‘Tok tok tok’
Suara pintu diketok terdenger dari luar. Masuklan seorang lelaki tua berumur sekitar 55 tahunan menghampiri Leni. Perempuan seksi berambut pendek itu lagi asik memandangi pemadangan dari jendela kamar nya sambil menghisep sebatang rokok dan segelas ‘wine’. Leni juga terlihat asik merenung sambil di pangkuannya terdapet sebuah buku novel berbahasa Prancis.
“Non Leni, paket pesenan non udah dateng dibawah.”
Leni masih enggak melepas pandangannya ke jendela. Hanya gerakan tangan seperti mengusir sesuatu yang ditunjukannya.
“Baik non.” ucap laki2 tua tersebut seakan2 tau kemauan Leni.
Beberapa menit setelah pak tua itu keluar, datenglah kali ini seorang ibu2 berumur sama seperti laki2 tadi menghampiri Leni. Kali ini dia terlihat ngebawa sepotong ‘chesse cake’ diatas nampan.
“Kue nya non, silahkan.”
Tanggepan Leni sama seperti yang tadi “Hm…”
Tinggalah Leni kembali sendiri kali ini. Beberapa menit kemudian datenglah seorang yang lainnya menghampiri Leni, kali ini dengan ekspresi yang tersenyum dari depan pintu kamar.
“Anu, punten non Leni….” ucap lirih seorang perempuan yang umurnya kurang lebih diatas Leni beberapa tahun.
Kali ini Leni memalingkan pandangannya dan menatap perempuan tersebut “Hm, ada apa, Ely?”
“Sa-saya mau ijin pulang non. Ayah saya lagi sakit di kampung, jadi saya perlu bantu ngerawat dia sampe sembuh, non.”
Perlahan tatapan Leni berubah jadi iba ngedenger cerita Ely, pembantu di rumah Leni yang baru bekerja 2 tahun.
“Ya ampunn… bagaimana keadaan ayah kamu, Ly? Kondisi dia gimana…??” tanya Leni empatif.
“Anu.. itu non.”
“Engga apa2, Ly. Cerita aja sama aku… yuk mari duduk disebelahku sini.”
Sebelom bercerita, perlahan Ely terlihat meneteskan air mata. Sambil ditenangi oleh Leni, Ely pun mulai bercerita soal ayah nya di kampung. Suasana yang terasa sedih perlahan terlihat memulih karena perkataan2 dari Leni ke Ely.
“Enggak apa2, Ayah kamu lebih perlu bantuanmu di kampung, Ly.”
“Iya non, terimakasih banyak.” senyuman lega terlihat dari Ely yang menyeka air matanya.
“Nah sekarang kamu siap2 dulu aja. Nanti kalo sudah, kembalilah kemari.”
Ely pun beranjak dari kursi lalu pergi ke kamar nya untuk ngerapihin barang2 yang mau dibawa ke kampung.
“Ely, tunggu sebentar.” panggil Leni sambil merapihkan buku dan botol minumannya ke tempat semula.
“Ada apa, non?”
“Kemarilah sebentar. Aku ingin mengucapin salam perpisahan…”
Ely kembali menghampiri Leni perlahan. Terlhat Leni sedang membuka laci mejanya di deket rak buku2nya untuk mencari sesuatu.
“Nah, ini dia ketemu.”
Leni mengeluarkan kotak persegi panjang berwarna kuning bermotif batik klasik. Seketika dibukanyalah kotak itu di depan Ely. Sontak Leni meniupkan sesuatu dari atas kotak tersebut dan bertaburlah bubur berwarna putih di udara. Ely sempet terbatuk2 karena debunya tepat mengenai mukanya.
“Uhuk2… aduh… apa nih, non? Bedak?”
Leni enggak menjawab lalu menutup kotak tersebut dan menyimpennya kembali ke laci.
Perlahan bubuk yang berterbangan di udara pun hilang begitu aja, seakan2 enggak terjadi apa2 barusan. Leni pun kembali menghampiri Ely dengan senyuman persis seperti tadi menenangkan Ely.
“Ely..??”
“Y-ya non…??”
Seketika tubuh Ely merasakan sesuatu hal yang aneh. Kepalanya berkunang2 dan tatapannya jadi kabur, begitu pun dengan napasnya yang jadi berat dan sesek.
“N-nonn… ini apa???”
“Bukan apa2, Ly.” jawab Leni santai.
Perlahan tubuh Ely pun terasa panas. Perasaan panas karena gerah dan hawa dari dalam tubuh nya bercampur aduk perlahan seiring dengan pandangannya yang kembali normal.
“N-nonn… hhhh…”
Kedua paha Ely pun terasa lemas seperti ager2 saat ini. Ternyata Ely ngeluarin cairan cintanya dengan deres nya, merembes dari celana panjang ketat warna coklat nya.
“Ahhh…. ahhh… emmhh…”
Leni masih tetep mempertahankan ekspresinya seperti tadi. Beberapa saat kemudian jarinya terlihat menjentik dua kali. Lalu terdengerlah suara terkunci dari pintu kamarnya. Keliatannya ada orang yan sengaja menunggu dari luar sana buat mengunci.
“Nah, Ely…. sekarang aku ingin bilang sesuatu kepada dirimu…” Leni memaksa Ely bersujud dengan kedua lututnya dilipet ke samping karena udah engga kkuat baut berdiri saking lemesnya.
Leni pun berbisik di samping telinga Ely dengan lembut “Kamu adalah budakku sekarang dan selamanya. Kamu akan selalu menuruti perintahku kapanpun. Kamu bukanlah siapa2, jadi lupakanlah ayahmu yang dengan dalihmu berkata kalo dia sakit2an. Kamu…”
Leni menatap Ely dengan begitu dalem. Semburat merah seketika muncul setelah Leni berbisik di telinga Ely, begitu pun juga Ely yang terlihat sayu dan mendesah berat sampe menjulurkan lidahnya.
“Kamuhhh…. kamu adalah budak seks ku, Ely!!!”
Leni sontak mencapliok bibir Ely dengan bernafsunya. Mereka berdua pun terlibat ciuman yang begitu panas nan membara. Keduanya pun diselingi desahan seksi masing2 disetiap gerakan bibir mereka.
“Hemmmhh… nguuhhmmmhh… mmuuhh… mmmhhh… mmmghh…!!!”
“Hhhmmmhh… sllrpphhh… mmmhh… shhh jadihhh Elyy…. hhhhh…. ulangi perkataanku…. aku…”
“Aku…”
“Adalah budak seks nona Leni….”
“Adalah budak seks nona Leni….”
“Aku akan menurut setiap nafsu dari nona Leni…”
“Aku akan menurut setiap nafsu dari nona Leni…”
“Aku akan membuang semua aspek kemanusiaanku, demi memuaskan nafsu nona Leni ku tercinta…”
“Aku akan membuang semua aspek kemanusiaanku, demi memuaskan nafsu nona Leni ku tercinta…”
“Aku adalah budak, dan selamanya aku akan menjadi budak…”
“Aku adalah budak, dan selamanya aku akan menjadi budak…”
“Akuhhh…. emmhh… shhhh…. akuhhhh….”
Leni mulai enggak fokus karena satu tangannya meremes toketnya sendiri dari luar daster ketat nya.
“Ahhhh fuuuckkk!!! Ke ranjang!! Sekarang!!!!” pinta Leni kasar sambil menarik Ely yang pikirannya telah kosong.
Bersambung