.

Sementara Salma sendiri tampak tersiksa, tubuhnya menegang hebat merasakan pantatnya yang terpaku oleh kontol Mbah dukun. Sanking tegangnya, Salma sampai tidak berani menggerakan tubuhnya, ia takut anusnya akan semakin terluka.

"Mbah mulai sekarang ya..." Izin Mbah dukun, sembari membelai anus Salma.

"Pelan-pelan Mbah..." Pinta Salma, ia memejamkan matanya ketika Mbah dukun mulai menarik kontolnya keluar dengan perlahan, lalu saat berada di ujung kepala kontolnya, Mbah dukun kembali mendorong kontolnya masuk dengan perlahan.

"Oughk... Pantat kamu enak... Aaahkk... Sstt...." Erang Sang dukun yang tengah menggagahi lobang anus pasiennya.

"Ughk.... Hmmm.... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Salma.

Cengkraman telapak tangan Mbah dukun di pantat Salma semakin kencang, seiring dengan hentakan kontolnya yang semakin cepat. Dengan wajah yang mendongak keatas, Mbah dukun memacu pinggulnya dengan cepat, maju mundur, maju mundur.

Perlahan tapi pasti, rasa sakit yang sempat di rasakan Salma mulai berkurang dan di gantikan dengan rasa nikmat yang sulit ia jelaskan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kontol Mbah dukun menghentak semakin cepat dan makin cepat, terlihat sekilas ada bercak darah segar di batang kemaluan Mbah dukun yang tengah bekerja menusuk-nusuk lobang anus Salma.

"Mbaaaah... Aaahkk... Aaahkkk... Lebih cepat Mbah..." Erang Salma yang kini mulai keenakan.

Mendengar ucapan Salma, membuat Mbah dukun makin bersemangat, ia memukul menampar panta Salma dengan keras. "Enakkan Nak Salma..." Goda Mbah dukun, yang semakin gencar menyodok-nyodok anus Istri dari Ustad Furqon.

"Enak Mbah... Ooo... Aku hampir sampai Mbah." Erang Salma yang sudah hampir mencapai puncaknya. Tanpa sadar ia ikut menggerakan pantatnya, menyambut kontol Mbah Dukun.

"Bareng Nak Salma, Mbah juga hampir sampai." Jerit Mbah dukun, ia semakin cepat mengayunkan kontolnya, menyodok-nyodok anus Salma.

Kedua insan tersebut mengerang secara bersamaan, mengejar puncak kenikmatan yang sudah sangat dekat kepada mereka. Hingga akhirnya, secara serempak, tubuh mereka bergetar hebat, seiring dengan orgasme yang baru saja mereka dapatkan.

"Oughk...."

Croooottss... Croootss.... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Mbah dukun mendiamkan sejenak kontolnya di dalam anus Salma, hingga tidak ada lagi sperma yang keluar dari kontolnya. Perlahan ia mencabut kontolnya, dan tampak cairan kental berwarna putih kemerah-merahan, mengalir keluar dari lobang anus Salma.

Salma yang benar-benar sudah kehabisan tenaga tampak ambruk dengan tatapan kosong. Rasa nikmat yang di rasakan Salma beberapa menit yang lalu, kini kembali berganti dengan rasa perih di anusnya.

Sang dukun terduduk diam sembari memandangi Salma, ia merasa sangat perkasa karena berhasil membuat menantu KH Hasyim bertekuk lutut di hadapannya. Pandangannya beralih kearah Furqon yang masih tertidur lelap, tampak senyuman tipis mengembang di bibir Mbah dukun.

"Kalau nak Salma mau bersih-bersih, di belakang ada kamar mandi." Ujar Mbah dukun sembari mengenakan kembali celananya.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Salma memungut pakaiannya, lalu ia berjalan tertatih-tatih sembari menahan perih di anusnya. Di dalam kamar mandi, Salma yang kembali tersadar dari pengaruh birahinya tampak menangis. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa dirinya kembali bisa di taklukan oleh sang dukun.

Setelah membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa pertempurannya dengan sang dukun, Salma kembali ke ruangan sebelumnya. Di sana tampak Suaminya yang sedang mengobrol dengan sang dukun.

"Gimana Mas Furqon, istri anda terlihat lebih segarkan?" Tanya Mbah dukun.

"Iya Mbah, terlihat lebih cerah." Jawab Furqon mengaminkan ucapan Mbah dukun setelah melihat wajah Istrinya yang terlihat semakin cantik dan cerah. "Maaf ya sayang tadi mas ketiduran." Ujar Furqon ke Istrinya.

Salma duduk di samping Suaminya, saat pantatnya menyentuh lantai ia tampak meringis kesakitan. "Sssttt... Iya Mas gak apa-apa." Jawab Salma sembari menahan sakit di anusnya.

"Oh ya sayang, sepertinya kita harus kembali lagi ke sini." Ujar Furqon sembari meraih tangan Salma. "Kata Mbah dukun, kamu belum sanggup menerima tiga Sukma sekaligus, jadi ya kita harus ke sini lagi." Jelas Furqon saat melihat raut wajah Salma yang tampak terkejut.

Memang benar, Mbah dukun tadi hanya menanamkan dua Sukma di tubuhnya, yang pertama di mulut dan yang kedua di anusnya.

Salma yang tidak berani membantah suaminya hanya dapat menghela nafas kecewa. Ingin sekali rasanya ia memberitahu Suaminya tentang Sukma yang di bicarakan sang Dukun, andai Furqon tau kalau Sukma yang di maksud adalah sperma sang dukun tentu ia tidak akan pernah mau menginjakan kakinya di gubuk reot ini.

Sang Dukun mengeluarkan beberapa lipatan kertas berukuran kecil. "Oh ya Nak Furqon, tolong ini nanti di berikan kepada Salma, cara memakainya harus di hisap melalui hidung." Ujar Mbah Dukun sembari membuka satu bungkusan kertas.

"Apa ini Mbah."

"Ini namanya aspad, atau bisa di bilang ini adalah makanan jin, tujuannya untuk membuat jin yang ada di dalam tubuh Salma tidak menyakitinya." Jelas sang Dukun, sembari meminta Salma mendekat. "Tutup satu hidung kamu, dan hisap serbuk kecil yang ada di kertas ini." Perintah Mbah dukun.

Salma sempat ragu, tetapi setelah melihat Suaminya mengangguk, akhirnya Salma mau melakukannya. Ia menutup sebelah hidunya dengan cara menekannya dengan jari telunjuknya. Lalu dia menarik nafas dalam, dan tampak bubuk putih tersebut ke sedot kedalam hidungnya.

Rasanya aneh, hidung Salma seperti terbakar, tetapi walaupun begitu ia tetap melakukannya hingga bubuk putih itu habis.

Sejenak Salma merasakan tubuhnya yang hangat, dan kepalanya yang sedikit keleyengan, tetapi beberapa saat kemudian tubuhnya mulai terasa enteng dan segar. Salma merasakan tubuhnya tidak seperti biasanya, dirinya yang tadi sangat kelelahan mendadak merasa segar kembali, aneh... Sangat aneh.

"Ini harus di gunakan setiap pagi, jangan sampai telat." Perintah sang dukun sembari menyerahkan sisa bingkisan kertas tersebut kepada Furqon. "Oh ya, sebelum aspad itu habis, kalian harus sudah kesini, kalau tidak nyawa Istrimu akan dalam bahaya." Sambung Mbah dukun.

"Baik Mbah... Kira-kira berapa yang harus kami bayar Mbah?" Tanya Furqon hati-hati, tentu ia tidak ingin membuat sang dukun tersinggung.

"Dua juta."

Furqon segera mengambil uang di dalam tasnya, lalu memberikan uang tersebut kepada sang dukun. "Ini Mbah, terimakasih banyak." Ucap Furqon, sembari menyerahkan uangnya.

"Sama-sama." Jawab sang dukun senang. "Sekarang kalian berdua boleh pulang." Suruhnya lagi.

Setelah berpamitan dengan sang dukun, pasangan pasutri tersebut segera meninggalkan kediaman sang dukun. Pria tua itu tersenyum memandangi mobil yang di kendarai Furqon meninggalkan kediamannya. Selepas kepergian Furqon ia kembali masuk ke dalam rumahnya.

Di sebuah ruangan, tempat pertama sang dukun menggarap Salma, tampak seorang wanita paruh baya meringkuk diatas tempat tidur, giginya menggertak seperti orang yang tengah menggigil kedinginan. Saat pintu terbuka, wanita tersebut langsung berusaha menghampiri sang dukun yang baru saja masuk ke dalam kamar tersebut dengan tatapan memelas.

Seakan tidak memperdulikan wanita tersebut, sang dukun melepas rambut palsunya, berikut dengan kumis dan janggut putihnya. Kini terlihat jelas, siapa sosok pria yang menyamar menjadi seorang dukun tersebut.

"Kamu mau ini?" Tanya pria tersebut sembari menunjukan bubuk putih yang terbungkus plastik bening kearah wanita tersebut.

Dengan cepat ia mengangguk. "Tolong... Tuan... Berikan obat itu, saya sudah tidak tahan lagi." Mohon wanita tersebut yang terlihat sangat tersiksa.

Pria itu berjongkok di depannya. "Akan saya berikan, tapi ingat, jangan coba-coba lagi menolak perintah saya, atau... Kamu akan menderita." Ucapnya sinis, sembari menuangkan bubuk tersebut keatas punggung tangannya.

Tanpa banyak bicara wanita itu segera menghirup bubuk itu dengan hidungnya, saat pria tersebut menyodorkan punggung tangannya.

Setelah beberapa detik, tampak kondisi wanita tersebut mulai membaik. Ia menatap pria itu dengan penuh amarah. "Bajingan kamu Sobri." Geram Fatimah dengan emosi.

*****


Ustadza Dwi

21:30

Hendra benar-benar merasa heran dengan sikap Istrinya yang sangat pendiam. Bahkan hari ini Istrinya beberapa kali memgabaikannya, dan terlihat lebih banyak melamun, membuat Hendra merasa ada yang tidak beres dengan Istrinya, tapi sayangnya Dwi tidak mau memberitahukannya.

Ia naik kearas tempat tidur, sembari memperhatikan mata Istrinya yang tampak kosong.

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Furqon lembut.

Ustadza Dwi melihat kearah Suaminya, sembari tersenyum yang di paksakan. "Aku gak apa-apa kok Mas." Jawabnya.

"Tidak apa-apa tapi dari tadi aku lihat kamu diam terus." Ujarnya, Hendra merasa khawatir dengan sikap Istrinya hari ini.

"Bener kok Mas, aku gak apa-apa."

"Kalau kamu lagi ada masalah, cerita sama Mas, biar kita cari solusinya sama-sama." Hendra meraih tangan Istrinya dan menggenggamnya dengan erat, mencoba menguatkan Istrinya, kalau dirinya saat ini selalu ada untuk Istrinya.

Ingin sekali rasanya Dwi memberi tau suaminya kalau ia telah menjadi korban pemerkosaan, tetapi ia takut Suaminya emosi dan mendatangi Pak Bejo. Dwi takut Suaminya akan di sakiti oleh Pak Bejo. Walaupun bisa saja mereka melaporkan perbuatan Pak Bejo ke pihak berwajib, tetapi masalahnya berapa lama Pak Bejo akan di penjarah, dan apa yang harus mereka lakukan kalau pria tua itu keluar dari penjara.

Tentunya Pak Bejo akan menuntut balas, sekeluarnya dari penjara Pak Bejo pasti akan mendatangi mereka dan menyakiti keluarganya.

"Sayang...."

"Eh iya Mas..." Dwi tersentak kaget dari lamunannya.

Hendra tersenyum lirih. "Tuhkan kamu melamun lagi, kamu ada masalah apa, ayo cerita." Desak Hendra yang mulai tidak sabar.

"Soal momongan Mas, kita sudah lama menikah tapi kita belum juga punya anak." Jawab Dwi sembari memeluk Suaminya. Ia terpaksa berbohong agar Suaminya tidak merasa curiga.

"Kalau soal itu jangan kamu pikirkan, kita serahkan saja semuanya kepada Tuhan, kalau memang sudah waktunya, Mas yakin kita akan segera mendapatkan anak." Hendra mengecup kening Istrinya. "Yang terpenting, kita harus selalu berusaha." Sambung Hendra.

"Iya Mas, sudah mau menerima aku apadanya." Lirih Ustadza Dwi seraya tersenyum manis.

Furqon kembali mencium Istrinya. "Selamanya, mas akan selalu mencintai kamu." Bisik Hendra mesrah, membuat hati Ustadza Dwi berbunga-bunga.

"Bikin anak yuk." Ajak Dwi.

Mendengar ajakan Istrinya, Hendra menjadi bersemangat. Melihat tingkah Suaminya membuat Ustadza Dwi kembali bisa tertawa. Dan malam itu, kebahagian yang sempat di renggut oleh Pak Bejo, kini kembali bermekaran.

*****


Ustadza Zaskia

05:00

Di dalam sebuah kamar, tampak seorang wanita yang tengah mengenakan mukena tengah duduk termenung sembari menggenggam handphone yang ada di tangannya. Beberapa menit yang lalu, Zaskia baru saja menerima telpon dari Suaminya.

Azzam sempat berpesan kepadanya agar selalu akur dengan adiknya, Rayhan. Azam meminta mereka untuk saling meyayangi.

Sejujurnya Zaskia merasa sangat bersalah kepada Suaminya, seandainya Suaminya tau seberapa dekat dirinya dengan Rayhan, tentu ia tidak akan pernah setuju Rayhan tinggal satu atap dengannya.

Sekarang Zaskia di buat dilema, antara ingin membangunkan adik iparnya, atau tidak.

Azzam tadi juga sempat berpesan kepadanya, untuk tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Tetapi nyatanya, sudah beberapakali ia melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Bahkan subuh ini Zaskia sengaja belum mengambil wudhu karena tau dirinya akan kembali tidak melaksanakan kewajibannya.

Mbak Haifa, apa yang harus kulakukan sekarang? Bisik hati Zaskia yang tengah galau. Biasanya hanya Mbak Haifa yang mampu membuatnya merasa tenang.

Cukup lama Zaskia memikirkannya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk tetap membangunkan adiknya, tapi kali ini ia berjanji kepada dirinya untuk tidak macam-macam, ia kekamar Rayhan hanya ingin membangunkan adiknya untuk beribadah.

Saat pintu kamar Rayhan terbuka, lagi-lagi keraguan menyeruak di hatinya. Haruskah ia masuk dan membangunkan adiknya.

Setelah menguatkan hatinya, dan membenarkan apa yang ingin ia lakukan. Zaskia segera menghampiri adiknya yang masih terlelap tidur. Ia sempat berdiam diri memandangi tubuh adiknya yang berada di balik selimut. Zaskia yakin, di balik selimut itu Rayhan tidak memakai sehelai benangpun.

"Dek.... Bangun..." Panggil Zaskia dengan suara parau. Rayhan menggeliat seperti biasanya, tanpa mencoba untuk bangun.

Zaskia tidak mau menyerah, ia mengguncang-guncang tubuh Rayhan dengan sedikit kasar, membuat sebagian selimut Rayhan terbuka. Saat itu entah kenapa keinginan Zaskia menarik selimut Rayhan semakin besar, bahkan ia sudah memegang sisi selimut Rayhan.

Jangan lakukan Za... Ingat janjimu barusan. Jerit hati Zaskia.

Tetapi yang terjadi selanjutnya Zaskia malah menarik selimut Rayhan, dan benar saja di balik selimut itu, Rayhan tidak memakai sehelai benangpun, membuat tubuhnya menggigil memandangi tubuh telanjang Rayhan, terutama bagian kontolnya yang di tumbuhi rambut halus.

Tanpa sepengetahuan Zaskia, Rayhan sudah membuka matanya, melihat kearah Zaskia yang tengah terperangah melihat kontolnya.

"Bentar lagi Kak..." Lirih Rayhan.

Zaskia melihat kearah jam di dinding kamarnya sudah menunjukan pukul lima lewat tiga puluh menit, sebentar lagi matahari akan menampakkan wujudnya, itu artinya Zaskia hanya memiliki waktu sebentar kalau ia ingin menunaikan kewajibannya.

Sang Ahkwat sadar betul, kalau ia hanya memiliki dua pilihan, pergi meninggalkan Rayhan untuk beribadah, atau tetap berusaha membangunkan Rayhan, yang artinya ia akan kembali melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah.

Dan akhirnya Zaskia memilih melalaikan kewajibannya demi sang Adik.

"Bangun Ray... Awas ya kalau sampai Kakak gak shalat lagi gara-gara kamu." Omel Zaskia, ia mencubit-cubit kecil perut Rayhan.

Tubuh Rayhan menggeliat membuat kontol Rayhan ikut bergoyang-goyang. "Kak... Ih, bentar lagi." Rutuk Rayhan, ia menepis tangan Kakaknya beberapa kali kearah kontolnya, membuat lengan Zaskia beberapakali menyentuh kontolnya.

"Buruan bangun dek..." Mata Zaskia melotot, tapi Rayhan mengabaikannya.

Zaskia melihat kearah pentilasi jendela kamar Rayhan, tampak matahari mulai menampakkan dirinya, itu artinya ia lagi-lagi dengan dengan sengaja melalaikan kewajibannya, tapi anehnya Zaskia sama sekali tidak merasa bersalah atas apa yang sudah ia lakukan.

"Astaghfirullah... Sudah mau jam enam." Jerit Zaskia, di balik bantal Rayhan tersenyum mendengarnya.

Rayhan mengangkat wajahnya, menatap Kakaknya yang memasang wajah bengis. "I-iya Kak, aku bangun ni." Ujar Rayhan sembari beranjak dari tempat tidurnya, ia duduk di samping Zaskia yang masih cemberut.

"Gara-gara kamu Kakak jadi gak shalat subuh." Omel Zaskia dengan wajah di tekuk.

"Kok jadi aku yang di salahin."

Mata Zaskia semakin melotot mendengarnya. "Oo... Jadi menurut kamu Kakak yang salah gitu?" Zaskia melipat kedua tangannya diatas dada, ia pura-pura marah kepada adik iparnya.

"Hehehe... Kakak gak salah... Sumpah Kakak gak salah." Rayhan melambaikan kedua tangannya tanda kalau ia menyerah.

Zaskia menggembungkan pipi kirinya. "Jadi yang salah siapa?" Tanya Zaskia, menatap tajam kearah Rayhan yang pura-pura ketakutan.

Tiba-tiba Rayhan memeluk pinggang Kakak Iparnya, sembari menatap Zaskia. "Kakak kalau marah nanti mukanya jelek lo." Goda Rayhan, ia semakin erat memeluk pinggang ramping Kakaknya. Tubuh Zaskia rasanya seperti terkena tegangan aliran listrik ketika Rayhan memeluknya dengan erat.

Seakan lupa dengan Suaminya, Zaskia malah merangkul leher Rayhan dengan lengan kanannya, seakan ia mencekiknya. "Jadi menurut kamu Kakak jelek? Kamu berani ya sama Kakak." Tangan kiri Zaskia membelai perut Rayhan seakan ia ingin mencubit perut Rayhan.

"Ampun Kak, ampun Kak..." Rayahan mendorong wajahnya lebih dekat dengan payudara Kakak Iparnya, hingga menempel di atas payudara Kakaknya yang hanya terhalang oleh mukenanya.

"Kakak cantik apa jelek?" Pancing Zaskia.

Rayhan tidak langsung menjawab, ia mengangkat tangannya keatas paha Kakaknya. "Jeeeelek.... Eh cantik." Goda Rayhan.

Zaskia pura-pura kesal dengan semakin erat memeluk leher Adiknya, alhasil wajah Rayhan makin menekan payudara Zaskia. "Sudah berani ya ngatain Kakak jelek." Geram Zaskia dengan nafas yang terasa berat.

"Amphun Kak..." Mohon Rayhan, ia sengaja menghentakkan kalimatnya agar bibirnya bisa menyentuh puting Zaskia.

Sejenak Zaskia terdiam merasakan sentuhan bibir Rayhan di putingnya, tubuhnya gemetar terkena hembusan nafas Rayhan. Walaupun ia mengenakan mukena, tetap saja mukena tersebut tidak mampu untuk menepis hembusan nafas Rayhan yang menyentuh langsung puting payudaranya.

Sementara tangan Rayhan mulai bergerilya diatas paha Zaskia, ia mengelusnya dengan lembut sembari bergerak mendekati selangkangan Zaskia.

Aaahkk... Adeeeek... Jangan dek... Rengek Zaskia di dalam hati, padahal itulah yang dia mau, alasan dirinya berada di kamar Rayhan karena ia ingin di lecehkan oleh Adik iparnya.

Bulu kuduk Zaskia sampai berdiri sanking tegangnya, nafasnya kian berat tatkala jemari Rayhan menyusup diantara kedua pahanya. "Aahkk..." Lenguh Zaskia ketika jemari Rayhan menyentuh bibir kemaluannya dari balik mukena yang ia kenakan.

"Ja... Jawab De...deeek..." Ucap Zaskia terbata-bata.

Tangan Rayhan yang menganggur menuntun tangan Kakaknya yang sedang mencubit perutnya, menuntunnya menuju kontolnya yang tengah ireksi. Secara naluri Zaskia menggenggam kontol Adiknya yang terasa hangat. "Aduh pahaku sakit Kak... jangan di cubit." Rengek Rayhan.

"Ma... Makanya... Ja... Jangan bandel... Ssttt...." Desah Zaskia, wajahnya merona merah, ia malu sangat malu dengan akting mereka yang begitu buruk.

Dengan perlahan Zaskia menggerakan tangannya naik turun mengocok kontol Adiknya, yang katanya tengah mencubit paha adiknya, tapi kenyataannya saat ini tengah memanjakan kontol Adiknya dengan pijatan-pijatan erotis yang membuat Adiknya keenakan.

Rayhan seakan tidak mau kalah, ia mengecup lembut puting Zaskia yang menonjol di balik mukenanya.

Zaskia sampai menggigit bibirnya, menahan suara erangannya agar tidak sampai keluar. Tetapi sekuat apapun ia menahannya, tetap saja sentuhan Rayhan membuat Zaskia kalang kabut.

"Ssttt... Aangggk.... Eeengkk... Aaaaahkk..." Desah Zaskia tak kuat.

"Iya Kakak cantik... Aduh sssttt.... Hah... Ampun Kak." Desis Rayhan, ia menjepit puting Zaskia yang telah membengkak dengan kedua bibirnya, memainkan bibirnya, menggoyang-goyang puting Zaskia.

Zaskia memejamkan matanya, menikmati jepitan bibir Rayhan di putingnya. "Sstttt... Bandel banget Dek." Lirih Zaskia tak tahan.

Rayhan mengangangkat wajahnya, menatap wajah Zaskia yang merona merah.

Semakin lama Rayhan semakin intens menggosok-gosok bibir kemaluan Kakaknya, bahkan ia bisa merasakan lendir cinta Zaskia yang merembes, membasahi mukena yang ia kenakan.

"Bandel gimana si Kak?" Goda Rayhan.

Zaskia yang gemas menjepit kepala kontol Rayhan. "Kamu tuh jahil... Suka gangguin Kakak! Gara-gara kamu Kakak sampe gak shalat." Omel Zaskia dengan suara beratnya.

"Kan bandelnya cuman sama Kakak." Jawab Rayhan, ia membenamkan wajahnya diatas payudara Zaskia, melahap putingnya dari balik mukena yang di kenakan Zaskia. Nafas Zaskia sampai sesak karena ulah Rayhan yang begitu nekat.

Mau sampai kapan kamu kayak gini Zaskia? Berpura-pura seakan tidak terjadi apa-apa.

Zaskia yang sudah berada di puncak birahi hanya bisa pasrah menerima perlakuan Rayhan yang dengan sengaja menyentuh bagian sensitif tubuhnya.

Tentu saja Zaskia sadar kalau apa yang mereka lakukan saat ini sudah sangat jauh. Bahkan secara terang-terangan mereka berdua saling merangsang satu sama lain. Andai ada orang yang melihat mereka, tentu orang tersebut akan mengira kalau mereka berdua sepasang kekasih.

"Janji..." Lirih Zaskia.

Rayhan menggigit lembut puting Zaskia. "Janji Kak... Adek cuman jahilnya sama Kakak doang." Jawab Rayhan seraya tersenyum penuh arti. Mendengar jawaban Rayhan, hati Zaskia berbunga-bunga, ia merasa dirinya sangat spesial di mata Rayhan.

"Kakak sayang Adek." Bisik Zaskia, ia mencium lembut pipi Rayhan.

Cukup Zaskia... Cukup...

Pemuda itu tersenyum, lalu pandangannya kembali turun kearah payudara Zaskia. Ia membenamkan wajahnya kembali diatas payudara Zaskia, sembari matanya melirik kearah mata Zaskia, Rayhan membuka mulutnya.

Zaskia memalingkan wajahnya, dan sebagai jawabannya ia semakin cepat mengocok kontol Rayhan. Dan... Selanjutnya Zaskia di buat mabuk birahi oleh hisapan bibir Rayhan di puting payudaranya. Lidahnya menggelitik lembut puting Zaskia, membuat memeknya makin basah.

Zaskia hanya diam ketika tangan kiri Rayhan yang tengah memeluk pinggangnya berpindah keatas payudaranya, ia meremasnya dengan lembut payudara Zaskia dari balik mukena yang ia kenakan.

Kamu benar-benar sudah gila Zaskia.

"Aaahkk.... Sstttt... Dek... Aaahkk..." Desah Zaskia berat. Ia benar-benar tidak tahan karena di rangsang terus menerus oleh Adiknya.

"Adek sayang Kakak." Bisik Rayhan.

Zaskia menggigit bibirnya, entah kenapa ia senang mendengar pengakuan Rayhan. "Sumpah..." Gemas Zaskia, sembari mengusap-usap kepala kontol Rayhan yang terasa licin karena sedikit cairan kontol Rayhan yang keluar dari ujung penisnya.

Rayhan kembali mengangkat wajahnya, kemudian dengan cepat ia mengecup bibir merah Zaskia.

Sejenak suasana menjadi hening, Zaskia tidak menyangkah kalau Adiknya akan sangat berani mencium bibir merahnya. Selama ini hanya Azzam, suaminya yang pernah mencium bibirnya.

"Kenapa kamu mencium bibir Kakak?" Lirih Zaskia.

Jemari Rayhan meraih puting Zaskia, ia memilin lembut puting Zaskia. "Karena aku sayang Kakak." Bisik Rayhan.

Zaskia yang awalnya marah karena kenekatan Rayhan, menjadi luluh setelah mendengar pengakuan dari adiknya. Bahkan ia pasrah ketika Rayhan membaringkannya diatas tempat tidur adiknya. Lagi mata mereka bertemu, saling tatap seakan mata mereka berdua berbicara, mengutarakan perasaan satu sama lainnya.

Jemari Rayhan membelai wajah cantik Zaskia, kemudian ia mengecup mesrah kening Zaskia.

"Kakak cantik sekali." Puji Rayhan.

Zaskia tersipu malu mendengarnya. "Gombal..." Lirih Zaskia, sembari mencubit lembut hidung adiknya yang mancung.

Zaskia memejamkan matanya ketika wajah Rayhan semakin dekat dengan wajahnya, kemudian dengan perlahan Rayhan menyentuh bibir Zaskia dengan bibirnya. Awalnya itu hanya ciuman biasa, tapi lama kelamaan Rayhan mulai melumat bibir Zaskia.

Hentikan Zaskia... Kamu sudah keterlaluan, sangat keterlaluan. Zaskia membuka mulutnya, membiarkan adiknya melumat bibirnya dengan lembut.

Seakan tidak mau kalah dari Adiknya, Zaskia membalas lumatan Adiknya, ia menjulurkan lidahnya membelit lidah Rayhan. Bahkan tanpa segan Zaskia bertukar air liur dengan Adiknya.

Sembari berciuman tangan Rayhan menjamah payudara Zaskia, ia meremasnya dengan lembut, mencubit putingnya dari balik mukena yang di kenakan Zaskia saat ini. Sungguh Zaskia ingin menghentikan kegilaan yang sedang mereka lakukan saat ini, tapi Zaskia tidak mampu untuk melakukannya.

Sadarlah Zaskia... Ini sudah terlalu jauh.

Jemari Rayhan turun kebawah, ia meraih gundukan memek Zaskia dari luar mukena yang di kenakan Kakaknya, ia membelai memijit mesrah memek Kakaknya yang sudah basah.

Rayhan melepas pagutannya dengan lembut, ia kembali menatap mata indah Zaskia.

"Aku sayang Kakak." Ujarnya lembut.

Dengan bibir bergetar Zaskiapun menjawab. "Kakak juga sayang Adek." Lirih Zaskia, jantungnya berdegup kencang, ia seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta dengan seorang pemuda.

Sedikit demi sedikit Rayhan menarik mukena Kakaknya. Perlahan mukena itu terus naik, melewati betis jenjangnya, lutut, hingga mulai memperlihatkan paha mulusnya yang sediit berlemak. Zaskia sadar sebentar lagi memeknya akan terlihat.

Hentikan sekarang Zaskia...

Kamu sayang Rayhankan Zaskia? Dia hanya ingin menelanjangimu, apa yang salah dengan apa yang ingin di lakukan adikmu, bukannya kamu sering telanjang di depan adikmu.

Hentikan Zaskia, ingat... Kamu sudah bersuami.


Sekilas Zaskia melihat bayangan wajah Suaminya saat pertama kali meminang dirinya. Apa yang kulakukan, ini tidak boleh terjadi.

Dengan sedikit kesadarannya Zaskia menahan pergelangan tangan Rayhan, bahkan ia mendorong dada Rayhan yang tengah berada diatasnya. Rayhan tampak terkejut dengan reaksi Kakak Iparnya, ia hanya diam melihat Zaskia beranjak dari tempat tidurnya.

Tanpa mengatakan satu patapun, Zaskia bergegas keluar dari kamar Rayhan sembari menitikan air matanya. Rayhan sempat melihat Kakaknya yang menangis, membuat Rayhan merasa sangat bersalah.

Pemuda itu terdiam, memandangi pintu kamarnya yang terbuka.

Sementara itu Zaskia berlari kekamarnya, ia menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidurnya, membenamkan wajahnya kedalam bantal sembari menangis sejadi-jadinya. Sungguh ia merasa dirinya begitu tega mengkhianati cinta suaminya sendiri.

Cukup lama Zaskia menangis, bahkan ia mengabaikan panggilan Rayhan.

"Kenapa kamu jadi seperti ini Za? Apakah kamu sudah lupa kalau kamu sudah bersuami.?" Gumam Zaskia, bertanya kepada dirinya sendiri.

Sekarang Zaskia benar-benar di buat kebingungan, haruskah ia menjaga jarak dari adiknya. Pemuda yang satu bulan belakangan ini mengisi hatinya yang kosong di tinggal pergi oleh Suaminya. Mampukah ia mengabaikan adiknya yang amat sangat ia sayangi.

Zaskia duduk di tepian tempat tidurnya, ia mengusap air matanya, mencoba menguatkan hatinya.

"Aku pasti bisa." Gumam Zaskia.

Ia mengambil bingkai foto pernikahannya diatas meja riasnya. Menatap foto dirinya bersama Azzam saat mereka menikah dulu, sedikit senyuman terukir di wajahnya, walaupun senyuman itu sedikit terlihat palsu, sebuah senyuman yang berbeda ketika ia melihat Rayhan.

"Maafkan aku Mas, aku janji kejadian barusan tidak akan pernah terulang lagi." Lirih Zaskia, ia meyakinkan dirinya untuk memenuhi janjinya kali ini.

*****

Kalau tidak ada halangan, saya akan update selanjutnya dua hari lagi.
Doakan saja semua pekerjaan dengan lancar, sehingga tidak menggangu proses pembuatan cerita yang saat ini saya kerjakan.
Terimakasih sudah mau menunggu, mohon maaf kalau masih banyak kekurangan.
Uuuh sisi liar Salma sudah muncul. Mau digarap di depan suaminya...
Gak nyangka dia bj si dukun dengan telaten, ngarep disodok sampe lemes
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd