Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quint

Status
Please reply by conversation.
terlalu rapet tulisannya jadi agak ribet mastah bacanya ,, kalo bisa agak di kasih jarak/di longkap"Enter"
 
update lg gan. lg semangat.




Putri


Satria

Chapter 2 : The Stud


Kemana ya anak itu? Dicariin dari tadi nggak ada. Disekolah tadi juga seingatku tidak kelihatan. Apa dia cabut, ya? pikirku mencari orang ini. Orang yang kucari ini adikku, namanya Satria. Dia lahir hanya beberapa menit setelah aku. Lebih jelasnya lagi ia kembaranku dan yang ketiga lahir juga beberapa menit kemudian. Ya, adikku ini, Satria ini laki-laki tetapi yang ketiga perempuan juga seperti aku, namanya Dewi. Tetapi Dewi tidak tinggal disini, ia tinggal bersama tanteku Elisa di luar kota.


Satria yang kucari ini satu sekolah denganku di SMAN 105 tetapi beda kelas. Dia lumayan nakal dengan seringnya cabut, tetapi dia sebenarnya termasuk pintar di kelas terbukti nilai-nilainya tidak pernah mengecewakan walau dia tidak pernah serius untuk itu. Tetapi kepintarannya tertutupi nakalnya. Dia lebih sering bergabung dengan teman-temannya nongkrong di luaran dan main musik.


Satria juga menolak memakai fasilitas yang diberikan Papa seperti mobil, kartu kredit, dan lain-lain. Padahal Papa pernah berjanji membelikan mobil untuk ulang tahun kami yang ketujuh belas tahun depan. Kadang aku kagum juga melihat keteguhan hatinya untuk tetap sederhana. Teman-temannyapun dari kalangan biasa-biasa saja. Nggak sombong katanya. Padahal seperti aku, Dewi juga si kembar lima itu tak pernah kurang fasilitas dari orang tua kami.

Satria bertubuh tinggi, 185 sentimeter dan 85 kg. Tubuhnya yang berisi sering menjadi pembicaraan gadis-gadis di sekolah tapi sifatnya yang cuek membuatnya tak tertarik pada satupun dari mereka. Tangannya penuh berisi dan kuat sering membuat decak kagum mereka ketika dengan terampilnya mencetak score ke ring basket. Wajahnya bila diperhatikan akan sangat mirip denganku dan Dewi, tetapi dalam sisi yang maskulin menegaskan tulang rahangnya yang kokoh dan matanya yang selalu tertutup poninya yang dibiarkan panjang.

Saat di dapur ketika menanyakan keberadaan si Satria pada bibi Warni, kudengar suara knalpot bising motor temannya yang biasa mengantarnya pulang di gerbang samping. Dari jendela dapur kulihat Satria meloncati pagar lalu masuk ke rumah. Segera ia kuikuti menuju kamarnya, ia cuek saja.

Sebenarnya aku suka dicuekin seperti ini, ia biasa melakukan apa saja tanpa merasa terganggu kalau ada orang lain di sekitarnya. Seperti waktu dia mengganti bajunya dengan baju kaus hitam bergambar grup band kegemarannya dan membiarkan celana panjang seragam sekolahnya tetap dipakainya lalu menyetel HP-nya ke pemutar lagu Rock dengan volume suara pol, diletakkan di atas meja belajar lalu menelentang di lantai. Sesekali ia melirikku yang memperhatikannya dari tempatku duduk di satu-satunya kursi di kamar ini, lalu menutup matanya tanpa ucapan sedikitpun.

"Heh... Satria, Satria?" gumamku sambil geleng kepala dan bangkit dari kursi itu lalu menuju HP-nya itu. Aku tidak mematikannya, hanya menurunkan volume suaranya saja agar ia tidak marah, karena ia berhak di kamarnya.

"Eh, Satria... " tegurku sambil ikut berbaring dilantai beralaskan bantal yang kuambil dari ranjangnya. "Kamu tau kan kalau Oom Ron sama Tante Dara sudah pergi ke Paris," lanjutku. Tetapi ia tidak bereaksi. "Lalu rumahnya kini yang ada cuma mereka, Diva, Athena, Venus, Aphrodite dan Hellen serta pembantu-pembantunya. Kami berencana mengadakan pesta disana. Kau mau ikut, nggak?" ajakku bersemangat tapi ia masih tidak bereaksi.

"Satria, kamu dengar nggak, sih? Eh, kamu jangan tidur dulu. Dengar?" ucapanku terpotong karena matanya mulai bergerak. Aku mulai senang dengan kemajuan komunikasiku.

"Yee... malah berbalik kesana... " sebalku melihat tingkahnya. Tetapi secara mengejutkan.

"Nggak mungkin aku ikut pesta kalian... " Satria mulai bicara tapi kedengarannya ia nggak mau ikut.
"Kenapa? Mereka sendiri yang mengusulkan supaya kau ikut," tambahku lagi.

Masih dari balik punggungnya, "Kalian semua, kan cewe? Masak aku sendirian. Nggak lucu, kan. Lagi pula aku nggak pernah lagi bicara pada mereka sejak mereka mulai masuk SMP sampai sekarang," jelasnya datar.

Benar juga pikirku tetapi nggak boleh menyerah sekarang. Aku berpindah ke sisi wajahnya. "Ya, karena itulah aku mengajakmu. Kau harus mengenal mereka lagi. Kau pasti tau kalau mereka sudah berubah menjadi gadis-gadis yang cantik," kulihat senyum kecil di sudut bibirnya.

"Coba kau bandingkan, siapa cewek paling cantik di kelasmu, si Tassa? Heh, kalah cantik sama Diva. Hmm, kakak kelas, si Aprilia, anak kelas IPA 3, kalah seksi sama Venus. Ini juga lihat model iklan produk remaja ini cantik mana ia sama Athena," bujukku menunjukkan sebuah iklan di majalah yang kubawa, mencoba membimbing ingatannya pada kelima sepupunya yang benar-benar hebat.

"Ya, benar. tapi kalau kupikir-pikir si Hellen itu kaya si Pedro temanku. Kayak laki-laki banget. Trus si Aphrodite... " katanya sambil membuka matanya sebentar lalu menutupnya lagi.

"Heh, lo belon tau aja. Sebenarnya si Hellen sama Aphrodite juga nggak beda sama yang lainnya. Mereka lebih cantik kalau dilihat dari sudut tertentu yang pasti tak kau ketahui," belaku sambil mengingat perlakuan mereka pada liangku siang tadi.

Ia hanya meringis saja. "Lalu gimana? Kami tunggu, ya di kamar Venus jam 6 sore nanti. Awas jangan nggak datang, ya! Jangan telat!" ancamku sambil menepuk pinggangnya dan pantatnya masing-masing sekali.

"Ya, ya... ," jawabnya terpaksa. Kunaikkan lagi volume HP itu ke posisi semula hingga kamar itu kembali bising. Bahkan bantingan pintuku pun tak terdengar. Aku lalu menuju ke rumah sebelah, kamar Venus. Dimana pasti mereka sedang berkumpul karena hari ini mereka tidak ada les tambahan. Dan yang pasti tempat itu sangat menarik perhatianku karena banyaknya kemungkinan untuk pelampiasan nafsuku yang lama tak tersalur.

*****************************************************************************

Satria yang tetap cuek sebenarnya sangat menikmati perhatian cewek-cewek di sekolahnya. Tapi ia tidak pernah tertarik untuk mencoba mendekati mereka. Lalu setelah itu apa... pikirnya. Dia tak tau apa yang harus dilakukannya disamping teman-temannya juga nggak ada yang pacaran. Jadi ia merasa nggak ada gunanya.

Tepukan Putri pada pinggang dan pantatnya masih terasa. Ada getar-getar aneh saat ia mengingat wajah cantik kakak kembarnya itu. Bibirnya yang kecil penuh dan berwarna merah tanpa lipstik. Matanya yang bundar berbinar tiap kali menatapnya sehingga ia tidak berani lama-lama melihatnya. Ia mendapat kesan bahwa Putri meniru gaya rambutnya dengan membiarkan poninya panjang sampai hampir menyentuh mata dan bagian belakangnya dipotong shaggy. Ia tersenyum dalam lamunannya sendiri.

Lalu si kembar lima itu. Sebenarnya dulu mereka akrab, sering bermain bersama-sama juga dengan Putri dan Dewi. Tapi setelah ia beranjak remaja dan mulai menyadari dirinya seorang laki-laki dan laki-laki nggak cocok bermain dengan perempuan tetapi dengan laki-laki, ia mulai menjauhi mereka bahkan saudari kandungnya sendiri.

Dulu mereka masih kelihatan lucu dengan kelakuan kanak-kanak. Tetapi sekarang ia sering mencuri pandang ketika mereka pergi sekolah dari jendela kamarnya, menunggu temannya menjemput. Teman-temannya banyak yang kirim salam pada mereka tapi tak pernah ia sampaikan karena ia sendiri tak pernah berbicara pada mereka lagi. Sering ia membanding-bandingkan mereka dengan cewek-cewek cantik di sekolah dan yang berusaha mendekatinya. Dan hasilnya selalu saja mereka lebih cantik dari gadis manapun.

"Dan tiba-tiba saja mereka mengajakku ke pesta kecil itu?" timbangnya mengingat ancaman Putri tadi. Satria menoleh kearah jam dinding, 17.30. "Masih ada waktu setengah jam lagi untuk berpikir. "Gimana, ya?" ragunya kembali datang. "Dikamar Venus lagi... hu-uh. " Berpikir seperti itu membuatnya lebih baik tidur.

*****************************************************************************


Diva


Athena


Venus


Aphrodite


Hellen


Putri


Satria
Putri :
Saat ini aku sedang berada di kamar Venus dan untungnya kami kami masih berpakaian komplit. Segala persiapan telah kami atur sedemikian rupa agar lebih mirip pesta daripada sebuah jebakan untuk Satria.

"Mbak Putri, ceritain dong tentang pertama kalinya mbak ngentot?" pinta Venus.

"Pertama kali? Wah, berat itu. Itu sama saja dengan membuka rahasiaku, dong," jawabku enggan.

"Yah, mbak Putri. Rahasia apalagi, sih? Pepek mbak Putri aja udah kami preteli begitu masih nyimpan rahasia juga. Gimana sih?" desak Diva lebih lanjut.

"OK, ok... Kalian kenal si Andra, nggak?” tanyaku mensosialisasikan ceritaku.

"Tau, cowok sombong itu, kan mbak? Yang dulu sering kemari itu?" jawab Diva.

"Betul. Dia itu yang pertama sekali ngentoti aku. Sebenarnya mbak cuma pernah 'ngentot dua kali. Kedua-duanya sama dia. Trus karena mbak Putri bosan, disamping tingkahnya yang membosankan, ya mbak tinggalkan saja. Dia pikir aku nggak berani karena dia yang mecahkan perawanku. Malah dia nyembah-nyembah minta maaf pengen balik lagi. Wuih nggak sudi, deh," ceritaku.

"Hm, dia pantas menerimanya. Mampus dia. Mana sok keren lagi. Tau nggak mbak, dia pernah menggodaku waktu kemari," tambah Diva lagi. Cerita Diva malah membuatku lebih benci lagi padanya.

"Eh, hampir jam 18.00, nih. Datang, nggak ya mas Satria?" cemas Hellen karena aku juga nggak yakin dia akan datang.

"Kita tunggu aja, deh... ," hiburku.

Satria :
"Apa ini sudah jam 6?" tanyaku bangkit dari tidurku yang singkat. Aku melirik pada jam dinding, "Hah, lima menit lagi. Padahal aku belum memutuskannya. Ah... mandi aja dulu," pikirku sambil bangun dari lantai dengan enggan.

Di shower pun aku belum bisa memutuskan pergi atau tidak. Memusingkan sekali. Tapi apa yang membuatku malas sekali, ya? Padahal seharusnya tidak boleh begini. Sejujurnya aku juga tidak suka terlalu cuek begini. Aku juga kan pingin punya pacar seperti yang lain walau kebanyakan temanku sendiri saja tanpa pacar.

"Ya, biar sajalah. Lagipula apa ruginya. Toh, mereka itu saudara-saudaraku sendiri. Untuk apa malu... " pikirku akhirnya. Segera aku menyelesaikan mandi dan berpakaian seperti biasa, jeans belel dan baju hitam kebangsaanku dan segera menuju rumah mereka disamping dan langsung ke ruang bundar dimana kamar Venus berada. Kunaiki tangga besi kuning berkilat yang menuju ke kamar Venus. Begitu d idepan pintu kuketuk tiga kali dan lalu kutunggu jawaban dari dalam.

"Masuk, nggak dikunci, kok," suara Venus dari dalam mempersilahkanku masuk. Kuputar pegangan pintu itu dan segera aku tutup kembali setelah aku berada didalamnya.

"Hai... Ng... bagaimana pestanya?" tanyaku sambil masih berdiri.

"Hei, Satria... Jangan berdiri saja. Ayo, duduk disini," Putri menyuruhku duduk disampingnya dan Diva.

"Ng... dalam rangka apa pesta ini?" tanyaku berusaha menghilangkan kekakuanku. Pertanyaanku tidak ditujukan pada orang tertentu, jadi siapapun yang menjawabnya tidak jadi masalah.

"Ngga' ada maksud apa-apa, cuma kumpul-kumpul aja kok," jawab Diva sambil tangannya menyentuh lututku dan bertahan disana.

"Kita sudah lama, kan nggak ngobrol-ngobrol begini. Seingat Diva, terakhir sekali kita bermain bersama waktu kami tamat SD, benar kan?" kenangnya tentang hari-hari terakhir itu. Benar pada hari itulah aku memutuskan berhenti bermain-main dengan anak perempuan.

"Betul... " jawabku singkat saja dan tanpa disangka tangannya telah sampai di pertengahan pahaku. Rasanya sungguh aneh dan sedikit geli. Kalau kulihat sekeliling, sepertinya, atau cuma perasaanku, aku ada di tengah-tengah mereka berenam. Kuharap itu cuma perasaanku. Memang aneh sekali. Apa maksud mereka.

"Hei, mana kesopanan kalian? Kalian belum memberi Satria minuman. Ayo, ambilin sana, " ujar Putri sambil matanya mengerling pada Venus dan ia langsung berdiri dan mengambil gelas berisi minuman ringan yang tersedia disana. Saat ia kembali, ia menyerahkan gelas itu dari belakang.

"Makasih, Ven... ," ucapku mencoba mengatakannya dengan normal karena saat itu ia merapatkan dadanya ke kepalaku. Bisa kukatakan bahwa aku menyukainya, tetapi aku tidak mau menunjukkannya. Dadanya terasa empuk dan lembut tetapi aku dapat merasakan sesuatu yang agak keras. Apa itu?

Venus kini menyandarkan kedua lengannya di bahuku. "Wow, mas Satria, Mas sudah sangat besar sekali. Lihatlah bahumu, waw, lebar sekali dan... dan besar," pujinya sambil memegang bahuku dan pangkal lenganku. "Mas Satria pasti kuat sekali," lanjutnya.

"Tentu saja, dia cuma bermain dengan anak laki-laki," ujar Hellen sambil tersenyum penuh arti.

"Lalu, kenapa kalau dia cuma mau bermain dengan laki-laki?" Athena mulai ikut bicara.

"Hei, apa itu artinya mas Satria,... homo?" Aphrodite malah ngelantur kemana. Waduh aku malah dikira homo. Ngenes...

"Bukan, Adit sayang. Itu artinya Satria sudah besar. Tidak bisa seperti dulu lagi," Putri mencoba menengahi. Aku tidak mengerti arah pembicaraan mereka tapi firasatku tampaknya benar, ada sesuatu yang aneh disini.

"Belum tentu, mbak... tapi kita perlu membuktikannya," tangan Venus yang tadi dibahu kini berpindah ke leher dan sebelah lagi meraba pipi kiriku. Bulu kudukku berdiri ketika kurasakan ada sesuatu yang hangat menyentuh leherku lalu kurasakan hembusan nafasnya yang lebih hangat menyentuh telingaku. "Mmm, mas Satria, Venus suka sekali wangimu. " Nafasnya kini mulai berat dan ia makin merapatkan dekapan dadanya di punggungku.

Tidak berhenti disitu saja tangan Diva yang dari tadi di pahaku kini bertambah satu lagi dan mendarat di dadaku. "Ng... Put, apa yang mereka lakukan?" aku perlu penjelasan Putri mengenai ini.

"Tenang saja. Aku tau kau belum terbiasa dengan ini. Mereka hanya mau menunjukkan betapa mereka menyukaimu," katanya sambil tangannya mengusap rambutku. "Kau tau, aku pun sangat menyukaimu... " katanya aneh. Apa maksudnya?

"Dada mas Satria bidang sekali. Olah raga apa yang mas lakukan. Jangan bilang cuma basket, pasti ada olahraga bebannya, kan?” tanyanya langsung.

Diva menarik tangan kiriku dan mengarahkannya kearah dadanya lalu meletakkannya di atas dada kanannya sambil tangannya membimbing tanganku meremasnya. Wow, dari bahan bajunya itu, telapak tanganku dapat merasakan putingnya yang keras. Dan digundukan satu lagi, tanda itu terlihat sangat jelas tercetak di kain bajunya.

Selagi aku masih terperanjat dengan Diva, sesuatu menempel lagi di leherku. Juga diantara gempuran dan rambut terurai Athena, kulihat senyuman Putri.

Bisa kurasakan ada sesuatu yang membuatku tegang, Athena yang merapatkan tubuhnya juga merapatkan selangkangannya sehingga rok mininya naik keatas sampai pangkal pahanya. Selangkangannya makin rapat kepadaku sampai aku dapat merasakan hangatnya vaginanya lewat kain jeansku yang menggembung. Ia mencium mulutku. Sumpah gilaaa!

"Mas Satria, kenapa di bawah sana? Kau mendesakku?" kata Athena lembut setelah melepaskan pagutannya sebentar lalu menekan lagi. Athena sekarang menggoyang-goyangkan badannya dan itu semakin membuatku gila. Barangku di bawah itu semakin menggeliat dan rasanya agak sakit karena jeansku membungkus seluruh kakiku dengan ketat.

"Hmm, Mas Satria, kenapa? Gak nyaman?" tanyanya lalu tanganya meraih pinggangku dan menariknya menjauh dari sandaran sofa. Sekarang posisiku hampir berbaring dengan kepalaku masih bersandar di sandaran sofa dan Athena tetap di posisinya. Venus yang masih dibelakangku kini hanya memperhatikan kami, juga terkadang melirik ke tanganku yang masih meremas dada Diva.

Athena sambil tetap menciumi bibirku, mengangkat baju kausku sampai tergulung di leherku sambil kedua tangannya mengusap-usap kedua dadaku yang kata mereka bidang. Lalu yang membuatku terkesiap ketika ia melepas ciumannya, bibirnya berpindah menjepit putingku dan menciumi seputar dadaku. Membuatku semakin sulit bernafas.

Bibirku yang bebas kini diambil alih oleh Venus yang melangkahi sofa itu agar berada disamping kananku. Kedua tangannya dikalungkan ke leherku dan mengucek-ucek rambutku lembut. Tanganku kini menyentuh sesuatu yang sangat lembut dan bulat dan ketika kulirik, tanganku sudah masuk lewat belahan baju Diva yang kancing-kancingnya telah terbuka sebagian dan tangannya tetap membimbing tanganku meremas dada kirinya. "Hmm, enak sekali, mas... " erangnya pelan.

"Satria,... tenang saja, ya... Jangan lupa bernapas, ya? Mereka semua sangat menyukaimu. Aku tidakakan jauh dari kalian. Ok? Bersenang-senanglah," kudengar suara Putri berbisik di telingaku.

Setelah itu serangan bertambah dua lagi, yaitu dari Aphrodite dan Hellen. Hellen berada di belakangku dan menyiumi leherku. "Wah, benar... Wangi Mas Satria memang enak. Aku suka sekali," puji Hellen di telingaku. "Mas Satria pasti habis mandi. Pake' parfum apa, mas? Hmm... bukan. Ini bukan parfum, ini wangi keringat mas Satria. Bagus sekali. "

Aphrodite dibawah sana menggulung jeansku sampai di bawah lutut, lalu mengurut-urut kakiku. Entah apa yang akan dilakukannya untuk memuaskan hatinya. Urutan yang tadinya di betisku kini terpusat di pergelangan kaki kiri dimana kakiku ditumpangkannya di atas lututnya. Segera aku merasakan geli karena ia menyentuh telapak kakiku lalu bibirnya menciumi jari-jarinya. Rasanya sungguh janggal sekali, apa yang diharapkannya dengan melakukan hal itu?

Aku bukannya tak tau apa yang mereka lakukan tetapi aku tidak tau apa yang harus aku lakukan? Inilah yang membuatku bingung. Haruskah aku menyambut permainan mereka. Apa jadinya bila aku meladenii mereka berlima?

Kalau masalah begini, pengalamanku hanyalah dari bacaan atau film-film yang pernah kutonton bersama teman-temanku dan biasanya tak pernah kuperhatikan terlalu serius. Khayalanku saja nggak pernah sampai sejauh ini apalagi oleh cewek-cewek cantik yang notabene adalah sepupuku sendiri.

"Ahh... " secara tak sadar desahanku keluar ketika lidah Athena menjilat pusarku. Bahkan Venus melepaskan ciumannya untuk melihat penyebab bobolnya kebisuanku. Athena tersenyum penuh kemenangan ke arahku dan lidahnya masih bergerak di kulit perutku. Athena kini lebih menaikkan gulungan jeansku sampai di atas lutut.

Tak kukira apa yang akan dilakukannya dengan lututku ketika aku mulai berkonsentrasi pada Venus, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat dan setitik kelembaban disana. Rupanya ia sedang menekankan selangkangannya diantara lutut kananku. Aku dapat melihat celana dalam merah mudanya dari rok mini yang dari tadi terangkat keatas terbenam bagian depannya dilekukan lututku. Wow, yang lembab itu pasti...

"Mmm... mas Satria... bagaimana...?" godanya sambil sedikit menggoyangkan pinggulnya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ia mulai melepaskan satu persatu kancing blus-nya lalu sambil menatap sayu padaku, ia meloloskan baju itu lewat kedua lengannya.

"Glek!" gugupku. Pasti liurku menetes deras karena dadanya indah sekali. Ia tidak memakai BH sehingga dadanya terbentang bebas dihadapanku. Puncaknya merah muda dengan aerola yang kecil mengelilingi putingnya. Venus yang juga melihatnya sambil menempelkan pipinya di pipiku, menjangkau sebelah payudara Athena dan meremasnya lembut.

"Apa mas Satria mau melihat punyaku, hmm?" bisik Venus diantara usapan pipinya. Dan tanpa menunggu lebih lama ia meraih dasar baju ketatnya dan mengangkatnya melewati kepala lalu melemparkannya kemana blus Athena dibuang ke lantai tadi. Dadanya tak kalah indah. Kulitnya yang putih bersih kontras dengan dua gundukan beserta puncaknya yang berwarna pink. Aku juga memperhatikan perutnya yang putih dan rata beserta pusarnya yang terekspos karena celana hipster-nya telah betul-betul sampai di pinggul.

Kembali nafasku terhenti ketika Diva juga membuka bajunya. Ketika aku sedang menikmati tiap sudut lekuknya, pandanganku terhalang. Ternyata Hellen melepaskan kaus hitamku lalu menekankan dadanya keleherku. Putingnya terasa keras mencuat menekan leher dan punggungku. Kepalaku kini tidak tersandar di sandaran sofa karena Hellen telah berpindah ke dalam sofa dan merapat kepunggungku.

Lalu kakiku mendapat perlakuan yang sama dari Aphrodite. Telapak kakiku diusap-usapkannya di keras putingnya dan juga diantara gundukan besar itu.

Entah apa mimipiku semalam hingga aku harus mengalami surga yang asing ini. Dari mana mereka mendapatkan ide ini, menjebakku untuk menjadi objek seks mereka. Dan sebagai satu-satunya laki-laki disini, aku berhak untuk takut juga mengingat apa yang akan mungkin terjadi.

"Hhh... Apa yang akan kalian... lakukan?" tanyaku agak bergetar.

"Well... Akhirnya mas Satria ingin tau apa yang kami mau dari mas... " jawab Diva mewakili. "Ini sebenarnya ide mbak Putri. Kami nggak tau lagi harus mempercayai siapa kecuali mas Satria. Kami tau mas Satria tidak akan mengecewakan kami," jelas Diva lebih lanjut tetapi aku masih belum jelas.

"A-aku tidak akan mengecewakan kalian? Bagaimana caranya?" tanyaku lebih lanjut. Tentu aja bingung setengah konak.

"Kau belum paham juga, Sat? Mereka mau kau mengambil perawan mereka. Satu persatu! Itu saja. Paham, nggak? Kalau nggak juga ya kebangetan namanya. Sudah jelas begitu," terus terang Putri dari sofa diseberangku.

Putri mengatakan kenyataan sebenarnya dengan tenangnya seperti hal itu adalah hal yang paling biasa di hidupnya. Aku sedikit kaget dan shock. "Mengambil perawan mereka?" ulangku pelan.

"Ya, benar, mas Satria. Dan aku menginginkannya sekarang juga," seru Athena di depan mataku sambil kedua tangannya mempreteli ikat pinggang dan kancing jeansku dengan gerakan cepat, cenderung kasar dan bergetar. Setelah berhasil menurunkan restleting jeans, Athena segera meraih pingiran atas celanaku dan berusaha menurunkannya. Tanganku tak bisa mencegahnya karena tangan-tanganku terpaku meremas payudara telanjang Diva dan Venus. Ada suatu bau yang aneh tercium dikamar ini dan tampaknya mereka telah terbiasa denganya sedangkan bagiku asing sekali.

Athena menurunkan celanaku sampai di paha dan membiarkan CD-ku tetap disana. Gembungan dibagian depan CD-ku sudah sangat besar, mencuat ke atas hampir keluar dari karet pinggang CD itu. Athena menghentikan aksinya dan memandang takjub kearah gembungan itu. Tangannya perlahan dan bergetar menyentuh buah zakarku dari luar CD dan mengusap-usapnya lembut. Rasanya seperti di surga dan aku sangat menikmati tiap detik sentuhannya.

"Then, cepat buka semua! Ayo, cepat buka!" seru Venus lirih. Dengan lima orang gadis yang penuh gairah di sekitarku, aku tidak bisa melindungi diri saat ini. Dan ketika nafsuku sudah setingkat mereka, aku tak bisa berbuat apa-apa waktu Athena menarik CDku dari dua sisi. Penisku segera melompat keluar, tegang dan keras.

"Wah! Besar sekali, mas Satria. Lebih besar dari karet itu, ya? Lihatlah!" teriak Venus. Mereka juga berkomentar yang sama.

"Besar dan sangat hangat," tambah Athena ketika menyentuh batangnya lalu mengenggamnya erat.
"Lihatlah Athena tak bisa menggenggam seluruhnya," seru Diva semakin bergairah.

Aku tak pernah memperhatikan besarnya penisku. Ia tumbuh dengan alami, mungkin oleh hormonku sendiri. Aku akui memang ukurannya memang besar dan tak pernah iri dengan tokoh pria di film blue. Panjangnya kurang lebih 16-18 sentimeter dengan kepala bulat seperti jamur. Rambut lebat yang menghitam di pangkalnya menambah kompleksi ukurannya. Aku tak mengingkari bahwa aku pernah beberapa kali onani untuk mengetahui rasanya.

"Hebat sekali. Kenapa tidak dari dulu ini kulakukan. Aku bodoh sekali membiarkanmu selama ini, Satria," kudengar suara Putri dari seberang.

Pemandangan yang lebih mengejutkan kini dipertunjukkan Putri. Ia sudah telanjang bulat. Tangannya terbenam di pangkal pahanya yang terbuka lebar, menunjukkan mulusnya kakinya. Jari tengahnya terbenam masuk ke dalam lubang vaginanya dan keseluruhan tangannya basah. Ada juga aliran yang menetes di paha dan titik-titik keringat di sekitar gundukan vaginanya. Rupanya ialah penyebab bau aneh dikamar ini. Baunya semakin menaikkan gairahku yang berangsur-angsur memuncak. Tangannya yang sebelah lagi meremas dadanya sendiri. Entah kapan ia membuka seluruh pakaiannya karena tubuh kembaranku itu jauh lebih indah dari kembar lima ini. Dadanya jauh lebih besar dan lekuk tubuhnya lebih sempurna. Pinggangnya ramping dan tak ada rambut di permukaan vaginanya menunjukkan kebersihan kulitnya.

"Minggir kalian! Huh, aku sudah nggak tahan lagi tekanannya. Minggir!" perintahnya bangkit dari sofa dan Aphrodite dan Athena terpaksa pindah dari posisinya. "Mbak Putri mau ngapain? Ini kan kesempatan kami," protes Venus.

"Minggir!" serunya lagi lalu meraih bibirku dan melumatnya keras. Tangan kirinya melingkar di leherku dan kanan memegang batang penisku erat. Dengan membentangkan pahanya di pangkuanku, Putri mengarahkan kepala penisku di bibir vaginanya. Segera aku merasakan hangatnya bibir kemaluannya yang tidak terlalu tebal dan basah. Dengan mudah, penisku meluncur pelan memasuki liangnya yang sempit. Sleeeep.

Rasanya tak terperikan lagi, "Ohhhh... ghhhhh. Pu-tri...? Apa yang kau lakukan?" lirihku.

"Satria sayang, kau harus mengentotiku sekarang. Dan selamat, kau nggak perjaka lagi," serunya setelah melepas lumatan bibirnya. Rasanya seluruh tubuhku terhisap oleh liang seks Putri. "Hhhh... Enak sekali, kan?" ujarnya sambil mulai menggoyang-goyang pinggulnya.

Melihat adegan live ini, kelimanya segera berpindah kedepanku dan menyaksikan bagaimana penis besarku memasuki liang Putri. Ekspresi mereka semua terlihat takjub.

Aku tak menyangka bahwa pengalaman seksku yang pertama adalah bersama saudari kembarku sendiri dan yang paling tak kumengerti aku sangat menyukai ide tersebut. Dan sepertinya Putri yang pertama sekali menemukan ide itu. Kini aku membalas pagutan bibir Putri dengan intens. Tanganku merengkuh tubuhnya keras ke badanku, merasakan besarnya dadanya yang menekan dadaku dan gerakan pinggulnya.

Dinding uterusnya yang sangat ketat, meremas-remas batangku dengan gerakan ritmis. Ini tak sebanding dengan onaniku selama ini. Jauh sekali bedanya. Seluruh batangku sudah terbenam di posisi seperti ini. Putri melepaskan ciumannya untuk menarik nafas dan mempersiapkan trik gerakan yang aku buta sama sekali.

Kedua kakinya ditumpukan pada sofa dan tangan menopang di bahuku. Dengan posisi itu, Putri mulai mengangkat tubuhnya sedikit sehingga batang penisku keluar sedikit dari liangnya lalu ia menurunkan tubuhnya lagi sehingga kami mendapatkan efek kocokan yang efektif. Yakin bahwa gerakannya tidak akan mencabut penisku sama sekali, ia mempercepat ritme gerakannya. Gerakan kami kini sangat panas walaupun cairan vagina Putri sudah membanjiri liangnya di bawah sana.

"Orrrgghhhh, Satria... Kau hebat sekali. Aku sangat bodoh sekali menyia-nyia... kanmu selama ini. Aurgghhhh," erangnya lirih. Dadanya terguncang mengikuti gerakan naik-turunnya. Aku jadi tergoda untuk menyentuhnya. Kuremas keduanya dengan kedua telapak tanganku dan putingnya kupelintir dengan jempol dan jari telunjuk. Aku segera terinspirasi untuk menghisapnya dan untuk itu kutundukkan kepalaku dan meraih putingnya dengan mulutku yang terbuka.

"Ohhh, yahh... Bagus, Satria! Isap terus! Isap yang kuat. Yahhh... " erangnya lagi. Gerakannya tetap konstan mengocok penisku di liangnya yang ketat. "Orhh... Satria... Aduhh... ini dia datang! Arggggghhhhhhhhhhhhhhhh!" teriaknya panjang dan rasanya liangnya semakin erat menjepit batangku dan ada semacam semburan yang makin membecekkan permainan kami. Kepalanya ditarik ke belakang menunjukkan kenikmatan yang hebat sekali dan gerakannya melemah. Ada apa?

Ketika ia telah sadar dari apapun yang didapatnya, "Wuih, nggak pernah aku merasakan yang seperti itu. Hebat dan dahsyat sekali, kan?" ujarnya kemudian. Batangku masih tegang seperti tiang di dalam liang vaginanya ketika Putri mencabut penisku dari liangnya. Putri lalu berdiri dari posisinya hingga benda yang menakjubkan itu tepat didepanku. Vaginanya sangat indah tanpa rambut sedikitpun. Dari bibirnya yang tebal, sejumlah cairan bening menetes keluar sampai di pahanya dan wanginya yang aneh semakin jelas tercium. Wanginya semakin membuat gairahku menggebu.

Putri membungkuk dan menciumku terakhir kalinya, "Makasih, Satria. Kita lanjutkan lain kali. Tapi ini belum berakhir karena lo belum nembak sama sekali. Mereka yang akan meneruskannya... " tunjuknya pada kembar lima itu. "All right, girls. Dia milik kalian sekarang. Untukku sudah cukup," cetusnya yang segera diikuti gerakan agresif mereka berlima.

"Hei, ingat urutan giliran kalian! Jangan berebut! Semua pasti kebagian. Kujamin Satria pasti kuat menghajar kalian semua!" seru Putri dari tempat awalnya memberi semangat mereka

sori gan yg minta ditambahi spasi antar paragraf. gak bisa. maklum dr hp butut dapet barter dr ol*.
 
Terakhir diubah:
berasa kek baca komik hentai incest :D
mungkin bahasanya perlu dibuat santai, biar ga terlalu kaku :beer:
 
mantapppppp....tapi jangan gantung ya gan...harus happy ending hehehhe
 
lanjut...


"Hei, ingat urutan giliran kalian! Jangan berebut! Semua pasti kebagian. Kujamin Satria pasti kuat menghajar kalian semua!" seru Putri dari tempat awalnya memberi semangat mereka.

Rupanya mereka telah memikirkan semuanya, termasuk tentang urutan giliran. Diva yang maju mengambil gilirannya. Ia melorotkan celana panjang beserta celana dalamnya sampai ia berdiri polos disana tanpa busana. Aku sampai menahan nafas waktu menatap wajah dan bentuk V selangkangannya. Indah sekali dan membuat batangku semakin keras mengacung. Aku masih belum beranjak dari posisi awalku dengan Putri tadi, tetap terduduk di sofa ini.

Diva meraih batangku dan mengurut-urut sepanjangnya pinggirannya. "Mas Satria akan kubuat 'nembak, mau nggak? godanya. Sisa-sisa cairan Putri masih disana diratakan Diva sampai kepelirku. Setelah kering, Diva lalu naik ke tubuhku dan meraih bibirku. Kepala penisku terasa bergeser di kulit perut dan pahanya yang lembut. "Mas Satria, aku masih perawan. Maukah mas Satria melakukannya?" pintanya di depan hidungku dengan suara tergetar.

"Tapi kata orang-orang sakit, Div? Aku nggak mau menyakitimu," raguku menjawab nafsunya.

"Tapi mas Satria mau, kan? Aku nggak perduli dengan sakitnya. Pasti nggak bakalan terasa, mas. Ayo... " desaknya lagi.

Aku tersenyum kecut dan, "Tapi aku nggak tau caranya, Div... Apa kau tau?"

"Sini deh, mas... Aku juga nggak tau banget. Tapi kita bisa mencoba ini," usulnya sambil memelukku erat dan menjatuhkan dirinya di sofa sehingga aku berada di atas dan ia di bawah. Tangannya sambil menggenggam batang penisku dan mengarahkannya ke mulut vaginanya.

"Mas Satria,... sekarang mas sudah tau caranya?" lanjutnya. Dipandangi lekat mataku dengan penuh percaya.

"Div, wah, kau sudah basah sekali dibawah sana," kataku berani. Ia hanya tersenyum manis saja menjawabnya. Kurasakan kepala penisku sudah berada dalam bibir vaginanya dan tenggelam seluruhnya disana. Diva menggerak-gerakkan pinggulnya berputar pelan dan hasilnya penisku semakin dalam juga berkat cairannya itu.

"Mas Satria, cepatlah. Lakukan cepat... " serunya sambilnya tanganya meraih pipiku dan menarik wajahku mendekat. Segera ia melumat bibirku, nafasnya sudah sesak memburu seperti juga aku sendiri. Tak pernah kubayangkan akan mengambil perawan seorang gadis dalam waktu singkat ini, apalagi secantik dan sepasrah sepupuku, Diva ini.

Doronganku mendapat halangan oleh lapisan hymen di mulut liangnya ketika kepala penisku sudah mulai memasukinya. Diva semakin giat mengoyang-goyang pinggulnya dan berusaha serileks mungkin karena ia merasakan semakin terbuka bila ia tenang. "Mas Satria, dorong yang kuat bila aku sudah nyaman dan siap. Aku akan bilang kalau aku siap. Ya, mas?" mintanya pelan. Aku mengangguk mengerti.

Kubenamkan wajahku didadanya yang empuk untuk membuatnya lebih tenang. Kukulum putingnya lembut dan kumainkan lidahku disana. "Hmm... ya... Enak, mas... ya..mm... " desahnya kenikmatan. Kulanjutkan dengan menyisiri kulit dada dan lehernya yang jenjang.

"Mm... Lakukan sekarang, mas!" cetusnya keras setelah dirasakannya ia telah siap. Yakin ia telah siap lagipula seluruh kepala penisku telah berada di dalamnya, kudorong perlahan tapi tanpa ragu akan apapun lagi. Kerasnya penisku meluncur masuk melalui lorong yang sangat sempit itu dan rasanya agak perih di kulit batang penisku.

"Ahhhh... " seru Diva menahan rasa sakitnya. "Ummpphh... ahhh... Mas... mas Satria... emmph... " erangnya lagi.

"Sakit, Div? Aduh... " hiburku sambil kembali mengulum mulutnya dan mempermainkan lidahku di sana karena aku tak tau apa yang bisa kuperbuat untuk mengurangi sakitnya. "Mau kucabut aja ya, Div?" usulku.

"Jangan, jangan, mas! Jangan, mas... Teruskan saja tapi pelan-pelan aja," cegahnya. Bila meneruskannya dapat memperingan perih yang dirasakan Diva, aku menggoyang pantatku perlahan.

Aku melakukannya demi melihat senyumannya kembali yang bagai terhapus penetrasiku tadi. Aku mulai berhasil, sedikit-sedikit aku bisa melihat tarikan di otot pipinya yang bisa berkembang menjadi senyum.

"Sudah baikan, Diva sayang?" tanyaku dan segera dijawabnya dengan senyum lebar. "Goyang lebih cepat, mas," pintanya tanpa ragu dan segera kulakukan tanpa ragu. Kuayunkan pinggangku maju mundur perlahan mulanya dan masih kulihat sedikit ringisan di bibirnya yang selalu basah. Dan untuk mengurangi ringisannya, kuraba lengannya lalu pinggangnya. Kakinya yang terbuka kini sasaranku, lebih hangat dari yang lainnya. Pangkal pahanya kini terbentang lebar menjadi sasaranku. Bibir vaginanya yang tebal kuraba dengan jari-jariku dari atas sampai bawah, lembut sekali.

Tiba-tiba, ketika jariku sedang berada dibagian bawah, kurasakan jepitan liang vagina Diva menjadi lebih kencang dari awalnya. Punggungnya terangkat keatas, kepalanya mendongak keatas. "Aaaaarrrrrggggghhhhhhh! Mas Satria... kauuu... hhhhh... " teriaknya keras bahkan lebih keras dari teriakan Putri tadi. Liangnya yang basah, kini semakin basah oleh luapan orgasme yang tak terduga itu.

"Oooohhhh... Mas Satria... Kau telah menemukannya...?" ucapnya misterius. Tubuhnya yang berpeluh masih kupeluk erat ketika,
"Dah, sudah, Div. Sekarang giliranku, nih," Athena meminta bagiannya.

"Maaf, ya, mas? Aku nggak sempat membuatmu nembak," lanjutnya menyesal.

Secara nggak rela ia membiarkan aku mengeluarkan batang penisku dari liangnya. Begitu Diva berlalu, Athena langsung bergayut pada bahuku dan mendaratkan bibirnya di mulutku. Batang penisku berada di perutnya, bergerak-gerak liar disana. Bergaris-garis aliran cairan membekas di kulit perut Athena yang mulus, bekas dari cairan Diva.

"Bagaimana? Mas Satria suka pesta ini, kan?" tanyanya menggoda. Ia memandangi wajahku dengan pandangan nakal.

"Ya, aku suka sekali," jawabku lalu mengecup hidungnya lalu berpindah ke pipi, leher dan bahunya.

"Aku mau mas Satria memasukkannya seperti pada Diva tadi," sambil membimbing tanganku menyentuh kelembaban kelaminnya. "Hmm, aku sudah hot sekali. Aku sudah nggak tahan lagi, mas," desahnya membalas kecupanku.

Kubaringkan Athena dimana Diva baru kuperawani beberapa saat lalu, bahkan bekas keringatnya masih ada di kulit sofa itu. Saat ini aku merasa lebih berpengalaman dan berani karena aku telah melakukannya sekali. Kali ini pasti tak jauh beda. Kubentangkan paha Athena dan kutahan dengan lenganku pada bagian sendi lututnya sehingga terbuka lebar sekali. (Cara ini kuingat dari film yang pernah kulihat.) Batangku yang masih keras menjulang terarah tepat di bibir vagina Athena dan sebentar saja telah terbenam di labia minoranya yang hangat.

"Then, ini akan sedikit sakit. Kau tahan, kan?" ingatku akan konsekuensinya. Ia mengangguk mengerti tanda setuju. Kepalanya diangkat penasaran akan apa yang terjadi di bawah sana. Aku mendorong-dorong pelan untuk memancing kelenturan gerbang liangnya. Athena tampak meringis perih atas perlakuanku lalu kukecup perut lalu daerah diantara dadanya yang dibusungkan. Kususuri tiap sudut dadanya dengan gerakan melingkar menggunakan lidahku. Terkadang kujepit putingnya yang mengeras dengan bibirku, menyebabkan Athena mengeluarkan desahan-desahan panjang.

Mengikuti firasatku tentang waktu yang tepat, kudorong perlahan, seperti tadi, penisku sampai menerobos maju liang cintanya yang ketat sekali. Bergerinjal dan basah, berdenyut-denyut oleh nafsunya yang semakin membakar. Suaranya tak kalah dengan Diva saat itu, gaduh sekali.

Athena mengangkat dadanya dan langsung kusambut dengan mulutku. Kuhisap-hisap rakus tiap gundukannya seperti tak akan pernah puas. Lalu kupindahkan perhatianku dengan mengecup lehernya, meninggalkan tanda merah muda ditiap sedotanku. Lalu kubisikkan padanya, "Bagaimana, sayangku, kau senang?" diikuti dengan mengulum telinganya dan menghirup wangi rambut indahnya.

Tak terduga, seperti Diva juga, Athena mengejang hebat. Liangnya mengatup erat batangku, diikuti gelombang orgasmenya yang bergulung. Tubuhnya terpaksa kupeluk erat karena bergetar keras, takut aku mungkin melukainya. "Ooooooorrrrggggghhhhhhhnnnnggg... nnnggg... " teriaknya malah mirip lolongan.

"Oohhh... hhhh... Apa itu? Apa yang mas lakukan? Cepat sekali?" herannya tentang orgasmenya yang terlalu cepat padahal ia belum puas sama sekali. Aku pun angkat bahu dan terpaksa kembali kucabut batang penisku yang masih tegar keluar dari liang kencang itu karena aku harus menghadapi giliran berikutnya.

"Eit, jangan ngambek, Then. Ingat perjanjian kita hanya sampai kita orgasme. Ingat itu?" peringat Venus yang mendapat giliran sekarang.

"Mas Satria tau apa yang mas lakukan pada mereka berdua tadi sehingga mereka cepat sekali, mas?" koreknya tentang hal yang aku sendiri tak kumengerti. "Jangan lakukan padaku ya, mas. Aku mau yang lama. Ya, mas," pintanya ketika ia duduk di pangkuanku dan memeluk erat tubuhku penuh harap.
"Mas coba, ya?" jawabku untuk menyenangkan hatinya.

Venus memainkan lidahnya diatas langit-langit mulutku ketika dengan hati-hati kuletakkan kepala penisku di mulut vaginanya. Masih terasa olehku kencang dan nikmatnya liang Diva dan Athena terdahulu, kini aku hampir memasuki perawan ketiga hari ini. Kugesek-gesekkan kepala penisku pada vaginanya.

Sekarang lidah kami saling berkait di dalam mulutku dan tanganku merambah punggung dan pantatnya yang montok berisi. Rambutnya yang bergelombang sudah acak-acakan akibat gerakan liarnya terhadap penisku yang mulai melesak masuk. Dengan posisi lututku di sofa dan Venus di atas pangkuan, seharusnya lebih mudah tetapi gerakan liarnya menyebabkan aku urung meneruskan dorongan masuk itu.

Dia harus ditenangkan dahulu pertama sekali yang terlintas di benakku. Kulingkarkan tanganku dari bawah lengannya dan hinggap di bahu sebagai pegangan penahan. Taktikku berhasil dan kini aku bisa mendorongkan penisku lebih jauh.

Entah kenapa aku senang sekali mendengar jeritan lirih mereka ketika perawannya kurobek perlahan-lahan dan sewaktu orgasme melanda gadis-gadis ini, membuatku semakin gencar melesakkan batangku lebih dalam.

"Ooorrrrrhhhh... Mas Satriaaa... AAaaa... duuhh... " tangannya merangkul leherku, kepalanya dibenamkan dibahuku mencari ketenangan. Kuhentikan gerakan mendorongku sementara agar Venus terbiasa dengan besarnya batang penisku yang pasti mengganjal liangnya. Perlahan-lahan Venus sendiri mengoyang-goyangkan pinggulnya untuk meratakan cairan yang mulai mengalir di liangnya.

Batangku terasa sangat hangat oleh baluran cairan Venus yang meliputiku dari gerakan ritmisnya. "Gimana, Venus? Sudah enakan?" tanyaku yang dijawabnya dengan senyumnya yang tak pernah lepas dari bibirnya yang menggemaskan.
"Ya, sudah enak, mas. Enak sekali, mas. " jawabnya.

Sambil tanganku masih merangkul pundaknya, kudorongkan pantatku ke atas dan ke bawah perlahan. Lalu seperti yang lain, desahannya kuhentikan dengan melumat bibirnya. Kujulurkan lidahku memasuki mulutnya dan disambutnya dengan mengaitku dengan lidahnya.

Kuhentikan ciumanku dengan mengecup bibirnya sekali, lalu aku berpindah ke dagu lalu lehernya. Kususuri kulit lehernya yang mulus dengan lidahku dan turun kebahunya. Titik-titik keringatnya juga tak luput kujilati membuat seluruh kulitnya menjadi semakin basah.

Kepala Venus yang mendongak keatas menyebabkan aku dengan mudah mengakses dadanya yang membusung. "Hmm... ya... masss. Ya..mas Satria... " desisnya sementara tangannya mengacak-acak rambutku. Kukulum dan kuhisap payudaranya dengan mulut terbuka. Kufokuskan jilatan pada pinggiran dan sisi luar dadanya lalu hingga sendi pangkal lengannya. "Mm, kau wangi sekali, Ven... " lanjutku di bagian itu.

Dan, oh, tidak lagi. Tubuhnya tergetar kencang. Kakinya yang tadi terpaku di sampingku, kini dikaitkannya ke pinggangku dengan kuat. "Maaaass... kau suuu... dah... jhan... jhhiii... Ooorrrrggghhhh!" erangnya. Jari-jari tangannya mencengkram kulit punggungku erat seerat otot liang vaginanya mencengkram batang penisku dan menyiraminya dengan semburan kecil cairannya. Rasanya tak terlupakan, tiap orgasme mereka membuatku bertambah merasa kurang. Masih banyak yang belum kurasakan sebetulnya. Tapi rasanya ini akan berlangsung lebih lama lagi.

Ketika Venus sepenuhnya sudah pulih dari gelombang dahsyat itu, "Yah... mas Satria, kok cepat banget, sih? Kan mas sudah janji akan menahannya lebih lama. " Kukecup bibirnya untuk permohonan maafku.
"Maaf, Venus sayang... Aku juga nggak ngerti apa yang terjadi?"

"Ya, sudah. Venus, kamu minggir sana. Sekarang giliran Adit. Lama banget... " seru Hellen nggak sabar karena gilirannya sebentar lagi setelah Aphrodite. Aphrodite sendiri sudah senyum-senyum sendiri sambil tangannya memegangi belahan bibir kelaminnya.

"Adit... Ayo kemarilah... " ajakku dan menarik tangannya ke sofa. "Jangan bilang kau malu?" ucapku ketika tubuhnya sudah dalam rengkuhanku. Kusibakkan rambut yang menghalangi wajah dan matanya, lalu kusisihkan dibalik telinganya. "Aku baru tau kalau kau juga sangat cantik, Dit," pujiku demi melihat seluruh kompleksinya yang lebih sering tertutup. Matanya kini lebih berbinar dari biasanya.

Pertama sekali kukecup keningnya lalu hidung, pipi dan bibirnya dengan lembut. Ia diam saja. "Adit sudah siap?" tanyaku sambil sebelah tanganku meraba perut bawahnya, pusar dan gundukan vaginanya. "Hmm... Adit sudah basah sekali, ya?" godaku ketika jariku sampai diantara bibir vaginanya.

"Iya, mas Satria. Hmm,... mau melakukannya sekarang?" mintanya setengah berbisik di telingaku.

Aphrodite kududukkan di sofa, bersandar di sana dan kakinya kubentangkan lebar. Kugenggam batang penisku yang tampak masih tegar dan kuat lalu kuarahkan di bibir vagina Aphrodite. Terasa hangat dan lembab ketika kepalanya terbenam di bibirnya yang tebal.

"Adit sudah siap?" yakinku padanya. Ia hanya mengangguk pasti tanpa melepaskan pandangannya pada pertemuan kelamin kami berdua. Kudorong perlahan seperti yang kulakukan sebelumnya dan dengan seret meluncur pelan di rongganya yang sempit. Mulut Aphrodite terbuka, kepalanya menengadah ke atas tapi tak ada suara yang keluar. Sepertinya ia menahan kuat-kuat gejolak dan perih sakitnya.

Untuk merelakskan keadaan, kuhentikan sebentar lalu mengoyang batangku kekiri dan kanan untuk melonggarkan jepitannya. Untuk beberapa saat ia tetap begitu lalu ketika ia kembali menghadapkan wajahnya kembali, aku mendapat kesan bahwa ia telah berubah. Matanya kini berbinar lebih penuh semangat, pipinya bersemu merah dan senyumnya lebar menghiasi wajahnya. Bebannya telah lepas, kini ia lebih bersemangat menghadapi hari-hari esok.

Pipiku dipegangnya agar ia bisa meraih bibirku dengan mudah. Tanganku yang dari tadi menahan pahanya kini bebas karena Aphrodite telah melingkarkan kakinya di pantatku dan menjepitnya kuat. Kupengangi rusuknya agar aku dapat menggoyang pinggulku keluar masuk dengan mudah karena rasanya sudah sangat memungkinkan untuk hal itu.

Kuremas-remas kedua dadanya dengan kedua tanganku yang bebas, sementara sebelah tangannya menyentuh kelamin kami. Dengan jari telunjuk dan tengah, ia menjajaki garis tebal bibir vaginanya, sesekali jarinya menyentuh batang penisku yang berlendir basah.

Kuraba semua garis tubuhnya yang ramping padat berisi itu dengan rasa sayang. Dadanya, bahu, rusuk, pinggang, perut, pusar dan pinggul mendapat perhatianku. Kembali kuusap perutnya yang rata dan hal itu terjadi lagi.

Kali ini, Aphrodite tak bisa menahannya lagi, "Haaarrrrrkhhh... aghhhhhhh... hhhhh... Mas Satria... ooouuuuhhhhhh... " teriakannya bahkan lebih hebat dari yang terdahulu.

Bibir vaginanya yang ketat mencengkram kuat dasar penisku. Aku memang belum terbiasa dengan orgasme mereka ini, tetapi aku menikmati ketika berteriak nikmat ketika mereka mendapatkannya. Lorongnya menjadi sangat becek oleh cairan cintanya. Tubuhnya yang lemas disandarkan ke sofa, kepala menengadah keatas. Sangat puas kurasa.

Entah apa yang telah kulakukan hingga aku memicu orgasme yang begitu hebat. Sampai sekarang aku telah melakukannya lima kali, pada Putri lalu Diva, Athena, Venus, dan Aphrodite. Padahal rasanya aku memperlakukan mereka seperti yang seharusnya orang yang sedang berhubungan seks.

Aphrodite beringsut meninggalkanku dengan senyuman di bibirnya karena sekarang giliran Hellen. Dengan cepat Hellen telah naik ke sofa dan membentangkan kakinya pada pinggangku. Tangannya yang kuat melingkari leher dan menarik kepalaku mendekatinya. "Mas Satria, jangan marah kalau kubilang, aku tau rahasiamu membuat mereka orgasme secepat itu," bisiknya saat ia melepaskan bibirnya. "Rahasia apa, Len? Mas nggak punya rahasia," jawabku.

"Ng... ya... Mungkin bukan rahasia. Mungkin mas saja yang nggak menyadarinya sebagai kelebihan mas Satria," lanjutnya. "Tapi nanti saja kita bahas itu lagi. Karena mas Satria punya kerjaan lagi denganku, kan?" ingatnya tentang gilirannya.

"O... mas Satria takkan lupa itu, sayang," bibirnya yang kecil kini kukulum. Kesanku selama ini tentang Hellen yang seperti laki-laki hilang seketika waktu kusentuh bibir vaginanya yang tebal. Kutuntun kepala penisku kesana, terasa lembab dan nikmat sekali.

"Hellen, kau tau apa yang harus kau lakukan. Oh... aku bisa jadi terbiasa dengan ini semua... " ujarku. "Hmm... terbiasa untuk terus mengentoti kami kan, mas?" tebaknya.

"Ya... aku bisa terus disini dan main dengan kalian semua," ucapku. Ia hanya tersenyum saja dan menekankan tubuhnya erat kepadaku sehingga dadanya dengan keras menekan dadaku.

Dengan sebuah dorongan kuat, aku menerobos masuk menembus hymen vaginanya, melalui liangnya, seperti yang lainnya, liat dan sempit kuat mencengkram batang penisku. Kucengkram kedua bongkah pantatnya ketika kudengar teriakan puasnya dengan robeknya perawannya. Tangannya makin kuat memeluk erat ketika batangku kutarik keluar dan masuk lagi.

Dengan peganganku pada pantatnya yang padat, kukeluar masukkan penisku di liang vagina Hellen. Awalnya secara perlahan lalu sejalan dengan semakin basahnya liang itu juga semakin membukanya ketegangan Hellen sehingga dia bisa menikmatinya, gerakanku bisa menjadi lancar dan sedikit lebih cepat. Desahan-desahan Hellen terdengar memenuhi kamar disertai oleh rabaan dan usapanku disekujur tubuhnya.

Kuremas tiap dadanya dengan penuh semangat hingga hampir memerah. Tubuhnya yang kuat dirapatkannya kepadaku agar aku dapat menyentuhnya lebih mudah. Memang tubuhnya lebih kuat dibanding saudarinya yang lain. Terbukti, seharusnya ia telah mengalami orgasme bermenit yang lalu seperti lainnya yang mengalaminya dalam waktu singkat.

Kini tanganku kutopangkan pada sandaran sofa agar aku dapat menggoyang pantatku lebih cepat. Nafasku semakin cepat begitu juga Hellen yang terpengaruh gerakanku. Apa yang membuatnya berbeda dari yang lain. Apa karena ia tahu rahasia yang aku sendiri tak ketahui.

Apapun itu, merupakan misteri yang lebih baik kulupakan sekarang karena sekarang misteri itu kalah menarik dengan sensasi yang kudapat sekarang. Sebuah dorongan kuat telah terjadi dalam tubuhku. Ada sesuatu yang telah menunggu di pelirku, sehingga ketika ia berlaga dengan pantat Hellen waktu gerakan masukku membuatnya semakin bereaksi lebih kuat.

"Ooohhh... He-llennn... Aa-wasss!" kutekankan pantatku sekuat-kuatnya kedalam liang Hellen dan melepaskan dorongan kuat itu. Bergulung-gulung gelombang telah menerpaku, dengan semburan hangat spermaku sangat banyak sekali memenuhi liang Hellen yang sempit.

Saat itu juga dengan liang menjepit batangku dan, "Orrrrrghhhhhhhhhhhhhh... Mas Satria... tak ada... rah-hasia la-gi... ahhhhhhhhh!" Rupanya kami mengalaminya bersama-sama. Tubuh kami bersatu rapat sekali. Sungguh bahagia sekali. Kulihat titik air mata di wajah Hellen.

"Kenapa menangis Hellen? Sakit?" Ia tidak menjawab, ia hanya membenamkan wajahnya di bahuku.

"Tidak. Hellen senang sekali. Sangat bahagia. Sangat bahagia, melebihi apapun didunia ini," jawabnya di bahuku.

"Akhirnya kau nembak juga kan, Satria. Rupanya Hellen si pamungkas juga yang membobol Satria kita yang kuat ini. Tapi dia pasti masih kuat," ujar Putri ketika akhirnya Hellen melepaskan pelukannya dan penisku masih didalamnya, keras seperti awalnya.

Putri meraih penisku, "Kontolmu ini memang hebat, belum lemes seperti yang lain. Pasti kau masih kuat, kan? Tapi ini harus dilepaskan dulu," katanya mengeluarkannya dari liang vagina Hellen yang mencengkramnya dengan kuat. "Hellen... , sudah cukup. Kau harus melepasnya," ingat Putri pada Hellen yang enggan melepasku pergi.

"Tapi mbak Putri, aku kan belum orgasme, seperti perjanjian kita.. " protesnya.

"Belum orgasme? Nggak mungkin. Kami semua melihatnya. Hellen kamu jangan boong sama aku. Kau orgasme waktu Satria nembak tadi, kan?" jelasnya yang disetujui yang lain. Dengan terpaksa ia melepaskan sendiri penisku dari liangnya. Segera sejumlah banyak spermaku keluar dari lubang vaginanya.

"Wow... banyak sekali," Putri meraih batangku dan menundukkan wajahnya diantara kaki Hellen itu. Dengan tidak terduga ia menjilati cairan itu. "Hmm... enak sekali. Mmmm... lezat. Kalian nggak mau mencobanya?" ajaknya pada yang lain sambil mengocok penisku perlahan.

Adegan yang kini kusaksikan sangat menyesakkan dada. Putri dan yang lain berkerumun di sekitar paha Hellen dan menyaksikan Putri sedang mencicipi maniku yang bercampur cairan Hellen sendiri yang mengental di mulut vaginanya. Sedangkan batang penisku kini seperti mulai dilupakan dan mulai mengendur ke ukuran awalnya.

Kusandarkan tubuhku di sofa sambil menikmati pemandangan langka ini. Tangan menggenggam batang penisku erat. Sampai sekarang rasanya belum hilang juga.

Tak bisa kupercaya kalau aku baru saja ngentot dengan saudariku dan kelima sepupu yang masih perawan dan akulah yang menjebol perawan itu, berurutan dan memuaskan mereka semua.

Kupandangi punggung dan pantat meraka yang menjulang di udara. Sampai akhirnya mereka selesai dengan Hellen yang telah 'disapu' bersih oleh mereka berlima dan mengalihkan perhatian mereka kepadaku kembali.

"Pasti mas Satria sekarang jauh lebih segar sekarang setelah istirahat sebentar tadi.. " kerling Diva mendekati sofa tempatku.

"Tidak akan pernah segar kalau harus melayani kalian semua, kan?" jawabku mengalungkan satu tanganku di lehernya dan satu lagi di leher Venus.

"Coba kalian ambilkan minuman untuk Satria," mintanya dan Athena mengambilkannya untukku. "Well... tampaknya minuman itu sangat bekerja dengan baik," lanjutnya setelah kupegang gelas itu. "Kenapa dengan minumannya, Put?" tanyaku heran seperti ada rahasia yang disimpan.

"Maaf, Satria... Aku sendiri juga nggak yakin kalau kau kuat mengentoti kami semua sekaligus, makanya kami masukkan obat kuat di minumanmu agar kau kau tahan lama... Benar, kan? Kau baru nembak pada Hellen—yang terakhir," jelasnya. Aku juga agak terkejut, tapi ada benarnya juga katanya. Aku telah mengentoti enam orang dan memang pada kentotan terakhir aku nembak yang merupakan puncak ejakulasiku.

"Ngg, mbak Putri... Sorry, Adit lupa," Aphrodite memotong. "Ada apa, Dit?" tanyanya. "Nggg... Adit,... Adit lupa memasukkan obatnya, mbak," katanya sambil menunjukkan sebuah tube obat.

"Wow! Mbak tau apa itu artinya?" ujar Athena gembira. "Mas Satria bisa lebih kuat lagi kalau minum obat ini?" coba Aphrodite.

"Bukan. Sebenarnya Satria bahkan masih sangat kuat tanpa obat apapun... " jelas Putri tentang kondisiku.

"Tunggu-tunggu... Kalian memerangkapku dengan obat kuat dan tidak berhasil karena aku sebenarnya lebih kuat dari itu?" konfirmasiku lebih lanjut.

"Tepat sekali. Hebat, kan?" lanjutnya lagi.

"Karena mas Satria sangat kuat, kita akan lanjutkan lagi... " kata Hellen tanggap. Putri dan Diva bergerak hampir bersamaan meraih penisku yang masih mengacung berkilat.

“Tunggu sebentar!” setelah mendapat ide monopoli ini. Putri dan Diva menghentikan sejenak perebutan mereka.

"Karena aku satu-satunya laki-laki disini dan percaya atau tidak, hanya aku yang punya penis disini. Karena itu, aku yang putuskan siapa yang duluan, siapa yang berikutnya. Ok?" putusku.
 
Bimabet
update gan...


Mereka saling berpandangan satu sama lain. "Bagaimana...? Setuju?" tegasku.

“Ok-lah... Apa yang harus kami lakukan?" akhirnya Putri menjawab pertanyaanku.

"Begini, aku sudah cocok sama giliran kalian tadi, jadi itulah keputusanku," ujarku tentang cara yang kusuka secara singkat.

"Berarti... sekarang giliranku dong, Satria...?" cetus Putri girang. Aku hanya menjawab dengan senyum lebar. Sebentar saja ia sudah dipangkuanku, tangannya mengusap-usap dadaku dan bibirnya yang kecil menciumiku penuh gairah. "Satria, aku senang sekali aku bisa 'ngentot dengan kau lagi. Kau suka, kan?" tanyanya nakal. "Walau tak kau katakan aku juga mau mengatakan itu tadi... " jawabku.

Segera tangannya yang hangat menggenggam batang penisku yang mengecil dan mulai mengocoknya pelan. "Hmm... ya... Terus, Put... " desahku menikmati kocokannya yang hebat. Tangankupun tak mau tinggal diam, kuremas tiap gundukan dada dan memelintir putingnya dengan jariku. Sementara jariku yang lain bermain di vaginanya.

Aku ingin tahu lebih jauh lagi bagaimana bentuk bagian dalam vagina itu walupun hanya dengan jariku. Kurasakan bibir vaginanya yang tidak terlalu tebal, tidak seperti si kembar lima yang berbibir vagina tebal, hangat dan tidak berambut sedikit pun karena pasti Putri mencukurnya. Kujalankan jariku di bagian luarnya yang lembut, diantara kulit pangkal paha dan kulit lembut gundukan itu, lalu di bagian dalamnya yang menuju bibir bagian dalam minora. Pada bagian atas jariku menemukan sebuah gundukan kecil yang pasti klentitnya, ia sudah bengkak membesar karena nafsu, berdenyut-denyut kencang seirama debur jantungnya. Kugosokkan jari tengahku di sana untuk beberapa lama dan kemudian turun agak ke bawah dan jariku menemukan sebuah gundukan kecil lainnya yang merupakan lubang kencingnya. Kulingkarkan jariku di titik itu juga untuk beberapa saat.

Selangkangan itu semakin hangat ketika jari tengahku mulai meluncur lebih kebawah dan menyentuh bibir minora yang menyembunyikan lubang yang menuju ke rahimnya itu. Daging itu lembut sekali dengan tekstur yang bergerinjal dan tepat ditengahnya jariku tiba di mulut liang itu. Paha Putri yang terpentang lebar membuat akses jariku dengan gampang memasukinya.

Kini aku mulai mengerti mengapa orang bule menggunakan jari tengah untuk mengejek seseorang untuk istilah "Fuck You" karena memang dengan jari tengah itu bisa digunakan untuk mengentot seseorang sebagai ganti kelaminnya yang tak mungkin ditunjukkan.

Jariku telah basah kuyup di dalam liang itu walaupun tak kumasukkan seluruhnya. Dan batang penisku pun telah kembali ukuran gagah besar tegangnya. Putri telah berhasil dengan usahanya membuat batangku tegak kembali dan dia sangat senang sekali melihatnya.

Segera ia menepiskan tanganku dengan jariku dalam di liangnya untuk segera memasukkan penisku kesana. Nafasnya memburu tak sabar. Ia kembali pada posisi awal waktu ia mengambil perjakaku tadi, mengangkangi pahaku, penis tepat di bibir vaginanya yang terbuka dan Sleeep, meluncur masuk dengan pelan.

Walaupun aku nggak bisa lupa bagaimana rasanya, tetapi tetap saja aku mengalami sesuatu yang baru tiap penisku memasuki lorong-lorong ketat ini. "Oooooorrhhhhh... Yah... yaa... " Putri menarik kepalanya keatas dan memejamkan matanya, menikmati ketika dengan satu dorongan itu, seluruh liangnya telah penuh oleh batangku yang besar, mungkin sampai ke mulut rahimnya.

Tak perlu menunggu lama ia menggerak-gerakkan pinggul dan pantatnya ke segala arah. Yang perlu aku lakukan hanyalah membuatnya semakin semangat dengan meremas sebelah pantatnya yang montok dan payudaranya.

Setelah kakinya menjejak dudukan sofa, Putri kini menarik badannya ke atas dan turun lagi untuk mendapat gesekan yang kuat di liangnya. Batangku kini keluar masuk di liang vaginanya dengan cepat dan menimbulkan suara berkecipak yang lumayan terdengar di kamar itu.

Kini tanganku kupelukkan di pinggangnya yang ramping dan mengusap-usap punggungnya. Kuciumi perut dan kulit dadanya, terutama di belahan tengahnya. Tangannya sendiri mengucek-ucek rambutku membuatnya berantakan sambil terus bekerja menggoyangkan tubuhnya.

Keringat mulai menitik di tubuhnya ketika aku sedang mengulum putingnya dan rasanya orgasmenya akan segera tiba. Ditandai dengan mengencangnya katupan bibir vaginanya atas dasar batangku dan mengejangnya berbagai otot tubuhnya terutama otot perutnya. Lalu dengan teriakan keras setelah nggak bisa menahannya lagi, ia menuntaskan orgasmenya dengan liar. "Aaarrrggghhhhh... hhhhhh... hhhh... "

Tubuh bergetar dan bergoyang hebat. Tangan dan kakinya mengait erat padaku, kepalanya dibenamkan di bahuku. Karena nggak kuasa menahan gerakannya, kujatuhkan pelukanku ke sofa dan menenangkannya.

Nafasnya tersengal-sengal diantara sisa-sisa luapan orgasmenya. Masih kupeluk Putri dengan erat ketika ia mulai membuka matanya dan senyuman lebar di bibir. Dikecupnya aku sekali, "Makasih Satria, yang ini bahkan jauh lebih hebat dari yang tadi atau yang pernah kualami. "

Dan dengan enggan ia meninggalkankan aku karena sekarang adalah giliran Diva. "Mas Satria mau 'nyoba nggak ngentot dari belakang. Gaya ini sering sekali Diva lihat di film, nampaknya asyik, ya?" usulnya.

"Ya, benar juga. Aku baru ingat. Boleh... Ayo, deh," sambutku setuju. Diva segera membungkuk dan bertumpu pada kedua tangan dan lutut. Pantatnya yang padat segera diangkat keatas.

Kucengkramkan tanganku pada kedua bahunya untuk berpegangan erat. Lalu kutatap kedua bongkah pantatnya, lubang anus dan gundukan bibir vaginanya. Dengan kakiku, kugeser kakinya agar melebar kesamping agar dapat kujangkau liangnya. Kuarahkan kepala penisku kesana dan kugesek-gesekkan di tempat yang menggemaskan itu.

"Cepat, mas... 'Ngapain lagi, sih? Diva sudah nggak sabar lagi, nih... " desahnya karena permainanku. "Sebentar Diva sayang. Sabar, ya?" bujukku sambil segera menempelkan kepala penisku di bibir tebal itu. Lalu kuterobos pelan liang itu, merasakan dindingnya yang sangat sempit. "Ooorrrgggghhhh... yaa... Mas... Sat-.riiia... Eee-nak... sekali... " erangnya panjang. "Hm... yaaah... Enak sekali, Diva. Kau suka, kan?" Ia menjawabnya dengan erangan panjang lain yang tak kalah senangnya.

Sebelum batangku terbenam sepenuhnya, kutarik lagi keluar untuk serangkaian goyangan keluar masukku. Liangnya yang sempit, bergerinjal dan mulai basah beradu dengan kerasnya penisku membuat gerakanku pelan saja. Kini tanganku berpindah ke dadanya yang bergantung dan bergoyang-goyang akibat kocokanku. Kuremas-remas dan pelintir putingnya. Tangannya kirinya masih bertumpu di lantai sementara tangan kanan berada di permukaan vaginanya, mengurut-urut tebalnya bibirnya dan sekali waktu kulihat jari-jarinya yang lembut menyentuh kulit penisku yang mulai berlendir basah.

"Hmm... Enak sekali Mas Satria... Yaah, lagi, mas. Yang cepat. Yah... " erangnya lagi. Terlintas dipikiranku untuk menggodanya, lalu kucabut seluruh penisku dari liangnya yang sangat nikmat itu. Kemudian kuputar-putarkan disekitar bibirnya, meninggalkan jejak basah dan berkilauan. "Mas Satria, jangan main-main, ah... " protesnya. Lalu segera kubenamkan lagi dan kali ini sedalam-dalam yang bisa kucapai dalam posisi ini dan sejauh mana dalamnya liang Diva. Rambut yang menghiasi pangkal penisku sampai menyentuh lubang anusnya. Dan ketika sekali dorongan kuat itu berhenti di suatu tempat, dapat kurasakan jepitan kuat bibir vagina Diva yang merupakan awal orgasmenya yang tak disangka-sangka.

"Ooooorrrrrrrggghhhhh. " kepalanya terangkat, menengadah keatas, menikmati tiap gelombang puncaknya itu. "Ahh... nikmat bangeti, Diva... " seruku atas orgasmenya. "Yahh... ya... sangat nikmat... Tapi terlalu cepat sekali datangnya, mas," jawabnya sambil membaringkan tubuhnya yang lelah di karpet lantai.

"Ya, sebaiknya memang begitu, karena sekarang giliranku. Ya, kan mas Satria," ujar Athena yang sudah berada di belakangku sambil merangkul pundakku.

"Athena mau yang bagaimana?" godaku menanggapi gerakan Athena yang menciumi wajahku. Sambil menatapku dan sedikit berpikir, "Hm... Athen... mau yang biasa aja, deh. Asal lama aja, mas... " jawabnya.

"Yang biasa itu gimana? Yang jelas, dong?" lanjutku.

"Ya, Athen di bawah, mas Satria di atas Athen. Gitu yang biasa, mas," jawabnya.

"O, yang biasa kayak gitu," godaku sambil tangan kulingkarkan di pinggangnya yang ramping lalu kubaringkan di sofa. "Seperti ini kan, Then? ujarku setelah kepala penisku menempel di mulut vaginanya yang tebal. Ia hanya mengangguk dan tersenyum lebar lalu memegangi tanganku yang kutopangkan di sofa diatas bahunya.

Dengan perlahan kudorong masuk batangku menerobos liangnya yang hangat. "Hm, yeaah... nghh.. " desahnya ketika setengah batang penisku berada di liangnya. Matanya dipejamkan menikmati.

"Punyamu enak sekali, Then.. " bisikku di depan bibirnya.

"Pepekku maksud mas Satria, heh?" jelasnya.

"Ya... Pepekmu enak sekali, Then," lanjutku nakal karena aku sendiri agak terkejut atas pilihan kata itu. "Hmm, pepekmu rapet sekali, Then. Oohh..hm.. " desahku lagi setelah beberapa kali goyangan maju-mundurku. Athena kini menarik kepalaku mendekati wajahnya lalu mengulum bibirku erat. Nafas kami kini hanya lewat hidung yang semakin memburu.

Dengan tubuh yang membungkuk untuk menciumi bibirnya kini aku semakin membungkukkan tubuhku dengan mengulum dadanya. "Ya, ya... Isap terus, mas. Ya, isap terus," desahnya keenakan. Tangan kiriku meremas payudaranya sebelah dan lidahku menari-nari di puting yang sebelah lagi. "Oh, ya... mmph... ahh... ahh... ohh.. "

Kocokan penisku tetap teratur keluar masuk liang Athena yang hebat ini. Kini aku menciumi lehernya lalu naik ke pipinya. "Oh, yeah.. Enak banget, Then... mmh... " bisikku dekat telinganya.

"Yah... enak sekali, mas... " serunya setuju. Kuletakkan kepalaku disamping kepalanya dan mulai kupercepat goyanganku. "Errrghhh... ohh, oh... " erangnya karena kecepatan gesekan di liangnya semakin cepat. Kepala kurapatkan ke arahnya dan mencium aroma rambutnya lalu pipinya dan terus.

"Ooooh... oohh... Mas Satria... Aaaaaaaahhhhhhhhh!" teriaknya ketika orgasmenya datang tiba-tiba dan membuat tubuhnya kejang untuk beberapa waktu. Yang bisa kulakukan hanyalah memeluknya erat dan menghentikan kocokanku perlahan-lahan.

"Hah... hahh... En-.enak... se-kali mas... hah.. hah," ucapnya sambil terus menarik nafas.

"Yah... Sudah, jangan bicara. Ambil nafas yang tenang. Tenang... Enak, kan?" tenangku pada Athena yang kehabisan nafas.
"Huh..huh... Enak... nikmat sekali. Hah... " serunya mulai tenang.
Kukecup bibirnya terakhir ketika batang penisku sudah terlepas dari liang vaginanya yang basah. Dan ketika aku sudah berdiri dengan batang yang masih tegar, Venus sudah menggenggamnya erat dengan tangannya yang hangat.

"Mas Satria sudah siap?" tanyanya merapat.

"Kapan saja, Ven," jawabku mendaratkan bibirku di bibirnya. Penisku berada di perutnya dan ia sendiri mengangkat kaki kirinya lalu melingkarkannya di pantatku.

"Venus mau sambil berdiri, mas," pintanya.

"Apa nggak sulit, Ven..? Lagipula pasti melelahkan," raguku karena tingginya hanya sebahuku dan juga liangnya berada di bawah jangkauan kepala penisku kecuali ia berdiri di atas jari kakinya.

"Pasti bisa, mas. Kan Venus bisa berdiri di sini," jelasnya sambil menaiki sofa yang tingginya sedikit dibawah lututku hingga Venus sekarang lebih tinggi dariku dan jelas lubang vaginanya kini lebih mudah dijangkau.

Venus kembali mengangkat kirinya dan melingkarkannya di pinggangku sementara aku berusaha mengarahkan kepala penisku di bibir vaginanya yang terbuka dan perlahan kudorong masuk. Aku harus mengangkat tumitku sedikit agar terbenam hingga batas akhir rahimnya. "Ahh... yaa... Enak sekali kan, mas... Mmm... mm,"

Kupandangi wajahnya yang cantik, mulutnya mendesah-desah keenakan. Lidahnya menyapu tiap bibirnya dan matanya terpenjam. Sangat seksi sekali Venus dalam keadaan seperti ini. Tubuhnya berguncang seirama goyanganku. "Ooh... oh... oohh... ooohh... ooh... " desah Venus.

"Udah ah, mas berdirinya... Nggak kuat, nih nahannya," ucapnya karena kakinya sudah kelihatan gemetar kelelahan ngentot berdiri begini.

"Ya, sudah... Ikut mas Satria aja, ya?" setujuku karena ingin mencoba sesuatu.

Kurangkul punggungnya dan kupegang kakinya yang tadi melingkar di pinggangku, sementara penisku masih bercokol dalam di liangnya. Lalu kusandarkan punggungnya ke sandaran sofa sehingga pantatnya bergantung di antara sandaran dan tempat duduknya. Satu kakinya bertumpu di lantai dan kedua tangannya dilebarkan berpegangan di sofa.

"Lebih nyaman begini kan, Ven?" tanyaku setelah kurasakan cukup.

"Mmhh... Ya, nyaman... Lebih enakan dari yang tadi, mas," jawabnya sambil sedikit menggoyang badannya sedikit untuk memposisikan punggungnya.

"Ufffhh... Enak sekali, Ven. Coba kau goyangkan pinggulmu kayak tadi lagi. Rasanya seperti diremas," ujarku merasakan goyangannya tadi.

"Begini, mas," ujarnya sambil memutar pinggulnya beberapa kali.

"Oh... ya... Begitu. Hebat, kan?" desahku karena menemukan suatu gerakan baru.

"Hm... ya... Rasanya memang sangat nikmat, mas," lanjutnya sambil terus mengoyangkan pinggulnya dan aku mengimbanginya dengan kocokan keluar masukku.

"Oh... ya... ya... Enak sekali... enak sekali. Ven... Venus aku sayang padamu. Ooh... enak sekali pepekmu," desahku karena kombinasi gerakan kami berdua ini sangat tak terbayangkan akan kami alami.

"Ohh... oh... ohh... yea... yea... Enak sekali, mas. Enak... " sahut Venus juga.

Kuemut payudaranya dan kuremas yang sebelah lagi sampai teriakan Venus semakin keras di kamar ini, apalagi ketika jariku memelintir dan sedikit kugigit pelan putingnya. Lalu kujelajahi seluruh kulit dadanya, dari bahu sampai lengan, dari leher hingga rusuknya. Dan ketika lidahku tiba di pangkal lengannya, "AArrrgggghhh... aaahhhhhhhhhhh... Huh... huh... Ahhhhhhhhh... " serunya karena orgasmenya sudah tiba. Tubuh langsingnya mengejang keras. Kedua tangan dan kakinya merangkul kuat ke badanku. Kuku jarinya mencengkram kulit punggungku.

Lalu setelah beberapa saat, Venus menjatuhkan kepalanya di bahuku, "Hoh... hoh... Ini sangat menyenangkan, mas. Huh... huh... Yang tadi lebih lama dan lebih hebat dari yang pertama. Hebat sekali," ujarnya sambil terus menarik nafas.

Masih dengan Venus dipelukanku, kulirik yang lain yang menonton kami dari tadi. Putri yang duduk agak jauh dari yang lain sedang menelepon seseorang. Ia tampaknya sangat antusias dengan teman bicaranya di ujung sana. Terkadang ia mengacungkan gagang telepon itu seakan ingin suara desahan dan erangan kami dapat didengar oleh kawan bicaranya.

Lalu ke arah Aphrodite, yang gilirannya sekarang. "Ayo, Dit. Sekarang bagianmu, kan? Ayo.. " Segera saja Aphrodite mendekat. Kukecup bibir Venus sekali sebelum ia meninggalkanku dengan giliran berikutnya. "Lain kali kita teruskan, ok?" bisikku padanya dan Venus hanya tersenyum lebar.

Aphrodite langsung merangkul leherku dan duduk di pangkuanku. "Hm, Adit, cepat juga, ya?" kubelai rambut yang menutupi wajahnya dan kukecup kening, hidung dan bibirnya berurutan. Demi melihat senyum dan rona merah jambu di pipinya, "Adit mau yang 'gimana?" tanyaku.

Ia tak mengatakan apa-apa, hanya mendorongku ke sofa sehingga aku terbaring di sana. "Adit mau di atas," katanya singkat.

"Di atas?" heranku. Dalam kebingunganku, kurasakan tangannya mengenggam batang penisku yang tadinya terselip di antara sela pantatnya. Lalu menyelipkannya di depan bibir vaginanya, kini ia sepenuhnya berkuasa. Lalu setelah dirasakannya pas di depan gerbang liangnya, ia menurunkan pantatnya ke bawah dan slep...

"Ohhhh... " desahnya saat liangnya yang hangat menerima batang penisku dengan kedalaman penuh dan mentok menyentuh batas akhirnya. "Ohh... ya... mmm... " dan dengan demikian Aphrodite mulai bergerak naik turun dengan batang penisku menghujam dalam di liangnya. Bergerak begitu seperti sedang mengendarai kuda dengan kaki bertumpu di sofa, satu tangan memegangi sandaran sofa dan tangan yang lain meremasi dadanya.

Tanganku juga berusaha menjangkau dadanya yang satu lagi lalu meremasnya. "Yah... Hmmm... ya... hhh... mmph... " desahnya terus tanpa sedikitpun mengurangi kecepatannya. Rasanya sangat tak terperikan lagi, bahkan sangat lebih hebat dibanding yang sebelumnya. Bahkan dengan gerakan putaran pinggul Venus tadi masih kalah. Rasanya liang vagina Aphrodite mencengkram erat sekali dengan gerakan cepat mengocok penisku dalam gengamannya.

Kucoba untuk bangkit dan merangkul tubuhnya untuk mengulum bibirnya tapi aku tak bisa menghentikan gerakan liar kepalanya yang menghentak-hentak tak tentu arah. Mulutnya terus mendesah-desah kenikmatan. Karenanya kualihkan perhatianku pada dadanya sekali lagi. Kuisap-isap setiap pentil susunya, diselingi dengan menjilatinya. Terkadang kubuka mulutku lebar-lebar dan kumasukkan semua sebelah payudaranya yang bisa masuk, lalu kusedot sekuatnya.

Mendapat serangan seperti itu, Aphrodite malah mendorongku kembali untuk berbaring di sofa. Ketika aku terbaring, ia membungkuk sebentar menatap mataku dan mengulum bibirku untuk beberapa saat lalu duduk lagi mengendarai penisku dengan kencang. "Huh... huh... hoh.. huh.. "

Karena aku memahaminya sekarang, ia hanya ingin mengontrol nafsunya sendiri saat ini ditambah gerakannya yang semakin cepat, aku hanya bisa bertahan dan mencari pegangan dari tubuhnya. Kucengkram pinggangnya yang ramping dan kuusap-usap perutnya. Desahnya makin keras dan semakin keras saja. Dan ketika aku mulai memainkan jariku di pusarnya dengan memasukkan jari telunjukku di sana, "Uooghhhhhh... " teriaknya keras sekali. Orgasmenya membuatnya tegang sekali. Ia membengkokkan punggungnya jauh ke belakang, kepala menengadah ke atas. Jari-jari tangannya mencengkram dadaku dan liang vaginanya merekat erat di batangku.

Ketika ia menundukkan kepalanya, ia menatap lekat padaku dan sebentuk senyum aneh ada di sana. Aphrodite lalu mencium lagi sekali di bibir dan menekankan dadanya padaku keras. "Makasih, mas... " ucapnya singkat saja. Jawabanku hanyalah usapan di punggung lalu turun ke belahan pantatnya. Lalu ia melepaskan batang penisku. Cairannya segera mengalir di pangkal pahanya dan juga bersisa di batang penisku, membuatnya basah dan berkilauan.

Aku masih memandanginya menjauh ketika Hellen sudah bergayut di leherku. "Wow, mas Satria, kontol mas masih tegang aja. Masih kuat, nggak?" tanyanya dengan genggaman tangannya di batangku.

"Masih, sayangku... " gombalku.

"He he, tapi mudah-mudahan, kali ini seperti ngentot kita pertama tadi, bahwa aku aku akan membuat mas Satria nembak lagi. Pamungkas," ujarnya.

"Kita tak akan tau sebelum kita membuktikannya, kan?" tantangku lebih lanjut.

"Ok, kita buktikan," katanya setuju dan membentangkan kakinya lebar-lebar menunjukkan vaginanya yang sudah kuperawani beberapa saat yang lalu.

Vaginanya berbibir tebal dengan bagian dalam yang berwarna merah menantang. Lubang vaginanya masih sangat sempit, bahkan belum terlihat terbuka sedikitpun. Hanya klentitnya yang nampak membengkak di bagian atas menyembul keluar dari belahan itu.

Segera kubimbing batang penisku ke sana, agak kugoyangkan sedikit agar agak melesak masuk dengan mudah. Mata kami saling berpandangan ketika kurasakan kepala penisku seluruhnya telah terbenam di pintu liang hangat itu. Lalu ia menatap ke bawah dimana aku sedang berusaha terus memasukkan penisku lebih dalam.

Kudorong pantatku ke depan. Sreet... "Mmpphh... Yaaa... Aahhhh... " erangnya sangat nikmat sekali. Lebih kudorong lagi sampai amblas ke batas akhir rahimnya. Hellen sekarang mengalungkan tangannya di leherku, "Oh... oh... oh... oh... " desahnya di bahuku.

Kujilati kulit lehernya perlahan dari pangkal sampai dekat cuping telinganya lalu kukulum daun telinga itu. Tapi tidak terjadi apa-apa... Oh, baru aku ingat pada kentotanku yang lalu, beberapa dari mereka kuperlakukan seperti ini dan ia langsung orgasme. Aku berusaha mengingat titik-titik itu, yang membuat mereka orgasme dengan spontan.

Berbagai hal kucoba lakukan pada Hellen, tapi tak satupun perlakuan yang seingatku berhasil pada yang lainnya mampu membuatnya orgasme dengan cepat. Sampai akhirnya aku baru menyadari hal itu.

"Hellen, bersiaplah. Aku akan segera membuatmu orgasme," ujarku agak misterius. Hellen mengerutkan keningnya mencoba menelusuri pemikiranku, karena ia berpikir aku mengetahui sesuatu yang ia tidak tahu. Aku hanya tersenyum kecil dan bersamaan dengan itu kupercepat kocokan penisku di dalam liang vaginanya. Tubuh Hellen terguncang-guncang kuat dan aku menyangga tubuhnya dengan menahan bahunya agar ia tidak bergeser dari hujamanku.

Desahan kenikmatannya mengisi ruangan sekarang. Kulihat sekelilingku, yang lainnya sedang menonton kami tidak beberapa jauh dari sofa tempat kami mengentot. Masih bugil dan menggairahkan, dengan tangan masing-masing terbenam di vagina masing-masing. Dan wangi ruangan ini sangat berbaur dengan aroma cairan vagina mereka yang beraneka.

"Hellen, goyang pinggangmu, kayak gini," contohku dengan memutar searah jarum jam pinggangku pelan. Ia nampak mengerti terbukti ia mulai dapat melakukan contohku dengan baik dan bertambah lebih baik dari menit ke menit.

Kocokan penisku semakin menjadi-jadi dengan kontribusi goyangan Hellen menambah nikmatnya permainan ini. Dan ini tidak berlangsung lebih lama, karena sudah kurasakan sesuatu yang telah lama menunggu di pelirku. Rasa geli dan menggelitik yang berpusat di kepala penisku yang menyentuh-nyentuh ujung rahim Hellen dan gesekan-gesekan bergerinjal rapat dinding vaginanya membuat semua ini semakin cepat terjadi.

"Hellen... Aw-.waaass... Eenngggghhhh!" seruku melepaskan sebuah semburan besar di liangnya dan seperti yang sudah kuduga, dindingnya berkontraksi mengatup pangkal penisku rapat.
"Ooooooggghhhhhhh!" serunya juga menyambut semburanku itu, disamping ia juga mendapat orgasmenya. Kubenamkan penisku sedalam-dalamnya yang segera disusul oleh beberapa semburan spema yang lebih kecil dari yang pertama itu.

"Huhh... Lihat, kan... Aku sudah bilang, mas akan membuatmu orgasme," seruku. "Ya.. Tapi itu membuat mas Satria nembak, kan?" jawabnya dan mengecup bibirku sekali.

"Hm... memang sudah waktunya, Len. Aku juga ingin merasakan ejakulasi itu, kan?" jelasku lagi, "Disamping itu, bisa dikatakan mas Satria sudah tau rahasia kecilmu dengan orgasme itu," lanjutku setengah berbisik. Hellen hanya bisa tersenyum manis mendengar pernyataan itu.

"Mas yakin cuma itu rahasia kecil yang kusimpan?" tanyanya lagi.

"Ya, sudah, sudah. Satria sayang, kamu minggir dulu, ya... Kami akan membersihkan Hellen dulu, sebelum kita teruskan lebih lanjut," kata Putri yang berusaha memisahkan kami. Putri menarik pinggangku untuk melepaskan penisku dari liang Hellen yang banjir dengan spermaku dan cairannya.

"Ng, lebih lanjut?" tanyaku tidak mengerti arah ucapannya.

"Ya, lebih lanjut. Ini kan belum berakhir," lanjutnya setelah ia berada di antara kaki Hellen bersama yang lain. "Hei, jangan bilang kau sudah capek untuk 'ngentot, Sat?"

Aku hanya bersandar di sofa dan membersihkan penisku dengan kertas tisu, "Tidak juga. Aku hanya mau istirahat sebentar sebelum jam 11 malam ini," jawabku.

"Ha? Sudah hampir jam 11?" serentak mereka melihat jam dinding. "Wah, nggak kerasa sudah larut begini," komentar Diva. "Papa dan Mama pasti sudah lama pulang, Put," jelasku pada Putri karena orang tuaku biasanya kembali ke rumah dari pekerjaan sekitar jam 8 malam dan biasanya mereka ingin bertemu anak-anaknya di rumah.

"Mm, gini aja, Sat... Kita tunggu sebentar lagi, lalu kita pulang. Bagaimana?" usulnya. "Kenapa kita harus buru-buru. Kita masih punya banyak waktu. Besok, lalu besoknya lagi. Dan pada saat itu, kau sudah siap untuk melakukan apa saja yang kalian inginkan. "

"Ya, lagi pula, Papa dan Mama kan akan menyusul Oom Ron dan Tante Dara ke Paris," ingat Putri. "Hmm, pada saat itu kita bisa bebas untuk apapun, kan?" lanjutnya lagi. "Ok-lah, aku mau nunggu sebentar lagi. Apa yang harus aku lakukan?" pintaku karena menuju jam 11 masih ada sekitar 30 menit lagi dan aku masih ingin melakukan sesuatu.

"Mas Satria tidak usah melakukan apa-apa. Mas hanya perlu menonton kami saja. Sebab mas sudah kerja keras dari tadi dan belum sempat sedikitpun untuk menikmati pemandangan indah kami semuanya. Jadi nikmati saja pemandangan indah ini. Mas akan mengerti nanti," ujar Diva yang agak membingungkan tentang maksudnya. Yang lainnya juga menatap Diva penuh tanda tanya.

"Apa maksudmu, Div?" tanya Venus yang langsung dijawab Diva dengan mengacungkan sesuatu. Kulihat senyum di wajah mereka semua.

"Kau pernah melihat enam wanita masturbasi pada saat bersamaan, Satria?" kata Putri sambil menunjukkan sebuah benda lonjong berwarna perak lalu menempelkannya pada bibir vaginanya yang terbuka lebar. Aku menggeleng, "Kau akan melihatnya sekarang. Perhatikan yang jelas," lanjutnya dan benda itu mulai meluncur masuk. Indah sekali dan menggairahkan. Yang lain juga mulai berada disekitarku dengan benda-benda panjang dari karet di tangan mereka. Benda-benda itu mirip sekali dengan... penis!

Dan mereka sedang berusaha memasukkan benda itu ke liang vagina mereka. "Mmmphh... Ooohhh... Yeaaa... mmpph... " seru mereka bersahutan di kamar itu. Benda-benda itu keluar masuk ke tiap liang mereka dengan berbagai kecepatan. Kudekati mereka agar aku dapat melihat semua itu lebih jelas. Pangkal paha mereka basah oleh titik peluh dan cairan yang agaknya menetes dari liang itu. Dan akibatnya ruangan itu semakin semerbak dengan aroma cairan vagina mereka semua.

Lalu setelah hampir lima belas menit, orgasme mereka tiba. Berturut-turut Aphrodite, lalu setengah menit kemudian Diva lalu Venus dan Putri. Lalu Athena dan Hellen semenit kemudian.

"Enak, ya?" tanyaku setelah mereka kelihatan agak sudah pulih dari orgasme itu.

"Mmph, ya enak, sih. Tapi nggak seenak denganmu, Sat," jawab Putri.

"Iya, lebih enak kalau dikentot, mas Satria," tambah Venus. "Eh, tapi darimana kalian dapat benda-benda itu?" ujarku ingin tahu. "Kontol karet ini kami beli lewat internet beberapa hari lalu," jelas Diva sambil menunjukkan kotaknya. Aku hanya mengangguk mengerti.

"Boleh, nggak aku minta oleh-oleh dari kalian?" tanyaku, "Ini sudah jam 11 dan aku sudah harus pulang," lanjutku.

"Oleh-oleh apa... dan untuk apa?" tanya Athena.

"Aku..aku mau minta celana dalam kalian semua. Boleh, nggak? Supaya aku selalu ingat dengan kalian semua," jelasku.

Mereka semua senang sekali mendapat perhatian seperti itu, segera saja celana dalam yang bertebaran di kamar itu mereka kumpulkan dan diberikan kepadaku. "Yang warna hijau muda, katun ini punya Diva. Yang pink ini punya Athena. Yang pakai renda merah ini punya Venus lalu yang warna coklat khaki ini punya Aphrodite dan yang biru, Hellen punya. Ini yang warna putih pasti punya mbak Putri," jelas Diva menjelaskan kepemilikan celana dalam itu kepadaku.

Setelah CD itu aku terima, kuciumi aromanya satu persatu, "Mmhh... Wangi semua. Terima kasih, ya?" Segera kukutip pakaianku dan kupakai kembali. "Maaf semuanya. Aku harus pulang. Tapi aku janji, kita lanjutkan ini besok. Aku mungkin nggak bisa tahan nunggu tapi ini harus atau kita bisa ketahuan. "

Dan dengan berat kuayunkan langkahku dari kamar itu, kamar yang telah mengambil perjakaku, juga lima perawan yang telah kujebol sekaligus dan memberiku pengalaman yang tak mungkin terlupakan.

Dengan langkah-langkah kecil aku memasuki rumah yang telah sepi. Dan di ruang keluarga aku menghampiri Papa dan Mama yang sedang ngobrol di sana. Setelah beberapa lama ngobrol, Putri juga muncul di sana.

*****************************************************************************
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd