Bagian Enam
Tibalah hari keberangkatan mereka untuk berlibur ke pulau. Puput berangkat bersama Jessica dan Dewi menuju dermaga tempat kapal yang disewa oleh Bian berada. Mereka bertiga berangkat menggunakan taksi daring dari rumah Dewi. Marina bersama dengan Bian, sementara Cecil dan Citra berangkat masing menggunakan ojol.
Sesampainya disana, mereka disambut oleh siulan kencang dari seorang yang berada di warung tidak jauh dari sana.
“Itu ya kayaknya si Marina sama cowonya? Eh, tapi gw lupa siapa itu yang siul2 di samping dia...” ucap Dewi memicingkan matanya menatap orang tersebut.
“Itu yang namanya Farhan2 bukan sih? Yang rambutnya gondrong kayak kagak ketata gitu?” lontar Jessica membetulkan kacamata hitam yang ia kenakan.
Mereka pun menghampiri dengan koper serta barang bawaan masing2. Lalu Farhan pun juga mendatangi mereka berniat membantu membawakan barang bawaan Jessica dan yang lainnya. Aksi baik hatinya ditanggapi dengan baik oleh Dewi, sampai2 ia memberikan semua barangnya dan menyisakan tas kecil yang dibawa.
“Bisa gak?” tanya Dewi memengok dari balik tumpukan tas yang dibawa Farhan.
“Bisa bisa bisa…!!” jawab Farhan meyakinkan, namun dengan lengan kurusnya yang gemetaran.
“Ah lo sok2 jadi abang jago, anying. Sini2 bagi itu barangnya!” Tomi menghampiri Farhan untuk membantunya membawa barang berat tersebut.
“Hai guys, udah nunggu lama belom?? Jessica menyapa ramah Marina dan para laki2.
“Belom nih, barusan gw nyampe sekitar 5 menitan.” Ucap Marina sambil memberikan bungkus cemilannya ke Bian. “Ih, makannya kok gitu sih… berantakankan tuh di celana kamu…” keluhnya melihat Bian mengambil keripik kentang dengan sembrono.
“Maaf2.” Bian menepuk pahanya dibantu oleh Marina. Ia juga mengelap bibir Bian dengan jari telunjuknya karena ada remah2 kecil keripik menempel disana lalu mengemut jarinya.
“Ehem ehemmm! Aduh pagi2 kok gw batuk yaaa! Aduh, kayaknya gara2 asep deh..!” Cecil memutar bola matanya bermaksud menyindir keras Marina dan Bian.
“Hush, sewot aja lo Cil! Biarin sih…” Puput menyenggol pundak Cecil yang cembetut namun sedikit senyum2.
“Ini tinggal nunggu siapa lagi ya, gengs?” tanya Citra menengok ke Farhan dan yang lainnya yang sedang duduk di kursi panjang sambil merokok.
“Oh, ada satu lagi entar, ngaret dia.” Farhan beranjak dari duduknya lalu memberikan tempat duduknya kepada para perempuan “Duduk2, silahkan! Masa diri terus kayak upacara aja..”
“Maaccii!! Peka banget deh!” celetuk Dewi dan Cecil bersamaan lalu pergi duduk berdua bersampingan.
Bian yang sudah melihat ramai rombongan lalu bangun dan mengeluarkan ponselnya, begitu pun Marina yang berada disampingnya.
“Yuk, kita absen dulu ya gaes!” seru nya melepas kacamata hitam nya.
“Aseekk, dah kek barisan tamasya aja kita pake absen2 segala..” celetuk Farhan cengar cengir menengok Bian yang memperhatikan catatan di ponselnya.
“Pake punya aku aja, yang.” Marina menyodorkan catatan di ponselnya yang terlihat lebih spesifik.
“Thanks..”
Bian menyebutkan nama yang ikut pergi pada hari ini satu per satu. Sempat2nya ia masih menghisap rokoknya sebelum telapak tangannya ditepuk pelan oleh Marina.
“Ish, ngomong dulu…”
“Iya2. Hmm… Citra?”
“Hadir.” Citra mengangkat telapaknya rendah.
“Jessica?”
“Hadir juga.” sahut Jessica lalu menghisap vape pod hijau muda nya yang tergantung di leher.
“Cecil?”
“CECIIIILLL!!” serunya manis mengangkat tangannya yang sedang memegang segelas es jeruk.
“Rina?”
Marina menepuk pundak Bian pelan karena memanggilnya, padahal ia berada tepat disamping Bian.
“Kan gak keliatan.”
“Ken gek kelietenn!!” cibirnya menyonyongkan mulutnya dan memutar bola matanya.
“Uhukkk uhukkk!! Banyak asep, anjing..!!” kali ini giliran Farhan yang memberikan sindiran keras.
“Dewi?”
“Hadirr..” Dewi mengangkat jari telunjuknya.
“Puput?”
Puput yang berdiri tepat di belakang Dewi mengangkat tangannya pelan. Ia mengambil jarak bediri cukup jauh karena asep rokok yang cukup menganggunya. Ia sempat berkali2 mengibaskan telapaknya di depan wajahnya agar asapnya tidak semakin masuk kedalam pernapasannya. Dilihat dari gelagatnya, harusnya Puput yang sebenarnya mengeluhkan asap sambil batuk.
“Lo gak kenapa2, be?” tanya Dewi pelan melihat keadaan Puput.
Puput menggeleng singkat “Gapapa be, lanjut aja lanjut. Sorry ya gw deket2an sama lo gini soalnya cuman lo, gw, sama satu cowo itu yang kagak ngerokok disini…” bisiknya melirikan matanya kearah Riki yang sibuk memainkan game MOBA di ponselnya.
“Oke, sekarang pindah ke yang laki ya.” Bian menggeser catatan di ponsel Marina.
“Farhan?”
“Yoi ngab!” Farhan menunjukan jempolnya ke Bian.
“Tomi?”
“Yomann.” Tomi membuang puntung rokoknya yang telah habis ke tanah.
“Yosep?”
“Ya, ada2.”
“Bian? Ada…” gumamnya yang langsung ditimpali seruan Marina.
“BIAAN?? MANA BIAN?? OH GAK ADA YA DIAAA!!”
“Ini Biaan. Haloo?” Bian melambaikan telapaknya tepat di depan wajah Marina yang cembetut gemas.
Dengan tetap tersenyum, ia pun kembali mengecek ponsel Marina.
“Arman?”
Mereka semua menengok satu sama lain. Kelihatannya Arman belum menunjukan batang hidungnya sampai saat ini.
“Kayaknya belom dateng deh itu orang.” Ucap Farhan menggaruk rambut belakangnya.
“Lah ngaret lagi tuh orang?” sambung Tomi mengusap wajahnya “apa kagak ngikut dia?”
Mendengar kalimat tersebut dari Tomi, Puput melebarkan matanya. Ia sangat berharap jika cowo menyebalkan itu benar2 tidak jadi ikut. Puput susah payah menutupi ekspresi berbinarnya dengan setengang sedingin mungkin.
“Put… put… puuut??” Dewi membetot kaos hitam yang dikenakan Puput “itu lo dipanggil ituuu hei… bengong aja…”
“Eh… oh… iya kenapa2? Sama siapa dipanggil????”
“Itu si Cecil minta anitinomo. Ada bawa gak?”
“Ada2 kok.”
Puput mengecek di dalam tas kecil di pundaknya. Ia pun memberikan satu strip kecil obat anti mabuk perjalanan tersebut kepada Cecil. Namun langkahnya terhenti ketika seorang mencolek pinggangnya diam2 dari belakang sambil melewati dirinya.
“Nah nih dia orangnya!” seru Farhan ketika memberikan ‘fist bump’ kepada seorang yang terlambat datang.
Datanglah Arman memakai kaos hitam dengan celana pendek coklat, sandal biru tua, dan membawa ransel ‘hiking’ warna merah di punggungnya. Ia juga memakai kacamata hitam sama seperti beberapa orang disana. Kumis dan jenggotnya yang mulai tumbuh disana menutupi sedikit pipi dan dagunya.
“Mana gitar gw, nyet? Bawa kagak?” tanya Arman ke Yosep.
“Bawa2. Seloww…” ujar Yosep menepuk tas kulit berisi gitar milik Arman.
“Sip2…”
Arman pun memberikan salam ‘fist bump’ kepada rombongan disana satu per satu. Selain menyapa mereka, ia juga bermaksud meminta maaf karena kedatangannya yang terlambat.
“Halo2, sorry ya ngaret.” Ucapnya kepada Jessica.
“Ah iya gapapa2. Hehehe…” balas Jessica ramah.
“Eh eh eh, bentar deh. Si Arman udah pernah ketemu sama Puput belom sih?” tanya Cecil antusias.
“Kayaknya belom deh. Bukannya waktu itu dia balik duluan?” sambung Dewi menengok ke arah Puput.
Melihat Arman yang ternyata benar2 datang, seketika membuat Puput jadi gondok setengah mati. Serasa langint menjadi runtuh karena aura seorang Arman yang entah mengapa sangat pahit bagi dirinya.
SALAAAKKK!! KENAPA DIA PAKE JADI DATENG!!?? KENAPA?? KENAPAAAA??? AGHH..!!
Ia berusaha menutupi ekspresi geramnya habis2an. Namun Puput semakin gregetan ketika Cecil menarik tangannya untuk mengajak dirinya berkenalan dengan Arman.
“Nahhh… Arman, kenalin ini temen gw namanya Putri, biasa dipanggil Puput. Dia kerja jadi HRD di perusahaan aplikasi online gitu. Terus hobinya baca buku, nonton drama Korea, belajar, minum coklat panas, bermain tic tac toe, menyelesaikan pazel, minum coklat, emmm bermain tic tac toe…” ucap Cecil sudah mulai jenaka nan ngawur diujung.
“Heh, yang bener sih!” seru Marina menghampiri mereka bertiga “Man, kenalin temen gw namanya Puput. Dia salah satu yang paling encer otaknya diantara kita2, yaaa kalo dibandingin sama Cecil dia tuh kayak… emmm… Puput itu putri khayangan, Cecil itu kesel welkom…. hihihihi… eh aduh2!” Marina juga tidak kalah absurd nya. Ia merintih kesakitan lantaran diberikan cubitan di pergelangannya oleh Cecil.
“Halo…. Arman.”
Arman menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Puput. Tanggapannya? Tentu saja dengan jurus ‘topeng wanita mamba elegan’ andalannya, Puput berkenalan tanpa menunjukan ekspresi yang biasanya ia tunjukan ke Arman.
“Puput. Salam kenal ya.”
Setan lo setan setan setaaaaaaaannnn!! EH NGELIATNYA BIASA AJA KEK, PAKE SENYAM SENYUM!! MANA KAOS KITA SAMAAN LAGI WARNANYA!!!!! HIHHH!!
“Salam kenal juga.” balas Arman melepas kacamata hitamnya.
Cantik banget asli nih cewe masih pagi juga…
Puput meremas kuat2 tangan Arman karena menahan gejolak gelisahnya. Namun sepertinya remasan tersebut terasa sia2 karena Arman sendiri tidak merasakan sakit apapun.
“Yaudah yuk, karena udah ngumpul semua kita langsung berangkat ya ke dermaga.” Ajak Bian kepada mereka semua.
Mereka pun mengangkut barang masing2 dan mengikuti Bian dari belakang menuju arah masuk yang tidak jauh dari warung tempat mereka tadi. Sesampainya di gerbang masuk, ia mengeluarkan sebuah kartu seperti tanda pengenal kepada petugas penjaga. Bian terlihat bercakap2 sekilas dengan petugas tersebut ditemani Marina disampingnya.
Puput pun mengecek isi tas kecil nya apakah ada sesuatu yang lupa ia bawa. Sedang sibuknya merogoh, Arman mendadak berdiri di sampingnya dan memberikan tusukan jari telunjuk ke pinggang Puput. Sontak ia terperanjat kaget lalu menengok sekilas kearah Arman.
“Tadinya gw ngira lo gak ngikut.” Bisiknya pelan tanpa menatap Puput.
Puput tidak memberikan tanggapan sama sekali. Ia lalu berjalan meninggalkan Arman yang mengikuti dari belakang sambil tersenyum kecil.
Masuklah mereka di dalam dermaga lalu pergi menuju letak deretan kapal yang menempel tepat di pinggir. Di deretan tersebut ada sebuah kapal berwarna putih dengan 4 buah mesin sebagai mesin pendorongnya. Di bagian dalam kapal tersebut terlihat interior cukup modern layaknya ‘speed boat’ mahal pada umumnya. Bisa ditebak kapal ini bukan hanya sekadar sewaaan melainkan milik orang tua Bian yang mungkin sebentar lagi akan menjadi miliknya karena ayah nya telah membeli satu buah lagi yang lain untuk penggunaan pribadi.
“GILAAAAA!!! KEREN BANGET WEHH!!” jerit Cecil memasuki kapal tesebut sambil menengoki bagian dalam tersebut.
“Eh hati2 Cil! Entar jatooh!” seru Marina mencegah temannya ini tidak bertindak aneh2.
Bian pun naik bersama dengan nakhoda kapal pribadinya. Tepat selebum ia naik, Farhan menahannya kuat2.
“Apaan nih?” tanya Bian bingung.
“Hormat kepada sultan! Rispek kepada sultan!” Farhan merundukan badannya hormat sambil mengatupkan kedua telapaknya.
“Lah kenapa lo, peak? Hahahahaha!!” Tomi menoyor kepala Farhan terkekeh menggeleng.
“Sultah weh! Jangan macem2 lo pada, kampank!!”
“Udah, mending lo buruan naek. Itu pada nungguin di dalem!!” Arman meraih pergelangan Farhan lalu melempar temannya agar naik ke kapal segera.
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Singkat cerita kapal pun berangkat menuju pulau. Perjalanan memakan waktu sekitar satu sampai dua jam. Karena berangkat pada pukul 7 pagi, mereka bisa sampai lebih awal disana untuk sekadar beristirahat atau menikmati suasana ‘cottage’ yang berada tepat di pinggir pantai. Dalam perjalanan, terlihat mereka saling mengakrabkan satu sama lain di anjungan kapal, seperti Tomi yang mulai bernyanyi dengan kocokan gitarnya diiringi vokal oleh Citra dan Cecil, duet maut spesialis suara sumbang.
Tomi yang tidak enak ingin menegur tetap memainkan kocokan gitarnya. Beruntung saja Jessica dan yang lainnya menimpali dengan suara mereka supaya nyanyian tidak berubah menjadi pemanggil arwah lautan akibat Citra dan Cecil.
Sementara Puput berada di bagian ujung mulut kapal. Ia duduk di sana sambil menikmati deburan ombak mengenakan ‘straw hat’ krem dengan aksesoris pita warna putih.. Topi tersebut ia gunakan untuk menutupi sinar matahari yang menyinari tempat ia berada. Namun berkali2 topi tersebut terlepas karena kencangnya angin laut, membuatnya akhirnya meminjam kacamata hitam milik Jessica karena miliknya berada di dalam koper.
Walaupun teriknya matahari dan kencangnya angin, ia sangat menikmati hempasan pemandangan carkawala biru di depan matanya. Hamparan luas biru laut yang ia lewati perlahan benar2 membuatnya merasa inilah salah satu hidangan pembuka ‘healing’ nya sebelum menuju ke pulau nanti.
Peace… calm…ahhhh… indah banget ciptaan Tuhan…
Sedang menikmati pemandangan, muncul notifikasi di ponsel yang sedang digenggam olehnya. Puput sebenarnya tidak mau mengecek, namun siapa tahu itu adalah notifikasi dari Los yang beberapa hari lalu memintanya untuk memenani bercerita di chat. Alangkah kagetnya ketika ia tahu bukan Los lah yang mengirim chat tersebut. Sontak Puput menaruh kembali ponselnya dan menengok sekilas ke belakang. Terlihat Arman sedang meliriknya sambil mengetik sesuatu di layar ponselnya.
+62 051 566 999 xx:
Awas entar masuk angin
Puput tidak menghiraukan chat menggangu tersebut lalu kembali menatap laut biru di depannya. Baru beberapa menit, dari arah belakang Cecil melompat dan memeluk dirinya erat2. Ia juga meremas kedua toket Puput yang tertutup kaos hitam, membuatnya kaget dan memekik risih.
”KYAHH! Ceciiiilll!!”
“Sendirian aja lo di depan! Join sama kita doooonngg…!!”
“Aduh, lagi menikmati indahnya alam aku tuh bestieee.”
“Hemmm… yodaaa nanti kalo udah kelar balik ke belakang yaaa!! Nyanyi2 sama kitaaa…”
“Iye iye iyeee… betewe tangannya enak banget ya kayaknya remes2 tete gw! Lepasin gak!?”
“Gak mau! Hmm!” Cecil semakin gemas meremas dua benda kenyal tersebut, membuat Puput mulai mendesah.
“Ahhh! Iiihhh Cecilll!!”
“Woiiii!! Disuruh manggil Puput malah mesum!!” Citra menarik rambut Cecil kuat2.
“Awghh! Ah, ganggun aja lo! Lagi enak nihh!!”
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Singkat cerita sampailah mereka di pulau tujuan mereka. Sebuah pulau asri dengan demografi layaknya pedesaan di luar ibukota. Deretan rumah2 permanen dan semi permanen tersusun rapih di setiap samping jalur kecil setapak berada tepat di depan dermaga tempat kapal mereka bersandar. Setelah turun dari kapal, mereka langsung didatangi oleh dua orang yang terlihat seperti warga lokal yang menjadi pemandu. Dua orang bapak2 yang masing2 menggunakan topi dan kaos lengan panjang warna biru tua terlihat tersenyum ramah menyapa Bian yang memberikan jabatan tangan.
“Halo pak Agus, apa kabar pak? Hari ini saya bawa temen2 saya ya pak kemari.”
“Ya, mas Bian. Ini saya juga bawa becak motor buat angkut barang2 ke penginepan nanti mas.”
“Makasih banyak ya pak.”
Bian mengisyaratkan Marina dan yang lainnya untuk menaruh barang2 mereka diatas becak motor tersebut. Cecil pun mulai mengeluarkan ponselnya diikuti dengan Dewi yang juga merekam setiap momen sekelilingnya.
“Halowww gaesss… hari ini lagi di pulauuu” Dewi mendekati Citra yang sedang duduk memijat betisnya “Ini kembaran euggg… hai kembaran??? Kakinya kenapa ituuhh?”
“Sakit..” jawab Citra pelan sambil tetap tersenyum.
“Aduduh, belom apa2 udah sakit lo mah.”
“Keram gw tuh tadi di kapaaall…”
Lalu Dewi pun duduk disamping Citra untuk menemaninya. Mereka pun mengambil beberapa foto bersama dengan pose manis.
“Weh ayo, malah sibuk foto2!” seru Jessica memanggil mereka berdua.
“Ih parah gw gak diajak!” pekik Cecil dari jauh membuka kacamata hitamnya.
Sekitar 5 menit berjalan, sampailah mereka di sebuah gerbang masuk resort mewah di pulau tersebut. Beberapa deretan ‘cottage’ berwarna coklat yang menjorok ke perairan terlihat berbaris membentuk seperti susunan akar pohon. Para perempuan pun tidak henti2nya mengambil gambar atau video ketika mereka berjalan melewati pemandangan tersebut, kecuali Puput yang tidak mengeluarkan ponselnya sama sekali. Karena itu ia pun malah menjadi objek rekaman Jessica dan kawan2nya.
“Pupuuuut!” seru Cecil merekam Puput yang memberikan jari ‘peace’ menempel di pipinya.
“Haiiii…. ini Puput gengs, si paling healing diantara kita semua…” gumam Jessica ikut merekam juga.
“Liburan gengsss…” Marina juga merekam teman2nya.
“Belom sampe guys, udah rekam2 aja dehh..” cibir Puput menyibak rambutnya yang menutupi dahi karena tiupan angin.
Mereka terlihat tidak peduli dengan cibiran tersebut dan masih terus merekam dan memfoto sekitar. Sementara para laki2 sedang berseda gurau satu sama lain, seperti saat ini mereka tak henti2nya melontarkan candaan ke Farhan yang berlagak layaknya ‘Romeo’ di kapal tadi ke Cecil dan Dewi.
“Tai lah sok ganteng banget anjing, tadi gw liat!” seru Yosep diikuti tawa keras Tomi.
“Lah napa cui???? Berbuat baik itu tidak ada dosanya jika engkau tau ya, bangsat!” Farhan menampik membela diri masih dengan karisma busuknya.
“Ya enggak gitu juga anjir! Masa iya ampe apa2 dipungutin apa yang dijatohin si Dewi sama elo??? Padahal duduknya jauh2an dari posisi lo!!”
“Yee biarin aja, orang gw ganteng!”
“WAHAHAHAHAHA! SATTT LAHH, PEDE BENER LAUUU!!” erang Tomi tidak dapat menahan tawanya.
“Jangan gitu lah lo pada, gini2 kalo dia disamain kayak dugong masih lebih mendingan dugongnya.” Arman melontarkan lawakan yang membuat para laki2 tertawa ramai.
Ngomong2, jarak antara Arman dan Puput terlihat begitu jauh. Puput memang berada di paling belakang karena tidak tahan dengan ributnya rombongan tersebut. Ia lebih memilih berada di belakang menikmati udara laut serta suara deburan ombak yang menenangkan pikirannya. Sangat berbeda sekali dengan Arman yang terlihat melawak ersama dengan Farhan dan yang lainnya.
Rame banget di depan… hmmm… ohh ternyata si kupret Arman lagi ngebadut! Pantes…. jauh2 deh mending gw dari dia, bisa sakit pala gw…
Akhirnya mereka telah sampai di sebuah ‘cottage’ eksklusif milik Bian. Nuansanya kurang lebih sama seperti ‘cottage’ yang mereka lewati tadi, hanya saja dengan fasilitas yang lebih modern. Sayangnya fasilitas lain seperti spa atau dermaga pribadi rencananya akan dibangun setelah mereka pulang dari sini. Sebenarnya salah satu maksud ia pergi berlibur kesini adalah mengecek perkembangan ‘cottage’ pribadinya yang sedang dalam proses pembangungan yang lain. Namun karena terkena rayuan manja Marina untuk memintanya mengajak teman2 yang lain akhirnya dituruti oleh Bian.
“Tadinya kita ke Bali aja sekalian ya, yang.” Ucap Bian ke Marina sambil menunggu pintu masuk ‘cottage’ dibukakan oleh pak Agus.
“Yuk kapan2! Tapi kita berdua ajaaaaa sama kamuh… hehehe.”
“Nanti ya… sekalian honeymoon.”
“Iihhh kok sekalian honeymoon sihhh! Mana ke Bali pula, tempat yang udah aku sering banget datengin sama si Jessica.” Cibir Marina manja.
Lalu masuklah mereka ke dalam ruang tamu ‘cottage’ tersebut. Terasa sejuk sekali ketika berada di dalam, dengan lantai parkit, funitur yang serba terbuat dari bambu dan kayu, serta sebuah pintu yang langsung mengarah ke pantai. Di dalam sana juga terdapat 2 kamar dengan 1 kamar keluarga dan 1 kamar berukuran sedang.
“YEEEYYY DAH NYAMPE GENGSSS!!” Cecil kembali heboh sambil tetap merekam dengan ponselnya.
Jessica juga menyorot ponselnya perlahan di setiap sudut karena ia akan membuat konten untuk di unggah di akun tictoc nya.
“Ngonten terus ya bunndd…” celetuk Citra mencolek pantat Jessica.
“Ah, iya donnngg. Harus selalu update dimana pun berada, hihihi.”
Setelah menaruh barang di ruang tamu dan kamar, mereka pun beristirahat sejenak merebahkan tubuh mereka yang lelah dalam perjalanan. Farhan dan Yosep langsung tertidur pulas diatas kasur kamar mereka. Riki dan Tomi berusaha mencari sinyal untuk melakukan ‘mabar’ permainan MOBA di ponsel mereka di teras yang mengarah ke pantai sambil ditemani sebatang rokok. Arman dan Bian mencari peralatan untuk foto dan video dalam tas mereka masing2. Terlihat keduanya juga berdiskusi singkat mengenai alat yang mereka bawa.
Sementara para perempuan bergegas heboh menuju ke pantai. Mereka mengambil foto satu sama lain atau bersama2 memanfaatkan momen liburan mereka kali ini. Puput yang habis merapihkan barang miliknya di dalam kamar langsung ditarik keluar oleh Cecil, Dewi, dan Jessica untuk berfoto bersama mereka.
“Ngantuk aku genggsss… panas jugaaa. Nunggu sore aja yaaa…”
“Bentar aja sayaang! Jarang banget ktia tuh foto bareng elo soalnya!” seru Cecil mendorong punggung Puput.
Keluarlah ia menyusul Marina dan Jessica di depan. Lalu mereka pun mengambil banyak foto dan berpose cantik. Walaupun angin terasa kencang meniup rambut dan pakaian, mereka tetap mengambil foto dan video di hamparan pantai indah tersebut.
“Eh itu siapa namanya dah yang duduk berdua di teras…?” tanya Cecil kepada Marina.
“Ituuu…. Tomi sama Riki.”
“Ohh. TOMIIIIIEEE!!!!???” teriak Cecil dari jauh memanggil Tomi “RIKIIIIIIII!!!???”
Mereka berdua pun menengok sekilas kearah teriakan tersebut.
“TOLONG FOTOIN KITA DOOOOONNGG!!!”
“IYAAAA!! TOLONGIN DOOOONNNGGG!!!”
“Lagi mabar!” seru Tomi kepada para perempuan.
“HAAAHH!!??”
“Lagi mambar em el!”
“HAHHHH!!!??? GAK KEDENGERAAAAAAANN!!”
Cecil dan Citra berteriak sengit karena tidak mendengar suara Tomi dan Riki yang tertutup angin pantai.
“LAGI NGE WAR MEREKA!!”
Teriak Arman keluar dari ‘cottage’ bersama dengan Bian. Mereka berdua membawa peralatan berfoto mereka masing2. Arman membawa sebuah ‘stabilizer’ warna abu dengan ponselnya yang sudah terpasang disana, sementara Bian dengan kamera DSLR nya serta sebuah batang ‘tripod’.
“Udah, kita aja sini yang potoin kalian.” Bian menghampiri mereka sambil mengecek pengaturan kameranya.
“NAHHHH GITU DOOONG!! KAMERAMEN2 KITA TELAH DATANG AKHIRNYAAA!!”
Arman dan Bian mengambil banyak foto dari Jessica dan yang lainnya. Tentu saja hasilnya jauh lebih bagus ketimbang menggunakan kamera ponsel biasa. Melihat hasilnya yang sangat bagus, Cecil jadi semakin ketagihan untuk meminta foto terus menerus. Alhasil foto pada siang menuju sore ini lebih banyak didominasi oleh dirinya yang banyak sekali berpose.
“Bagus bangeeeettt!!” pekik Cecil heboh melihat hasil jepretan Bian.
“Eh ayuk lagi2 yuukkk! Sini2 gaesss!!” Cecil mengajak Jessicia dan yang lainnya untuk berfoto bersama kali ini.
Setelah mereka siap, Bian memberikan aba2 sambil melihat fokus di kameranya “Udah yaaa….agak rapetan dikit…. liat siniii…. satuuu…. duuuuaaa…!!!”
‘Ckreekk!’
“Lagi lagiii!!”seru Cecil meminta sekali lagi.
“Satu…. duaaa…!!!”
‘Ckreekk!’
“LAGI LAGIIIII!!!”
“Satu….!!”
‘Ckreekk!’
“Eh lagi!!! Aku belom lepas kacamataaa yaangg!!” pinta Marina yang meminta sekali lagi melambaikan tangannya.
‘Ckreekk!’
“Mau sendiri2 doooonnngg!!” Cecil menghampiri Arman dan Bian untuk meminta mereka mengambil foto masing2 dari mereka.
Lalu mereka pun sibuk menjadi fotografer dadakan untuk Cecil dan kawan2nya. Sedang mengambil beberapa foto, Arman melihat Puput yang sedang menyendiri agak jauh dari keramaian setelah ia berfoto dengan teman2nya.
“Sendirian aja, neng.” celetuk Arman menghampiri Puput perlahan.
Puput masih tidak memedulikan Arman dan masih menatap deburan ombak didepannya. Ia masih tidak banyak berbicara semenjak keberangkatan tadi.
“Foto gak? Kayak waktu itu…” Arman menawari jasanya ke Puput.
Ia menengok perlahan dan menatap dengan sedikit ketus. Lalu Puput kembali memalinkan pandangannya ke laut.
“Gw tunjukin deh hasilnya, mau gak?” tawar Arman sekali lagi.
Puput akhirnya luluh sambil menghela napas panjang “Sekali aja. Abis itu lo jauh2 dari gw…”
“Siap ibu ha er de! Dijamin gak ngecewain!”
Lalu Arman mengambil beberapa tangkapan gambar Puput yang masih menatap ke laut ala2 ‘candid’. Setelah itu ia langsung menunjukan hasilnya. Perlahan Puput melebarkan matanya melihat kualitas foto yang diambil oleh Arman.
“Gimana?”
“Emmm… b aja…” jawabnya judes.
“Lagi gak?”
Puput tidak menatap Arman. Ia sibuk memaju mundurkan foto yang diambil tadi. Semuanya terlihat bagus seperti biasanya. Namun Puput jelas masih gengsi tidak mau mengakui.
“Lagi gak??”
“Hmm…”
Puput memberikan anggukan pelan tanpa melihat Arman.
“Ahahaha… yaudah siap2 pose anda!”
“Ehh gw mau foto bukan berarti mau lagi btw!! Gw nya keliatan gendut banget disitu, jadi gw minta ulang!!!”
Arman tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat Puput yang berasalan habis2an.
“Yok yokkk… satuuu.. dua..”
‘Ckreekk!’
“Lagi gak?” tanya Arman.
“Liat dulu fotonya sini!!” Puput kembali mengecek fotonya. Terlihat pengambilan gambar Arman semakin bagus, namun masih dengan gengsinya ia tidak mau mengaku. Justru ia mengomeli Arman karena dirinya terlihat tidak proposional.
“Ulang ah! Apaan sih!!”
“Yaudah dah ulang2! Hahahaha!!”
“Anjir! Apaan sih ketawa2!! Cengengesan banget heran!!”
“Yaudah ayok bergaya lagi, bu…”
Arman kembali mengambil jepretan foto Puput. Arman juga memintanya untuk berganti gaya yang langsung dihadiahi ocehan Puput.
“Ih ribet!”
‘Ckreekk!’
“AHH BELOM SIAAAAAPPP!!”
‘Ckreekk!’
“ARMAN GW GEBOK LO YA!!”
‘Ckreekk!’
“ENTAR DULUUUU!!”
‘Ckreekk!’
Sontak Puput berlari dan memberikan tendangan mentahnya yang mengarah ke kaki Arman. Ia pun langsung menghindar cepat lantaran cipratan pasir mengenai kaos dan kameranya.
“GW BILANG ENTAR DULU YA ENTAR DULU!! BUDEG LO YA!!”
“Sorry2, tadi setingan gw keganti.” Ucap Arman beralasan.
“Apus gak yang tadi!?”
“Yaudah2 nih gw apus…”
“Gak! Gw yang apus, sini!!”
Puput mengambil kamera Arman lalu menghapus foto2 gagalnya tadi. Arman pun kecewa lantaran Puput terlihat sangat menggemaskan di foto2 tersebut.
“Put…?”
“Paan?”
“Lo wangi banget.”
Arman memuji aroma tubuh Puput yang terhembus oleh angin laut mengarah ke Arman. Ia memang sedang memakai losion untuk membuat kulitnya terlindung dari paparan sinar matahari serta parfum aroma semangka salah satu favoritnya. Mereka juga terlihat sedang berdekatan satu sama lain karena Puput meraih kamera Arman yang masih tergantung di lehernya.
“…….”
Perlahan Puput terbelalak menatap Arman yang ternyata dekat sekali dengan pandangannya. Sontak pipinya bersemu merah dan membuka mulutnya tercengang kecil.
’DUUGG!’
Pukulan keras tepat mengenai bagian ulu hati Arman. Ia mengaduh namun tertawa kecil melihat Puput yang salah tingkah.
“Cowo begokk!! Huhh!!”
“Hihihi...”
“Tawa lo!! Mau gw bogem muka lo, hah!?”
“Bogam bogem.. jadi mau lagi kagak foto nih??”
“Yang bener fotonya! Orang belom siap udah cekrak cekrek!!”
“Tapi tadi bagus kan?”
“Ih mau banget lo dipuji…!!”
“Yaudah gw ganti dah pertanyaannya… tadi lo nya cantik kan?? Eh tapi emang ca-”
“GW TAMPOL LAGI LO YA!! CEPETAN GAAAAKKK!!??” semburat merah kembali muncul di pipinya ketika mendengar pujian nyeleheh Arman.
Ketika sedang kembali mengambil beberapa foto kembali, terdengar suara sayup teriakan dari arah jauh meneriaki.
“CIEEEEEEEEE, PUPUUUUTTT!!”
“ENAK BANGET PUPUUUTT!! DAPET SESI FOTO PRIBADIIIII!!!”
“PEPET TEROS MAAAANNN!! ABISIN UDAAAAHHH!!”
Sontak sesi berfoto pun langsung bubar, apa lagi Puput yang langsung meninggalkan Arman begitu saja tanpa mengatakan apapun.
“Eh, mau kemana?”
Puput tidak menjawab sambil berlalu meninggalkan Arman.
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Hari pun semakin sore karena matahari semakin terbenam. Langit senja berwarna oranye pun terlihat cantik terlukis di horizon lautan. Namun Jessica dan teman2nya sudah terlalu lelah untung sesi foto berlatar langit terbenam tersebut. Hanya tersisa Cecil yang meminta Farhan memfoto dirinya disana. Tentu saja Farhan dengan sangat senang hati menurutinya sampai2 mengambil foto dengan posisi telentang atau tengkurap. Hitung2 ia juga mencuri pandangan kearah paha Cecil yang hanya tertutup rok motif bunga2 yang tertiup angin yang beberapa momen sempat terhembus angin.
Puput seperti biasa melancarkan rencananya untuk bersantai menikmati suasana senja di depan teras sambil menyeruput secangkir teh ‘Chamomile’ nya. Kedua telinganya disumbat ‘earphone’ nya yang memutar instrumen lembut gitar akustik. Bibirnya tersungging senyuman lembut memperhatikan pemandangan sambil menopang pipinya. Bayang2 siluet Cecil dan Farhan yang berlarian diujung sana juga membuat Puput senyum2 sendiri.
This is nice....
Perlahan dari samping kanan, Jessica mendekatkan dirinya lalu mencabut perlahan ‘earphone’ yang dikenakan Puput. Ia memberikan tiupan lembut di bagian daun telinga Puput, membuatnya bergidik geli sambil mendesah tertahan.
“Anh.. eh apa sih ish, ganggu aja lo be…”
“Duuhh serius banget sih si gadis senja iniii..”
“Senja2! Lagi hilinh nich, jangan ganggu ah..”
“Ouuhh hilingg…?”
Lalu Jessica mengambil kursi dan duduk di samping Puput. Aroma sabun tercium semerebak dari dirinya yang baru saja selesai mandi. Jessica memakai tanktop warna putih dengan bawahan celana gombrong motif batik warna coklat dengan rambut merahnya yang masih terlihat basah.
“Put, gw mau nanya deh.”
“Apa?” Puput kembali melepas ‘earphone’ nya mendengar sayup suara Jessica yang tertutup oleh musik yang didengarkan.
“Emang ngeliatin matahari terbenam begini enaknya apa sih?”
“Hmm, apa ya… tenang aja gitu. Pikiran jadi lega seakan2 pikiran penat lepas…”
“Terus2?”
“Apanya terus2?”
“Udah? Gitu doang?”
“Iya.”
Jessica menyenderkan dagunya ke kedua lipatan pergelangan tangannya yang tersandar di meja “Gak paham gw sama orang2 senja2 puitis gitu.”
“Karena gak relate di lo nya Jess. Lo kan ‘Sanguine’ sama ‘Choleric’, mana suka hal2 beginian…” Puput mulai menyebutkan istilah Psikologis kepada Jessica.
“Ah, gw ampe lupa itu apa dah saking udah lamanya kelar kuliah.”
“Sanguine itu ceria, optimis. Kalo ‘Choleric’ itu tempramennya tinggi. Masa lupa..?”
“Lupa gw. Lo tau sendiri kan gw paling dodol pas dulu di kelas...” tukas Jessica enteng mengingat kembali jaman ketika berkuliah.
“Ya kalo diibaratin binatang tuh, gw kucing yang ucuuu, lo tuh anjing… mana anjingnya chihuahua yang kecil2 tapi galak…” celetuk Puput santai menyeruput teh nya.
“Siake! Lo mah lebih ke sapi betina!” Jessica menampar toket Puput yang langsung berguncang kenyal.
“Heh! Gak lo, gak Cecil sama nya ya!!” seru nya langsung menutup erat dada nya.
“Mendingan lo mandi sana, malah ngeteh ngeliatin matahari terbenam, udah kek teletabis aja lo…”
“Aegoo! Ngatur2 kayak emak gw aja…” balas Puput menghabiskan sisa teh nya.
“Hai haii!! Kalian lagi ngomongin gw ya!!??” pekik Cecil menghampiri mereka setelah puas melakukan sesi foto.
“Diiiihhhh… ge er gelaa!!” seru Puput dan Jessica bersamaan.
“Eh, lo jangan ganggu2 Puput napa? Orang dia lagi hiling gegara cape ngantor. Ya gak Put??” hardik Cecil riang ke Jessica.
“Ih biarin, orang gw juga mau hiling!”
“Gigi lo hiling…” celetuk Puput beranjak dari kursinya lalu pergi ke dalam ‘cottage’.
“Eh Put Put, bentar!” panggil Cecil cepat.
“Ape lagi?”
“Hmm… ayo2 be, barengan sama gw.” Cecil menarik2 pergelangan Jessica memberik isyarat.
“Oh iya2… satu… dua…”
“Ciee cieeeee Pupuuuutttt!!”
Jessica dan Cecil kembali mengejek Puput yang sempat berduaan dengan Arman. Sontak ia pun masuk ke dalam sambil mendengus keras.
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Waktu sudah menunjukan pukul 9. Malam ini rencananya Bian ingin mengadakan ‘party’ sambil menyalakan api unggun. Sontak para gadis bersorak riang, namun beberapa kawannya menyarankan diam2 agar acara dilakukan esok hari.
“Eh itu mah besok aja udah, kalo sekarang mah pasti bakalan tepar mereka besoknya…” bisik Tomi mendekat ke Bian diikuti anggukan Riki di sampingnya.
Akhirnya Bian dan yang lainnya memutuskan untuk bermain permainan kartu di ruang tamu ‘cottage’. Terlihat beberapa dari mereka seperti Citra dan Dewi kecewa karena tidak jadi mengadakan api unggun di depan, namun Cecil masih terlihat sangat antusias lalu mengajak mereka berdua untuk ikutan.
“AYUUKK MAEN TRUTH OR DARE!!”
“Yaudah deh ayuk..” setuju Citra sambil duduk bersama membentuk lingkaran.
Jessica yang sudah duduk pun teringat seseorang yang kurang disana “Eh bentar2… Puuuutt….???”
“HMMM!?” sahut Puput dari dalam kamar.
“Ikut maen gaaaakk??”
“Maen apa?”
“Truth or dare?”
“Gaaakk..”
“Ayo sekalii!!” bujuk Cecil kali ini.
“GAAAAK… NGANTUK!”
Lalu Jessica pergi ke dalam kamar yang sudah sejuk karena udara AC yang menyala.
“…….”
“Ngapain si Jessica?” tanya Farhan memperhatikan pintu kamar yang setengah terbuka.
“Biasalah, ngajak orang paling mager diantara kita semua.” Celetuk Citra pelan.
“……”
Beberapa saat kemudian terdengar suara pekikan dari dalam sana.
“….!!”
“Gak mauuuuu!!! Ahhhh kyaaaaaa!!! Jessicaaaaa!!”
Cecil yang mendengar teriakan tersebut langsung ikutan masuk disusul oleh Dewi. Lalu mereka bertiga pun menyeret keluar Puput yang sudah mengenakan piyama ‘babydoll’ warna biru muda dengan ‘head band’ merah muda.
“Ikut bentaarr!!”
“Iiihh gak mauuukk!! Apaan sihhh!!”
“Yaudah kalo lo menang lo cabut lagi ke kamar deeehhh…” ucap Cecil yang sedang mengangkat kedua kaki Puput.
“GAK ADA MENANG KALAH KALO DI TRUTH OR DAAAAAARE!!!!”
“Ayuk Put, sekali aja yaaa…” Marina kini juga ikutan membujuk Puput yang sudah didudukan di dalam lingkaran.
“Ck… yaudah2!! Sekali aja… abis itu gw mau balik baca2 lagi di dalem!!” Puput akhirnya menyetujui untuk ikutan main.
Lalu mendadak ia menyadari bahwa dirinya sedang duduk tepat di samping Arman. Seketika ia langsung berpindah tempat di samping Citra “Be, gw disitu dong.”
Arman hanya melirik sekilas Puput dan memperhatikan kembali ponselnya yang memperlihatkan grafik lajur saham nya.
“Udah sih, lo mah ngegalauin gituan terus. Sabar wae sabar…” celetuk Farhan layaknya seorang ahli.
Arman tidak menanggapi dan menaruh ponselnya di samping kiri. Lalu permainan pun segera dimulai. Bian mengeluarkan satu dek kartu dan sebuah kotak persegi panjang. Ia menaruhnya di tengah2 mereka semua sambil perlahan mengeluarkan isi dari kotak tersebut.
“Lho, katanya truth or dare?” Puput membeo bingung ketika melihat benda yang dikeluarkan adalah sebuah ‘Jenga’ (
atau bagi para pembaca yang belom tau, Jenga itu kayak ‘Uno Stacko’ yang kayak menara disusun pake blok warna warni…)
“Iya, emang truth or dare ini Put.” ucap Marina membantu Bian merapihkan susunan blok yang sedikit berantakan.
“Kok kayak jenga?”
“Emang ini truth or dare tapi bentukannya jenga.”
“Jadi maen truth or dare apa jenga sih?” Puput masih rewel tidak berhenti bertanya.
“Dua2nya cabe. Nanya lagi gw cium nih lama2…” jawab Marina malas.
Lalu Puput memperhatikan susunan blok tersebut dari atas sampai bawah. Terlihat beberapa warna seperti hijau tua, merah, dan tekstur kayu polos tanpa warna tersusun acak membentuk menara kecil disana. Disampingnya juga ada sebuah dek ‘truth or dare’ tambahan yang sebenarnya tidak ada hubungannya, namun seolah2 dikaitkan dengan permainan tersebut.
“Kok maen dua?” tanya Puput masih kepo.
“Emang dua maennya…” jelas Marina mengocok dek kartu tersebut.
“Biar apa?”
“Biar seru… HUHH!! BERISIK AMAT SIH BETINA!!” Jessica meremas paha mulus Puput karena gemas dengan ocehannya.
“AWHH!! Sakit..!!” Puput terperanjat kaget menahan rintihannya.
“Udeh belom nih?” tanya Marina kepada mereka berdua.
“Ayo udah dimulai aja.” pinta Yosep diikuti oleh sorakan Dewi dan para perempuan.
“Ayo ayooo ayooo!!”
“Sebelomnya udah pada ngerti kan maennya?” tanya Bian.
Semuanya menggeleng kecuali Puput yang menatap tajam blok tersebut.
“Puput udah ngerti?” tanya Bian.
“Hm?”
“Udah yang, dia udah ngerti. Cuman emang begitu aja ekspresinya kalo lagi mikir strategi, serius banget…” Marina memberik klarifikasi sambil menepuk pundak Bian.
“Oalaahh gitu. Santai aja Put, ini cuman have fun doang kok kita. Hahahhaa…”
“Iya, tegang amat sis. Santuy2!!” celetuk Farhan menenangkan Puput.
Ia melirik sekilas orang2 yang mengomentari dirinya. Sebenarnya Puput terlihat sangat was2 karena ia tidak tahu pertanyaan2 apa yang tertulis di blok dan lembaran kartu tersebut, bisa saja pertanyaan privasi atau tantangan aneh bin nyeleneh. Ia juga agak khawatir dengan siapapun yang mungkin akan melakukan hal yang macam2 nanti kepada dirinya jika mendapat ‘dare’ atau memberikan pertanyaan yang menyebalkan ketika mendapat ‘truth.
“Heh.. diem aja. Itu ditanyain lo Put!” Dewi menoel Puput yang terlalu fokus berpikir.
“Ah, iya2 kenapa?”
“Udah siap belom?” tanya Bian kepada dirinya.
Puput mengangguk berkali “Yaudah ayuk mulai aja.”
“Oke. Jadi warna ijo itu ‘truth’, warna merah itu ‘dare’ ya kawan2. Nah yang polos ini berarti kudu ambil di dek kartu ini.” ucap Marina menjelaskan maksud dari setiap warna blok.
“Gw dulu deh yang mulai, abis itu muter dari gw ke Bian, seterusnya yaa.”
Marina mengambil blok warna hijau di bagian tengah dengan hati2. Cecil, Dewi dan Citra terlihat menatap sambil tersenyum penasaran tulisan yang tertera disana.
“Apa tuh apa tuh, tulisannya? Baca dooong…” desak Cecil tidak sabaran.
“If you are the mamals, what type of mamal are you?”
(
Jika lo adalah mamalia, mamalia jenis apakah elo?)
Sontak mereka semua bersorak ribut. Ada yang tertawa, ada yang kecewa karena pertanyaannya sangat mudah dijawab, ada yang bernapas lega, ada yang masih diam saja seperti Puput seorang.
“Ennggg, how about… bunny? Bunny bunny bunny…!! Hehehee…”
Marina menyenderkan tubuhnya berkali2 ke Bian sambil menggodanya.
“Ih gampang amat pertanyaannya!!??” cicit Cecil menatap Marina tidak terima.
“Yeee tunggu dulu dong. Abis ini kan ada lagi yang susah…”
“Ada pertanyaan yang nyuruh ganti genteng rumah kagak?” celetuk Farhan melawak garing.
“Ada sih, tapi cuman khusus buat lo doang cui.” Balas Yosep diikuti tawa oleh mereka.
Lalu permainan pun dilanjutkan. Kali ini giliran Bian yang mengambil blok di bagian agak kebawah dari tempat yang diambil oleh Marina tadi.
“If you could have anything, what would it be?”
(
Kalo lo bisa punya segalanya, apakah itu?)
“Hmmm, of course, the one and only…”
Bian mengelus paha Marina yang tertutup legging hitam sambil tersenyum menatapnya. Sontak para perempuan histeris karena meleleh mendengar jawaban Bian, sementara Farhan, Tomi, dan Yosep tertawa terbahak karena tidak kuat mendengar jawaban gombal tersebut.
“Adududuhhh… panas ya bund!” sindir Dewi tajam.
“Iya nih, banyak nyamuk juga nih yaaa! Ehem ehemmm…” sambung Cecil menyibak rambutnya.
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
“Hahhh… ini….” Dewi membaca tulisan dari blok merah yang ia ambil “Do a ‘rock-paper-scissor’ with a person on your right. The losers will get slaped.”
(
Mainkan suwit bersama teman di sebelah kanan lo, yang kalah bakal ditabok)
“Dihh, apa2an tuh!?” pekik Citra ketika mendengar ‘dare’ yang dibacakan oleh Dewi. Ia mengoceh karena posisinya berada tempat di samping kanan Dewi.
“AYO BE!”
“Eh eh tunggu!”
“Gam suit!!”
Dewi langsung menampar toket Citra sekeras mungkin karena ia memberi ‘gunting’ sementara Dewi menunjukan ‘batu’.
“Anyinggg!! Lo mah naboknya gak kira2!!” pekik Citra menutup dadanya kuat2 “Harusnya Puput noh yang dapet ginian. Ditabok kenyel!”
Mereka semua pun langsung melirik kearah Puput. Sontak ia juga ikutan menyilangkan pergelangannya menutup toketnya “Aaahh apaan sihh padaaaa!!”
Farhan yang mendengar omongan mesum Citra mengambil napas kuat2 sambil mengelus wajahnya.
Lalu permainan pun kembali dilanjutkan. Banyak dari mereka yang mengambil karena ternyata tantangan lebih menarik dibandingkan harus menjawab pertanyaan dari blok hijau, atau mengambil blok warna polos untuk mengambil selembar kartu di samping.
“Ohhh yang ini indo nih tulisannya.” Citra membaca barisan tulisan yang berada di kartu tersebut “Apa yang bikin kamu bahagia banget? Hmmm… berkumpul dan berlibur bersama teman2 acuuuuuu!!!”
“UUUUUU TAYAAANNKKK!!” Cecil memeluk erat Citra diikuti oleh Dewi dan yang lainnya.
“Ah, enak ya, cewe kalo pelukan kagak keliatan homonya.” Celetuk Tomi melihat sekumpulan para perempuan sedang saling berpelukan.
“Kiss the person on your left or right.” Ucap Cecil ketika mengambil blok warna merah.
(
Cium orang yang berada di kiri atau kanan mu.)
“Muahhh…” Ia lantas langsung mencium pipi kiri Puput.
“Ishh Cecil...” gumam Puput sedikit risih karena Cecil langsung bertindak agresif.
“Hehehe… mau lagi gak?” tanya Cecil dengan nada manja.
“Ih jangan ah, malu2.”
Sontak Cecil pun melompat ke Puput dan memberikan ciuman serta pelukan.
“Muahh muahh muahhmuahmuahhh!!”
“Mmmm Ceciiiiilll!! Pipi gw basaaah inii!!”
Melihat kemesraan Cecil yang masih sengit mencium Puput, Farhan kembali terlihat gelisah sambil mengelus pahanya sendiri.
“Love you Pupupupu...”
“Pret ah!”
Dan akhirnya tiba giliran Puput yang mengambil. Ia pun memperhatinan susunan blok yang sedikit terlihat celah di bagian tengah. Sepertinya Puput akan mengambil blok tanpa warna karena ia sungguh malah bergerak atau menjawab pertanyaan kritis dari blok hijau.
“Hah!? Kok giniiiii!!??” Puput kaget dengan tulisan yang ia baca barusan.
“Apa tulisannya, Put?” Marina meminta blok tersebut lalu membacanya.
“Ohhh, ambil blok hijau.”
Ekspresi Puput pun terlihat geram memanyunkan bibirnya. Salah satu blok yang paling ia hindari akhirnya harus diambil dengan terpaksa. Tak henti2nya sorak dan tawa dari teman2nya yang mendukung Puput agar ia tidak menjatuhkan menara tersebut.
Jambu! Kenapa sih ada aja pertanyaan begituan!?
Setelah mengambil, ia termenung sambil membaca tulisan dari blok hijau tersebut.
“Ck…”
Puput menghela napas panjang. Sontak pipinya menjadi sedikit memerah setelah membaca tulisan tersebut.
“Apa tuh Put? Bacain dong!” pinta Cecil tidak sabar.
“Intinya…. siapa yang kira2 cocok jadi pasanganmu di ruangan ini, dan kenapa?” Puput langsung mengucapkan terjemahannya langsung dengan nada semalas mungkin.
Ruangan pun kembali terdengar heboh. Kali ini suara pekikan histeris terdengar dibarengi dengan suara batuk dari para lelaki ketika mendengar pernyataan yang akan menghebohkan ‘circle’ mereka.
“Waooow, dijawab dong atuhhh say.” tantang Jessica memanasi situasi.
“Ayo dong jawab Puput!” tambah Dewi juga ikut2an.
“Puput! Puput! Puput! Puput!” Cecil menyoraki Puput sengit sambil bertepuk tangan.
Puput semakin cembetut namun juga sedikit tersenyum karena tingkah laku teman2nya. Ia menutup setengah wajahnya karena juga menahan malu.
“Heh, jangan diem aja bestieee… dijawab dulu ituu…” hardik Marina ke Puput.
“Boleh di skip aja gak sih ini?” tawarnya kepada yang lain.
“PALE LO SEKIP! Ayo doong, cowo2 disini udah pada nungguin nihhhh…. hehehhe…” celetuk Jessica yang membuat Puput semakin tengsin.
Puput menarik napas panjang. Diantara para laki2 tersebut, ia tahu siapa yang paling terlihat ge er. Puput melirik sekilas kearah Arman yang memperhatikannya dengan ekspresi tajam dan dinginnya. Arman juga menahan senyuman lantaran tidak tahan melihat Puput yang malu2.
“Yaudeeeh yaudeeeehh, gw jawab nihhh!!”
Akhirnya Puput memberanikan diri untuk memberikan jawabannya.
“Jawabannya…… tentu tidak ada sama sekali.”
Sontak suasana di ruangan ramai akan sorakan kecewa mendengar jawaban Puput.
“Karena daku masih ada cowo gaes… doi lagi dinas keluar kota gituuu. Namanya er a.. ra.. eng ge a… ga… siapaaa??” tanya Puput ke Cecil dan kawan2nya.
“Rangga…”
“Rangga Artamevi.”
“Iye2 Rangga…”
Mereka semua menjawab dengan nada suntuk.
“Nahh gituu. Jadi gitu ya jawabannya, tidak ada. Hehehe...” Puput meletakan kartunya disamping tumpukan kartu yang telah selesai dibaca.
“Penonton kecewaaaa!!! Huuuu…” Cecil menyerukan kekecewaannya “ayo gengs kita sorakin Puput… huuuu!”
“Huuuu”
“Huuuu”
“Eh, ini jangan nyorak2in terus! Dilanjut game nyaaaa..!!” Puput mengalihkan perhatian meminta permainan kembali dilanjutkan.