Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA QUEEN BEE - Puput New Story's

halow2 para pembaca sekalian, akhirnya ane sempet nongol lg disini buat nengok keadaan lapak wkwkwkwk

seperti yg udah dijanjikan sebelumnya, jika page sudah lompat 2 ane akan upload cerita puput segera
 
Bagian Lima Belas




Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi di daerah Bogor dan sekitarnya. Matahari pagi ini sedikit tertutup oleh awan karena cuaca sedikit mendung di bagian gunung Mas. Perlahan bergerak menutupi sinarnya, membuat cuaca di sekitaran menjadi sejuk menuju dingin.

Terlihat dari luar cabin sudah mulai banyak para pengipan cabin melakukan aktvitas luar ruangan seperti berlari pagi, menikmati cuaca sejuk di teras masing2 cabin dengan makanan dan minuman, muda mudi yang sibuk berfoto atau anak2 yang asik bermain dengan sebayanya.

Di salah satu cabin, terlihat seorang Puput sedang bersantai di teras sambil duduk di sebuah kursi dengan secangkir teh baru karena teh buatannya di awal telah mendingin karena dibiarkan akibat “persaingan adu skor” antara Puput dan Arman.

Saat ini skor sementara masih 2 sama dengan keduanya yang tidak mau mengalah satu sama lain. Namun hasil dari skor seri tersebut, Puput merasakan pegal yang teramat sekarang di kedua paha serta vaginanya. Hujamat penis Arman setelah ia berusaha menyamai skor membuat Puput jadi gempor disela2 menikmati teh dan pemandangan sejuk kaki gunung.

“Put, enaknya paket Steamboat atau American Breakfast?” tanya Arman keluar dari cabin memperhatikan layar ponselnya yang menampilkan paket menu sarapan yang disediakan oleh fasilitas penginapan. Aroma sabun maskulinnya tercium semerebak karena ia baru saja selesai mandi membersihkan tubuhnya setelah Puput merengek ingin mandi duluan.

“Steam boat? Pagi2 begini?” Puput menatap Arman polos namun nada suaranya terdengar heran.

“Ya, kenapa emang?”

“Gak mau ah, entar gw gendut.”

“Mulai dah….” ucap Arman malas mendengar alasan tidak masuk akal Puput.

“American Breakfast aja” Puput meminta ponsel Arman untuk ia lihat sendiri “udah sono lo pake baju ishhh…. Ngapain sih keluar2 gini telanjang dada begitu??? Gak kedinginan apa?”

“B aja.” singkat Arman memberikan ponselnya.

“Ih, dasar manusia goa.”

Lalu Puput melihat menu makanan dengan saksama. Tampilan barisan menu yang rapih serta beberapa foto tampilan makanan dan minuman membuatnya mudah untuk dipilih. Ia masih sibuk mencari makanan yang tidak hanya terlihat enak namun estetik ketika difoto.

“Maaaaannn?” seru Puput memanggil Arman yang berada di dalam.
“Apa? Udah kelar milihnya?”

Arman keluar dengan kaos hitam oversize dengan celana pendek coklat dan rambut yang terlihat lepek sehabis mandi.

“Mau yang ini.”

Arman melihat tampilan menu makanan yang telah dipilih oleh Puput “Good choice.”

“Ish, sok Inggris lo…”

“My turn now.” Arman semakin melanjutkan bahasa Inggrisnya tanpa mengubris Puput, membuat perempuan yang dudul di depannya memutar matanya malas.

“Dah. Sekarang tinggal nunggu pesenannya dateng.” Ujar Arman setelah ia selesai memilih makanannya.

“Makan apa lo?” tanya Puput penasaran.

“Kepo. Tar juga tau…”

“Ishhh, paan sih…” Puput bergidik jijik melihat sikap sok misterius Arman.

Sedang asik duduk memperhatikan pemandangan, Arman mengeluarkan sebatang rokok dari kotak rokok di kantongnya. Ketika ia sibuk menyalakan rokoknya, ia merasa ada sesuatu yang menatapnya nanar dari arah samping. Tentu saja Puput, yang notabene tidak suka asap rokok menatap Arman tajam sambil melipat kedua lengannya.

“Ngeliatnya gitu amat.” celetuk Arman melirik Puput.

“Lo coba ngerokok depan gw, gw hajar ya lo!” ancam Puput menunjukan kepalan tangannya kuat2.

“Iye2…”

Arman kembali memasukan rokoknya kedalam kotak. Mau tidak mau mulutnya harus menahan rasa asam karena sudah seharian tidak menghisap nikotin.

Puput tidak mau udara sejuk pemandangan pagi ini terganggu oleh asap rokok tidak jelas dari Arman. Tubuhnya juga terasa sudah segar karena sudah membersihkan diri setelah insiden ‘tusuk menusuk mesra’ beberapa jam lalu. Sekarang ia sedang memakai kaos ketat warna krem, celana legging hitam, dan jaket hoodie warna abu kepunyaan Arman sambil duduk termenung menikmati seduhan teh.

“Ape lo liat2?” ketus Puput menatap Arman tersenyum melihat dirinya.

“Jaket siapa tuh yang lo pake?”

“Gak tau, mungut aja gw di jalan.” jawab Puput asal memutar bola matanya sambil mengulum bibirnya.

“Tapi nyaman kan?”

“Hiiiishhh… paan sih lo…”

Mendengar godaan Arman membuat wajah Puput menghangat dan muncul rona merah. Ia membuat wajahnya kearah lain tidak mau menatap Arman yang tertawa kecil.

“Udaranya dingin, cardigan gw gak mempan buat nutupin dingin, jadi yaudah gw pake aja jaket dari orang gak jelas waktu itu…”

“Siapa tuh orang gak jelasnya?” Arman semakin menggoda Puput.

“Tau. Gak jelas pokoknya….” Puput memasang wajah manis masih dengan bola matanya yang diputar kearah lain.
 
Singkat cerita sarapan mereka pun datang. Setelah diantar oleh pelayan yang bertugas di meja teras, Puput memberikan terimakasihnya dengan manis kepada pelayan tersebut. Ketika sudah jauh, ia langsung mengeluarkan ponselnya dari saku jaket lalu mengambil foto makanan pesanannya di bagian sudut.

‘Cekk cekk cekk’

“Ih kok gelap banget ya keliatannya...” keluh Puput melihat hasil jepretannya.

Lalu Puput meirik kearah Arman yang sedang menikmati santapannya santai. Seakan sudah tahu jika Puput memandangnya, Arman pun langsung menanggapi.

“Nape?”
“Potoin dong.”

“Potoin apa?” tanya Arman berpura2 bodoh.

“Iniiiii… makanan gw.”

“Bentar ah.”

Mendengar penolakan Arman membuat Puput mengulum bibirnya dan merenyitkan alisnya “pelit banget sih lo, orang minta bantuan buat poto doang.”

“Kan lagi makan.”

“Yaudah gw poto sendiri aja!”

Puput kembali mengambek sambil kembali mengarahkan kamera ponselnya ke makanannnya. Sekitar 30 detik Puput masih berkutat sulit dengan beberapa jepretan gambarnya. Melihat Puput tidak kunjung memakan makanannya membuat Arman jadi sedikit geregetan. Rasanya ingin ia langsung menyuapi hidangan tersebut ke mulut Puput agar cepat dihabiskan dan tidak keburu dingin. Jadilah Arman beranjak dari kursinya dan berdiri disamping Puput.

“Sini dah, mana hape lo.”

“Eh, mau ngapain lo?” Puput berontak ketika ponselnya diraih oleh Arman.

“Mau kagak gw potoin?”

Puput diam. Ia tidak langsung menanggapi pertolongan dari Arman. Puput tahu jika ditangan Arman hasil jepretannya akan sangat bagus, namun sekali lagi ia masih dengan gengsinya. Tentu Puput langsung memberikan penolakan sambil mendorong dada Arman.

“Gak mau! Lo ngeselin abisnya!”

“Yodah kalo gitu mah…”

Dengan santainya Arman segera kembali ke tempat duduknya. Baru saja ia melangkah, kaos hitamnya langsung ditarik bagian bawahnya oleh Puput.

“At least ajarin gw poto….” Puput berusaha menatap Arman dengan rona merah di pipinya.

Arman sudah sangat tahun gengsi perempuan cantik satu ini sangatlah tinggi. Makanya, ia tidak mau ambil pusing dan tetap cuek. Terlihat akhirnya Puput sendiri yang menyerah menurunkan egonya agar masalah tidak menjadi panjang.

“Yaudah sini gw kasih tau cepet aja ya, biar nanti makanan lo kagak makin dingin itu.”

“Hmmm…”

Lalu Arman memberikan kursus singkat mengenai fotografi terutama aspek fotografi makanan. Mulai dari penjelasan dasar mengenai cahaya, fokus lensa kamera, pengaturan keseimbangan warna, sampai praktek pemotretan. Semua itu ia jelaskan secara singkat ke Puput yang memperhatikan dengan saksama namun juga berdebar lantaran tubuh Arman yang berada di belakangnya cukup mendekap kepada dirinya saat ini.

“Nah, pas udah begini lo liat sekarang tone warna di makanannya keliatan natural apa gak. Kalo warnanya kelewat medok lo turunin saturasinya, banting ISO nya juga jangan kelewat banyak, terus coba ambil angle yang sedikit beda kayak 70 derajat di bagian sini, maaf…”

Arman mengarahkan kedua lengan Puput yang sedang memegang kamera ponselnya perlahan. Lalu Puput pun menekan tombol putih untuk mengambil gambar, namun terlihat jarinya sedikit gemetar lantaran tatapannya tidak fokus kepada tangkapan di layar ponsel melainkan punggung tangan Armang yang kekar dengan urat nadi yang samar.

“Nah coba lagi lo ambil sendiri..”

“He-eh…”

‘Cekk cekk’

Beberapa jepretan kemudian Puput kembali melihat galeri ponselnya. Terlihat perbedaan yang cukup signifikan dari foto yang ia ambil sendiri tanpa menggunakan skill sama sekali dengan foto yang telah diajari tata cara pengambilan gambarnya oleh Arman.

“Gimana Put?”

“Hmm ya lumayan.”

Agak berat kata pujian keluar dari mulut Puput untuk Arman. Dengan kondisi “waras” seperti ini, ia tidak biasa memuji atau mengapresiasi apa yang Arman lakukan.

“Sama2.”

“Ye makasih…” ucap Puput malas mengerti maksud Arman yang bernada sindiran.

“Yaudah makan cepetan.”

Puput akhirnya menyantap makanan yang sudah agak dingin tersebut. Selagi menyantap, ternyata suasana hatinya tidak begitu bagus. Setelah tadi lengannya digenggam dan tubuhnya didekap oleh Arman, entah mengapa dadanya masih berasa berdebar seakan2 genggaman dari tangan Arman masih belum hilang sampai saat ini.

Puput pun sempat mencuri pandangan kearah lengan Arman yang sedang sibuk dengan ponselnya. Masih terlihat ukiran samar urat yang tebal disana. Semakin Puput memperhatikan, semakin jantungnya berdengup kencang. Wajahnya kembali memanas dan tenggorokannya menelan salivanya kuat2.

“Kok diem aja?” tanya Arman mulai memperhatikan Puput dengan curiga.

“Ah, ennhh… enggak kok, ini lagi makan!”



++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Puput mengelap mulutnya dengan tisu setelah selesai menyantap hidangan sarapannya. Terlihat matanya kembali menajam menatap Arman karena Arman sedang mengeluarkan sebatang rokok untuk ia hisap.

“Masa sama sekali kagak boleh, Put?”

“Gak! Kalo lo mau ngerokok mending jauh2 dari gw!”

“Iye2 dah….”

Arman kembali memasukan rokoknya dengan ekspresi kecewa namun tersenyum secara bersamaan.

“Minggir.” pinta Puput menepuk pundak Arman agar berkutar posisi duduk dengan dirinya “gw mau menikmati pemandangan dulu.”

“Terus gw ngapain?”

“Tau! Ngapain kek, maen di kebon kek! Nangkep capung kek! Terserah!!”

“Yaudah gw tinggal bentar ya, Put.”

Arman beranjak dari sana untuk pergi ke suatu tempat.

“Mau kemana lo?” tanya Puput melihat Arman yang sungguh2 pergi.

Noh kan nanyain juga lo ujung2nya….
“Ada lah sedikit.”

“Hah? Apa sih?” tanya Puput heran dengan ketidakjelasan Arman.

Lalu Arman mengeluarkan sekotak rokoknya dan menunjukan kearah Puput sambil melambaikannya pelan.

“Hishhh… yaudah2 sonoooo!!”

“Hehe, thanks Put. Gw kagak lama kok, tenang aja.” ucap Arman ramah karena telah hak untuk merokoknya telah diijinkan oleh Puput.

“Pokoknya lo balik2 bau rokok, awas ya! Lo tidur di taman pokoknya!” ancam Puput galak.

“Oh jadi lo mau tidur sama gw sekarang nih?” balas Arman tidak kalah.

“Idih idihh!!! Udah sono ngerokok iihhhh!!! Jayus banget sumpah!!” Puput menutup telinganya rapat2 lalu membuat tatapannya.

Setelah selesai berperang mulut, Puput akhirnya mendapat ketenganan batin duduk sendiri di teras cabin. Sempat dadanya kembali berdengup lantaran ucapan Arman tadi. Rasa malu, jengah, namun berdebar membuat Puput berusaha habis2an menenangkan dirinya saat ini.

“Huhhhh… tarik napas…. Mmmmhh…. Oke… udah tenang Put… dia enggak ada disini sekarang. Si cowo itu sekarang lagi enggak tau kemana….” Puput begumam menenangkan dirinya “sekarang lo bisa tenang menikmati pemandangan alam kembali… and enjoy this moment, please…”

Setelah menenangkan diri, Puput mendekatkan kursinya sedikit ke pinggir teras untuk semakin jelas melihat pemandangan. Terlihat juga beberapa cabin yang terisi oleh pengunjung yang juga sedang bersantai menikmati segarnya udara serta asrinya rerumputan, tanaman, dan pepohonan yang menghiasi.

Menenangkan diri diantara pemandangan alam adalah salah satu kegiatan favorit Puput. Selain dapat menenangkan diri dari hingar bingar perkotaan, udara disini juga terasa cukup segar. Meskipun beberapa tarikan napas masih terasa aroma asap rokok atau vape dari beberapa pengunjung, tidak membuat Puput menjadi gusar. Namun jika asapnya terlalu dekat semisal Arman menyalakan sebatang rokok dan berada didekatnya, bisa dipastikan Puput akan mematahkan rokok tersebut lalu menyuruh Arman menelannya.

“Aishh, ngapain sih gw mikirin dia lagi? Orang lagi tenang gini juga…” gumamnya terhasut oleh pikiran2 soal Arman.

Berbicara soal Arman, saat ini ia sedang berada tidak jauh dari cabin tempatnya menginap. Ia berjalan mengikuti papan petunjuk arah sambil melihat ponselnya.

“Lounge di bagian utara, blok 41-45.”

Arman memperhatikan 4 petunjuk arah yang berada di perempatan. Salah satu petunjuknya mengarahkan ke sebuah tempat berkumpul dengan beberapa kotak sebagai kursi untuk duduk. Disana terlihat orang2 sedang duduk bersantai, mengobrol dengan pasangan, atau menjaga anak2nya bermain disana.

“Sip, akhirnya ada tempat duduk.”

Sesampainya disana, Arman langsung menyalakan rokoknya dengan sedikit susah payah lantaran angin sepoi berhembus memadamkan apinya.

‘Crekk crekk crekk crekk’

“Ck, susah amat dah.” keluhnya tertunduk dengan rokok yang sudah tersangkut di bibir.

Sedang ia kesusah menyalakan korek, datanglah seorang perempuan menghampiri Arman sambil memberikan bantuan telapak tangan gara memudahkan Arman menyalakan api koreknya.
 
“Lho, si Tasya ternyata.”

“Hehe, ngapain lo disini anjir?” tanya Tasya ramah dengan suara perempuan yang agak berat dan serak mencolek pundak Arman.

“Ngadem.” jawab Arman singkat namun ngasal.

“Ngaco lo, hihihi. Lo gak mungkin kan kesini sendiri?”

“Gak. Gw sama yang laen.”

“Noh kan udah ketebak. Jadi sama yang mana lagi sihhh???”

“Ya ada lah pokoknya. Entar juga lama2 lo tau” Arman menepuk kursi yang berada disampingnya mengajak Tasya untuk duduk “duduk2 Tas, masa diri aja…”

Tasya lalu duduk disamping Arman. Ia juga merogoh saku celana Arman dan mencomot sebatang rokok “Emang lo gak sama si itu?”

“Sama siapa?” tanya Arman menyalakan rokok di bibir Tasya.

“Fuhhhh… sama siapa tuh… si Amanda.”

“Gak. Gak tau kemana tuh lonte…” jawab Arman santai namun tajam.

“Ih jahat anjir mulutnya. Gak boleh gitu, Man.” Tasya menasehati Arman sambil tersenyum ngeri.

“Ah, kayak elo enggak tau gw aja kalo udah kesel sama orang.”

“Ya tapi kan gitu2 dia tetep cewe lo. Eh, masih jadi cewe lo gak sih tuh orang?”

Arman hanya menaikan kedua bahunya. Saat ini ia tidak ingin membahas soal Amanda lebih jauh. Biarkan perempuan matre itu tidak jelas keadaannya sekarang. Semua media sosial dan kontak telepon Amanda sudah Arman blokir. Ia bisa bernapas lega walaupun sedikit karena masih harus meladeni satu perempuan ketus yang sedang bersantai di cabin.

“Lo kesini sama siapa, Tas?” tanya Arman setelah menghembuskan asap rokoknya.

“Tuh.”

Tasya menunjuk seorang anak kecil perempuan berusia 7 tahun sedang bermain bersama dua orang perempuan diujung tidak jauh dari tempat mereka duduk.

“Siapa?”

“Anak gw sama adek gw lah. Pake nanya lagi lo…”

“Yeeee kan gw kagak pernah liat ade2 lo. Anak lo aja baru liat sekali doang gw, itu juga pas jaman dia masih umuran 2 taon kan…”

Tasya memberikan lambaikan tangan kepada mereka. Sontak anak perempuan tersebut berlari menghampiri Tasya lalu memeluknya.

“Mamaaaaa!”

“Hupp! Aduh kamu sekarang berat banget sih, dek. Hihihi…” canda Tasya membalas pelukan setelah puntung rokoknya ia buang jauh2.

“Maaa…?” anak perempuan itu terlihat takut sambil memeluk Tasya ketika melihat Arman yang sedang duduk disamping.

“Eh kenalan dulu sini sama temen mama, sayang!” Tasya dengan lembut berbicara kepada Tania, anak semata wayang Tasya yang terlihat takut memandang Arman.

“Mmmm…” Tania menggeleng memeluk erat pinggang Tasya.

“Kenapa nak? Takut?”

“Mmmm…” Tania bergumam mengiyakan.

“Eh, masa takut? Ini kan temen mama, yuk kenalan dulu yuk sama om ini…”

Tasya mengangkat wajah Tania perlahan. Lalu ia menggenggam tangan Tania lalu mengusap perlahan agar Tania mau memberikan salam.

“Coba yuk… halo ooom, gitu…” pinta Tasya kepada Tania.

“Ngalo om…” ucap Tania dengan malu2.

“Halo? Namanya siapa?” tanya Arman sambil tersenyum.

“Tania.” jawab Tania masih dengan ekspresi malu dan takut.

“Oh Tania. Kenalin nama om, om Arman. Salam kenal ya…” Arman memberikan telapaknya untuk ‘tos’ dengan Tania.

“Tuh, om Arman mau ngajak tos dedek.”

“Mmmm…”

Tania masih menunjukan sikap malunya. Tasya lalu misuh menasehati Tania, namun langsung dicegah oleh Arman.

“Udahlah gapapa, Tas. Namanya anak2 yang kayak gini masih malu kali ketemu orang.”

“Hahaha, iya Man maaf ya… anak gw emang kolokan banget kalo sama gw soalnya.” Tasya lalu mengangkat Tania lalu memangkunya di kedua pahanya.

“Tania?” tanya Arman sekali lagi ke Tania “Tania umur berapa?”

“Tuh, adek ditanyain umurnya berapa.”

“E-enem…” jawab Tanua masih malu2.

“Ohhh, enem tahun. Berarti beda sepuluh tahun ya sama om Arman?” canda Arman yang langsung dibalas oleh ‘hot mama’ dari Tania.

“Heh, enem belas taon dong lau. Hahaha…”
“Kan emang masih muda.”


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Setelah mengobrol dengan Tasya serta anak dan adik2nya, Arman pun kembali ke cabinnya. Dua batang rokok telah ia habiskan sudah. Rokok kedua ia hisap setelah anak dari Tasya dibawa pergi cukup jauh untuk kembali bermain bersama kedua tantenya. Meskipun Arman adalah seorang perokok aktif, ia tidak ingin orang sekitarnya menghisap asap rokok yang ia hembuskan.

Cukup dirinya sendiri saja yang teracuni oleh asap nikotin, jangan orang lain termasuk Puput. Sebenarnya ia memang sama sekali tidak ingin merokok dekat dengan Puput. Namun ekspresi juteknya membuatnya semakin manis termasuk menegurnya keras agar tidak menyalakan sesundut api pun di ujung rokok.

Jika diingat2 Arman pun sekilas tersenyum dengan sendirinya. Sudah lama sekali ia tidak jahil dengan seorang perempuan. Pernah sesekali ia menjahili Amanda ketika mereka masih berhubungan “sehat”, namun berujung dengan sebuah keributan karena ketidakpahaman Amanda disertai perasaan sentimennya. Maka dari itu Arman sudah tidak mau menunjukan jenakanya kepada Amanda semenjak kejadian tersebut. Sudah cukup membuatnya terasa pahit mengingat hal tesebut.

Tidak butuh waktu lama untuk Arman sampai ke tempat cabin ia dan Puput menginap. Namun ketika melihat dari jauh, di teras cabin terlihat Puput sedang mengobrol dengan seorang laki2 dan perempuan. Mereka juga terlihat sedang menuntun dua orang anak kecil yang agak tidak bisa diam dan bergerak kesana kemari.

Sesampainya disana, Arman menatap mereka berdua sambil memberikan senyuman tipis. Rupanya Yuli sedang membawa keluarganya berlibur juga di tempat ini bersama dengan keluarganya. Arman menaikan kedua alisnya sambil memberikan senyum tipis kepada mereka berdua.

“Halo? Eh, ini Arman ya?” tanya Yuli mengenali wajah Arman.

“Iya. Lo Yuli kan yang waktu itu dateng pas lagi makan2 bareng si Marina dia pada?”

Arman dan Yuli terlihat saling bertukar ramah, namun tidak dengan Puput. Walaupun senyuman masih terlihat mengembang di bibirnya, mimik wajah kaget, tegang, dan kesal sedang ia tutupi susah payah. Ia tidak menyangka bahwa Yuli ada disini bertemu dengan mereka berdua.

Nahasnya, Arman tiba2 langsung kembali dan menghampiri mereka berdua. Puput khawatir jika Yuli salah paham dengan dirinya dan Arman yang sedang berduaan menginap disini. Yang Yuli tahu bahwa Puput masih bersama dengan Rangga namun ia tidak sampai mengetahui bahwa Puput sudah dilamar.

“Eh, kok kalian bisa ada disini berdua?” tanya Yuli yang membuat Puput semakin canggung.

“Ah, enggak. Dia…. enggg… dia sepupu gw.”

“Sepupu?”

“Iya. Sepupu jauh gw gitu lho, Yul. Iya kan Man?” tanya Puput beralih ke Arman disertai tepukan yang lumayan keras di lengan kanannya.

“Ah, kata siapa sepupu? Emang kita satu keluarga?”

Sontak Puput terbelalak kaget mendengar sanggahan mentah Arman. Betapa bodohnya dia tidak peka dengan kode keras Puput ketika mengatakan hal tersebut. Arman pun terlihat cuek melirik Puput yang terus menerus mencubit lengannya kuat2.

“Lho, jadi kalian ini?” Yuli mengecilkan suaranya sambil memandang mereka berdua.

“Sepupu Yul! Sepupu! Emang sepupu gw satu ini rada bloon orangnya, jadi tuh dia suka becanda2 gitu!” Puput semakin memberikan cubitan kerasnya ke lengan Arman “entar aku bilangin mama ya ngomongnya begitu, hihihi!”

“Orang gw aja belom pernah ketemu nyokap lo.”

Arman masih tidak mau diajak koordinasi. Semakin Arman melenceng, semakin keraslah cubitan di lengannya oleh Puput yang sudah frustasi sambil melotok dam mengigit bibir bawahnya.

“Hmmm…” Yuli bergumam masih memperhatikan Arman dan Puput.

Ia lalu mendekat perlahan kearah mereka setelah menitipkan anaknya yang sedang ia gandeng ke suaminya. Lalu Yuli berbisik di tengah mereka berdua.

“Maennya ati2 ya gaes. Gw dulu juga pernah kok kayak gini sebelom sama laki gw yang sekarang. Yang penting maen rapih aja ya kalian. Eh btw Puput tau kok gw dulu bronx nya kayak gimana… hihihihi. Ya kan Put?”

Arman memberikan anggukan sambil menatap santai. Sementara Puput terlihat semakin buas melotot. Ekspresinya menunjukan bahwa ia ingin sekali meluruskan kesalahpahaman Yuli yang telah memberikan nasehatnya barusan.

“Yuulll! Engga gituu! Lo salah paham banget sumpah!!”
“Iya Put, iyaaaa. Udah ah, lo kan bisa percaya sama gw. Gw kan orangnya jarang banget nimbrung nih sama Dewi Jessica mereka2 padaaaaa… jadi yaaaaa… mangat backstreet nyaaaa…. Hehehe.”

“Yuuliiii!! Ihh!!’
 
“Udah ah, gw mau balik lagi ke cabin gw. Mau maen boardgame sekeluarga. Byeee…”

Setelah Yuli dan keluarganya berpamitan, tinggalah Puput dan Arman berada di teras cabin. Mendadak Puput masuk kedalam cabin disusul oleh Arman. Belum sempat Arman masuk, pintu langsung dibanting dan ditutup rapat oleh Puput.

“Eh, kok gw ditinggal??” seru Arman mengetuk pintu.

“DASAR COWO TOLOL! TIDUR AJA LO DITERAS!!”

“Lah kok ngomel?”

“GAK USAH PURA2 MAKIN TOLOL LO!!”

Arman hanya menggaruk2 kepalanya mendengar amukan Puput. Memang ia terkesan terlalu blak2an tadi karena pada dasarnya ia tidak peduli dengan semua drama dan pengaturan yang diberikan oleh Puput. Toh, pasangan dari Puput saja tidak bisa memberikan kepuasan yang setimpal, mengapa harus membuat ‘settingan’ seperti tadi?

Namun hal itu tentu sangat bertolak belakang dengan Puput yang semuanya harus tersusun rapih tanpa diketahui oleh Rangga dan teman2nya. Ia benar2 tidak ingin hubungan, yang sudah termasuk hubungan gelap dengan Arman ini, menjadi terekspos keluar mengingat hubungannya sudah akan mengarah kearah serius dengan Rangga. Perasaan dilema pun meliputi Puput yang sedang tengkurap diatas ranjang sambil membenamkan wajahnya di bantal.

Dasar cowo tolol! Enggak bisa apa tadi bacodnya ditahan gitu!? Entar kalo si Yuli bilang2 ke yang laen gimana!?? Entar kalo si Rangga ampe tau gimana!!? Gw kan… gw kan…. Ck aaahhhh!! Kesel banget anjir sama tuh orang!!!




+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++



Sekitar satu setengah jam sudah Arman dibiarkan di depan cabin oleh Puput. Sampai saat ini waktu sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Lampu penerang di setiap sudut perempatan dan pinggiran setapak jalan sudah mulai dinyalakan. Beberapa cabin juga sudah terlihat pengunjung yang sedang menikmati pemandangan malam sambil menikmati malam malam. Arman juga sudah menghabiskan dua batang rokok pasca dirinya dikunci dari dalam oleh Puput.

Beberapa kali ia terlihat mengintip dari jendela, namun Puput menyalakan fitur untuk memburamkan jendelanya agar si kampret ini tidak menengok dirinya sedang merengut kesal di ranjang. Setelah itu, Arman menghela napas sambil menaikan kedua bahunya pasrah. Ia lantas duduk dan bersantai di teras sambil melakukan aktivitas dengan gawainya seperti bermain Em El Be Be, melihat grafik saham yang mulai menghijau perlahan, atau menonton tayangan ulang sepak bola.

Tepat pukul setengah tujuh, suara pintu yang terkunci terdengar terbuka dari dalam sana. Mendengar hal tersebut, Arman beranjak dari kursi lalu membuka pintu perlahan. Ia melongokan kepalanya dan melihat keadaan sekitar. Sontak sebuah bantal melayang tepat mengenai kepalanya.

“Aduh!”

Arman mengambil bantal tersebut dan mendapat Puput sedang menatapnya sinis duduk diatas ranjang. Matanya terlihat sembab dan rambutnya sedikit kusut. Rasa kesal dan pikiran negatifnya sampai meradang menjadi sebuah tangisan dibalik bantal yang ia lempar tadi tepat mengenai kepala Arman.

“Yaudah gw minta maaf Put kalo tadi gw rada tolol begitu jawabnya.”

Akhirnya Arman menyerah. Ia mengakui bahwa dirinya tadi terlalu asal menjawab dan tidak mengikuti kode yang diberikan oleh Puput.

“Udah ya jangan marah lagi.”

Puput masih menatap nalar Arman. Alisnya ia tekuk setajam mungkin dan bibirnya manyun sambil menggertakan gerahamnya kuat2.

“Lo kalo marah gitu kenapa makin cantik sih?” tanya Arman maksudnya memuji secara jujur.

“Elo tuh bisa gak sih sehari enggak goblog gitu!!??” Puput kembali mengoceh. Kali ini emosinya kembali tersulut lantaran melihat sosok Arman sedang berdiri di depannya “Lo kira jawab kayak tadi lucu gitu, hah!!?? Entar kalo si Yuli cepu ke yang laen gimana??? Lo kira gw ketemu sama lo tuh gak diem2 apa!!??”

Arman hanya menarik napas panjang. Ia membuang pandangannya dan menatap kosong dengan malas. Bibirnya berdecak mendengar amukan Puput yang tidak berhenti.

“Lo tolol tau gak, Man! Tolong banget sumpah, ih!! Kesel banget gw anjir sama lo!! Mati aja lo sono!!”

Arman masih diam tidak menanggapi. Ia masih tidak mau menatap Puput yang bola matanya kembali berkaca karena emosinya kembali menyentuh titik ego perempuannya.

“Hiks… hiksss… cape banget anjir!! Hiks…”

Puput mendorong Arman agar menjauhi dirinya. Lalu ia membanting tubuhnya ke ranjang dan tertidur menghadap kearah jendela. Ia tidak mau melihat Arman saking muak dirinya.

“Put?”

“Hiksss… nghh… hikss”

“Put?”

“Bacod lo! Hikss… enggak usah manggil2 gw lo! Tengil!!”

Kembali Arman menarik napas panjang. Jika sudah seperti ini tentu hal yang bisa Arman lakukan adalah menenangkan atau diam saja menunggu badai emosi Puput mereda. Srba salah jika perempuan sudah mengambek seperti ini. Ia perlu diberikan waktu untuk menuntaskan emosi dalam dirinya dan tipe seperti Puput harus dibiarkan saja dikeluarkan terlebih dahulu. Maka dari itu ia sebelum menangis seperti ini, ia sengit memaki dan memukul lengan Arman berkali2 hasil dari amarahnya yang meledak.

“Yaudah gw nunggu disini ya…” ucap Arman pelan menepuk2 sisi ranjang memberitahu Puput.

Puput tidak meladeni dan masih menangis terisak.



+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++



Sekitar 30 menit tambahan, Arman duduk di kursi meja tempat tersedianya teh dan kopi. Kali ini ia tidak terlihat sibuk dengan gawainya melainkan duduk diam memperhatikan Puput yang masih tertidur membuang hadapannya dari Arman. Ia setia menunggu sampai2 kepalanya hampir terantuk meja lantaran rasa kantuk yang sudah melanda tubuhnya. Berkali2 terantuk sampai2 Arman memutuskan untuk mencuci mukanya agar segar kembali.

Setelah dibilas dengan air yang sangat dingin, Arman pun keluar dari kamar mandi dengan handuk yang berada di tengguknya. Disaat Arman kembali menaruh handuk tersebut, betapa kagetnya ia melihat Puput yang sudah terbangun lalu duduk di ranjang. Namun kali ini tidak dengan tatapan ganasnya melainkan ekspresi kuyu sehabis bangun tidur. Rambutnya semakin terlihat kusut dengan kunciran yang sudah hampir lepas diujung rambutnya. Kantung matanya terlihat tebal serta tubuhnya yang mendekap erat bantal yang ia pakai melampiaskan tangisnya tadi.

“Udah bangun?”

Tanya Arman namun kali ini dengan nada yang lebih lembut. Ia tidak ingin gegabah lagi seperti tadi dan lebih memilih berhati2 dalam berucap, khawatir akan ada badai kedua.

Lalu perlahan Arman duduk di ranjang lalu memberikan Puput sebuah botol air mineral. Arman melihat ekspresi wajah Puput yang begitu lelah sehabis menangis tadi. Namun perlahan Puput menarik lengan Arman untuk mendekat kearahnya. Ia memeluk Arman dari samping sambil menarik napas panjang sama seperti Arman tadi.

Arman yang sedikit kaget pun berusaha mengerti maksud Puput saat ini. Ia memberikan elusan di kepala Puput secara lembut, menghirup harum aroma sampo urang aring yang ia pakai.

“Maaf ya tadi.”

“Mmm…”

Puput kembali melunak setelah puas menangis lalu tertidur sejenak tadi. Setelah itu, perasaan lelah dan ingin dimanja pun terbit. Puput sebenarnya masih merasa kesal dengan Arman, namun entah mengapa fisik dan psikisnya merasa haus akan belas kasih saat ini. Dengan erat ia memeluk, menyandarkan kepalanya ke dada bidang Arman. Lapisan otot dada serta detak jantung laki2 ini membuat dirinya merasa begitu nyaman saat ini.

“Put..??” tanya Arman masih dengan lembut.

“Mmmm?”

“Masih marah gak?”

“Mmmm…” hanya gumaman serak namun manja yang diberikan oleh Puput.

“Maaf ya.”

“Mmmm..”

“Lo maafin gw gak nih?”

“Gak usah ngomong terus. Lo diem aja kayak gini…”
Omelan kecil mulai diberikan Puput setelah Arman tidak berhenti bertanya akan permohonan maafnya. Tentu saja Arman butuh kejelasan mengenai Puput yang sudah membaik hatinya dengan bertanya apakah ia sudah memaafkan Arman.

Tentu saja Puput risih akan hal itu. Yang ia butuhkan sekarang ini adalah pelukan hangat dari tubuh Arman. Ia tidak mau Arman banyak bicara atau ngedumel apalah itu, cukup diam dan berikan pelukannya sudah cukup bagi Puput. Atau, dari dalam hati dan pikirannya ada hal yang lebih yang diinginkan oleh Puput.

“Man?” giliran Puput yang bertanya.

“Hm?”

“Jangan bego kayak tadi…”

“Iya enggak.”

“Hmm…”

“Lo gak percaya sama gw?”

“Iyaaa percaya…”

“Hehehe, bagus dah lo percaya.”

Puput memberikan tamparan di lengan Arman. Sudah dibilang Puput tidak mau mendengar Arman ngedumel. Hanya dia saja yang boleh ngedumel, Arman sangat keras dilarang.

“Put, mau makan malem gak? Lo laper kan?”

“Mmm…” Puput menggeleng pelan di dada Arman.

“Udah setengah 7 soalnya.”

“Nanti aja…”

“Kapan tuh nantinya?” Arman kembali mengelus pelan kepala Puput.

Perlahan Puput mengangkat wajahnya. Ia berusaha menatap Arman meskipun rasa canggung tiba2 menyambarnya sedikit demi sedikit.

“Napa, Put?”

“Mau makan yang laen dulu boleh?” tanya Puput polos.
“Makan apaan?”

Lalu Puput memberikan ciuman di bibir Arman. Kedua tangannya ia genggang di rahang kokoh Arman yang sudah mulai tumbuh jenggot pasca dicukur beberapa hari lalu. Karena posisi yang kurang nyaman, Puput berpindah duduk ke pangkuan Arman dengan kedua kaki yang dilipat ke belakang.

“Slllpph.. Chupphh..”

Puput melepaskan ciumanya perlahan. Ia menatap Arman dalam sambil mengedipkan matanya. Jari jemarinya mengelus dagu serta pipi Arman yang kasar dengan rambut wajah yang sedikit mulai tumbuh.

“Mau makan lo dulu boleh gak..??”

Mendengar permintaan Puput dengan rada manja tersebut, Arman pun menatap Puput sambil menelan ludah. Saat ini dirinya sedang dipandang sebagai “santapan malam” oleh “seekor harimau betina” yang lapar bukan karena tidak dapat mangsa melainkan birahi yang mulai muncul mengerang.

“Makan gw?”

“Hm-mh…” Puput mengangguk pelan.

Ia kembali memberikan ciumannya. Puput membuka mulutnya untuk menusuk lidahnya kedalam mulut Arman. Arman pun juga berlaku sama dengan memberikan silatan lidah yang tidak kalah sensual dari Puput. Bunyi kecipak becek terdengar didalam kamar cabin tersebut. Semakin lama bunyi tersebut juga terdengar desisan dari Puput karena pantatnya sedang diremas kuat oleh Arman.

“Nhh shh…”

Memang bongkahan pantat hasil dari olah tubuh di gym tidak pernah mengecewakan. Sebenarnya Puput memang mempunyai bentuk tubuh yang natural bagusnya termasuk bagian bawahnya yang semok dan kencang. Ditambah dengan kegiatan gym nya membuat bagian tersebut semakin menggiurkan.

“Nfhh… shhh…”

Puput semakin terdengar mendesis respon dari remasan tangan Arman disana. Arman puas berpetualang di bagian sana mulai dari pantat menuju paha kencang namun sekal yang tertutup oleh legging hitam ketat.

“Cllpphh… nnguahh…. Nnhhh…”
“Mh… seksi banget badan lo Put.” puji Arman meremas paha Puput.

“Nfhh… baru tao lo, hnng??”

Puput berusaha kembali jutek. Namun karena nada suaranya terdengar gemetar dan serak membuat kesan erotis sangat kental menutupi galaknya.

“Ayo Put, katanya lo mau makan gw?” tantang Arman masih merayangkan kedua tangannya.

“Nnnhh… fhhh… emmh… emmmh..”

Tatapan sayu Puput memandang Arman yang tersenyum nakal. Wajah mereka berdua sudah mulai merona karena masing2 memikirkan apa yang akan dilakukan untuk membuat kegiatan silahturahmi nafsu ini semakin nikmat.

“Buka.” pinta Arman meraih ujung hoodie yang dikenakan Puput.

Perlahan Puput membuka hoodie tersebut. Terhembus aroma parfum semangka serta aroma tubuh Puput setelah ia melepas hoodienya perlahan. Arman pun mendadak jadi berdebar bukan main karena wangi parfum bercampur feromon perempuan membuat darahnya bergolak sekuat mungkin.

“Hahh.. gila Put… hnnnhh… hnnnhh..”

Arman berdengus berat lantaran aroma indah tersebut sangat pekat di indra penciumannya. Puput yang melihat ekspresi Arman menjadi heran namun juga jengah karena sepertinya ia tahu mengapa Arman menjadi seperti itu. Tentunya bukan hanya karena tubuhnya atau ciuman tadi melainkan juga karena bau badannya.

“Ihhh Arman apaan sih? Sampe segitunya…”

Mendadak Arman membanting keras tubuh Puput ke kasur. Ia sudah tidak kuat dengan nafsunya yang bergejolak sungguh tinggi. Siapa suruh Puput memiliki fetish yang Arman miliki. Sekarang Arman malah terkesan yang ingin memakan Puput sampai lemas tak berdaya.

“Lo tau kan Put, gw tuh selaen suka sama badan lo, sama muka cantik loh… nnhhh gw jua suka sama aroma lo kan?? Nnnhh…”

“Ennnhh… iyahh gw tauu… cuman kan gw maluuu. Ennnh…”

“Enggak usah malu kalo sama gw.. Nnnhhh… yahh, gak usah malu ya?”

“Emmmh…”

Puput membuang pandangannya tidak mau melihat Arman. Wajahnya semakin memerah tomat lantaran ucapan Arman barusan. Ia tahu bau badannya adalah salah satu kekurangannya yang membuat dirinya sedikit tidak percaya diri. Begitu juga kedua ketiaknya yang sekarang semakin merasa basah karena keringat. Libido yang mengalir deras membuta tubuhnya menghangat ditambah rangsangan yang tadi diberikan oleh Arman.

“Nnhh… Maann… maluuu…”

“Ngapain malu sih…”

Perlahan Arman memberikan kecupan di leher kiri Puput. Sekalian juga ia mengendus pelan aroma feminim yang menyenangkan menguap disana.

“Shhh… aduhh ahhh… emmhh..”

Puput menggeliat sambil meremas lengan Arman kuat2. Salah satu titik paling sensitifnya kini sedang diemut oleh Arman dengan bernafsu. Biarlah bercak merah tertanda disana karena Puput terlihat sudah tidak peduli lagi dengan hal tersebut. Ia saat ini ingin dipuaskan dan memuaskan Arman. Ia ingin menerkan Arman dan menghabisinya karena skor saat ini masih unggul satu poin untuk Arman.

“Ahhh Arman ihhh… jangan dicupang banyak2… nnnhh…” keluh Puput yang hanya pura2 saja.

“Chuppp chuppp mmmhh… gapapa, sekalian gw nikmatin bau badan lo…”

“Apanya yang gapapa sihhh!? Eunnhh..”

Untuk mencengah Puput semakin mengoceh, Arman meraih kedua pergelangan tangan Puput. Namun mendadak ia hentikan aksinya tersebut lantaran muncul sebuah ide di kepalanya saat ini.

“Bentar2…”

Arman beranjak dari kasur lalu pergi ke tas nya yang berada di ujung ruangan. Puput menatap heran Arman yang sedang merogoh mengeluarkan beberapa barangnya dari dalam sana.

Eh bentar… kalo dia lagi ngerogoh kayak gitu pasti lagi nyari barang2 aneh lagi kayak kemaren….

“Arman? Lo lagi ngapain?”

“Udah lo tenang aja disitu.”

“Ihhhh, apaan sih??? Pasti yang aneh2 lagi kan???” Puput reflek menyilangkan kedua lengannya di dadanya.

Lalu Arman memutar badannya setelah ia menemukan barang yang di maksud; sebuah borgol rantai dengan ikatan kain untuk bagian pergelangan serta sebuah kaitan di tengah2 bagian rantainya. Puput mendadak bergidik ngeri melihat Arman yang memegang borgol tersebut.

“Hah!? Apaan sih itu?? Ihhh gak mau ahhh gw…” kali ini Puput meremas pergelangan tangannya kuat2.

“Gak sakit kok, orang ini bukan borgol yang buat nangkep begal.” Arman berusaha memberikan klarifikasi kepada Puput yang ketakutan.

“Enggak mau! Pokoknya enggak mau ya enggak mau!! Gw bukan…. Emmmhh… gw bukan orang yang suka digituinnnn!!” omel Puput namun sempat terdengar keraguan.

“Yaudah deh enggak.”

Arman menuruti permintaan Puput. Ia menaruh borgolnya di pinggir kasur lalu kembali menimpa Puput.

“Lagian buat apa sih pake gitu2an? Heran banget…. Apa jangan2 lo ya yang sering pake!!??”

“Ngapain gw pake gituan, oneng!?” ucap Arman menoyor dahi Puput dengan telunjuknya.

“Iiihhh jangan noyor2 gw! Huhhh..!!” Puput menggalak dan kembali menekuk alisnya.

“Ngomel lo sekarang??”

“Iya! Mau apa lo, hah!!??”

“Mau ini!!”

Sontak Arman menekan jari tengahnya ke bagian tengah selangkangan Puput. Ia mengincar vagina Puput yang masih tertutup celana dalama serta legging hitamnya. Puput yang dirangsang seperti itu pun semakin melotot lalu menahan desahannya yang reflek keluar.

“Euummh!!”

Gesekan demi gesekan diberikan oleh Arman untuk melihat Puput memasang ekspresi mupeng namun kesal secara bersamaan. Gesekan tersebut juga membuat Puput merem melek berkali2. Ia masih mencoba menatap Arman galak namun nampaknya tubuhnya ingin ia menyerah dan menikmati setiap rangsangan di vaginanya yang membasah bahkan sejak ciumannya tadi.
“Unnhh… mmhh.. Mmhh…”

“Gimana? Di fingering gini enak kan??”

“Mhhh… uummh… fingering apaan sih??? Orang emmhh… orang jari lo masih diluar memeq gw gituhh emmh!!”

“Oh jadi lo nantangin gw mau ngasih lebih???”

Mendengar hasutan tersebut, Arman dengan cepat melepas celana legging sekaligus celana dalam Puput. Sempat Puput memberikan perlawanan namun kembali semua itu hanyalah tipu2 belaka demi kesan Puput yang seakan2 menolak tidak mau diberi kepuasan.

“Emmmhh… mmmhh…”

“Gw sekalian lepas kaos dah…”

Arman juga ikutan melepas kaos yang ia kenakan. Sedang Arman melepas, Puput lalu menyambar Arman cepat2. Kini posisi mereka berganti menjadi Puput yang berada di bagian atas menimpa tubuh Arman.

“Buka celana lo!”

“Wets! Yang bener nih, Put?” tanya Arman cengar cengir mendengar perintah Puput.

“Buka! Atau gw yang lepasin sekalian!” Puput masih dengan galaknya.

“Ya lo yang lepasin lah! Nihh gw kasih…!!” Arman malah membalas tantangan Puput dengan menyodorkan selangkangannya.

“Hahhh… annhh.. Anjing lohhh Mannhh!!”

‘Plak!’

Sebuah tamparan keras mendarat di dagu sebelah kanan Arman.

“Lo berani ngelawan gw, hah? Nnnhh…” tanya Puput yang semakin berat suaranya karena desahan.

“Berani.”

‘Plak!’

“Hah!!??”
“Berani!”

‘Plak!’

“Bilang apa lo barusan??? Lo…. nnnnhh.. Ahhh lo berani ngelawan gw hahhh ahhh??”

‘Plak!’

“Put, nabok melulu perasaan.” Arman semakn menantang Puput.

Semakin Puput memberikan tamparan, semakin ia juga merasa tubuhnya bergetar hebat. Serasa sekujur anggota tubuhnya meleleh panas karena siksaan yang diberikan ke Arman.

“Ahhh… ahhh anjing lo Mnannhh… nnnahhh…”




つづく
 
Yaa kok blm sampe inti dah brenti Hu...
Hu Puput nya engga mau di borgol, berarti hrs ngerahin ketek nya sendiri buat dihabisin Arman...
 
Bimabet
Yak, lanjutan pertandingan sebelumnya belum dijelaskan hu, tetiba udah muncul skor hasil kegiatan 'tusuk-menusuk'-nya aja nih :tepuktangan: :p
Ditunggu ronde selanjutnya hu:ampun::popcorn:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd