Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT PPKM (Perempuan Pelayan Kakek & Mamang)

Early Release

Karena minggu depan gw mau pulkam, takut lupa
Jadi gw post sekarang aja, harusnya minggu depan.
Next Release 3 minggu lagi berarti

Home (Index Halaman)
Episode 4 : Susu Dibalas Air Susu


Episode 5 : Pengamanan Daun Muda



Hana Mulai Beli Pakaian Bagus Meski Harus Bersedih


Sudah 1 bulan berlalu semenjak Kek Wiryo meninggal. Kehidupan keluargaku benar-benar berubah semenjak Pak Aryo & Bu Dewi menganggapku seperti anak mereka sendiri. Tadinya, memang ayahku agak segan menerima bantuan finansial dari Pak Aryo tapi memang ya dasar otak pengusaha. Pak Aryo menemukan cara agar ayahku melunak yakni dengan cara kerja sama eksklusif. Aku tidak tahu persis seperti apa bisnis mereka tapi nampaknya bisnisnya bisa digabung. Ayahku sering geleng-geleng kepala karena Pak Aryo sering memberikan kado tapi alih-alih disebut kado, Pak Aryo menyebutnya sebagai uang tips karena bisnis mereka.
Ayahku pun agak terpaksa menerimanya karena Pak Aryo adalah klien ekslusif dari perusahaan ayahku bekerja. Ibuku ? Ibuku berhenti buka warung makan gara-gara Bu Dewi. Eits, jangan salah sangka dulu pemirsa. Bu Dewi yang pernah mencicipi masakan ibuku mengajak ibuku untuk membuka catering bersama. Awalnya, ibuku tidak pede karena klien-klien dari Bu Dewi dari kalangan menengah ke atas semua namun Bu Dewi menyemangati ibuku sekaligus mencarikan pekerja yang sudah berpengalaman untuk membantu ibuku sehingga sekarang ibuku sudah lancar bermitra dengan Bu Dewi untuk urusan catering. Sumpah, ini beneran ? Masa gara-gara tubuh ‘aneh'ku yang merespon positif ketika digerayangi kakek-kakek ini, kehidupan keluargaku jadi berubah 180 derajat ?

Aku benar-benar tak habis pikir. Kerelaanku menjadi budak seks dan tempat menyalurkan nafsu bagi Kek Wiryo bisa memberikan dampak yang begitu positif bagi roda perekonomian keluargaku, apakah air mani Kek Wiryo yang dibuang ke dalam tubuhku membawa keberuntungan ? Hmm.... tapi tetap saja, aku sangat kehilangan sosok Kek Wiryo. Seorang pria lansia yang tadinya impoten dan kulatih menjadi pria alpha kembali di umurnya yang sudah sepuh yang sudah kudapuk sebagai pemilik resmi dari tubuhku ini. Dan juga, aku pun kehilangan Sheila karena bulan lalu, dia harus ikut keluarganya ke Jepang.
Aagggghhh..bisa gila aku ini. Mainan-mainan pun sudah tidak ada ‘rasa'nya lagi. Sebagai seorang gadis muda yang sehat & normal, aku membutuhkan yang ‘asli' untuk menggaruk relung kewanitaanku. Aku tahu betul ini karena selain nafsuku yang tidak normal juga karena efek dari di ‘kontoli' mendiang Kek Wiryo berkali-kali setiap harinya.




Hana Terlalu Jauh Eksplor Mainan

Dan karena preferensi tubuhku yang lebih memilih reaksi over positif terhadap pria berumur lanjut, aku sama sekali tidak berminat mencicipi ‘onderdil' teman-teman priaku yang seumuran. Aku hanya khawatir, ketika frustasiku sudah menumpuk, aku akan memperkosa kakek-kakek secara random. Kalau masuk berita dengan tajuk ‘Ditemukan seorang kakek yang trauma mendalam karena diperkosa seorang gadis dari SMA xx” kan jadi nggak lucu.
Sori, ngelantur ceritanya, aku udah bingung mau ngapain lagi soalnya. Kehidupanku pun kembali seperti biasanya. Didekati cowok-cowok, diajak jalan ya aku mau saja. Tak jarang juga aku dilabrak oleh cewek yang beda sekolah yang melabrakku karena merasa aku menggoda pacar atau gebetan mereka. Memang dasar betina +62. Eh bentar, kan gue juga?. Tidak tahu lah, pokoknya aku ada cara sendiri untuk menghadapi tindakan bully. Bully di antara cewek lebih serem lho, pemirsah. Bisa lebih sakit daripada sekitar bully fisik, tapi waktu itu aku sudah belajar cara menghentikan bully dari kakak kelasku waktu SMP dulu. Ada deh pokoknya.

“Hmm...hmm...”, aku sedang bersenandung melantunkan lagu karena moodku sedang bagus seraya mengingat masa lalu. Biasanya jam segini, gue lagi ‘niup seruling' Kek Wiryo sambil santai nonton tv.
“Ah shit....”, seketika aku kaget. Buru-buru aku buka tasku.
“Ah kan si bego....”, umpatku ke diri sendiri.
“Hp gw ketinggalan di kolong meja...”.
“Mana udah jam segini lagi hadeuuh..besok sabtu pula...masa iya gw tunggu sampe senin...apa besok pagi aja ya ?”.
“Ah udah lah...sekarang aja...ntar makin kemaleman...”. Aku bergegas segera berganti baju.
“Bu....Hana pergi dulu...”.
“Eh mau kemana kamu?”.
“HP Hana ketinggalan di sekolah...”.
“Udah malam, besok pagi aja...”.
“nanggung, Bu...”.
“Yowes, tunggu bapak kamu dulu...”
“Kelamaan nanti, Bu...”
“Tapi bahaya....”.
“nggak apa-apa, Bu..kan bawa motor sendiri ini....”.
“Emang di sekolah ada orang ?”.
“Ada, Bu...security sekolah...”.
“Yaudah ati-ati kamu....sampe di sana, langsung telepon ibu ya...”.
“Iya, Bu...Hana pergi dulu yaa...”.

Bergegas aku memakai helm dan cardigan dan tancap gas ke sekolah. Tak lupa aku membawa dompet berisi sim, stnk, kartu pelajar, siapa tahu harus menunjukkan kartu pelajar karena sudah malam begini. Kalau pembaca pada pinter, pasti tahu dong mengapa aku ngotot mau ambil hpku malam ini juga.
Ribuan foto dan puluhan videoku bersama Kek Wiryo ada di dalamnya, bisa bahaya kalau sampai ketahuan orang. Bodohnya gw, padahal emang udah mau gue pindahin ke folder terkunci di laptop yang kudapat dari Pak Aryo. Gue emang bego tapi nggak gaptek banget lah. Begitu sampai, aku langsung mendekati pos security.
“Permisi....”, ucapku sambil mengetuk-ngetuk kaca yang agak hitam dari luar.
“Permisi, Pak....”, ucapku kedua kalinya. Aduh, ini kemana lagi, apa lagi nggak ada yang jaga malem ini, tanyaku dalam hati.
“Ada apa, neng ?, suara dari belakangku.
“Waaaaa !!!”, spontan aku teriak kaget dan putar balik badan sambil meloncat.
“Aduh...bapak....hampir loncat jantung saya...hahh...hahh...”, ucapku mengatur nafas karena memang beneran sumpah kaget.
“Maaf..maaf, Neng...saya tadi habis beli makan di luar...neng ini siapa ya?”.
“saya murid sini, Pak", biar cepat aku menunjukkan kartu identitas siswaku.

“Terus neng Hana mau apa ke sini ?”, tanyanya langsung menggunakan namaku yang ia ketahui dari kartu tanda siswaku.
“Saya mau ambil hape saya, Pak...ketinggalan di kelas...boleh ya, Pak?”.
“Besok aja, neng...bapak takut diomelin kalau ngebolehin neng masuk malem-malem gini...”.
“Ayo pleeaaseee, Pak...”, ujarku seraya sedikit menggoda manja. Eits, inilah salah satu keuntungan menjadi wanita yang berparas cantik.
Sudah gitu, pengalaman binal dengan Pak Karso & Kek Wiryo menjadi alasan utama mengapa aku semakin lihai mengeluarkan pesonaku terutama sex appeal ku kepada lawan jenis.
“Engg....tapi nggak lama kan, neng ?”
“Iya, Pak...sueer...”, ucapku memperagakan gaya peace dengan tanganku dan muka seimut mungkin.

“Ya...yaudah, neng...sebentar, Bapak taro makanan ini dulu....”. Aku mengikutinya ke dalam pos security. Kalau dilihat, bapak ini masih gagah meskipun sudah terlihat tua.
“Bentar, Pak....”. Aku mengulum bibir bawahku, merasa sedikit tak nyaman.
“Kenapa, neng ?”.
“nngg.....tadi ibu saya nyuruh kalau udah sampe suruh telepon dia terus mau ngomong sama security yang jaga....”.
“oooh..yaudah, neng". Pasti kalian udah mikir jorok ya? Gue emang lagi ‘nagih' sih tapi nggak segampang itu juga, Bambang. Datar banget donk ceritanya ntar. Simak aja dulu ya. Aku pun menelpon ibuku untuk memberi tahu bahwa aku sudah sampai sekolah lalu menyerahkan hpku satu lagi ke security.

“Baik, Bu. Siap. Begitu selesai, saya langsung suruh neng Hana pulang".
“Emang ngomong apa, Pak? Ibu saya barusan...”.
“Ya dia cuma nitip biar bapak jagain neng terus langsung suruh pulang".
“Ooh..”.
“yaudah, neng. Mari langsung...kelas berapa, Neng nya?”.
“Kelas itu, Pak...”, aku menunjuk ke kelasku.
“Ooh. Ayuk, neng...nanti kemaleman". Kami pun berjalan menuju kelasku. Sumpah, emang bener kata orang. Sekolah di malam hari sangat bikin merinding. Apa energi negatif dari ratusan siswa yang dipaksa belajar tiap harinya mengundang makhluk halus ke sekolah-sekolah ya?.
“Pokoknya kalau neng ngeliat sekelebatan atau suara...jangan di gubris ya...”.
“aduuuhhh...Bapak..kenapa malah diomongin siiih...”, protesku.
“maaf, neng...bapak mau infoin aja".
“Hmmm...yaudah ngobrol aja deh, Pak...kalau boleh tahu, nama Bapak siapa?”.
“ooh, saya Jaelani, neng...biasanya dipanggil Beh Jai.”.
“Keren juga panggilannya....hihihi...”.
“Iya, neng...”
“Btw, saya nggak pernah liat Bapak kalau saya sekolah...”.




Pak Jaelani

“mm...iya, Neng...saya emang security malem....jadi cuma malem aja...”.
“Jadi tiap hari, malem terus ? Emang gak capek / ngantuk, Pak?”.
“udah kebiasaan dari muda dulu, neng. Dan kalau malem, lebih mahal, neng karena pada nggak mau kebanyakan...”
“Oohh gitu...”. Tak terasa, kami sudah sampai di depan kelasku.
“Sebentar, neng...”. Pak Jae pun menyalakan lampu.
“Silahkan, neng..bapak nggak tau neng duduk dimana soalnya".
“Jangan tinggalin lho, Pak...”.
“Nggak lah, Neng”. Nah, ini dia.
“kriiett...”, seketika, kursi di samping dari meja yang sudah kurogoh bergerak sedikit.
“Paaak.....”, langsung aku ngacir sambil menggenggam hp yang sudah kuraih sebelumnya.
“Nggak apa-apa, neng...mereka cuma iseng aja....”, ucap Pak Jae berusaha menenangkanku yang bersembunyi di belakangnya.
“Keluar yuuk...Pak...”.
“iya, neng...”.
“tapi Pak Jae jalannya mundur....”, pintaku agar aku tidak tetap dekat pintu keluar saat berjalan keluar.
“iya iyaa, neng".

Perlahan, kami berjalan mundur keluar kelas.
“Fuuuhh...”. Aku berjalan di samping kanan Pak Jae, pokoknya agar tidak dekat kelas.
“Pak Jae....bisa liat ya?”.
“Iya, neng”.
“emang tadi apa, Pak?”.
“nanti aja neng...”.
“Oke, Pak....”. Kami pun akhirnya sampai di pos satpam.
“Ini neng, minum dulu....”, ujarnya sambil menyerahkan segelas teh manis hangat. Wew, kayak UKS aja, apapun masalahnya, teh manis anget solusinya.
“Makasih, Pak...”. Sambil mendengarkan cerita Pak Jae mengenai kemampuannya itu, aku menyeruput sesekali teh manis hangat yang kupegang.
“Serem juga ya ternyata...”.
“Iya, neng...makanya sebelum saya, nggak ada yang kuat...”.
Sesekali, kulihat Pak Jae memandangi daerah gumpalan daging kembarku. Meskipun penyakit seks menyimpangku cukup komplikasi dan memang sedang dalam ‘ekstasi' tinggi, rasa shock setelah mengalami kejadian mistis secara langsung cukup untuk mengalahkannya.
“Yaudah neng...ati-ati ya...”.
“Iya, Pak. Makasih banyak ya...”.

Aku pun pergi meninggalkan area sekolah. Bagi pembaca yang sudah memikirkan yang enggak-enggak antara aku dan Pak Jae, aku cuma bisa bilang, “Tidak semudah itu, ferguso". Cerita ini cukup panjang dan agak sedikit berbeda dari ceritaku sebelumnya. Disimak aja ya. Hari-hari berlalu tanpa ada kejadian yang signifikan, paling cuma pengalaman saja merasakan kejadian mistis secara langsung.
Tapi beberapa temanku bilang aku nampak lebih lemas dan pucat, tidak 'glowing' seperti biasanya. Dan ditambah, aku memang merasa badanku terasa lemas, berat, dan pegal.
Padahal biasanya jarang sekali aku merasa seperti ini, kecuali dulu sering diajak ‘begadang' oleh mendiang Kek Wiryo, tapi itu pun biasanya sehabis tidur, mandi, lalu sarapan langsung hilang rasa penat itu meski diintimi berkali-kali oleh mendiang Kek Wiryo.
Seperti halnya anak muda jaman sekarang, aku pun mencari jawaban lewat internet dan kutemukan hasil pencarian dengan kata kunci ‘ketempelan'. Ciri-cirinya sama persis seperti yang sedang kualami sekarang.

“Aduuh, gimana nih...gue nggak kenal orang pinter gitu lagi, tanyaku dalam hati.
“eh bentar, Pak Jae kan bisa liat katanya. Coba gue tanya dia ah". Dengan semangat seperti pejuang karena takut akan jadi lebih parah, aku pun izin ke ibuku lagi tapi kali ini aku izin berobat. Ibuku yang memang sudah dari kemarin-kemarin menanyakan aku yang kelihatan lesu tentu langsung mengiyakan dan ingin mengantarku.
Aku menolaknya dengan halus karena aku juga masih belum yakin apakah ini kondisi medis apa gaib. Aku bilang diantar temanku. Langsung lah aku menuju ke sekolah meski aku tak tahu apakah Pak Jae yang jaga atau bukan. Untungnya, sesampainya aku di sekolah, kulihat Pak Jae yang duduk di kursi depan pos sambil asik nyeruput kopi dan menonton tv.

“malam, Pak...”.
“eh neng Hana...kaget saya...saya kira memedi....”.
“iya, Pak...eh kok iya...nggak lah...hihihi".
“sini duduk dulu, neng....”.
“iya, Pak....”.
“neng mau nanya saya ya soal waktu itu? Badan neng rasanya pegel dan lemes gitu ya?”.
“eh kok Pak Jae tau....”.
“iya...waktu itu saya nggak enak mau bilang neng Hana...karena keliatannya neng Hana ketakutan..”.
“ii...iyaa...Pak...berarti saya ketempelan ya, Pak? Jangan-jangan sekarang ada yang nempel ya di saya ?”.
“iya, neng...kayaknya lelembut semacem bayangan gede gitu...”.
“se...serius, Pak?”.
“iya, neng...”.
“Pak Jae....bisa...tolongin...saya?”, tanyaku mulai merinding.
“bisa, neng....tapi takut neng nggak mau....”.
“mau..mau...yang penting ilang...”, jawabku langsung karena merasa sudah merinding tidak karuan.
“yaudah, neng...kita masuk dulu...”. Tentu aku langsung mengikuti Pak Jae masuk ke dalam pos dan duduk.

“nah, neng...saya mau tanya dulu....apa neng Hana keberatan kalau saya obati ?”.
“ya nggak lah...kan di obatin..”.
“tapi...neng Hana...saya perlu liat badannya neng Hana?”.
“Ha? Maksudnya ?”.
“maaf, neng kalau saya lancang. Saya bukan mesum atau mau ambil kesempatan...tapi memang saya perlu cek jika ada tanda yang dikasih lelembut karena kalau itu nggak diilangin...bakalan balik lagi dia...”.
“ooh gitu...hmmm..iya deh, Pak. Nggak apa-apa".
“ok, neng. Kalau gitu saya keluar dulu. Nanti neng Hana belakangin pintu aja biar nggak keliatan sama saya".
“ok, Pak...”.
“nanti teriak aja ya kalau udah siap....”.
“iya, Pak". Pak Jae pun keluar pos. Aku pun mulai melucuti pakaianku.
“udah, Pak !!”, teriakku.
“oke, neng...”.




Hana Terlanjur Bugil



“aduh, neng...lupa bilang bapak. Nggak perlu sampai telanjang...masih pake bh sama celana dalem nggak apa-apa".
“ya Pak Jae nggak bilang tadi...yaudah, Pak....nggak apa-apa deh...yang penting biar cepet-cepet diusir dan nggak balik lagi". Dalam hati, aku kepikiran karena sudah kebiasaan kalau di suruh buka baju pasti sampai bugil jadi refleks deeh...hehehe..
“hm...oke, neng...sebelumnya maaf ya, neng. Mungkin bapak bakal megang-megang sedikit badan neng".
“iya, Pak....seperlunya Bapak aja". Pak Jae pun mulai. Aku menutup mata, takut-takut kalau makhluk yang menempel kepadaku menunjukkan rupanya. Sesekali, kudengar Pak Jae seperti komat-kamit sesuatu.
“misi ya, neng...”, sepertinya Pak Jae meminta izin untuk memegang badanku.
“iya, Pak...”.
Seketika tangannya menyentuh pundakku, seperti ada sedikit sengatan listrik yang perlahan berubah hangat di pundakku. Beliau mengurut keluar dari batang leherku ke pundakku. Dan memang terasa seperti ada yang bergerak mengikuti gerakan tangan Pak Jae. Sedikit rasa sakit terasa seperti tertusuk jarum ketika setiap kali tangan Pak Jae mendekati bahuku.

“gimana, neng ?”.
“eh iya, Pak....enteng rasanya...kemarin-kemarin tuh kayaknya beraaat...banget gitu....”.
“nah berarti udah keluar dia....sekarang Bapak izin ya, Neng. Liatin punggung sampai pinggang neng Hana....mau liat, si dia ninggalin bekas nggak...”.
“iya, Pak".
Mungkin karena aku sudah agak lega, aku baru mulai merasa percikan rasa hangat di dalam tubuhku. Sekarang ini kan aku lagi bugil, berdua saja dengan lelaki tua di pos satpam yang tertutup ini. Apa Pak Jae akan khilaf dan memperkosaku yang sudah dalam keadaan bugil ini ? Seolah aku sendiri yang meminta Pak Jae untuk memperkosaku dengan tanpa busana sama sekali seperti ini.

“badan neng putih, jadi Pak Jae cepet ngeliatnya...nggak ada kalau secara mata".
“coba, maaf lagi ya, neng".
“iya, Pak...”. Pak Jae pun mulai menelusuri dari punggungku sampai ke pinggang, menggunakan telapak tangannya.
“nah, ini ada yang aneh....”.
“aneh gimana, Pak?”.
“iya...ini, bapak ngerasain ada hawa aneh di sini...”, ujar Pak Jae sambil menekan-nekan bagian dekat tulang ekorku.
“bentar ya neng". Tak lama, Pak Jar kembali.
“nah ini, neng. Bentar ya, mungkin agak sakit sedikit".
“emang apa tuh, Pak ?”.
“kerikil, neng...”.
“ha, buat apa, Pak?”.
“iyaa...buat mindahin hawanya si dia ke batu ini...biar nggak bisa balik ke badan neng lagi...”.
“ii...iya, Pak".
“aw....”, teriakku kecil karena kerikil itu seperti ditekan-tekan kencang ke kulitku.
“nah udah...tinggal bapak buang nanti", selang hanya beberapa menit saja, dia sudah selesai.
“ini udah, Pak ?”.
“udah, neng. Udah aman...”.
“depannya ?”.

“ee..eh nggak perlu, neng. Biasanya ketempelan itu cuma di punggung".
“kenapa gitu, Pak ?”, tanyak santai sambil setengah membalikkan badanku, tentunya sambil menutupi payudaraku.
“setan takut sebenarnya sama pandangan manusia...setan lemah tapi yaa...kalau udah setan yang lama dan kuat, beda lagi ceritanya".
“oh gitu...”, kuperhatikan Pak Jae berusaha semampu mungkin untuk tidak memperhatikan payudaraku yang tentu susah kutupi semuanya dengan tanganku karena ukuran dan kekencangannya.
Aku jadi sedikit ketawa geli dalam hati, apakah Pak Jae penasaran atau heran denganku yang dengan santainya mengobrol dengannya meski aku dalam keadaan tanpa busana seperti ini.
“yaudah, neng...neng pakai baju aja...udah selesai...bapak keluar dulu....”.
“oh iyaa, Pak...”.
“oh iya, neng ngopi nggak ?”, tanya Pak Jae dari luar.
“nggak pernah ngopi, Pak..”.
“oh ya sudah, bapak pesenin teh manis anget dulu ya...”.
“eh nggak usah, Pak", jawabku dari dalam pos sambil mengenakan pakaianku.
“nggak apa-apa, neng. Bentar yaa....”.

Begitu selesai, aku membuka pintu pos. Pak Jae belum kembali. Memang benar, sekolah itu sangat seram kalau dilihat pas malam, aku pun kembali menutup pintu. Tak lama, terdengar suara orang berjalan. Hatiku sudah terasa deg-degan. Apa ada makhluk halus lagi ?
“neng...udah?”. Leganya aku, ternyata Pak Jae.
“udah, Pak". Pak Jae pun masuk ke dalam dengan membawa segelas teh manis anget.
“ini, neng diminum tehnya".
“makasih, Pak...”. Pak Jae pun berjalan untuk membuka hordeng dan pintu lebar-lebar.
“habisin, neng teh nya".
“iyaa, Pak".
“nah kalau udah abis, neng cepetan pulang".
“kenapa, Pak?”.
“nggak, sebenarnya mungkin neng nggak ngerasa. Tapi badan neng tuh sebenernya lemes banget. Biasanya orang yang ketempelan abis itu dilepasin, pertamanya emang ngerasa badan jadi seger lagi tapi habis itu bakalan lemes banget...makanya Bapak tawarin kopi tadi...biar neng Hana kuat sampe rumah..eh tapi karena neng nggak ngopi, yaudah teh aja...”.
“ooh gitu...yaudah, Pak. Kalau gitu, saya pulang dulu ya. Makasih banyak bantuannya, Pak. Kalau nggak ada Pak Jae, saya bingung mesti kemana...”.
“iya, neng sama-sama. Oh iya, neng. Kalau abis 3 hari, neng ngerasa pegel dan lemes lagi. Nanti cari saya lagi aja. Kadang suka ngebandel....”.
“iissh, Pak Jae".

“bener neng...apalagi kan yang nempel ke neng itu penunggu sekolah ini...dan neng sekolah di sini....takutnya bandel gitu....soalnya tadi Bapak usir santai aja...”.
“Laah...emangnya nego pakai santai...”.
“eh neng...ngerti candaan saya hahaha...”.
“alah si Bapak....yaudah, pasti saya cariin Pak Jae lagi kalo kenapa-kenapa".
“ok, siap, neng...ati-ati di jalan....”.
Dalam perjalanan pulang, aku sempat berpikir kalau Pak Jae kuat juga ya. Sebenarnya kondisi tadi sangat teramat ideal. Ada seorang gadis SMA yang sedang ranum-ranumnya dalam keadaan bugil di ruangan tertutup.
Bukannya aku kepedean, tapi banyak yang bilang bahkan temen-temenku yang cewek mengakui bahwa tubuh dan wajahku itu memang diciptakan untuk menggoda pria.

Bahkan ada beberapa temanku yang cowok, yang tak sengaja kudengarkan pembicaraannya dengan temannya, ketika aku lewat dan dia mencium aroma tubuhku saja, langsung berdirilah ‘anggota kerajaan' miliknya karena langsung berfantasi macam-macam.
Berarti Pak Jae kuat juga ya. Aku tak tahu apakah sama atau tidak, tapi menurut yang kubaca, ada beberapa hewan saat si betina nya ‘siap kawin', maka akan melepaskan seperti hormon perangsang sehingga para pejantan pun bisa menciumnya dari jauh dan mendekatinya. Kalau tidak salah sih, sebutannya, hormon pheromone. Eh bentar, apa gara-gara itu, temanku yang itu langsung berfantasi macam-macam hanya dengan aroma tubuhku saja ? Karena tubuhku ini sudah lama tidak digeluti lelaki, jadi mungkin seperti itu kali ya?

Sedang berpikir itu, tiba-tiba mataku terasa berat sekali. Untungnya sudah dekat rumah. Aku langsung memasukkan motor dan menuju kamar.
“gimana?”, tanya ibuku.
“Hana capek, Mah. Mau langsung tidur...”.
“oh yaudah, langsung tidur gih sana. Capek banget kamu kayaknya".
Mama is the best lah, tidak neko-neko. Kan ada juga ibu yang ribut, berisik, dan harus jawab kalau ditanya, tapi mamaku santai orangnya. Untunglah. Brgitu aku melemparkan diri ke kasur, Aku langsung tertidur, biasanya aku harus sampai merasa bosan dulu baru bisa tertidur.
Dan setelah hari itu, keluarga dan teman-temanku bilang kalau aku kembali kelihatan fresh, segar, dan glowing lagi seperti biasanya. Dan 3 hari lewat, aku tidak merasa pegal atau lemas seperti waktu itu. Tapi aku jadi was-was dengan kelasku sendiri, bahkan aku sampai tak berani kalau harus benar-benar sendirian dalam kelas.




Hana Kembali Bersinar

“Pak Jae....”, sapaku yang mendekati pos satpam.
“eh neng Hana...", jawab Pak Jae seraya mengecilkan suara tv yang ada di dalam pos.
“apa apa, neng ? Neng ngerasa pegel-pegel lagi ?”, tanyanya kelihatan agak khawatir.
“ah nggak, Pak...semenjak itu, nggak ngerasa pegel-pegel lagi...malah seger banget rasanya badan....enteng gitu....”.
“oooh...bapak kira..***gal gitu Bapak ngusir si dia nya....”, dia mengelus dada.
“terus neng Hana ke sini mau ngapain?”.
“oh ini mau anter makanan....saya cerita ke Ibu saya....dia memang udah agak curiga karena saya biasanya energik terus saya tiba-tiba selalu lemes tiap hari....pas saya ceritain, Ibu saya nggak nyangka sih, saya bakalan ketempelan....makanya itu, Ibu saya mau ngucapin makasih...terus suruh saya bawain makanan deh....”.

“jadi ini buat saya nih, neng ? Eh bentar, neng Hana nggak cerita yang soal buka baju kan?”.
“ya nggak lah, Pak. Yaudah, dimakan makanannya. Kan saya bawain makanan Ibu saya bukan buat di pamerin aja....”.
“ah si neng bisa aja....bentar, saya ambil mangkuk dan piring dulu...”.
“ee..hh...bapak mau kemana ?”.
“ke belakang....kantin....minjem punya Bu Karjo....”.
“tega...ninggalin saya....”.
“oh yaudah, ikut aja neng....”.
“tapi nanti ada yang ikutin saya lagi....”.
“nggak, neng...pokoknya aman kali ini....”.
“hmm....oke deh...”. Aku pun berjalan di samping Pak Jae. Tak mau di belakangnya apalagi di depannya. Ngerii deh pokoknya sekolahan kalau malam-malam.
“bapak nggak takut emangnya, Pak?”.
Biasa, aku memang ekstrovert jadi rasanya gatel kalau nggak ngobrol apalagi hawanya bikin merinding gini.

“udah biasa, neng. Jadi ya nggak apa-apa".
“emang bapak bisa liat dari berapa lama ?”.
“dari bapak kecil....kakek nya Bapak emang dulunya dukun...nggak tau kenapa, Bapaknya saya nggak diturunin...eh malah saya ada bakat begini....mau dihilangin nggak bisa kata kakek saya dulu....jadi ya udah deh....sampe sekarang...”.
“terus serem-serem gitu ya, Pak?”.
“ya sebenarnya justru lebih banyak yang cuma sekedar cahaya kecil gitu, neng....macem kunang-kunang".
“tapi bukannya ada si guling, ada si wanita, ada si gondrong, dll ?”, aku tak berani menyebutkan pocong, kunti, dan genderuwo secara gamblang, takut ada yang denger >.< .
“nah itu....biasanya di tempat kecelakaan, pembunuhan, bahkan di rumah sakit.
Cahaya-cahaya itu yang sebenarnya jin, menyerap energi negatif yang ada...abis itu kalau selalu nyerep energi negatif yang sama, jin itu akhirnya menyerupai orang yang meninggal itu dengan kondisi terakhirnya. Jadi energi itu kayak memori si orang yang meninggal”. Tak terasa, kami sudah sampai di pos lagi.

“sini, biar saya aja yang nyiapin...bapak lanjut ceritanya...”, ucapku yang memang tertarik dengan penjelasan Pak Jae.
“pengen tau ya, neng ?”.
“iya, Pak...hehehe...”.
“iya, neng jadi gitu...nah kalau udah lamaa banget tuh jin nyerupain orang yang meninggal itu, udah gitu terus-terusan nyerep energi negatif,, barulah jadi setan-setan yang spesifik gitu...macem yang neng bilang tadi, pocong, kunti, genderuwo...dan kawan-kawannya".
“evolusiii ya, Pak ?”.
“iya....hahaha...bisa aja neng...”.
“terus yang nempel ke saya kemarin itu apa, Pak?”.
“sebenernya genderuwo, neng....”.
“ha? Serius, Pak ?”.
“iyaa, neng...emang di sekolah ini ada penunggunya...si genderuwo itu...tapi biasanya dia nggak terlalu iseng....bahkan sama Bapak pernah ngopi bareng di kelas neng”.
“ya kali, Pak...nggak sekalian diajak maen catur", candaku seraya kami berdua makan.
“udah Bapak ajak...dia nggak ngerti-ngerti....hahaha".
“seriusan, Pak?”.
“iya, neng. Anehnya ya itu, begitu liat neng waktu itu....dia langsung nempel ke neng....waktu itu mau langsung bapak usir...Cuma nggak enak...namanya juga sama temen, neng....”.
“lah Bapak issshh....untung saya nggak kenapa-kenapa....”.
“nggak, neng....dia cuma mau nyerep energi positif dari neng...”.
“emang saya batere....”.
“ih bener, neng....genderuwo kan terkenal karena nafsunya ama cewek...pas udah saya lepasin dari neng....saya tanya kenapa dia ikutin neng ?”.

“terus apa jawabnya, Pak?”.
“iya, dia bilang neng cakep banget, bahenol....udah gitu, energi positifnya besar jadi cerah dan anget gitu....”.
“matahari kali saya ah....”.
“bener, neng...tapi dia nggak berani sampe ngapa-ngapain, neng...makanya kemarin saya usirnya gampang karena emang dia mau balik ke tempatnya waktu itu...”.
“aduuuh...itu genderuwo nya kok aneh ya?".
"Iya, neng...kayaknya dia masih perjaka….".
"Hahahaha...bapak bisa aja niiih….", aku tertawa sambil spontan mendorong pundak Pak Jae seperti sedang bercanda dengan temanku.
"Eeh..maaf, Pak….saya reflek….".
"Nggak apa-apa, neng….malah saya makasih...ada temen ngobrol sampe ketawa-ketawa bareng neng Hana...apalagi neng Hana cantik….jadinya nggak kerasa sepi kayak biasanya….".

"Pak Jae...bisa aja….btw, bapak belajar ngusir-ngusir gitu darimana ?".
"Diajarin kakek saya pas dulu, neng.".
"Ooh...tapi susah nggak sih, Pak ?".
"Tergantung, neng...kalau ngusir ketempelan kayak neng...itu kayak level SMP…".
"Ini apa lagi sih, Pak...pake ada levelnya…", ujarku sambil cekikikan.
"Bener….jadi gini...kalau usir yang nempel lewat foto...itu gampang, kayak usir anak SD…terus kalau yang ketempelan langsung kayak neng...level SMP lah….".
"Terus kalau yang kesurupan gitu, Pak?".
"Nah itu kayak lagi urusan anak SMA tuh...kadang ada yang ngeyel, ada yang bandel….".
"Kayak saya ya, Pak? Hihihi…".
"Hmmm...emang neng Hana bandel ?".
"Nggak, nakal doang….", sambil tersenyum. Sebenarnya kode untuk Pak Jae.

"Jadi pengen tau gimana nakalnya….hehehe", rupanya Pak Jae seperti mengerti umpanku.
"Jangan ah, nanti Bapak malah kesel sama saya...hehehe".
"Nggak lah, neng…".
"Oh iya, satu lagi, Pak….kalau yang ilmu gitu atau kan ada tuh yang turunan dari keluarganya itu ?".
"Nah itu yang susah neng. Apalagi yang udah bertahun-tahun bareng ama makhluk gituan...istilahnya kayak udah jadi satu...bapak nggak bisa tuh...karena susah dan emang bapak nggak belajar sampe situ…".
"Ooh gitu ya, Pak….".
"Eh neng, udah jam 10 ya ternyata….udah malem banget...neng nggak pulang ?".
"Ya ampun iya….keasikan ngobrol….jadinya lupa kalau udah malem….".
"Iyaa...ngobrol sama neng Hana...enak banget...nyambung dan seru gitu kayaknya…".
"Hehehe….makasih ya, Pak…".
"Eh nggak usah, neng...nanti Bapak beresin sendiri….", ucapnya menghentikanku yang akan membereskan bekas makan kami.

"Nggak apa-apa nih, Pak?".
"Nggak apa-apa, neng….masa udah dibawain terus dibantuim beresin juga...udah, neng pulang aja...bapak nitip pesen, bilang makasih banyak udah dikirim makanan yaa…".
"Iya, Pak….kalau gitu saya pulang dulu yaa…".
"Iya neng...ati-ati di jalan….".
"Oh iya, Pak….saya boleh minta nomor WA bapak ? Takut misalkan ada kenapa-kenapa yang berbau mistis gitu….".
"Oh boleh...sini bapak telpon aja nomor neng…".
"Bentar….". Nomor Pak Jae pun muncul di handphoneku.
"Nah itu nomor Bapak ya…".
"Iya, Pak….makasih, Pak….boleh ya, Pak kalau misalkan saya WA atau konsul mistis gitu….".
"Boleh lah, neng...tenang aja…".
"Ok deh...saya pulang dulu ya, Pak...sekali lagi, makasih banyak ya, Pak…".
"Sama-sama neng….ati-ati".

Cukup sering juga aku WA dengan Pak Jae. Untuk ukuran seorang kakek-kakek, lancar juga dia WA denganku. Kadang pakai emot, kadang pakai sticker lucu-lucu. Saking dekatnya, Pak Jae cerita kalau security yang dinas pagi sering sekali membicarakan seorang siswi.
"Iya, neng...pas saya liat eh ternyata foto nya neng...diambil diem-diem…", isi chat Pak Jae padaku saat pelajaran siang.
"Serius, Pak?".
"Iya, neng….diambil diem-diem gitu…".
"Kok serem jadinya…".
"Nggak apa-apa, neng….masih pada muda soalnya...jadi demen liat yang bening kayak neng….hehehe….lagian itung-itung amal, neng….fotonya juga yang nggak gimana-gimana kok pas saya liat….".
"Yaa nggak apa-apa juga sih sebenernya….btw, kalo menurut Pak Jae..saya gimana ?".
"Yaa cantik pake banget lah, neng...kan udah pernah saya bilang waktu itu….".
"Pas tau security yang lain fotoin saya diem-diem gimana ?".
"Lah si neng pertanyaannya aneh...tapi jujur saya merasa menang sih, neng….".
"Menang gimana maksudnya, Pak?".
"Iya...mereka cuma foto dari jauh...Bapak bisa liat neng dari deket….telanjang lagi...meskipun nggak sengaja….hehehe".

"Ya Bapak sih nggak bilang waktu itu….".
"Maaf, neng...beneran lupaa…".
"Iya nggak apa-apa...itung-itung amal buat Bapak yang udah nolongin saya…".
"Sering-sering dong, neng….". Sepertinya Pak Jae mulai berani bicara mesum kepadaku.
"Dasar….maunya….".
"Hari ini saya bawain makanan lagi ya…".
"Maaf, neng...bukannya nggak mau….tapi Bapak lagi nggak masuk hari ini….".
"Kenapa, Pak?".
"Iya, neng...meriang dari kemarin malem...tapi ini udah enakan…".
"Ha? Pak Jae sakit? ".
"Iya, neng. Biasa...cuma meriang aja….".
"Yaudah, saya ke situ ya, Pak….".
"Eeh ngapain, neng...nggak usah...beneran….deh".
"Tanggung ini, Pak….udah dibuatin makanannya...sayang kalau nggak dimakan….".
"Emm…..yaudah neng, kalau maksa….saya sih seneng aja...kalau ada yang ngirim makanan….".
"Nah gitu donk…..btw, Pak Jae tinggal dimana ?".
"Neng tau Jalan Angkasa nggak ?".
"Ah, ribet, Pak….Bapak bisa shareloc nggak ?".

"Bisa, neng. Ntar saya shareloc".
"Wiih canggih juga, Pak Jae…".
"Iya, donk...harus mengikuti perkembangan zaman, neng….hahaha…".
"Oke...saya tunggu ya, Pak….".
Pak Jae mengirimkan alamatnya, aku bergegas pulang untuk menyiapkan makanan dan berganti dari seragam sekolah ke baju casual biasa. Kebetulan, ayahku memang lagi tidak ada karena sedang ada proyek di luar kota dengan Pak Aryo. Dan ibuku juga sedang jadi catering di luar kota juga bareng Bu Dewi.
Mungkin acaranya sama, entahlah. Yang pasti di rumah aku sendiri, mungkin minggu depan baru pada pulang. Tapi ibuku sudah mengisi penuh kulkas dengan bahan makanan karena khawatir anak semata wayang nya ini kelaparan. Mungkin memang sudah keturunan chef kali ya. Pulang sekolah langsung masak pun, sama sekali tidak berasa capek, malah happy. Chef rasa kampung tapinya….hehehe.

Setelah semuanya siap, aku merapihkan makanan dan berangkat ke lokasi map yang di share Pak Jae.
"Halo….Pak Jae….ini saya udah di tempat yang Bapak share….".
"Ooh oke, bentar, neng….". Tak lama, ada seseorang yang memanggilku.
"Sini, neng….".
"Oke….". Aku pun mendekati rumah dimana Pak Jae keluar dari dalamnnya dengan motorku.
"Pak Jae udah enakan?", tanyaku sambil membuka helm half face ku.
"Iya, neng...udah enakan...makanya tadi saya bilang nggak usah ke sini….".
"Ya kan nanggung ini makanannya….".
"Hmmm….yaudah deh….ayo, neng...masuk dulu".
"Motornya taro mana, Pak…".
"Oh iya...sini, neng...saya yang taro...neng masuk aja ke dalam….". Aku masuk ke dalam rumah Pak Jae.
"Maaf ya, neng..***mah saya kecil, berantakan lagi….".
"Ah nggak apa-apa, Pak….".
"Ayo, neng...duduk…".
"Iya, Pak…".
"Mau minum apa, neng ?".
"Ah nggak usah, Pak…".
"Masa tamu nggak disuguhin minum…".
"Emm...yaudah apa aja boleh, Pak…".
"Oke, neng...tunggu bentar ya…".
"Oke, Pak…".
Sambil menunggu, aku melihat sekitar ruangan ini, sepertinya ini ruang tamu. Bukannya sombong, tapi masih lebih agak besar rumahku sih.
"Nah ini neng minumnya….".
"Makasih, Pak….".
"Jauh ya rumah saya, neng ?".
"Iya, Pak. Lumayan….".
"Makanya tadi udah saya bilang kan..nggak usah ke sini….".
"Udah nyampe juga, Pak…."
"Iya sih, hehehe…..".
"Nah ini makanannya….", aku pun mulai mengeluarkan makanan-makanan yang kubawa dengan tupperware.

"Waah...mantaap….kebetulan emang saya belum makan nih neng….".
"Nah pas kalo gitu….".
"Bentar neng...saya ambil piring….".
"Oke, Pak….". Tak lama, Pak Jae kembali dengan mangkuk, piring, dan sendok garpu.
"Neng udah makan?".
"Belum, Pak. Tadi pulang sekolah, pulang, terus langsung ke sini….".
"Ya ampun, si neng….yaudah langsung aja kita makan bareng….". Kami berdua mulai menyantap makanan yang kubawa.
"Beuuh….masakan ibunya neng emang mantap...enak banget…..", ujarnya setelah beberapa suap.
"Ini….saya yang bikin, Pak…".
"Ah serius neng ?".
"Iya lah, Pak. Ngapain saya bohong. Ibu saya lagi ke luar kota".
"Kok bisa sama rasanya, neng ?".
"Ya iyaalaahhh…..kan yang ngajarin ibu saya….".
"Iya juga sih...tapi kan katanya beda tangan beda rasa….".
"Pokoknya kalau soal masak, harus ngikutin dia dulu sampe bisa, sampe rasanya sama baru deh boleh kreasi", jawabku.
"Ooh gitu...pantes….".
"Iya, Pak...eh iya….nanti ingetin saya ya….tupperware saya jangan ketinggalan….".
"Iya, neng...tapi emang kenapa?".
"Biasa, Pak. Emak-emak dengan tupperwarenya….pernah waktu itu ilang...uang jajan saya dipotong…".
"Beuh...sampe segitunya, neng".
"Iya...saya nggak tau….ada hubungan apa sih emak-emak dengan tupperware ? Mengalahkan rasa sayang ke anak sendiri", keluhku.
"Hahahaha….si neng bisa aja nih….".
"Hehehe", senyumku.
"Tapi ini serius, neng...enak banget masakannya…".
"Makasih, Pak….".
"Idaman banget….udah pinter, enak di ajak ngobrol, jago masak, dan yang paling penting….cantiknya nggak ketolongan….calon istri idaman…..hehehehe", pujinya.

"Ah, Pak Jae bisa aja...tapi ada satu yang salah….".
"Apa tuh, neng….".
"Saya nggak pinter….pernah hampir nggak naik kelas….".
"Serius, neng ?".
"Serius, Pak….".
Mulailah kami mengobrol kecil sembari makan. Mulai dari aku yang hampir nggak naik kelas, aku yang nggak punya pacar sampai saat ini, perjalanan hidup Pak Jae, rumah Pak Jae yang tadinya rumah kontrakan tapi dibeli Pak Jae, terus sampai status Pak Jae yang sekarang menduda, dan hal lainnya.
"Jadi ini tadinya rumah kontrakan ya, Pak?".
"Iya, neng..***mah kontrakan Pak Haji di depan gang sana….waktu itu saya nolong anaknya….sama kasusnya kayak neng Hana….terus karena emang saya udh 1 tahun ngontrak rumahnya dia dan nggak pernah telat bayar….jadi dia ngucapin terima kasihnya nawarin kontrakannya ini...tapi harga temen….jadi lumayan murah….".
"Oh gitu….".
"Iya, neng….eh tapi baru setahun ngerasain punya rumah sendiri….istri saya meninggal…".
"Maaf, Pak...turut berduka ya, Pak….".
"Iya, neng...makasih…".
"Tapi ini udah lunas, Pak nyicil nya?".
"Udah neng….tahun lalu udah lunas…".
"Emang nyicil berapa lama, Pak ?".
"15 tahun, neng...ya namanya juga gaji satpam sekolah doang….meski rumahnya udah murah...tetep aja lumayan kena di kantong….hehehe.".
"Jadi Pak Jae udah sendirian aja 14 tahunan gitu, Pak?".

"Iya, neng….".
"Nggak nyari lagi, Pak?".
"Ah udah tua, neng….lagian mana ada yang mau...cuma satpam doang gini….".
"Terus katanya kan Pak Jae punya anak 1...kemana, Pak?".
"Ada, neng….ngontrak juga ama istrinya….jauh dari sini….".
"Nggak ngunjungin Bapak ?".
"Kadang-kadang, neng...tapi nggak apa-apa, namanya juga udah punya keluarga sendiri…".
"Iya juga sih….".
"Udah lah, neng….cuma cerita dari kakek kayak saya mah nggak seru….neng Hana sendiri kenapa nggak punya pacar ? Muka udah kayak artis Korea gitu….".
"Wiih...bapak tau ?".
"Hehehe….abis sering bosen jaga sendiri, neng….ya saya cari-cari aja di internet….".
"Keren juga, Pak Jae….".
"Iya dong….eh bentar….curang neng Hana...tadi saya lagi nanya juga….".
"Hehehe….kirain lupa…ya abis saya nggak minat aja gitu….ngobrol, pdkt, jalan, pacaran, putus, terus jd musuhan...siklusnya gitu aja, Pak….malah lebih sering di labrak saya mah….".
"Serius, neng ?".
"Iya, saya nya juga sih….kalau ada temen cowok ngajak jalan….saya mah mau aja….tapi kebanyakan abis itu di tembak….".
"Ya iyalah, neng….siapa yang nggak mau jadi pacar neng Hana coba….", gombalnya.
"Ah si Pak Jae….ya pokoknya gitu deh….males aja….".
"Eh keasikan ngobrol kita…..udah malem….neng Hana pulang gih….".
"Eh iya udah malem ya….hehehe….abis ngobrol ama Pak Jae enak….".
"Iya neng….saya juga...nyambung banget gitu kalau ngobrol sama neng….btw, bentar ya….saya siapin tempat dulu...jadi tupperwarenya bisa dibawa pulang".
"Saya mau cuci tangan, Pak….".
"Eh iya, saya lupa bawa kobokan ya….".
"Yaudah, sekalian ke dapur neng...kamar mandinya deket dapur….", ucapnya.
"Pintunya boleh saya tutup bentar nggak, neng ?".

"Ya boleh aja….kan rumah Pak Jae….".
"Ya nggak neng….takutnya neng khawatir mau saya apa-apain….".
"....", aku cuma memicingkan mata ke arah Pak Jae.
"Becanda, neng….".
"Hehehe….nggak, Pak...saya juga becanda doang….yaudah tutup aja pintunya, Pak….ntar ada maling nyelonong….".
"Ok, neng….".
“ah sekalian deh, Pak. Numpang kamar mandi ya".
“oke, neng....”.
Berpikir keras aku di kamar mandi. Kalian tau apa yang kupikirkan? Gimana caranya menggoda Pak Jae, beberapa skenario telah kupikirkan. Ya benar, kalian tidak salah baca. Pasti yang baca ini bilang,
“ah ceweknya gampangan banget, males baca”.
“kagak mungkin ada cewek kayak gitu di dunia nyata".
Tapi nyatanya memang ada. Kalau tidak mau lanjut baca, ya terserah kalian. Tapi memang ada perempuan seperti aku. Kalian aja yang kurang beruntung belum pernah ketemu cewek libido tinggi sepertiku. Memang spesies kami agak jarang di dunia nyata.
Cowok nafsuan ? Wajar, banyak, hampir 9 dari 10 cowok nafsuan karena memang diciptakan begitu. Nah kalau cewek ? Jarang pake banget.

Makanya nggak ada sebutan cowok murahan, adanyaa sebutan wanita murahan, slut, bitch, bahkan nymphomaniac yang lebih sering disematkan ke perempuan dengan libido tinggi. Semoga yang tetep baca ceritaku dipertemukan dengan nymphomaniac sepertiku di dunia nyata ya.
Namun yang menjadikanku makin beda selain nymphomaniac, banyaknya penyimpangan seksual lain yang kurasakan : gerontophile, exhibitionist, dan mulai ada sedikit bumbu masochist. Kalau yang belum tau, google sendiri ya hehehe. Aku tak tahu, salah apa aku sampai merasakan 4 penyimpangan seperti itu. Untuk seorang perempuan, 1 penyimpangan saja rasanya sudah tidak wajar. Ini sampai 4, >_<...
Dari beberapa skenario, kupilih yang paling extrim. Dibilang jablay, jablay deh. Sudah berbulan-bulan, aku merasa frustasi tidak ada yang bisa menghilangkan rasa gatal di tubuhku ini.
“neng mau saya anter pu....lang ?”, pertanyaan Pak Jae langsung terputus melihatku keluar dari kamar mandi.




Hana Keluar Kamar Mandi

Tak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhku. Matanya hampir meloncat keluar, terpaku, tidak berkedip bahkan sepertinya tidak bernafas.
“neng...ke...napa?”.
Meskipun memang aku pernah melepaskan pakaianku juga, tapi waktu itu dia hanya melihat dari belakang-samping, itu pun aku tutupi daerah-daerahku yang ‘rawan'. Kali ini, dia bisa melihat tubuhku dengan jelas di hadapannya. Dua daging kenyal milikku dan area intimku secara bebas terbuka untuk dipandangi Pak Jae.
“ini hadiah yang asli dari saya, Pak....Pak Jae udah nolong saya”.
“Pak Jae...mau nerima hadiah saya nggak?”, tanyaku sambil mengigit bibirku dan perlahan maju mendekati Pak Jae.
Teknik menggoda yang sebenarnya sudah lancar kupraktekkan ke Kek Wiryo, makanya begitu ada niat, tubuhku langsung bergerak otomatis padahal di pikiranku juga bergejolak berpikir sendiri, “gila gue kayak jablay...jablay aja kalah ama gue kayaknya".
Jangankan kalian, aku aja bingung, kenapa aku masih ngerasa deg-degan seperti sekarang padahal saat dengan Kek Wiryo, aku santai berlalu lalang di rumahnya dengan telanjang, tak mengenakan apapun. Apa karena Pak Jae ini orang yang belum lama kukenal, mungkin aku merasa takut ditolak, malunya pasti luar biasa.

“se....serius, neng ?”.
“mmm.....”, jawabku cuma tersenyum. Terlihat menelan ludah, nafas yang memburu, dan mata yang mencekam.
Bukannya aku sok pd, tapi mana mungkin ada seorang pria normal, meskipun sudah uzur, tidak tergiur dengan gadis SMA yang lebih pantas menjadi cucunya ini bugil di hadapannya.
“hemmgghh.....”, aku agak terkejut begitu bibirku disambar penuh nafsu.
Benar-benar seperti binatang liar, bibirku diserbu secara membabi buta. Aku kewalahan, aku hanya membalas lumatan demi lumatan sebisaku dan bersilat lidah dengan Pak Jae sambil terus menatapnya dan ‘tersenyum dengan mataku'.
Aku hampir kehabisan nafas melayani pagutan ganas Pak Jae. Bibirku dilumat, disedot, dikecup, dijilat, bahkan sampai diemut olehnya. Tentu saja lidahku juga sibum belit membelit dengan lidahnya. Tangannya pun dengan sigap dan lincah meremas-remas bokongku, menepuk kencang pantatku, sampai cubitan pun tak jarang kurasakan.
“ccppphh...hhmmpphh....ccclllppp..”, bunyi bibirku yang diembat dengan brutal oleh Pak Jae, area bibirku benar-benar basah dengan air liur.
“hh...hh...hh....”, aku mengatur nafasku.
Gila, aku yang termasuk sudah jago adu pagut bibir dengan pria tua yang sedang terangsang, bisa sampai kewalahan. Apakah Pak Jae emang seperti ini apa karena sudah 14 tahun lebih tidak merasakan kelembutan bibir wanita ?.

Tapi aku tetap tenang, benang liur yang terbentuk dari bibirku bibir Pak Jae, kupintal dengan jari telunjukku, lalu kuemut seolah seperti sisa spageti yang sangat lezat. Masih dengan mata yang terpancar nafsu, seperti singa yang melihat daging, Pak Jae memperhatikan wajahku.
“hihihi....Pak Jae...maen nyosor aja....belepotan nih....”, ucapku dengan nada manja. Tanpa menjawab, Pak Jae langsung mau nyosor lagi.
“eits....Pak Jae mau di dapur emangnya ? Nggak di kamar aja...”, tantangku.
“kamar....”, jawabnya singkat.
Dan hup, dia langsung menggendongku seperti pangeran yang menggendong putri. Bedanya pangerannya di sini seorang pria tua, dan putrinya adalah seorang gadis SMA yang sudah tak mengenakan apapun.
“brugh....”, langsung saja aku di lempar ke kasurnya. Huh, untung saja empuk kasurnya. Pak Jae seperti kerasukan setan melihatku yang sudah terbaring pasrah di kasurnya, dia menutup hordeng.
Eh bentar, aku kenal Pak Jae kan karena ada kejadian mistis, jangan-jangan....
“Pak Jae.....”, panggilku.
“iya....”. Dia langsung memandangiku. Kugerakkan jariku seolah menantangnya. Merasa ‘terpanggil', langsung dia menibanku.

Aku benar-benar tak bisa bergerak, dia mengunci pergerakanku, benar-benar seperti singa yang sudah mengunci dan siap memangsa makanannya.
“emmmhh....”, refleks ku mendesah pelan ketika Pak Jae mulai menciumi dan menjilati wajahku. Apalagi ketika sapuan lidahnya sampai di telinga dan leherku. Aku hanya bisa belingsatan ke sana ke sini, menggeliat kecil karena kegelian.
“mmmm..hhmmm....”, eluhku ketika Pak Jae mulai berpindah tempat ‘operasi' ke payudara bulatku. ‘Squishy' favorit para lelaki. Apalagi memang payudaraku yang bulat dan kenyal ini sudah diakui oleh Pak Karo & Kek Wiryo tentang betapa menggemaskannya buah dadaku.
Teman-temanku, tidak hanya cowok, yang cewek juga bilang aku ini benar-benar seperti bom seks bagi para lelaki. Cantik, putih mulus, payudara yang nampak sekali bulat dan kenyalnya meski tertutup seragam dan cardigan, pantat bulat yang menungging ke atas, ditunjang kaki dan leher jenjang seakan hanya dengan lewat saja, aku seperti berteriak ‘perkosa aku' kepada lelaki.

Remasan, cumbuan, jilatan, bahkan gigitan diterima kedua payudaraku bergantian. Ketiakku pun basah dibalur air liur Pak Jae. Lubang perutku pun juga ‘digali' Pak Jae dengan lidahnya. Aku menggeliat ke sana kemari menahan rasa geli dan nikmat yang tercampur rata.
“uuummmm......aaammmmhhh....”, lenguhan, desahan, eluhan manja, dan cekikikan kecilku senantiasa menjadi pemanis suara untuk bunyi kamar ini. Aku tak tahu apakah terdengar oleh tetangga Pak Jae atau tidak, tapi yang penting tubuhku kembali menghangat setelah sekian lama ‘dingin'. Ya, ini lah rasa sengatan-sengatan listrik kecil yang dirindukan tubuhku. Tubuh dari seorang gadis SMA dengan 4 penyimpangan seksual.

Meski dalam keadaan ‘melayang', aku sempat mengintip ke bawah, ke arah pahaku. Kenapa Pak Jae tiba-tiba berhenti. Nampaknya, dia sedang memperhatikan ‘celah' selangkanganku. Seperti seorang pengamat seni yang sedang mengamati hasil seni atau mungkin seperti pemangsa yang sedang memandangi ‘makanan'nya terakhir kali sebelum dimangsa.
Salep, krim, sabun, lotion, ramuan khusus, dan lainnya menjadi perawatanku terhadap area intimku demi mendapatkan selangkangan yang putih cerah, tidak menghitam, wangi, dan tetap sempit. Semua itu agar lelaki yang ‘berpapasan' dengan area intimku betah berlama-lama dan tidak akan mencari selangkangan lainnya untuk menjadi area bermain.
Aku ingin setiap senti area kewanitaanku bisa menghipnotis pria agar tidak perlu mencari wanita lain untuk bermain dan merasa tercukupi dengan pangkal pahaku yang putih mulus, area kewanitaan yang putih cerah, bibir vagina yang tidak menghitam, dan wangi semerbak dari dalam liang senggamaku.




Panorama Surgawi Milik Hana

Ya meski baru 2 pria yang menjadi ‘follower' setia selangkanganku, tapi nyatanya terbukti, Pak Karso pernah betah mengobok-obok area intimku dengan mulutnya sampai 30 menit. Waktu dengan Kek Wiryo, aku pernah ‘membekap' wajah Kek Wiryo selama sejam karena kami berdua posisinya sedang menonton tv, dan dia memintaku untuk mengangkangi wajahnya.
Aku yang asik menonton tv, sedangkan dia malah asik membenamkan wajahnya di selangkanganku dan menghirup nafas dalam-dalam seakan aroma vaginaku adalah angin segar pedesaan. Dia pemilik tubuhku saat itu, jadi terserah dia mau melakukan apapun terhadap properti ekslusif miliknya.

Apalagi saat aku mulai dilarang pakai bh dan cd oleh Kek Wiryo saat ke sekolah. Begitu tiap pulang sekolah, dan aku ke rumahnya, dia akan langsung menyusup masuk dan ‘berkemah’ di dalam rok panjang SMAku untuk menikmati aroma vaginaku yang belum kubasuh seharian, dan tentu saja setelah 10 menitan, dia langsung ‘menguras' vaginaku untuk meminum ekstrak sari liang senggamaku.
“aaaaahhhmmmmm....”, desahku spontan begitu Pak Jae melebarkan pahaku dan langsung menyerang vaginaku bertubi-tubi dengan lidahnya.
Aku belingsatan, menggelinjang hebat ke sana kemari. Gila, lidahnya seakan tidak hanya 1. Lincah ke sana kemari mengubek-ubek liang senggamaku. Berbeda dengan ‘misi' Kek Wiryo yang lebih ingin berlama-lama di selangkanganku, Pak Jae lebih seperti orang kelaparan yang kedapatan makanan enak. Aku sampai meremas kasur karena tak kuasa menahan rasa yang begitu dahsyat kurasakan dari lidah Pak Jae.

“amppunnnhhh...Pakh.....”, eluhku tanpa sadar agak menahan kepala Pak Jae. Tapi apalah artinya tenaga dari seorang perempuan yang sedang di santap vaginanya, malah Pak Jae semakin menjadi. Lidahnya semakin gencar bergrilya di bawah sana.
“aahh....Paak.....mmmmm.....ke...luaarrhhh....”, erangku mendapatkan orgasme.
“ssrrppphh...slllllrrpppphhhh...”, bunyi sedotan dan hisapan kuat, pastinya bunyi tersebut dari Pak Jae yang sibuk menyeruput ‘kuah’ vaginaku.
“hh...hh...hh...”, atur nafasku yang pendek setelah orgasme.
Kulihat Pak Jae sedang melucuti pakaiannya. Dan, mataku tertuju pada benda yang mengacung tegak ke arahku itu. Besar, panjang, dan agak hitam. Tubuhku langsung mendidih melihat benda itu. Dan tanpa berkata-kata, Pak Jae langsung melebarkan pahaku. Kusiapkan mental dan kuatur nafas karena sebentar lagi benda itu akan menusuk dan menyeruak masuk le dalam tubuhku melalui celah di selangkanganku.

“pelan-pelan, Pak...hh...”, pintaku. Kurasakan ujung penis Pak Jae sudah ‘bercumbu’ dengan labia ku.
“eemmgghhh...”, kucoba menahan rasa sakit dan sengatan listrik yang bersamaan kurasakan ini.
Jujur, batang penis Pak Jae terbesar yang kurasakan masuk ke dalam tubuhku. Seakan sedang memperkosa, penisnya tetap dipaksa menerobos masuk meski dinding vaginaku sedang melakukan resistensi karena ukurannya yang besar.
Resistensi dinding vaginaku sebenarnya lebih ke arah menyesuaikan diri dengan panjang dan diameter benda tumpul yang masuk semakin dalam ke liang senggamaku.
“hhhggmmmmm...”, aku menggigit bibir bawahku untuk melupakan sedikit rasa sakit yang sedang kurasakan di tengah-tengah antar pangkal pahaku.
Aku tak mau mengganggu momen nikmatnya penetrasi penis Pak Jae ke dalam vaginaku.

Dari yang kubaca, biasanya pria suka meresapi setiap senti penisnya yang amblas di telan vagina pasangannya untuk pertama kali, sekaligus untuk meninggalkan momen ‘kerinduan’ terhadap wanita pasangannya, apalagi kalau masih sempit seperti milikku. Gila, terasa penuh sesak di bagian bawah tubuhku, serasa seperti ada batang kayu yang menancap di sananya. Rupanya tidak hanya besar, dan panjang, tapi juga keras, membuatku seakan untuk bergerak saja susah, seperti dipaku. Tapi, Pak Jae diam, tidak bergerak.
“maaf...kalau..sakit, neng".
“nggak apa-apa, Pak....pelan-pelan aja ya tapinya....”, ucapku seraya mulai merasakan secercah kenikmatan dari hangatnya ‘benda hidup' yang sedang tersangkut di organ intimku ini.
“iya, neng....”.

Aku mengatur nafas, mengumpulkan tekad dan mental dari seorang gadis muda yang berpengalaman pernah menjadi gundik pemuas nafsu dari pria lansia.
“ayo, Pak...hhhh...”, lirihku di telinganya setelah asyik bercumbu mesra dengan Pak Jae yang sepertinya sudah mulai sadar dan tidak kalap lagi dengan tubuhku.
Seakan kehangatan dinding vaginaku yang sedang memijat dan memeluk erat batang penisnya menyadarkannya dari nafsu setannya setelah melihat tubuh ranumku yang putih mulus ini.
“eehhmmmm...", sesuai pintaku, dia sangat perlahan menarik dan memajukan pinggulnya untuk menggesek-gesekkan tongkat pentungnya dengan liang senggamaku.
Dia juga mulai mencumbuku dengan lembut dan menatap mataku dalam-dalam. Dari pagutannya pada bibirku dan tatapan matanya, tersirat seperti orang yang berterima kasih.




Hana Mulai Digenjot Perlahan



“mmmm.....mmmm...”, lirihku lembut mulai merasakan nikmatnya penis Pak Jae yang timbul tenggalam di dalam vaginaku.
“yang cepet....., Pakhh....”, desahku meminta karena kuyakin vaginakh sudah mengeluarkan cukup pelumas karena rasanya sudah cenderung ke nikmat.
“cllkk....clllppph....ckkllhhh..clllkhhhh", bunyi dari vaginaku yang sudah semakin banjir karena semakin cepat dicolok-colok oleh batang Pak Jae.
Tak hentinya aku dicumbu Pak Jae sampai benar-benar basah sekitar mulutku dengan liurnya. Tangannya aktif sekali bergrilya menjamah kedua buah payudaraku. Diremas-remasnya dengan gemas dan dipilin kedua putingku bergantian seakan mainan squishy saja. Leherku pun tak luput dari cumbuan dan jilatannya.
Tak puas hanya meremasnya dengan tangan, kedua buah daging kenyalku disambar oleh Pak Jae dengan mulutnya.

“aaaaahhhhmmmmm......”, hanya desahan manja penuh kenikmatan yang bisa kuberikan sebagai balasan natural kepada pria lanjut usia yang sedang asyik mengawiniku ini.
Bukan hanya larut, aku sudah tenggelam dalam kenikmatan ini.
Panjang penis Pak Jae yang sampai mentok di liang rahimku dan diameternya yang cukup membuat bagian bawah tubuhku terasa sesak membuat liang vaginaku seperti terdorong ke dalam dan tertarik ke luar mengikuti ritme ‘tumbukan' penjaga sekolahku yang sudah renta ini.
“enak, neng?”.
“banget...tthh, Pak...”, jawabku mendesah.

Pak Jae langsung mendekap tubuhku, tangannya masuk ke bawah tubuhku dan mengunci kedua lenganku. Nampaknya, Pak Jae bersiap ‘memacu' tubuhku. Benar saja, penisnya semakin dalam dan cepat menghujam liang vaginaku.
“hhmmm..eemmmhhh...aaahhhkkkhhh...”.
Seakan tak menghiraukan orgasmeku, Pak Jae semakin gaspol memompa batang kejantanannya. Tubuhku yang sedang orgasme tentu malah semakin sensitif akibat terus digempur tanpa istirahat. Rasa pelepasan kenikmatan pun sudah terbentuk lagi di tubuhku.
“hh...hhh...”.
Nafas Pak Jae semakin memburu, semakin tak kenal ampun menghantamkan penisnya ke dalam liang senggamaku. Karena batang kejantanannya yang menyesakki vaginaku, aku bisa merasakan denyutan pada batangnya.
“aaakhhh....Neennggg !!!! Crroootthh croothhh...”, aku bisa merasakan semprotan yang begitu kencang seperti hidran air pada ujung liang senggamaku.

“Paaakkhhhh....”, aku pun orgasme kembali begitu ‘senapan' Pak Jae menembakkan amunisi putihnya pertama kali dan tepat mengenai ujung liang senggamaku seakan vaginaku merespon dengan ‘pendarahan' hebat dari peluru tersebut.
Pak Jae pun merebahkan kepalanya kedua buah dadaku. Tubuh kami berdua berkedut-kedut akibat aliran kejut listrik kenikmatan yang sedang kami alami. Rasa hangat dan kencangnya semburan air mani Pak Jae di vaginaku memberikan kenikmatan tiada tara di tubuhku.
“maa..af..neng...Nggak kuat nahan....”.
“gak..hh...apa-apa, Pakhhh....”, jawabku sambil tersenyum kepada Pak Jae, pasti karena dia membuang air maninya di dalam vaginaku.
Momen sunyi dimana kami sedang berusaha mengatur nafas kami masing-masing selepas rasa nikmat yang benar-benar membuat kami larut dan tidak menghiraukan apapun padahal mungkin saja suara desahanku terdengar ke rumah sekitar.

“makasih banyak, neng....”. Pak Jae mencium bibirku mesra.
“iya...Pak..hh..”.
Meski sudah membuang ‘ludah’, burung Pak Jae masih ‘bertengger' di dalam vaginaku. Tidak sekeras sebelumnya sih, tapi tetap saja, masih cukup pas untuk tetap ‘terkait' di selangkanganku.
“Pak...itu nya masih nyangkut....hihihi...”, candaku nakal dengan bisikan manja.
“iya...neng...betah...hehehe....”.
“hmm....Pak Jae...mau ronde kedua?”, tantangku.
“boleh, neng ?”.
“kalau Bapak kuat....”, tantangku nakal.
“neng nantangin ?”.
“tapi gantian, Pak Jae di bawah....”.
“okeeh...”.
“angkat...tapi nggak boleh sampe copot itunya, Bapak....hihihi...”.
“siaap...”.
Pak Jae dengan sigap mengangkat tubuhku tanpa mengeluarkan penisnya yang masih ‘bersemayam' di dalam vaginaku. Sekarang aku pun duduk di pangkuan Pak Jae dengan vaginaku yang masih tertusuk penis setengah berdiri miliknya.




Hana Duduk 'Nyaman'

Cumbuan mesra kuberikan pada Pak Jae. Mulut kami saling pagut dan lumat, lidah kami saling berkelit tiada henti. Payudaraku kembali menjadi mainan kedua tangan keriput Pak Jae. Teman-teman cowokku di sekolah pasti tak akan yang terbayang.
Dimana mereka hanya bisa berimajinasi menggeluti tubuhku dengan masturbasi, di sini, malam hari, seorang gadis SMA sepertiku sedang asik bertukar liur dengan penjaga sekolah yang sudah lansia bahkan dengan kondisi penis penjaga sekolah masih menancap di vaginaku.
“mm...udah keras lagi, Pak...”, kataku seperti memujinya.
“iya, neng....kalau sama bidadari kayak neng....cepet ngaceng lagi..hehehe".
Aku hanya tersenyum dan mulai mengalungkan kedua tanganku di lehernya dan memeluk erat badan keriput Pak Jae. Dengan berpegangan pada Pak Jae, aku mulai menaik-turunkan pinggulku.

Seakan mengimbangi, Pak Jae pun mulai mengangkat pinggulnya ke atas sehingga setiap kali bertubrukan, bagian bawah tubuh kami mengeluarkan bunyi ‘cpprk ccprk". Bunyi pantatku yang bertabrakan dengan selangkangan Pak Jae bercampur bunyi kecipak air dari vaginaku yang sudah basah dibanjiri sperma dan penuh sesak batang Pak Jae.
“mm...mmm...hmmm..”, lenguhku pelan seiring rasa nikmat yang begitu menggelitik dari alat kawin kami berdua yang saling bergesekkan.
“pkkhh...pkkhhh..”, bunyi yang menandakan betapa asiknya aku ‘berkuda' di atas penis Pak Jae. Aku baru ingat, untuk pria berumur lanjut, posisi ini cukup melelahkan.
Aku tau dari pengalamanku dengan Kek Wiryo. Aku pun mendorong perlahan Pak Jae untuk tidur terlentang seraya tersenyum menggoda. Karena batang kejantanannya panjang dan begitu kokoh mengait vaginaku, aku bisa menundukkan tubuhku sedikit ke depan dan ‘mengempani' Pak Jae dengan kedua buah dadaku.

Bagai bayi yang disodorkan payudara ibunya, Pak Jae langsung mengenyot kencang-kencang payudara kiriku sementara tangannya asik memainkan buah dada kananku dan bongkahan pantatku.
Nikmat sekali rasanya, tapi tentu aku tak lupa tugasku sebagai wanita, aku mulai memaju-mundurkan tubuhku. Aku tak mau gagal di hari pertamaku bertugas sebagai sarana pemuas nafsu Pak Jae.
Aku tak tahu bagaimana responnya nanti, tapi bagiku, air mani yang disemprotkan Pak Jae ke dalam vaginaku sudah seperti tanda jadi atau lebih tepatnya, dia sudah menandai tubuhku yang sempat vacant beberapa bulan ini menjadi daerah kekuasaannya yang bebas eksploitasi dan gunakan semaunya.
Dan tentu, aku, apalagi tubuhku tidak berdaya terhadap terhadap panjang dan diameter batang kejantanan milik Pak Jae seakan liang senggamaku melupakan ‘cetakan' penis Kek Wiryo dan langsung menyesuaikan bentuk agar ‘tongkat penguasa' yang baru ini bisa nyaman dan sering mengunjungi vaginaku. Tiba-tiba dia mendekapku di pelukannya. Pertanda dia akan gaspol lagi.

“aaahhmmmmm....terussshhhh, Paak....hhh....enaaaakkkh", desahku tentu bagai genderang perang bagi Pak Jae. Semakin menggebu-gebu, dia merajam celah sempit di selangkanganku.
“dikit....lagi, neng...hh...”, ucapnya di tengah-tengah aktivitasnya menghujam vaginaku seakan memberi pertanyaan kepadaku, apakah buang di dalam lagi atau di luar.
“dalemhh....lagi...hh...Pak.....”, begitu mendapat restu dariku, langsung lah Pak Jae membuka keran air mani nya lagi dari ‘hidran' miliknya untuk memadamkan api nafsu pada selangkanganku.
Tubuhku langsung merespon dengan lepasan gelombang kejut yang membuat tubuhku kembali berkedut-kedut. Si pria lansia penjajah baru tubuhku ini, sudah ejakulasi 2x di dalam rahimku. Aku? Aku bahkan melupakan hitunganku karena otakku yang ngeblank, penuh dengan rasa nikmat dari sodokan-sodokan Pak Jae.
Aku terkulai lemah dan pasrah di atas badan Pak Jae, aku merespon sebisanya ketika Pak Jae mulai memagut bibirku dengan lembut dan penuh perasaan seakan mengucapkan terima kasih padaku karena sudah menjadi pelampiasan nafsunya yang sudah terpendam bertahun-tahun. Dengan sisa tenagaku, aku pun menggeser tubuhku dan tidur di samping Pak Jae.

“hhh....lemes...Pakh....hehehe", ucapku tersenyum lemas.
“iya, neng...”. Kami pun berpelukan, menikmati momen pelukan intim kami layaknya pasangan suami istri baru yang sedang kelelahan di antara sesi membuat keturunan.
“ayo, neng. Pakai baju....”, Pak Jae menyuruhku dengan kami tetap berpelukan di ranjang, bugil.
“kenapa, Pak?”.
“udah malam....nanti neng Hana dicariin orang tuanya...biar bapak anter...”.
“Pak Jae nggak suka saya lama di sini ?”.
“mana mungkin, neng...bidadari kayak neng...seumur hidup, Bapak baru bisa tidur bareng...hehehe....udah gitu...boleh crot di dalem lagi....hehehe...bikin nagih...”.

“wooo...dasar Pak Jae....kalau gitu....boleh dong saya nginep di sini?”.
“boleh nggak nih?”.
“ya boleh banget, neng...hehehe", tambahnya.
“nah kalo gitu....”. Aku pun mendekatkan wajahku ke daerah kejantanan Pak Jae.
“eeh...mau apa, neng ?”.
“ucapan terima kasih karena udah bolehin saya nginep", ucapku tersenyum seraya mendekatkan bibirku ke penisnya yang sudah berlumuran cairan lengket, campuran dari air mani kami berdua.
“tapi...kontol Bapak..kotor n bau, neng....apalagi abis ngencrot....”.
“saya malah suka....”, ucapku nakal kemudian langsung menempelkan lidahku dan menyapu batang kejantanan Pak Jae dari bawah, pangkal antara batang dengan buah pelirnya sampai ke pucuk kepala penisnya kemudian kembali lagi ke bawah sebelum mulai kubelit batangnya dengan lidahku.

“aaahh....gilaa...enak banget, neng..hhhh...”. Kutelan bulat-bulat ‘tongkat' Pak Jae dengan mulutku sampai menyentuh pangkal tenggorokanku.
Aku yang sudah sangat terlatih dengan ‘gag reflex'ku tidak merasa ingin muntah, malah asik membelai batang kejantanan Pak Jae dengan lidahku. Tak lupa kugelitik lubang kencingnya dengan lidahku sampai badannya bergetar-getar kecil.
“sepongannya.....juaraaa !!!”, pujinya setelah aku mulai menaik-turunkan bibirku yang ‘merangkul' erat batang penis Pak Jae dengan sangat perlahan.
Tak lupa juga kukeluarkan teknik sepongan favorit Kek Wiryo yaitu mengempeng ‘helm' nya sambil sesekali menjilat leher penisnya. Dan tentu Pak Jae melenguh keenakan karenanya.

Mungkin, kalau perempuan lain yang tidak biasa akan jijik mengulum penis Pak Jae karena penis pria tua ini sudah berlumuran campuran air mani, lendir vaginaku, dan juga air liurku, tapi bagiku aroma dan rasanya begitu enak dan eksotis seakan semakin menambah bumbu pada ‘makanan'ku ini.
Apalagi waktu itu, aku sudah sangat terlatih menjadi wc berjalan Kek Wiryo. Cairan atau benda apapun yang menempel atau keluar dari batang kejantanan ini akan kubersihkan dengan telaten menggunakan mulutku layaknya fungsi wc pada umumnya.

Benda tumpul, panjang nan gendut inilah yang akan menjadi lawan main alat kelaminku ke depannya. Benda yang akan sering bertengger dan bersarang masuk ke dalam tubuhku sesuka hati sang empunya.
Saat aku sedang berpikir seperti itu, aku merasakan ‘burung' Pak Jae berkedut-kedut, tanda siap untuk meludah. Langsung kututupi penis Pak Jae dengan ‘wadah sperma' miliknya yakni tentu saja aku, dengan mulutku.
“neengghhhh !!!”.
Dia menahan kepalaku dan menyodokkan penisnya semakin masuk ke dalam mulutku. Aku yang memang sudah terbiasa dan memang sudah bersiap, kubuka mulutku dengan lebar sambil merasakan mulutku yang sedang digunakan Pak Jae untuk mengocok penisnya layaknya mainan seks untuk masturbasi pria.
“hhgghh...mmmm", aku agak sedikit terkejut ketika pertama kali Pak Jae mulai menyemburkan air maninya yang mengenai pangkal kerongonganku, sisanya aku menunggu semburan demi semburan air mani Pak Jae dengan sabar sampai dia selesai berkedut-kedut dan melepaskan cengkramannya dari kepalaku.

Aku meremas lembut kantung zakar Pak Jae untuk membantunya mengeluarkan sisa sperma yang telah mengendap bertahun-tahun di dalam kantung zakar miliknya yang keriput ini.
Karena benda ini akan menjadi ‘barang sembahan'ku selanjutnya, tentu akan kurawat dengan baik dan akan kukuras air maninya setiap hari seperti saat Kek Wiryo. Ya daripada tersimpan saja di kantung pelirnya, lebih baik intisari benda ini di ‘investasikan' ke dalam tubuhku.
“maaf neng..hhh...nggak kuat...nahan...sepongan neng...enak...banget...”, ucap Pak Jae sebelum diam memperhatikanku yang dengan tenang menyeka bibirku dan mengemut jari-jariku yang ada sisa spermanya, kemudian aku membuka mulutku agar Pak Jae bisa melihat sperma belasan tahunnya yang menggenang di mulutku.
“gllkkk....”, kutelan habis sperma Pak Jae.
“ditelen, neng ? Nggak jijik ?”. Aku hanya tersenyum seraya menggeleng.
“enak kok....”, jawabku.




Hana Belepotan Air Mani Pak Jae

Tak kulupakan tugasku berikutnya. Kujilati keseluruhan ‘perangkat' kawin milik Pak Jae dari pucuk penisnya, batang, selangkangan, sampai ke pangkal kantung pelirnya yang membuat menggelinjang kegelian.
Dan kucium mesra kepala dan sekujur batang kejantanan Pak Jae untuk ucapan terima kasih untuk kenikmatan yang diberikan sekaligus tanda perkenalan kepada ‘peliharaan' barunya, aku.
Tentu saja aku lah ‘peliharaan'nya, bukan sebaliknya. Karena aku yang akan sangat tergantung dengan penis dan si pemiliknya ke depannya layaknya ‘obat candu' untukku. Apalagi di kesempatan pertama ini saja, ‘burung’ Pak Jae bahkan sudah menandai rahimku sebagai daerah kekuasaannya dengan air mani.
Tentulah sangat pantas jika aku disebut sebagai peliharaan penis Pak Jae. Selesai sudah, kuremas-remas zakar Pak Jae dan ku urut batangnya sampai benar-benar tak keluar lagi air maninya.
Aku ‘keringkan' alat kawin Pak Jae dengan kedua payudaraku yang kugunakan seperti kain untuk mengeringkan.
“neng....”, Pak Jae langsung memelukku begitu aku tidur di sampingnya.
“Bapak nggak tau harus bilang apa-apa...bener-bener kayak mimpi...”, Pak Jae mengecup keningku.

“hehehe....gimana, Pak?”.
“mantep pake banget, neng....kejatuhan durian runtuh.... sumpah....”.
“Bapak nggak pernah nyangka bakalan bisa ngewe gadis SMA yang cantik banget kayak neng Hana. Bahkan ngimpi pun nggak pernah", tambahnya. Aku hanya membalas dengan senyuman.
“tapi neng Hana beneran nggak jijik apa ?”.
“jijik yang tadi ?”.
“itu juga...tapi maksud bapak, kan neng Hana cantik, bening, seksi banget dan masih muda...terus di entot sama Bapak yang udah bau tanah gini....”.
“hihihi....tapi punya Pak Jae nggak bau tanah...bau peju...hehehe".
“yee si neng...”.
“udah..pokoknya Pak Jae...mulai saat ini, nggak usah maen sabun lagi...biar saya yang jadi sabunnya?”.
“maksudnya, neng ?”.
“iyaa. Saya udah jadi hak milik Pak Jae, alat seks personal Pak Jae. Saya nggak bakal nolak kapanpun Pak Jae mau ngentotin saya...kecuali kalau berbahaya dan rame orang", mulutku begitu lancar mengeluarkan kata-kata yang merendahkan diriku sendiri karena sudah dilatih oleh Kek Wiryo untuk menjadi boneka seks bagi lelaki tua yang kesepian.

“se...serius, neng ?”.
“iyaa, Pak Jaeku sayang...”. Dia kelihatan begitu sumringah. Tentu saja, belasan tahun tidak merasakan betapa hangatnya tubuh wanita, sekarang di depannya malah ada seorang gadis SMA yang tak tahu malu mengklaim akan menjadi boneka seks personal untuknya.
“pokoknya kalau ada saya...nggak akan saya biarin...ini ada isinya...”, godaku sambil menggenggam kantung zakar Pak Jae. Kuelus dan ku belai lembut selangkangan Pak Jae sambil mengobrol.
“kalau Bapak hamilin neng boleh nggak?”. Ada apa sih dengan kakek-kakek dan menghamili gadis muda. Nggak Kek Wiryo, nggak Pak Jae, semuanya ngebet banget pengen bikin gue hamil?.
“lulus dulu...baru boleh deh...nikah ...terus bikin anak...hihihii..”.
“neng mau nikah sama Bapak yang udah kakek-kakek gini?”.
“mau aja....nanti tiap hari bisa maen ini...”, jawabku seraya mulai mengocok pelan penis Pak Jae yang mulai terasa keras kembali.
“bener ya, neng ? Nanti Bapak tagih janjinya...”.

“bener....nanti nikah terus punya anak....atau bikin anak dulu baru nikah...terserah Pak Jae aja...hihihi".
“jadi ngaceng lagi, neng...”.
“wiiih...cepet banget, Pak...”.
“abis neng ngomongnya bikin semangat..udah gitu neng Hana ka emang cantiknya kebangetan...body idaman lelaki pula...mana mungkin nggak cepet ngaceng....”.
“yaudah...yuuuk”, ajakku.
“Pak Jae...mau nyoba lubang terakhir nggak ?”, bisikku manja.
“maksud, neng ?”. Tanpa menjawab, aku langsung menungging di depannya dan melebarkan lubang anusku.
“serius boleh neng?”.
“boleh, Pak Jae sayang....”.
“mendiang istri Bapak nggak pernah mau disodok pantatnya apalagi nelen peju...nggak nyangka
..malah di umur segini...bisa ngerasain itu semua...udah gitu sama daun muda yang cantik kayak neng Hana...Bapak bener-bener ketemu dewi seks....”, ceritanya sebelum langsung menusuk dan merangsek masuk ke relung anusku dengan penisnya yang membuatku sedikit terkejut.

Malam itu, Pak Jae benar-benar memanfaatkan tubuhku sebaik-baiknya. Mulut, anus, dan vaginaku yang merupakan jalan masuk yang bisa dilalui penisnya untuk dalam tubuhku dia celup dan sodok sesuka hati secara bergantian. Aku yang sudah semakin lemas larut dalam kenikmatan, hanya bisa mengikuti kemauan Pak Jae dan penisnya saja tanpa bisa berpikir dengan menerima celupan, sodokan dan cekokan ‘tongkat pembuat bayi'nya itu keluar masuk anus, vagina, dan mulutku secara bergantian yang benar-benar sudah menjadi ‘alat kocok' bagi penisnya.

Aku tak tahu sekarang pukul berapa, yang kutahu, Pak Jae baru beberapa menit yang lalu selesai membanjiri relung pantatku dengan spermanya lagi untuk kedua kalinya.
Di sampingnya, aku tak kuat menahan mata lagi, aku hanya bisa mendengar suara nafas kami yang tersengal-sengal, aroma keringat dan sperma yang tercampur cukup kental di ruangan kami ini.
Rasa lelah bercampur nikmat luar biasa, rasa sperma yang membekas di rongga mulut dan tenggorokanku, rasa lengket dan licin dimana-mana adalah perasaan yang aku rasakan sebelum akhirnya tertidur sambil berpikir sudah jadi apa selangkanganku di bawah sana. Mungkin sudah terbentuk aliran sungai sperma antara lelehan dari liang senggamaku dengan lubang pantatku, air terjun lebih tepatnya. Sempat-sempatnya aku berpikir seperti itu, padahal sudah ingin tidur.

“hooaaahhhmmmm", aku merenggangkan tubuhku sambil menguap. Saking tiap harinya aku digubrak-gubrak oleh ibuku tiap pagi, aku jadi otomatis kebangun meski matahari juga baru bangun dari tidurnya. Pak Jae kelihatan masih tidur pulas. Perlahan aku turun tempat tidur. Ugh, bau peju nya sangat kental tercium di kamar ini.
“adu..duh...”, aku merasa agak ngilu, mana lagi selain di bagian selangkangan. Bukan perih, tapi lebih ke ngilu dan pegal. Aku senyum-senyum sendiri, sampe gini banget gue di ewe sama cowok uzur, ucapku geli sendiri dalam hati.
Terpaksa, aku sedikit berjalan merembet ke tembok menuju kamar mandi. Lubang pantatku yang paling ngilu dibandingkan vaginaku karena Pak Jae begitu bersemangat ketika menyenggamaiku lewat anusku. Aduh, bisa longgar nih pantat gue, bisa-bisa susah nahan kentut n pup hihihi.
Aku sudah bisa membayangkan akan seringnya lubang pantatku dirojoki penis oleh Pak Jae karena sepertinya tadi malam, dia begitu ketagihan menjadikan rectum ku menjadi sasaran tembaknya.

“aahh...seger....”, aku mengguyurkan air ke tubuhku dan mulai menyabuni dengan sabun khususku. Sabun yang aku pesan dari kenalan Kek Wiryo. Kubersihkan seluruh tubuhku dari jejak-jejak kejantanan Pak Jae pada tubuhku. Meskipun aku yakin, begitu si pria uzur pemilik baru tubuhku bangun, tubuhku akan ‘ternoda' lagi.
Fuh, untungnya masa suburku bulan ini sudah lewat. Kalau tidak, bisa bahaya, pikirku ketika melihat selangkanganku yang penuh dengan noda sperma yang mengerak.
Kubersihkan daerah intimku dengan seksama, sabun dan selang air pun menjadi senjataku untuk membersihkan daerah kewanitaanku dan di dalamnya. Jarang pria tahu, ada keasyikan tersendiri ketika membersihkan daerah intim dengan shower atau semburan air yang cukup kencang.

Selesai mandi, kulihat Pak Jae masih tidur. Aku putuskan untuk memasak sarapan. Sudah terbiasa melakukan aktivitas tanpa mengenakan apapun saat di rumah Kek Wiryo, aku pun santai asik memasak dengan tak tertutup sehelai benang pun.
Lagi asik memasak, Pak Jae muncul di pintu dapur. Dia mengucek-ngucek mata dan mencubit pipinya sendiri.
“kenapa, Pak?”.
“nggak, cuma mastiin saya nggak mimpi...hehehe...”.
“niiih...bukan mimpi kan....”, ku raih tangannya dan kupegangkan ke payudara kananku.
“iyaa...kenyelll....”, tentu Pak Jae langsung meremas-remas gemas payudaraku.
Dia mendekat dan memelukku dari belakang dengan tangan yang sigap sudah ‘menangkap' kedua buah payudaraku.
“iih, Pak...nanti dulu...ntar gosong", keluhku manja.
“hehehe....abis empuk....kenyel banget, neng....”. Karena tangan kananku saja yang sibuk menggoreng, Pak Jae langsung menyelinap dan mengangkat tangan kiriku untuk menjilati ketiakku dan merembet ke payudaraku.
“hihihi...udah ah, Pak...geliii..tau....”, keluhku menggoda.

“awas aja kalau sampe gosong..”, ancamku.
“iya iya neng...hehehe...nggak tahan ngeliat toket neng Hana...mulus n bulet banget...kayak nantangin buat dikenyot....hehehe".
“woooo...dasar...pagi-pagi, baru mandi...udah ada di jigongin aja dada saya....weeekk...”, balasku memeletkan lidah.
“eh neng...kalau manggilnya ganti jadi Bang Jae gimana ?”.
“boleeh...berarti nggak perlu pake saya lagi ya...manggil diri sendiri pake Hana aja..boleh, Pak ? Eh Bang ?”.
“boleh lah, neng...”.
“yaudah, Bang Jae bantuin Hana ya...bawain itu makanannya ke meja makan...”.
“siap, bidadari Hana....hehehe". Setelah siap, kami pun mulai sarapan.
“iiih...diliatin mulu, Bang....jadi nggak enak Hana makannya niih".
“ya cowok normal mana yang nggak ngeliatin cewwk secantik neng Hana sarapan bareng sambil bugil hehehe....”.
“yee....kan tadi malem juga udah liat....”.
“tapi seumur hidup...baru kali ini sarapan bareng sama cewek cantik banget kayak neng...udah gitu bugil lagi hehehe....sama mendiang istri saya aja nggak pernah...berasa mimpi, neng....”.

“hihihi....gimana....body Hana...bagus kan?”, tanyaku sambil melenggak-lenggok di depan Bang Jae, dan berputar-putar untuk memanjakan matanya di pagi hari ini dengan tubuh putih mulusku.
“juara, neng...hehehe....Abang yakin pasti banyak temen neng Hana yang cowok, mimpi basah sama neng...terus neng juga jadi bahan coli".
“hmm....tapi akhirnya Bang Jae yang bisa ngerasain body Hana...heehehe....”, ujarku manja nan menggoda seraya duduk di atas paha kanan Bang Jae.
“iya...Abang nggak nyangka....hoki di ujung usia Abang....bisa sebagus ini....hehehe". Bang Jae pun membenamkan wajahnya di belahan payudaraku.
“angeet....”.
Dia nampak begitu menikmati menjepitkan wajahnya di belahan payudara seorang gadis SMA sepertiku.
“hmm..hehehe....”, aku hanya tertawa kecil yang manja. Sudah lama, aku tidak menggoda dan bermesraan dengan laki-laki preferensiku. Preferensi yang tidak lazim untuk gadis SMA sepertiku, yakni preferensi seksual terhadap pria uzur. Alhasil, aku merasa begitu binal, seksi, dan dipuja ketika Bang Jae mulai menjilati permukan payudaraku dan meremas bongkahan pantatku.

“eh neng....Abang boleh liat memeknya lagi nggak? Tadi malam...nggak begitu jelas...”.
“kan sama aja....".
“lain lah...pengen liat lebih jelas...memek cewek cantik kayak gimana....boleh nggak, neng? Hehehe...”.
“memek Hana udah punya Bang Jae...boleh diapain aja...disodok, dicolok, di kobel...apalagi Cuma diliatin", bisikku menggoda manja.
“sini, neng...naik ke atas", balasnya seraya tersenyum karena merasa sudah menjadi pemenang yang mengklaim tubuhku sebagai hak milik.
Aku naik ke atas meja setelah kusingkirkan sedikit makanan yang ada, aku duduk di tepi meja, merebahkan tubuhku ke belakang dengan bertumput pada siku. Dan jadi lah, posisi untuk menampilkan daerah intimku sebagai ‘barang' yang akan di inspeksi oleh si pemilik, tak lain tak bukan, Bang Jae.

“hmm...waaanggiii....”, Bang Jae langsung saja menempelkan hidungnya tepat di tengah-tengah selangkanganku dan menjejali hidungnya dengan aroma daerah kewanitaanku.
“udah harum....terus gundul mulus lagi....kok bisa sih neng...kayak bayi gini....”.
“hehehe...ya dirawat lah, Bang....biar kalau ada yang berkunjung kayak Bang Jae....betah...hehehe".
“pasti udah banyak yang bertamu ke sini ya ?”, tanya Bang Jae yang mulai memberikan kecupan-kecupan mesra ke ‘celah sempit'ku.
“enak aja...emang Hana jablay...baru 3 kok...Bang Jae...yang ketiga...”.
“serius, neng ? Masa bidadari kayak neng...cantik...mulus....bahenol...udah gitu....pelayanan poll...bary 3 yang ketemu sama...ppp....iinii...”, ucapnya sambil berbicara dengan mulut yang menempel di bibir vaginaku sehingga cukup mulai ‘mengganggu' tubuhku.
“iyaa...Hana pilih-pilih.....dan emang punya Hana yang milih sendiri....”.
“duuuh...tau aja...Bang Jae udah lama nggak ngerasain memek....makasih yaa memek neng Hana...cuphh", Bang Jae seakan sedang berbicara ke kelaminku dan mengecupnya penuh terima kasih.
“kalo gitu...ucapan terima kasih dari Abang....”.
“aahmm...”, tubuhku seketika berkedut kecil ketika Bang Jae mulai menjilati belahan bibir vaginaku dengan lidahnya.

Baru saja selesai menyantap sarapan, sekarang Bang Jae mulai ‘menyantapku'. Lidahnya yang menari-nari lincah di daerah intim dan mengulik-ngulik liang senggamaku membuat tubuhku menggeliat-geliat manja seraya tanganku yang berpegangan pada kepala Bang Jae.
“mmm....teruusss...Baangg.....”, lirihku keenakan menikmati permainan lidah pria bangkotan yang sudah sah jadi pemilik baru tubuhku ini. Desahan lepas kukeluarkan bersamaan orgasmeku. Cairan vaginaku pun langsung diseruput habis oleh Bang Jae seperti orang kerasukan.
“kok bisa enak ya memek neng Hana...asin manis gitu...". Aku hanya tersenyum.
“hehehe....udah dulu ya, Bang...nanti lagi...Hana mau beberes dulu....”.
“nggak usah, neng. Udah dikasih enak-enak, masa Abang nyuruh neng bersihin rumah jugaa....”.
“nggak apa-apa, Bang...latian kalo beneran jadi bini Bang Jae....hihihi".
“duuh....neng Hana kapan sih lulusnya...udah nggak sabar...hehehe".
“nanti lah...weee...yaudah Bang Jae mandi aja sana....”.
“oke neng cantik....”.
Tanpa perlu repot mengenakan pakaian, aku pun lanjut membereskan piring-piring bekas sarapan tadi dan cuci piring, kemudian aku sambung dengan membereskan medan ‘pertempuran birahi' tadi malam.

“kenaa....”, Bang Jae memeluk tubuhku dari belakang saat aku sedang menyapu ruang tv.
“duuh impian semua laki-laki nih...ngeliat cewek cantik beres-beres rumah...bugil...hehehe".
“emang iya?”.
“yaa setidaknya impian Abang...hehehe". Meski dia menyalakan tv, matanya tak lepas dari tubuhku yang agak berkeringat karena bersih-bersih rumah.
“duuh seger mata Abang...hehehe". Aku Cuma menjulurkan lidah untuk meledeknya sambil terus mengepel karena sudah selesai menyapu.
“fuuh...capek jugaa....”, ucapku sebelum duduk di samping Bang Jae dan mengelap peluh keringat di dahiku dengan punggung tanganku.
“mau minum, neng ?”.
“nanti aja, Bang...”.
“maksudnya, Abang yang mau minum...hehehe".
“oooh, mau Hana bikinin apa?”.
“nggak, Abang maunya minum ini....”, Bang Jae langsung mengenggam kedua pergelangan tanganku, mengangkatnya ke atas dan menahannya. Tanganku seperti terikat ke atas.




Hana Diganggu Saat Bebersih

“hiihi...geelii...ampun, Bang..hhhh..ampppunnn...hihihi...", aku cekikikan merasa geli ketika Bang Jae mulai menjilati ketiakku.
“aamppuuuunnn.....”, aku mendesah manja karena geli luar biasa.
“hehehe....”, Bang Jae akhirnya melepaskanku sambil cengingisan.
“iih...geli Bang....dasar...emangnya nggak bau, Bang ? Hana kan keringetan....”.
“abis penasaran, neng...rasanya keringet cewek cantik kayak gimana...hehehe".
“iih dasar...ada-ada aja...”.
“eh kayaknya ujan ya, neng?”.
“iya ya...”.
“bentar Abang liat....”.
“eh iyaa, neng...ujan", tambahnya begitu melihat ke luar jendela.
Dia pun mendekatiku dengan tatapan binatangnya.
“kalo ujan gini...terus ada neng cantik yang nggak pake apa-apa....Cuma satu yang bisa dilakuin...hehehe....”. Dia merangkul tubuhku dan mulai melumat bibirku.
“Bang....dari tadi malem Hana berisik....kedengeran tetangga nggak ya?”, tanyaku di sela-sela pagutan bibir kami.
“nggak apa-apa, neng...biar pada tahu kalau Bapak masih laku ama cewek hehehe....”
“yee....bukannya gitu....nanti kalo di laporin gimana? Kan berabe...”.
“ya Bapak tinggal bilang kalau neng Hana ini...istri sirih Bapak....hehehe".
“isshh...Bang Jae mah....”.
“tapi Abang yakin. Kalau pun sampe ketawan, terus yang liat bapak-bapak...apalagi neng bugil gini..nggak bakal di laporin, malahan pasti minta jatah ke neng sebagai imbalan tutup mulut....mana tahan mereka liat bidadari bugil gini....hehehe....pasti pada bikin jadwal buat nge gilir neng....”.

“iishhh...kalo sampe kayak gitu....Hana udah nggak mau ama Bang Jae....”.
“eeeh...jangan gitu dong, neng....”.
“ya abisnya...kayaknya Bang Jae malah pengen liat Hana digilir ya?”.
“ng...nggak kok, neng....”.
“hehehe....becanda kok, Bang...kalo Abang yang nyuruh dan izinin....Hana siap kok digilir...hihihi", ujarku begitu lepas seraya tersenyum nakal dan menggigit bibir bawahku. Gila ! Aku sendiri saja sampai kaget, bisa-bisanya aku berucap seperti itu bahkan ke pria uzur yang baru semalam saja mengeksplor tubuhku. Benar-benar sinting gue, ucapku dalam hati.
“ha? Se...serius...neng?”, tanyanya dengan mata terbuka, kaget dan tercengang pastinya karena nampaknya baru pertama kali, ada seorang gadis muda yang bugil di hadapannya berkata seperti itu. Aku mengangguk sebagai jawabannya.
Aku tak tahu persis apa yang langsung lewat di benaknya, aku hanya menerka Bang Jae langsung berimajinasi untuk mendapatkan ‘keuntungan' dari tubuhku.
“pokoknya Hana nurut aja ama Bang Jae....”, bisikku. Tanpa berucap, dia langsung menyambar bibirku lagi, meremas pantatku dengan sangat kencang.
“awas ya....Bang Jae bikin neng Hana lemes sebelum pulang....”.
“emang siapa yang bilang Hana pulang hari ini?”.
“maksud neng? Neng Hana pulangnya bukan hari ini?”.
“iya, Bang....besok aja ah pulangnya...hihihi....”.

“emang orang tua neng nggak nanyain?”.
“lagi ke luar kota, Bang...”.
“berarti, Bang Jae bisa celap-celup sampe besok, neng?”.
“hihihi...bahasanya celap-celup...bisa, Bang...sampe besok sore....”.
“YESSSHHHH !!!”, teriaknya begitu senang. Langsung saja Bang Jae melepas baju dan celananya hingga kami berdua sama-sama bugil.
“ccpphh....”, kucium kepala penisnya.
“temenin aku yaa sampe besok...”, sapaku ke alat kawin milik Bang Jae yang tentu sebentar lagi akan ‘bertamu' masuk ke dalam tubuhku.
Dengan sangat bertenaga, Bang Jae langsung menggendongku masuk ke kamar. Nampak sekali sudah tidak sabar ingin mendulang kenikmatan dari ‘sarana' pelepas nafsunya yang tak lain dan tak bukan adalah tubuhku, tubuh putih mulus gadis SMA yang sedang ranum-ranumnya.
Bagi kalian yang sudah sering baca cerita seperti ini, pasti sudah taulah apa yang akan terjadi kepada seorang gadis SMA yang dengan senang hati bugil bersama seorang pria uzur, ditambah sedang hujan begini. Pastilah ‘tidak selamat'.
Nanti aku cerita lagi ya di cerita berikutnya.
Aku mau pamit dulu karena sebentar lagi akan dikelonin oleh aki-aki pemilik baru tubuhku...hihihi.....bye




Seragam 'Resmi' Hana Untuk Memanjakan Mata Bang Jae

Home (Index Halaman)
Episode 6 : Silsilah Keturunan Mesum
 
Terakhir diubah:
M
Early Release

Karena minggu depan gw mau pulkam, takut lupa
Jadi gw post sekarang aja, harusnya minggu depan.
Next Release 3 minggu lagi berarti

Home (Index Halaman)
Episode 4 : Susu Dibalas Air Susu


Episode 5 : Pengamanan Daun Muda



Hana Mulai Beli Pakaian Bagus Meski Harus Bersedih


Sudah 1 bulan berlalu semenjak Kek Wiryo meninggal. Kehidupan keluargaku benar-benar berubah semenjak Pak Aryo & Bu Dewi menganggapku seperti anak mereka sendiri. Tadinya, memang ayahku agak segan menerima bantuan finansial dari Pak Aryo tapi memang ya dasar otak pengusaha. Pak Aryo menemukan cara agar ayahku melunak yakni dengan cara kerja sama eksklusif. Aku tidak tahu persis seperti apa bisnis mereka tapi nampaknya bisnisnya bisa digabung. Ayahku sering geleng-geleng kepala karena Pak Aryo sering memberikan kado tapi alih-alih disebut kado, Pak Aryo menyebutnya sebagai uang tips karena bisnis mereka.
Ayahku pun agak terpaksa menerimanya karena Pak Aryo adalah klien ekslusif dari perusahaan ayahku bekerja. Ibuku ? Ibuku berhenti buka warung makan gara-gara Bu Dewi. Eits, jangan salah sangka dulu pemirsa. Bu Dewi yang pernah mencicipi masakan ibuku mengajak ibuku untuk membuka catering bersama. Awalnya, ibuku tidak pede karena klien-klien dari Bu Dewi dari kalangan menengah ke atas semua namun Bu Dewi menyemangati ibuku sekaligus mencarikan pekerja yang sudah berpengalaman untuk membantu ibuku sehingga sekarang ibuku sudah lancar bermitra dengan Bu Dewi untuk urusan catering. Sumpah, ini beneran ? Masa gara-gara tubuh ‘aneh'ku yang merespon positif ketika digerayangi kakek-kakek ini, kehidupan keluargaku jadi berubah 180 derajat ?

Aku benar-benar tak habis pikir. Kerelaanku menjadi budak seks dan tempat menyalurkan nafsu bagi Kek Wiryo bisa memberikan dampak yang begitu positif bagi roda perekonomian keluargaku, apakah air mani Kek Wiryo yang dibuang ke dalam tubuhku membawa keberuntungan ? Hmm.... tapi tetap saja, aku sangat kehilangan sosok Kek Wiryo. Seorang pria lansia yang tadinya impoten dan kulatih menjadi pria alpha kembali di umurnya yang sudah sepuh yang sudah kudapuk sebagai pemilik resmi dari tubuhku ini. Dan juga, aku pun kehilangan Sheila karena bulan lalu, dia harus ikut keluarganya ke Jepang.
Aagggghhh..bisa gila aku ini. Mainan-mainan pun sudah tidak ada ‘rasa'nya lagi. Sebagai seorang gadis muda yang sehat & normal, aku membutuhkan yang ‘asli' untuk menggaruk relung kewanitaanku. Aku tahu betul ini karena selain nafsuku yang tidak normal juga karena efek dari di ‘kontoli' mendiang Kek Wiryo berkali-kali setiap harinya.




Hana Terlalu Jauh Eksplor Mainan

Dan karena preferensi tubuhku yang lebih memilih reaksi over positif terhadap pria berumur lanjut, aku sama sekali tidak berminat mencicipi ‘onderdil' teman-teman priaku yang seumuran. Aku hanya khawatir, ketika frustasiku sudah menumpuk, aku akan memperkosa kakek-kakek secara random. Kalau masuk berita dengan tajuk ‘Ditemukan seorang kakek yang trauma mendalam karena diperkosa seorang gadis dari SMA xx” kan jadi nggak lucu.
Sori, ngelantur ceritanya, aku udah bingung mau ngapain lagi soalnya. Kehidupanku pun kembali seperti biasanya. Didekati cowok-cowok, diajak jalan ya aku mau saja. Tak jarang juga aku dilabrak oleh cewek yang beda sekolah yang melabrakku karena merasa aku menggoda pacar atau gebetan mereka. Memang dasar betina +62. Eh bentar, kan gue juga?. Tidak tahu lah, pokoknya aku ada cara sendiri untuk menghadapi tindakan bully. Bully di antara cewek lebih serem lho, pemirsah. Bisa lebih sakit daripada sekitar bully fisik, tapi waktu itu aku sudah belajar cara menghentikan bully dari kakak kelasku waktu SMP dulu. Ada deh pokoknya.

“Hmm...hmm...”, aku sedang bersenandung melantunkan lagu karena moodku sedang bagus seraya mengingat masa lalu. Biasanya jam segini, gue lagi ‘niup seruling' Kek Wiryo sambil santai nonton tv.
“Ah shit....”, seketika aku kaget. Buru-buru aku buka tasku.
“Ah kan si bego....”, umpatku ke diri sendiri.
“Hp gw ketinggalan di kolong meja...”.
“Mana udah jam segini lagi hadeuuh..besok sabtu pula...masa iya gw tunggu sampe senin...apa besok pagi aja ya ?”.
“Ah udah lah...sekarang aja...ntar makin kemaleman...”. Aku bergegas segera berganti baju.
“Bu....Hana pergi dulu...”.
“Eh mau kemana kamu?”.
“HP Hana ketinggalan di sekolah...”.
“Udah malam, besok pagi aja...”.
“nanggung, Bu...”.
“Yowes, tunggu bapak kamu dulu...”
“Kelamaan nanti, Bu...”
“Tapi bahaya....”.
“nggak apa-apa, Bu..kan bawa motor sendiri ini....”.
“Emang di sekolah ada orang ?”.
“Ada, Bu...security sekolah...”.
“Yaudah ati-ati kamu....sampe di sana, langsung telepon ibu ya...”.
“Iya, Bu...Hana pergi dulu yaa...”.

Bergegas aku memakai helm dan cardigan dan tancap gas ke sekolah. Tak lupa aku membawa dompet berisi sim, stnk, kartu pelajar, siapa tahu harus menunjukkan kartu pelajar karena sudah malam begini. Kalau pembaca pada pinter, pasti tahu dong mengapa aku ngotot mau ambil hpku malam ini juga.
Ribuan foto dan puluhan videoku bersama Kek Wiryo ada di dalamnya, bisa bahaya kalau sampai ketahuan orang. Bodohnya gw, padahal emang udah mau gue pindahin ke folder terkunci di laptop yang kudapat dari Pak Aryo. Gue emang bego tapi nggak gaptek banget lah. Begitu sampai, aku langsung mendekati pos security.
“Permisi....”, ucapku sambil mengetuk-ngetuk kaca yang agak hitam dari luar.
“Permisi, Pak....”, ucapku kedua kalinya. Aduh, ini kemana lagi, apa lagi nggak ada yang jaga malem ini, tanyaku dalam hati.
“Ada apa, neng ?, suara dari belakangku.
“Waaaaa !!!”, spontan aku teriak kaget dan putar balik badan sambil meloncat.
“Aduh...bapak....hampir loncat jantung saya...hahh...hahh...”, ucapku mengatur nafas karena memang beneran sumpah kaget.
“Maaf..maaf, Neng...saya tadi habis beli makan di luar...neng ini siapa ya?”.
“saya murid sini, Pak", biar cepat aku menunjukkan kartu identitas siswaku.

“Terus neng Hana mau apa ke sini ?”, tanyanya langsung menggunakan namaku yang ia ketahui dari kartu tanda siswaku.
“Saya mau ambil hape saya, Pak...ketinggalan di kelas...boleh ya, Pak?”.
“Besok aja, neng...bapak takut diomelin kalau ngebolehin neng masuk malem-malem gini...”.
“Ayo pleeaaseee, Pak...”, ujarku seraya sedikit menggoda manja. Eits, inilah salah satu keuntungan menjadi wanita yang berparas cantik.
Sudah gitu, pengalaman binal dengan Pak Karso & Kek Wiryo menjadi alasan utama mengapa aku semakin lihai mengeluarkan pesonaku terutama sex appeal ku kepada lawan jenis.
“Engg....tapi nggak lama kan, neng ?”
“Iya, Pak...sueer...”, ucapku memperagakan gaya peace dengan tanganku dan muka seimut mungkin.

“Ya...yaudah, neng...sebentar, Bapak taro makanan ini dulu....”. Aku mengikutinya ke dalam pos security. Kalau dilihat, bapak ini masih gagah meskipun sudah terlihat tua.
“Bentar, Pak....”. Aku mengulum bibir bawahku, merasa sedikit tak nyaman.
“Kenapa, neng ?”.
“nngg.....tadi ibu saya nyuruh kalau udah sampe suruh telepon dia terus mau ngomong sama security yang jaga....”.
“oooh..yaudah, neng". Pasti kalian udah mikir jorok ya? Gue emang lagi ‘nagih' sih tapi nggak segampang itu juga, Bambang. Datar banget donk ceritanya ntar. Simak aja dulu ya. Aku pun menelpon ibuku untuk memberi tahu bahwa aku sudah sampai sekolah lalu menyerahkan hpku satu lagi ke security.

“Baik, Bu. Siap. Begitu selesai, saya langsung suruh neng Hana pulang".
“Emang ngomong apa, Pak? Ibu saya barusan...”.
“Ya dia cuma nitip biar bapak jagain neng terus langsung suruh pulang".
“Ooh..”.
“yaudah, neng. Mari langsung...kelas berapa, Neng nya?”.
“Kelas itu, Pak...”, aku menunjuk ke kelasku.
“Ooh. Ayuk, neng...nanti kemaleman". Kami pun berjalan menuju kelasku. Sumpah, emang bener kata orang. Sekolah di malam hari sangat bikin merinding. Apa energi negatif dari ratusan siswa yang dipaksa belajar tiap harinya mengundang makhluk halus ke sekolah-sekolah ya?.
“Pokoknya kalau neng ngeliat sekelebatan atau suara...jangan di gubris ya...”.
“aduuuhhh...Bapak..kenapa malah diomongin siiih...”, protesku.
“maaf, neng...bapak mau infoin aja".
“Hmmm...yaudah ngobrol aja deh, Pak...kalau boleh tahu, nama Bapak siapa?”.
“ooh, saya Jaelani, neng...biasanya dipanggil Beh Jai.”.
“Keren juga panggilannya....hihihi...”.
“Iya, neng...”
“Btw, saya nggak pernah liat Bapak kalau saya sekolah...”.




Pak Jaelani

“mm...iya, Neng...saya emang security malem....jadi cuma malem aja...”.
“Jadi tiap hari, malem terus ? Emang gak capek / ngantuk, Pak?”.
“udah kebiasaan dari muda dulu, neng. Dan kalau malem, lebih mahal, neng karena pada nggak mau kebanyakan...”
“Oohh gitu...”. Tak terasa, kami sudah sampai di depan kelasku.
“Sebentar, neng...”. Pak Jae pun menyalakan lampu.
“Silahkan, neng..bapak nggak tau neng duduk dimana soalnya".
“Jangan tinggalin lho, Pak...”.
“Nggak lah, Neng”. Nah, ini dia.
“kriiett...”, seketika, kursi di samping dari meja yang sudah kurogoh bergerak sedikit.
“Paaak.....”, langsung aku ngacir sambil menggenggam hp yang sudah kuraih sebelumnya.
“Nggak apa-apa, neng...mereka cuma iseng aja....”, ucap Pak Jae berusaha menenangkanku yang bersembunyi di belakangnya.
“Keluar yuuk...Pak...”.
“iya, neng...”.
“tapi Pak Jae jalannya mundur....”, pintaku agar aku tidak tetap dekat pintu keluar saat berjalan keluar.
“iya iyaa, neng".

Perlahan, kami berjalan mundur keluar kelas.
“Fuuuhh...”. Aku berjalan di samping kanan Pak Jae, pokoknya agar tidak dekat kelas.
“Pak Jae....bisa liat ya?”.
“Iya, neng”.
“emang tadi apa, Pak?”.
“nanti aja neng...”.
“Oke, Pak....”. Kami pun akhirnya sampai di pos satpam.
“Ini neng, minum dulu....”, ujarnya sambil menyerahkan segelas teh manis hangat. Wew, kayak UKS aja, apapun masalahnya, teh manis anget solusinya.
“Makasih, Pak...”. Sambil mendengarkan cerita Pak Jae mengenai kemampuannya itu, aku menyeruput sesekali teh manis hangat yang kupegang.
“Serem juga ya ternyata...”.
“Iya, neng...makanya sebelum saya, nggak ada yang kuat...”.
Sesekali, kulihat Pak Jae memandangi daerah gumpalan daging kembarku. Meskipun penyakit seks menyimpangku cukup komplikasi dan memang sedang dalam ‘ekstasi' tinggi, rasa shock setelah mengalami kejadian mistis secara langsung cukup untuk mengalahkannya.
“Yaudah neng...ati-ati ya...”.
“Iya, Pak. Makasih banyak ya...”.

Aku pun pergi meninggalkan area sekolah. Bagi pembaca yang sudah memikirkan yang enggak-enggak antara aku dan Pak Jae, aku cuma bisa bilang, “Tidak semudah itu, ferguso". Cerita ini cukup panjang dan agak sedikit berbeda dari ceritaku sebelumnya. Disimak aja ya. Hari-hari berlalu tanpa ada kejadian yang signifikan, paling cuma pengalaman saja merasakan kejadian mistis secara langsung.
Tapi beberapa temanku bilang aku nampak lebih lemas dan pucat, tidak 'glowing' seperti biasanya. Dan ditambah, aku memang merasa badanku terasa lemas, berat, dan pegal.
Padahal biasanya jarang sekali aku merasa seperti ini, kecuali dulu sering diajak ‘begadang' oleh mendiang Kek Wiryo, tapi itu pun biasanya sehabis tidur, mandi, lalu sarapan langsung hilang rasa penat itu meski diintimi berkali-kali oleh mendiang Kek Wiryo.
Seperti halnya anak muda jaman sekarang, aku pun mencari jawaban lewat internet dan kutemukan hasil pencarian dengan kata kunci ‘ketempelan'. Ciri-cirinya sama persis seperti yang sedang kualami sekarang.

“Aduuh, gimana nih...gue nggak kenal orang pinter gitu lagi, tanyaku dalam hati.
“eh bentar, Pak Jae kan bisa liat katanya. Coba gue tanya dia ah". Dengan semangat seperti pejuang karena takut akan jadi lebih parah, aku pun izin ke ibuku lagi tapi kali ini aku izin berobat. Ibuku yang memang sudah dari kemarin-kemarin menanyakan aku yang kelihatan lesu tentu langsung mengiyakan dan ingin mengantarku.
Aku menolaknya dengan halus karena aku juga masih belum yakin apakah ini kondisi medis apa gaib. Aku bilang diantar temanku. Langsung lah aku menuju ke sekolah meski aku tak tahu apakah Pak Jae yang jaga atau bukan. Untungnya, sesampainya aku di sekolah, kulihat Pak Jae yang duduk di kursi depan pos sambil asik nyeruput kopi dan menonton tv.

“malam, Pak...”.
“eh neng Hana...kaget saya...saya kira memedi....”.
“iya, Pak...eh kok iya...nggak lah...hihihi".
“sini duduk dulu, neng....”.
“iya, Pak....”.
“neng mau nanya saya ya soal waktu itu? Badan neng rasanya pegel dan lemes gitu ya?”.
“eh kok Pak Jae tau....”.
“iya...waktu itu saya nggak enak mau bilang neng Hana...karena keliatannya neng Hana ketakutan..”.
“ii...iyaa...Pak...berarti saya ketempelan ya, Pak? Jangan-jangan sekarang ada yang nempel ya di saya ?”.
“iya, neng...kayaknya lelembut semacem bayangan gede gitu...”.
“se...serius, Pak?”.
“iya, neng...”.
“Pak Jae....bisa...tolongin...saya?”, tanyaku mulai merinding.
“bisa, neng....tapi takut neng nggak mau....”.
“mau..mau...yang penting ilang...”, jawabku langsung karena merasa sudah merinding tidak karuan.
“yaudah, neng...kita masuk dulu...”. Tentu aku langsung mengikuti Pak Jae masuk ke dalam pos dan duduk.

“nah, neng...saya mau tanya dulu....apa neng Hana keberatan kalau saya obati ?”.
“ya nggak lah...kan di obatin..”.
“tapi...neng Hana...saya perlu liat badannya neng Hana?”.
“Ha? Maksudnya ?”.
“maaf, neng kalau saya lancang. Saya bukan mesum atau mau ambil kesempatan...tapi memang saya perlu cek jika ada tanda yang dikasih lelembut karena kalau itu nggak diilangin...bakalan balik lagi dia...”.
“ooh gitu...hmmm..iya deh, Pak. Nggak apa-apa".
“ok, neng. Kalau gitu saya keluar dulu. Nanti neng Hana belakangin pintu aja biar nggak keliatan sama saya".
“ok, Pak...”.
“nanti teriak aja ya kalau udah siap....”.
“iya, Pak". Pak Jae pun keluar pos. Aku pun mulai melucuti pakaianku.
“udah, Pak !!”, teriakku.
“oke, neng...”.




Hana Terlanjur Bugil



“aduh, neng...lupa bilang bapak. Nggak perlu sampai telanjang...masih pake bh sama celana dalem nggak apa-apa".
“ya Pak Jae nggak bilang tadi...yaudah, Pak....nggak apa-apa deh...yang penting biar cepet-cepet diusir dan nggak balik lagi". Dalam hati, aku kepikiran karena sudah kebiasaan kalau di suruh buka baju pasti sampai bugil jadi refleks deeh...hehehe..
“hm...oke, neng...sebelumnya maaf ya, neng. Mungkin bapak bakal megang-megang sedikit badan neng".
“iya, Pak....seperlunya Bapak aja". Pak Jae pun mulai. Aku menutup mata, takut-takut kalau makhluk yang menempel kepadaku menunjukkan rupanya. Sesekali, kudengar Pak Jae seperti komat-kamit sesuatu.
“misi ya, neng...”, sepertinya Pak Jae meminta izin untuk memegang badanku.
“iya, Pak...”.
Seketika tangannya menyentuh pundakku, seperti ada sedikit sengatan listrik yang perlahan berubah hangat di pundakku. Beliau mengurut keluar dari batang leherku ke pundakku. Dan memang terasa seperti ada yang bergerak mengikuti gerakan tangan Pak Jae. Sedikit rasa sakit terasa seperti tertusuk jarum ketika setiap kali tangan Pak Jae mendekati bahuku.

“gimana, neng ?”.
“eh iya, Pak....enteng rasanya...kemarin-kemarin tuh kayaknya beraaat...banget gitu....”.
“nah berarti udah keluar dia....sekarang Bapak izin ya, Neng. Liatin punggung sampai pinggang neng Hana....mau liat, si dia ninggalin bekas nggak...”.
“iya, Pak".
Mungkin karena aku sudah agak lega, aku baru mulai merasa percikan rasa hangat di dalam tubuhku. Sekarang ini kan aku lagi bugil, berdua saja dengan lelaki tua di pos satpam yang tertutup ini. Apa Pak Jae akan khilaf dan memperkosaku yang sudah dalam keadaan bugil ini ? Seolah aku sendiri yang meminta Pak Jae untuk memperkosaku dengan tanpa busana sama sekali seperti ini.

“badan neng putih, jadi Pak Jae cepet ngeliatnya...nggak ada kalau secara mata".
“coba, maaf lagi ya, neng".
“iya, Pak...”. Pak Jae pun mulai menelusuri dari punggungku sampai ke pinggang, menggunakan telapak tangannya.
“nah, ini ada yang aneh....”.
“aneh gimana, Pak?”.
“iya...ini, bapak ngerasain ada hawa aneh di sini...”, ujar Pak Jae sambil menekan-nekan bagian dekat tulang ekorku.
“bentar ya neng". Tak lama, Pak Jar kembali.
“nah ini, neng. Bentar ya, mungkin agak sakit sedikit".
“emang apa tuh, Pak ?”.
“kerikil, neng...”.
“ha, buat apa, Pak?”.
“iyaa...buat mindahin hawanya si dia ke batu ini...biar nggak bisa balik ke badan neng lagi...”.
“ii...iya, Pak".
“aw....”, teriakku kecil karena kerikil itu seperti ditekan-tekan kencang ke kulitku.
“nah udah...tinggal bapak buang nanti", selang hanya beberapa menit saja, dia sudah selesai.
“ini udah, Pak ?”.
“udah, neng. Udah aman...”.
“depannya ?”.

“ee..eh nggak perlu, neng. Biasanya ketempelan itu cuma di punggung".
“kenapa gitu, Pak ?”, tanyak santai sambil setengah membalikkan badanku, tentunya sambil menutupi payudaraku.
“setan takut sebenarnya sama pandangan manusia...setan lemah tapi yaa...kalau udah setan yang lama dan kuat, beda lagi ceritanya".
“oh gitu...”, kuperhatikan Pak Jae berusaha semampu mungkin untuk tidak memperhatikan payudaraku yang tentu susah kutupi semuanya dengan tanganku karena ukuran dan kekencangannya.
Aku jadi sedikit ketawa geli dalam hati, apakah Pak Jae penasaran atau heran denganku yang dengan santainya mengobrol dengannya meski aku dalam keadaan tanpa busana seperti ini.
“yaudah, neng...neng pakai baju aja...udah selesai...bapak keluar dulu....”.
“oh iyaa, Pak...”.
“oh iya, neng ngopi nggak ?”, tanya Pak Jae dari luar.
“nggak pernah ngopi, Pak..”.
“oh ya sudah, bapak pesenin teh manis anget dulu ya...”.
“eh nggak usah, Pak", jawabku dari dalam pos sambil mengenakan pakaianku.
“nggak apa-apa, neng. Bentar yaa....”.

Begitu selesai, aku membuka pintu pos. Pak Jae belum kembali. Memang benar, sekolah itu sangat seram kalau dilihat pas malam, aku pun kembali menutup pintu. Tak lama, terdengar suara orang berjalan. Hatiku sudah terasa deg-degan. Apa ada makhluk halus lagi ?
“neng...udah?”. Leganya aku, ternyata Pak Jae.
“udah, Pak". Pak Jae pun masuk ke dalam dengan membawa segelas teh manis anget.
“ini, neng diminum tehnya".
“makasih, Pak...”. Pak Jae pun berjalan untuk membuka hordeng dan pintu lebar-lebar.
“habisin, neng teh nya".
“iyaa, Pak".
“nah kalau udah abis, neng cepetan pulang".
“kenapa, Pak?”.
“nggak, sebenarnya mungkin neng nggak ngerasa. Tapi badan neng tuh sebenernya lemes banget. Biasanya orang yang ketempelan abis itu dilepasin, pertamanya emang ngerasa badan jadi seger lagi tapi habis itu bakalan lemes banget...makanya Bapak tawarin kopi tadi...biar neng Hana kuat sampe rumah..eh tapi karena neng nggak ngopi, yaudah teh aja...”.
“ooh gitu...yaudah, Pak. Kalau gitu, saya pulang dulu ya. Makasih banyak bantuannya, Pak. Kalau nggak ada Pak Jae, saya bingung mesti kemana...”.
“iya, neng sama-sama. Oh iya, neng. Kalau abis 3 hari, neng ngerasa pegel dan lemes lagi. Nanti cari saya lagi aja. Kadang suka ngebandel....”.
“iissh, Pak Jae".

“bener neng...apalagi kan yang nempel ke neng itu penunggu sekolah ini...dan neng sekolah di sini....takutnya bandel gitu....soalnya tadi Bapak usir santai aja...”.
“Laah...emangnya nego pakai santai...”.
“eh neng...ngerti candaan saya hahaha...”.
“alah si Bapak....yaudah, pasti saya cariin Pak Jae lagi kalo kenapa-kenapa".
“ok, siap, neng...ati-ati di jalan....”.
Dalam perjalanan pulang, aku sempat berpikir kalau Pak Jae kuat juga ya. Sebenarnya kondisi tadi sangat teramat ideal. Ada seorang gadis SMA yang sedang ranum-ranumnya dalam keadaan bugil di ruangan tertutup.
Bukannya aku kepedean, tapi banyak yang bilang bahkan temen-temenku yang cewek mengakui bahwa tubuh dan wajahku itu memang diciptakan untuk menggoda pria.

Bahkan ada beberapa temanku yang cowok, yang tak sengaja kudengarkan pembicaraannya dengan temannya, ketika aku lewat dan dia mencium aroma tubuhku saja, langsung berdirilah ‘anggota kerajaan' miliknya karena langsung berfantasi macam-macam.
Berarti Pak Jae kuat juga ya. Aku tak tahu apakah sama atau tidak, tapi menurut yang kubaca, ada beberapa hewan saat si betina nya ‘siap kawin', maka akan melepaskan seperti hormon perangsang sehingga para pejantan pun bisa menciumnya dari jauh dan mendekatinya. Kalau tidak salah sih, sebutannya, hormon pheromone. Eh bentar, apa gara-gara itu, temanku yang itu langsung berfantasi macam-macam hanya dengan aroma tubuhku saja ? Karena tubuhku ini sudah lama tidak digeluti lelaki, jadi mungkin seperti itu kali ya?

Sedang berpikir itu, tiba-tiba mataku terasa berat sekali. Untungnya sudah dekat rumah. Aku langsung memasukkan motor dan menuju kamar.
“gimana?”, tanya ibuku.
“Hana capek, Mah. Mau langsung tidur...”.
“oh yaudah, langsung tidur gih sana. Capek banget kamu kayaknya".
Mama is the best lah, tidak neko-neko. Kan ada juga ibu yang ribut, berisik, dan harus jawab kalau ditanya, tapi mamaku santai orangnya. Untunglah. Brgitu aku melemparkan diri ke kasur, Aku langsung tertidur, biasanya aku harus sampai merasa bosan dulu baru bisa tertidur.
Dan setelah hari itu, keluarga dan teman-temanku bilang kalau aku kembali kelihatan fresh, segar, dan glowing lagi seperti biasanya. Dan 3 hari lewat, aku tidak merasa pegal atau lemas seperti waktu itu. Tapi aku jadi was-was dengan kelasku sendiri, bahkan aku sampai tak berani kalau harus benar-benar sendirian dalam kelas.




Hana Kembali Bersinar

“Pak Jae....”, sapaku yang mendekati pos satpam.
“eh neng Hana...", jawab Pak Jae seraya mengecilkan suara tv yang ada di dalam pos.
“apa apa, neng ? Neng ngerasa pegel-pegel lagi ?”, tanyanya kelihatan agak khawatir.
“ah nggak, Pak...semenjak itu, nggak ngerasa pegel-pegel lagi...malah seger banget rasanya badan....enteng gitu....”.
“oooh...bapak kira..***gal gitu Bapak ngusir si dia nya....”, dia mengelus dada.
“terus neng Hana ke sini mau ngapain?”.
“oh ini mau anter makanan....saya cerita ke Ibu saya....dia memang udah agak curiga karena saya biasanya energik terus saya tiba-tiba selalu lemes tiap hari....pas saya ceritain, Ibu saya nggak nyangka sih, saya bakalan ketempelan....makanya itu, Ibu saya mau ngucapin makasih...terus suruh saya bawain makanan deh....”.

“jadi ini buat saya nih, neng ? Eh bentar, neng Hana nggak cerita yang soal buka baju kan?”.
“ya nggak lah, Pak. Yaudah, dimakan makanannya. Kan saya bawain makanan Ibu saya bukan buat di pamerin aja....”.
“ah si neng bisa aja....bentar, saya ambil mangkuk dan piring dulu...”.
“ee..hh...bapak mau kemana ?”.
“ke belakang....kantin....minjem punya Bu Karjo....”.
“tega...ninggalin saya....”.
“oh yaudah, ikut aja neng....”.
“tapi nanti ada yang ikutin saya lagi....”.
“nggak, neng...pokoknya aman kali ini....”.
“hmm....oke deh...”. Aku pun berjalan di samping Pak Jae. Tak mau di belakangnya apalagi di depannya. Ngerii deh pokoknya sekolahan kalau malam-malam.
“bapak nggak takut emangnya, Pak?”.
Biasa, aku memang ekstrovert jadi rasanya gatel kalau nggak ngobrol apalagi hawanya bikin merinding gini.

“udah biasa, neng. Jadi ya nggak apa-apa".
“emang bapak bisa liat dari berapa lama ?”.
“dari bapak kecil....kakek nya Bapak emang dulunya dukun...nggak tau kenapa, Bapaknya saya nggak diturunin...eh malah saya ada bakat begini....mau dihilangin nggak bisa kata kakek saya dulu....jadi ya udah deh....sampe sekarang...”.
“terus serem-serem gitu ya, Pak?”.
“ya sebenarnya justru lebih banyak yang cuma sekedar cahaya kecil gitu, neng....macem kunang-kunang".
“tapi bukannya ada si guling, ada si wanita, ada si gondrong, dll ?”, aku tak berani menyebutkan pocong, kunti, dan genderuwo secara gamblang, takut ada yang denger >.< .
“nah itu....biasanya di tempat kecelakaan, pembunuhan, bahkan di rumah sakit.
Cahaya-cahaya itu yang sebenarnya jin, menyerap energi negatif yang ada...abis itu kalau selalu nyerep energi negatif yang sama, jin itu akhirnya menyerupai orang yang meninggal itu dengan kondisi terakhirnya. Jadi energi itu kayak memori si orang yang meninggal”. Tak terasa, kami sudah sampai di pos lagi.

“sini, biar saya aja yang nyiapin...bapak lanjut ceritanya...”, ucapku yang memang tertarik dengan penjelasan Pak Jae.
“pengen tau ya, neng ?”.
“iya, Pak...hehehe...”.
“iya, neng jadi gitu...nah kalau udah lamaa banget tuh jin nyerupain orang yang meninggal itu, udah gitu terus-terusan nyerep energi negatif,, barulah jadi setan-setan yang spesifik gitu...macem yang neng bilang tadi, pocong, kunti, genderuwo...dan kawan-kawannya".
“evolusiii ya, Pak ?”.
“iya....hahaha...bisa aja neng...”.
“terus yang nempel ke saya kemarin itu apa, Pak?”.
“sebenernya genderuwo, neng....”.
“ha? Serius, Pak ?”.
“iyaa, neng...emang di sekolah ini ada penunggunya...si genderuwo itu...tapi biasanya dia nggak terlalu iseng....bahkan sama Bapak pernah ngopi bareng di kelas neng”.
“ya kali, Pak...nggak sekalian diajak maen catur", candaku seraya kami berdua makan.
“udah Bapak ajak...dia nggak ngerti-ngerti....hahaha".
“seriusan, Pak?”.
“iya, neng. Anehnya ya itu, begitu liat neng waktu itu....dia langsung nempel ke neng....waktu itu mau langsung bapak usir...Cuma nggak enak...namanya juga sama temen, neng....”.
“lah Bapak issshh....untung saya nggak kenapa-kenapa....”.
“nggak, neng....dia cuma mau nyerep energi positif dari neng...”.
“emang saya batere....”.
“ih bener, neng....genderuwo kan terkenal karena nafsunya ama cewek...pas udah saya lepasin dari neng....saya tanya kenapa dia ikutin neng ?”.

“terus apa jawabnya, Pak?”.
“iya, dia bilang neng cakep banget, bahenol....udah gitu, energi positifnya besar jadi cerah dan anget gitu....”.
“matahari kali saya ah....”.
“bener, neng...tapi dia nggak berani sampe ngapa-ngapain, neng...makanya kemarin saya usirnya gampang karena emang dia mau balik ke tempatnya waktu itu...”.
“aduuuh...itu genderuwo nya kok aneh ya?".
"Iya, neng...kayaknya dia masih perjaka….".
"Hahahaha...bapak bisa aja niiih….", aku tertawa sambil spontan mendorong pundak Pak Jae seperti sedang bercanda dengan temanku.
"Eeh..maaf, Pak….saya reflek….".
"Nggak apa-apa, neng….malah saya makasih...ada temen ngobrol sampe ketawa-ketawa bareng neng Hana...apalagi neng Hana cantik….jadinya nggak kerasa sepi kayak biasanya….".

"Pak Jae...bisa aja….btw, bapak belajar ngusir-ngusir gitu darimana ?".
"Diajarin kakek saya pas dulu, neng.".
"Ooh...tapi susah nggak sih, Pak ?".
"Tergantung, neng...kalau ngusir ketempelan kayak neng...itu kayak level SMP…".
"Ini apa lagi sih, Pak...pake ada levelnya…", ujarku sambil cekikikan.
"Bener….jadi gini...kalau usir yang nempel lewat foto...itu gampang, kayak usir anak SD…terus kalau yang ketempelan langsung kayak neng...level SMP lah….".
"Terus kalau yang kesurupan gitu, Pak?".
"Nah itu kayak lagi urusan anak SMA tuh...kadang ada yang ngeyel, ada yang bandel….".
"Kayak saya ya, Pak? Hihihi…".
"Hmmm...emang neng Hana bandel ?".
"Nggak, nakal doang….", sambil tersenyum. Sebenarnya kode untuk Pak Jae.

"Jadi pengen tau gimana nakalnya….hehehe", rupanya Pak Jae seperti mengerti umpanku.
"Jangan ah, nanti Bapak malah kesel sama saya...hehehe".
"Nggak lah, neng…".
"Oh iya, satu lagi, Pak….kalau yang ilmu gitu atau kan ada tuh yang turunan dari keluarganya itu ?".
"Nah itu yang susah neng. Apalagi yang udah bertahun-tahun bareng ama makhluk gituan...istilahnya kayak udah jadi satu...bapak nggak bisa tuh...karena susah dan emang bapak nggak belajar sampe situ…".
"Ooh gitu ya, Pak….".
"Eh neng, udah jam 10 ya ternyata….udah malem banget...neng nggak pulang ?".
"Ya ampun iya….keasikan ngobrol….jadinya lupa kalau udah malem….".
"Iyaa...ngobrol sama neng Hana...enak banget...nyambung dan seru gitu kayaknya…".
"Hehehe….makasih ya, Pak…".
"Eh nggak usah, neng...nanti Bapak beresin sendiri….", ucapnya menghentikanku yang akan membereskan bekas makan kami.

"Nggak apa-apa nih, Pak?".
"Nggak apa-apa, neng….masa udah dibawain terus dibantuim beresin juga...udah, neng pulang aja...bapak nitip pesen, bilang makasih banyak udah dikirim makanan yaa…".
"Iya, Pak….kalau gitu saya pulang dulu yaa…".
"Iya neng...ati-ati di jalan….".
"Oh iya, Pak….saya boleh minta nomor WA bapak ? Takut misalkan ada kenapa-kenapa yang berbau mistis gitu….".
"Oh boleh...sini bapak telpon aja nomor neng…".
"Bentar….". Nomor Pak Jae pun muncul di handphoneku.
"Nah itu nomor Bapak ya…".
"Iya, Pak….makasih, Pak….boleh ya, Pak kalau misalkan saya WA atau konsul mistis gitu….".
"Boleh lah, neng...tenang aja…".
"Ok deh...saya pulang dulu ya, Pak...sekali lagi, makasih banyak ya, Pak…".
"Sama-sama neng….ati-ati".

Cukup sering juga aku WA dengan Pak Jae. Untuk ukuran seorang kakek-kakek, lancar juga dia WA denganku. Kadang pakai emot, kadang pakai sticker lucu-lucu. Saking dekatnya, Pak Jae cerita kalau security yang dinas pagi sering sekali membicarakan seorang siswi.
"Iya, neng...pas saya liat eh ternyata foto nya neng...diambil diem-diem…", isi chat Pak Jae padaku saat pelajaran siang.
"Serius, Pak?".
"Iya, neng….diambil diem-diem gitu…".
"Kok serem jadinya…".
"Nggak apa-apa, neng….masih pada muda soalnya...jadi demen liat yang bening kayak neng….hehehe….lagian itung-itung amal, neng….fotonya juga yang nggak gimana-gimana kok pas saya liat….".
"Yaa nggak apa-apa juga sih sebenernya….btw, kalo menurut Pak Jae..saya gimana ?".
"Yaa cantik pake banget lah, neng...kan udah pernah saya bilang waktu itu….".
"Pas tau security yang lain fotoin saya diem-diem gimana ?".
"Lah si neng pertanyaannya aneh...tapi jujur saya merasa menang sih, neng….".
"Menang gimana maksudnya, Pak?".
"Iya...mereka cuma foto dari jauh...Bapak bisa liat neng dari deket….telanjang lagi...meskipun nggak sengaja….hehehe".

"Ya Bapak sih nggak bilang waktu itu….".
"Maaf, neng...beneran lupaa…".
"Iya nggak apa-apa...itung-itung amal buat Bapak yang udah nolongin saya…".
"Sering-sering dong, neng….". Sepertinya Pak Jae mulai berani bicara mesum kepadaku.
"Dasar….maunya….".
"Hari ini saya bawain makanan lagi ya…".
"Maaf, neng...bukannya nggak mau….tapi Bapak lagi nggak masuk hari ini….".
"Kenapa, Pak?".
"Iya, neng...meriang dari kemarin malem...tapi ini udah enakan…".
"Ha? Pak Jae sakit? ".
"Iya, neng. Biasa...cuma meriang aja….".
"Yaudah, saya ke situ ya, Pak….".
"Eeh ngapain, neng...nggak usah...beneran….deh".
"Tanggung ini, Pak….udah dibuatin makanannya...sayang kalau nggak dimakan….".
"Emm…..yaudah neng, kalau maksa….saya sih seneng aja...kalau ada yang ngirim makanan….".
"Nah gitu donk…..btw, Pak Jae tinggal dimana ?".
"Neng tau Jalan Angkasa nggak ?".
"Ah, ribet, Pak….Bapak bisa shareloc nggak ?".

"Bisa, neng. Ntar saya shareloc".
"Wiih canggih juga, Pak Jae…".
"Iya, donk...harus mengikuti perkembangan zaman, neng….hahaha…".
"Oke...saya tunggu ya, Pak….".
Pak Jae mengirimkan alamatnya, aku bergegas pulang untuk menyiapkan makanan dan berganti dari seragam sekolah ke baju casual biasa. Kebetulan, ayahku memang lagi tidak ada karena sedang ada proyek di luar kota dengan Pak Aryo. Dan ibuku juga sedang jadi catering di luar kota juga bareng Bu Dewi.
Mungkin acaranya sama, entahlah. Yang pasti di rumah aku sendiri, mungkin minggu depan baru pada pulang. Tapi ibuku sudah mengisi penuh kulkas dengan bahan makanan karena khawatir anak semata wayang nya ini kelaparan. Mungkin memang sudah keturunan chef kali ya. Pulang sekolah langsung masak pun, sama sekali tidak berasa capek, malah happy. Chef rasa kampung tapinya….hehehe.

Setelah semuanya siap, aku merapihkan makanan dan berangkat ke lokasi map yang di share Pak Jae.
"Halo….Pak Jae….ini saya udah di tempat yang Bapak share….".
"Ooh oke, bentar, neng….". Tak lama, ada seseorang yang memanggilku.
"Sini, neng….".
"Oke….". Aku pun mendekati rumah dimana Pak Jae keluar dari dalamnnya dengan motorku.
"Pak Jae udah enakan?", tanyaku sambil membuka helm half face ku.
"Iya, neng...udah enakan...makanya tadi saya bilang nggak usah ke sini….".
"Ya kan nanggung ini makanannya….".
"Hmmm….yaudah deh….ayo, neng...masuk dulu".
"Motornya taro mana, Pak…".
"Oh iya...sini, neng...saya yang taro...neng masuk aja ke dalam….". Aku masuk ke dalam rumah Pak Jae.
"Maaf ya, neng..***mah saya kecil, berantakan lagi….".
"Ah nggak apa-apa, Pak….".
"Ayo, neng...duduk…".
"Iya, Pak…".
"Mau minum apa, neng ?".
"Ah nggak usah, Pak…".
"Masa tamu nggak disuguhin minum…".
"Emm...yaudah apa aja boleh, Pak…".
"Oke, neng...tunggu bentar ya…".
"Oke, Pak…".
Sambil menunggu, aku melihat sekitar ruangan ini, sepertinya ini ruang tamu. Bukannya sombong, tapi masih lebih agak besar rumahku sih.
"Nah ini neng minumnya….".
"Makasih, Pak….".
"Jauh ya rumah saya, neng ?".
"Iya, Pak. Lumayan….".
"Makanya tadi udah saya bilang kan..nggak usah ke sini….".
"Udah nyampe juga, Pak…."
"Iya sih, hehehe…..".
"Nah ini makanannya….", aku pun mulai mengeluarkan makanan-makanan yang kubawa dengan tupperware.

"Waah...mantaap….kebetulan emang saya belum makan nih neng….".
"Nah pas kalo gitu….".
"Bentar neng...saya ambil piring….".
"Oke, Pak….". Tak lama, Pak Jae kembali dengan mangkuk, piring, dan sendok garpu.
"Neng udah makan?".
"Belum, Pak. Tadi pulang sekolah, pulang, terus langsung ke sini….".
"Ya ampun, si neng….yaudah langsung aja kita makan bareng….". Kami berdua mulai menyantap makanan yang kubawa.
"Beuuh….masakan ibunya neng emang mantap...enak banget…..", ujarnya setelah beberapa suap.
"Ini….saya yang bikin, Pak…".
"Ah serius neng ?".
"Iya lah, Pak. Ngapain saya bohong. Ibu saya lagi ke luar kota".
"Kok bisa sama rasanya, neng ?".
"Ya iyaalaahhh…..kan yang ngajarin ibu saya….".
"Iya juga sih...tapi kan katanya beda tangan beda rasa….".
"Pokoknya kalau soal masak, harus ngikutin dia dulu sampe bisa, sampe rasanya sama baru deh boleh kreasi", jawabku.
"Ooh gitu...pantes….".
"Iya, Pak...eh iya….nanti ingetin saya ya….tupperware saya jangan ketinggalan….".
"Iya, neng...tapi emang kenapa?".
"Biasa, Pak. Emak-emak dengan tupperwarenya….pernah waktu itu ilang...uang jajan saya dipotong…".
"Beuh...sampe segitunya, neng".
"Iya...saya nggak tau….ada hubungan apa sih emak-emak dengan tupperware ? Mengalahkan rasa sayang ke anak sendiri", keluhku.
"Hahahaha….si neng bisa aja nih….".
"Hehehe", senyumku.
"Tapi ini serius, neng...enak banget masakannya…".
"Makasih, Pak….".
"Idaman banget….udah pinter, enak di ajak ngobrol, jago masak, dan yang paling penting….cantiknya nggak ketolongan….calon istri idaman…..hehehehe", pujinya.

"Ah, Pak Jae bisa aja...tapi ada satu yang salah….".
"Apa tuh, neng….".
"Saya nggak pinter….pernah hampir nggak naik kelas….".
"Serius, neng ?".
"Serius, Pak….".
Mulailah kami mengobrol kecil sembari makan. Mulai dari aku yang hampir nggak naik kelas, aku yang nggak punya pacar sampai saat ini, perjalanan hidup Pak Jae, rumah Pak Jae yang tadinya rumah kontrakan tapi dibeli Pak Jae, terus sampai status Pak Jae yang sekarang menduda, dan hal lainnya.
"Jadi ini tadinya rumah kontrakan ya, Pak?".
"Iya, neng..***mah kontrakan Pak Haji di depan gang sana….waktu itu saya nolong anaknya….sama kasusnya kayak neng Hana….terus karena emang saya udh 1 tahun ngontrak rumahnya dia dan nggak pernah telat bayar….jadi dia ngucapin terima kasihnya nawarin kontrakannya ini...tapi harga temen….jadi lumayan murah….".
"Oh gitu….".
"Iya, neng….eh tapi baru setahun ngerasain punya rumah sendiri….istri saya meninggal…".
"Maaf, Pak...turut berduka ya, Pak….".
"Iya, neng...makasih…".
"Tapi ini udah lunas, Pak nyicil nya?".
"Udah neng….tahun lalu udah lunas…".
"Emang nyicil berapa lama, Pak ?".
"15 tahun, neng...ya namanya juga gaji satpam sekolah doang….meski rumahnya udah murah...tetep aja lumayan kena di kantong….hehehe.".
"Jadi Pak Jae udah sendirian aja 14 tahunan gitu, Pak?".

"Iya, neng….".
"Nggak nyari lagi, Pak?".
"Ah udah tua, neng….lagian mana ada yang mau...cuma satpam doang gini….".
"Terus katanya kan Pak Jae punya anak 1...kemana, Pak?".
"Ada, neng….ngontrak juga ama istrinya….jauh dari sini….".
"Nggak ngunjungin Bapak ?".
"Kadang-kadang, neng...tapi nggak apa-apa, namanya juga udah punya keluarga sendiri…".
"Iya juga sih….".
"Udah lah, neng….cuma cerita dari kakek kayak saya mah nggak seru….neng Hana sendiri kenapa nggak punya pacar ? Muka udah kayak artis Korea gitu….".
"Wiih...bapak tau ?".
"Hehehe….abis sering bosen jaga sendiri, neng….ya saya cari-cari aja di internet….".
"Keren juga, Pak Jae….".
"Iya dong….eh bentar….curang neng Hana...tadi saya lagi nanya juga….".
"Hehehe….kirain lupa…ya abis saya nggak minat aja gitu….ngobrol, pdkt, jalan, pacaran, putus, terus jd musuhan...siklusnya gitu aja, Pak….malah lebih sering di labrak saya mah….".
"Serius, neng ?".
"Iya, saya nya juga sih….kalau ada temen cowok ngajak jalan….saya mah mau aja….tapi kebanyakan abis itu di tembak….".
"Ya iyalah, neng….siapa yang nggak mau jadi pacar neng Hana coba….", gombalnya.
"Ah si Pak Jae….ya pokoknya gitu deh….males aja….".
"Eh keasikan ngobrol kita…..udah malem….neng Hana pulang gih….".
"Eh iya udah malem ya….hehehe….abis ngobrol ama Pak Jae enak….".
"Iya neng….saya juga...nyambung banget gitu kalau ngobrol sama neng….btw, bentar ya….saya siapin tempat dulu...jadi tupperwarenya bisa dibawa pulang".
"Saya mau cuci tangan, Pak….".
"Eh iya, saya lupa bawa kobokan ya….".
"Yaudah, sekalian ke dapur neng...kamar mandinya deket dapur….", ucapnya.
"Pintunya boleh saya tutup bentar nggak, neng ?".

"Ya boleh aja….kan rumah Pak Jae….".
"Ya nggak neng….takutnya neng khawatir mau saya apa-apain….".
"....", aku cuma memicingkan mata ke arah Pak Jae.
"Becanda, neng….".
"Hehehe….nggak, Pak...saya juga becanda doang….yaudah tutup aja pintunya, Pak….ntar ada maling nyelonong….".
"Ok, neng….".
“ah sekalian deh, Pak. Numpang kamar mandi ya".
“oke, neng....”.
Berpikir keras aku di kamar mandi. Kalian tau apa yang kupikirkan? Gimana caranya menggoda Pak Jae, beberapa skenario telah kupikirkan. Ya benar, kalian tidak salah baca. Pasti yang baca ini bilang,
“ah ceweknya gampangan banget, males baca”.
“kagak mungkin ada cewek kayak gitu di dunia nyata".
Tapi nyatanya memang ada. Kalau tidak mau lanjut baca, ya terserah kalian. Tapi memang ada perempuan seperti aku. Kalian aja yang kurang beruntung belum pernah ketemu cewek libido tinggi sepertiku. Memang spesies kami agak jarang di dunia nyata.
Cowok nafsuan ? Wajar, banyak, hampir 9 dari 10 cowok nafsuan karena memang diciptakan begitu. Nah kalau cewek ? Jarang pake banget.

Makanya nggak ada sebutan cowok murahan, adanyaa sebutan wanita murahan, slut, bitch, bahkan nymphomaniac yang lebih sering disematkan ke perempuan dengan libido tinggi. Semoga yang tetep baca ceritaku dipertemukan dengan nymphomaniac sepertiku di dunia nyata ya.
Namun yang menjadikanku makin beda selain nymphomaniac, banyaknya penyimpangan seksual lain yang kurasakan : gerontophile, exhibitionist, dan mulai ada sedikit bumbu masochist. Kalau yang belum tau, google sendiri ya hehehe. Aku tak tahu, salah apa aku sampai merasakan 4 penyimpangan seperti itu. Untuk seorang perempuan, 1 penyimpangan saja rasanya sudah tidak wajar. Ini sampai 4, >_<...
Dari beberapa skenario, kupilih yang paling extrim. Dibilang jablay, jablay deh. Sudah berbulan-bulan, aku merasa frustasi tidak ada yang bisa menghilangkan rasa gatal di tubuhku ini.
“neng mau saya anter pu....lang ?”, pertanyaan Pak Jae langsung terputus melihatku keluar dari kamar mandi.




Hana Keluar Kamar Mandi

Tak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhku. Matanya hampir meloncat keluar, terpaku, tidak berkedip bahkan sepertinya tidak bernafas.
“neng...ke...napa?”.
Meskipun memang aku pernah melepaskan pakaianku juga, tapi waktu itu dia hanya melihat dari belakang-samping, itu pun aku tutupi daerah-daerahku yang ‘rawan'. Kali ini, dia bisa melihat tubuhku dengan jelas di hadapannya. Dua daging kenyal milikku dan area intimku secara bebas terbuka untuk dipandangi Pak Jae.
“ini hadiah yang asli dari saya, Pak....Pak Jae udah nolong saya”.
“Pak Jae...mau nerima hadiah saya nggak?”, tanyaku sambil mengigit bibirku dan perlahan maju mendekati Pak Jae.
Teknik menggoda yang sebenarnya sudah lancar kupraktekkan ke Kek Wiryo, makanya begitu ada niat, tubuhku langsung bergerak otomatis padahal di pikiranku juga bergejolak berpikir sendiri, “gila gue kayak jablay...jablay aja kalah ama gue kayaknya".
Jangankan kalian, aku aja bingung, kenapa aku masih ngerasa deg-degan seperti sekarang padahal saat dengan Kek Wiryo, aku santai berlalu lalang di rumahnya dengan telanjang, tak mengenakan apapun. Apa karena Pak Jae ini orang yang belum lama kukenal, mungkin aku merasa takut ditolak, malunya pasti luar biasa.

“se....serius, neng ?”.
“mmm.....”, jawabku cuma tersenyum. Terlihat menelan ludah, nafas yang memburu, dan mata yang mencekam.
Bukannya aku sok pd, tapi mana mungkin ada seorang pria normal, meskipun sudah uzur, tidak tergiur dengan gadis SMA yang lebih pantas menjadi cucunya ini bugil di hadapannya.
“hemmgghh.....”, aku agak terkejut begitu bibirku disambar penuh nafsu.
Benar-benar seperti binatang liar, bibirku diserbu secara membabi buta. Aku kewalahan, aku hanya membalas lumatan demi lumatan sebisaku dan bersilat lidah dengan Pak Jae sambil terus menatapnya dan ‘tersenyum dengan mataku'.
Aku hampir kehabisan nafas melayani pagutan ganas Pak Jae. Bibirku dilumat, disedot, dikecup, dijilat, bahkan sampai diemut olehnya. Tentu saja lidahku juga sibum belit membelit dengan lidahnya. Tangannya pun dengan sigap dan lincah meremas-remas bokongku, menepuk kencang pantatku, sampai cubitan pun tak jarang kurasakan.
“ccppphh...hhmmpphh....ccclllppp..”, bunyi bibirku yang diembat dengan brutal oleh Pak Jae, area bibirku benar-benar basah dengan air liur.
“hh...hh...hh....”, aku mengatur nafasku.
Gila, aku yang termasuk sudah jago adu pagut bibir dengan pria tua yang sedang terangsang, bisa sampai kewalahan. Apakah Pak Jae emang seperti ini apa karena sudah 14 tahun lebih tidak merasakan kelembutan bibir wanita ?.

Tapi aku tetap tenang, benang liur yang terbentuk dari bibirku bibir Pak Jae, kupintal dengan jari telunjukku, lalu kuemut seolah seperti sisa spageti yang sangat lezat. Masih dengan mata yang terpancar nafsu, seperti singa yang melihat daging, Pak Jae memperhatikan wajahku.
“hihihi....Pak Jae...maen nyosor aja....belepotan nih....”, ucapku dengan nada manja. Tanpa menjawab, Pak Jae langsung mau nyosor lagi.
“eits....Pak Jae mau di dapur emangnya ? Nggak di kamar aja...”, tantangku.
“kamar....”, jawabnya singkat.
Dan hup, dia langsung menggendongku seperti pangeran yang menggendong putri. Bedanya pangerannya di sini seorang pria tua, dan putrinya adalah seorang gadis SMA yang sudah tak mengenakan apapun.
“brugh....”, langsung saja aku di lempar ke kasurnya. Huh, untung saja empuk kasurnya. Pak Jae seperti kerasukan setan melihatku yang sudah terbaring pasrah di kasurnya, dia menutup hordeng.
Eh bentar, aku kenal Pak Jae kan karena ada kejadian mistis, jangan-jangan....
“Pak Jae.....”, panggilku.
“iya....”. Dia langsung memandangiku. Kugerakkan jariku seolah menantangnya. Merasa ‘terpanggil', langsung dia menibanku.

Aku benar-benar tak bisa bergerak, dia mengunci pergerakanku, benar-benar seperti singa yang sudah mengunci dan siap memangsa makanannya.
“emmmhh....”, refleks ku mendesah pelan ketika Pak Jae mulai menciumi dan menjilati wajahku. Apalagi ketika sapuan lidahnya sampai di telinga dan leherku. Aku hanya bisa belingsatan ke sana ke sini, menggeliat kecil karena kegelian.
“mmmm..hhmmm....”, eluhku ketika Pak Jae mulai berpindah tempat ‘operasi' ke payudara bulatku. ‘Squishy' favorit para lelaki. Apalagi memang payudaraku yang bulat dan kenyal ini sudah diakui oleh Pak Karo & Kek Wiryo tentang betapa menggemaskannya buah dadaku.
Teman-temanku, tidak hanya cowok, yang cewek juga bilang aku ini benar-benar seperti bom seks bagi para lelaki. Cantik, putih mulus, payudara yang nampak sekali bulat dan kenyalnya meski tertutup seragam dan cardigan, pantat bulat yang menungging ke atas, ditunjang kaki dan leher jenjang seakan hanya dengan lewat saja, aku seperti berteriak ‘perkosa aku' kepada lelaki.

Remasan, cumbuan, jilatan, bahkan gigitan diterima kedua payudaraku bergantian. Ketiakku pun basah dibalur air liur Pak Jae. Lubang perutku pun juga ‘digali' Pak Jae dengan lidahnya. Aku menggeliat ke sana kemari menahan rasa geli dan nikmat yang tercampur rata.
“uuummmm......aaammmmhhh....”, lenguhan, desahan, eluhan manja, dan cekikikan kecilku senantiasa menjadi pemanis suara untuk bunyi kamar ini. Aku tak tahu apakah terdengar oleh tetangga Pak Jae atau tidak, tapi yang penting tubuhku kembali menghangat setelah sekian lama ‘dingin'. Ya, ini lah rasa sengatan-sengatan listrik kecil yang dirindukan tubuhku. Tubuh dari seorang gadis SMA dengan 4 penyimpangan seksual.

Meski dalam keadaan ‘melayang', aku sempat mengintip ke bawah, ke arah pahaku. Kenapa Pak Jae tiba-tiba berhenti. Nampaknya, dia sedang memperhatikan ‘celah' selangkanganku. Seperti seorang pengamat seni yang sedang mengamati hasil seni atau mungkin seperti pemangsa yang sedang memandangi ‘makanan'nya terakhir kali sebelum dimangsa.
Salep, krim, sabun, lotion, ramuan khusus, dan lainnya menjadi perawatanku terhadap area intimku demi mendapatkan selangkangan yang putih cerah, tidak menghitam, wangi, dan tetap sempit. Semua itu agar lelaki yang ‘berpapasan' dengan area intimku betah berlama-lama dan tidak akan mencari selangkangan lainnya untuk menjadi area bermain.
Aku ingin setiap senti area kewanitaanku bisa menghipnotis pria agar tidak perlu mencari wanita lain untuk bermain dan merasa tercukupi dengan pangkal pahaku yang putih mulus, area kewanitaan yang putih cerah, bibir vagina yang tidak menghitam, dan wangi semerbak dari dalam liang senggamaku.




Panorama Surgawi Milik Hana

Ya meski baru 2 pria yang menjadi ‘follower' setia selangkanganku, tapi nyatanya terbukti, Pak Karso pernah betah mengobok-obok area intimku dengan mulutnya sampai 30 menit. Waktu dengan Kek Wiryo, aku pernah ‘membekap' wajah Kek Wiryo selama sejam karena kami berdua posisinya sedang menonton tv, dan dia memintaku untuk mengangkangi wajahnya.
Aku yang asik menonton tv, sedangkan dia malah asik membenamkan wajahnya di selangkanganku dan menghirup nafas dalam-dalam seakan aroma vaginaku adalah angin segar pedesaan. Dia pemilik tubuhku saat itu, jadi terserah dia mau melakukan apapun terhadap properti ekslusif miliknya.

Apalagi saat aku mulai dilarang pakai bh dan cd oleh Kek Wiryo saat ke sekolah. Begitu tiap pulang sekolah, dan aku ke rumahnya, dia akan langsung menyusup masuk dan ‘berkemah’ di dalam rok panjang SMAku untuk menikmati aroma vaginaku yang belum kubasuh seharian, dan tentu saja setelah 10 menitan, dia langsung ‘menguras' vaginaku untuk meminum ekstrak sari liang senggamaku.
“aaaaahhhmmmmm....”, desahku spontan begitu Pak Jae melebarkan pahaku dan langsung menyerang vaginaku bertubi-tubi dengan lidahnya.
Aku belingsatan, menggelinjang hebat ke sana kemari. Gila, lidahnya seakan tidak hanya 1. Lincah ke sana kemari mengubek-ubek liang senggamaku. Berbeda dengan ‘misi' Kek Wiryo yang lebih ingin berlama-lama di selangkanganku, Pak Jae lebih seperti orang kelaparan yang kedapatan makanan enak. Aku sampai meremas kasur karena tak kuasa menahan rasa yang begitu dahsyat kurasakan dari lidah Pak Jae.

“amppunnnhhh...Pakh.....”, eluhku tanpa sadar agak menahan kepala Pak Jae. Tapi apalah artinya tenaga dari seorang perempuan yang sedang di santap vaginanya, malah Pak Jae semakin menjadi. Lidahnya semakin gencar bergrilya di bawah sana.
“aahh....Paak.....mmmmm.....ke...luaarrhhh....”, erangku mendapatkan orgasme.
“ssrrppphh...slllllrrpppphhhh...”, bunyi sedotan dan hisapan kuat, pastinya bunyi tersebut dari Pak Jae yang sibuk menyeruput ‘kuah’ vaginaku.
“hh...hh...hh...”, atur nafasku yang pendek setelah orgasme.
Kulihat Pak Jae sedang melucuti pakaiannya. Dan, mataku tertuju pada benda yang mengacung tegak ke arahku itu. Besar, panjang, dan agak hitam. Tubuhku langsung mendidih melihat benda itu. Dan tanpa berkata-kata, Pak Jae langsung melebarkan pahaku. Kusiapkan mental dan kuatur nafas karena sebentar lagi benda itu akan menusuk dan menyeruak masuk le dalam tubuhku melalui celah di selangkanganku.

“pelan-pelan, Pak...hh...”, pintaku. Kurasakan ujung penis Pak Jae sudah ‘bercumbu’ dengan labia ku.
“eemmgghhh...”, kucoba menahan rasa sakit dan sengatan listrik yang bersamaan kurasakan ini.
Jujur, batang penis Pak Jae terbesar yang kurasakan masuk ke dalam tubuhku. Seakan sedang memperkosa, penisnya tetap dipaksa menerobos masuk meski dinding vaginaku sedang melakukan resistensi karena ukurannya yang besar.
Resistensi dinding vaginaku sebenarnya lebih ke arah menyesuaikan diri dengan panjang dan diameter benda tumpul yang masuk semakin dalam ke liang senggamaku.
“hhhggmmmmm...”, aku menggigit bibir bawahku untuk melupakan sedikit rasa sakit yang sedang kurasakan di tengah-tengah antar pangkal pahaku.
Aku tak mau mengganggu momen nikmatnya penetrasi penis Pak Jae ke dalam vaginaku.

Dari yang kubaca, biasanya pria suka meresapi setiap senti penisnya yang amblas di telan vagina pasangannya untuk pertama kali, sekaligus untuk meninggalkan momen ‘kerinduan’ terhadap wanita pasangannya, apalagi kalau masih sempit seperti milikku. Gila, terasa penuh sesak di bagian bawah tubuhku, serasa seperti ada batang kayu yang menancap di sananya. Rupanya tidak hanya besar, dan panjang, tapi juga keras, membuatku seakan untuk bergerak saja susah, seperti dipaku. Tapi, Pak Jae diam, tidak bergerak.
“maaf...kalau..sakit, neng".
“nggak apa-apa, Pak....pelan-pelan aja ya tapinya....”, ucapku seraya mulai merasakan secercah kenikmatan dari hangatnya ‘benda hidup' yang sedang tersangkut di organ intimku ini.
“iya, neng....”.

Aku mengatur nafas, mengumpulkan tekad dan mental dari seorang gadis muda yang berpengalaman pernah menjadi gundik pemuas nafsu dari pria lansia.
“ayo, Pak...hhhh...”, lirihku di telinganya setelah asyik bercumbu mesra dengan Pak Jae yang sepertinya sudah mulai sadar dan tidak kalap lagi dengan tubuhku.
Seakan kehangatan dinding vaginaku yang sedang memijat dan memeluk erat batang penisnya menyadarkannya dari nafsu setannya setelah melihat tubuh ranumku yang putih mulus ini.
“eehhmmmm...", sesuai pintaku, dia sangat perlahan menarik dan memajukan pinggulnya untuk menggesek-gesekkan tongkat pentungnya dengan liang senggamaku.
Dia juga mulai mencumbuku dengan lembut dan menatap mataku dalam-dalam. Dari pagutannya pada bibirku dan tatapan matanya, tersirat seperti orang yang berterima kasih.




Hana Mulai Digenjot Perlahan



“mmmm.....mmmm...”, lirihku lembut mulai merasakan nikmatnya penis Pak Jae yang timbul tenggalam di dalam vaginaku.
“yang cepet....., Pakhh....”, desahku meminta karena kuyakin vaginakh sudah mengeluarkan cukup pelumas karena rasanya sudah cenderung ke nikmat.
“cllkk....clllppph....ckkllhhh..clllkhhhh", bunyi dari vaginaku yang sudah semakin banjir karena semakin cepat dicolok-colok oleh batang Pak Jae.
Tak hentinya aku dicumbu Pak Jae sampai benar-benar basah sekitar mulutku dengan liurnya. Tangannya aktif sekali bergrilya menjamah kedua buah payudaraku. Diremas-remasnya dengan gemas dan dipilin kedua putingku bergantian seakan mainan squishy saja. Leherku pun tak luput dari cumbuan dan jilatannya.
Tak puas hanya meremasnya dengan tangan, kedua buah daging kenyalku disambar oleh Pak Jae dengan mulutnya.

“aaaaahhhhmmmmm......”, hanya desahan manja penuh kenikmatan yang bisa kuberikan sebagai balasan natural kepada pria lanjut usia yang sedang asyik mengawiniku ini.
Bukan hanya larut, aku sudah tenggelam dalam kenikmatan ini.
Panjang penis Pak Jae yang sampai mentok di liang rahimku dan diameternya yang cukup membuat bagian bawah tubuhku terasa sesak membuat liang vaginaku seperti terdorong ke dalam dan tertarik ke luar mengikuti ritme ‘tumbukan' penjaga sekolahku yang sudah renta ini.
“enak, neng?”.
“banget...tthh, Pak...”, jawabku mendesah.

Pak Jae langsung mendekap tubuhku, tangannya masuk ke bawah tubuhku dan mengunci kedua lenganku. Nampaknya, Pak Jae bersiap ‘memacu' tubuhku. Benar saja, penisnya semakin dalam dan cepat menghujam liang vaginaku.
“hhmmm..eemmmhhh...aaahhhkkkhhh...”.
Seakan tak menghiraukan orgasmeku, Pak Jae semakin gaspol memompa batang kejantanannya. Tubuhku yang sedang orgasme tentu malah semakin sensitif akibat terus digempur tanpa istirahat. Rasa pelepasan kenikmatan pun sudah terbentuk lagi di tubuhku.
“hh...hhh...”.
Nafas Pak Jae semakin memburu, semakin tak kenal ampun menghantamkan penisnya ke dalam liang senggamaku. Karena batang kejantanannya yang menyesakki vaginaku, aku bisa merasakan denyutan pada batangnya.
“aaakhhh....Neennggg !!!! Crroootthh croothhh...”, aku bisa merasakan semprotan yang begitu kencang seperti hidran air pada ujung liang senggamaku.

“Paaakkhhhh....”, aku pun orgasme kembali begitu ‘senapan' Pak Jae menembakkan amunisi putihnya pertama kali dan tepat mengenai ujung liang senggamaku seakan vaginaku merespon dengan ‘pendarahan' hebat dari peluru tersebut.
Pak Jae pun merebahkan kepalanya kedua buah dadaku. Tubuh kami berdua berkedut-kedut akibat aliran kejut listrik kenikmatan yang sedang kami alami. Rasa hangat dan kencangnya semburan air mani Pak Jae di vaginaku memberikan kenikmatan tiada tara di tubuhku.
“maa..af..neng...Nggak kuat nahan....”.
“gak..hh...apa-apa, Pakhhh....”, jawabku sambil tersenyum kepada Pak Jae, pasti karena dia membuang air maninya di dalam vaginaku.
Momen sunyi dimana kami sedang berusaha mengatur nafas kami masing-masing selepas rasa nikmat yang benar-benar membuat kami larut dan tidak menghiraukan apapun padahal mungkin saja suara desahanku terdengar ke rumah sekitar.

“makasih banyak, neng....”. Pak Jae mencium bibirku mesra.
“iya...Pak..hh..”.
Meski sudah membuang ‘ludah’, burung Pak Jae masih ‘bertengger' di dalam vaginaku. Tidak sekeras sebelumnya sih, tapi tetap saja, masih cukup pas untuk tetap ‘terkait' di selangkanganku.
“Pak...itu nya masih nyangkut....hihihi...”, candaku nakal dengan bisikan manja.
“iya...neng...betah...hehehe....”.
“hmm....Pak Jae...mau ronde kedua?”, tantangku.
“boleh, neng ?”.
“kalau Bapak kuat....”, tantangku nakal.
“neng nantangin ?”.
“tapi gantian, Pak Jae di bawah....”.
“okeeh...”.
“angkat...tapi nggak boleh sampe copot itunya, Bapak....hihihi...”.
“siaap...”.
Pak Jae dengan sigap mengangkat tubuhku tanpa mengeluarkan penisnya yang masih ‘bersemayam' di dalam vaginaku. Sekarang aku pun duduk di pangkuan Pak Jae dengan vaginaku yang masih tertusuk penis setengah berdiri miliknya.




Hana Duduk 'Nyaman'

Cumbuan mesra kuberikan pada Pak Jae. Mulut kami saling pagut dan lumat, lidah kami saling berkelit tiada henti. Payudaraku kembali menjadi mainan kedua tangan keriput Pak Jae. Teman-teman cowokku di sekolah pasti tak akan yang terbayang.
Dimana mereka hanya bisa berimajinasi menggeluti tubuhku dengan masturbasi, di sini, malam hari, seorang gadis SMA sepertiku sedang asik bertukar liur dengan penjaga sekolah yang sudah lansia bahkan dengan kondisi penis penjaga sekolah masih menancap di vaginaku.
“mm...udah keras lagi, Pak...”, kataku seperti memujinya.
“iya, neng....kalau sama bidadari kayak neng....cepet ngaceng lagi..hehehe".
Aku hanya tersenyum dan mulai mengalungkan kedua tanganku di lehernya dan memeluk erat badan keriput Pak Jae. Dengan berpegangan pada Pak Jae, aku mulai menaik-turunkan pinggulku.

Seakan mengimbangi, Pak Jae pun mulai mengangkat pinggulnya ke atas sehingga setiap kali bertubrukan, bagian bawah tubuh kami mengeluarkan bunyi ‘cpprk ccprk". Bunyi pantatku yang bertabrakan dengan selangkangan Pak Jae bercampur bunyi kecipak air dari vaginaku yang sudah basah dibanjiri sperma dan penuh sesak batang Pak Jae.
“mm...mmm...hmmm..”, lenguhku pelan seiring rasa nikmat yang begitu menggelitik dari alat kawin kami berdua yang saling bergesekkan.
“pkkhh...pkkhhh..”, bunyi yang menandakan betapa asiknya aku ‘berkuda' di atas penis Pak Jae. Aku baru ingat, untuk pria berumur lanjut, posisi ini cukup melelahkan.
Aku tau dari pengalamanku dengan Kek Wiryo. Aku pun mendorong perlahan Pak Jae untuk tidur terlentang seraya tersenyum menggoda. Karena batang kejantanannya panjang dan begitu kokoh mengait vaginaku, aku bisa menundukkan tubuhku sedikit ke depan dan ‘mengempani' Pak Jae dengan kedua buah dadaku.

Bagai bayi yang disodorkan payudara ibunya, Pak Jae langsung mengenyot kencang-kencang payudara kiriku sementara tangannya asik memainkan buah dada kananku dan bongkahan pantatku.
Nikmat sekali rasanya, tapi tentu aku tak lupa tugasku sebagai wanita, aku mulai memaju-mundurkan tubuhku. Aku tak mau gagal di hari pertamaku bertugas sebagai sarana pemuas nafsu Pak Jae.
Aku tak tahu bagaimana responnya nanti, tapi bagiku, air mani yang disemprotkan Pak Jae ke dalam vaginaku sudah seperti tanda jadi atau lebih tepatnya, dia sudah menandai tubuhku yang sempat vacant beberapa bulan ini menjadi daerah kekuasaannya yang bebas eksploitasi dan gunakan semaunya.
Dan tentu, aku, apalagi tubuhku tidak berdaya terhadap terhadap panjang dan diameter batang kejantanan milik Pak Jae seakan liang senggamaku melupakan ‘cetakan' penis Kek Wiryo dan langsung menyesuaikan bentuk agar ‘tongkat penguasa' yang baru ini bisa nyaman dan sering mengunjungi vaginaku. Tiba-tiba dia mendekapku di pelukannya. Pertanda dia akan gaspol lagi.

“aaahhmmmmm....terussshhhh, Paak....hhh....enaaaakkkh", desahku tentu bagai genderang perang bagi Pak Jae. Semakin menggebu-gebu, dia merajam celah sempit di selangkanganku.
“dikit....lagi, neng...hh...”, ucapnya di tengah-tengah aktivitasnya menghujam vaginaku seakan memberi pertanyaan kepadaku, apakah buang di dalam lagi atau di luar.
“dalemhh....lagi...hh...Pak.....”, begitu mendapat restu dariku, langsung lah Pak Jae membuka keran air mani nya lagi dari ‘hidran' miliknya untuk memadamkan api nafsu pada selangkanganku.
Tubuhku langsung merespon dengan lepasan gelombang kejut yang membuat tubuhku kembali berkedut-kedut. Si pria lansia penjajah baru tubuhku ini, sudah ejakulasi 2x di dalam rahimku. Aku? Aku bahkan melupakan hitunganku karena otakku yang ngeblank, penuh dengan rasa nikmat dari sodokan-sodokan Pak Jae.
Aku terkulai lemah dan pasrah di atas badan Pak Jae, aku merespon sebisanya ketika Pak Jae mulai memagut bibirku dengan lembut dan penuh perasaan seakan mengucapkan terima kasih padaku karena sudah menjadi pelampiasan nafsunya yang sudah terpendam bertahun-tahun. Dengan sisa tenagaku, aku pun menggeser tubuhku dan tidur di samping Pak Jae.

“hhh....lemes...Pakh....hehehe", ucapku tersenyum lemas.
“iya, neng...”. Kami pun berpelukan, menikmati momen pelukan intim kami layaknya pasangan suami istri baru yang sedang kelelahan di antara sesi membuat keturunan.
“ayo, neng. Pakai baju....”, Pak Jae menyuruhku dengan kami tetap berpelukan di ranjang, bugil.
“kenapa, Pak?”.
“udah malam....nanti neng Hana dicariin orang tuanya...biar bapak anter...”.
“Pak Jae nggak suka saya lama di sini ?”.
“mana mungkin, neng...bidadari kayak neng...seumur hidup, Bapak baru bisa tidur bareng...hehehe....udah gitu...boleh crot di dalem lagi....hehehe...bikin nagih...”.

“wooo...dasar Pak Jae....kalau gitu....boleh dong saya nginep di sini?”.
“boleh nggak nih?”.
“ya boleh banget, neng...hehehe", tambahnya.
“nah kalo gitu....”. Aku pun mendekatkan wajahku ke daerah kejantanan Pak Jae.
“eeh...mau apa, neng ?”.
“ucapan terima kasih karena udah bolehin saya nginep", ucapku tersenyum seraya mendekatkan bibirku ke penisnya yang sudah berlumuran cairan lengket, campuran dari air mani kami berdua.
“tapi...kontol Bapak..kotor n bau, neng....apalagi abis ngencrot....”.
“saya malah suka....”, ucapku nakal kemudian langsung menempelkan lidahku dan menyapu batang kejantanan Pak Jae dari bawah, pangkal antara batang dengan buah pelirnya sampai ke pucuk kepala penisnya kemudian kembali lagi ke bawah sebelum mulai kubelit batangnya dengan lidahku.

“aaahh....gilaa...enak banget, neng..hhhh...”. Kutelan bulat-bulat ‘tongkat' Pak Jae dengan mulutku sampai menyentuh pangkal tenggorokanku.
Aku yang sudah sangat terlatih dengan ‘gag reflex'ku tidak merasa ingin muntah, malah asik membelai batang kejantanan Pak Jae dengan lidahku. Tak lupa kugelitik lubang kencingnya dengan lidahku sampai badannya bergetar-getar kecil.
“sepongannya.....juaraaa !!!”, pujinya setelah aku mulai menaik-turunkan bibirku yang ‘merangkul' erat batang penis Pak Jae dengan sangat perlahan.
Tak lupa juga kukeluarkan teknik sepongan favorit Kek Wiryo yaitu mengempeng ‘helm' nya sambil sesekali menjilat leher penisnya. Dan tentu Pak Jae melenguh keenakan karenanya.

Mungkin, kalau perempuan lain yang tidak biasa akan jijik mengulum penis Pak Jae karena penis pria tua ini sudah berlumuran campuran air mani, lendir vaginaku, dan juga air liurku, tapi bagiku aroma dan rasanya begitu enak dan eksotis seakan semakin menambah bumbu pada ‘makanan'ku ini.
Apalagi waktu itu, aku sudah sangat terlatih menjadi wc berjalan Kek Wiryo. Cairan atau benda apapun yang menempel atau keluar dari batang kejantanan ini akan kubersihkan dengan telaten menggunakan mulutku layaknya fungsi wc pada umumnya.

Benda tumpul, panjang nan gendut inilah yang akan menjadi lawan main alat kelaminku ke depannya. Benda yang akan sering bertengger dan bersarang masuk ke dalam tubuhku sesuka hati sang empunya.
Saat aku sedang berpikir seperti itu, aku merasakan ‘burung' Pak Jae berkedut-kedut, tanda siap untuk meludah. Langsung kututupi penis Pak Jae dengan ‘wadah sperma' miliknya yakni tentu saja aku, dengan mulutku.
“neengghhhh !!!”.
Dia menahan kepalaku dan menyodokkan penisnya semakin masuk ke dalam mulutku. Aku yang memang sudah terbiasa dan memang sudah bersiap, kubuka mulutku dengan lebar sambil merasakan mulutku yang sedang digunakan Pak Jae untuk mengocok penisnya layaknya mainan seks untuk masturbasi pria.
“hhgghh...mmmm", aku agak sedikit terkejut ketika pertama kali Pak Jae mulai menyemburkan air maninya yang mengenai pangkal kerongonganku, sisanya aku menunggu semburan demi semburan air mani Pak Jae dengan sabar sampai dia selesai berkedut-kedut dan melepaskan cengkramannya dari kepalaku.

Aku meremas lembut kantung zakar Pak Jae untuk membantunya mengeluarkan sisa sperma yang telah mengendap bertahun-tahun di dalam kantung zakar miliknya yang keriput ini.
Karena benda ini akan menjadi ‘barang sembahan'ku selanjutnya, tentu akan kurawat dengan baik dan akan kukuras air maninya setiap hari seperti saat Kek Wiryo. Ya daripada tersimpan saja di kantung pelirnya, lebih baik intisari benda ini di ‘investasikan' ke dalam tubuhku.
“maaf neng..hhh...nggak kuat...nahan...sepongan neng...enak...banget...”, ucap Pak Jae sebelum diam memperhatikanku yang dengan tenang menyeka bibirku dan mengemut jari-jariku yang ada sisa spermanya, kemudian aku membuka mulutku agar Pak Jae bisa melihat sperma belasan tahunnya yang menggenang di mulutku.
“gllkkk....”, kutelan habis sperma Pak Jae.
“ditelen, neng ? Nggak jijik ?”. Aku hanya tersenyum seraya menggeleng.
“enak kok....”, jawabku.




Hana Belepotan Air Mani Pak Jae

Tak kulupakan tugasku berikutnya. Kujilati keseluruhan ‘perangkat' kawin milik Pak Jae dari pucuk penisnya, batang, selangkangan, sampai ke pangkal kantung pelirnya yang membuat menggelinjang kegelian.
Dan kucium mesra kepala dan sekujur batang kejantanan Pak Jae untuk ucapan terima kasih untuk kenikmatan yang diberikan sekaligus tanda perkenalan kepada ‘peliharaan' barunya, aku.
Tentu saja aku lah ‘peliharaan'nya, bukan sebaliknya. Karena aku yang akan sangat tergantung dengan penis dan si pemiliknya ke depannya layaknya ‘obat candu' untukku. Apalagi di kesempatan pertama ini saja, ‘burung’ Pak Jae bahkan sudah menandai rahimku sebagai daerah kekuasaannya dengan air mani.
Tentulah sangat pantas jika aku disebut sebagai peliharaan penis Pak Jae. Selesai sudah, kuremas-remas zakar Pak Jae dan ku urut batangnya sampai benar-benar tak keluar lagi air maninya.
Aku ‘keringkan' alat kawin Pak Jae dengan kedua payudaraku yang kugunakan seperti kain untuk mengeringkan.
“neng....”, Pak Jae langsung memelukku begitu aku tidur di sampingnya.
“Bapak nggak tau harus bilang apa-apa...bener-bener kayak mimpi...”, Pak Jae mengecup keningku.

“hehehe....gimana, Pak?”.
“mantep pake banget, neng....kejatuhan durian runtuh.... sumpah....”.
“Bapak nggak pernah nyangka bakalan bisa ngewe gadis SMA yang cantik banget kayak neng Hana. Bahkan ngimpi pun nggak pernah", tambahnya. Aku hanya membalas dengan senyuman.
“tapi neng Hana beneran nggak jijik apa ?”.
“jijik yang tadi ?”.
“itu juga...tapi maksud bapak, kan neng Hana cantik, bening, seksi banget dan masih muda...terus di entot sama Bapak yang udah bau tanah gini....”.
“hihihi....tapi punya Pak Jae nggak bau tanah...bau peju...hehehe".
“yee si neng...”.
“udah..pokoknya Pak Jae...mulai saat ini, nggak usah maen sabun lagi...biar saya yang jadi sabunnya?”.
“maksudnya, neng ?”.
“iyaa. Saya udah jadi hak milik Pak Jae, alat seks personal Pak Jae. Saya nggak bakal nolak kapanpun Pak Jae mau ngentotin saya...kecuali kalau berbahaya dan rame orang", mulutku begitu lancar mengeluarkan kata-kata yang merendahkan diriku sendiri karena sudah dilatih oleh Kek Wiryo untuk menjadi boneka seks bagi lelaki tua yang kesepian.

“se...serius, neng ?”.
“iyaa, Pak Jaeku sayang...”. Dia kelihatan begitu sumringah. Tentu saja, belasan tahun tidak merasakan betapa hangatnya tubuh wanita, sekarang di depannya malah ada seorang gadis SMA yang tak tahu malu mengklaim akan menjadi boneka seks personal untuknya.
“pokoknya kalau ada saya...nggak akan saya biarin...ini ada isinya...”, godaku sambil menggenggam kantung zakar Pak Jae. Kuelus dan ku belai lembut selangkangan Pak Jae sambil mengobrol.
“kalau Bapak hamilin neng boleh nggak?”. Ada apa sih dengan kakek-kakek dan menghamili gadis muda. Nggak Kek Wiryo, nggak Pak Jae, semuanya ngebet banget pengen bikin gue hamil?.
“lulus dulu...baru boleh deh...nikah ...terus bikin anak...hihihii..”.
“neng mau nikah sama Bapak yang udah kakek-kakek gini?”.
“mau aja....nanti tiap hari bisa maen ini...”, jawabku seraya mulai mengocok pelan penis Pak Jae yang mulai terasa keras kembali.
“bener ya, neng ? Nanti Bapak tagih janjinya...”.

“bener....nanti nikah terus punya anak....atau bikin anak dulu baru nikah...terserah Pak Jae aja...hihihi".
“jadi ngaceng lagi, neng...”.
“wiiih...cepet banget, Pak...”.
“abis neng ngomongnya bikin semangat..udah gitu neng Hana ka emang cantiknya kebangetan...body idaman lelaki pula...mana mungkin nggak cepet ngaceng....”.
“yaudah...yuuuk”, ajakku.
“Pak Jae...mau nyoba lubang terakhir nggak ?”, bisikku manja.
“maksud, neng ?”. Tanpa menjawab, aku langsung menungging di depannya dan melebarkan lubang anusku.
“serius boleh neng?”.
“boleh, Pak Jae sayang....”.
“mendiang istri Bapak nggak pernah mau disodok pantatnya apalagi nelen peju...nggak nyangka
..malah di umur segini...bisa ngerasain itu semua...udah gitu sama daun muda yang cantik kayak neng Hana...Bapak bener-bener ketemu dewi seks....”, ceritanya sebelum langsung menusuk dan merangsek masuk ke relung anusku dengan penisnya yang membuatku sedikit terkejut.

Malam itu, Pak Jae benar-benar memanfaatkan tubuhku sebaik-baiknya. Mulut, anus, dan vaginaku yang merupakan jalan masuk yang bisa dilalui penisnya untuk dalam tubuhku dia celup dan sodok sesuka hati secara bergantian. Aku yang sudah semakin lemas larut dalam kenikmatan, hanya bisa mengikuti kemauan Pak Jae dan penisnya saja tanpa bisa berpikir dengan menerima celupan, sodokan dan cekokan ‘tongkat pembuat bayi'nya itu keluar masuk anus, vagina, dan mulutku secara bergantian yang benar-benar sudah menjadi ‘alat kocok' bagi penisnya.

Aku tak tahu sekarang pukul berapa, yang kutahu, Pak Jae baru beberapa menit yang lalu selesai membanjiri relung pantatku dengan spermanya lagi untuk kedua kalinya.
Di sampingnya, aku tak kuat menahan mata lagi, aku hanya bisa mendengar suara nafas kami yang tersengal-sengal, aroma keringat dan sperma yang tercampur cukup kental di ruangan kami ini.
Rasa lelah bercampur nikmat luar biasa, rasa sperma yang membekas di rongga mulut dan tenggorokanku, rasa lengket dan licin dimana-mana adalah perasaan yang aku rasakan sebelum akhirnya tertidur sambil berpikir sudah jadi apa selangkanganku di bawah sana. Mungkin sudah terbentuk aliran sungai sperma antara lelehan dari liang senggamaku dengan lubang pantatku, air terjun lebih tepatnya. Sempat-sempatnya aku berpikir seperti itu, padahal sudah ingin tidur.

“hooaaahhhmmmm", aku merenggangkan tubuhku sambil menguap. Saking tiap harinya aku digubrak-gubrak oleh ibuku tiap pagi, aku jadi otomatis kebangun meski matahari juga baru bangun dari tidurnya. Pak Jae kelihatan masih tidur pulas. Perlahan aku turun tempat tidur. Ugh, bau peju nya sangat kental tercium di kamar ini.
“adu..duh...”, aku merasa agak ngilu, mana lagi selain di bagian selangkangan. Bukan perih, tapi lebih ke ngilu dan pegal. Aku senyum-senyum sendiri, sampe gini banget gue di ewe sama cowok uzur, ucapku geli sendiri dalam hati.
Terpaksa, aku sedikit berjalan merembet ke tembok menuju kamar mandi. Lubang pantatku yang paling ngilu dibandingkan vaginaku karena Pak Jae begitu bersemangat ketika menyenggamaiku lewat anusku. Aduh, bisa longgar nih pantat gue, bisa-bisa susah nahan kentut n pup hihihi.
Aku sudah bisa membayangkan akan seringnya lubang pantatku dirojoki penis oleh Pak Jae karena sepertinya tadi malam, dia begitu ketagihan menjadikan rectum ku menjadi sasaran tembaknya.

“aahh...seger....”, aku mengguyurkan air ke tubuhku dan mulai menyabuni dengan sabun khususku. Sabun yang aku pesan dari kenalan Kek Wiryo. Kubersihkan seluruh tubuhku dari jejak-jejak kejantanan Pak Jae pada tubuhku. Meskipun aku yakin, begitu si pria uzur pemilik baru tubuhku bangun, tubuhku akan ‘ternoda' lagi.
Fuh, untungnya masa suburku bulan ini sudah lewat. Kalau tidak, bisa bahaya, pikirku ketika melihat selangkanganku yang penuh dengan noda sperma yang mengerak.
Kubersihkan daerah intimku dengan seksama, sabun dan selang air pun menjadi senjataku untuk membersihkan daerah kewanitaanku dan di dalamnya. Jarang pria tahu, ada keasyikan tersendiri ketika membersihkan daerah intim dengan shower atau semburan air yang cukup kencang.

Selesai mandi, kulihat Pak Jae masih tidur. Aku putuskan untuk memasak sarapan. Sudah terbiasa melakukan aktivitas tanpa mengenakan apapun saat di rumah Kek Wiryo, aku pun santai asik memasak dengan tak tertutup sehelai benang pun.
Lagi asik memasak, Pak Jae muncul di pintu dapur. Dia mengucek-ngucek mata dan mencubit pipinya sendiri.
“kenapa, Pak?”.
“nggak, cuma mastiin saya nggak mimpi...hehehe...”.
“niiih...bukan mimpi kan....”, ku raih tangannya dan kupegangkan ke payudara kananku.
“iyaa...kenyelll....”, tentu Pak Jae langsung meremas-remas gemas payudaraku.
Dia mendekat dan memelukku dari belakang dengan tangan yang sigap sudah ‘menangkap' kedua buah payudaraku.
“iih, Pak...nanti dulu...ntar gosong", keluhku manja.
“hehehe....abis empuk....kenyel banget, neng....”. Karena tangan kananku saja yang sibuk menggoreng, Pak Jae langsung menyelinap dan mengangkat tangan kiriku untuk menjilati ketiakku dan merembet ke payudaraku.
“hihihi...udah ah, Pak...geliii..tau....”, keluhku menggoda.

“awas aja kalau sampe gosong..”, ancamku.
“iya iya neng...hehehe...nggak tahan ngeliat toket neng Hana...mulus n bulet banget...kayak nantangin buat dikenyot....hehehe".
“woooo...dasar...pagi-pagi, baru mandi...udah ada di jigongin aja dada saya....weeekk...”, balasku memeletkan lidah.
“eh neng...kalau manggilnya ganti jadi Bang Jae gimana ?”.
“boleeh...berarti nggak perlu pake saya lagi ya...manggil diri sendiri pake Hana aja..boleh, Pak ? Eh Bang ?”.
“boleh lah, neng...”.
“yaudah, Bang Jae bantuin Hana ya...bawain itu makanannya ke meja makan...”.
“siap, bidadari Hana....hehehe". Setelah siap, kami pun mulai sarapan.
“iiih...diliatin mulu, Bang....jadi nggak enak Hana makannya niih".
“ya cowok normal mana yang nggak ngeliatin cewwk secantik neng Hana sarapan bareng sambil bugil hehehe....”.
“yee....kan tadi malem juga udah liat....”.
“tapi seumur hidup...baru kali ini sarapan bareng sama cewek cantik banget kayak neng...udah gitu bugil lagi hehehe....sama mendiang istri saya aja nggak pernah...berasa mimpi, neng....”.

“hihihi....gimana....body Hana...bagus kan?”, tanyaku sambil melenggak-lenggok di depan Bang Jae, dan berputar-putar untuk memanjakan matanya di pagi hari ini dengan tubuh putih mulusku.
“juara, neng...hehehe....Abang yakin pasti banyak temen neng Hana yang cowok, mimpi basah sama neng...terus neng juga jadi bahan coli".
“hmm....tapi akhirnya Bang Jae yang bisa ngerasain body Hana...heehehe....”, ujarku manja nan menggoda seraya duduk di atas paha kanan Bang Jae.
“iya...Abang nggak nyangka....hoki di ujung usia Abang....bisa sebagus ini....hehehe". Bang Jae pun membenamkan wajahnya di belahan payudaraku.
“angeet....”.
Dia nampak begitu menikmati menjepitkan wajahnya di belahan payudara seorang gadis SMA sepertiku.
“hmm..hehehe....”, aku hanya tertawa kecil yang manja. Sudah lama, aku tidak menggoda dan bermesraan dengan laki-laki preferensiku. Preferensi yang tidak lazim untuk gadis SMA sepertiku, yakni preferensi seksual terhadap pria uzur. Alhasil, aku merasa begitu binal, seksi, dan dipuja ketika Bang Jae mulai menjilati permukan payudaraku dan meremas bongkahan pantatku.

“eh neng....Abang boleh liat memeknya lagi nggak? Tadi malam...nggak begitu jelas...”.
“kan sama aja....".
“lain lah...pengen liat lebih jelas...memek cewek cantik kayak gimana....boleh nggak, neng? Hehehe...”.
“memek Hana udah punya Bang Jae...boleh diapain aja...disodok, dicolok, di kobel...apalagi Cuma diliatin", bisikku menggoda manja.
“sini, neng...naik ke atas", balasnya seraya tersenyum karena merasa sudah menjadi pemenang yang mengklaim tubuhku sebagai hak milik.
Aku naik ke atas meja setelah kusingkirkan sedikit makanan yang ada, aku duduk di tepi meja, merebahkan tubuhku ke belakang dengan bertumput pada siku. Dan jadi lah, posisi untuk menampilkan daerah intimku sebagai ‘barang' yang akan di inspeksi oleh si pemilik, tak lain tak bukan, Bang Jae.

“hmm...waaanggiii....”, Bang Jae langsung saja menempelkan hidungnya tepat di tengah-tengah selangkanganku dan menjejali hidungnya dengan aroma daerah kewanitaanku.
“udah harum....terus gundul mulus lagi....kok bisa sih neng...kayak bayi gini....”.
“hehehe...ya dirawat lah, Bang....biar kalau ada yang berkunjung kayak Bang Jae....betah...hehehe".
“pasti udah banyak yang bertamu ke sini ya ?”, tanya Bang Jae yang mulai memberikan kecupan-kecupan mesra ke ‘celah sempit'ku.
“enak aja...emang Hana jablay...baru 3 kok...Bang Jae...yang ketiga...”.
“serius, neng ? Masa bidadari kayak neng...cantik...mulus....bahenol...udah gitu....pelayanan poll...bary 3 yang ketemu sama...ppp....iinii...”, ucapnya sambil berbicara dengan mulut yang menempel di bibir vaginaku sehingga cukup mulai ‘mengganggu' tubuhku.
“iyaa...Hana pilih-pilih.....dan emang punya Hana yang milih sendiri....”.
“duuuh...tau aja...Bang Jae udah lama nggak ngerasain memek....makasih yaa memek neng Hana...cuphh", Bang Jae seakan sedang berbicara ke kelaminku dan mengecupnya penuh terima kasih.
“kalo gitu...ucapan terima kasih dari Abang....”.
“aahmm...”, tubuhku seketika berkedut kecil ketika Bang Jae mulai menjilati belahan bibir vaginaku dengan lidahnya.

Baru saja selesai menyantap sarapan, sekarang Bang Jae mulai ‘menyantapku'. Lidahnya yang menari-nari lincah di daerah intim dan mengulik-ngulik liang senggamaku membuat tubuhku menggeliat-geliat manja seraya tanganku yang berpegangan pada kepala Bang Jae.
“mmm....teruusss...Baangg.....”, lirihku keenakan menikmati permainan lidah pria bangkotan yang sudah sah jadi pemilik baru tubuhku ini. Desahan lepas kukeluarkan bersamaan orgasmeku. Cairan vaginaku pun langsung diseruput habis oleh Bang Jae seperti orang kerasukan.
“kok bisa enak ya memek neng Hana...asin manis gitu...". Aku hanya tersenyum.
“hehehe....udah dulu ya, Bang...nanti lagi...Hana mau beberes dulu....”.
“nggak usah, neng. Udah dikasih enak-enak, masa Abang nyuruh neng bersihin rumah jugaa....”.
“nggak apa-apa, Bang...latian kalo beneran jadi bini Bang Jae....hihihi".
“duuh....neng Hana kapan sih lulusnya...udah nggak sabar...hehehe".
“nanti lah...weee...yaudah Bang Jae mandi aja sana....”.
“oke neng cantik....”.
Tanpa perlu repot mengenakan pakaian, aku pun lanjut membereskan piring-piring bekas sarapan tadi dan cuci piring, kemudian aku sambung dengan membereskan medan ‘pertempuran birahi' tadi malam.

“kenaa....”, Bang Jae memeluk tubuhku dari belakang saat aku sedang menyapu ruang tv.
“duuh impian semua laki-laki nih...ngeliat cewek cantik beres-beres rumah...bugil...hehehe".
“emang iya?”.
“yaa setidaknya impian Abang...hehehe". Meski dia menyalakan tv, matanya tak lepas dari tubuhku yang agak berkeringat karena bersih-bersih rumah.
“duuh seger mata Abang...hehehe". Aku Cuma menjulurkan lidah untuk meledeknya sambil terus mengepel karena sudah selesai menyapu.
“fuuh...capek jugaa....”, ucapku sebelum duduk di samping Bang Jae dan mengelap peluh keringat di dahiku dengan punggung tanganku.
“mau minum, neng ?”.
“nanti aja, Bang...”.
“maksudnya, Abang yang mau minum...hehehe".
“oooh, mau Hana bikinin apa?”.
“nggak, Abang maunya minum ini....”, Bang Jae langsung mengenggam kedua pergelangan tanganku, mengangkatnya ke atas dan menahannya. Tanganku seperti terikat ke atas.




Hana Diganggu Saat Bebersih

“hiihi...geelii...ampun, Bang..hhhh..ampppunnn...hihihi...", aku cekikikan merasa geli ketika Bang Jae mulai menjilati ketiakku.
“aamppuuuunnn.....”, aku mendesah manja karena geli luar biasa.
“hehehe....”, Bang Jae akhirnya melepaskanku sambil cengingisan.
“iih...geli Bang....dasar...emangnya nggak bau, Bang ? Hana kan keringetan....”.
“abis penasaran, neng...rasanya keringet cewek cantik kayak gimana...hehehe".
“iih dasar...ada-ada aja...”.
“eh kayaknya ujan ya, neng?”.
“iya ya...”.
“bentar Abang liat....”.
“eh iyaa, neng...ujan", tambahnya begitu melihat ke luar jendela.
Dia pun mendekatiku dengan tatapan binatangnya.
“kalo ujan gini...terus ada neng cantik yang nggak pake apa-apa....Cuma satu yang bisa dilakuin...hehehe....”. Dia merangkul tubuhku dan mulai melumat bibirku.
“Bang....dari tadi malem Hana berisik....kedengeran tetangga nggak ya?”, tanyaku di sela-sela pagutan bibir kami.
“nggak apa-apa, neng...biar pada tahu kalau Bapak masih laku ama cewek hehehe....”
“yee....bukannya gitu....nanti kalo di laporin gimana? Kan berabe...”.
“ya Bapak tinggal bilang kalau neng Hana ini...istri sirih Bapak....hehehe".
“isshh...Bang Jae mah....”.
“tapi Abang yakin. Kalau pun sampe ketawan, terus yang liat bapak-bapak...apalagi neng bugil gini..nggak bakal di laporin, malahan pasti minta jatah ke neng sebagai imbalan tutup mulut....mana tahan mereka liat bidadari bugil gini....hehehe....pasti pada bikin jadwal buat nge gilir neng....”.

“iishhh...kalo sampe kayak gitu....Hana udah nggak mau ama Bang Jae....”.
“eeeh...jangan gitu dong, neng....”.
“ya abisnya...kayaknya Bang Jae malah pengen liat Hana digilir ya?”.
“ng...nggak kok, neng....”.
“hehehe....becanda kok, Bang...kalo Abang yang nyuruh dan izinin....Hana siap kok digilir...hihihi", ujarku begitu lepas seraya tersenyum nakal dan menggigit bibir bawahku. Gila ! Aku sendiri saja sampai kaget, bisa-bisanya aku berucap seperti itu bahkan ke pria uzur yang baru semalam saja mengeksplor tubuhku. Benar-benar sinting gue, ucapku dalam hati.
“ha? Se...serius...neng?”, tanyanya dengan mata terbuka, kaget dan tercengang pastinya karena nampaknya baru pertama kali, ada seorang gadis muda yang bugil di hadapannya berkata seperti itu. Aku mengangguk sebagai jawabannya.
Aku tak tahu persis apa yang langsung lewat di benaknya, aku hanya menerka Bang Jae langsung berimajinasi untuk mendapatkan ‘keuntungan' dari tubuhku.
“pokoknya Hana nurut aja ama Bang Jae....”, bisikku. Tanpa berucap, dia langsung menyambar bibirku lagi, meremas pantatku dengan sangat kencang.
“awas ya....Bang Jae bikin neng Hana lemes sebelum pulang....”.
“emang siapa yang bilang Hana pulang hari ini?”.
“maksud neng? Neng Hana pulangnya bukan hari ini?”.
“iya, Bang....besok aja ah pulangnya...hihihi....”.

“emang orang tua neng nggak nanyain?”.
“lagi ke luar kota, Bang...”.
“berarti, Bang Jae bisa celap-celup sampe besok, neng?”.
“hihihi...bahasanya celap-celup...bisa, Bang...sampe besok sore....”.
“YESSSHHHH !!!”, teriaknya begitu senang. Langsung saja Bang Jae melepas baju dan celananya hingga kami berdua sama-sama bugil.
“ccpphh....”, kucium kepala penisnya.
“temenin aku yaa sampe besok...”, sapaku ke alat kawin milik Bang Jae yang tentu sebentar lagi akan ‘bertamu' masuk ke dalam tubuhku.
Dengan sangat bertenaga, Bang Jae langsung menggendongku masuk ke kamar. Nampak sekali sudah tidak sabar ingin mendulang kenikmatan dari ‘sarana' pelepas nafsunya yang tak lain dan tak bukan adalah tubuhku, tubuh putih mulus gadis SMA yang sedang ranum-ranumnya.
Bagi kalian yang sudah sering baca cerita seperti ini, pasti sudah taulah apa yang akan terjadi kepada seorang gadis SMA yang dengan senang hati bugil bersama seorang pria uzur, ditambah sedang hujan begini. Pastilah ‘tidak selamat'.
Nanti aku cerita lagi ya di cerita berikutnya.
Aku mau pamit dulu karena sebentar lagi akan dikelonin oleh aki-aki pemilik baru tubuhku...hihihi.....bye




Seragam 'Resmi' Hana Untuk Memanjakan Mata Bang Jae

Home (Index Halaman)
MAaaantaaappp suhuuu
 
Udah bayangin montok hana ditambah mulustrasinya yang aduhai kaga kerja keras ni mompa otong
 
Nunggu sampai 3 manggu lagi nih
Yoi bro. Biar nggak enegh, ama cerita Hana. Mesti dkasih nafas si otong hahaha
M

MAaaantaaappp suhuuu
Thx suhuh
Mancroooot
Makasih update lanjutannya
Om @TheGreatMag
Yoii, thx yaaak
Asoy benerrrr
Pake geboy gk?
yah, kurang explotasinya, pak jae hijau banget
Woless..Pak Jae masih 'bertengger' di tubuh Hana smpe 3 episod kok
Udah bayangin montok hana ditambah mulustrasinya yang aduhai kaga kerja keras ni mompa otong
Yoi...sbnrnya mulustrasinya yg hipnotis bro-bro pada jd kayak bagus ceritanya pdhl biasa aja hahahaha
 
Wah juara sih ceritany nunggu 3minggu lagi terasa lama banget heheh semangag han
 
What a great turn on, bro...
A major turn on....
Hana... You are so damn lucky to have Bang Jae to marked you as his property....
Be a good sex toy, ya...
 
Wah juara sih ceritany nunggu 3minggu lagi terasa lama banget heheh semangag han
Iya bro...klo kecepetan, ntr pada enegh sama Hana...merasa jenuh hahaha
What a great turn on, bro...
A major turn on....
Hana... You are so damn lucky to have Bang Jae to marked you as his property....
Be a good sex toy, ya...
Wiiw. Pimp lord ini bro. Salah satu author di KBB dlu, sedaap.
But, you're highlighting Hana even though usually that the beast got highlighted because so lucky to have beauty as their property ?

What a different point of view..hmm..interesting
Wajib sampai taman hu
Taman apa, bro? Taman Puring?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd