“Udah ah, gw mau balik lagi ke cabin gw. Mau maen boardgame sekeluarga. Byeee…”
Setelah Yuli dan keluarganya berpamitan, tinggalah Puput dan Arman berada di teras cabin. Mendadak Puput masuk kedalam cabin disusul oleh Arman. Belum sempat Arman masuk, pintu langsung dibanting dan ditutup rapat oleh Puput.
“Eh, kok gw ditinggal??” seru Arman mengetuk pintu.
“DASAR COWO TOLOL! TIDUR AJA LO DITERAS!!”
“Lah kok ngomel?”
“GAK USAH PURA2 MAKIN TOLOL LO!!”
Arman hanya menggaruk2 kepalanya mendengar amukan Puput. Memang ia terkesan terlalu blak2an tadi karena pada dasarnya ia tidak peduli dengan semua drama dan pengaturan yang diberikan oleh Puput. Toh, pasangan dari Puput saja tidak bisa memberikan kepuasan yang setimpal, mengapa harus membuat ‘settingan’ seperti tadi?
Namun hal itu tentu sangat bertolak belakang dengan Puput yang semuanya harus tersusun rapih tanpa diketahui oleh Rangga dan teman2nya. Ia benar2 tidak ingin hubungan, yang sudah termasuk hubungan gelap dengan Arman ini, menjadi terekspos keluar mengingat hubungannya sudah akan mengarah kearah serius dengan Rangga. Perasaan dilema pun meliputi Puput yang sedang tengkurap diatas ranjang sambil membenamkan wajahnya di bantal.
Dasar cowo tolol! Enggak bisa apa tadi bacodnya ditahan gitu!? Entar kalo si Yuli bilang2 ke yang laen gimana!?? Entar kalo si Rangga ampe tau gimana!!? Gw kan… gw kan…. Ck aaahhhh!! Kesel banget anjir sama tuh orang!!!
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Sekitar satu setengah jam sudah Arman dibiarkan di depan cabin oleh Puput. Sampai saat ini waktu sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Lampu penerang di setiap sudut perempatan dan pinggiran setapak jalan sudah mulai dinyalakan. Beberapa cabin juga sudah terlihat pengunjung yang sedang menikmati pemandangan malam sambil menikmati malam malam. Arman juga sudah menghabiskan dua batang rokok pasca dirinya dikunci dari dalam oleh Puput.
Beberapa kali ia terlihat mengintip dari jendela, namun Puput menyalakan fitur untuk memburamkan jendelanya agar si kampret ini tidak menengok dirinya sedang merengut kesal di ranjang. Setelah itu, Arman menghela napas sambil menaikan kedua bahunya pasrah. Ia lantas duduk dan bersantai di teras sambil melakukan aktivitas dengan gawainya seperti bermain Em El Be Be, melihat grafik saham yang mulai menghijau perlahan, atau menonton tayangan ulang sepak bola.
Tepat pukul setengah tujuh, suara pintu yang terkunci terdengar terbuka dari dalam sana. Mendengar hal tersebut, Arman beranjak dari kursi lalu membuka pintu perlahan. Ia melongokan kepalanya dan melihat keadaan sekitar. Sontak sebuah bantal melayang tepat mengenai kepalanya.
“Aduh!”
Arman mengambil bantal tersebut dan mendapat Puput sedang menatapnya sinis duduk diatas ranjang. Matanya terlihat sembab dan rambutnya sedikit kusut. Rasa kesal dan pikiran negatifnya sampai meradang menjadi sebuah tangisan dibalik bantal yang ia lempar tadi tepat mengenai kepala Arman.
“Yaudah gw minta maaf Put kalo tadi gw rada tolol begitu jawabnya.”
Akhirnya Arman menyerah. Ia mengakui bahwa dirinya tadi terlalu asal menjawab dan tidak mengikuti kode yang diberikan oleh Puput.
“Udah ya jangan marah lagi.”
Puput masih menatap nalar Arman. Alisnya ia tekuk setajam mungkin dan bibirnya manyun sambil menggertakan gerahamnya kuat2.
“Lo kalo marah gitu kenapa makin cantik sih?” tanya Arman maksudnya memuji secara jujur.
“Elo tuh bisa gak sih sehari enggak goblog gitu!!??” Puput kembali mengoceh. Kali ini emosinya kembali tersulut lantaran melihat sosok Arman sedang berdiri di depannya “Lo kira jawab kayak tadi lucu gitu, hah!!?? Entar kalo si Yuli cepu ke yang laen gimana??? Lo kira gw ketemu sama lo tuh gak diem2 apa!!??”
Arman hanya menarik napas panjang. Ia membuang pandangannya dan menatap kosong dengan malas. Bibirnya berdecak mendengar amukan Puput yang tidak berhenti.
“Lo tolol tau gak, Man! Tolong banget sumpah, ih!! Kesel banget gw anjir sama lo!! Mati aja lo sono!!”
Arman masih diam tidak menanggapi. Ia masih tidak mau menatap Puput yang bola matanya kembali berkaca karena emosinya kembali menyentuh titik ego perempuannya.
“Hiks… hiksss… cape banget anjir!! Hiks…”
Puput mendorong Arman agar menjauhi dirinya. Lalu ia membanting tubuhnya ke ranjang dan tertidur menghadap kearah jendela. Ia tidak mau melihat Arman saking muak dirinya.
“Put?”
“Hiksss… nghh… hikss”
“Put?”
“Bacod lo! Hikss… enggak usah manggil2 gw lo! Tengil!!”
Kembali Arman menarik napas panjang. Jika sudah seperti ini tentu hal yang bisa Arman lakukan adalah menenangkan atau diam saja menunggu badai emosi Puput mereda. Srba salah jika perempuan sudah mengambek seperti ini. Ia perlu diberikan waktu untuk menuntaskan emosi dalam dirinya dan tipe seperti Puput harus dibiarkan saja dikeluarkan terlebih dahulu. Maka dari itu ia sebelum menangis seperti ini, ia sengit memaki dan memukul lengan Arman berkali2 hasil dari amarahnya yang meledak.
“Yaudah gw nunggu disini ya…” ucap Arman pelan menepuk2 sisi ranjang memberitahu Puput.
Puput tidak meladeni dan masih menangis terisak.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Sekitar 30 menit tambahan, Arman duduk di kursi meja tempat tersedianya teh dan kopi. Kali ini ia tidak terlihat sibuk dengan gawainya melainkan duduk diam memperhatikan Puput yang masih tertidur membuang hadapannya dari Arman. Ia setia menunggu sampai2 kepalanya hampir terantuk meja lantaran rasa kantuk yang sudah melanda tubuhnya. Berkali2 terantuk sampai2 Arman memutuskan untuk mencuci mukanya agar segar kembali.
Setelah dibilas dengan air yang sangat dingin, Arman pun keluar dari kamar mandi dengan handuk yang berada di tengguknya. Disaat Arman kembali menaruh handuk tersebut, betapa kagetnya ia melihat Puput yang sudah terbangun lalu duduk di ranjang. Namun kali ini tidak dengan tatapan ganasnya melainkan ekspresi kuyu sehabis bangun tidur. Rambutnya semakin terlihat kusut dengan kunciran yang sudah hampir lepas diujung rambutnya. Kantung matanya terlihat tebal serta tubuhnya yang mendekap erat bantal yang ia pakai melampiaskan tangisnya tadi.
“Udah bangun?”
Tanya Arman namun kali ini dengan nada yang lebih lembut. Ia tidak ingin gegabah lagi seperti tadi dan lebih memilih berhati2 dalam berucap, khawatir akan ada badai kedua.
Lalu perlahan Arman duduk di ranjang lalu memberikan Puput sebuah botol air mineral. Arman melihat ekspresi wajah Puput yang begitu lelah sehabis menangis tadi. Namun perlahan Puput menarik lengan Arman untuk mendekat kearahnya. Ia memeluk Arman dari samping sambil menarik napas panjang sama seperti Arman tadi.
Arman yang sedikit kaget pun berusaha mengerti maksud Puput saat ini. Ia memberikan elusan di kepala Puput secara lembut, menghirup harum aroma sampo urang aring yang ia pakai.
“Maaf ya tadi.”
“Mmm…”
Puput kembali melunak setelah puas menangis lalu tertidur sejenak tadi. Setelah itu, perasaan lelah dan ingin dimanja pun terbit. Puput sebenarnya masih merasa kesal dengan Arman, namun entah mengapa fisik dan psikisnya merasa haus akan belas kasih saat ini. Dengan erat ia memeluk, menyandarkan kepalanya ke dada bidang Arman. Lapisan otot dada serta detak jantung laki2 ini membuat dirinya merasa begitu nyaman saat ini.
“Put..??” tanya Arman masih dengan lembut.
“Mmmm?”
“Masih marah gak?”
“Mmmm…” hanya gumaman serak namun manja yang diberikan oleh Puput.
“Maaf ya.”
“Mmmm..”
“Lo maafin gw gak nih?”
“Gak usah ngomong terus. Lo diem aja kayak gini…”
Omelan kecil mulai diberikan Puput setelah Arman tidak berhenti bertanya akan permohonan maafnya. Tentu saja Arman butuh kejelasan mengenai Puput yang sudah membaik hatinya dengan bertanya apakah ia sudah memaafkan Arman.
Tentu saja Puput risih akan hal itu. Yang ia butuhkan sekarang ini adalah pelukan hangat dari tubuh Arman. Ia tidak mau Arman banyak bicara atau ngedumel apalah itu, cukup diam dan berikan pelukannya sudah cukup bagi Puput. Atau, dari dalam hati dan pikirannya ada hal yang lebih yang diinginkan oleh Puput.
“Man?” giliran Puput yang bertanya.
“Hm?”
“Jangan bego kayak tadi…”
“Iya enggak.”
“Hmm…”
“Lo gak percaya sama gw?”
“Iyaaa percaya…”
“Hehehe, bagus dah lo percaya.”
Puput memberikan tamparan di lengan Arman. Sudah dibilang Puput tidak mau mendengar Arman ngedumel. Hanya dia saja yang boleh ngedumel, Arman sangat keras dilarang.
“Put, mau makan malem gak? Lo laper kan?”
“Mmm…” Puput menggeleng pelan di dada Arman.
“Udah setengah 7 soalnya.”
“Nanti aja…”
“Kapan tuh nantinya?” Arman kembali mengelus pelan kepala Puput.
Perlahan Puput mengangkat wajahnya. Ia berusaha menatap Arman meskipun rasa canggung tiba2 menyambarnya sedikit demi sedikit.
“Napa, Put?”
“Mau makan yang laen dulu boleh?” tanya Puput polos.
“Makan apaan?”
Lalu Puput memberikan ciuman di bibir Arman. Kedua tangannya ia genggang di rahang kokoh Arman yang sudah mulai tumbuh jenggot pasca dicukur beberapa hari lalu. Karena posisi yang kurang nyaman, Puput berpindah duduk ke pangkuan Arman dengan kedua kaki yang dilipat ke belakang.
“Slllpph.. Chupphh..”
Puput melepaskan ciumanya perlahan. Ia menatap Arman dalam sambil mengedipkan matanya. Jari jemarinya mengelus dagu serta pipi Arman yang kasar dengan rambut wajah yang sedikit mulai tumbuh.
“Mau makan lo dulu boleh gak..??”
Mendengar permintaan Puput dengan rada manja tersebut, Arman pun menatap Puput sambil menelan ludah. Saat ini dirinya sedang dipandang sebagai “santapan malam” oleh “seekor harimau betina” yang lapar bukan karena tidak dapat mangsa melainkan birahi yang mulai muncul mengerang.
“Makan gw?”
“Hm-mh…” Puput mengangguk pelan.
Ia kembali memberikan ciumannya. Puput membuka mulutnya untuk menusuk lidahnya kedalam mulut Arman. Arman pun juga berlaku sama dengan memberikan silatan lidah yang tidak kalah sensual dari Puput. Bunyi kecipak becek terdengar didalam kamar cabin tersebut. Semakin lama bunyi tersebut juga terdengar desisan dari Puput karena pantatnya sedang diremas kuat oleh Arman.
“Nhh shh…”
Memang bongkahan pantat hasil dari olah tubuh di gym tidak pernah mengecewakan. Sebenarnya Puput memang mempunyai bentuk tubuh yang natural bagusnya termasuk bagian bawahnya yang semok dan kencang. Ditambah dengan kegiatan gym nya membuat bagian tersebut semakin menggiurkan.
“Nfhh… shhh…”
Puput semakin terdengar mendesis respon dari remasan tangan Arman disana. Arman puas berpetualang di bagian sana mulai dari pantat menuju paha kencang namun sekal yang tertutup oleh legging hitam ketat.
“Cllpphh… nnguahh…. Nnhhh…”
“Mh… seksi banget badan lo Put.” puji Arman meremas paha Puput.
“Nfhh… baru tao lo, hnng??”
Puput berusaha kembali jutek. Namun karena nada suaranya terdengar gemetar dan serak membuat kesan erotis sangat kental menutupi galaknya.
“Ayo Put, katanya lo mau makan gw?” tantang Arman masih merayangkan kedua tangannya.
“Nnnhh… fhhh… emmh… emmmh..”
Tatapan sayu Puput memandang Arman yang tersenyum nakal. Wajah mereka berdua sudah mulai merona karena masing2 memikirkan apa yang akan dilakukan untuk membuat kegiatan silahturahmi nafsu ini semakin nikmat.
“Buka.” pinta Arman meraih ujung hoodie yang dikenakan Puput.
Perlahan Puput membuka hoodie tersebut. Terhembus aroma parfum semangka serta aroma tubuh Puput setelah ia melepas hoodienya perlahan. Arman pun mendadak jadi berdebar bukan main karena wangi parfum bercampur feromon perempuan membuat darahnya bergolak sekuat mungkin.
“Hahh.. gila Put… hnnnhh… hnnnhh..”
Arman berdengus berat lantaran aroma indah tersebut sangat pekat di indra penciumannya. Puput yang melihat ekspresi Arman menjadi heran namun juga jengah karena sepertinya ia tahu mengapa Arman menjadi seperti itu. Tentunya bukan hanya karena tubuhnya atau ciuman tadi melainkan juga karena bau badannya.
“Ihhh Arman apaan sih? Sampe segitunya…”
Mendadak Arman membanting keras tubuh Puput ke kasur. Ia sudah tidak kuat dengan nafsunya yang bergejolak sungguh tinggi. Siapa suruh Puput memiliki fetish yang Arman miliki. Sekarang Arman malah terkesan yang ingin memakan Puput sampai lemas tak berdaya.
“Lo tau kan Put, gw tuh selaen suka sama badan lo, sama muka cantik loh… nnhhh gw jua suka sama aroma lo kan?? Nnnhh…”
“Ennnhh… iyahh gw tauu… cuman kan gw maluuu. Ennnh…”
“Enggak usah malu kalo sama gw.. Nnnhhh… yahh, gak usah malu ya?”
“Emmmh…”
Puput membuang pandangannya tidak mau melihat Arman. Wajahnya semakin memerah tomat lantaran ucapan Arman barusan. Ia tahu bau badannya adalah salah satu kekurangannya yang membuat dirinya sedikit tidak percaya diri. Begitu juga kedua ketiaknya yang sekarang semakin merasa basah karena keringat. Libido yang mengalir deras membuta tubuhnya menghangat ditambah rangsangan yang tadi diberikan oleh Arman.
“Nnhh… Maann… maluuu…”
“Ngapain malu sih…”
Perlahan Arman memberikan kecupan di leher kiri Puput. Sekalian juga ia mengendus pelan aroma feminim yang menyenangkan menguap disana.
“Shhh… aduhh ahhh… emmhh..”
Puput menggeliat sambil meremas lengan Arman kuat2. Salah satu titik paling sensitifnya kini sedang diemut oleh Arman dengan bernafsu. Biarlah bercak merah tertanda disana karena Puput terlihat sudah tidak peduli lagi dengan hal tersebut. Ia saat ini ingin dipuaskan dan memuaskan Arman. Ia ingin menerkan Arman dan menghabisinya karena skor saat ini masih unggul satu poin untuk Arman.
“Ahhh Arman ihhh… jangan dicupang banyak2… nnnhh…” keluh Puput yang hanya pura2 saja.
“Chuppp chuppp mmmhh… gapapa, sekalian gw nikmatin bau badan lo…”
“Apanya yang gapapa sihhh!? Eunnhh..”
Untuk mencengah Puput semakin mengoceh, Arman meraih kedua pergelangan tangan Puput. Namun mendadak ia hentikan aksinya tersebut lantaran muncul sebuah ide di kepalanya saat ini.
“Bentar2…”
Arman beranjak dari kasur lalu pergi ke tas nya yang berada di ujung ruangan. Puput menatap heran Arman yang sedang merogoh mengeluarkan beberapa barangnya dari dalam sana.
Eh bentar… kalo dia lagi ngerogoh kayak gitu pasti lagi nyari barang2 aneh lagi kayak kemaren….
“Arman? Lo lagi ngapain?”
“Udah lo tenang aja disitu.”
“Ihhhh, apaan sih??? Pasti yang aneh2 lagi kan???” Puput reflek menyilangkan kedua lengannya di dadanya.
Lalu Arman memutar badannya setelah ia menemukan barang yang di maksud; sebuah borgol rantai dengan ikatan kain untuk bagian pergelangan serta sebuah kaitan di tengah2 bagian rantainya. Puput mendadak bergidik ngeri melihat Arman yang memegang borgol tersebut.
“Hah!? Apaan sih itu?? Ihhh gak mau ahhh gw…” kali ini Puput meremas pergelangan tangannya kuat2.
“Gak sakit kok, orang ini bukan borgol yang buat nangkep begal.” Arman berusaha memberikan klarifikasi kepada Puput yang ketakutan.
“Enggak mau! Pokoknya enggak mau ya enggak mau!! Gw bukan…. Emmmhh… gw bukan orang yang suka digituinnnn!!” omel Puput namun sempat terdengar keraguan.
“Yaudah deh enggak.”
Arman menuruti permintaan Puput. Ia menaruh borgolnya di pinggir kasur lalu kembali menimpa Puput.
“Lagian buat apa sih pake gitu2an? Heran banget…. Apa jangan2 lo ya yang sering pake!!??”
“Ngapain gw pake gituan, oneng!?” ucap Arman menoyor dahi Puput dengan telunjuknya.
“Iiihhh jangan noyor2 gw! Huhhh..!!” Puput menggalak dan kembali menekuk alisnya.
“Ngomel lo sekarang??”
“Iya! Mau apa lo, hah!!??”
“Mau ini!!”
Sontak Arman menekan jari tengahnya ke bagian tengah selangkangan Puput. Ia mengincar vagina Puput yang masih tertutup celana dalama serta legging hitamnya. Puput yang dirangsang seperti itu pun semakin melotot lalu menahan desahannya yang reflek keluar.
“Euummh!!”
Gesekan demi gesekan diberikan oleh Arman untuk melihat Puput memasang ekspresi mupeng namun kesal secara bersamaan. Gesekan tersebut juga membuat Puput merem melek berkali2. Ia masih mencoba menatap Arman galak namun nampaknya tubuhnya ingin ia menyerah dan menikmati setiap rangsangan di vaginanya yang membasah bahkan sejak ciumannya tadi.
“Unnhh… mmhh.. Mmhh…”
“Gimana? Di fingering gini enak kan??”
“Mhhh… uummh… fingering apaan sih??? Orang emmhh… orang jari lo masih diluar memeq gw gituhh emmh!!”
“Oh jadi lo nantangin gw mau ngasih lebih???”
Mendengar hasutan tersebut, Arman dengan cepat melepas celana legging sekaligus celana dalam Puput. Sempat Puput memberikan perlawanan namun kembali semua itu hanyalah tipu2 belaka demi kesan Puput yang seakan2 menolak tidak mau diberi kepuasan.
“Emmmhh… mmmhh…”
“Gw sekalian lepas kaos dah…”
Arman juga ikutan melepas kaos yang ia kenakan. Sedang Arman melepas, Puput lalu menyambar Arman cepat2. Kini posisi mereka berganti menjadi Puput yang berada di bagian atas menimpa tubuh Arman.
“Buka celana lo!”
“Wets! Yang bener nih, Put?” tanya Arman cengar cengir mendengar perintah Puput.
“Buka! Atau gw yang lepasin sekalian!” Puput masih dengan galaknya.
“Ya lo yang lepasin lah! Nihh gw kasih…!!” Arman malah membalas tantangan Puput dengan menyodorkan selangkangannya.
“Hahhh… annhh.. Anjing lohhh Mannhh!!”
‘Plak!’
Sebuah tamparan keras mendarat di dagu sebelah kanan Arman.
“Lo berani ngelawan gw, hah? Nnnhh…” tanya Puput yang semakin berat suaranya karena desahan.
“Berani.”
‘Plak!’
“Hah!!??”
“Berani!”
‘Plak!’
“Bilang apa lo barusan??? Lo…. nnnnhh.. Ahhh lo berani ngelawan gw hahhh ahhh??”
‘Plak!’
“Put, nabok melulu perasaan.” Arman semakn menantang Puput.
Semakin Puput memberikan tamparan, semakin ia juga merasa tubuhnya bergetar hebat. Serasa sekujur anggota tubuhnya meleleh panas karena siksaan yang diberikan ke Arman.
“Ahhh… ahhh anjing lo Mnannhh… nnnahhh…”
つづく