Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT PPKM (Perempuan Pelayan Kakek & Mamang)

Karena Banyakan Yang Minta Update Cerita, Intermezonya abis part 4 ini aja yak.

Hana is coming to the end, Guyss !!
Karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik

Home (Index Halaman)

Episode 3b : Jenis Baru Pelanggan Tubuhku


Episode 4 : Susu Dibalas Air Susu



Hana Bersih-Bersih



Semenjak waktu itu aku izinkan Kek Wiryo menyirami 'ladang' belia ku, dia selalu merayuku supaya dia boleh setiap hari menyuntikkan 'obat putih' nan lengketnya itu ke dalam liang kewanitaanku setiap kali mengintimiku. Tentu aku menolaknya, setidaknya untuk saat ini. Memang aku juga ingin sekali agar rahimku diisi oleh benih dari pejantan tuaku ini, namun setidaknya aku harus lulus SMA dulu biar tidak ada sanksi sosial untuk kami berdua.
Ya, meskipun hubungan antara gadis SMA dengan kakek tua seperti aku dengan Kek Wiryo tentu tak bisa diterima oleh lingkungan sosial di sekitar kami, tapi setidaknya jika aku lulus SMA dulu, aku bisa beralasan kuliah di luar kota kepada kedua orang tuaku dan Kek Wiryo akan beralasan ingin tinggal sendiri di luar kota yang lebih sepi sehingga aku dan Kek Wiryo bisa tinggal berdua saja dan berbuat hal mesum sesuka kami. Dan siapa tahu, aku juga bisa bertemu cinta pertamaku yang tak lain dan tak bukan adalah seorang pria tua juga, yakni Pak Karso sehingga fantasiku bisa terwujud yakni disenggamai dan dihamili 2 pria 'expired' favoritku. Kek Wiryo pasti juga sudah mengerti kenapa aku tidak mengizinkannya lagi untuk saat ini, tapi dia cuma ingin mencoba 'peruntungannya' terhadap liang senggamaku yang sudah menjadi hak milik ekslusifnya ini.

Memang pada dasarnya, aku punya kelainan, yakni merasa sangat bergairah saat disenggamai oleh pria paruh baya dan cenderung sudah tua, aku juga tak keberatan dicabuli oleh seorang lesbian, yakni, Sheila. Entahlah, aku akan jadi apa, yang pasti, aku hanya ingin menjalani keadaanku yang sekarang saja tanpa memikirkan yang lain. Punya Kek Wiryo sebagai 'pemilik ekslusif' tubuh beliaku ini, dan Sheila sebagai pencintaku sebagai pasangan lesbi.
Yang menjadi masalah, Kek Wiryo sudah tahu tentang Sheila, justru dia menyuruhku mengundangnya ke rumah, aku sudah tahu pasti dia ingin membujuk Sheila sehingga nanti dia bisa mencabuli 2 gadis muda sekaligus. Tapi, si Sheila belum mengetahui tentang Kek Wiryo sebagai pria yang sering menikmati tubuhku setiap harinya, dia masih berpikir bahwa pacarku itu adalah seorang pria seumuran denganku yang tampan atau minimal kaya, pasti dia kaget setengah mati kalau pacarku itu sebenarnya adalah seorang lansia uzur yang sudah berhasil ku'latih' sehingga bisa menyenggamaiku tiap hari minimal 3x.

“Ccpphhh....”. Aku mencium lembut Sheila yang sedang bermesraan denganku. Kami berdua sudah tak mengenakan apapun, saling berpelukan dan bertukar kehangatan tubuh masing-masing.
“Hana....terima kasih...kamu bener-bener keajaiban bagi aku....”.
“Hmm...bilang apa sih kamu....”, ucapku seraya menutup bibirnya dengan jari telunjukku.
“Eh iya...kan kamu bilang punya pacar cowok ? Aku boleh tahu nggak, pacar kamu kayak gimana ?”.
“Hmm...yakin kamu mau tahu ?”.
“Iyaa..aku penasaran...itu juga kalo boleh sih...”.
“oke...rahasia kamu kan udah kupegang nih sampe sekarang...sekarang gantian...kamu juga megang rahasia aku...”.
“ha? Emm....okee...emang kamu punya rahasia apa ?”.
“Sebentar....”, tanpa repot menggunakan pakaian sedikitpun, aku pun berjalan ke ujung kamar Sheila.

“Ee..hhh...Hana...nanti kamu keliatan....”, Sheila memperingatkanku karena memang aku melewati jendelanya yang memang sedang dalam keadaan terbuka namun tertutup hordeng tipis yang transparan.
“biarin aja...hihihi....”, secara psikologis, bagi aku yang setiap harinya tidak mengenakan apapun semenjak menginap di rumah Kek Wiryo, terasa begitu biasa saja berjalan-jalan di dalam rumah tanpa mengenakan sehelai benang pun di tubuhku yang putih mulus ini.
Aku mengambil handphoneku, kubuka folder rahasiaku. Tanpa penjelasan, aku memperlihatkan handphoneku ke Sheila.

“Ini siapa ?”.
“Menurut kamu...siapa?”.
“Ini, kakek kamu ya?”, tanyanya karena melihatku yang sedang foto selfie dengan Kek Wiryo.
“Hihihi....itu pacar aku....”.
“Ha? Becanda kamu...nggak lucu ah...”.
“Nggak percaya kamu?”.
“Ya nggak lah...”.
“Coba, kamu slide ke samping deh fotonya...”. Sheila langsung tertegun melihat foto selanjutnya.
“Ini beneran, Na ?”, tanyanya merujuk ke foto keduaku yang menampilkan aku bertelanjang dada sementara Kek Wiryo menampung kedua buah payudara putihku dengan tangan keriputnya dari belakang.
“ya iyalah”, jawabku santai. Seolah tak percaya, dia melihat foto-foto selanjutnya yang lebih vulgar. Ada fotoku yang diambil dari jauh dengan timer sehingga aku bisa berpose full body tanpa mengenakan apapun sementara Kek Wiryo memelukku dari belakang, aku sedang mencium penis keriput Kek Wiryo, sampai aku yang memejamkan mata karena wajahku sedang dikencingi pejantan tua ku itu. Video aku sedang berjalan berlenggak lenggok seperti model tanpa busana di depan Kek Wiryo pun juga ada.

“Aku nggak nyangka, Hana....”.
“Kenapa? Kamu illfeel ya?”.
“Nggak, aku cuma kaget aja. Kamu kan cantik banget, body kamu juga bener-bener sexy banget. Yang aku tau, semua cowok di sekolah pasti ngomongin kamu. Banyak juga yang ngomongin jorok tentang kamu. Bahkan, aku sempet kebetulan denger, guru-guru cowok juga ngomongin kamu”.
“serius kamu, Shei?”.
“Iya...”.
“Aku juga nggak tau...kenapa aku lebih suka cowok-cowok yang udah tua cenderung kakek-kakek...kayaknya aku emang ada kelainan, mau aku ngapain kek. Tetep aja, rasanya beda.”.
“Berarti kamu nggak pernah pacaran sama yang seumuran gitu ?”
“Ya pernah lah...tapi ya itu...biasa aja, kayak ama temen. Giliran liat kakek kakek sendirian, aku rasanya gimana gitu. Cinta pertama aku juga penjaga sekolah aku pas SMP dan dia yang merawanin aku” .
“Ha? Serius kamu? Kamu yang idol satu sekolah...diperawanin sama penjaga sekolah ?”.
“Iya..mungkin itu awalnya...karena aku bukan diperawanin paksa, mungkin makannya aku jadi gimana gituu...ke kakek-kakek...”. Sheila tak berkedip dan sedikit geleng-geleng kepala.
“Maaf, Shei...pasti bikin kamu ilfeel ya?”. Sheila menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
“Nggak, Hana...aku cuma gak percaya aja...yang jadi bahan fantasi semua cowok di sekolah ternyata lebih milih pria berumur bahkan uzur...”.
“Iya hehehe...” . Hening sementara antara kami berdua.
“Now we know about each other's secret”, tambahku.
“Yes, thanks for sharing it with me...”.
“I hope you didn't sick with my preference”.
“Of course not, you've accepted my sexual preferences too. And better, you're my first love and it's become real after your said that you're willing to become my lover even though you're not lesbian like me.Thanks for being wonderful memories to me”.

“udah berapa lama kamu kenal Kek Wiryo ?”, tanya Sheila memecah kebisuan sementara kami.
“Lupa..kayaknya hampir mau 6 bulan..”, ujarku seraya mengelus-elus perutku.
“Jangan-jangan....kamu hamil sama Kek Wiryo ?”, tanya Sheila curiga melihatku mengelus-elus perutku.
“Rencananya gitu...tapi nggak kok...aku nunggu lulus SMA dulu...”.
“Jadi kamu beneran....mau dihamilin sama Kek Wiryo itu ?”.
“Iyaa...malahan dia udah pernah DP...keluarin di dalem...”.
“Ha? Serius kamu, Na?”.
“Iyaa..waktu yang aku nginep di sini...kan besoknya aku pulang...terus Kek Wiryo nggak ngebiarin punya aku nganggur ...disiram peju terus seharian...”.
“kuat juga Kek Wiryo....tapi bentar...kok Kek Wiryo bisa bebas nidurin kamu?”.
“Iya..aku kan lagi nginep di rumah Kek Wiryo...sampe nanti 1 bulan lagi...”.
“jadi orang tua kamu ngebolehin ?”.
“Ngebolehin nginep..iya.. karena mereka taunya aku jagain Kek Wiryo. Mereka gak tau kalau aku jadi gundiknya Kek Wiryo”.

Sheila pun bertanya banyak hal kepadaku. Aku menceritakan semuanya, mulai dari tiap pagi, aku harus makan permen karena dicekokin sperma oleh Kek Wiryo, terus vaginaku jadi 'penampung' air kencing Kek Wiryo lalu diselotip sehingga aku harus bersekolah dengan air kencing Kek Wiryo di rahimku seharian, sampai bekalku yang di 'kuahi' oleh Kek Wiryo dengan air maninya.
Sheila tentu bertanya kenapa Kek Wiryo bisa mempunyai tenaga sekuat kuda seperti itu. Akhirnya aku juga menjelaskan dari pertama aku mulai menggunakan tubuhku untuk 'melatih' Kek Wiryo sampai akhirnya seperti sekarang, bagai kuda liar yang selalu bertenaga untuk menggenjot betinanya yakni aku. Sheila nampak makin larut dalam ceritaku, entah karena dia tertarik atau karena merasa tidak percaya bahwa aku yang dikenal sebagai bunga sekolah menjadi pelayan nafsu kakek-kakek setiap harinya.

Saking asyiknya mengobrol, kami sampai lapar. Dengan berpakaian seadanya, Sheila pun keluar untuk meminta makanan ke pembantunya. Aku pun sudah berpakaian saat Sheila masuk ke kamar lagi. Dia memintaku untuk melanjutkan cerita sampai si Bibi datang membawa makanan dan kami makan mengisi kehampaan di lambung kami.
"Eh aku tau....kamu mau ketemu Kek Wiryo ?".
"Ha? Ng...nggak, Na...". Sebenarnya aku tahu, dari reaksinya tadi, dia penasaran juga melihatku dengan Kek Wiryo.
"Bener nih ? Nggak mau ngeliat aku digrepein Kek Wiryo ?", godaku.
"Nngg.....".
Sudah dari awal kubilang padanya. Kami memang jadi pasangan lesbi, tapi itu bukan berarti dia memilikiku seutuhnya, dia harus rela berbagi tubuhku dengan kekasihku yang lain, yang tak lain adalah seorang pria tua.

"Aku....cuma mau kenal aja....", akhirnya dia menjawab setelah kami berpandangan.
"Naah...oke deh...yuk kita ke rumah Kek Wiryo...".
"Ha? Sekarang ?".
"Iyalah ..masa besok.. kan besok sekolah...".
"Ii..yaa, deh Na...".
"Tapi sebelum itu...", aku pun menyergap tubuh Sheila.
"You're mine...", bisikku seraya mulai 'memperkosa’nya. Sheila hanya ketawa kecil manja diperkosa olehku, dan kami pun mulai bergulat kembali.
"Oke siap ?", tanyaku ke Sheila yang membonceng ke belakang.
"Siap, Na".
"Oke...berangkatt....".




Hana Sheila Bergumul



Memang pada dasarnya, Sheila ini pendiam, di perjalanan, kami tidak mengobrol padahal baru saja tadi kami selesai 'bergumul kucing'.
Tak lama, kami sampai di rumah Kek Wiryo. Aku baru sadar, ternyata kalau dibandingkan, rumah Sheila masih agak lebih kecil daripada rumah Kek Wiryo.
"Eh kamu punya kuncinya ?".
"Iya lah....yang punya rumah aja punya kunci ke sini...masa aku gak punya kunci rumahnya", candaku sambil menunjuk ke daerah intimku.
“Kek...Hana pulaanng !!”, teriakku.
“Masuuuk”, balasan dari dalam rumah. Nampaknya Kek Wiryo sedang di ruang tengah. Memang biasanya jam segini, Kek Wiryo sedang santai menonton tv.
“Kenalin, Kek. Ini yang namanya Sheila”, ujarku setelah cipika cipiki.
“Ini ya Sheila. Saya Wiryo”.
“Saya Sheila”.
“Ayo, mari silakan duduk”.
“I...iya...makasih...”.
“Shei, sebentar ya, aku tinggal dulu”.
“I...iya”.
“Kek, Sheila ajak ngobrol, dia orangnya pemalu jadi susah ngobrol...”.
“Iya, Hana...”.

Aku meloyor pergi ke kamar, tidak tahu mereka mengobrol apa. Aku pergi ke dapur untuk membuatkan minum. Begitu aku datang dengan minuman, Sheila langsung terdiam, matanya terpaku padaku, tak berkedip. Tentu saja karena aku sudah tak mengenakan apapun di tubuhku. Tubuh putih mulusku yang sedang ranum-ranumnya ini terekspos jelas.
“Ayo Shei, diminum”. Sebenarnya, dia sudah kuceritakan kalau aku selalu bugil jika di dekat Kek Wiryo tapi nampaknya dia masih cukup terkejut denganku yang sudah bugil ini. Sementara kakek kesayanganku ini tersenyum.
Seperti senyuman bangga dan merasa menang apalagi ketika aku duduk di pahanya layaknya seorang boss mafia yang sedang asik bermain dengan gundiknya. Mungkin dia agak kaget juga melihatku memakai kalung leher seperti kalung untuk hewan peliharaan, hanya saja tidak ada talinya. Tanpa disuruh, aku bersimpuh di depan Kek Wiryo yang sedang duduk, kubuka celananya dan celana dalamnya, terpampang di hadapanku, seonggok batang kejantanan favoritku yang langsung saja kumasukkan ke dalam mulut untuk kuemut sesuka hati.

Aku tidak tahu bagaimana reaksi Sheila melihatku saat ini, karena aku sedang membelakanginya. Tapi kurasa, pasti dia tidak dapat berkata apa-apa, melihat teman lesbinya sedang bersimpuh di depan pria uzur untuk mengulum batang kejantanannya. Apalagi dia sendiri yang bilang kalau aku ini termasuk 'bahan' teman-teman pria untuk dijadikan fantasi. Kenyataannya sekarang, aku yang masih belia ini sedang asik memainkan lidah di sekujur 'tongkat' milik pria uzur.
“Jadi Nak Sheila ini sekelas sama Hana ?”.
“Nggak, Pak. Be...beda kelas...”, kudengar Sheila terbata-bata menjawabnya, entah karena dia memang grogi karena merasa malu atau sedang menontonku yang semakin larut 'mengunyah daging mentah' nan keras yang ada di hadapanku ini. Biasanya, Kek Wiryo sampai menggumam, melirih, dan mendesah keenakan dengan teknik 'sedot sari pati pria' milikku ini.
Tapi, sepertinya sekarang karena ada Sheila, dia ingin menunjukkan bahwa dia pria sejati yang benar-benar berkuasa atas tubuhku seperti pejantan alpha yang tetap cool meskipun betinanya sedang merangsang sang pejantan. Uummmhh, tapi memang benar sih, tubuhku merasa panas dan sudah tidak sabar ingin digenjot oleh kejantanan Kek Wiryo ini. Bunyi decakan dari mulutku yang sedang naik turun di batang kejantanaan Kek Wiryo terdengar cukup jelas karena mereka berdua tidak mengobrol, Sheila memang pendiam, jadi aku menatap Kek Wiryo dan memberikan isyarat untuk mengajak Sheila ngobrol lebih lanjut, sementara mulutku masih penuh dengan penis Kek Wiryo ini.




Hana Sibuk 'Ngempeng'



“maaf ya, Dek Sheila. Hana emang suka banget ngemut ini....”, aku mencubit paha manja karena dia bicara seperti itu sambil menunjuk ke selangkangannya.
“Ii...iya, Pak", jawab Sheila yang nampaknya bingung harus menjawab apa. Pastilah dia bingung, aku yakin baru pertama kali ini dia melihat seorang perempuan apalagi gadis seumuran dia yang begitu asyik & menghayati ‘menyantap' kemaluan seorang laki-laki tua seperti Kek Wiryo. Mereka pun mulai mengobrol, mulai dari hobi Sheila, sekolah Sheila dulunya, dan hal-hal kecil lainnya.
Sementara aku seperti dibiarkan begitu saja mengulum kemaluan Kek Wiryo seolah hal yang lumrah, seperti aku memang hewan peliharaan yang sedang asik bermain dengan majikan sementara majikannya melakukan hal yang lain. Bahkan Kek Wiryo bercerita ke Sheila bagaimana aku sangat suka dicabuli olehnya setiap hari bahkan dia juga bercerita bahwa dengan senang hati aku rela dikencingin olehnya, di wajah, tubuhku, di dalam liang senggamaku bahkan sampai kutelan.
Aku tidak tahu reaksi Sheila karena aku terlalu fokus ber'karaoke' dengan mic yang ada di depanku ini, tapi entah kenapa aku merasa malu dan kupingku agak panas namun dalam diriku serasa ada sesuatu yang sedikit bergejolak, seperti ada yang mulai mendidih.

Damn, am I getting aroused for humiliation ? Am I getting new fetish again?. What's wrong with me ? I'm sure there's somethings not right in my brain for my strange sexual appetite. Itu yang sedang aku pikirkan, bagaimana tidak? Pertama, aku lebih bergairah ketika lawan ranjangku adalah pria tua, aku sekarang juga lebih suka telanjang daripada memakai baju.
Dan nampaknya, aku mulai bertambah fetish lagi yakni suka dipermalukan dan di dominasi, khususnya pria-pria expired seperti Kek Wiryo. Sambil berimajinasi aku membuka panti jompo sendiri dimana isinya hanya kakek-kakek dan setiap hari mereka menggerayangi tubuhku untuk menyuntikkan air mani mereka ke dalam tubuhku sepuas mereka, aku semakin bersemangat ‘menyapa' seperangkat alat kawin milik Kek Wiryo ini, mulai dari pentungan sampai kantung zakarnya yang keriput.
Kek Wiryo memandangiku yang semakin intens, mungkin heran kenapa tiba-tiba aku sangat bersemangat. Dia memegangi kepalaku dan mulai aktif menyodok-nyodokkan kemaluannya ke dalam tenggorokanku. Aku yang sudah terlatih, membuka mulutku lebar-lebar dan menahan rasa ingin batukku agar pria tuaku ini bisa mencapai orgasmenya.

“Sebentar...ya...Sheila....”, ucapnya meminta izin ke Sheila ingin membuang air maninya dulu ke ‘tempat sampah' personalnya yakni aku. Dan tak lama setelah kurasakan kedut-kedut pada penis Kek Wiryo. Tersemburlah cairan lezat favoritku, kutampung semua di mulutku karena agak banyak, kutadahkan tanganku di bawah mulut supaya tidak ada yang tumpah.
Selesai menerima limpahan benih Kek Wiryo, aku mengambil gelas Kek Wiryo yang masih terisi minuman setengah. Kutumpahkan semua ke situ, dari mulutku atau tanganku. Kujilati atas dan bawah mulutku dengan lidah sambil memandangi Kek Wiryo yang agak sedikit terengah-engah untuk bilang tanpa berkata ke Kek Wiryo “enak pejunya", sambil mengedipkan mata. Aku pun membalikkan tubuhku. Sumpah, wajah Sheila terlihat merah sekali, matanya tak bergerak menatapi wajahku. Ku dekati dia sambil kubawa gelas minuman bercampur kuah putih kental milik Kek Wiryo.

“Now you see it for yourself".
“My lust for old man is real", bisikku.
“Ii...iya, Na". Mungkin kalian bertanya kenapa aku menunjukkan ke Sheila. Ya, sebenarnya aku punya misi rahasia untuk me ‘normal' kan Sheila.
“Ya udah...kalian ngobrol aja dulu yaa...Kakek mau rebahan sebentar...lemes...hehehe", ucap Kek Wiryo setelah menaikkan celananya dan pergi ke dalam kamarnya.
Sheila diam tak berkata, aku berusaha mengulik pendapatnya tentang tontonan dariku barusan. Dia menjawab, dia sangat kaget melihatku yang notabene adalah bunga sekolah dari tiga angkatan begitu binal dan pasrah di hadapan pria yang sepantasnya menjadi kakekku. Sambil melontarkan beberapa pernyataan, dengan santai aku menyeruput minuman bercampur air mani Kek Wiryo ini.
“Rasanya apa, Na?”.
“Apa ?”.
“Itu...”, tanya Sheila menunjuk ke gelasku yang sepertinya penasaran bagaimana rasanya minuman campur ‘sambal' laki-laki.
“Hmmm...asin-asin kecut gitu deh....hihihihi....mau nyoba?”. Spontan, Sheila langsung menggeleng cepat.
“Kirain kamu mau....”. Tak lama berselang, jemputan Sheila datang.
“Naa....aku balik dulu ya...”.
“iyaa sayang....”, ucapku seraya mengecup pipinya.

“Hari ini bener-bener....tak terduga", seru Sheila yang mulai menerima penyimpanganku.
“You gotta see yourself, right ?”.
“Yess....”. Aku berjalan mengantarnya ke pintu.
“Eh...Na...kamu nggak pake baju, nggak usah nganter aku....”.
“Nggak apa-apa, sayang".
Kami bercumbu mesra di depan pintu sebelum akhirnya Sheila keluar gerbang dan menuju mobilnya. Aku harap supirnya tidak melihatku berdiri di depan pintu karena aku masih tak mengenakan apapun. Aku pun kembali ke dalam rumah, menuju kamar Kek Wiryo.
“Jadi sampai mana tadi.....”, ucapku seraya menatap Kek Wiryo yang sedang berbaring santai di kasurnya.
“Sini...sayangku yang binal". Aku berjalan perlahan menuju Kek Wiryo untuk semakin menaikkan gelora birahinya.
“Ayo bikin adek buat Pak Aryo....”.
“serius, sayang ?”.
“iyaaa....memek Hana lagi pengen minum peju Kek Wiryo....”, tantangku yang memang sedang merasa ingin dihangatkan oleh sperma Kek Wiryo.
“Siapa takut.....”, ujar Kek Wiryo kegirangan.

Kek Wiryo pun tentu semangat menjalanka tugasnya sebagai calon suamiku dan pemilik sah dari selangkanganku. Dia menggempurku dan membuatku menggeliat ke sana ke mari dari sore hingga malam hari sampai daerah intimku benar-benar belepotan oleh cairan putih nan kental miliknya.
Begitu lengket di daerah intimku karena air mani Kek Wiryo begitu melimpah ruah, menggenangi rahimku sampai mulai luber ke luar. Aku yang sudah kelelahan hanya tersenyum saja ketika pria tua ini menempelkan lakban berlapis-lapis di celah vaginaku. Supaya makin tinggi peluangku hamil dari benihnya malam ini.
Ah, aku tidak tahulah aku harus bilang apa ke ayah ibuku jika sampai sperma Kek Wiryo yang sedang berenang untuk berusaha menjebol sel telurku malam ini membuahkan hasil. Yang pasti aku benar-benar puas, tak rugi aku melatih kejantanan Kek Wiryo.
Mungkin lebih puas lagi kalau ada cinta pertamaku, yakni Pak Karso. Mungkin mereka berdua akan berebutan dan saling mengaku anak yang keluar dari rahimku jika sampai kami bisa tinggal bertiga, pikirku sebelum menutupkan mata sambil memeluk badan keriput Kek Wiryo layaknya seorang istri yang kelelahan karena puas dirojoki penis suaminya.

Hari-hari pun berlalu penuh kemesraan dengan Kek Wiryo. Kami semakin mengeksplor dalam kegiatan reproduksi kami. Contohnya, seperti minggu lalu kami mendirikan tenda di halaman depan rumah. Kami sudah mengepak dari makanan, peralatan mandi, peralatan tidur, dan lainnya sehingga selama seminggu full itu, kami sama sekali tidak masuk ke dalam rumah melainkan terus di tenda.
Dan tentu saja, aku sama sekali tidak dibolehkan mengenakan sehelai benang pun meski aku harus keluar untuk mandi atau memasak makanan untuk kami berdua.
Aku merasa luar biasa gemetar, sangat was-was, jantungku berdetak cepat tiada henti setiap kali aku harus keluar tenda karena tidak ada secuil pakaian pun yang menempel di tubuhku.
Kami harus keluar tenda untuk mandi atau memasak makanan, meskipun tempat mandi yang kami siapkan berbentuk tenda tertutup tapi tetap saja, aku harus berjalan bugil menuju tempat mandi tersebut. Kalau Kakek Wiryo tetap bisa berpakaian karena dia beralasan sudah tua, takut masuk angin. Dasar Kakek Licik, dalam hatiku. Dan dia juga sering berkata kalau keindahan dan kemulusan tubuhku tidak perlu ditutupi, bahkan harus dibagi dengan orang lain.




Hana Mandi Di Luar



Anehnya, aku sama sekali tidak menolak ide tersebut, bahkan sempat berfantasi banyak orang yang menggerebek kami di dalam tenda lalu bergantian menggumuliku setelah diizinkan Kek Wiryo. Malah, aku merasa begitu terangsang, tubuhku terasa panas dengan bugil di luar ruangan seperti itu.
Tentu selama seminggu, aku digumuli Kek Wiryo sepuasnya di dalam tenda itu. Berliter-liter sperma selalu berpindah dari ‘hidran' Kek Wiryo baik ke tubuhku maupun ke dalam tubuhku. Namun aku memasang tanda forbodden tepat di ‘gundukan' vaginaku.
Secara harfiah, dengan dibantu Sheila, benar-benar digambar tanda dilarang, ditambah tulisan 'No Peju Allowed' di atasnya. Ditulis menggunakan tinta permanen yang baru bisa dihilangkan dengan alkohol, tinner, atau semacamnya. Tentu Kek Wiryo pun mencari jalan lain untuk bisa menginjeksikan air maninya ke dalam tubuhku yakni melalui liang pantatku dan mulutku. Pokoknya habislah aku ditusuk-tusuk oleh kakek tuaku ini selama seminggu.

Dan karena tempat tidur yang kami pakai berbahan parasut, jadi air mani yang tercecer tidak meresap ke tempat tidur sehingga bisa kubersihkan menggunakan lidahku sesuai instruksi si kakek tua pemilik tubuhku ini. Aku yakin, jika aku tak melarangnya untuk membuang air maninya ke dalam liang senggamaku, saat ini pasti aku sudah mengandung anaknya yang tak lain akan menjadi adik Pak Aryo.
Aku benar-benar larut dalam nikmatnya bersenggama karena Kek Wiryo begitu maksimal mendulang kenikmatan dari tubuh beliaku yang masih ranum ini setiap harinya. Digenjot, ditusbol, dan disogroki batang veteran Kek Wiryo selalu menjadi aktifitasku sehari-hari sampai ia benar-benar sudah tidak kuat lagi untuk menegakkan ‘tongkat pentung'nya di hari itu.
Jika ia sudah benar-benar tak bisa mengalirkan darah lagi ke penisnya itu, dia tinggal main ‘bongkar pasang' mainan sex nya ke tubuhku. Mulai dari dildo, vibrator, gag ball, butt plug, bahkan sampai jepitan jemuran ia pakaikan kepadaku. Benar-benar tak ubahnya seperti anak kecil yang asik bermain aksesori ke boneka nya. Mungkin sudah sesuai instingnya sebagai pebisnis sukses saat muda dulu, semakin lama ia semakin dominan sehingga hubungan kami semakin lebih jauh lagi dari sekedar tuan dan budak seks.

Aku benar-benar seperti hanya ‘aksesoris' seksual saja. Seperti misalnya, setiap kali Kek Wiryo ke WC, aku harus duduk bersimpuh di depan pintu masuk yang terbuka. Jika dia buang air kecil, begitu selesai, aku langsung masuk ke dalam untuk mengulum penisnya, untuk mengorek sisa air seni yang mungkin tertinggal di lubang kencingnya sampai benar-benar bersih sebelum aku keringkan dengan payudarakitu
Jika Kek Wiryo buang air besar, begitu selesai, aku langsung membilas pantat Kek Wiryo dengan tanganku. Setelah bersih dengan sabun & air, barulah aku jongkok dan menjilati lubang pantatnya. Dan begitu keluar kamar mandi, aku langsung mengelap kedua kaki Kek Wiryo dengan kedua buah buntalan dagingku. Entahlah, aku merasa begitu terangsang ‘digunakan' seenaknya oleh pria lansia kesayanganku ini, aku merasa begitu terangsang dan puas saat tubuh mulusku ini difungsikan sebagai ‘alat' keperluan Kek Wiryo.

“Na...lo bawa bekel ?”.
“iya nih hehehe....”, jawabku yang sedang membuka bekalku di sekolah.
“bawa apa aja?”.
“Oh ini infused water, terus biasa ayam goreng sama sayur...”.
“terus ini saus putih apa?”.
“Oh, mayo ini mah...”.
“Tapi kok kayak agar cair gitu ?”.
“Iya, sengaja gue....mau bikin kayak saus mayo gitu...ngikutin di youtube gitu...hehehe".
“Ooh...nyobain dong".
“jangan...besok-besok aja...ini tadi kayaknya gue ada salah resep".
“yaah...yaudah deh...”.
Tak mungkin aku membiarkan temanku menyicipi bekalku. Bisa gempar satu sekolah begitu mengetahui kalau minuman dan saus putih ini berbahan dasar dari air mani pria, apalagi pria tua. Infused water ku pun ini sebenarnya air ‘rendaman' penis Kek Wiryo kemudian dicampur dengan air mani Kek Wiryo.
Sedangkan, untuk ‘saus' ini, benar-benar hasil dari 2x ejakulasi Kek Wiryo. Bukan hal yang sulit untuk ‘memerah' Kek Wiryo 3-4x kali di pagi hari karena memang sudah pekerjaanku setiap harinya. Ditunjang wajah cantik dan tubuh putih mulus tentu semakin memudahkanku ‘mengerek' penis Kek Wiryo naik.
Mulut, vagina, dan anusku pun ‘alat’ yang sempurna untuk memerah penis Kek Wiryo. Mungkin karena dikeluarkan pagi hari, rasanya jadi agak aneh ketika sudah di siang hari karena memang tidak bisa kusimpan di tempat dingin dulu, tapi tetap kumakan dengan lahap.

Sausnya pun kutuangkan langsung semuanya ke nasi dan laukku kemudian aku mulai makan. Berliter air mani Kek Wiryo yang sering kutenggak dan dibalurkan ke wajahku setiap harinya tentu menghilangkan konsep jijik dari pikiranku bahkan sampai ke konsep dimana aku merasa tidak bisa hidup tanpa Kek Wiryo dan kenikmatan yang diberikan batang kejantanannya seolah penis ‘usang'nya adalah sumber kehidupanku.
Dan karena begitu intensnya penis Kek Wiryo masuk ke dalam tubuhku, aku yakin liang senggama atau rektumku sudah berbentuk 'cetakan' penis Kek Wiryo. Soalnya, setiap kali aku 'dicolok' oleh kakek tua ini, rasanya begitu pas mantap seolah potongan puzzle yang baru dipertemukan. Belum saja Kek Wiryo menyuruhku untuk membubuhkan tanda atau cap khusus miliknya di atas tubuhku. Kalau dia sudah menyuruhku, pasti sudah kulakukan dengan senang hati dan kubuat permanen agar semua tahu bahwa tubuh mulusku ini adalah properti sah dari Kek Wiryo.

Namun, tak disangka, segala yang baik pasti ada akhirnya. Ya, meskipun aku tahu persetubuhanku dengan Kek Wiryo bukanlah hal baik, lebih ke tabu karena mana ada seorang gadis SMA yang dikawini seorang pria tua tanpa ada beban moral di hatinya. Akhir yang kumaksud saat ini bukan karena ketahuan, tapi kesehatan Kek Wiryo yang semakin memburuk. Tentu tak ada yang menyalahkanku karena memang umur Kek Wiryo sudah semakin tua.
Pak Aryo & Bu Dewi justru berterima kasih berulang kali karena melihatku yang kelihatan benar-benar khawatir dan cemas namun tetap telaten merawat Kek Wiryo. Dan memang hal yang paling membuat mereka berterima kasih adalah aku bisa merubah sifat Kek Wiryo 180 derajat sehingga keluarga mereka kembali seperti semula. Kalau saja mereka tahu, tubuh putih mulusku lah yang berhasil menjadi obat penenang Kek Wiryo, pasti mereka akan kaget bukan kepalang.

Apalagi Pak Aryo, kalau dia sampai tahu kalau aku dan ayahnya yang sudah renta itu berulang kali berusaha untuk membuatkannya adik, entah dia akan bereaksi seperti apa. Dan karena Aku yang sudah terbiasa ‘mengurusi' Kek Wiryo sama sekali tidak segan ketika harus memandikannya, menggantikan popoknya meski penuh dengan air kencing ataupun kotorannya.
Untuk itu, Pak Aryo dan Bu Dewi sangat berterima kasih padaku, mereka bilang tak tahu harus memujiku bagaimana lagi, makanya mereka memberiku uang yang cukup lumayan, tapi uang itu langsung kuberikan ke orang tuaku dan mereka bilang uang yang diberikan seperti gaji orang kantoran karena berjumlah 6 jutaan.
Awalnya, tentu kedua orang tuaku merasa sungkan dengan uang yang diberikan, tapi Pak Aryo dan Bu Dewi bersikeras karena sangat berterima kasih kepadaku yang bahkan sekarang, aku tinggal bersama mereka, di kamar Kek Wiryo lebih tepatnya.
Baik kedua orang tuaku maupun Pak Aryo & Bu Dewi pernah bertanya kepadaku, apakah aku merasa terpaksa menjaga Kek Wiryo.

Tentu aku jawab tidak karena aku merasa sudah kewajibanku sebagai ‘istri' Kek Wiryo untuk menjaganya. Dan karena memang aku sekolah, Pak Aryo juga menyewa orang untuk menjaga Kek Wiryo dari pagi sampai sore, sementara aku dari sore sampai pagi. Pak Aryo & Bu Dewi sekarang lebih sering di rumah mungkin karena khawatir dengan Kek Wiryo tapi sungguh benar tidak ada yang curiga denganku yang satu kamar dengan Kek Wiryo.
Sebenarnya memang Pak Aryo khawatir kalau malam hari Kek Wiryo kenapa-kenapa, langsung saja aku menawarkan diri untuk tinggal di kamar Kek Wiryo. Mereka berdua pun tentu bertanya apakah aku yakin mau sekamar dengan Kek Wiryo. Aku jawab iya tentu. Mereka pun konsul dan meminta izin pada orang tuaku, orang tuaku memberikan kembali keputusan padaku.

Bukannya mereka tidak menjalankan peran mereka sebagai orang tuaku, tapi dari dulu, keluarga kami memang berprinsip setidaknya berani mengambil keputusan sendiri selama masih di jalan yang benar. Well, ini bukan jalan yang benar sih, tapi setidaknya aku bisa membantu keluargaku dari sisi ekonomi.
Dan jadilah, aku pindah ke kamar Kek Wiryo. Pak Aryo pun membelikan ranjang terpisah karena terkait moral yang harus dijaga. Bagaimana pun juga, aku, seorang gadis SMA yang sama sekali tidak ada hubungan keluarga dengan Kek Wiryo tidak mungkin tidur satu ranjang dengan Kek Wiryo.
Pasti tidak ada yang menduga kalau dengan kemauan sendiri, aku menyelinap ke atas kasur Kek Wiryo dengan tak menggunakan sehelai benang pun.
Kenapa aku melakukan hal itu? Pasti kalian berpikir aku benar-benar mesum, melakukan hal ini kepada kakek tua yang sedang sakit parah.
Pasti kalian baru akan percaya jika melihat langsung karena setiap sore hari, sepulang sekolah, wajah Kek Wiryo terlihat lesu dan sama sekali tidak terpancar cahaya kehidupan tapi semenjak aku ada ide, melucuti pakaian di dapan matanya lalu menemani malamnya dalam keadaan bugil, wajahnya terlihat berbeda, lebih cerah seakan Kek Wiryo kembali menemukan sumber semangat untuk terus hidup yakni tubuh beliaku yang sedang ranum-ranumnya ini.
Apalagi ketika sudah tertidur, dia memelukku yang telanjang dan membenamkan wajahnya di belahan payudaraku.

Kek Wiryo terlihat tidur begitu damai, tentu aku agak menjaga jarak agar dia masih bisa bernafas. Nampaknya, tubuh putih mulusku benar-benar melekat di bawah alam sadar Kek Wiryo sebagai obat penenang nya. Kadang secara tak sadar, Kek Wiryo sering mengenyot ke payudaraku seperti bayi yang tidur sambil asyik menyusu ke ibunya.
Biasanya, setiap pagi sebelum sekolah, aku bangunkan Kek Wiryo untuk memandikannya, tentu aku masih dalam keadaan bugil. Kemudian aku menyuapinya sarapan setelah aku memakai seragam sekolah. Tapi pagi ini, aku goyang-goyang badan Kek Wiryo, sama sekali tak bereaksi.
“Kek...Kek...bangun Kek....”, ucapku. Tapi, tetap tak bergeming. Jantungku langsung berdegup cepat.
M aku tak tahu cara mengeceknya, otomatis aku langsung menaruh jariku di hidungnya dan mengamati gerak perutnya, tidak ada gerakan bernafas. Secepat kilat, aku mengenakan pakaian seadanya.
“Pak Aryo !!”, dengan nafas tersengal-sengal dan jantung berdegup cepat.
“Kenapa, Hana?”. Pak Aryo segera mendekatiku.

“Kek Wiryo, Pak". Segera Pak Aryo bergegas menuju ke kamar Kek Wiryo disusul perawat pria yang disewa itu. Perawat itu memastikan dengan mengecek denyut nadi, dan mengecek mata, dan nafas Kek Wiryo.
“Beliau....sudah wafat, Pak....”, ucap perawat tersebut dengan wajah yang sedih.
“Bapaakkkk !!!!!”, teriak Pak Aryo sejadi-jadinya.
Sementara aku dan Bu Dewi berpelukan sama-sama menangis sedih. Aku menangis begitu keras sambil semakin kencang memeluk Bu Dewi. Kami berdua saling menangis dan berpelukan. Aku memang tahu hari ini pasti akan datang, tapi aku tak menyangka akan begitu sangat sakit terasa di dadaku. Sesak sekali rasanya, luapan sedih tak bisa kubendung.
Aku tak peduli lagi kalau Pak Aryo dan Bu Dewi bingung kenapa aku sangat sedih. Setelah Bu Dewi berhasil mengontrol emosinya terlebih dahulu, beliau menenangkanku dan membawaku ke ruang tamu sambil tetap memelukku. Aku hanya bisa memperhatikan ketika Pak Aryo berusaha menyembunyikan kesedihannya dan bersikap tegar sambil mengurus segala sesuatu untuk pemakaman Kek Wiryo.

"Kamu pulang dulu aja ya, Hana…", ujar Bu Dewi lembut.
"Iyaa….", jawabku pelan. Bu Dewi pun mengantarku ke rumah. Begitu sampai di rumah, aku langsung berlari dan memeluk ibuku. Ibuku menenangkanku sejenak dan membawaku ke kamar. Begitu sendirian di kamar, luapan kesedihan pun tak bisa kubendung, aku kembali menangia sendirian. Tak bisa kuingat, ternyata aku menangis sampai kelelahan dan tertidur.
Aku pun dibangunkan ibuku yang sudah berpakaian berkabung, aku segera mandi dan bergegas berpakaian berkabung untuk ikut Pak Aryo dan Bu Dewi & rombongan untuk mengantarkan Kek Wiryo ke tempat peristirahatan terakhirnya.


Ibuku begitu lembut memelukku dan mengelus kepalaku karena aku kembali menangis di prosesi pemakaman Kek Wiryo sampai selesai. Para warga yang mengikuti prosesi pemakaman satu per satu pulang begitu Kek Wiryo sudah dimakamkan hingga tersisa Pak Aryo, Bu Dewi, Ibuku, dan Aku. Kulihat baru Pak Aryo menangis sejadi-jadinya sambil memeluk batu nisan Kek Wiryo. Bu Dewi hanya bisa memperhatikan suaminya di samping kami seraya sesekali mengelap air matanya.
Bu Dewi mempersilahkan kami untuk pulang duluan. Sebenarnya aku masih ingin melihat makam Kek Wiryo, tapi aku harus menuruti ibuku yang menggiringku ke luar area pemakaman karena sepertinya Pak Aryo perlu diberikan waktu sendiri. Kami berdua sampai rumah. Ibuku tetap menemaniku di kamar tanpa menanyakan sedikit pun kepadaku. Ibuku memelukku lembut dan membiarkanku meluapkan rasa sedih dengan menangis terisak-isak.

Beberapa hari berlalu, aku bersekolah seperti biasa, namun seperti ada yang hilang dari keseharianku. Setidaknya, untung ada Sheila yang menyemangatiku. Karena dia tahu hubunganku dengan Kek Wiryo, dia berusaha keras menghiburku dan aku sangat berterima kasih kepadanya untuk itu. Sabtu sore hari, Pak Aryo dan Bu Dewi datang ke rumah. Tiba-tiba Ayah memanggilku.
“Sini, Hana...”, ibu menyusulku ke kamar. Melihat kedatangan Pak Aryo & Bu Dewi, entah kenapa aku merasa deg-degan. Ada perasaan khawatir dan cemas. Apakah mereka tahu hubunganku dengan mendiang Kek Wiryo.
"Begini, maksud kedatangan kami berdua ke sini mau membicarakan tentang mendiang ayah kami…". Deg !, aduh….beneran ini feelingku.
"A...ada apa, Pak Aryo ? Apa saya ada salah ?", jawabku ketakutan.
"Ooh..tidak, Hana...justru kami ke sini mau minta maaf sekaligus sangat berterima kasih ke kamu, Hana…", ujar Bu Dewi.
"Iya, terlebih saya sebagai anaknya. Benar-benar berterima kasih ke kamu, Hana…".
"Ee..mm...saya? Emang kenapa, Pak?", aku sedikit merasa lega karena sepertinya bukan soal hubungan terlarang aku dengan mendiang Kek Wiryo.

"Iyaa….berkat kamu...Kek Wiryo kembali ke dirinya yang dulu...kami jadi sering mengobrol lagi, bahkan membicarakan strategi bisnis lagi...persis seperti pertama kali saya belajar menjadi penerusnya....dan baik lagi dengan istri saya"
“Iyaa...saya jadi merasa menantu yang paling di sayang...kamu memang hebat, Hana...”.
“Ii...ya, Bu, Pak...makasih....”.
“selain itu, kami juga minta maaf karena kami baru sempat datang ke sini untuk mengucapkan terima kasih ke Hana. Bapak, Ibu...”, ucap Pak Aryo ke ayah dan ibuku.
“Oh iya, Pak..tidak apa-apa...”
“dan sebenarnya tujuan kami ke sini...mau bicara tentang surat peninggalan ayah saya ini...”, ujar Pak Aryo seraya menyerahkan secarik kertas ke ayahku, kemudian setelah selesai membaca, ayahku menyerahkannya kepadaku. Intinya, surat ini menunjukkan tulisan tangan Kek Wiryo yang berpesan menitipkanku ke Pak Aryo untuk dijadikan anak angkat.

“Tanpa mengurangi rasa hormat kami ke Pak Tio...kami datang ke sini ingin menyampaikan bahwa kami berniat untuk membiayai pendidikan Hana sampai selesai kuliah".
“tapi, Pak Aryo...saya bukannya tidak setuju...saya khawatir akan membuat ada rasa tidak enak di keluarga kami ke Pak Aryo", tolak ayahku secara halus. Aku merasa agak mengerti alasan ayahku menolak.
Sebagai kepala keluarga yang masih berpenghasilan tentu agak mencoreng harga diri ayahku. Meskipun memang tidak terlalu besar, tapi penghasilan ayahku ditambah pendapatan warung makan ibuku cukup untuk kehidupan sehari-hari dan membiayai pendidikan.
“Kami minta maaf sekali lagi, Pak. Kami sama sekali tidak ada maksud lain, kami benar-benar ingin berterima kasih kepada Hana sekaligus menjalankan amanah dari mendiang ayah saya...”. Ibu dan ayah saling berpandangan, dari tatapan matanya, aku tahu Ibu menyerahkan keputusan ke ayahku.
“Hmm....”, ayahku menarik nafas. Dia kelihatan sangat bimbang.
“Kalau begitu, bapak serahkan ke Hana..bagaimana, Hana?”.
“aahmm..itu...Hana takut membebani Pak Aryo dan Bu Dewi...”.
“Oh sama sekali nggak, Hana...”, jawab Bu Dewi.

“Kami malah senang...”, tambah Pak Aryo. Aku pun menoleh ke ayahku. Dia hanya tersenyum dan memberikan isyarat untuk menjawabnya sesuai kemauanku.
“Eemm..kalau tidak apa-apa..boleh, Pak...”, jawabku agak malu-malu. Sebenarnya, aku merasa senang karena artinya aku bisa meringankan beban ayah dan ibuku. Bu Dewi langsung menghampiriku dan memelukku.
“Kamu memang luar biasa, Hana...”.
Setelah itu pun, kami sekeluarga mengobrol. Ayah dan Pak Aryo sepertinya membicarakan bisnis di ruang tamu. Sementara, aku, Bu Dewi, dan Ibuku mengobrol tentang diriku di ruang tengah. Yah seputar pacar, kampus yang aku tuju, dan lain-lain. Dan pastinya, Bu Dewi penasaran bagaimana caraku bisa mengembalikan Kek Wiryo dari yang galak kembali hangat seperti dulu.
Karena skenario pertanyaan ini sudah lama ku simulasikan di dalam otakku, aku bisa menjawabnya dengan lancar tentu aku sembunyikan fakta bahwa faktor terbesarnya adalah ‘mengelola' nafsu Kek Wiryo dengan tubuh mulusku ini secara rutin dan telaten tiap harinya. Aku sama sekali tidak menyangka kalau penyakit seksualku ini akan berdampak positif ke keluargaku. Apa aku cerita saja ya ke ayah dan ibuku ? Hmmm...mungkin...




Hana Berpikir Sambil Murung



Biar lu pada nggak nebak kapan tamatnya, itu udah gw lengkapin judul-judulnya sampe tamat n intermezzonya di Home Page di bawah ini yak, click aja di bawah, jangan manja wkwkwk

Home (Index Halaman)
Episode 5 : Pengamanan Daun Muda
 
Terakhir diubah:
Kek wiryo,,, hik hik snif snif
Kenapa begitu cepat, belum liat videonya waktu si Hana di isi air pipisnya nih kek,,, T.T
 
wah mantap habis suhu salut2 semangat selalu suhu dan jaga kesehatan
 
Apdet weeeehh
Yoi broo
Mantaaaab
Makasih updatenya om @TheGreatMag
Thx jg udh baca, broo
Very nice update
Thanks broo
game nya mana gann
Sabtu ini atau minggu depan yak. Tergantung mood wkwkwk
Makasih update nya hu
Thanks jg udh baca Hu
yah hilang lagi pemiliknya :(
Iyaa..namanya jg udh uzur yg mendekati usia nya hahaha
Makasih updet lanjutannya kang
Siaap bro Paijo
Aq pikir sheila bakal ikut rasain kontol kakek wiryo. Tapi ternyata kakek wiryo sudah dipanggil dulu 😭
Nggak, mba Rin...biar gk terlalu ketebak gtu hahaha
Update yg selalu di nanti
Thx bro Raja (gk nyebut pejuh, gk enak)
Mantapp boskuhh
Thx bosqq
Kek wiryo,,, hik hik snif snif
Kenapa begitu cepat, belum liat videonya waktu si Hana di isi air pipisnya nih kek,,, T.T
Karena segala sesuatu yg 'baik' harus berakhir hahaha
Wajib dipantau
Siaap, jgn lupa teropong x ray nya buat ngeliatin Hana
Petualangan hana emang gak pernah gagal bikin sange
Yg pnting di lampiaskan bro. Klo d pendem, ntr sakit
Gas gas gas
Rem rem rem, takut nabrak
wah mantap habis suhu salut2 semangat selalu suhu dan jaga kesehatan
Siaap, sama juga untuk lo, Suhu. Semoga sehat selalu semua
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd