Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Ranjang

Unique. Shockingly cool. Adegannya cukup detail juga.
Gue suka yg cerita pertama, istilah2 yg dipake sama kalo gue lagi sama ttm. Hehe..

Keep up the good work bro!
 
Wow POV dari ranjang hotel, dengan pelanggan di atas nya dari berbagai profesi dan jalan cerita twisted gini. Baru Kali ini baca cerita dengan POV ranjang ternoda ... Ehh

Ditunggu updatenya om
 
Gubuk liar ditepi Rel

Enam tahun sudah kuhabiskan waktuku di hotel kelas Melati ini. Yang tentunya bukanlah rentang waktu yang sedikit untuk ranjang seperti diriku.. waktu yang cukup panjang untuk membuat tubuhku menjadi uzur.
Tampilanku sudah tak seindah dulu lagi. Bercak-bercak noda menyerupai pulau pada peta begitu banyak memenuhi tubuhku. Tulang-tulangku yang terbuat dari kayupun sepertinya sudah tak sekokoh dulu, sepertinya telah banyak kendor pada sambungan dan baut-bautnya. Sehingga menimbulkan bunyi berderit saat terjadi guncangan dari orang-orang yang tengah bergumul memacu birahi mereka.

Busa pada permukaan tubuhkupun, pada bagian tengahnya telah membentuk cekungan yang menjorok kedalam, sehingga mereka yang berbaring diatas tubuhku merasa kurang nyaman. Ditambah lagi dengan per didalam tubuhku ini yang sepertinya telah mengalami penciutan, sehingga fleksibelitas diriku menjadi berkurang.

********

Pagi itu dua orang pekerja datang keruangan tempatku bernaung. Sprei yang membalut tubuhku dilucutinya. Sprei yang selama ini menutupi bercak-bercak noda pada tubuhku. Sprei yang membuat orang-orang yang singgah dikamar ini tak menyadari bahwa dibalik kain berbahan katun itu begitu banyak gambar lukisan menjijikan pada tubuhku ini, entah itu bekas noda minuman, air liur, atau sperma.

Dua orang itu mulai mengangkat tubuhku..sepertinya aku akan dikeluarkan dari kamar ini. Entah akan dibawa kemana tubuh renta ini. Barangkali aku akan dibuang atau dimusnahkan.. Ya, dimusnahkan, itu yang aku harapkan..aku berharap tubuh ini dibakar. Dengan begitu aku akan lenyap dari muka bumi ini. Dan yang pasti, aku tak akan lagi pernah menyaksikan bentuk-bentuk kemunafikan yang mereka sajikan diatas tubuhku.. aku sudah letih.. Dan aku juga sudah muak dengan semua itu.

" Itu tempat tidur kamu buang sajalah..kemana kek.. Atau terserah kamulah, yang penting saya gak mau liat itu barang ada disini...kamu atur aja.. Jangan ditumpuk digudang lho..gudang sudah terlalu penuh..." perintah manejer hotel kepada dua orang pekerja yang menggotongku itu.

" Duit nih broo...duiiiittt..." bisik pelayan bertubuh gemuk pada rekannya yang kurus tinggi, setelah meletakan diriku dipelataran belakang hotel.

" Duit pala'lu..otaklu pikirannya duit mulu...sekarang lu mikir.. mau dibuang kemana nih barang.." sungut pelayan kurus sambil duduk diatas tubuhku.

" Ah, dasar lu... Otak lu emang kagak nyampe'.. Biar gua yang atur... Entar gua kontek Bang Bogel, diakan boss pemulung... Pasti dia mau bayarin nih barang.. semuanya kan ada lima biji yang mau dibongkar, nah kalo dia mau bayarin gocap aja untuk satu bijinya... Elu itung sendiri deh pake otaklu yang belet itu, berapa duit bakalan kita terima dari Bang Bogel.." ujarnya seraya menghembuskan asap rokok kearah rekan kerjanya itu.

" Ah, masih encer juga otak lu...gua kira otak lu udah tumpul karna kebanyakan coli sambil ngintipin tamu hotel yg lagi ngewek...he..he..he..." ujar pria berbadan kurus, yang disambung dengan tawa terkekehnya, sehingga memperlihatkan gigi-gigi tonggosnya yang kuning kehitaman.

Ah, dari pembicaraan dua orang itu sepertinya harapanku untuk segera dimusnahkan bakalan tak terwujut. Sepertinya mereka berniat untuk menjualku, dan tak mungkin orang akan membeli diriku hanya untuk dimusnahkan. Itu artinya… Ah, itukan baru rencana mereka, belum tentu menejer hotel akan begitu saja membiarkan para pelayan ini menjual inventaris hotel, walaupun itu sudah tak lagi terpakai.. Bukankah itu bisa juga dikatagorikan sebagai tindakan penyelewengan. Tapi? Bukankah di negeri ini semuanya bisa diatur.

********

Kini diriku berada diatas sebuah gerobak, yang melaju diantara gang-gang sempit area pemukiman kumuh. Pada sebuah bangunam semi permanen, pria yang menarik gerobak berhenti

" Mau ditaroh dimana nih, Bang Bogel?.." teriak pria itu kepada orang bertubuh kerdil yang dipanggilnya Bang Bogel.

" Elu taroh disono noh... Diatas tumpukan koran.. Sekalian entar yang empatnya lagi, elu taroh disono juga..."

Ah, rupanya jongos-jongos hotel itu benar-benar telah menjualku pada orang yang bernama Bang Bogel ini.

********

Sudah hampir satu minggu aku ditumpuk bersama keempat kawanku yang lain ditempat ini, bersama-sama dengan tumpukan-tumpukan barang bekas dengan berbagai jenis entah didapat darimana hingga begitu banyak terkumpul disini. Ah, ternyata harapanku untuk segera dimusnahkan sepertinya makin jauh dari kenyataan.. aku merasa diriku kini sedang dijakakan, sedang menunggu seseorang untuk membeli diriku. Membeli tubuh tua yang sebenarnya sudah yak layak pakai ini.

" Ini tempat tidur berapa duit Bang Bogel..." tanya seorang pria sambil menepuk-nepuk tubuhku

" Pek Go tuh gua lepas..."

" Mahal bener...tuju lima lepas kagak? " tawar orang itu

" Ya udah gini aja.. Sama elu gua kasih cepek...angkut deh tuh..ketimbang kelamaan numpuk disitu..."

********

Setelah menyerahkan selembar seratus ribuan kepada Bang Bogel, pria itu membawa tubuhku dengan gerobak yang dipinjamnya dari pengepul barang bekas itu. Sepanjang jalan yang kulalui hanyalah hamparan rel kereta api yang pada tepi-tepinya bertebaran gubuk-gubuk berbahan triplek berpadu dengan seng dan juga kartun, yang pada emperannya terlihat wajah-wajah dengan tatapan kalah... Ya, kalah... Kalah atas pertarungan melawan ganasnya kota besar ini.. Kota yang tanpa ampun menampar mahluk-mahluk yang tak memiliki keberdayaan seperti mereka.. Yang ditamparnya hingga tersungkur kedalam gubuk-gubuk liar itu.

Akhirnya gerobak yang membawaku ini berhenti didepan salah satu gubuk liar ditepi rel kereta api. Dari dalam gubuk keluar seorang wanita berusia tiga puluhan yang membantu pria tadi memindahkan diriku kedalam gubuk.

Ah, sepertinya di usia senjaku ini akan dihabiskan didalam gubuk reot ini, hidup bersama dengan sekumpulan mahluk-mahluk kalah dikawasan ini. Entah lakon-lakon apa lagi yang akan dipentaskan diatas tubuhku.

*******

Akhirnya telah tiga bulan juga aku menghuni gubuk ini, sungguh tragis kedengarannya memang. Bagaimana tidak, dari semula adalah penghuni hotel bintang lima, bahkan merupakan kamar paling eksklusif dan termahal dibanding kamar-kamar yang lain. kini turun drastis menjadi penghuni sebuah gubuk liar dipinggiran rel kereta api.

Tentu kalian ingin tahu, sebetulnya mahluk-mahluk seperti apa saja yang menyinggahi tubuhku ditempat kumuh seperti ini. Ah, sebagai ranjang aku melihatnya tak jauh berbeda.. Ya, tak jauh berbeda dengan dikedua tempatku sebelumnya.. mereka hanya memanfaatkan tubuhku untuk urusan kelamin, dengan guncangan-guncangan berirama yang berlangsung dalam beberapa menit. Guncangan yang membuat sambungan pada tulang-tulangku semakin kendor dan aus.

Baiklah, aku akan sedikit menceritakan mengenai tempat ini. Kawasan kumuh yang terdiri dari beberapa bangunan gubuk liar disepanjang pinggiran rel kereta api ini adalah tempat prostitusi. tepatnya sebuah prostitusi liar kelas teri. Disaat siang hari seperti sekarang ini memang tak tampak kalau disini adalah sebuah tempat hiburan malam. Namun disaat sang mentari hengkang dari hadapan bumi, tempat ini akan bertransformasi menjadi sebuah surga bagi lelaki hidung belang berkantong pas-pasan, yang adalah kaum masyarakat kebanyakan dikota besar ini, bahkan juga di negeri ini. Mereka adalah kaum buruh,pedagang kecil,pegawai honorer,kuli bangunan dan masih banyak lagi. Berbeda dengan diriku yang sebagai ranjang, mereka memiliki nafsu birahi, nafsu yang secara alami menuntut untuk dilampiaskan, dan tempat prostitusi disinilah yang paling memungkinkan untuk isi kantong mereka.. Prostitusi dipinggir rel.

Para PSK yang beroprasi disini sebagian besar bukanlah penghuni kawasan ini, mereka hanya datang pada malam hari untuk menjakakan tubuh mereka disini. Setelah tawar menawar harga dengan pria hidung belang, harga cocok, selanjutnya eksekusi akan dilakukan dalam gubuk-gubuk disekitar sini, yang salah satu diantaranya adalah gubuk tempatku bernaung ini. Selesai urusan dan telah menerima bayaran, maka si PSK akan membayar uang sewa kamar yang jumlahnya sekitar 20% dari tarif kencan kepada pemilik gubuk. Dan dalam satu malam, diatas tubuhku ini bisa 10 sampai 20 kali transaksi dari beberapa PSK. Namun, itu bukan berarti sipemilik gubuk bisa mengantongi seluruhnya hasil uang yang didapat, dia juga harus menyisihkan untuk pungutan-pungutan lain yang jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit, seperti uang keamanan untuk preman-preman yang menguasai wilayah itu, kepolisian,tentara,satpol pp, dll. Bahkan setelah dipotong oleh pungutan itu semua, hasil bersih yang didapat tidak sampai separuhnya. Setidaknya itu yang kudengar dari keluh kesah pengelola gubuk kepada Lastri.


Ya, Lastri adalah Salah satu PSK yang beroprasi disini, wanita berusia tiga puluh tahun yang konon telah hampir 10 tahun menggeluti dunia prostitusi. Wanita berperawakan sedang dengan paras yang lumayan cantik, setidaknya untuk ukuran PSK dikawasan ini, dengan kulit sawo matang, bibir penuh, dan hidung ala kadarnya, serta kulitnya yang agak busik karena air dikawasan ini yang memang kurang steril dan sedikit mengandung garam. Yang kuceritakan itu adalah penampilan Lastri pada siang hari. Sedang pada malam harinya wanita itu akan berubah wujud menjadi bidadari tepian rel yang siap menampung hasrat birahi para lelaki hidung belang.. dan juga siap untuk menampung seperma-seperma mereka didalam liang vaginanya.. tentu saja hanya bagi mereka yang bersedia membayar.

Berbeda dengan PSK lainnya yang setiap harinya datang ketempat itu, untuk kemudian pada dini harinya mereka akan kembali ketempat tinggal mereka yang entah dimana, Lastri adalah juga merupakan penghuni kawasan ini, tepatnya digubuk kecil yang persis bersebelahan dengan ruangan tempatku bernaung ini, dan hanya dipisahkan oleh dinding triplek bekas yang tipis. Sedang ruangan tempatku bernaung ini adalah kepunyaan Bang Otong, pria setengah baya yang justru tinggalnya bukan dikawasan itu. kedekatannya dengan preman kawasan situlah yang membuatnya memiliki peluang untuk mengelola bisnis sewa kamar, yang konon dirinya masih memiliki hubungan family dengan sang preman.


Dan pada siang harinya seorang gadis kecil berusia 8 tahun biasanya selalu berada diatas tubuhku ini. Dia adalah Dewi, putri dari Lastri. Sosok mungil inilah yang membuatku sedikit terhibur dalam menjalankan sisa waktuku ditempat ini. Kaki kecilnya kerap menapak lincah diatas tubuhku sambil melenggak-lenggokan tubuhnya, sesekali diikuti oleh tawanya yang jujur dan tanpa pamrih, tawa yg mampu melipur dan menyemangati tubuh rentaku ini. Bukan tawa dibuat-buat yang bertujuan hanya untuk memikat lawan jenis demi menggaet pelanggan.

Entah siapa ayah dari gadis kecil ini... aku tak tau pasti, namun berdasarkan pergunjingan yang berhasil aku dengar dari PSK lainnya, Dewi termasuk bocah dengan seribu bapak. Bocah yang terlahir dari beberapa lelaki pelanggan Lastri, yang menanamkan benih didalam rahim perempuan itu. Namun siapa pastinya lelaki itu, bahkan Lastripun sepertinya tak tau pasti.. dan memang bagaimana mungkin dia bisa tau..dan diapun sepertinya juga tak mau tau… yang dia tau hanyalah, dia harus merawat anak itu dan membesarkannya..bahkan Lastri berkomitmen pada dirinya sendiri untuk menjadikan anaknya itu jauh lebih baik dari dirinya. setidaknya itu yang dapat aku tangkap dari kata-kata Lastri beberapa waktu lalu saat putrinya itu tengah tertidur diatas tubuhku. Kata-kata yang sebenarnya ditujukan kepada Dewi, namun aku menangkapnya justru itu adalah kata-kata yang ditujukan pada dirinya sendiri, sebuah komitmen diri, Lastri ingin anaknya itu kelak mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan terhormat..bukan pelacur seperti dirinya.

“ Dewi lagi belajar apa? “ tanya Lastri sambil merapikan ruangan tempatku bernaung ini. Lastri memang diberikan tanggung jawab oleh Bang Otong untuk perawatan ruangan ini, dan Lastri pulalah yang dengan telaten merawatku, membersihkan debu-debu yang melekat pada kulitku, mengganti sprei yang membungkus tubuhku, untuk kemudian mencucinya. bahkan satu kali dalam seminggu, Lastri membawaku keluar ruangan ini untuk menjemur diriku dibawah sinar matahari. Dan untuk semuanya itu dirinya mendapatkan konpensasi dari Bang Otong, yaitu terbebas dari kewajiban membayar sewa kamar saat selesai berkencan dengan pelanggannya. Sehingga praktis pada siang harinya ruanganku ini dihuni oleh dua orang ibu beranak ini.

“ Belajar Bahasa Indonesia bu…” jawab sang bocah yang saat itu tengah membaca buku diatas pangkuan tubuhku.

“ Aduh..anak ibu emang rajin nih… emangnya kalo sudah besar Dewi mau jadi apa sayang..? “ sambil tangannya sibuk dengan kemoceng yang dikibas-kibaskannya kesetiap sudut ruangan.

“ Mau jadi guru… Dewi suka menjadi guru, guru itu mulia…ngajarin orang biar pinter.. makanya Dewi mau jadi guru, seperti Pak Budi, Dewi suka pak Budi… Pak Budi orangnya baik..kalo ngajar neranginnya enak..dan enggak pernah marah-marah…”

Mendengar apa yang dikatakan putrinya, Lastri terdiam sejenak, kemoceng yang ada ditangannya berhenti bergerak. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita itu, seolah ada kebimbangan didalam hatinya. Hingga kemudian dihampirinya sang bocah, seraya dipeluknya dengan hangat.

“ Kamu pasti bisa sayang…kamu pasti bisa…apapun akan ibu lakukan untukmu…kamu harus lebih baik dari ibu.. dan pada saatnya nanti,saat uang kita cukup.. kita harus keluar dari tempat ini…” ujarnya, yang diikuti dengan tetesan cairan bening diatas kulitku.


*******

Matahari baru saja beranjak pergi, digantikan oleh malam yang kini mulai mengangkang diatas kawasan kumuh tempatku bermukim. Lokalisasi liar ini kini tengah bersolek, bersiap menyambut malam yang diharapkan dapat memberikan kelangsungan hidup bagi penghuninya. Memoles kekumuhannya dengan sedikit lampu kelap-kelip yang dipasang diemperan warung remang-remang. Suara lantunan musik dangdut dari stereo tape mulai berkumandang, yang sesekali disela oleh suara gemuruh kereta api yang melintas. Tawa wanita-wanita penghibur yang tengah menjaring mangsa, atau pekikan latah yang menyebut salah satu organ intim, berpadu dengan bualan bandar judi koprok yang memprovokasi pengunjung untuk mempertaruhkan uangnya.

Itulah sedikit gambaran malam hari ditempatku, yang dapat aku dengar dan aku saksikan dari pintu seng yang masih terbuka karna memang belum terjadi transaksi seks pada malam ini, sebelum akhirnya pintu itu tertutup setelah dua pasang kaki memasuki ruanganku. yang ternyata adalah Lastri dengan pelanggan pertamanya untuk malam ini.

Entah siapa lagi pelanggan barunya itu.. tampilannya cukup sopan untuk seorang lelaki hidung belang.. Ah, tapi apalah perduliku, bukankah sudah ribuan manusia-manusia berpenampilan sopan yang telah singgah ditubuhku ini, yang ternyata hanyalah orang-orang yang ingin menikmati segarnya sensasi berselingkuh belaka.

Seperti biasa dengan tanpa canggung Lastri mulai melucuti pakaiannya. Dimulai dari t-shirtnya yang berwarna merah menyala, lalu kemudian celana panjang blue jeansnya. Penerangan bola lampu lima watt dengan pancaran cahaya merahnya membuat tubuh dan kulit Lastri tampak indah. Tak terkesan sama sekali kalau wanita itu sesungguhnya memiliki kulit yang busik serta kerutan pada perutnya. Justru bentuk tubuhnya yang lumayan indahlah yang kini terekspos didepan pria berusia sekitar 27 tahun itu.

Si pria hanya melongo menyaksikan tubuh setengah telanjang yang berada didepannya, jakunnya terlihat naik turun menandakan dirinya tengah menahan birahi. Hanya beberapa saat setelah itu, dirinya mulai melucuti kemeja dan celana panjangnya sendiri.

" Sempaknya dibuka sekalian aja mas...pake malu-malu segala..biasa ajaa.." ujar Lastri yang kini telah melucuti celana dalamnya. Lalu kemudian merebahkan tubuhnya telentang diatas tubuhku.

" Kok behanya gak dibuka sekalian mbak..." tanya si pria dengan setengah memprotes, karna dilihatnya Lastri hanya menyingsingkan kutangnya keatas untuk sekedar memperlihatkan kedua gunung kembarnya.

" Kalo dibuka nanti susah lagi masangnya mas..ribet.. Biar begini aja ya? kan begini juga udah terbuka"
Si pria hanya diam, sepertinya telah bisa menerima alasan dari wanita yang akan dijadikan pemuas nafsunya itu.

" Ayo, sini mas..langsung aja masukin jangan malu-malu.. sini.."

" Koq langsung maen...diisepin dulu dong anu saya..." protes si pria, yang kini juga telah telanjang bulat dengan batang penis berdiri tegak.

" Kalo pake isep tambahin 20 ribu ya?" tawar Lastri sambil membelai-belai batang penis si pria, dan senyum menggoda terumbar dibibirnya.

" Tadi janjinya cuma lapan puluh.." .

" Lapan puluh kan cuma ngewek doang.***k pake macem-macem.. tambahin 20 ribu ya, semuanya jadi cepek.. entar diisepin sampai biji-bijinya deh..bo-olnya juga saya jilatin..."

" Glek..yang bener nih? " ragu si pria, mendengar tawaran Lastri.

" Kalo bo-ong gak usah bayar sekalian...gratis.." yakinkan Lastri, seraya mengedipkan sebelah matanya dengan genit.

" Oke deh.., mau deh, mau..." setuju si pria dengan bernafsu.

Si pria mulai rebah telentang diatas tubuhku, matanya setengah terpejam menikmati jilatan lidah Lastri yang mulai menari-nari disekujur batang penisnya, hingga akhirnya penis itu tenggelam dalam mulut perempuan itu. Sambil duduk dengan kepala menunduk, digerakan kepalanya naik turun mengocokan batang penis si pria.

" Zzzzzzzzzz....aaaaaaaagghhhhh...sedaaaaaaapppp.." gumam si pria, sambil meremasi rambut Lastri.

Seperti yang dijanjikan sebelumnya, beberapa saat kemudian mulut perempuan itu mulai beralih pada kantung pelir, dan dikulumnya hingga menimbulkan bunyi cipakan ludah. Tak lama setelah itu tangannya mengangkat paha sipria, mendorongnya sedikit keatas untuk mendapatkan akses agar mulutnya dapat menggapai liang anus si pria.

“ Aaaaaahhhh….enak bangeeettttt….adaaauuuwww….” gumam si pria menikmati sensasi lidah Lastri yang menggelitik liang anusnya.

Beberapa menit setelah lidahnya beraksi disekitar lubang pelepasan Si pria, perlahan lidah itu merayap keatas, perut,dada,leher dan berujung pada mulut si pria. Lidah itu mulai menyapu sekujur bibirnya, kemudian merangsak masuk lebih kedalam. Ya, lidah yang baru saja “bertamasya” di liang anusnya itu kini telah berada didalam rongga mulutnya, menyapu-nyapu dinding-dindingnya dan memilin-milin lidahnya. Nafsu birahi yang telah menguasai si pria tak lagi sempat untuk membuatnya berpikir bahwa bisa jadi lidah itu sebelumnya juga pernah menyusuri anus-anus lain, mungkin ratusan bahkan ribuan. Lidah itu justru dikulumnya dengan rakus, air liur Lastri yang menetes kedalam mulutnya dihirupnya tanpa jijik.

Tiba-tiba si pria mendorong tubuh lastri, yang membuat perempuan itu terjerembab telentang diatas tubuhku dibarengi dengan pekikan manja yang justru semakin memancing syahwat si pria.

Dan, Ah.. ternyata si pria menundukan wajahnya mendekati selangkangan Lastri, melakukan apa yang sebelumnya dilakukan wanita itu pada anusnya. Lidah itu dengan lincah menjilati sekujur liang vagina Lastri. Liang vagina yang mungkin telah disinggahi ribuan penis, liang vagina yang telah disemburi oleh berliter-liter sperma dari berbagai macam lelaki, yang Lastri sendiripun tak pernah tau dari mana asalnya, yang dia tau pria-pria itu wajib menggantikan kepuasan yang didapatnya dengan uang.. uang yang diharapkan bisa menyambung hidupnya dan gadis kecilnya.

“ Zzzzzzzzz……aaaaaahhhhhhh…terusss massss….aaahhhhh…” desahan lembut setengah berbisik keluar dari bibir yang dipoles lipstick dengan warna yang merah mencolok. Entah itu desahan yang jujur atau hanya sekedar untuk membuat si pelanggannya merasa tersanjung. Namun aku berani bertaruh apa yang dilakukannya itu hanyalah acting belaka. Banyaknya penis yang menggasak , bahkan hingga lima batang penis dalam semalam, dan itu hampir rutin pada jangka waktu sepuluh tahun, sehingga aku yakin rongga-rongga kewanitaannya itu telah mengalami mati rasa, telah mengalami kekebalan yang akut, mungkin pendapatku ini terdengar berlebihan, dan tidak teoritis.. tapi tak apalah. dan itu bukan hanya vaginanya, bisa jadi juga hatinya, hati yang telah mati rasa akan kepercayaan pada laki-laki, karna laki-laki jualah yang membuatnya terperosok kedalam dunianya yang sekarang ini.

Sok tau? baiklah, walau secara pasti aku tak begitu mengetahui riwayat perempuan ini sesungguhnya, dan sebagai ranjang tentu aku juga tak mungkin bisa menanyakannya, namun kelebihanku adalah memiliki kesempatan yang lebih ketimbang manusia, aku berkesempatan mengamatinya secara seksama didalam kesendiriannya, sehingga aku bisa menyimpulkan dari keluhan-keluhannya saat dirinya sedang suntuk, atau dari igauannya saat siang hari dirinya tidur, yang dalam igauannya itu terkadang dirinya berteriak “ Wong lanang ediaaaaannn….”

Sekitar lima menit pria itu mencicipi liang vagina Lastri, hingga wanita itu melirik kearah jam dinding usang yang menempel pada dinding teriplek.

“ Udah mas..langsung ngentot aja ya? Saya udah enggak tahan nih…” ucap wanita itu, tentu saja itu bukanlah alasan yang sebenarnya, waktu yang terus berjalanlah yang menjadi pertimbangan utama. Setiap menit waktu yang berjalan adalah sebuah peluang bagi Lastri, sebuah peluang untuk menggaet sebanyak-banyaknya pelanggan pada malam itu, sehingga uang yang dikumpulkan semakin banyak pula yang dia dapat. Yang diinginkannya bukanlah berlama-lama dengan satu pelanggan. Semakin cepat pelanggannya menuntaskan hasratnya, semakin baik pula baginya, itu artinya dirinya berkesempatan lagi untuk menggaet pria hidung belang yang lain.

Tanpa basa-basi, apalagi protes, diterkamnya Lastri yang telah mengangkang. Bless.. hanya satu kali dorongan dengan mudahnya batang jakar si pria menembus liang vagina yang memang telah over-size. Dipompakannya bokongnya naik turun dengan kekuatan penuh, sehingga tubuhku yang telah renta dan reyot ini hanya mampu berderit menahan guncangannya. Sial.. pria ini begitu bernafsu, sehingga kayuhannya semakin tak terkendali, rasanya tulang-tulangku ini hendak copot dibuatnya.. Seandainya kemarin dulu Bang Otong tak sempat menancapkan beberapa paku pada sambunganku, entah apa yang akan terjadi pada diriku kini.

Ah, sukurlah..dia kini menghentikan kayuhannya.. Ah, ternyata dia hanya meminta kepada Lastri untuk berganti posisi.

“ Tolong nungging dong..." pintanya, yang segera dituruti oleh Lastri.

Pria itu menatap sesaat pada bongkahan bokong Lastri yang bulat, diremas-remasnya beberapa saat dengan gemas, seraya diarahkan ujung penisnya kearah bokong.

“ Saya masukin lubang pantatnya ya mbak..? “ pinta si pria yang telah memposisikan ujung penisnya tepat dimuka liang anus Lastri.

“ Kalo itu sih saya gak berani mas…sakit soalnya.. Nanti kalo saya gak bisa berak bagaimana.. tapi kalo memang situ maksa sih, ditambahin gocap saya mau deh.. gimana mau enggak? “ tawar Lastri, lengkap dengan senyum komersilnya, yang selalu bisa memanfaatkan setiap peluang untuk menguras isi kantong si pelanggan sebanyak-banyaknya.

“ Iya..iya deh…aduuhh..setiap minta apa-apa pasti ujung-ujungnya duit…” gerutu si pria, yang terpaksa harus menuruti yang dipinta Lastri, karna mamang birahinya telah tersandera oleh perempuan itu..

“ Nah, gitu dong… Ayo, hajar maaaang…hi..hi..hi…” goda Lastri setelah terlebih dahulu mengolesi liang anusnya dengan air liur.

Batang jakarnya menembus liang pelepasan Lastri, lalu dengan kasar digoyang bokongnya maju mundur dengan kecepatan tinggi.

“ Mas..pelan-pelan mas…auww..auww..adeh..deh.. bisa ambeyen bo-ol saya…auuwww…” pekik Lastri, Nafsu birahi yang telah memuncak berbaur dengan rasa dongkol karena merasa diperas oleh pelacur itu, membuatnya sama sekali tak menghiraukan pekikan Lasti.

Hingga beberapa menit kemudian, pria itu melolong keras…seiring dengan semburan seperma yang menumpahi liang anus Lastri, yang mengantarkan pria itu pada puncak kenikmatannya. Puncak kenikmatan yang segera harus ditebus dengan angka 150 ribu, dari perjanjian sebelumnya yang hanya 80 ribu.

*******



Seusai mencuci batang jakarnya dengan air pada ember yang memang telah tersaji disudut ruangan, pria itu mulai mengenakan kembali pakaiannya. Kini giliran Lastri yang membasuh “aset berharganya” untuk dijajakannya lagi sebentar nanti.

“ Tuh, mbak.. duitnya.. seratus mapuluh ya, itung dulu…” si pria meletakan dua lembar lima puluh ribuan beserta lima lembar sepuluh ribuan diatas tubuhku, yang segera disambar dengan gesit oleh Lastri.

“ Penglaris…penglaris…” ucapnya, sambil mengibas-ngibaskan lembaran uang pada selangkangan dan dadanya.

Bersamaan dengan itu terdengar suara yang sangat tak asing bagiku.. suara Dewi, bocah delapan tahun putri dari Lastri.

“ Bu, ibu…PRnya belum ditanda tangani bu…besok kan mau Dewi serahkan pada pak Budi…” teriak suara dari luar yang dibarengi dengan suara gedoran pintu.

Kunci grendel pintu dibuka Lastri, sehingga aku dapat melihat sosok mungil Dewi dengan buku ditangannya.

Tiba-tiba mata gadis kecil itu seperti memicing, mengamati sesosok pria yang ada dibelakang sang ibu.

“ Lho…koq pak Budi ada disini….? “
 
Terakhir diubah:
saran ane udah aja bro...

ganti cerita baru...kalo kelamaan tar pada bosen malah.. hehe...
lagian kan dari awal bukan didesain buat jadi cerbung tah?
 
saran ane udah aja bro...

ganti cerita baru...kalo kelamaan tar pada bosen malah.. hehe...
lagian kan dari awal bukan didesain buat jadi cerbung tah?

Bener mas bro...ane pikir jg bgtu
Kl ane tempatkan diri ane sbg pembaca cerpan, kyknya emang cerita model beginian bkn yg mereka inginkan...terlalu njlimet,mengada-ada dan gak coliable...
Tp gak apa2lah, skedar mencoba..dan ngeramein forum
Ok, mas bro...saran ente sngt brguna..
 
Antara gali gongli dan pak guru oemar bakrie, silahkan saja kalo mau ditamatin sekarang Karena emang udah di fase terbawah dari sebuah ranjang. Udah ga bisa dikemanain lagi soalnya juga

Semoga om TS bisa kasih cerita lanjutan yang ga malah keren
 
Antara gali gongli dan pak guru oemar bakrie, silahkan saja kalo mau ditamatin sekarang Karena emang udah di fase terbawah dari sebuah ranjang. Udah ga bisa dikemanain lagi soalnya juga

Semoga om TS bisa kasih cerita lanjutan yang ga malah keren
Ah, tau aj nih mas bro... iya tuh Gali gongli..bahkan ada satu kata yg ane colong dr sair lagu itu, yaitu: bocah dgn seribu bapak
 
Asli keren, gan :jempol:
PoV nya ranjang wkwkwkw... keren... twistnya juga mantaf...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ada. Setelah beberapa lama, si ranjang ini benar-benar nggak layak pakai. Dibuanglah ke pembuangan. Nah, di pembuangan, si ranjang ini dipake sama pemulung tua yang sedang menculik dan menodai seorang gadis sesama pemulung, atau pengamen, atau yang lainnya.

"suatu malam muncullah sosok seorang pemulung, yang membawa seorang gadis yang meronta-ronta" Silakan anda lanjutkan.

Setelah itu, baru deh si ranjang ini dimusnahkan dengan cara dibakar.

bener banget gan....hahahaha
 
Bimabet
Asli keren, gan :jempol:
PoV nya ranjang wkwkwkw... keren... twistnya juga mantaf...
thanks..bro..
Tambah lagi ceritanya suhu... :semangat:.... :jempol:
enggak suhu...dah tamat sampai disini aj lah....
Ada. Setelah beberapa lama, si ranjang ini benar-benar nggak layak pakai. Dibuanglah ke pembuangan. Nah, di pembuangan, si ranjang ini dipake sama pemulung tua yang sedang menculik dan menodai seorang gadis sesama pemulung, atau pengamen, atau yang lainnya.

"suatu malam muncullah sosok seorang pemulung, yang membawa seorang gadis yang meronta-ronta" Silakan anda lanjutkan.

Setelah itu, baru deh si ranjang ini dimusnahkan dengan cara dibakar.
boleh jg sih idenya...tapi koq kesannya horror banget ya? perkosaan lagi..
thanks ats idenya bro...tp kayaknya cerita ini udh sampai dsni aj tuh...anggap aj itu "Trilogi ranjang" yg menceritakan prilaku seksual dr tiga strata sosial yg berbeda..anggap aj yg sesi pertama pejabat tinggi dlm kmentrian pendidikan, sesi kedua kepala sekolah dan guru(ceritanya udh pns nih), yg terakhir guru honor... yg diceritakan olh ranjang sbg saksi bisu, yg ane bikin jd gak bisu...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd