Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REBIRTH OF SHADOW: CIRCLE OF MILF

PART 5

Bad Luck and Good Luck






“Gio, ini ada paket atas nama kamu, tapi kok nggak ada nama pengirimnya ya?” ucap bu Dewi sembari membolak-balikkan paket yang ia terima untuk mencari nama sang pengirim.

“Gio gak tau, bu. Coba dibuka aja.”

“bukannya bahaya buka paket yang nggak dikenal gini?”

“itu kayaknya dari catatan sipil deh bu, soalnya kemaren-kemaren Gio pergi ke sana buat bikin kartu identitas.” Jawabku mencoba menepis rasa khawatir dari bu Dewi, karena aku yakin paket itu dari Derry.

“loh, bukannya ngajak ibu kamu ini, malah ngurus sendiri, emang kamu bisa?”

Aku berdiri dari posisi dudukku dan berjalan mendekat ke bu Dewi, dan kedua tangaku mendarat di pundaknya, sementara mataku menatap tajam kearah matanya,

”bu… Gio yang sekarang bukan Gio yang ibu kenal beberapa hari lalu. Mulai sekarang ibu tenang aja, Gio bisa lakuin semua sendiri dan Gio janji bakal jadi orang yang selalu melindungi ibu.”

Bu Dewi pun lantas menunduk yang sepertinya tak kuasa menatap pandangan tajam dari mataku itu. Segera aku memeluknya dengan erat untuk memberikan ketenangan bagi dirinya. Dan ternyata tangis bu Dewi malah pecah dalam pelukanku. Aku pun melepaskan pelukanku tersebut,

“ibu kenapa nangis?” tanyaku.

“gapapa, nak. Ibu Cuma terharu sama sikap kamu ke ibu.” Jawabnya.



Setelah itu, paket dari Derry pun aku buka dan ku dapati segala berkas dokumen yang aku butuhkan sudah ada. Bu Dewi sempat mempertanyakan bagaimana aku bisa mendapatkan itu semua, terlebih lagi ia masih menganggapku adalah anak remaja yang “tidak normal”. Tapi aku berusaha meyakinkannya bahwa semua itu resmi dan aku beralasan kepada pegawai disana kalau semua dataku hilang ketika kebakaran.

Bu Dewi akhirnya mempercayaiku dengan segala alasan yang aku buat-buat tersebut. Ia juga menanyakan terkait dengan ijazah yang terdapat pada paket tersebut dan aku menjawabnya untuk keperluanku mendaftar SMA. Bu Dewi sebenarnya sedikit ragu dengan keputusanku tersebut, terlebih lagi ketika aku menyebutkan nama sekolah yang ingin aku masuki tersebut.



“tapi itu sekolah mahal, Nak. Ibu dapat duit dari mana kalau kamu sekolah disitu?” ucapnya dengan suara getir.

“ibu tenang aja ya… aku bakal berusaha buat dapet beasiswa, biar aku nggak nyusahin ibu.” Jawabku berusaha menenangkannya.



Setelah makan siang, bu Dewi berpamitan untuk pergi ke pasar guna membeli perlengkapan jahitnya. Awalnya aku menawarinya untuk diantar, tetapi ia menolak dengan alasan bahwa beberapa saat lagi akan ada tamu yang mengantarkan pakaian untuk dijahit, sehingga aku dimintanya untuk tetap tinggal di rumah.

Aku awalnya tidak memikirkan tentang siapa yang akan mengantarkan jahitan tersebut, karena memang selama ini tidak banyak yang bertemu denganku dalam kondisi aku masih kecil, kecuali…

*tok…tok…tok…* suara pintu diketuk.

Segera aku menghampiri arah sumber suara untuk membukakan pintu dan betapa terkejutnya aku terhadap sosok yang saat ini sedang berada di hadapanku setelah pintu itu terbuka,



“kamu siapa?” tanyanya penuh selidik.

“eh… mmm… aku keponakannya bu Dewi, bu.” Jawabku sekenanya. “silahkan masuk bu”

“oh iya, terimakasih. Ngomong-ngomong, Gio kemana ya kok gak kelihatan?” tanyanya sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.

“eh… Gio lagi keluar sama bu Dewi, bu.”

“oalah gitu, ini ibu kan mau permak baju, soalnya ibu kegedean ini.” Ucapnya sembari “melebarkan” baju yang ia bawa.

Akal busukku ‘pun sepertinya membuat otakku berpikir lebih, “iya bu, nanti saya sampaikan ke bu Dewi, mari saya bantu buat ukur badan.”

“loh bukannya bu Dewi sudah punya ukuranku?” tanyanya heran.

“supaya lebih pas lagi aja bu dan sesuai sama permintaan ibu, takutnya kan beda sama yang kemaren-kemaren.” Ucapku mencoba meyakinkannya.



Akhirnya bu Elin pun menurut dan percaya dengaku. Ya, orang yang sedari tadi ngobrol denganku adalah bu Elin, satu-satunya orang selain bu Dewi di lingkungan ini yang pernah melihat wujudku versi anak-anak dan dari sini lah rencanaku untuk mengaih janjiku dimulai. Cepat atau lambat jika semua ini dibiarkan maka akan lebih berbahaya, terlebih lagi bu Elin merupakan satu-satunya orang di lingkungan ini yang pernah melihatku di versi kecilku, meskipun mungkin saja kesaksiannya tidak akan dipercayai oleh orang lain dan akan dianggap halu oleh orang lain.

Aku pun mengarahkan bu Elin untuk dekat dengan meja jahit guna memudahkan dalam memudahkanku dalam mengukur tubuhnya (meskipun niatku sebenarnya adalah memberikannya rasa percaya terlebih dahulu). Segera aku mempersiapkan meteran dan buku untuk mencatat.

Setelah itu, aku mulai mengukur tubuhnya, mulai dari Panjang baju, lingkar leher, lengan, bagian pinggul, dan pinggang. Tanpa ia sadari, aku melewatkan salah satu hal, yaitu mengukur lingkar dada. Hal tersebut aku lakukan dengan sengaja karena memang bagian dari rencanaku.



“bu, permisi ijin buat ukur lingkar dadanya ya…” ucapku dengan sopan.

“silahkan” jawabnya sembari sedikit membuka lengannya untuk memudahkanku mengukur lingkar dadanya dari belakang.



Nafsuku benar-benar sudah berada di ubun-ubun, terlebih lagi di depanku tersaji tubuh montok dari bu Elin yang akan membuat setiap pria nafsu melihatnya. Tubuhku mulai mendekat ke arah bu Elin, meteran pun mulai aku gunakan melalui sela-sela lengannya dan ujung meteran mendarat tepat di toket montoknya. Setelahnya, jemariku bukannya mengukur malah memainkan toketnya dari balik baju dan bh yang ia kenakan. Tanpa ia sadari pula, wajahku kini berada tepat di dekat kupingnya, sehingga ia dapat merasakan desahan nafas yang keluar dari lubang hidungku.



“UGHHH… APA-APAAN KAMU INI…” ucapnya dengan nada tinggi setelah tersentak akibat dari perbuatan yang aku lakukan dan karena shock ia malah tidak berusaha melarikan diri.

“ibu tenang aja, aku tidak ada niat jahat sama ibu, aku cuma mau nagih janjiku sama ibu.” Ucapku pelan tepat pada kupingnya dan tanpa menghentikan perbuatan yang sedang aku lakukan.

“APA MAKSUDMU? KAPAN AKU PERNAH BERJANJI? KITA KETEMU BARU HARI INI.”

“apa ibu lupa sama janji ibu kepada anak kecil seumuran anak ibu yang pernah main ke rumah ibu beberapa hari lalu?”

“ahh appaa kamuhh… tidak mungkin…” ucapnya sembari sedikit mendesah akibat dari apa yang sedang aku lakukan dan ia masih berusaha mencerna apa yang aku katakan.

“iya bu, ibu tidak salah, aku ini Gio, anak ingusan yang pengen nagih janji ibu dan sekarang ini waktunya.”



Sejurus kemudian aku mulai mencumbu bagian belakang kupingnya hingga turun ke bagian tengkuk lehernya. Tanganku pun mulai lebih agresif lagi dengan meremas-remas dua gundukan besar miliknya tersebut. Ia pun mendongakkan kepalanya sebagai respon terhadap cumbuanku. Bersama dengan itu, desahan demi desahan pun perlahan mulai keluar dari mulutnya.



Sesaat kemudian sepertinya ia tersadar, “AHH… JANGAN DITERUSIN!!!” ucapnya keras dengan memberontak.

Aku yang tidak siap pun membuatnya menjadi leluasa berajak. Bu Elin berusaha untuk kabur dengan menuju ke pintu utama, sayangnya pintu tersebut terkunci, “besar juga tenaganya.” Batinku.

“udahlah bu, ga usah pake kabur segala, percuma…” ucapku sembari mendekatinya lagi.

“jangan… ibu tidak mau…” ucapnya memelas.

“ibu tenang aja, toh aku kan Cuma mau nagih janjiku aja.” Ucapku yang kini telah berada di dekatnya.



Setelah itu, aku balikkan badannya, yang awalnya pada posisi memegang handle pintu, kini menghadap ke arahku. Bibirku mulai ku dekatkan dengan bibirnya. Bu Elin berusaha menolak dengan menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Dan tanpa aku sadari, ia menggunakan lututnya untuk menyerang selangkanganku, *buk…*,

Aku ditendangnya dengan lutut dan didorong hingga tersungkur ke belakang. Ia yang menyadari bahwa pintu tersebut hanya dikunci dengan Grendel pintu yang letaknya di bawah pun segera membukanya dan pergi meninggalkanku yang sedang meringis kesakitan.



“brengs*k, bisa-bisanya aku dibuat tersungkur oleh seorang Wanita.” Ucapku dengan amarah yang memuncak. Rasanya baru kali ini aku dibuat seperti ini oleh seorang Perempuan dan sialnya lagi ia dapat dengan leluasa lari dari dekapanku tanpa aku dapat menghentikannya.



Yang menjadi kekhawatiranku adalah ia akan buka mulut kepada siapa saja, termasuk dengan bu Dewi terkait dengan kebejatan yang hendak aku lakukan kepadanya. Aku harus membuatnya untuk tetap tutup mulut dan tunduk terhadapku. Aku tidak bisa dipermainkan seperti ini, terlebih lagi oleh seorang Wanita.

Dengan masih menahan kesakitan, aku berpindah ke ruangan Tengah setelah membereskan meteran yang tergeletak di dekat meja jahit. Tak berselang lama kemudian, bu Dewi pulang dari membeli keperluan menjahitnya dan mendapatiku sedang duduk sembari masih menahan sakit di area selangkanganku.



“kenapa kamu nak?” tanyanya.

“ngga tau nih bu, tiba-tiba sakit begini.”

“coba sini ibu lihat.” Ucapnya yang seolah lupa bahwa aku bukan lagi seorang Gio anak kecil, melainkan Gio yang tubuh dewasa secara tiba-tiba.

“eh… tapi bu…”

“udah gapapa…” ucapnya sembari menarik kolor yang aku kenakan.



Aku yang juga penasaran dengan kondisi kontolku setelah ditendang tadi pun ikut melihat kondisi kontolku tersebut. Nampak memerah dan terkulai lemas setelah terhantam benda tumpul tadi. Bu Dewi pun seperti terpesona melihat kontolku yang terkulai lemas pun memiliki Panjang sekitar 14 cm.

Sesaat kemudian ia Nampak tersadar, “udah gapapa, sepertinya juga efek dari kamu yang tiba-tiba tumbuh besar jadi “itu”-nya juga ikut besar.” “eh… maksud ibu, karena pertumbuhan kamu yang tidak normal jadi ada hormon atau sel yang terganggu, gitu.” Ucapnya berusaha meralat perkataannya di awal yang kelepasan.

Tanpa bu Dewi tau, bahwa sebenarnya kontolku tetap besar meskipun aku menjadi anak kecil pada saat itu. Namun itu tak menjadi masalah, yang terpenting ia kini pernah melihat begitu jumbonya ukuran kontol yang aku miliki. Apakah mungkin bu Dewi bakal menjadi sasaranku? Entahlah, aku masih sangat rispek terhadapnya, sehingga masih sangat segan untuk memikirkan hal tersebut kepadanya.

Malam harinya, aku berniat untuk memantau kondisi rumah bu Elin. Aku ingin segera menuntaskan semua ini. aku khawatir jika perbuatanku bocor dan mencemarkan nama baikku sehingga membuat hilang kepercayaan yang diberikan oleh bu Dewi terhadapku.

Setelah izin sebentar untuk mencari angin kepada bu Dewi, segera aku melangkahkan kaki menuju ke rumah bu Elin. Namun naas, rumahnya Nampak kosong dengan lampu yang tidak dibiarkan menyala alias gelap gulita, fikirku bahwa ia kabur dari rumahnya sesegera mungkin setelah mengalami perbuatan yang tidak menyenangkan oleh diriku.

Tak kehabisan ide, segera aku Kembali ke rumah untuk mencari nomor telepon dari bu Elin yang aku Yakini bahwa bu Dewi memilikinya. Sesampainya di rumah, ku dapati bu Dewi sedang duduk santai di depan tv menyaksikan sebuah tayangan sinema elektronik (sinetron). Sempat aku bertegur sapa sejenak dengan bu Dewi dan ia menanyaiku tentang kepergianku yang hanya sebentar.

Sementara itu, hpnya tergeletak di meja dekat dapur dengan kondisi sedang di-charger. Tak ingin menghabiskan waktuku, segera aku buka hp tersebut yang kebetulan tidak diberi sandi. Langsung aku mencari kontak atas nama bu Elin. Setelah menemukannya segera aku tulis di secarik kertas dan berpamitan kepada bu Dewi Kembali untuk pergi ke luar lagi.

Kali ini rumah rahasiaku yang menjadi tujuanku. Aku ingin meminta bantuan Derry untuk melacak keberadaan bu Elin lewat nomor hpnya. Bisakah demikian? Entahlah, tapi aku percaya dengan kemampuan yang dimiliki Derry. Mumpung belum terlalu larut malam, segera aku naiki transportasi umum yang tersedia dan bergegas menuju ke rumahku itu.



“Derry, bantu aku melacak lokasi lewat nomor telepon ini.” isi pesan teks yang aku kirimkan kepada Derry yang terlampir nomor telepon dari bu Elin.

Tak berselang lama kemudian, Derry membalasa pesanku, “baik bos, akan aku upayakan.” Jawabnya.



Setelah menunggu beberapa saat, Derry mengirimkan pesan yang berisi koordinat lokasi yang kemungkinan adalah lokasi keberadaan bu Elin. Kenapa kemungkinan, karena bisa saja bu Elin berpindah tempat setelah lokasinya terlacak oleh Derry. Namun kemungkinan itu sangat kecil mengingat ia tak mungkin menaruh curiga terhadapku tentang pelacakan lokasi ini.

Selanjutnya aku memikirkan tentang apa yang harus aku lakukan untuk memberikan efek jera terhadapnya agar tidak bermain-main lagi dengan seorang Tony a.k.a si kecil Gio. Rencanaku kali ini haruslah matang mengingat sangat beresiko dengan lingkungan yang mungkin tidak familiar dengan diriku dan aku juga belum mengetahui seluk beluk lingkungan tersebut.




lanjut ke PART 6 : THE EXECUTION (ELIN EDITION)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd