Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REBIRTH OF SHADOW: CIRCLE OF MILF

PART 17

The Teachers






Hari Kembali berjalan seperti biasa. Kini Gio seperti mulai terbiasa dengan kesendiriannya, tanpa bu Dewi. Gio juga merasa bahwa kini ia lebih leluasa untuk bergerak tanpa ada bayang-bayang bu Dewi yang menghantui dirinya.

Gio Kembali bersekolah seperti hari-hari sebelumnya. Tak perlu banyak bercerita mengenai kehidupan sekolah Gio yang monoton dan membosankan, kecuali kehidupan sekolahnya Bersama dengan para MILF yang menjadi dambaannya.

Sore harinya, ia memiliki jadwal untuk berlatih Brazilian Jiu Jitsu Bersama dengan bu Niki. Mengingat semakin dekat dengan hari Dimana ia akan berlaga dalam kejuaraan antar anak SMA, Latihan BJJ-nya Bersama dengan bu Niki menjadi semakin intens.



“Sudah siap kamu nak buat pertandingan besok?” tanya bu Niki sesampainya Gio di tempat Latihan dan telah berganti pakaian menjadi seragam (Gi).

“sebagai petarung saya selalu siap kapan saja bu.” Jawab Gio penuh keyakinan sembari tersenyum ke arah bu Niki dan dibalas senyuman oleh bu Niki.



Setelah itu, Gio mulai berlatih sparing dengan rekan-rekannya. Dalam pertarungan tersebut, Gio selalu menang dengan angka yang selalu meyakinkan. Hal tersebut semakin menaikkan rasa percaya diri bu Niki sebagai pelatihnya dan tentu saja dirinya.

Tak lupa pula bu Niki memberikan apresiasi terhadap konsistensi yang ditunjukkan oleh Gio, baik itu selama Latihan maupun dalam Latihan sparingnya. Ia terlihat sangat bangga dengan anak didiknya tersebut dan tak sabar menyambut pertandingan esok hari.



“ibu percaya dan yakin kalau kamu pasti bisa membawa nama sekolah ini menjadi harum di kompitisi besok.” Ucap bu Niki setelah selesai Latihan.

“semoga saya tidak mengecewakan kepercayaan yang ibu berikan.” Jawab Gio.



….​



Keesokan harinya, Gio Kembali bersekolah dengan membawa seragam jiu jitsu-nya. Hari ini merupakan hari pertandingan Dimana ia akan mengikuti kejuaraan antar anak SMA. Ia tidak masuk ke kelas hari ini lantaran surat dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar telah diserahkan ke kelasnya.

Ia langsung menuju ke Gedung serbaguna Dimana ia biasa berlatih Bersama dengan bu Niki. Terlihat di sana bahwa bu Niki sudah menunggunya Bersama beberapa rekannya yang juga akan mengikuti kejuaraan tersebut dan langsung menyambutnya dengan senyuman yang sangat Anggun dan menawan Ketika melihat dirinya datang.



“yuk berangkat.” Ajak bu Niki.

Gio hanya membalasnya dengan anggukan dan lekas membuntuti Langkah kaki bu Niki.



Bersama dengan bu Niki dan teman-temannya, Gio menuju ke parkiran guru untuk berangkat Bersama-sama menggunakan mobil pribadi dari bu Niki. Nampak raut wajah tegang tidak bisa disembunyikan oleh rekan-rekan Gio yang juga akan mengikuti kejuaraan tersebut, tetapi tidak dengan Gio yang tetap santai menikmati perjalanannya.

Sesampainya di tempat yang dituju, para peserta lomba, termasuk Gio, masuk ke dalam locker room untuk berganti pakaian dan mempersiapkan diri. Setelah itu mereka Kembali menemui bu Dina untuk diberikan arahan dan strategi.

Cukup banyak peserta yang akan tampil pada kompetisi ini. Total ada 32 peserta yang akan berlaga pada kompetisi antar SMA ini dan langsung menggunakan system gugur. Masing-masing pertandingan akan berlangsung selama 5 menit dan setiap pemain akan berusaha mendapatkan poin sebanyak-banyaknya.

Beberapa saat kemudian, pertandingan dimulai. Gio masih dengan mudah mengalahkan lawan-lawannya dengan berhasil melakukan submission dan membuat lawannya menyerah. Hingga sampailah pada fase 4 besar atau semi-final. Tak ada rekan satu sekolah Gio yang tersisa, kini hanya menyisakan ia satu-satunya harapan sekolahnya untuk mendapatkan medali.



“pertahankan apa yang telah kamu lakukan, Gio. Semuanya sudah bagus, tetap kontrol emosi kamu. Ibu selalu percaya denganmu.” Ucap bu Niki sembari menepuk Pundak Gio, sesaat sebelum pertandingan semi-final dilangsungkan.



Pertandingan semi-final pun dimulai. Nampak lawannya sedikit lebih Tangguh dibandingkan dengan lawan yang ia temui pada fase sebelumnya. Tetapi, lagi dan lagi, ia masih belum menjadi tandingan bagi Gio dan Gio menak dengan skor telak 8-0.

Selanjutnya adalah pertandingan yang terakhir. Partai final sudah di depan mata. Gio tak ingin menyia-nyiakan kesempatan di depan mata itu. Tak ada pilihan lain dalam dirinya selain memenangkan pertandingan dan merebut medali emas.



“selangkah lagi Gio, kamu pasti bisa.” Ucap bu Niki dengan penuh semangat dan penuh harap.



Gio memulai pertandingan dengan sangat sengit. Beberapa kali terjadi pinalti diantara kedua kontestan. Hingga menjelang dua menit terakhir masing-masing kontestan belum ada yang mendapatkan poin, dan masing-masing telah mendapatkan dua penalty.

Hingga akhirnya Gio berhasil menuntaskan perlawanan musuhnya tersebut untuk mendapatkan poin setelah berhasil men-takedown musuhnya. Dan pertandingan pun berakhir dengan Gio yang berhasil menang tipis 2-0 atas musuhnya tersebut.

Kemenangan tersebut disambut dengan meriah oleh bu Niki dan rekan-rekannya yang menyaksikan pertandingan tersebut dengan khitmat. Mereka langsung menghampiri Gio dan bersorak-sorai atas kemenangan yang berhasil diperoleh Gio.

Ucapan selamat pun silih berganti diucapkan oleh rekan-rekannya dan tak lupa juga bu Niki yang juga sangat mengapresiasi apa yang telah dicapai oleh Gio.

Setelah semuanya selesai, Gio, bu Niki beserta dengan rekan-rekannya yang lain langsung Kembali ke sekolah. Sesampainya di sana para murid pun dipersilahkan untuk bubar dan Kembali ke rumah masing-masing kendati jam sekolah masih berlangsung.



“Gio, sekali lagi ibu ucapkan selamat atas medali emasmu hari ini. Ibu sangat bangga denganmu.” Ucap bu Niki.

Gio tersenyum sipu, “terima kasih bu Niki, ini semua juga berkat bu Niki yang senantiasa membimbing saya hingga sampai pada titik ini.”

“ibu jadi penasaran dengan kemampuan bertarung kamu. Asal kamu tau, musuh yang kamu kalahkan tadi di final adalah murid yang selalu juara di dua tahun terakhir ini dan kamu bisa mengalahkannya adalah hal yang luar biasa, terlebih lagi kamu baru beberapa bulan Latihan.”

“ah ibu berlebihan, saya hanya beruntung saja bu hari ini.”

Bu Niki terkekeh, “kamu ini memang anak yang baik, selalu merendah…”

“saya tunggu akhir pekan ini di rumah saya dan kita sparing.” Ucap bu Niki dan berlalu meninggalkan Gio.



Setelah itu, Gio bingung harus kemana. Pulang ke rumah hanya akan menambah rasa bosannya saja sementara itu jika di sekolah tak ada aktivitas yang bisa ia lakukan. Gio memutuskan pergi ke Gedung serba guna untuk beristirahat di sana, karena pasti siang-siang seperti ini Gedung tersebut dalam kondisi kosong.

Benar saja, sesampainya di sana, tak ada seorang pun yang ia temuai. Karena merasa bosan dan sedikit kelelahan, Gio merebahkan diri di salah satu tribun dengan beralaskan pada tas sekolah yang ia bawa.

Hingga tanpa ia sadari, ternyata ia terlelap. Begitu nyenyak ia tertidur hingga sore menjemput. Ia terbangun Ketika mendengar suara hujan yang dengan kerasnya menghantam atap gedung yang terbuat dari semacam galvalum tersebut.

Gio segera bangkit dari tidurnya dan lekas keluar dari Gedung tersebut. Benar saja, hujan deras sedang terjadi dan langit tampak sangat gelap dengan awan mendung yang sangat pekat. Nampak kondisi sekolah sudah begitu sepi karena sudah mulai sore dan murid-murid pun sudah mulai meninggalkan sekolah.

Saat sedang menyusuri Lorong sekolah menuju ke gerbang utama, ia mendapati bu Lilis-wali kelasnya-yang sedang tergopoh-gopoh membawa sebendel kertas. Nampak terlihat bu Lilis sedikit kesusahan membawa barang tersebut.



“ada yang bisa saya bantu bu?” ucap Gio setelah berada di samping bu Lilis.

“eh nak Gio, tidak, tidak perlu repot-repot ibu bisa kok.” Jawab bu Lilis.

“ah ibu tidak perlu sungkan dengan murid sendiri.” Balas Gio sembari mengambil sebendel kertas tersebut dari tangan bu Lilis.

“kalau boleh tau, kertas apa ini bu? Kok sampai dibawa pulang segala?” lanjutnya.

“oh… ini kertas UTS kemarin, belum sempat saya koreksi dan masukin ke system nilainya.”

“mungkin ibu tidak keberatan untuk menerima bantuan saya?” ucap Gio.

“tidak perlu, ibu tidak mau merepotkan murid ibu.”

“tidak ada dalam kamus saya seorang guru merepotkan muridnya, bu.” Jawab Gio sembari tersenyum.



Karena merasa tak punya pilihan dan tidak enak menolak pertolongan dari muridnya tersebut, akhirnya bu Lilis menerima pertolongan dari Gio. Mereka lantas menaiki bus kota untuk mencapai rumah bu Lilis, karena kebetulan mobil bu Lilis sedang dalam perbaikan di bengkel.

Sesampainya di halte dekat rumahnya, bu Lilis dan Gio sedikit berlari menuju ke rumah karena jaraknya yang lumayan dan kondisi yang masih hujan deras. Bu Lilis mendekap tas cangkingnya ke dadanya, sementara Gio juga sama, tetapi yang ia dekap adalah kertas UTS agar tidak kebasahan.



“duhhh… maaf ya nak, gara-gara ibu seragammu jadi basah begini, ibu juga lupa nggak bawa payung tadi.” Ucap bu Lilis setelah sampai di rumahnya.

“tidak masalah bu.” Jawab Gio.

“ibu carikan pakaian ganti milik anak ibu, sekalian kamu mau minum apa?”

“ah tidak usah repot-repot bu.” Jawab Gio.



Setelah itu, bu Lilis pergi meninggalkan Gio yang duduk di kursi ruang tamu. Ia sempat sejenak melihat ceplakan tubuh bu Lilis yang tersaji karena seragam yang dikenakannya basah. Terlebih lagi tonjolan belakang (re: pantat) dan depan (re: toket) bu Lilis yang Nampak indah membusung.

Tak berselang lama, bu Lilis Kembali dengan pakaian yang telah ia ganti dengan baju lengan Panjang santai dan celana Panjang longgar, tak lupa pula tetap mengenakan hijabnya. Bersama dengan kedatangannya, ia membawa dua cangkir teh panas dan satu set pakaian ganti untuk Gio.



“ini baju gantu buat kamu, ganti dulu seragam kamu, ibu takut kamu masuk angin.” Ucap bu Lilis sembari menyerahkan pakaian anaknya tersebut.

Gio menerima baju tersebut, “kamar mandinya di sebelah mana ya bu?”

“di samping tangga ya nak.” Jawab bu Lilis.



Setelah itu, Gio menuju ke kamar mandi yang dimaksud oleh bu Lilis. Dan sepertinya memang kamar mandi ini diperuntukkan khusus untuk tamu. Setelah selesai berganti pakaian, ia Kembali ke ruang tamu.



“terima kasih atas pinjaman bajunya bu.” Ucap Gio.

“ah tidak usah berterima kasih, justru ibu yang harusnya berterima kasih karena kamu mau membantu ibu.” Jawab bu Lilis sembari tersenyum.

“ngomong-ngomong, kok sepi bu?” tanya Gio.

“ya beginilah kondisi rumah saya, nak. Sebentar lagi juga suami ibu pulang, kalau anak ibu satu-satunya merantau ke kota lain buat kuliah.” Jawab bu Lilis.

Gio hanya mengangguk-angguk tanda mengerti.

“ibu dengar kamu tadi dapat dispensasi karena mewakili sekolah buat lomba BJJ ya?” tanya bu Lilis.

“oh iya bu.”

“gimana hasilnya, ibu kok belum mendengarnya.”

“saya cukup beruntung bisa menang di kejuaraan itu bu.” Jawab Gio mencoba untuk merendah.

“benarkah? Syukur alhamdulillah kalau anak kelas ibu bisa bawa harum nama sekolah.” Ucap bu Lilis dengan riang.



Selanjutnya, bu Lilis dan Gio mulai mengoreksi kertas UTS tersebut. Sebelumnya, Gio mendapatkan arahan dari bu Lilis tentang bagaimana cara mengoreksi lembar UTS itu. Saat sedang mengoreksi UTS tersebut, tiba-tiba suami dari bu Lilis pulang dan masuk ke rumah.

Setelah berbasa-basi, ia pun bergegas untuk masuk ke dalam. Nampak raut wajah Lelah menghiasi wajah suami dari bu Lilis tersebut. Selain itu, sepertinya juga usia mereka tampak terpaut jauh dengan wajah suami bu Lilis yang sudah cukup tua, sementara bu Lilis masih tampak segar dan menggoda.

Beberapa saat kemudian, selesailah mereka dalam mengoreksi UTS tersebut. Gio menawarkan diri untuk membantu bu Lilis memasukkan nilai ke dalam system, namun ditolaknya karena hari sudah mulai malam dan kebetulan hujan sudah reda. Bu Lilis beralasan jika bantuan yang diberikan oleh Gio sudah lebih dari cukup dan tak enak jika Gio dicari oleh orangtuanya.

Setelah itu, Gio pamit untuk pulang dan bu Lilis mengantarkannya hingga depan pintu rumahnya. Tak lupa bu Lilis mengucapkan terima kasih sekali lagi atas bantuan yang telah diberikan oleh Gio.

Setelah pergi meninggalkan rumah bu Lilis, Gio langsung bergegas menuju ke halte bus untuk menunggu bus kota yang akan mengantarkannya Kembali ke rumah. Tak berselang lama, yang ditunggu pun datang, bus mulai menepi dan membuka pintunya.

Nampak sosok Wanita yang tak asing bagi Gio keluar dari bus tersebut. Awalnya Wanita tersebut tidak memperhatikan jika ada Gio di depannya, namun sesaat setelah melangkahkan kaki keluar dari bus, ia menyadari kehadiran Gio.

Matanya sedikit melotot tanda terkejut Ketika melihat Gio. Sementara Gio hanya tersenyum sembari mengedipkan matanya dan langsung melangkahkan kaki masuk ke dalam bus. Wanita tersebut termenung sejenak, seakan tak percaya dengan apa yang ia baru saja lihat.

Wanita itu segera melangkahkan kaki menuju ke tempat yang ia tuju dan membuang jauh-jauh pikiran negatifnya. Tak butuh waktu lama untuk dia sampai di tempat yang ia maksud dan setelah mengetuk pintu sang empunya rumah membukakan pintu untuk dirinya.



“kok baru nyampe sih dek? Kan janjiannya sore.”

“ya maaf teh, kan aku juga baru pulang kerja, lagian tadi juga hujan kan.”

“ya sudah, yuk masuk dulu.”



Setelah menanyakan kabar satu sama lain, mereka sibuk ngerumpi hingga lupa maksud dan tujuan mereka bertemu.



“eh teh, kok jadi nggak mulai-mulai sih, kan niatnya aku ke sini mau bantuin teteh.”

“lagian kamu sih ngajak ngegosip.”

“yah… kan teteh duluan yang mulai.”

“udah, nih kamu tinggal bantuin masukin nilainya ke system.”

“loh udah kelar koreksinya? Kok cepet banget.”

“iya, tadi dibantu murid teteh soalnya, jadi cepet deh.”

*deggg….*



Seketika detak jantungnya berubah menjadi sangat cepat. Pandangannya mendadak kosong, pikirannya melayang mengingat kejadian beberapa hari lalu. Sebuah pertanyaan berputar-putar di kepalanya.



“dekkk… kok diem sih…”

“eh… iya teh… nanti aku bantu.”



Di tempat lain, Gio Nampak ceria setelah berjumpa dengan Wanita itu tadi. Setidaknya ia akan mengerti apa maksudnya tempo hari.

Gio melanjutkan penelusurannya tentang afiliasi Perusahaan dari pak Basuki dan para gembong narkoba. Ia yakin bahwa Perusahaan pak Basuki tidak hanya bergerak sendirian di dalam bisnis pencucian uang ini.

Dengan bantuan dari Derry, Gio Kembali mengorek-orek dan mencari-cari Perusahaan-perusahaan yang berafiliasi tersebut. Dengan apa yang menjadi temuannya beberapa waktu lalu di rumah bu Citra menjadikan pekerjaannya lebih mudah kali ini.

Ternyata memang benar, setelah beberapa jam menggali informasi, mereka ini cukup banyak dan sangat terorganisir. Sepertinya perputaran uang dari bisnis haram milik Leo ini sangat lah cepat, sehingga ia cepat-cepat berusaha untuk membersihkan uang-uang kotor miliknya dengan cara berafiliasi dengan Perusahaan-perusahaan lain.

Keesokan paginya, Gio Kembali bersekolah seperti biasa. Kembali ia teringat tentang rencananya terhadap bu Dina. Sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk Kembali menjalankan aksinya.

Bel tanda masuk dalam jam Pelajaran pertama pun berbunyi. Kembali bu Dina menjadi guru pertama yang akan mengisi kelas Gio pagi ini. Langsung saja Gio Kembali melancarkan aksinya.



“selamat pagi bu Dina yang anggun. Masih setia menanti pesan dari saya?” bunyi pesan yang dikirimkan oleh Gio secara anonymous kepada bu Dina.

“….” tak ada jawaban dari bu Dina.



Bu Dina masih tampak sibuk di depan mempersiapkan buku dan materi yang akan ia ajarkan di kelas pada pagi ini. Telepon gengam miliknya yang muncul notifikasi pun ia acuhkan.



“sombong sekali wahai ibu Dina yang terhormat, tak ingat jika nafas karis ibu ada di tangan saya?” bunyi pesan berikutnya.

Bu Dina akhirnya bergeming dan mengambil ponselnya sejenak lalu mengetikkan sesuatu, “bisakah anda berhenti untuk mengganggu saya?” balas bu Dina.

“HAHAHAHA…. Tentu saja tidak bisa. Saya tidak akan berhenti sampai saya puas, sama seperti ibu yang sepertinya belum puas dengan kontol murid ibu, benar begitu ibu Dina yang seksi bahenol?”

“Biadab. Hentikan semua ini.”

“tak perlu bertele-tele lagi. Langsung saja, saya ingin bu Dina merasakan sodokan kontol murid ibu yang tempo hari ibu sepong di halaman belakang sekolah. Terserah mau anda lakukan di mana saja saya tidak peduli, yang terpenting adalah ibu bisa merasakan tusukan kontol murid ibu yang membantu menyelamatkan muka anda di sekolah ini.”

Raut wajah bu Dina Nampak langsung berubah setelah membaca pesan terakhir yang masuk tersebut, “apa anda sudah gila,ha? Saya bukan Wanita murahan yang bisa melakukan perbuatan keji dan zina seperti itu.” Balasnya.

“saya tidak peduli.”



Mood bu Dina mendadak menjadi ambyar setelah membaca pesan tersebut. Ia tak punya pilihan lain. Ia selalu berada pada posisi terpojok dan tak punya kuasa untuk melawan balik.

….

Tak terasa jam sekolah pun berakhir, namun sampai saat ini Gio juga belum bisa menangkap sinyal bahwa bu Dina akan meminta pertolongannya kembali. Apakah rencananya kali ini akan gagal dengan bu Dina telah Menyusun rencana lain?

Gio pun memutuskan untuk pulang Kembali ke rumah persembunyiannya. Setelah itu, ia berencana untuk mengunjungi Kembali rumah bu Citra malam harinya.

Sekitar pukul 7 malam, Gio Bersiap untuk pergi ke rumah bu Citra guna menagih permintaan yang tempo hari ia lontarkan. Dengan menaiki bus kota sampailah ia di halte terdekat dari rumah bu Citra. Segera ia melewati jalan pintas seperti biasanya untuk menghindari satpam yang berjaga.

Sesampainya di rumah bu Citra, Nampak sebuah mobil terparkir di carport depan rumahnya. Gio menunggu sejenak agar siapa orang dibalik mobil tersebut pergi. Setengah jam berlalu orang tersebut menampakkan diri yang ternyata adalah pak Basuki.

Setelah keluar dari rumah bu Citra dan memasuki mobilnya, ia bergegas tancap gas pergi meninggalkan kompleks perumahan tersebut. Dan kini giliran Gio yang datang untuk bertamu.

Dengan mudah Gio berhasil masuk ke rumah bu Citra melalui pintu utamanya dan Nampak bu Citra sedang berada di ruang Tengah rumahnya dengan duduk di sofa dan menonton tv.



Mata bu Citra melirik ke arah kedatangan Gio dan tak Nampak raut wajah ketakutan dari wajahnya. “sudah lama menunggu saya?” ucap Gio sembari berjalan mendekat ke arah bu Citra.

“aku tau jika kamu sewaktu-waktu akan datang Kembali.” Jawabnya datar.

Gio duduk di samping bu Citra, “ibu sepertinya sudah menangkap maksud saya datang ke sini ‘kan?”

“kamu ini benar-benar gila. Bagaimana bisa seorang murid memiliki nafsu dengan gurunya sendiri?” ucapnya dingin.

“salahkah jika saya mengagumi kakak ibu yang sangat mempesona itu?”

“bisakah cukup aku saja yang menanggung ini semua dan tidak melibatkan kakakku?”

Gio terkekeh, “anda tidak ingin berbagi kontol perkasa ini dengan kakakmu?” ucap Gio sembari menarik tangan bu Citra menuju ke selangkangannya.



Setelah itu, mulutnya berusaha menyosor mulut bu Citra. Bu Citra awalnya menolak, tetapi justru karena berusaha menolak dan menghindar, malah membuat tubuhnya berbaring di sofa. Gio terus memburu hingga bibir mereka pun Bersatu.

Mulanya bu Citra tidak merespon cumbuan yang dilakukan oleh Gio, hingga Gio terus menyerangnya dengan rangsangan yang juga dilakukan oleh tangan kanannya yang meremasi toket sekal bu Citra dari balik baju tidurnya.

Setelah itu, cumbuan Gio turun ke bawah menyusuri leher jenjang bu Citra. Dicium dan dijilatnya leher mulus nan putih milik bu Citra tersebut hingga membuat dirinya kelonjotan menahan nafsu birahi.

Puas bermain di area leher, cumbuan Gio Kembali turun ke bawah menyasar bukit kembar milik bu Citra. Bersama dengan remasan-remasan kecil yang ia lakukan, bibirnya bermain-main di area toket yang masih terbungkus rapat tersebut dengan sesekali menggigit-gigit kecil.

Tak ingin berlama-lama, Gio melanjutkan aksinya menuju ke area paling sensitive milik bu Citra, yaitu area selangkangannya. Dibuka lebar-lebar kaki bu Citra hingga posisinya mengangkang dan digesek-gesekkannya jari jemarinya pada area kewanitaan bu Citra yang masih tertutup rapat dan sudah mulai basah tersebut.

Setelah itu, ia menarik celana tidur pendek milik bu Citra, hingga terpampang CD berwarna putih gading. Disingkapnya ke samping bagian CD yang menutupi memek bu Citra dan lalu bibirnya menyelinap masuk dan membelai lembut bibir memek bu Citra.



“hmmmm…. Uhhhhh…”

“shhhhh….. mmmmhhhhh….”



Bu Citra terus melenguh seiring cumbuan Gio yang semakin intens dengan lidahnya yang bermain-main pada klitoris dan bibir vaginanya. Bersama dengan itu, jari Tengah Gio turut andil memainkan peran. Disodoknya memek bu Citra tersebut menggunakan jari Tengah miliknya.



“ahhh… stoppphhh… hentikahhhnnn….”

“uhhh…”

Gio pun menghentikan aktivitasnya dan mendongak ke arah bu Citra, “kenapa bu?” tanya Gio.

“mmm… akuu… pengen…”

“pengan apa? Pengen ini?” ucap Gio sembari mengeluarkan kontolnya dari celana yang ia kenakan.

Bu Citra mengangguk malu.

Gio tertawa, “belum saatnya ibu Kembali merasakan kontolku. Biarkan kontolku merasakan memek kakakmu terlebih dahulu baru aku kasih jatah ke ibu.” Ucap Gio.

“ttt—tapi?”

“tidak ada tapi-tapi. Do it or leave it.”

Gio Kembali memasukkan kontolnya ke dalam celananya dan Bersiap untuk meninggalkan bu Citra. “tolong dilanjutin yang tadi.” Rengek bu Citra.

“lakukan dulu tugasmu baru aku akan melakukan tugasmu.” Jawab Gio.

“tapi kenapa harus kakakku?”

“itu pertanyaan retorika. Dan ingatlah, mulut saya bisa begitu dengan mudah berbicara mengenai anda yang menjadi simpanan bos anda.”

“tolong jangan katakan apapun kepada kakakku.” Pinta bu Citra memelas.

“itu tergantung kerja ibu.” Ucap Gio sembari tersenyum.



….​



Beberapa hari berlalu, namun belum ada tanda-tanda bu Dina akan menjalankan apa yang diperintahkan oleh Gio. Ia berniat untuk memberikan gertakan kepada bu Dina yang seakan-akan berani menyepelekan dirinya.

Kebetulan hari ini akhir pekan, sebelum ia pergi ke rumah bu Niki untuk menerima tantangannya sparing, Gio berniat untuk pergi ke rumah bu Dina sejenak. Berbekal Alamat yang ia peroleh setelah menelusurinya dengan bantuan Derry, Gio bergegas pergi ke rumah bu Dina.

Untungnya jalan yang akan ia lalui searah, sehingga tak perlu memakan banyak waktu agar dirinya bisa menjangkau ke dua rumah guru MILF idamannya tersebut. Di pemberhentian bus, ia berjalan sedikit hingga menemui rumah bu Citra yang berada di samping jalan utama.

Ia tidak berniat bertamu di sini, sehingga ia berjalan dengan sangat hati-hati sembari melihat situasi dan kondisi sekitar rumah bu Dina. Nampak aman, Gio segera mengeluarkan ponselnya dan menyadap CCTV rumah bu Dina. Setelah itu, ia lekas pergi meninggalkan rumah tersebut untuk selanjutnya pergi ke rumah bu Niki.

Sesampainya di depan rumah bu Niki, Gio memencet bel dari balik gerbang rumahnya. Tak berselang lama, salah seorang ART bu Niki keluar dan menanyakan siapa dirinya dan apa keperluannya. Setelah menyampaikan maksud dan tujuannya, Gio dipersilahkan masuk oleh ART bu Niki tersebut. Sesampainya di dalam rumah, Gio dipersilahkan untuk duduk di ruang tamu milik bu Niki.



“Kuat juga mentalmu, berani menerima ajakan sparing gurumu.” Ucap bu Niki yang mengagetkan Gio.

“mohon maaf bu jika saya lancang.” Jawab Gio dengan lemah.

Tawa bu Niki pun meledak, “saya hanya bercanda, Gio. Yuk segera Bersiap, tak sabar rasanya saya melawan murid didikan saya sendiri.”



Gio pun menuruti perkataan dari bu Niki. Setelah diberitahu letak kamar mandinya, Gio bergegas untuk berganti pakaian dengan menggunakan seragam BJJ-nya. Selanjutnya ia bergegas menuju ke ruangan yang memang diperuntukkan untuk berlatih.

Bu Niki memang memiliki ruangan tersendiri yang ia gunakan untuk berlatih maupun untuk olahraga. Ruangan yang terbilang tidak besar dan juga tidak kecil, atau dengan kata lain cukup. Di lantainya sudah terpasang matras yang tentu bisa mengurangi rasa sakit jika terbanting.

Bu Niki yang sudah menunggu di ruangan tersebut pun tampil sungguh sangat menawan. Dengan mengenakan Gi beserta sabuk hitam yang ia kenakan sungguh sangat mempesona, ditambah lagi rambutnya yang dikuncir kuda menambah kecantikannya.



“sudah siap kamu nak?” ucap bu Niki.



Gio menghampiri bu Niki yang telah Bersiap di Tengah-tengah matras. Segera ia mengambil posisi kuda-kuda dan bersalaman Bersama dengan bu Niki sebelum memulai pertandingan. Saling Tarik ulur dan saling menunggu terjadi pada pertandingan ini, tak ada yang berniat untuk menginisiasi serangan. Seperti keduanya masih saling berusah membaca Gerakan dari lawan.

Tak ingin berlama-lama, Gio mengambil inisiasi serangan dengan mencengkram area depan Gi dari bu Niki dan membanting tubuh bu Niki ke matras. Bersama dengan bantingannya tersebut, tanpa di sengaja tangan Gio menekan area dada bu Niki yang berbungkus sport bra.

Sementara bu Niki tak ingin tinggal diam, Bu Niki berusaha menahan tubuh Gio dengan cara mencapit tubuh Gio menggunakan kedua kakinya. Dengan berada di posisi bawah, membuat bu Niki tidak memiliki banyak opsi selain berusaha untuk menahan serangan dari Gio.

Sementara itu, Gio yang berada di posisi atas dan tangannya yang mencengkram area depan dari Gi bu Niki membuat dirinya seakan menekan-nekan area payudara dari bu Niki. Kondisi tersebut tentu tidak dapat terelakan dalam sebuah pertandingan BJJ.

Sementara itu, menyaksikan area depan dari Gi yang dikenakan oleh bu Niki semakin terbuka akibat dari Gerakan-gerakan yang mereka lakukan. Hal tersebut tentu membuat Gio sedikit hilang focus karena menyaksikan gunung kembar milik bu Niki yang seakan tergencet karena mengenakan sport bra ditambah dengan Gerakan tangannya.

Tanpa disadari, kontol Gio pun menjadi mengeras. Tak pernah sebelumnya menyaksikan toket bu Niki dalam jarak sedekat ini. Hal tersebut juga disadari oleh bu Niki yang berada di bawah, karena selangkangan mereka yang mau tidak mau bertemu, membuat dirinya ‘’harus’’ merasakan perubahan kontol Gio yang membesar.

Sadar kondisi Gio sedikit hilang focus, membuat bu Niki gerak cepat, segera ia memutar tubuhnya dan membuat Gio kini yang berganti posisi menjadi di bawah. Ia berusaha untuk memberikan kuncian-kuncian kepada Gio, namun berhasil dihindari oleh Gio.

Sebaliknya, Gio yang mengetahui ada celah setelah bu Niki tidak berhasil melancarkan kuncian, segera melakukan serangan balik dan berhasil membuat bu Niki melakukan tapping out, tanda ia menyerah.

Setelah itu, Gio melepaskan kunciannya dan duduk bersimpuh sembari mengatur nafasnya. Sementara bu Niki Nampak masih terlentang di atas matras dengan kondisi sabuknya yang sudah terlepas dan tanpa sadar memamerkan area depan bagian atas tubuhnya yang berbalut sport bra.

Pandangan Gio pun tak bisa beralih dari pemandangan yang tersaji di hadapannya. Sebuah sport bra yang seakan tak kuat menampung isinya dan perut yang terbilang tidak cukup rata dari bu Niki menjadi santapannya.

Setelah itu, bu Niki juga duduk sila dan membenarkan pakaiannya serta memungut sabuknya yang terlepas sembari mengatur ritme nafasnya.



“huuhhhh… memang layak jika kamu kemaren juara, Gio.”

“ibu berlebihan, saya hanya menerapkan apa yang telah ibu ajarkan saja kemarin.” Jawab Gio.

“nice sparing, Gio, kamu memang lawan yang Tangguh.” Ucap bu Niki sembari bangun dari posisi duduknya.

“oh iya, kamu mau minum apa?” tanya bu Niki.

“seadanya saja bu.” Jawab Gio.



Setelah itu, Gio dipersilahkan untuk berganti pakaian dan mandi sekalian jika ia mau. Pun demikian juga dengan bu Niki yang langsung menghilang setelahnya.

Di kamar mandi, dengan shower yang menyala dan membasahi tubuh, membuat bu Niki terbayang-bayang akan tubuh muridnya tersebut. Rasanya telah lama ia tak menyaksikan tubuh atletis apalagi tubuh anak muda dari dekat seperti tadi.

Dann… satu lagi. Ia tak lupa bagaimana kontol tersebut berasa ingin berontak Ketika selangkangannya bertemu dengan selangkangan anak muda itu. Ia menjadi penasaran, “benarkah sebesar itu?”

Segera ia membuang jauh-jauh pikiran kotornya itu dan melanjutkan membilas diri dan berganti pakaian. Selanjutnya, ia bergegas untuk Kembali ke ruang tamu dan menemui muridnya tersebut. Mereka berdua pun saling bercakap-cakap ringan setelah itu dan tak lama setelahnya Gio pamit untuk pulang.



….


Hari senin, seperti sekolahan pada umumnya, dilaksanakanlah upacara bendera. Upacara berjalan dengan sangat khitmat hingga di akhir upacara tibalah momen yang membuat seluruh mata anak sekolah tertuju pada Gio.

Bagaimana tidak, pada upacara tersebut terjadi penyerahan secara simbolis oleh Gio kepada sekolah yang diwakilkan oleh Pembina upacara, kaitannya dengan kemenangannya di kejuaraan BJJ antar sekolah kemaren. Riuh tepuk tangan dari para siswa dan guru pun mengiringi penyerahan piala Gio kepada sekolah.

Setelah itu, upacara pun selesai dan para murid dipersilahkan untuk Kembali ke kelas masing-masing guna mengikuti Pelajaran. Kebetulan, jam pertama ini adalah jadwal bu Dina mengisi kelas Gio dan tibalah waktu Gio untuk memberikan teguran kepada bu Dina.

Tak berselang lama setelah para murid duduk di bangkunya masing-masing, bu Dina masuk ke dalam kelas dan memberikan salam kepada para murid yang ada. Setelah itu, ia duduk di bangku meja guru depan kelas.



Gio langsung mempersiapkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu secara anonymous, “jangan coba-coba mangkir dari perintah saya jika masih mau karir dan hidup anda Panjang.” Bunyi pesan tersebut diikuti dengan video rekaman CCTV rumah bu Dina.



Bu Dina yang sedang mempersiapkan buku ajarnya pun menengok sebenar ke arah ponselnya dan menghentikan aktivitasnya untuk melihat isi pesan tersebut. Alangkah terkejut dirinya Ketika membaca pesan yang disertai video rekaman CCTV rumahnya tersebut.



“tolong jangan macam-macam. Saya hanya berusaha mencari waktu yang tepat saja, saya belum siap.” Balas bu Dina dengan wajah pucat.

“saya tidak menerima alasan dari anda, ini peringatan terakhir dari saya.”



Bu Dina langsung terlihat pucat dengan pandangan matanya yang kosong. Ia tak tau harus bertindak seperti apa lagi untuk menghadapi “orang gila” itu. Berbagai cara telah ia lakukan, termasuk menyewa pelacak terkenal, namun apa daya, hasilnya selalu nihil.

Setelah itu, ia berusaha bersikap professional dengan tetap melanjutkan memberikan materi kepada para murid di kelas. Sementara Gio, Nampak senyum-senyum iblis tersungging dari bibirnya.

Tak terasa jika waktu berjalan sangat cepat, hingga bel istirahat pun berbunyi. Gio yang biasanya tidak memutuskan untuk pergi ke kantin pun entah ada angin apa melangkahkan kakinya ke kantin sekolah.

Kondisi kantin sangat ramai oleh anak-anak yang berlalu Lalang untuk membeli makanan atau minuman. Gio yang haus setelah upacara bendera tadi berniat untuk membeli seplastik es teh manis. Hingga tiba-tiba sebuah suara mengganggu kupingnya.



“oh ini, anak kelas satu yang kemarin juara lomba BJJ?” ucap salah seorang murid yang duduk di belakang Gio.

“beneran hebat nggak sih? Apa Cuma hoki karena pesertanya Cuma dua?” ucap yang lainnya dan langsung disambut tawa oleh anak yang lain.

“ya kan BJJ nggak banyak yang ikut, nggak kayak taekwondo, ya nggak, Ren?”

“sikat ae lah Ren, itung-itung sparing buat lu.”

Gio pun membalikkan badannya dan berusaha bersikap sopan di hadapan mereka, “maaf abang-abang, ada masalah apa ya sama saya?” ucap Gio.

“eh bocah, nggak usah sok manis deh lu, gue tunggu di halaman belakang.” Ucap anak yang mengawali konfrontasi tadi.

“Sikat Rennn….” Ucap teman-temannya yang ikut memanaskan suasana.

“maaf abang-abang sekalian, saya Cuma mau minum di sini, bukan cari ribut.” Ucap Gio.

“banyak bacot lu…” ucap teman-temannya dan langsung memiting Gio dan menyeretnya ke halaman belakang sekolah.



Gio yang basic-nya tidak hanya pandai BJJ pun berhasil melepaskan pitingan dari salah seorang anak yang berbadan besar tersebut sesampainya di halaman sekolah. Ia berbalik memelintir tangan anak itu ke punggungnya dan menendangnya hingga jatuh tersungkur.

Setelah itu, teman-temannya Bersiap untuk menyerang Gio, tetapi dihentikan oleh anak yang mereka panggil “Ren..” tadi, “ini bukan urusan kalian, biar gue yang menghabisi bocah ingusan itu.” Ucapnya.

Setelah itu, Gio dan anak itu Bersiap dengan kuda-kuda masing-masing dan saling siap untuk menyerang. Sebuah tendangan yang sangat cepat dilayangkan oleh anak itu, tetapi Gio berhasil mengelak.

Tak sampai di situ, anak tersebut terus berusaha menyerang Gio dengan melancarkan tendangan-tendangan yang sepertinya ia latih selama mengikuti taekwondo. Untungnya, serangan-serangan tersebut masih bisa dihindari atau ditangkis oleh Gio.

Melihat temannya yang mulai kelelahan, membuat teman-temannya yang lain tak tinggal diam. Tanpa Gio sadar beberapa dari mereka mendekat ke arah Gio dan langsung memegangi tangan Gio. Melihat kesempatan tersebut, anak itu langsung melayangkan sebuah tendangan yang mengarah ke ulu hati Gio.

*brukkk….*

Gio yang tak bisa menghindar pun hanya bisa menahan rasa sakit yang ia terima dari serangan tersebut. Melihat Gio yang seperti sudah tak berdaya, membuat teman-temannya melepaskan tangan Gio dan membuat Gio duduk bersimpuh memegangi ulu hatinya.

Melihat kesempatan itu, anak tersebut berniat untuk melancarkan tendangannya ke arah kepala Gio, namun dengan sigap, Gio menendang balik kaki yang menjadi tumpuan anak tersebut.



*Brukkk…*

Anak itu pun jatuh tersungkur karena hilang tumpuan. Melihat kesempatan tersebut, Gio langsung memberikan kuncian kepada anak itu. Awalnya teman-temannya berusaha mendekat dan menyerang Gio, tetapi dengan gertakan Gio membuat mereka mundur Kembali.



“mundur kalian, atau tangan temanmu ini patah.” Ucap Gio yang masih mengunci anak itu.

“hentikan tolongg…. Cukupp….” Rintih anak itu.

Tak berselang lama, terdengar teriakan dari seorang guru, “HENTIKANNN….”

“GIO… APA-APAAN KAMU BEGITU, LEPASKAN ANAK SAYA, ITU TANGANNYA BISA PATAH!!!” teriak seorang guru yang ternyata adalah bu Niki.



Gio yang mendengar pun langsung melepaskan kunciannya dan anak tersebut pun meringis kesakitan.

“TEGA YA KAMU MEMBUAT RENDI SEPERTI INI. LAWAN KAMU BUKAN DIA, TAPI SAYA.”

“bu maaf…”

Belum selesai bicara, omongan Gio dipotong oleh bu Niki, “JIKA MASIH MAU LAWAN YANG SEIMBANG, SAYA TUNGGU DI RUMAH.” Ucapnya masih dengan nada tinggi.



Gio tak habis piker jika anak songong yang ia lawan barusan adalah Rendi, anak dari bu Niki. Selama ini ia tak pernah tau jika bu Niki memiliki anak yang juga bersekolah di sekolahan ini. Entah mau ditaruh mana mukanya, mengingat bu Niki juga merupakan orang yang berjasa dalam mengantarnya menjadi juara BJJ kemarin.

Setelah itu, bu Niki memapah Rendi yang masih meringis kesakitan dan meninggalkan Gio. Sementara anak-anak yang lain telah membubarkan diri setelah mendengar teriakan dari bu Niki tadi. Tentu saja ini akan menjadi masalah baru lantaran Gio berkelahi (lagi). Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur dan ia siap menerima konsekuensi yang ada.

Benar saja, tak berselang lama setelah ia masuk ke dalam kelas, ia menerima panggilan dari speaker kelas untuk menemui kepala sekolah. Tak salah lagi, ini panggilan efek dari perkelahiannya tadi. Segera ia menuju ke ruangan kepala sekolah untuk menemui sang kepala sekolah.



*tok…tok…tok*

“silahkan masuk.” Ucap seorang dari balik pintu.

“permisi, bu.” Ucap Gio.

“ya, silahkan duduk.” Ucap kepala sekolah.



Kepala sekolah tersebut pun menatap tajam ke arah Gio. Nampak sangar dilihatnya kepala sekolah tersebut. Namun, kecantikannya sungguh sangat mempesona. Tunggu dulu, rasa-rasanya Gio baru pertama kali ini melihat sang kepala sekolah selama ia bersekolah di tempat ini.



“kamu Gio?” tanya kepala sekolah tersebut.

“ehh.. iya bu.”

“saya lihat kamu ini sudah dua kali berantem di sekolah ini dan kamu masih anak kelas satu?”

“iii—iya bu.”

“kok berani-beraninya kamu anak kelas satu menghajar kakak-kakak kelasmu sampai terkapar?”

“saya hanya membela diri, bu.” Jawab Gio.

Kepala sekolah tersebut pun mendengus kasar, “sayang sekali Tindakan kamu itu tidak bisa ditoleransi, ditambah lagi ini sifatnya pengulangan.”

“mmm—mohon maaf atas kesalahan saya bu.”

“saya lihat juga kamu ini murid yang dapat beasiswa dan karena perkelahian ini bisa saja beasiswamu dicabut.”

Gio tersentak, “saya mohon jangan sampai dicabut beasiswa saya, bu.”

Kepala sekolah tersebut pun beranjak dari posisi duduknya dan memandang ke arah jendela di samping mejanya, “saya sebenarnya bisa saja meringankan hukuman kamu, tapi apakah kamu siap dengan tugas barumu?”

“mmm—maksudnya, bu?”

“datanglah ke ruko yang ada di ujung jalan ini kapan pun kamu siap dan kamu akan tau maksud saya.” Ucapnya dengan posisi masih membelakangi Gio dan melihat ke arah luar jendela.

“dan ingatlah, semakin cepat kamu memutuskan, semakin cepat pula saya bisa memberikan keringanan atas hukuman kamu.” Lanjutnya.

“bbb—baik bu…”



Sebelum pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah, Gio memandangi sejenak kepala sekolahnya tersebut. Sungguh body yang sangat menggugah selera, pikirnya. Tapi segera ia tepis karena ini bukan waktunya untuk itu dan nasibnya masih di ujung tanduk.

Jika ia sampai dikeluarkan dari sekolah ini, maka pupus sudah rencananya untuk membongkar sindikat penyebaran narkotika yang dilakukan oleh kalangan murid dari kelas ini, jadi mau tidak mau ia harus bertahan di sekolah ini karena rencananya yang masih mandek.

sepulang sekolah, Gio sengaja pulang lebih lambat dan menunggu suasana sepi terlebih dahulu. Ia pun beranjak keluar dari kelasnya dan berniat untuk melangkahkan kaki menuju ke halte bus. Namun sesaat setelah ia keluar kelas, tiba-tiba…



“Gio…” ucap bu Dina yang mengagetkan Gio.

“ehh… iya bu?”

Bu Dina beranjak dari bangku yang ada di depan kelas Gio dan berjalan mendekat ke arah Gio, “mmm—ibu boleh minta tolong sesuatu?” ucap bu Dina sembari menundukkan kepalanya.

“minta tolong untuk apa bu? Dengan senang hati saya siap menolong.” Jawab Gio.

“sss—saya tidak bisa bicara di sini. Mungkin kamu bisa datang ke rumah saya, ini saya kasih alamatnya.” Ucap bu Dina sembari memberikan secarik kertas.

Gio menerima kertas tersebut dan membacanya dengan seksama, “kapan saya bisa menemui ibu?” tanya Gio.

“secepatnya… saya tunggu.” Jawab bu Dina sembari pergi meninggalkan Gio.




Lanjut ke Part 17: Sweet Revenge
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd