update lg gan. lg semangat.
Putri
Satria
Chapter 2 : The Stud
Kemana ya anak itu? Dicariin dari tadi nggak ada. Disekolah tadi juga seingatku tidak kelihatan. Apa dia cabut, ya? pikirku mencari orang ini. Orang yang kucari ini adikku, namanya Satria. Dia lahir hanya beberapa menit setelah aku. Lebih jelasnya lagi ia kembaranku dan yang ketiga lahir juga beberapa menit kemudian. Ya, adikku ini, Satria ini laki-laki tetapi yang ketiga perempuan juga seperti aku, namanya Dewi. Tetapi Dewi tidak tinggal disini, ia tinggal bersama tanteku Elisa di luar kota.
Satria yang kucari ini satu sekolah denganku di SMAN 105 tetapi beda kelas. Dia lumayan nakal dengan seringnya cabut, tetapi dia sebenarnya termasuk pintar di kelas terbukti nilai-nilainya tidak pernah mengecewakan walau dia tidak pernah serius untuk itu. Tetapi kepintarannya tertutupi nakalnya. Dia lebih sering bergabung dengan teman-temannya nongkrong di luaran dan main musik.
Satria juga menolak memakai fasilitas yang diberikan Papa seperti mobil, kartu kredit, dan lain-lain. Padahal Papa pernah berjanji membelikan mobil untuk ulang tahun kami yang ketujuh belas tahun depan. Kadang aku kagum juga melihat keteguhan hatinya untuk tetap sederhana. Teman-temannyapun dari kalangan biasa-biasa saja. Nggak sombong katanya. Padahal seperti aku, Dewi juga si kembar lima itu tak pernah kurang fasilitas dari orang tua kami.
Satria bertubuh tinggi, 185 sentimeter dan 85 kg. Tubuhnya yang berisi sering menjadi pembicaraan gadis-gadis di sekolah tapi sifatnya yang cuek membuatnya tak tertarik pada satupun dari mereka. Tangannya penuh berisi dan kuat sering membuat decak kagum mereka ketika dengan terampilnya mencetak score ke ring basket. Wajahnya bila diperhatikan akan sangat mirip denganku dan Dewi, tetapi dalam sisi yang maskulin menegaskan tulang rahangnya yang kokoh dan matanya yang selalu tertutup poninya yang dibiarkan panjang.
Saat di dapur ketika menanyakan keberadaan si Satria pada bibi Warni, kudengar suara knalpot bising motor temannya yang biasa mengantarnya pulang di gerbang samping. Dari jendela dapur kulihat Satria meloncati pagar lalu masuk ke rumah. Segera ia kuikuti menuju kamarnya, ia cuek saja.
Sebenarnya aku suka dicuekin seperti ini, ia biasa melakukan apa saja tanpa merasa terganggu kalau ada orang lain di sekitarnya. Seperti waktu dia mengganti bajunya dengan baju kaus hitam bergambar grup band kegemarannya dan membiarkan celana panjang seragam sekolahnya tetap dipakainya lalu menyetel HP-nya ke pemutar lagu Rock dengan volume suara pol, diletakkan di atas meja belajar lalu menelentang di lantai. Sesekali ia melirikku yang memperhatikannya dari tempatku duduk di satu-satunya kursi di kamar ini, lalu menutup matanya tanpa ucapan sedikitpun.
"Heh... Satria, Satria?" gumamku sambil geleng kepala dan bangkit dari kursi itu lalu menuju HP-nya itu. Aku tidak mematikannya, hanya menurunkan volume suaranya saja agar ia tidak marah, karena ia berhak di kamarnya.
"Eh, Satria... " tegurku sambil ikut berbaring dilantai beralaskan bantal yang kuambil dari ranjangnya. "Kamu tau kan kalau Oom Ron sama Tante Dara sudah pergi ke Paris," lanjutku. Tetapi ia tidak bereaksi. "Lalu rumahnya kini yang ada cuma mereka, Diva, Athena, Venus, Aphrodite dan Hellen serta pembantu-pembantunya. Kami berencana mengadakan pesta disana. Kau mau ikut, nggak?" ajakku bersemangat tapi ia masih tidak bereaksi.
"Satria, kamu dengar nggak, sih? Eh, kamu jangan tidur dulu. Dengar?" ucapanku terpotong karena matanya mulai bergerak. Aku mulai senang dengan kemajuan komunikasiku.
"Yee... malah berbalik kesana... " sebalku melihat tingkahnya. Tetapi secara mengejutkan.
"Nggak mungkin aku ikut pesta kalian... " Satria mulai bicara tapi kedengarannya ia nggak mau ikut.
"Kenapa? Mereka sendiri yang mengusulkan supaya kau ikut," tambahku lagi.
Masih dari balik punggungnya, "Kalian semua, kan cewe? Masak aku sendirian. Nggak lucu, kan. Lagi pula aku nggak pernah lagi bicara pada mereka sejak mereka mulai masuk SMP sampai sekarang," jelasnya datar.
Benar juga pikirku tetapi nggak boleh menyerah sekarang. Aku berpindah ke sisi wajahnya. "Ya, karena itulah aku mengajakmu. Kau harus mengenal mereka lagi. Kau pasti tau kalau mereka sudah berubah menjadi gadis-gadis yang cantik," kulihat senyum kecil di sudut bibirnya.
"Coba kau bandingkan, siapa cewek paling cantik di kelasmu, si Tassa? Heh, kalah cantik sama Diva. Hmm, kakak kelas, si Aprilia, anak kelas IPA 3, kalah seksi sama Venus. Ini juga lihat model iklan produk remaja ini cantik mana ia sama Athena," bujukku menunjukkan sebuah iklan di majalah yang kubawa, mencoba membimbing ingatannya pada kelima sepupunya yang benar-benar hebat.
"Ya, benar. tapi kalau kupikir-pikir si Hellen itu kaya si Pedro temanku. Kayak laki-laki banget. Trus si Aphrodite... " katanya sambil membuka matanya sebentar lalu menutupnya lagi.
"Heh, lo belon tau aja. Sebenarnya si Hellen sama Aphrodite juga nggak beda sama yang lainnya. Mereka lebih cantik kalau dilihat dari sudut tertentu yang pasti tak kau ketahui," belaku sambil mengingat perlakuan mereka pada liangku siang tadi.
Ia hanya meringis saja. "Lalu gimana? Kami tunggu, ya di kamar Venus jam 6 sore nanti. Awas jangan nggak datang, ya! Jangan telat!" ancamku sambil menepuk pinggangnya dan pantatnya masing-masing sekali.
"Ya, ya... ," jawabnya terpaksa. Kunaikkan lagi volume HP itu ke posisi semula hingga kamar itu kembali bising. Bahkan bantingan pintuku pun tak terdengar. Aku lalu menuju ke rumah sebelah, kamar Venus. Dimana pasti mereka sedang berkumpul karena hari ini mereka tidak ada les tambahan. Dan yang pasti tempat itu sangat menarik perhatianku karena banyaknya kemungkinan untuk pelampiasan nafsuku yang lama tak tersalur.
*****************************************************************************
Satria yang tetap cuek sebenarnya sangat menikmati perhatian cewek-cewek di sekolahnya. Tapi ia tidak pernah tertarik untuk mencoba mendekati mereka. Lalu setelah itu apa... pikirnya. Dia tak tau apa yang harus dilakukannya disamping teman-temannya juga nggak ada yang pacaran. Jadi ia merasa nggak ada gunanya.
Tepukan Putri pada pinggang dan pantatnya masih terasa. Ada getar-getar aneh saat ia mengingat wajah cantik kakak kembarnya itu. Bibirnya yang kecil penuh dan berwarna merah tanpa lipstik. Matanya yang bundar berbinar tiap kali menatapnya sehingga ia tidak berani lama-lama melihatnya. Ia mendapat kesan bahwa Putri meniru gaya rambutnya dengan membiarkan poninya panjang sampai hampir menyentuh mata dan bagian belakangnya dipotong shaggy. Ia tersenyum dalam lamunannya sendiri.
Lalu si kembar lima itu. Sebenarnya dulu mereka akrab, sering bermain bersama-sama juga dengan Putri dan Dewi. Tapi setelah ia beranjak remaja dan mulai menyadari dirinya seorang laki-laki dan laki-laki nggak cocok bermain dengan perempuan tetapi dengan laki-laki, ia mulai menjauhi mereka bahkan saudari kandungnya sendiri.
Dulu mereka masih kelihatan lucu dengan kelakuan kanak-kanak. Tetapi sekarang ia sering mencuri pandang ketika mereka pergi sekolah dari jendela kamarnya, menunggu temannya menjemput. Teman-temannya banyak yang kirim salam pada mereka tapi tak pernah ia sampaikan karena ia sendiri tak pernah berbicara pada mereka lagi. Sering ia membanding-bandingkan mereka dengan cewek-cewek cantik di sekolah dan yang berusaha mendekatinya. Dan hasilnya selalu saja mereka lebih cantik dari gadis manapun.
"Dan tiba-tiba saja mereka mengajakku ke pesta kecil itu?" timbangnya mengingat ancaman Putri tadi. Satria menoleh kearah jam dinding, 17.30. "Masih ada waktu setengah jam lagi untuk berpikir. "Gimana, ya?" ragunya kembali datang. "Dikamar Venus lagi... hu-uh. " Berpikir seperti itu membuatnya lebih baik tidur.
*****************************************************************************
Diva
Athena
Venus
Aphrodite
Hellen
Putri
Satria
Putri :
Saat ini aku sedang berada di kamar Venus dan untungnya kami kami masih berpakaian komplit. Segala persiapan telah kami atur sedemikian rupa agar lebih mirip pesta daripada sebuah jebakan untuk Satria.
"Mbak Putri, ceritain dong tentang pertama kalinya mbak ngentot?" pinta Venus.
"Pertama kali? Wah, berat itu. Itu sama saja dengan membuka rahasiaku, dong," jawabku enggan.
"Yah, mbak Putri. Rahasia apalagi, sih? Pepek mbak Putri aja udah kami preteli begitu masih nyimpan rahasia juga. Gimana sih?" desak Diva lebih lanjut.
"OK, ok... Kalian kenal si Andra, nggak? tanyaku mensosialisasikan ceritaku.
"Tau, cowok sombong itu, kan mbak? Yang dulu sering kemari itu?" jawab Diva.
"Betul. Dia itu yang pertama sekali ngentoti aku. Sebenarnya mbak cuma pernah 'ngentot dua kali. Kedua-duanya sama dia. Trus karena mbak Putri bosan, disamping tingkahnya yang membosankan, ya mbak tinggalkan saja. Dia pikir aku nggak berani karena dia yang mecahkan perawanku. Malah dia nyembah-nyembah minta maaf pengen balik lagi. Wuih nggak sudi, deh," ceritaku.
"Hm, dia pantas menerimanya. Mampus dia. Mana sok keren lagi. Tau nggak mbak, dia pernah menggodaku waktu kemari," tambah Diva lagi. Cerita Diva malah membuatku lebih benci lagi padanya.
"Eh, hampir jam 18.00, nih. Datang, nggak ya mas Satria?" cemas Hellen karena aku juga nggak yakin dia akan datang.
"Kita tunggu aja, deh... ," hiburku.
Satria :
"Apa ini sudah jam 6?" tanyaku bangkit dari tidurku yang singkat. Aku melirik pada jam dinding, "Hah, lima menit lagi. Padahal aku belum memutuskannya. Ah... mandi aja dulu," pikirku sambil bangun dari lantai dengan enggan.
Di shower pun aku belum bisa memutuskan pergi atau tidak. Memusingkan sekali. Tapi apa yang membuatku malas sekali, ya? Padahal seharusnya tidak boleh begini. Sejujurnya aku juga tidak suka terlalu cuek begini. Aku juga kan pingin punya pacar seperti yang lain walau kebanyakan temanku sendiri saja tanpa pacar.
"Ya, biar sajalah. Lagipula apa ruginya. Toh, mereka itu saudara-saudaraku sendiri. Untuk apa malu... " pikirku akhirnya. Segera aku menyelesaikan mandi dan berpakaian seperti biasa, jeans belel dan baju hitam kebangsaanku dan segera menuju rumah mereka disamping dan langsung ke ruang bundar dimana kamar Venus berada. Kunaiki tangga besi kuning berkilat yang menuju ke kamar Venus. Begitu d idepan pintu kuketuk tiga kali dan lalu kutunggu jawaban dari dalam.
"Masuk, nggak dikunci, kok," suara Venus dari dalam mempersilahkanku masuk. Kuputar pegangan pintu itu dan segera aku tutup kembali setelah aku berada didalamnya.
"Hai... Ng... bagaimana pestanya?" tanyaku sambil masih berdiri.
"Hei, Satria... Jangan berdiri saja. Ayo, duduk disini," Putri menyuruhku duduk disampingnya dan Diva.
"Ng... dalam rangka apa pesta ini?" tanyaku berusaha menghilangkan kekakuanku. Pertanyaanku tidak ditujukan pada orang tertentu, jadi siapapun yang menjawabnya tidak jadi masalah.
"Ngga' ada maksud apa-apa, cuma kumpul-kumpul aja kok," jawab Diva sambil tangannya menyentuh lututku dan bertahan disana.
"Kita sudah lama, kan nggak ngobrol-ngobrol begini. Seingat Diva, terakhir sekali kita bermain bersama waktu kami tamat SD, benar kan?" kenangnya tentang hari-hari terakhir itu. Benar pada hari itulah aku memutuskan berhenti bermain-main dengan anak perempuan.
"Betul... " jawabku singkat saja dan tanpa disangka tangannya telah sampai di pertengahan pahaku. Rasanya sungguh aneh dan sedikit geli. Kalau kulihat sekeliling, sepertinya, atau cuma perasaanku, aku ada di tengah-tengah mereka berenam. Kuharap itu cuma perasaanku. Memang aneh sekali. Apa maksud mereka.
"Hei, mana kesopanan kalian? Kalian belum memberi Satria minuman. Ayo, ambilin sana, " ujar Putri sambil matanya mengerling pada Venus dan ia langsung berdiri dan mengambil gelas berisi minuman ringan yang tersedia disana. Saat ia kembali, ia menyerahkan gelas itu dari belakang.
"Makasih, Ven... ," ucapku mencoba mengatakannya dengan normal karena saat itu ia merapatkan dadanya ke kepalaku. Bisa kukatakan bahwa aku menyukainya, tetapi aku tidak mau menunjukkannya. Dadanya terasa empuk dan lembut tetapi aku dapat merasakan sesuatu yang agak keras. Apa itu?
Venus kini menyandarkan kedua lengannya di bahuku. "Wow, mas Satria, Mas sudah sangat besar sekali. Lihatlah bahumu, waw, lebar sekali dan... dan besar," pujinya sambil memegang bahuku dan pangkal lenganku. "Mas Satria pasti kuat sekali," lanjutnya.
"Tentu saja, dia cuma bermain dengan anak laki-laki," ujar Hellen sambil tersenyum penuh arti.
"Lalu, kenapa kalau dia cuma mau bermain dengan laki-laki?" Athena mulai ikut bicara.
"Hei, apa itu artinya mas Satria,... homo?" Aphrodite malah ngelantur kemana. Waduh aku malah dikira homo. Ngenes...
"Bukan, Adit sayang. Itu artinya Satria sudah besar. Tidak bisa seperti dulu lagi," Putri mencoba menengahi. Aku tidak mengerti arah pembicaraan mereka tapi firasatku tampaknya benar, ada sesuatu yang aneh disini.
"Belum tentu, mbak... tapi kita perlu membuktikannya," tangan Venus yang tadi dibahu kini berpindah ke leher dan sebelah lagi meraba pipi kiriku. Bulu kudukku berdiri ketika kurasakan ada sesuatu yang hangat menyentuh leherku lalu kurasakan hembusan nafasnya yang lebih hangat menyentuh telingaku. "Mmm, mas Satria, Venus suka sekali wangimu. " Nafasnya kini mulai berat dan ia makin merapatkan dekapan dadanya di punggungku.
Tidak berhenti disitu saja tangan Diva yang dari tadi di pahaku kini bertambah satu lagi dan mendarat di dadaku. "Ng... Put, apa yang mereka lakukan?" aku perlu penjelasan Putri mengenai ini.
"Tenang saja. Aku tau kau belum terbiasa dengan ini. Mereka hanya mau menunjukkan betapa mereka menyukaimu," katanya sambil tangannya mengusap rambutku. "Kau tau, aku pun sangat menyukaimu... " katanya aneh. Apa maksudnya?
"Dada mas Satria bidang sekali. Olah raga apa yang mas lakukan. Jangan bilang cuma basket, pasti ada olahraga bebannya, kan? tanyanya langsung.
Diva menarik tangan kiriku dan mengarahkannya kearah dadanya lalu meletakkannya di atas dada kanannya sambil tangannya membimbing tanganku meremasnya. Wow, dari bahan bajunya itu, telapak tanganku dapat merasakan putingnya yang keras. Dan digundukan satu lagi, tanda itu terlihat sangat jelas tercetak di kain bajunya.
Selagi aku masih terperanjat dengan Diva, sesuatu menempel lagi di leherku. Juga diantara gempuran dan rambut terurai Athena, kulihat senyuman Putri.
Bisa kurasakan ada sesuatu yang membuatku tegang, Athena yang merapatkan tubuhnya juga merapatkan selangkangannya sehingga rok mininya naik keatas sampai pangkal pahanya. Selangkangannya makin rapat kepadaku sampai aku dapat merasakan hangatnya vaginanya lewat kain jeansku yang menggembung. Ia mencium mulutku. Sumpah gilaaa!
"Mas Satria, kenapa di bawah sana? Kau mendesakku?" kata Athena lembut setelah melepaskan pagutannya sebentar lalu menekan lagi. Athena sekarang menggoyang-goyangkan badannya dan itu semakin membuatku gila. Barangku di bawah itu semakin menggeliat dan rasanya agak sakit karena jeansku membungkus seluruh kakiku dengan ketat.
"Hmm, Mas Satria, kenapa? Gak nyaman?" tanyanya lalu tanganya meraih pinggangku dan menariknya menjauh dari sandaran sofa. Sekarang posisiku hampir berbaring dengan kepalaku masih bersandar di sandaran sofa dan Athena tetap di posisinya. Venus yang masih dibelakangku kini hanya memperhatikan kami, juga terkadang melirik ke tanganku yang masih meremas dada Diva.
Athena sambil tetap menciumi bibirku, mengangkat baju kausku sampai tergulung di leherku sambil kedua tangannya mengusap-usap kedua dadaku yang kata mereka bidang. Lalu yang membuatku terkesiap ketika ia melepas ciumannya, bibirnya berpindah menjepit putingku dan menciumi seputar dadaku. Membuatku semakin sulit bernafas.
Bibirku yang bebas kini diambil alih oleh Venus yang melangkahi sofa itu agar berada disamping kananku. Kedua tangannya dikalungkan ke leherku dan mengucek-ucek rambutku lembut. Tanganku kini menyentuh sesuatu yang sangat lembut dan bulat dan ketika kulirik, tanganku sudah masuk lewat belahan baju Diva yang kancing-kancingnya telah terbuka sebagian dan tangannya tetap membimbing tanganku meremas dada kirinya. "Hmm, enak sekali, mas... " erangnya pelan.
"Satria,... tenang saja, ya... Jangan lupa bernapas, ya? Mereka semua sangat menyukaimu. Aku tidakakan jauh dari kalian. Ok? Bersenang-senanglah," kudengar suara Putri berbisik di telingaku.
Setelah itu serangan bertambah dua lagi, yaitu dari Aphrodite dan Hellen. Hellen berada di belakangku dan menyiumi leherku. "Wah, benar... Wangi Mas Satria memang enak. Aku suka sekali," puji Hellen di telingaku. "Mas Satria pasti habis mandi. Pake' parfum apa, mas? Hmm... bukan. Ini bukan parfum, ini wangi keringat mas Satria. Bagus sekali. "
Aphrodite dibawah sana menggulung jeansku sampai di bawah lutut, lalu mengurut-urut kakiku. Entah apa yang akan dilakukannya untuk memuaskan hatinya. Urutan yang tadinya di betisku kini terpusat di pergelangan kaki kiri dimana kakiku ditumpangkannya di atas lututnya. Segera aku merasakan geli karena ia menyentuh telapak kakiku lalu bibirnya menciumi jari-jarinya. Rasanya sungguh janggal sekali, apa yang diharapkannya dengan melakukan hal itu?
Aku bukannya tak tau apa yang mereka lakukan tetapi aku tidak tau apa yang harus aku lakukan? Inilah yang membuatku bingung. Haruskah aku menyambut permainan mereka. Apa jadinya bila aku meladenii mereka berlima?
Kalau masalah begini, pengalamanku hanyalah dari bacaan atau film-film yang pernah kutonton bersama teman-temanku dan biasanya tak pernah kuperhatikan terlalu serius. Khayalanku saja nggak pernah sampai sejauh ini apalagi oleh cewek-cewek cantik yang notabene adalah sepupuku sendiri.
"Ahh... " secara tak sadar desahanku keluar ketika lidah Athena menjilat pusarku. Bahkan Venus melepaskan ciumannya untuk melihat penyebab bobolnya kebisuanku. Athena tersenyum penuh kemenangan ke arahku dan lidahnya masih bergerak di kulit perutku. Athena kini lebih menaikkan gulungan jeansku sampai di atas lutut.
Tak kukira apa yang akan dilakukannya dengan lututku ketika aku mulai berkonsentrasi pada Venus, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat dan setitik kelembaban disana. Rupanya ia sedang menekankan selangkangannya diantara lutut kananku. Aku dapat melihat celana dalam merah mudanya dari rok mini yang dari tadi terangkat keatas terbenam bagian depannya dilekukan lututku. Wow, yang lembab itu pasti...
"Mmm... mas Satria... bagaimana...?" godanya sambil sedikit menggoyangkan pinggulnya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ia mulai melepaskan satu persatu kancing blus-nya lalu sambil menatap sayu padaku, ia meloloskan baju itu lewat kedua lengannya.
"Glek!" gugupku. Pasti liurku menetes deras karena dadanya indah sekali. Ia tidak memakai BH sehingga dadanya terbentang bebas dihadapanku. Puncaknya merah muda dengan aerola yang kecil mengelilingi putingnya. Venus yang juga melihatnya sambil menempelkan pipinya di pipiku, menjangkau sebelah payudara Athena dan meremasnya lembut.
"Apa mas Satria mau melihat punyaku, hmm?" bisik Venus diantara usapan pipinya. Dan tanpa menunggu lebih lama ia meraih dasar baju ketatnya dan mengangkatnya melewati kepala lalu melemparkannya kemana blus Athena dibuang ke lantai tadi. Dadanya tak kalah indah. Kulitnya yang putih bersih kontras dengan dua gundukan beserta puncaknya yang berwarna pink. Aku juga memperhatikan perutnya yang putih dan rata beserta pusarnya yang terekspos karena celana hipster-nya telah betul-betul sampai di pinggul.
Kembali nafasku terhenti ketika Diva juga membuka bajunya. Ketika aku sedang menikmati tiap sudut lekuknya, pandanganku terhalang. Ternyata Hellen melepaskan kaus hitamku lalu menekankan dadanya keleherku. Putingnya terasa keras mencuat menekan leher dan punggungku. Kepalaku kini tidak tersandar di sandaran sofa karena Hellen telah berpindah ke dalam sofa dan merapat kepunggungku.
Lalu kakiku mendapat perlakuan yang sama dari Aphrodite. Telapak kakiku diusap-usapkannya di keras putingnya dan juga diantara gundukan besar itu.
Entah apa mimipiku semalam hingga aku harus mengalami surga yang asing ini. Dari mana mereka mendapatkan ide ini, menjebakku untuk menjadi objek seks mereka. Dan sebagai satu-satunya laki-laki disini, aku berhak untuk takut juga mengingat apa yang akan mungkin terjadi.
"Hhh... Apa yang akan kalian... lakukan?" tanyaku agak bergetar.
"Well... Akhirnya mas Satria ingin tau apa yang kami mau dari mas... " jawab Diva mewakili. "Ini sebenarnya ide mbak Putri. Kami nggak tau lagi harus mempercayai siapa kecuali mas Satria. Kami tau mas Satria tidak akan mengecewakan kami," jelas Diva lebih lanjut tetapi aku masih belum jelas.
"A-aku tidak akan mengecewakan kalian? Bagaimana caranya?" tanyaku lebih lanjut. Tentu aja bingung setengah konak.
"Kau belum paham juga, Sat? Mereka mau kau mengambil perawan mereka. Satu persatu! Itu saja. Paham, nggak? Kalau nggak juga ya kebangetan namanya. Sudah jelas begitu," terus terang Putri dari sofa diseberangku.
Putri mengatakan kenyataan sebenarnya dengan tenangnya seperti hal itu adalah hal yang paling biasa di hidupnya. Aku sedikit kaget dan shock. "Mengambil perawan mereka?" ulangku pelan.
"Ya, benar, mas Satria. Dan aku menginginkannya sekarang juga," seru Athena di depan mataku sambil kedua tangannya mempreteli ikat pinggang dan kancing jeansku dengan gerakan cepat, cenderung kasar dan bergetar. Setelah berhasil menurunkan restleting jeans, Athena segera meraih pingiran atas celanaku dan berusaha menurunkannya. Tanganku tak bisa mencegahnya karena tangan-tanganku terpaku meremas payudara telanjang Diva dan Venus. Ada suatu bau yang aneh tercium dikamar ini dan tampaknya mereka telah terbiasa denganya sedangkan bagiku asing sekali.
Athena menurunkan celanaku sampai di paha dan membiarkan CD-ku tetap disana. Gembungan dibagian depan CD-ku sudah sangat besar, mencuat ke atas hampir keluar dari karet pinggang CD itu. Athena menghentikan aksinya dan memandang takjub kearah gembungan itu. Tangannya perlahan dan bergetar menyentuh buah zakarku dari luar CD dan mengusap-usapnya lembut. Rasanya seperti di surga dan aku sangat menikmati tiap detik sentuhannya.
"Then, cepat buka semua! Ayo, cepat buka!" seru Venus lirih. Dengan lima orang gadis yang penuh gairah di sekitarku, aku tidak bisa melindungi diri saat ini. Dan ketika nafsuku sudah setingkat mereka, aku tak bisa berbuat apa-apa waktu Athena menarik CDku dari dua sisi. Penisku segera melompat keluar, tegang dan keras.
"Wah! Besar sekali, mas Satria. Lebih besar dari karet itu, ya? Lihatlah!" teriak Venus. Mereka juga berkomentar yang sama.
"Besar dan sangat hangat," tambah Athena ketika menyentuh batangnya lalu mengenggamnya erat.
"Lihatlah Athena tak bisa menggenggam seluruhnya," seru Diva semakin bergairah.
Aku tak pernah memperhatikan besarnya penisku. Ia tumbuh dengan alami, mungkin oleh hormonku sendiri. Aku akui memang ukurannya memang besar dan tak pernah iri dengan tokoh pria di film blue. Panjangnya kurang lebih 16-18 sentimeter dengan kepala bulat seperti jamur. Rambut lebat yang menghitam di pangkalnya menambah kompleksi ukurannya. Aku tak mengingkari bahwa aku pernah beberapa kali onani untuk mengetahui rasanya.
"Hebat sekali. Kenapa tidak dari dulu ini kulakukan. Aku bodoh sekali membiarkanmu selama ini, Satria," kudengar suara Putri dari seberang.
Pemandangan yang lebih mengejutkan kini dipertunjukkan Putri. Ia sudah telanjang bulat. Tangannya terbenam di pangkal pahanya yang terbuka lebar, menunjukkan mulusnya kakinya. Jari tengahnya terbenam masuk ke dalam lubang vaginanya dan keseluruhan tangannya basah. Ada juga aliran yang menetes di paha dan titik-titik keringat di sekitar gundukan vaginanya. Rupanya ialah penyebab bau aneh dikamar ini. Baunya semakin menaikkan gairahku yang berangsur-angsur memuncak. Tangannya yang sebelah lagi meremas dadanya sendiri. Entah kapan ia membuka seluruh pakaiannya karena tubuh kembaranku itu jauh lebih indah dari kembar lima ini. Dadanya jauh lebih besar dan lekuk tubuhnya lebih sempurna. Pinggangnya ramping dan tak ada rambut di permukaan vaginanya menunjukkan kebersihan kulitnya.
"Minggir kalian! Huh, aku sudah nggak tahan lagi tekanannya. Minggir!" perintahnya bangkit dari sofa dan Aphrodite dan Athena terpaksa pindah dari posisinya. "Mbak Putri mau ngapain? Ini kan kesempatan kami," protes Venus.
"Minggir!" serunya lagi lalu meraih bibirku dan melumatnya keras. Tangan kirinya melingkar di leherku dan kanan memegang batang penisku erat. Dengan membentangkan pahanya di pangkuanku, Putri mengarahkan kepala penisku di bibir vaginanya. Segera aku merasakan hangatnya bibir kemaluannya yang tidak terlalu tebal dan basah. Dengan mudah, penisku meluncur pelan memasuki liangnya yang sempit. Sleeeep.
Rasanya tak terperikan lagi, "Ohhhh... ghhhhh. Pu-tri...? Apa yang kau lakukan?" lirihku.
"Satria sayang, kau harus mengentotiku sekarang. Dan selamat, kau nggak perjaka lagi," serunya setelah melepas lumatan bibirnya. Rasanya seluruh tubuhku terhisap oleh liang seks Putri. "Hhhh... Enak sekali, kan?" ujarnya sambil mulai menggoyang-goyang pinggulnya.
Melihat adegan live ini, kelimanya segera berpindah kedepanku dan menyaksikan bagaimana penis besarku memasuki liang Putri. Ekspresi mereka semua terlihat takjub.
Aku tak menyangka bahwa pengalaman seksku yang pertama adalah bersama saudari kembarku sendiri dan yang paling tak kumengerti aku sangat menyukai ide tersebut. Dan sepertinya Putri yang pertama sekali menemukan ide itu. Kini aku membalas pagutan bibir Putri dengan intens. Tanganku merengkuh tubuhnya keras ke badanku, merasakan besarnya dadanya yang menekan dadaku dan gerakan pinggulnya.
Dinding uterusnya yang sangat ketat, meremas-remas batangku dengan gerakan ritmis. Ini tak sebanding dengan onaniku selama ini. Jauh sekali bedanya. Seluruh batangku sudah terbenam di posisi seperti ini. Putri melepaskan ciumannya untuk menarik nafas dan mempersiapkan trik gerakan yang aku buta sama sekali.
Kedua kakinya ditumpukan pada sofa dan tangan menopang di bahuku. Dengan posisi itu, Putri mulai mengangkat tubuhnya sedikit sehingga batang penisku keluar sedikit dari liangnya lalu ia menurunkan tubuhnya lagi sehingga kami mendapatkan efek kocokan yang efektif. Yakin bahwa gerakannya tidak akan mencabut penisku sama sekali, ia mempercepat ritme gerakannya. Gerakan kami kini sangat panas walaupun cairan vagina Putri sudah membanjiri liangnya di bawah sana.
"Orrrgghhhh, Satria... Kau hebat sekali. Aku sangat bodoh sekali menyia-nyia... kanmu selama ini. Aurgghhhh," erangnya lirih. Dadanya terguncang mengikuti gerakan naik-turunnya. Aku jadi tergoda untuk menyentuhnya. Kuremas keduanya dengan kedua telapak tanganku dan putingnya kupelintir dengan jempol dan jari telunjuk. Aku segera terinspirasi untuk menghisapnya dan untuk itu kutundukkan kepalaku dan meraih putingnya dengan mulutku yang terbuka.
"Ohhh, yahh... Bagus, Satria! Isap terus! Isap yang kuat. Yahhh... " erangnya lagi. Gerakannya tetap konstan mengocok penisku di liangnya yang ketat. "Orhh... Satria... Aduhh... ini dia datang! Arggggghhhhhhhhhhhhhhhh!" teriaknya panjang dan rasanya liangnya semakin erat menjepit batangku dan ada semacam semburan yang makin membecekkan permainan kami. Kepalanya ditarik ke belakang menunjukkan kenikmatan yang hebat sekali dan gerakannya melemah. Ada apa?
Ketika ia telah sadar dari apapun yang didapatnya, "Wuih, nggak pernah aku merasakan yang seperti itu. Hebat dan dahsyat sekali, kan?" ujarnya kemudian. Batangku masih tegang seperti tiang di dalam liang vaginanya ketika Putri mencabut penisku dari liangnya. Putri lalu berdiri dari posisinya hingga benda yang menakjubkan itu tepat didepanku. Vaginanya sangat indah tanpa rambut sedikitpun. Dari bibirnya yang tebal, sejumlah cairan bening menetes keluar sampai di pahanya dan wanginya yang aneh semakin jelas tercium. Wanginya semakin membuat gairahku menggebu.
Putri membungkuk dan menciumku terakhir kalinya, "Makasih, Satria. Kita lanjutkan lain kali. Tapi ini belum berakhir karena lo belum nembak sama sekali. Mereka yang akan meneruskannya... " tunjuknya pada kembar lima itu. "All right, girls. Dia milik kalian sekarang. Untukku sudah cukup," cetusnya yang segera diikuti gerakan agresif mereka berlima.
"Hei, ingat urutan giliran kalian! Jangan berebut! Semua pasti kebagian. Kujamin Satria pasti kuat menghajar kalian semua!" seru Putri dari tempat awalnya memberi semangat mereka
sori gan yg minta ditambahi spasi antar paragraf. gak bisa. maklum dr hp butut dapet barter dr ol*.