Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RINDIANI The Series - Pelangi untukku

Bimabet
RINDIANI The Series – Seri 12
Menjalani Mimpi​


Part 1



Rindiani


Rita tengah berdiri dengan senyum sumringah di depan pintu.

“Kok kamu bisa sampai disini?” tanyaku terheran-heran.

“Naik taksi.” jawabnya singkat sambil memasuki rumahku, walaupun aku belum mempersilahkannya.

“Dari tadi aku ketuk pintu, tapi gak dibukain.” gerutunya saat aku kembali menutup pintu.

Suara rintik hujan dan karena kami tengah terlarut dalam percintaan di dapur membuat aku dan Pram lupa akan segalanya, sampai-sampai tak mendengar ketukan pintu.

“Kok kamu tau rumah mbak??” tanyaku lagi.

“Tadi aku telpon Nina,nanya dia.” katanya sambil terus melangkah memasuki rumahku hingga ke ruang tengah.

Rita meletakkan sebuah tas diatas meja lalu duduk dikursi sambil menatapku tajam, sementara aku memandanginya dengan penuh keheranan.

“Kok rambut mbak berantakan gitu??” tanyanya dengan tatapan penuh selidik.

Belum sempat aku menjawab pertanyaan tersebut, Pram melangkah keluar dari kamar tidurku. Pandangan Rita pun beralih padanya. Dan seperti yang kuduga, ia langsung tersenyum jahil.

“Kayaknya aku menganggu yang lagi enak-enak.” gumannya sambil memainkan bola matanya.

Tanpa banyak kata, aku lantas duduk disampingnya dan mencubit pinggangnya hingga ia menjerit dan berusaha menghindariku.

Pram hanya bisa menghela nafas panjang sambil ikut duduk disofa, disamping Rita.

“Bete di kost, sepi, jadi aku main kesini.” kata Rita kemudian.

“Tadinya mau main ketempat Nina, tapi pasti gak asik.” sambungnya sambil melihat-lihat ruangan tengah rumahku.

“Mau minum? Teh, atau kopi? Atau air putih?” tanyaku.

“Gak usah bu, Rita mau langsung pulang kok.” jawab Pram.

Rita menatap tajam ke arah Pram.

“Mau ngusir nih? Emang tega ngusir aku??” balas Rita.

Pram hanya tertawa pelan, kemudian beranjak ke dapur.

“Kalian tinggal serumah?” tanya Rita.

“Iyaaaa…” jawab Pram dari arah dapur.

Aku hanya tersenyum malu mendengar jawaban Pram.

“Iya, Pram tinggal sama mbak disini.” jawabku.

“Oooo… berarti udah serumah.” gumannya sambil kembali memainkan bola matanya.

“Yuk ke dapur. Tadi ada oleh-oleh dikasih Nina. Kita ngopi sambil ngemil.” kataku.

Rita mengangguk, lalu mengikuti langkahku menuju ke dapur. Kami mendapati Pram tengah merebus air, dan menunggunya mendidih, ia berdiri didekat kompor dan membelakangi kami sehingga tak menyadari kehadiran kami.

“Bang, kopi satu.” kata Rita sambil melangkah mendekati Pram.

“Jangan terlalu manis ya bang, secara aku udah manis gini.” sambungnya.

“kamu iniiii.. gak di kampus, gak disini, otaknya gak pernah sinkron.” guman Pram.

Aku hanya tertawa melihat tingkah kedua orang tersebut. Sambil duduk dan menyeruput kopiku, aku menikmati keusilan Rita yang terus saja menggoda lelakiku. Dan seperti biasanya, Pram hanya membalasnya dengan senyum sambil menggelengkan kepala.

“Kopi atau teh?” tanya Pram.

“Teh aja deh. Kalo kopi ntar malah gak bisa tidur.”

Pram membuat segelas teh untuk Rita dan ikut bergabung bersamaku dan Rita di meja makan. Sambil menikmati oleh-oleh dari Nina, kami berbincang ringan, sekedar bercakap-cakap mengisi waktu.

“Pram, itu yang tentang keluarga Galang gimana? Kita kudu nyumbang berapa?” tanya Rita.

“Belum tau juga sih Rit. Harusnya sih kita nanya Nina, soalnya dia yang tahu banyak tentang keluarga Galang.”

“Kasihan Galang..” guman Rita pelan.

“Kalo gak salah sih, adiknya Galang itu cuman satu orang. Cewek kalo gak salah, sekarang udah SMA kelas tiga. Kata Pram.

“Nina pernah cerita juga sih, katanya adiknya itu juga pinter kayak Galang gitu.”

“Sayang banget kalo Anak pinter kayak gitu gak lanjut kuliah.” kataku.

Pram mengela nafas, lalu menyeruput kopi dan menikmati pisang sale dihadapan kami.

“Dulu, waktu pertama kali lihat Galang, rasanya seneng aja sih, soalnya jarang banget ada cowok yang betah dan rajin ke perpustakaan. Asik aja ngelihatnya.”

“Waktu itu sih belum kenal. Trus sekali waktu, aku lihat Galang sama Deva. Deva kan udah kenal aku, jadi ya dikenalin juga sama Galang sama Nina.” kata Rita sambil mengenang moment tersebut.

“Kamu kan adik kelas mereka, kok betah banget sih sama mereka? Emang temen seangkatanmu gak pada asik?” tanyaku.

“Ada juga temen seangkatanku mbak, tapi kalo menurutku sih lebih asik sama kalian. Heboh, rame, bikin betah kalo lagi ngumpul.”

“Dulu, aku kira Galang itu Pacarnya Nina. Eh, ternyata bukan.”

“Naksir Galang?” tanya Pram.

“Enggak.. bukan selera aku.” jawab Rita.

“Emang selera Rita yang seperti gimana?” tanyaku.

“Yang gaul dong mbak.. kalo bisa yang tajir mlintir, cakep. Trus yang tititnya gede.”

Pram sedang menyeruput kopinya dan ketika mendengar jawaban Rita, Ia terbatuk-batuk hingga beberapa saat lamanya. Dan aku hanya bisa tertawa keras mendengar jawaban konyol Rita.

“Ni anak otaknya kudu dibersihkan.” guman Pram.

“Gimana sih? Jawaban aku kan bener. Coba deh dipikir? Ngapain punya cowok cakep, tajir, tapi tititnya kecil kayak jari kelingking..?? Kan gak asik banget tuh..” bantah Rita.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala, sedangkan Pram tertunduk malu mendengar apa yang Nina katakan.

“Tititnya Pram Gede?” tanya Rita sambil berbisik padaku.

“Astagaaaaa… Ritttaaaaaaa…. Hhiiiiiiihhhhhh…!!!!” Protesku.

Rita hanya tertawa sementara Pram memandangi tingkah kami berdua dengan tatapan aneh.

“Tanya sendiri sama yang punya..” kataku kemudian.

“Eehhh.. kok aku sih??” protes Rita.

“Lhoo.. kan Rita yang nanya..” jawabku.

“Nanya apaan?” tanya Pram bingung.

“Ini lhoo sayang.. Rita penasaran, trus nanya tititnya sayang gede apa enggak.” jawabku.

“Mmbaaakkkkkkk…..!!!” Protes Rita sambil berusaha mencubitku, namun aku segera menghindar dan berlari ke belakang tubuh Pram. Wajahnya memerah, dan aku yakin Rita sangat malu pada Pram.

“Itu kan cuman bercanda ajaaaaa. Beneran kok Pram..” kata Rita dengan wajah memerah.

Pram tertawa, begitu juga denganku karena melihat Rita bak mati kutu dihadapan kami.

“Kalo beneran juga gapapa kok, mbak sih santai aja, terserah yang punya titit aja.” kataku lagi sambil memegang pundak lelakiku.

Mendengar ucapanku, Rita semakin menundukkan wajah, ia bahkan menutupinya dengan kedua telapak tangannya karena malu, sementara Pram menengadah, menatapku dengan penuh tanya. Sambil tersenyum, kukedipkan satu mata pada lelakiku.

“Udaahhh.. beneran aku cuman bercanda aja kok..” rengek Rita dengan wajah memerah.

Melihat Rita yang telah kehabisan akal, akhirnya aku kembali duduk disampingnya lalu menyeruput kopi.

“Udah.. kopinya diminum tuh, keburu dingin” gumanku.

Pram beranjak dari tempat duduknya lalu meraih segelas air putih.

“Ibu juga mau air putihnya.” kataku.

Pram mengangguk, lalu membawakannya untukku. Saat ia berdiri disampingku untuk meletakkan air putih tersebut, aku mendapati Rita memandangi sekilas pangkal paha lelakiku. Aku segera memegang tangan Pram dan menuntunnya untuk berdiri diantara kursiku dan Kursi Rita.

“Beneran gak mau lihat tititnya pacar mbak?” tanyaku pada Rita.

“Haaaaahhhhh???? Haaduuhhhhh… mbbaaaakkkkkk…. !!” protesnya sambil berusaha kembali mencubitku.

Kecepatan gerakan tangannya membuatku tak sempat lagi mengelak, dan Rita pun langsung mencubit pinggangku dengan gemes. Melihatku dalam keadaan terdesak, Pram segera menolongku dengan memegang tangan Rita dan berusaha melepaska cubitannya.

“Kalian seperti Tom and Jerry.” gumannya pelan saat Rita telah melepaskan tangannya dari tubuhku.

“Pacarmumu tuhhh… nakal banget.” Protes Rita.

Pram hanya bisa tertawa, lantas kembali duduk dan kembali menikmati kopinya.

“Kamu yang nakal.. udah punya cowok, masih aja sering gangguin pacar mbak.” balasku.

Rita hanya tertawa mendengar balasanku, lantas meraih pisang sale dihadapan kami dan menyantapnya.

“Aku cuman bercanda kok mbak.. asik aja godain Pram, soalnya Pram kan kalo di gangguin gak pernah ngebalas.” katanya.

“Nakall.” guman Pram pelan.

“Emang cowokmu tau? Kalo kamu sering godain Pram? Dia gak cemburu?” tanyaku.

“Dia tau kok, tapi kan aku cuman bercanda aja. Gak tau juga sih mabk, marah apa enggak dianya. Tapi aku sih cuek aja.”

“Ngomong-Ngomong, ini rumah mbak sendiri?? Mbak tinggal disini sendirian??” tanyanya.

“Iya..” jawabku singkat.

“Kerenn.. masih muda udah punya rumah sendiri.” “Punya kost-kostan lagi, udah gitu tinggal bareng Pram.” sambungnya.

“Ya gak selalu enak juga sih Rit. Kan harus kerja juga biar ada duit tambahan. Bayar listrik, bayar air, kebutuhan dapur.”

“Iya sih, butuh biaya juga.” gumannya.

“Kenapa kalian gak nikah aja sih??” tanyanya lagi.

Pram tertawa mendengar pertanyaan Rita.

“Kita belum siap Rit.. Pram aja belum lulus kuliah.” jawabku.

“Ya harusnya gak masalah dong.. lagian kan udah tinggal serumah.”

“Belum saatnya Rit. Kita belum siap.”

“Beneran.. enak banget jadi mbak Rin. Bisa tinggal bareng pacar. Pasti asik banget.” gumannya.

“Bisa kelonan tiap saat.” katanya lagi.

Pram tertawa sambil menatapku, seolah sedang mengejekku karena birahiku yang selalu tinggi setiap hari.

“Gak selalu tiap saat juga kaliii Rit.. kalo tiap saat bisa-bisa jalannya ngesot dong.”

Pram dan Rita tertawa mendengar jawabanku. Apa yang dikatakan oleh Rita benar adanya, sesuai dengan gambaran diriku yang sebenarnya, namun semua itu mampu dikendalikan oleh Pram dengan baik.

Jika saja Pram tak melakukannya, mungkin saja apa yang dikatakan oleh Rita sungguh-sungguh terjadi.

Masih menjadi sebuah misteri bagiku, mengapa aku menjadi kecanduan terhadap seks, pasca kedekatanku dengan Pram. Aku seolah tak pernah merasa bosan maupun puas dengan sentuhan-sentuhan erotis lelakiku, Pram.

Dibalik kehebatannya dalam memuaskan hasratku, Pram pun mampu mengendalikanku. Ia tak selalu menuruti keinginanku untuk bersetubuh. Aku menaklumi hal itu karena Pram tak ingin aku dikuasai oleh nafsu, dikendalikan oleh birahiku.

“Emang kemarin pas pulang, kamu kelonan sama cowokmu tiap hari?” tanyaku.

Rita mengangguk lalu tertawa pelan.

“kecil-kecil cabe rawit..” gumanku.

“Gapapa sih Rit, mbak sih biasa aja, cuek aja.” sambungku lagi.

“Emang kalian sering gituan?” tanya Rita.

Sejenak, Pram menggelengkan kepala.

“Kok jadi bahas gituan?” tanyanya heran.

“Idihhh.. biasa aja kali Pram. Selow aja.” Rita kembali menatapku sambil tersenyum nakal. Ekspresi wajahnya yang jahil mulai kembali nampak.

“Jangan tanya mbak aja. Tuh, tanyain Pram juga.” Protesku.

Akhirnya Rita pun melayangkan pandangannya Pram. Tatapn matanya membuat Pram tersipu hingga ia menundukkan wajah karena malu.

“Kamu iniiiii yahhhhh… dateng-dateng cuman mau ngerjain orang ajaaaa..!” protesku pada Rita karena melihat tingkahnya.

“Eh.. bukan ngerjain kok. Aku cuman nanya aja sih. Penasaran aja gitu, soalnya kalian kan tinggal serumah. Pasti udah kayak suami istri kan??” bantah Rita.

“Ya udah, mbak jawab deh.. kita emang tinggal serumah, tapi gak tiap hari kita kelonan. Biasanya sih dua hari sekali.”

“Ckckckckckck.. asiknyaaa enak banget jadi kalian.” gumannya.

“Rasanya sih biasa aja kok, ngalir gitu aja kok Rit.”

Pram yang sedari tadi hanya berdiam diri akhirnya berdiri sambil membawa gelas berisi kopi miliknya.

“Mau kemana?” tanya Rita.

“Nonton tv Rit. Kalian lanjutin aja ngobrolnya.”

Aku mengangguk sambil menatap lelakiku meninggalkan kami.

“Kok bisa sih, mbak pacaran sama Pram?” tanya Rita.

“Emang kenapa sih?”

“Ya gapapa sih, soalnya selama ini Pram kan gak tertarik sama cewek. Kayaknya dia cuek banget kalo sama cewek.”

“Gak tau juga yah.. ya pokoknya suka aja sama Pram. Orangnya tenang, pendiam, asik aja sih.” jawabku.

“Iya, emang pendiam banget. Dulu waktu awal-awal kenal Pram, kayaknya bingung mau ngobrol apa sama dia, soalnya dia kayak cuek gitu.”

“Ya cocok aja kalo ketemu kamu. Kamu sering buat keributan, Pram pendiam.”

Rita tertawa mendengar celotehku lantas kembali menyeruput kopinya.

“kalian emang pasangan yang serasi..” guman Rita.

“Serasi gimana? Apanya yang serasi?” tanyaku.

“Ya gak tau aja sih, tapi aku seneng aja liat kalian. Kayaknya klop gitu. Pasangan ideal.”

“Biasa aja sih Rit.. yang penting harus saling mengenal dan saling pengertian”

Rita mengangguk pelan, sambil memandangi Pram yang kembali ke meja makan dan meraih makanan ringan dihadapan kami.

“Daripada penasaran, ngeliatin mulu, tanyain aja langsung ke orangnya. Apa mau lihat langsung??” gumanku sambil menatap Rita karena memergokinya menatap pangkal paha lelakiku.

“Apaan sih mbak Riiinnnn??” Protes Rita.

Aku tertawa sambil memegang tangan Pram yang tengah berdiri disampingku.

“Mbak Rindi gilaaaa.” gumannya pelan.

Pram pun tertawa melihat Rita salah tingkah akibat ulahku.

“Santai aja sih Rit.. kalo mau lihat punya Pram gapapa kok. Mbak sih gak masalah. Jangankan lihat, kamu pegang kamu isep juga gapapa kok. Terserah Pram aja.” kataku sambil memandangi Pram dan mengedipkan mata.

“Gimana sayang.. boleh?” tanyaku Pada Pram.

Pram hanya tersenyum namun wajahnya tampak tegang, sementara Rita masih menundukkan kepalanya karena malu.

“Bu, bentar lagi Deva mau kesini. Katanya mau bicarain soal bantuan buat keluarga Galang.”

“Deva telpon sayang?” tanyaku.

Pram mengangguk, lantas kembali ke ruang tengah.

“Pas banget.” guman Rita.

“Apanya yang pas?” “Aku emang pengen banget nolongin Galang mbak, beneran. Aku sedih aja sih kalo sampe dia cuti semester ini.”

“Cuman, masalahnya mungkin aku gak bisa bantu banyak mbak.” kata Rita lagi.

Aku tersenyum dan dalam hati merasa tersentuh dengan kebaikan dan kepedulian Rita. Dibalik sikapnya yang jahil dan usil, ia memiliki hati yang mulia, memiliki kepekaan sosial terhadap situasi disekitarnya.

“Gak peduli sekecil apapun bantuanmu, pasti bermanfaat banget buat keluarga Galang.”

“Bukan soal besar kecilnya sih Rit, tapi soal kepedulianmu, dan keikhlasanmu.” sambungku.

“Iya mbak.. aku ngerti. Cuman, rasanya gak enak aja gak bisa bantu banyak.”

“Gapapa kok Rit, mbak ngerti. Mbak juga gak bisa bantu banyak sih, tapi cuman semampu mbak aja.”

Kami sedang mencoba menghitung biaya pengeluaran secara kasar, terutama untuk kebutuhan dapur keluarga Galang ketika Pram dan Deva akhirnya bergabung bersama kami di meja makan.

“Rumah mbak jauh banget.” guman Deva sambil meraih makanan ringan dihadapannya.

“Iya.. yang penting gak sejauh Afganistan.” jawabku.

Deva tertawa sambil meletakkan tas selempangnya diatas meja.

“Pram, tadi aku mikir-mikir. Bantuan untuk keluarga Galang dikasih sekali aja atau perbulan?”

“Kalo menurutku, sebaiknya perbulan aja Pram. Jadi tiap bulan, kita sisihkan uang pribadi kita buat keluarganya.” sambung Deva.

“Menurut saya juga sebaiknya begitu, nanti kita bicarakan lagi sama yang lain. Nina tahu banyak tentang keluarga Galang, jadi nanti kita bicarakan sama dia, sekaligus perkiraan jumlah kebutuhan tiap bulannya.” kata Pram.

Cukup lama kami berbincang tentang berbagai hal di meja makan hingga akhirnya Deva dan Rita pun pamit, karena hari telah menjelang malam.

Kesunyian kembali melingkupi rumahku pasca kepergian teman-teman Pram.

“Mau masak sekarang?” tanyaku saat kami kembali ke dalam rumah, ke kamar tidurku.

“Nanti aja bu, saya belum lapar.” jawabnya sambil duduk di tepian ranjang.

Aku hendak melangkah ke arah lemari pakaian ketika Pram meraih jemariku dan menuntun tubuhku untuk duduk diatas pangkuannya.

Segera saja kutarik naik ujung rokku hingga kebagian pinggang agar nyaman saat duduk diatasnya.

“Seragam kerja ibu pakaian biasa atau berjilbab?”

“Seragamnya ada dua macam, yang biasa sama pakai jilbab. Ibu pilih yang pakai jilbab.”

“Tapi mungkin minggu depan baru bisa dapet seragamnya. Untuk sementara ini, ibu pakai pakaian kerja biasa aja dulu.” sambungku.

“Udah ada pakaiannya?”

“Udah.. ibu punya beberapa pakaian formal yang cocok untuk kerja kantoran.” balasku sambil mengusap pipinya.

“Pasti ibu makin cantik kalo pakai pakaian kantoran.” gumannya sambil memegang erat pinggangku.

“Ya enggak dong sayang. Disana malah banyak yang cantik lhoo, apalagi yang di resepsionis itu.”

Pram tersenyum lalu mendekatkan wajahnya dan melumat bibirku hingga beberapa saat.

“Ibu ke dapur dulu ya, beresin gelas-gelas yang tadi kita pakai.”

Pram merebahkan tubuh diatas ranjang dengan kaki terjuntai ke lantai, saat aku bangkit berdiri dan meninggalkannya.

“Sayang tunggu sebentar ya..” kataku sambil melangkah.

Pram mengangguk dan menikmati waktunya dengan berbaring disana.

Didapur, sambil mencuci gelas-gelas, aku membayangkan kehidupan yang akan kujalani jika telah bekerja. Tentu saja waktu bersama lelakiku akan sangat berkurang, ditambah dengan kesibukannya dalam menyusun skripsi, bahkan, bukan tidak mungkin, kami akan kehilangan moment kebersamaan, atau bahkan hanya sekedar bersantai dan menikmati senja seperti hari ini.

Aku harus belajar untuk membagi waktu, meluangkan sedikit bagiannya untuk lelakiku, karena bagaimana pun, Pram tetaplah bagian terpenting dalam hatiku. Aku tak mungkin melupakannya, membiarkannya melewati hari-hari tanpa perhatian dariku.

Hampir limabelas menit kemudian, terdengar suara televisi dari ruang tengah. Tampaknya Pram mengurungkan niat untuk beristirahat dikamar tidur.

“Nanti gak usah masak bu, kita makan diluar aja.” kata Pram saat aku duduk disampingnya.

“Kenapa? Emangnya sayang lagi pengen makan apa?”

“Enggak sih bu, karena ibu udah dapet kerjaan, malam ini kita rayain, kita makan diluar. Gimana?”

“Haadduuhhhh… kerja aja belum lhooo.. kok udah dirayain segala sih Pram?”

“Lho, gapapa kok. Pokonya kita makan diluar. Ibu mau makan apa? Saya yang traktir.”

“Makan sate kambing. Boleh?”

“Boleh dong bu… saya juga suka kok.” jawabnya antusias.

“Ya udah, kita jalan sekarang aja biar pulangnya gak kemalaman.” kataku.

Sambil bergandengan tangan, kami melangkah kembali menuju ke kamar tidur untuk berganti pakaian.

“Harus pakai jilbab. Gak boleh pakai pakaian yang seksi.” guman Pram saat aku membuka pintu lemari pakaian.

“Iyaaa sayangkuuuu.. ibu pakai jilbab kok. Pakai rok panjang juga.” jawabku.

Pram tersenyum lantas memelukku dari belakang. Pelukannya begitu erat, begitu hangat dan beberapa kali pula ia mengecup kepalaku dengan mesra.

“Harus pakai pakaian dalam juga.” bisiknya.

Aku tertawa pelan, menumpangkan kedua tanganku diatas lengannya yang melinggkar di pinggangku.

“Harus ya??” tanyaku, lalu menjulurkan tangan ke arah belakang dan mengusap lembut kemaluannya.

“Kalo ibu gak mau, gimana?” sambungku.

Perlahan, Pram menarik naik ujung rok yang kukenakan hingga ke bagian pangkal paha, lantas mengusap kemaluanku dari balik celana dalam yang menutupinya.

“Harussss.. harus pakai pakaian dalam.”

Segera kutuntun telapak tangannya memasuki celana dalamku, dan membiarkannya disana.

“Iyaaa sayang.. ibu nurut apa kata sayang. Tapi..”

Pram kembali tertawa mendengar ucapanku sementara dibawah sana, jemarinya mulai bermain, menelusuri lekuk vaginaku dengan perlahan.

“Tapi apa? Ibu makin nakal lhoo.. disuruh pakai pakaian dalam aja susahnya minta ampun.”

“tapi… ibu yang traktir makan malam kita.”

“Ooooo.. saya kira ‘tapi’ apa..” jawabnya lalu tertawa, dan dibawah sana, ia mencubit bibir vaginaku dengan sedikit keras hingga membuat tubuhku tersentak.

Giliranku tertawa mendengar apa yang lelakiku katakan.

“Emang sayang mikirnya gimana?”

“Saya kira ibu mau diperkosa dulu baru pakai pakaian dalam.” jawabnya.

Aku tertawa pelan mendengar jawabannya karena tak menyangka apa yang ia pikirkan.

Di pangkal pahaku, kurasakan satu jarinya mulai tenggelam sedikit-demi sedikit, secara perlahan, kedalam liang kenikmatanku. Pram membangkitkan kembali gairahku dan tentu saja aku segera membalas dengan menyusupkan tangan kedalam celananya.

Aku menemukan kemaluan lelakiku telah mengeras dengan sempurna, dan hal ini membuatku semakin bernafsu, apalagi moment percintaan kami didapur rumahku sempat terganggu dengan kehadiran teman-teman Pram.

“Iya.. pengen juga di entot sayang.” bisikku nakal sambil meremas batang penisnya.

Pram segera menuntun tubuhku untuk berhadapan dengannya. Dan ketika kami telah saling berhadapan, aku langsung menyambar bibir lelakiku.

Dengan buas kulumat dan kuhisap, sementara dibagian bawah, kedua tanganku bergerak cepat, dengan cekatan melucuti celananya. Hanya dalam beberapa detik, tubuh bagian bawah lelakiku telah terbebas, dan tanganku dapat bergrak dengan leluasa mengerjai penisnya.

Sama halnya dengan Pram, jermarinya bergerak lincah melucuti rok, berikut celana dalamku. Tanpa membuang waktu, Pram langsung mengirimkan satu jarinya memasuki liang kenikmatanku.

Kocokannya begitu cepat dan dalam hingga membuat tubuhku terguncang. Rintihan, desahanku segera mengalun lembut saat Pram menundukkan kepala dan mulai menjilati sekujur dadaku.

Kesunyian ujung hari pasca kepergian teman-teman Pram pun pecah. Suara gemercik hujan rintik berganti dengan desahan dan rintihan, silih berganti.

Hanya dalam sekejab, tubuh kami kembali berbalut keringat. Hawa dingin tak lagi terasa akibat buas dan panas permainan kami.

Aku sedang akan bersimpuh, untuk menikmati penisnya dengan mulutku namun Pram mencegahnya. Ia lantas menuntunku untuk kembali berdiri tegak, dan melumat bibirku dengan lembut.

Perlahan jemarinya meninggalkan kemaluanku setelah berhasil membuatnya basah karena cairan lubrikasi yang mengalir keluar dari krmaluanku.

Setelah puas menikmati bibirku, Pram memasukkan jemarinya yang berlumuran cairan tersebut kedalam mulutku. Segera saja kuhisap dan kujilati hingga bersih.

Pram tersenyum sambil memandangiku, dan kembali mengerjai kemaluanku.

Sekali lagi, lidahnya menari liar menelusuri lekuk dadaku, jilatannya yang hangat membekas disekujurnya, meninggalkan jejak air liur disana.

Kedua putingku pun tak luput dari hisapannya, bahkan sesekali digigitnya dengan lembut hingga membuatku melayang merasakan sensasi antara sakit dan nikmat.

Diselangkanganku, kali ini bukan hanya satu jari yang ia kirimkan ke liang vaginaku, melainkan dua jari sekaligus.


Rasa-rasanya lutuku sudah tak mampu lagi untuk menahan beban tubuhku sendiri karena mulai goyah dan gemetar akibat hebatnya rangsangannya.

Sambil terus mengocok liang kemaluanku, ia kembali menjilati leherku dan beberapa kali menghisap kulitku dengan sangat keras hingga terasa sedikit perih.

Aku yakin, bekas hisapannya tersebut akan meninggalkan memar, meninggalkan jejak kemerahan disana.

♡♡♡ bersambung ♡♡♡

Part 2 akan rilis dalam beberapa kedepan.

Terima kasih :rose:
Luaaaarrrr biasa.....
 
Part 2



Rindiani


Layaknya wanita dewasa pada umumnya yang selalu memiliki hasrat untuk dipuaskan, aku pun merasakan hal yang sama. Entah bagaimana cara mereka menuntaskan hasrat tersebut, atau bagaimana mereka memuaskan birahinya, aku pun tak tahu.

Dalam duniaku, aku cukup beruntung karena dipertemukan dengan lelakiku, Pram. Ia membuatku tergila-gila pada kemampuan dan kepintarannya dalam memuaskan birahiku. Ia mampu mengeluarkan sisi liarku, sisi nakal yang selama ini tak pernah terjamah, bahkan oleh suamiku sendiri.

Disisi lain, ia pun mampu mengendalikanku, mencegahku, membimbingku untuk tidak jatuh dan tenggelam dalam kubangan nafsu seks belaka.

===

Setelah puas melahap leherku dan meninggalkan jejak kemerhan disana, perlahan ia menunduk, menghisap kedua putingku dengan sedikit keras hingga tubuhku kembali menggelinjang hebat.

Perbuatannya itu membuatku semakin tenggelam dalam dunia kenikmatan, apalagi dibagian pangkal pahaku, kedua jarinya masih setia mengocok liang kenikmatanku.

Suara kecipak benturan antara telapak tangannya dengan permukaan kemaluanku yang basah mengalun konsisten, seirama dengan kecepatan tusukannya yang semakin lama semakin cepat.

Sekuat tenaga, aku berusaha untuk menahan beban tubuhku sendiri karena lututku mulai goyah. Pram tidak memperdulikannya, ia sama sekali mengacuhkan kondisiku yang mulai kehilangan daya untuk mengimbangi permainannya.

Akhirnya, ia bersimpuh dihadapanku dan perlahan menarik keluar tangannya dari liang vaginaku.

“Jilatin..” pintaku, karena kurasakan gelombang birahiku tengah menanjak, aku hampir meraih orgasmeku yang pertama.

Pram segera mendekatkan wajahnya ke arah pangkal pahaku setelah sebelumnya menuntun kedua kakiku untuk terbuka sedikit lebih lebar.

Dengan satu sapuan lidah, ditelusurinya kemaluanku, mulai dari bagian terbawah hingga kebagian atas, clirorisku.

Sekali lagi, sekujur tubuhku merinding melihat kepiawaiannya dalam mempermainkan vaginaku. Kerongkongannya bergerak-gerak, seperti sedang menelan sesuatu. Aku sangat yakin, lelakiku sedang melahap, menelan cairan yang keluar dari dalam tubuhku!

Hal itu membuatku semakin terbakar birahi dan dengan segera, aku kembali menjambak rambutnya lalu memaksakan wajahnya ke arah pangkal pahaku, sementara pinggulku bergerak maju, mengejar bibir dan lidahnya.

Pemandangan yang benar-benar panas dan sangat menggetarkanku saat melihat wajah lelakiku menempel erat diantara pangkal pahaku, nyaris tenggelam diantara kemaluanku.

Berkali-kali pinggulku bergerak tak beraturan, menggesekkan belahan vaginaku dengan mulutnya.

Tak sampai dua menit kemudian, aku telah benar-benar kehilangan tenaga, namun aku merasakan bahwa puncak orgasmeku semakin dekat karena otot-otot disekitar selangkanganku semakin mengencang. Cengkraman tanganku dikepalanya pun melemah sehingga Pram dapat dengan mudah melepaskan diri dan menjauhkan wajah dari kemaluanku.

Dengan tatapan sayu aku memandanginya, menatap wajahnya yang terlihat basah akibat bersentuhan dengan kemaluanku.

Pram, lelakiku tersenyum, sembari mengeluarkan jari dari liang vaginaku. Namun hanya sesaat saja, karena tak sampai satu detik kemudian, ia kembali mempermainkan vaginaku, mengocoknya kembali dengan tiga jari sekaligus!

Sontak saja perlakuannya itu membuat tubuhku tersentak, bahkan sekujur tubuhku kembali merinding karena hantaman gelombang kenikmatan yang besar.

Hanya beberapa saat setelah kocokan tiga jarinya, ledakan orgasme hebat pun terjadi, disertai keluarnya air seniku. Ia bahkan terus mengocoknya hingga air seni itu berhenti mengalir.


Sekali lagi, lantai kamarku basah oleh ulah kami.

Perlahan aku beringsut ke tepian ranjang dan langsung merebahkan tubuhku disana. Tulang-tulang terasa seperti menghilang dari tubuhku. Aku benar-benar kehabisan tenaga setelah merasakan orgasme yang Pram berikan.

Pram segera menyusul, dan ikut berbaring disampingku. Sambil mengusap pipinya, kumiringkan tubuh untuk menghadap ke arahnya. Lelakiku, tersenyum dan balas mengusap pipiku dengan lembut.

“Belum kena ini, udah lemes banget, sampe pipis lagi.” gumanku sambil menggengam batang penisnya.

Pram kembali menuntun tubuhku untuk naik keatasnya, menindih tubuhnya.

Kami kembali berciuman, saling melumat bibir dengan lembut dan penuh rasa. Kedua tangannya membelai rambutku, dan terus bergerak menelusuri punggung, hingga pantatku.

“Emang masih kuat?” tanyanya sambil meremas kedua belah pantatku.

Aku mengangguk pelan, lalu mengecup ujung hidunganya.

“Ibu kan belum di entot sayang.” balasku sambil mempermainkan putingnya dengan ujung jari.

"Ibu masih pengen ngerasain kontol sayang dimemek ibu." Bisikku manja sambil menyelipkan tangan diantara tubuh kami dan meremas lembut penisnya.

“Gilaa.. ibu kuat banget..”

Aku tersenyum, tertunduk malu diatas dadanya, sementara kedua tangannya yang perkasa terus saja meremas lembut pantatku.

“Abisnya enak sihhhh.. bikin nagih.. sayang pinter mainin memek ibu.”

Sambil menatapku dalam-dalam, ia mendekatkan wajah dan kembali melumat bibirku.

Sungguh, tak pernah bosan aku menikmati setiap perlakuannya padaku. Ia mampu membuaiku dengan sikapnya yang lembut, lalu berubah menjadi buas dan liar saat melakukan seks bersamaku, seiring dan sesuai dengan nafsu birahiku yang selalu menggebu.

Sambil saling melumat bibir, kami berguling diatas kasurku yang empuk hingga akhirnya posisi kami berganti, Pram menindihku.

Lumatan lembut bibirnya terasa berangsur kasar dan bernafsu. Pram kembali bersiap mengerjaiku.

Kedua sikunya menopang tubuh bagian atas dengan kedua telapak tangan menggapai payudaraku. Diremas, diusap, dan dipermainkannya kedua putingku yang telah mengeras sempurna, sementara ciuman dan jilatan lidahnya kembali menjalar, menghujani sekujur leherku.

Segera saja desahan kembali mengalun memecah keheningan senja dalam kamarku. Kuangkat kedua tangan dan meletakannya disisi kepala, dan kedua tungkai mengunci pinggangnya.

Pram begitu buas dan liar dalam aksinya, bahkan lidahnya terus menjalar hingga ke bahu, lalu turun mennelusuri ketiak dan kembali berbelok arah menuju ke payudaraku.

Tubuhku merinding, menggelinjang hebat akibat permainannya. Kedua tapak tangannya meremas kedua belah payudaraku dan akhirnya ia pun menghisap putingku dengan sangat kuat.

Hampir tiga menit lamanya, putingku menjadi bulan-bulanan mulutnya. Sedikit terasa perih saat ia menggigitnya, namun aku sangat menikmatinya. Pram benar-benar mampu mengobati kerinduanku akan persetubuhan yang panas membara.

Setelah puas menikmati payudara, lidahnya bergeser, merayap perlahan menelusuri permukaan kulitku menuju ke bagian perut. Terasa geli namun cukup memberi kenikmatan, apalagi kedua tangannya kembali aktif meremas dan mempermainkan kedua putingku.

Dibagian bawah, rangsangan yang aku terima membuat kemaluanku kembali basah. Cairan yang keluar dari kemaluanku mengalir perlahan, menelusi celah bibir vaginaku hingga kebagian pantat dan akhirnya membasahi kasurku.

Hanya beberapa saat kemudian, akhirnya lidah lelakiku sampai didepan kemaluanku, tepat dibagian atas clitoris. Pram bersimpuh dilantai, tepat di depan kedua pahaku yang telah terbuka lebar untuk menyambut permainan selanjutnya.

Ia memandangiku sejenak dengan senyum tersunging dibibirnya, sementara satu tangannya membelai kemaluanku dengan lembut.

“Jilatin lagi..”pintaku lirih sambil memandanginya dengan tatapan sayu sementara kedua tanganku membuka bibir kemaluanku sendiri.

Pram, lelakiku mengangguk lalu perlahan mendekatkan wajahnya.

Akhirnya, lidah yang hangat dan basah kembali memanjakanku. Ditelusurinya belahan vaginaku, mulai dari atas hingga ke bagian terbawah. Ia bahkan menuntun kedua kakiku untuk terangkat ke udara hingga belahan pantatku terekspose. Lidahnya terus bergerak, menari liar, menyapu seluruh bagiannya hingga kebelahan pantatku.

Permukaan liang anusku pun tak luput dari jilatannya. Ia membuat tubuhku semakin tak berdaya saat dengan panasnya, lidahnya menari tepat dipermukaan liang tersebut, bahkan sesekali lidahnya menjulur, berusaha menerobos anusku yang secara refleks tertutup rapat akibat permainan lidahnya.

Tubuhku kembali bergetar, menggelinjang hebat karena permainannya. Ia bahkan harus menahan pinggulku agar mampu tetap mengerjaiku.

Sekuat tenaga kuremas speri disekitarku, dan mengigit bibirku sendiri demi menahan desahanku. Ingin rasanya aku merintih sekencang-kencangnya, berteriak keras, karena gelombang kenikmatan yang menghempasku.

“Prraammmm… saayaaaanngggg…” gumanku sambil berusaha mencengkram kepalanya, menjambaknya.

Pram mengacuhkanku, lantas kembali mengerjai kemaluanku, sementara satu jarinya mulai beraksi, menggantikan lidahnya dan mengerjai permukaan liang anusku.

Mendapat kenikmatan ganda membuat tubuhku bersiap untuk menyongsong orgasme yang kedua, dan aku yakin, kali ini akan lebih hebat dan panas dari sebelumnya.

Hanya sesaat jarinya mengusap belahan pantatku, permukaan liang anusku, lalu mulai menekannya perlahan, berusaha memasukinya.

Nafasku tercekat dan jantungku berdebar kencang karena inilah pertama kalinya aku mengalaminya, merasakannya.

“Saaayaanngggg…” teriakku pelan saat secara sadar mulai mengendurkan otot yang mengunci liang anusku.

Ditengah kenikmatan akibat hisapannya di clitorisku, Pram mulai menusukkan jarinya kedalam liang anusku. Hanya sedikit bagiannya yang masuk kesana, namun sangat cukup untuk membuatku berteriak pelan, dan secara refleks kembali mengencangkan otot sfingter hingga jarinya terjepit erat.

Aku belum terbiasa dengan permainan baru yang diperkenalkan Pram, dan sepertinya Pram pun mengira aku tak nyaman dengan hal itu sehingga ia segera menarik keluar jarinya.

Sebuah pengalaman baru yang cukup menggetarkan, sangat membuatku penasaran dengan sensasinya.

Hanya berselang beberapa detik kemudian, lelakiku berhasil membuatku kembali merasakan orgasme saat ia kembali mengocok liang vaginaku dengan dua jarinya sambil mempermainkan lubang kencingku dengan ujung lidahnya.

Geli bercampur nikmat segera menjalar ke seluruh tubuhku diiringi keluarnya air seni dan cairan orgasme dari tubuhku.

Tubuhku kembali menggelinjang, walaupun tak sehebat orgasme pertama karena telah kehabisan tenaga.

Hampir satu menit berlau, Pram segera menarik wajahnya dari pangkal pahaku, begitu pula dengan jemarinya, lalu memandangi kemaluanku.

Disaat bersamaan, pandanganku pun tertuju pada kemaluanku sendiri, melihatnya mengeluarkan cairan kenikmatan yang jumlahnya tak sebanyak seperti orgasme pertama.

“Masih mau diperkosa?” tanya lelakiku sambil kembali menindih tubuhku. Aku mengangguk pelan, lalu melumat bibirnya dengan lembut sambil mengusap wajahnya.

"Pokoknya kalo ibu belum ngerasain kontol sayang, ibu gak bakal berhenti." bisikku.

Pram kembali menindihku, sementara satu tangannya mengarahkan penisnya ke pangkal pahaku.

"Beneran masih mau??" tanyanya sambil menggodaku dengan menggesekkan ujung kemaluannya diantara bibir vaginaku.

Tentu saja aku langsung menganggukkan kepala sambil tersenyum, karena aku sangat menginginkannya.

“Kita mandi dulu, makan malam. Kita lanjutin nanti malam” jawabnya kemudian.

Aku tertawa keras sambil menutup wajah dengan kedua tanganku.

"Sayang jahaattttt...." gumanku lalu kembali tertawa.

Pram pun ikut tertawa bersamaku, lalu merebahkan tubuh disampingku.

"Nanti kita lanjutkan. Nanti malam. Sekarang mandi dulu ya bu.."

“Mandiinnn…” rengekku manja sambil mengunci pinggangnya dengan kedua kakiku karena ia kembali menindihku.

Pram tersenyum, mengecup keningku, lantas merebahkan kepalanya didadaku.

Tak ada perbincangan atau sekedar kata-kata, kami hanya menikmati waktu dalam diam, menikmati gerimis senja hari hingga bermenit-menit lamanya. Pun saat dikamar mandi, Pram memenuhi janjinya dengan memandikanku, membantuku saat mengeringkan tubuh dengan handuk.

“Malam ini, ibu pengen coba pakai pakaian kantoran.” gumanku sambil membuka pintu lemari dan melihat koleksi pakaianku.

“Iya, boleh. Sekalian lihat mana yang cocok buat kerja.”

Pilihanku jatuh pada baju terusan panjang berwarna hitam yang press body, lumayan ketat sehingga membentuk siluet tubuhku.

“Cantik dan elegan..” guman Pram saat aku mencoba mengenakannya.

“Celana dalamnya harus ganti bu, itu kelihatan banget, nyeplak baget.” sambungnya.

Aku segera beranjak kedepan cermin dan melihat bagian belakang tubuhku.

“Iyaaa.. nyeplak banget..” gumanku sambil berusaha membenahi cela dalam itu dari luar baju.

“Abisnya pantatnya kegedean..” sambungku.

Pram tertawa, lalu menghampiriku, memelukku.

“Tapi seksi.. montok.” katanya sambil menjulurkan kedua tangan kebelakang tubuhku dan meremas lembut kedua belah pantatku.

“Seksi gimana? Ini pantat perempuan udah punya anak kok..”

“Yang kayak gini kalo main pakai gaya doggie pasti lebih enak.” jawabnya.

“Sayang suka pakai gaya itu?”

Pram mengangguk, lalu mengecup pipiku.

“Ibu juga suka.. tadi pas sayang masukin jarinya ke pantat ibu rasanya enaaaakkkk banget..pokonya rasanya gimanaaaaa gituu.”

“Sayang gak jijik?” tanyaku.

“Enggak.. saya gak jijik kok bu.. yang penting ibu senang, ibu nyaman.”

Mendengar jawaban itu, aku kembali melumat bibirnya dwngan mesra.

“Ibu juga suka pas sayang jilatin pantat ibu. Enak banget..” kataku lagi.

“Tapi sayang.. pantat ibu gak seseksi cewek-cewek dikampusmu.”

Pram kembali tersenyum, sementara kedua tangannya terus saja meremas pantatku, membuatku kembali bergairah, apalagi ia memelukku dalam keadaan telanjang. Penisnya mengeras sempurna dan menepel erat tepat didepan kemaluanku.

“Tapi tetap menggoda..” bisiknya lembut.

Pram menuntun tubuhku untuk berputar, berbalik arah, menghadap cermin didepanku.

Sejenak, dibenahinya rambut yang tergerai di bahuku dengan menyingkirkannya ke sisi yang lain. Dengan lembut dikecupnya leherku berkali, sementara kedua tangannya menarik ujung baju panjangku dengan perlahan hingga ke bagian pinggang.

Segera kuarahkan kedua tangan ke belakang dan merangkul lehernya, sementara kecupan-kecupan terus menghujani sekujur leherku.

Sesaat setelah pangkal pahaku tersingkap, ia langsung mengusap vaginaku, membelainnya melalui permukaan celana dalam yang masih terpasang disana.

Satu tangannya bergerak naik, menelusuri perutku hingga akhirnya menyentuh bra yang menutupi payudaraku.

Sekali lagi, ia mulai mengerjai dadaku dengan meremas, dan mempermainkan kedua putingku secara bergantian, setelah sebelumnya menyelipkan tangan kedalam bra.

Aku tak menolak, maupun berusaha mencegahnya ketika Pram mulai menurunkan celana dalamku, karena walaupun ia telah membuatku orgasme dalam permainan sebelum mandi, aku masih sangat menginginkannya untuk menyetubuhiku. Aku ingin penisnya memasuki vaginaku, memuaskanku dengan buas dan beringas.

Sebagai balasan, untuk mengimbangi permainannya, kuselipan satu tanganku diantara himpitan tubuh kami dan kembali meremas penisnya.

Tindakanku membuat Pram semakin bernafsu dalam mencumbuku. Ia meghisap kulit leherku berkali-kali, hingga meninggalkan jejak kemerahan.

Setelah puas menikmati leher, ia membuka risleting baju yang terletak disepanjang punggungku, lalu melucutinya.

Tak lama berselang, giliran bra yang menutupi payudaraku pun dilepaskannya hingga aku kembali telanjang sepenuhnya dalam dekapannya.

Melalui pantulan cermin dihadapanku, aku menyaksikan dan menikmati kedua tangan lelakiku yang dengan lincah menggerayangiku, mempermainkan titik-titik sensitiv tubuhku dengan liar.

Pram dan aku kembali bergairah sepenuhnya, tubuh kami pun kembali berkeringat karena panasnya permainan dan penuh gelora.

Sesekali Pram mengigit bahuku dengan pelan sembari mencubit kedua putingku hingga membuatku menjerit dan menggelinjang. Terasa sedikit sakit, namun aku sangat menyukainya, sangat menikmatinya.

Bibir dan lidahnya terus bergerak, menelusuri punggungku, seiring dengan posisi tubuhnya yang semakin menunduk, hingga akhirnya ia bersimpuh dibelakangku, tepat didepan pantatku.

Dari sela pahaku, aku bisa melihat Pram perlahan mendekatkan wajahnya, hingga akhirnya kurasakan sebuah kecupan mendarat di pantatku.

Hanya sesaat kemudian, tangannya mulai kembali beraksi, meremas lembut pantatku, dan terus bergerak hingga akhirnya terus merayao ke bagian kemaluanku.

Aku kembali terbuai dan segera membuka lebar kedua pahaku sembari membungkuk, dengan kedua tangan bertumpu pada tepian meja rias.

Diantara kedua paha, lidah lelakiku kembali beraksi, menjilati paha bagian dalam, hingga kemaluanku. Hampir lima menit lamanya aku menikmati panasnya permainan lidah Pram, mulai dari kemaluan hingga keseluruh bagian pantatku.

Entah mengapa, hari ini aku merasa Pram sangat bernafsu, dan mau melayani keinginanku.

Akhirnya Pram kembali berdiri, sambil terus menghujani punggungku dengan kecupan-kecupannya hingga ke bagian leher. Disaat bersamaan, tangannya yang kekar kembali menjamah bagian bawah tubuhku, meremas kedua belah pantatku dengan sedikit keras, menelusuri belahannya hingga ke bagian kemaluanku.

Benar-benar menyenangkan dan membuatku sangat bernafsu. Caranya menjamahku, menikmati tubuhku, sungguh membuatku terbuai dan semakin haus akan sentuhannya.

Ditengah jilatannya pada leherku, satu jemarinya kembali menyeruak masuk kedalam liang kemaluanku. Ia kembali mengocok vaginaku hingga beberapa saat lalu mengeluarkan jari itu dan bergerak menuju ke permukaan liang anusku.

Disana, Pram kembali berusaha menusukkan jarinya, dan tanpa kesulitan, akhirnya ia berhasil menembusnya. Aku mendesah sejadi-jadinya, pinggulku bergerak mundur, mendesak ke arahnya agar jari itu masuk lebih dalam, namun, hanya sesaat kemudian, Pram kembali menarik jarinya, dan memasukkannya lagi kedalam liang vaginaku.

Aku seperti sedang merasakan penetrasi ganda, dimana kedua liang kenikmatan itu sedang dikerjai disaat bersamaan. Pram, lelakiku, telah mewujudkan salah satu fantasiku.

“Jilatin lagi..” bisikku sambil merangkul lehernya.

Pram tersenyum, lantas melumat bibirku dengan lembut. Satu tangannya membuka laci meja riasku, dan meraih baby oil yang biasa kugunakan untuk memijet tubuhku sendiri.

Dituangkannya minyak tersebut di pinggangku, dan dengan segera mengalir membasahi sekujur pantatku.

Pram menolak permintaanku, namun menggantinya dengan sesuatu yang lebih hebat dan besar sensasinya.

Segera setelahnya, kedua tangannya yang kekar kembali meremas pantatku, mengusapnya hingga ke bagian kemaluanku. Basah dan licin karena minyak tersebut cukup menimbulkan kenikmatan yang hebat buatku. Dan sensasi itu semakin bertambah ketika ia mulai mempermainkan permukaan liang anusku.

Geli bercampur nikmat segera merayap, merasuki tubuhku, membuatku merinding dan semakin bernafsu. Aku ingin merasakan penis lelakiku memasuki liang anusku. Aku ingin merasakan seks anal, seperti yang pernah diceritakan oleh Nina.

Segera kembali kurangkul lehernya, lalu melumat bibirnya dengan kasar. Vaginaku berdenyut-denyut, kedua putingku mengeras sempurna, aku siap untuk bersetubuh dengannya, dan rasanya sudah tak sabar lagi untuk melakukannya.

Setelah puas melahap bibirnya, kutuangkan baby oil ke tanganku dan menjulurkannya ke arah belakang, melumuri penisnya dengan minyak tersebut.

Pram lelakiku medesah, mengerang pelan saat aku mulai mengocok penisnya dengan pelan.

Dengan kasar dipegangnya pipiku, lalu melumat bibirku dengan penuh nafsu, sementara dibelahan pantatku, satu jarinya kembali menyerbu masuk liang anusku.

Kecupan-kecupan dan jilatan di leher, putingku yang menjadi bulan-bulanan jemarinya, dan tusukan di liang anus itu akhirnya menghantarkan orgasme ketiga untukku, bahkan air seni kembali mengalir keluar dari vaginaku.

Lutut dan pahaku gemetar menahan hebatnya orgasme tersebut, bahkan Pram pun harus memelukku dengan sangat erat untuk menahan gelinjang liar tubuhku.

Nafasku tersengal, memburu, seirama dengan detak jantungku yang berdegup keras.

Pasca orgasme, Pram memelukku dengan sangat erat. Aku berbalik, dan balas memeluknya sambil mengecup keningnya, begitu juga dengannya.

Dan hampir empat kemudian kami larut dalam pelukan hangat, tanpa sepatah kata pun.

Setelah tiga kali orgasme, apakah aku telah terpuaskan? Tidak, tidak sama sekali. Rasa penasaran terhadap seks anal maaih menggelayut manja dalam benakku, apalagi aku belum merasakan penisnya yang perkasa menghujam liang kenikmatanku. Aku masih bernafsu, masih ingin melanjutkan permainan panas ini, bahkan hingga esok hari.

Rasa lelah disekujur tungkai akhirnya memaksaku untuk duduk dikursi, didepan meja riasku. Sekali lagi Pram mengecup kepalaku, lalu memegang pangkal penisnya dan mengarahkannya ke mulutku.

Pram telah mengenalku dengan sangat baik, sehingga ia iahu apa yang kuinginkan. Dan untuk saat ini, aku ingin merasakan nikmat kemaluannya dalam mulutku.

Sambil mengocok penisnya, aku menengadahkan wajah dan tersenyum, menatap matanya dan mendekatkan wajahku perlahan ke arah kemaluannya.

Dan ketika ujung lidahku menyentuh ujung penisnya, perlahan ia memejamkan mata, seolah sedang meresapi, menikmati sentuhan lembut lidahku.

Tanpa membuang waktu lagi, segera kumasukan kepala penisnya kedalam mulutku dan mulai menghisapnya lembut, sementara bagian batangnya kukocok pelan.

Lagi-lagi, lelakiku mendesah dan mulai menggerakkan pinggulnya. Memandang ekspresi wajah dan gerak-gerik tubuhnya membuatku semakin bernafasu dan bersemangat untuk mengerjai kemaluannya dengan lebih.

Hisapan dan jilatan silih berganti memanjakan kemaluannya, dan aku sangat menikmatinya, sangat menyukainya. Bahkan lidahku menari liar, menjilati seluruh bagian zakarnya sementara tanganku dengan lincah terus mengocok bagian batang penisnya.

Tak butuh waktu lama baginya untuk meminta sesuatu yang lebih, sesuatu yang sangat ia sukai, yaitu deepthroat.

Pram kembali memegang pangkal penisnya dan mengarahkannya ke mulutku saat aku sedang menikmati zakarnya. Tentu saja aku menerima permintaannya itu dengan senang hati.

Segera saja penis itu meluncur memasuki mulutku hingga ke bagian terjauh. Hampir lima detik lamanya aku menahannya didalam rongga mulutku.

Pram menahan nafasnya sambil memandangi panasnya permainanku. Dan ketika perlahan ia menarik keluar penisnya, ia pun kembali memejamkan mata, menikmati pijatan bibirku yang mencengkram erat batang penisnya.

Berkali-kali kami mengulanginya hingga air liurku menetes, membasahi dadaku. Pram terlena dan terbuai sehingga pinggulnya terus bergerak pelan, menyetubuhi mulutku.

Sebelum aku mengakhirinya, kucengkram erat pinggulnya dan menahan penisnya lebih lama dalam mulutku.

Lututnya bergetar, dan perlahan menghembuskan nafas panjang ketika akhirnya aku menuntun pinggulnya bergerak mundur, mengeluarkan penisnya dari mulutku.

Sambil mengocok penisnya, aku kembali memandang wajahnya. Pram membalas dengan membelai lembut kepalaku.

Ada rasa bangga dan bahagia melihat ia begitu menikmati permainanku, begitu terbuai dan terlena dengan pelayanan seks yang kuberikan.

Aku sedang hendak berdiri, namun Pram mencegahku sengan menahan pundakku. Ia ingin agar aku tetap duduk dikursi tersebut.

“Lagi..??” tanyaku sambil mengocok pelan penisnya.

Pram mengangguk pelan, dan akhirnya aku kembali mengerjai kemaluannya. Ia kembali menggoyang pinggulnya, menyetubuhi rongga mukutku dengan penuh nafsu.

Sedikit lebih kasar dan menusuk lebih dalam hingga aku nyaris tersedak, namun aku sangat menyukainya, sangat menikmati. Ia bahkan menjambak rambutku dengan kasar, dan caranya itu berhasil membakar birahiku.

Hampir lima menit berlalu dan Pram pun perlahan menarik penisnya dari mulutku. Air liur segera mengalir keluar melalui celah bibirku, menetes membasahi dadaku.

Hal serupa pun terjadi pada kemaluannya, basah dan licin karena dilumuri oleh air liurku.

Segera setelah penisnya terbebas dari cengkraman bibirku, aku segera berdiri dan kembali membelakanginya.

Kutuangkan baby oil itu ke tanganku dan kembali melumuri pantatku. Satu tanganku menapak diatas meja, sementara satu tangan lainnya menggengam erat penisnya dan menuntunnya untuk memasuki tubuhku.

Nafasku semakin memburu, dan jantungku kembali berdebar. Rasa penasaran yang menggantung dalam benakku akan segera terjawab.

Aku menoleh kesamping dan kembali melumat lembut bibir lelakiku, sementara dibawah, aku telah berhasil menuntun penisnya menuju kedepan liang kenikmatanku.

♡♡♡ bersambung ♡♡♡

Part 3 akan rilis dalam beberapa jam kedepan


Terima kasih :rose:
 
Terakhir diubah:
Damn....
3 hari gw marathon baca cerita ini, dari page 1 sampe page terakhir (page 50), bener bener dibikin kayak roller coaster emosi gw...
Senyum2 sendiri pas Pram dan Bu Rindi lagi kasmaran dan bahagia... Pengen nangis terharu pas Bu Rindi sedang sedih... dan yang pasti, jadi ikutan sange pas baca sex scene...
Gw gamau komentar soal alur cerita, konflik atau apapun itu...

Keep up the good job Sist @merah delima

I will stay tune to wait the next part...
 
Part 3



Rindiani


Setelah penisnya berada tepat didepan liang vaginaku, Pram segera menggerakkan pinggul, memajukannya perlahan sehingga penisnya pun memasuki tubuhku. Disertai kecupan lembut di tengkuk, Pram terus memasukkan penisnya lebih dalam, hingga akhirnya berhenti bergerak saat pinggulnya telah menepel erat dengan pinggulku.

Sekali lagi, aku melumat bibirnya lalu mulai menuntun pinggulnya untuk bergerak, menyetubuhiku, mengocok vaginaku dengan kemaluannya. Dan ia pun segera memenuhi keinginanku, mulai bergerak maju dan mundur perlahan sembari kedua tangannya meremas payudaraku.

Basah dan licin liang vaginaku, ditambah luluran baby oil di kemaluannya membuat gerakan keluar masuk penisnya semakin mudah dan lancar. Kenikmatan yang kurasakan pun semakin berlipat karena bibirnya terus bergerak, mengecup leher dan tengkuk, sementara kedua payudaraku diremas, dipermainkannya kedua putingku dengan sesuka hati.

Sambil mendesah pelan, pinggulnya terus bergerak dan bisa kurasakan semakin lama semakin cepat. Hujaman penisnya pun semakin dalam, hingga membuat tubuhku terdesak dengan meja didepanku.

Puas dengan payudara, satu tangannya langsung menyerbu kemaluanku, mengusap dan mempermainkan clitorisku.

Tak sampai tiga menit kemudian, aku mencapai orgasme yang keempat. Lututku, sekujur kakiku bergetar hebat, sementara Pram terus menghujamkan penisnya kedalam liang vaginaku. Tak sedetikpun ia menghentikannya, bahkan ketika tubuhku menggelinjang hebat, bergerak liar karena gelombang orgasme yang menerpa.

Beberapa detik berlalu, ketika rasa nikmat orgasme itu mereda, lelekakiku kembali memperlambat gerakan pinggulnya. Dipeganggnya pipiku dengan lembut, lalu mengarahkan wajahku ke arahnya dan melumat bibirku.

“Enak banget..” bisikku pelan, dengan nafas yang masih menderu.

Pram tersenyum, lantas mengecup pipiku sementara pinggulnya terus bergerak pelan, memanjakan kemaluanku dengan penisnya.

Sesaat kemudian, ia mengeluarkan penisnya dari kemaluanku, memintaku untuk sedikit mundur, lalu kembali menuntun tubuhku unruk membungkuk. Kedua siku kugunakan untuk menopang tubuh bagian atas.

Kuturuti semua kemauannya karena aku ingin menyenagkan hatinya, ingin memuaskan hasratnya, seperti yang telah ia lakukan padaku.

Segera setelahnya, Pram kembali menuangkan baby oil ke sekujur pantatku, lalu meremasnya sambil bersimpuh. Dikocoknya liang vaginaku hingga beberapa saat, membuatku meringis karena kecepatan tangannya dan sedikit lebih kasar. Perih, namun cukup memberi sensasi kenikmatan.

Ia kembali berdiri setelah mampu membuat cairan lubrikasi dari vaginaku keluar dan menetes jatuh ke lantai, lalu kembali mengarahkan penisnya kemaluannya ke sela pahaku.

Plaaakkkkkk..’

Sebuah tamparan lumayan keras mendarat di pantatku. Tentu saja aku terkejut dengan tindakan kasarnya tersebut. Permukaan kulitku terasa panas dan sakit, namun entah mengapa aku sangat menyukainya, sangat menikmatinya.

Tak sampai sedetik kemudian, Pram kembali menghujamkan penisnya kedalam liang vaginaku dengan sebuah gerakan cepat dan sekali lagi tubuhku tersentak karena aksinya.

Hujaman penisnya pun lebih cepat dari sebelumnya, hingga membuat meja riasku ikut bergetar.

Dari pantulan cermin dihadapanku, aku menikmati permainan panas kami. Aku menyukai ekspresi wajah penuh nafsu lelakiku saat mengerjai tubuhku. Aku bahkan mempermainkan clitorisku sendiri demi menambah kenikmatan.

Hanya beberapa menit berselang, tak sampai lima menit, aku kembali diguncang orgasme hebat saat Pram semakin menambah kecepatan tusukan penisnya. Pram tahu akan hal itu, karena tubuhku kembali menggelinjang hebat dan air seni kembali memancar dari kemaluanku.

Ia tak berhenti sesaat pun, dan terus melanjutkan goyangan pinggulnya sambil memeluk pinggangku dengan erat.

Aku benar-benar kehabisan tenaga karena kehebatannya. Ia membuatku tak berdaya dengan panasnya permainan kami.

Ditengah deru nafasnya, ia memperlambat tusukan penisnya, seolah memberiku waktu untuk beristirahat, sambil mengecup lembut leherku.

Lelah yang kurasakan tak memadamkan gelora birahi yang masih membara dalam tubuhku. Gerakan pelan pinggulnya berhenti beberapa saat kemudian, namun penisnya masih terjepit diantara celah pahaku, dalam liang kenikmatanku.

Perlahan aku kembali memajukan pinggul hingga akhirnya penis Pram keluar dari tubuhku. Banyaknya cairan yang keluar dari kemaluanku segera mengalir perlahan melalui kedua pahaku, sebagian lainnya menetes jatuh ke lantai.

Aku kembali duduk dan memandangi penis lelakiku yang penuh berlumur cairan kental. Kudekatkan wajah dan mulai menjilatinya, mengulum bagian ujungnya, dan akhirnya memasukkan seluruh bagiannya kedalam mulutku.

Tak ada rasa jijik, karena aku sangat menyukainya dan begitu bernafsu melihat penisnya yang istimewa. Pram, lelakiku mendesah panjang saat aku megeluarkan penisnya perlahan sementara kedua bibirku mencengkram erat sekujur batang penisnya. Pram terlena, terbuai dengan permainanku.

“Masih kuat?” tanyaku, lalu mempermainkan ujung penisnya dengan ujung lidahku.

Pram tersenyum sambil memegang lembut pipiku, lalu mengangguk. Aku kembali berdiri membelakanginya, lantas kembali meraih penisnya dan mengarahkannya kembali ke tubuhku, namun kali ini, aku mengarahkannya ke pantatku, kedepan liang anusku.

Pram tak menolak sedikitpun, ia hanya mengikuti kemauanku. Dan ketika ujung penisnya telah menyentuh permukaan liang anusku, kulemaskan otot cincin yang melingkar di ujungnya.

“Buuuu…” guman Pram pelan saat aku hendak memundurkan pinggulku agar penisnya memasuki liang anusku.

Aku menoleh kesamping, lantas melumat bibirnya dengan lembut dan perlahan mulai memundurkann pinggul. Sedikit demi sedikit, penis lelakiku mulai menyeruak masuk.

Jantungku berdebar hebat saat perih mulai terasa disekitar liang anusku. Aku tak memperdulikannya dan terus memundurkan pinggul sambil melumat bibir lelakiku dengan mesra.

Nafasku tercekat saat kurasakan kepala penisnya berhasil memasuki liang anusku karena rasa perih itu semakin bertambah kuat. Lagi-lagi, aku tak memperdulikannya dan terus memaksakan penisnya memasuki tubuhku.


Seperti yang pernah diceritakan oleh Nina. Pengalaman pertama ini benar-benar mendebarkan dan menyakitkan, namun aku masih mampu menahan rasa sakit tersebut karena rasa penasaran terhadap anal seks.

Demikian juga dengan Pram, nafas lelakiku pun menderu, namun tetap berdiri dan menahan posisinya saat pinggulku bergerak mundur, mengejar penisnya. Dan hanya beberapa saat kemudian, permukaan pantatku menyentuh pinggulnya. Aku yakin, mungkin setengah bagian penisnya telah tenggelam dalam liang anusku.

Aku berdiam diri sejenak, melepaskan lumatanku pada bibirnya. Pram memandangaku dengan mata sayu sambil memeluk erat tubuhku.

Aku yakin lelakiku merasakan kenikmatan yang lebih besar karena sempitnya liang tersebut.

Hampir tigapuluh detik kemudian, pinggulku mulai bergerak pelan, sangat pelan karena rasa perih yang masih mendera.

Aku meringis pelan sementara lelakiku terlihat begitu menikmatinya. Hal tersebut semakin menambah kenekatanku untuk melanjutkan permainan kami ditengah rasa sakit yang hebat. Sebisa mungkin aku melemaskan otot pantatku, namun karena ukuran penis lelakiku tergolong besar, rasa perih itu tetap timbul, bahkan semakin hebat saat pinggulku mulai bergerak.

Pram memejamkan mata dan kupandangi wajahnya memalui pantulan cermin dihadapanku. Aku meyukainya, menikmatinya. Sebisa mungkin kutahan sakit dan perih yang mendera karena melihat lelakiku begitu terbuai dan terlena dengan seks anal ini. Ini adslah pengalaman pertamaku, dan tentu saja hal baru bagi kami berdua.

Baru beberapa kali pinggulku bergerak maju dan mundur, Pram merintih, mendesah panjang disertai semburan hangat spermanya didalam liang anusku. Dipeluknya erat tubuhku sambil menghujamkan penisnya kebih dalam memasuki pantatku.

Aku merintih sambil mengepalkan tangan karena rasa sakit saat ia tiba-tiba melakukan hal tersebut. Aku tahu, Pram tidak sengaja, namun terjadi secara refleks karena rasa nikmat yang menghantamnya.

Kujulurkan tangan ke arah belakang dan kembali merangkul lehernya. Hanya beberapa detik kemudian, ketika semburan sperma itu terhenti, perhan aku memajukan pinggul agar penisnya keluar dari tubuhku. Pram kembali melumat bibirku saat aku melakukannya, dan ketika kemaluannya telah tercabut sempurna, Pram kembali mendesah karena gesekan antara liang anusku yang sempit dengan batang kemaluannya.

Berbanding terbalik denganku, perih, dan terasa sakit masih terasa, namun aku menahannya dengan sekuat tenaga agar lelakiku tak mengetahuinya. Aku tak ingin mengecewakannya, ataupun membuatnya tak nyaman karena ia terlihat begitu menyukainya.

Akupun ingin mengobati rasa penasaranku akibat mendengar cerita Nina. Namun, melihat lelakiku begitu menikmatinya, aku sungguh merasa senang dan bahagia walaupun harus melewatinya dengan rasa sakit.

“Enak banget.” Bisiknya setelah aku memutar tubuh, kembali berhadapan dan memeluknya dengan sangat erat.

“Makasih bu.” bisiknya lagi, lalu mengecup pipiku.

Tentu saja uacapan terima kasih darinya membuatku terenyuh, tersentuh dihati. Aku tahu, ia mengucapkannya dari lubuk hati, dengan penuh ketulusan.

Kubalas dengan mengecup lembut keningnya, dan mempererat pelukanku. Aku sangat menyayanginya dan telah jatuh hati padanya.

“Mandi yuk..” katanya kemudian.

Aku mengangguk, lantas merangkul pinggulnya, melangkah disisinya menuju ke kamar mandi.

“Ibu kuat banget, padahal udah keluar lima kali..” gumannya.

“Emang sayang capek?” tanyaku.

Pram tersenyum lalu mengangguk.

“Tenaga ibu gak ada habisnya. Kayak mesin.” katanya lagi sambil mengusap punggungku dengan sabun.

“Ini lhooo yang bikin ibu betah main sama sayang. Ketagihan..” balasku sambil mengocok pelan penisnya. Pram tertawa pelan lalu memelukku.

“Yang tadi enak banget..” bisiknya.

“Yang mana sih sayang..?”

“Kayaknya tadi ibu ngerasa enak semua..” sambungku.

Pran tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya di sisi leherku. Ia memelukku dengan sangat erat.

“Yang main di pantat? Anal??” tanyaku.

“Iyaa..” jawabnya pelan.

“Syukurlah kalo sayang suka. Ibu juga suka kok.”

“Gak sakit..??” tanyanya sambil memandang wajahku.

Aku menggeleng pelan, sambil mengusap pipinya.

“Awalnya sakit dikit, perih.. tapi lama-lama jadi enak..” jawabku berbohong.

Pram lantas melumat bibirku dengan lembut.

“Mau lagi??” tanyaku.

Pram menggelengkan kepala lantas bersimpuh didepanku, mengusap paha hingga kakiku dengan sabun.

Jika saja ia tahu bahwa aku menahan rasa sakit saat mencoba seks anal, aku yakin ia tak akan mau melakukannya, apalagi mengulanginya kembali. Aku telah cukup mengenalnya dan yakin akan hal itu. Rasa sayangnya begitu besar padaku dan tak pernah sekalipun ia menyakitiku.

Sebelum bangkit berdiri, pram menyempatkan diri mengecup vaginaku.

“Romantis banget sih sayang..” gumanku sambil melingkarkan tangan di lehernya.

Kedua tangannya segera melingkar dipinggangku sambil mendekatkan wajahnya. Dengan lembut ia melumat bibirku hingga beberapa saat lamanya.

“Kamar tidur kita berantakan banget.” bisiknya.

Aku tertawa dan tertunduk malu.

“Malam ini kita tidur di kamar sayang aja. Besok pagi ibu bereskan.”

Pram menggelengkan kepala. Ia tak setuju dengan usulanku.

“Besok saya yang bereskan. Sore saat ibu pulang kerja, kamar kita sudah rapi kembali. Rumah ini sudah bersih.” katanya.

“Kalo sayang capek, besok sore aja kita bereskan sama-sama.”

“Saya gak capek kok bu. Ibu tenang aja. Saya yang bereskan.”

Sekembalinya dari kamar mandi, segera kuraih pakaianku dan kembali memilih G-String, sesuai saran lelakiku. Pram kembali terpesona dan memujiku saat ia melihatku mengenakan celana dalam tersebut.

“Seksi, montok, menggairahkan..” gumannya sambil menepuk pelan pantatku.

“Dari tadi pantat ibu ditampar terussss..” kataku sambil mencubit pipinya.

“Abisnya pantat ibu nggemesin..”

“kapan-kapan, kalo kita main lagi, sayang mau anal lagi?” tanyaku sambil mengusap lembut pipinya.

Pram hanya tersenyum, lantas menganggukan kepalanya.

“Sayang suka? Beneran suka?? Gak jijik?” tanyaku Lagi-lagi.

Ia menggelengkan kepala.

“Ya udah kalo sayang suka.. nanti kita main lagi.” bisikku.

Pram lantas memeluk tubuhku dengan sangat erat, mengecup pipi dan keningku berkali-kali. Aku tahu dan bisa merasakan kasih sayangnya lewat tindakannya tersebut.

Bagiku, kami telah melangkah jauh, layaknya sepasang suami istri yang telah terikat menjadi satu hati.

Seiring waktu berjalan, ia mulai belajar mengimbangiku, mempelajari tentang diriku, begitupun sebaliknya. Sejauh ini, aku belum menemukan satupun sikap maupun sifatnya yang bertentangan dengan pribadiku. Ia terlihat sempurna dimataku, bersikap dan bertindak layaknya seorang pria dewasa, seorang suami yang sangat menyayangiku.

Caranya memperlakukanku bak seorang ratu membuat hatiku luluh dan jatuh cinta padanya.

“Ibu pengen coba pakai high heels juga. Boleh?” kataku setelah mengenakan kembali pakaianku.

“Boleh dong bu. Pasti makin kelihatan anggun.”

High heels 5cm yang kukenakan memang sangat serasi dengan pakaian yang membalut tubuhku. Dan Pram pun kembali terkagum-kagum dengan penampilanku.


“Sempurna..” gumannya saat kami telah keluar dari rumah dan bersiap berangkat untuk makan malam.

“Makasih sayang..” balasku.

= = =

Waktu menunjukkan hampir pukul delapan malam ketika kami meninggalkan rumah, menuju ke wilayah kota, untuk sekedar mencari makan malam berupa sate, sesuai rencana kami sebelumnya.

“Besok, sayang anterin ibu kerja atau ibu berangkat sendiri?” tanyaku saat kami telah memasuki area kota.

“Ibu mau saya anterin?”

“Kalo gak merepotkan, ibu maunya dianterin sayang, dijemput juga.”

“Kalo gitu, besok saya anterin bu. Gak merepotkan sama sekali kok. Pulangnya juga saya jemput.”

Aku mengangguk pelan, sambil memandang wajahnya dengan senyum.

Seperti biasanya, kami memilih sate samirono sebagai tempat makan malam. Warung sate yang telah terkenal karena menu khas sate ayam dan kambing ini selalu dipadati pengunjung setiap harinya.

Tepat saat kami tiba disana.

“Maaf mas, mbak, mejanya penuh.. tapi kalo mau nunggu sebentar, mungkin nanti ada yang kosong. Atau mau dibungkus aja?” tanya si pelayan pada Pram.

“Gimana bu, mau dibungkus aja? Atau nunggu sebentar?” tanya Pram padaku.

“Kita tunggu aja gapapa kok..”

Samirono, sebuah area dalam lingkaran kampus-kampus ternama di kota pelajar merupakan area padat penduduk. Kost-kostan dan warung makan banyak tersebar diwilayah ini, dan sudah dipastikan selalu ramai setiap harinya.

Kami menikmati suasana malam sambil menunggu meja untuk kami tempati.

“Disini rame banget. Kalo punya kost-kostan didaerah ini, lumayan buat penghasilan.” gumanku sambil memandangi hilir mudik kendaraan yang melintas.

“Iya bu, pasti lumayan. Tapi saya gak terlalu suka. Terlalu ramai. Saya suka kost ditempat ibu. Sepi, tenang banget.”

“Iya sih, tapi kan jauh dari kampus sayang..”

“Gapapa kok bu.. ada motor juga. Jadi gak masalah.”

Beberapa pengunjung lain yang datang setelah kami pun terpaksa ikut mengantri, menunggu meja kosong.

“Bu, saya beli air mineral dulu. Ibu tunggu disini ya.. gapapa?”

“Sekalian beliin ibu juga.” kataku.

Aku memandangi Pram sambil tersenyum saat ia melangkah pergi. Bayangan masa lalu pun kembali menghampiri pikiranku, ketika pertama kali melihatnya saat sedang mencari kost di rumahku. Aku sangat beruntung karena bisa mengenalnya, dekat dengannya, dan akhirnya menjadi wanita spesial dimatanya.

“Hey cantik.. sendirian aja?” sapa seorang pria membuyarkan lamunanku.

Aku tertugun sambil menoleh ke arahnya. Aku sama sekali tidak mengenal laki-laki itu.

“Maaf.. anda siapa?” tanyaku.

Lelaki itu hanya tersenyum, lalu menjuluran tangannya untuk bersalaman denganku.

“Hendra.” katanya kemudian sambil menjabat erat tanganku.

Aku terdiam dan segera menarik tanganku.

“Kita belum pernah kenal. Dan bukan teman juga.” sambungnya lagi.

'Laki-laki iseng.’ gumanku dalam hati.

Entah mengapa Pram pergi begitu lama. Aku mulai merasa tidak nyaman dengan kehadiran Hendra karena tatapannya yang seolah penuh nafsu, memandangi payudaraku, lekuk tubuhku.

Aku berusaha mengacuhkannya, namun ia kembali mengajakku berbincang-bincang.

“Kuliah dimana?” tanyanya.

“Saya udah lulus mas. Udah kerja.”

“Ooohhh.. maaf, saya kira masih kuliah. Abisnya kelihatan masih muda banget. Masih cantik.”

Gombbaaallll banget sih..!” kataku dalam hati.

“Sendirian aja? Lagi ngantri pesan sate?”

Karena sedang berbicara dengannya, aku tak menyadari kehadiran Pram disampingku. Secara spontan aku segera menggengam erat jemarinya.

“Iya, lagi ngantri nunggu meja kosong. Kita mau makan. Kenalin mas, ini suami saya.” kataku dengan wajah berseri.

Aku bisa melihat raut wajah hendra berubah drastis setelah melihat Pram disisiku.

“Hendra.” gumannya.

“Pram.” jawab lelakiku sambil menjabat tangannya.

Pasca kedatangan Pram, Hendra pun pamit, sedikit bergeser menjauh sambil menunggu pesanan makanannya.

“Temen ibu?” tanya Pram.

“Bukan. Ibu gak kenal.”

Pram tersenyum, lantas menyerahkan sebotol air mineral padaku.

“Pasti cowok iseng..” gumannya pelan sambil meneguk air mineral.

“Iya.. dateng-dateng manggil ibu ‘hey cantik’ trus kenalan.” gerutuku.

Pram tertawa pelan sambil meremas jemariku.

“Masih gak percaya kalo saya bilang ibu cantik? Ibu seksi?” tanyanya dengan berbisik.

Aku tersenyum sambil menundukkan wajah.

“Iya.. tapi yang bilang kayak gitu cuman kamu aja. Yang lain laki-laki gak jelas. Cowok mata keranjang. Pasti maunya cuman ngentot doang.”

Pram kembali tertawa, sementara pandangannya mengawasi para pengunjung didalam warung, sekedar melihat-lihat sekiranya ada meja yang hendak ditinggalkan oleh para pengungjung lainnya.

“Pantat ibu menggoda. Pasti tadi dia iseng karena lihat bodi ibu. Pakaian ibu kan ketat banget.” kata Pram lagi.

Aku menoleh ke belakang, dan melihat pinggulku. Pram benar. Baju panjang yang kukenakan memang cukup ketat, membentuk tubuhku, bahkan bulatan kedua belah pantatku tercetak jelas, apalagi aku mengenakan G-string sebagai celana dalam.

“Dasar buaya..” gumanku pelan lalu menegguk air mineral pemberian Pram.

Hanya beberapa saat kemudian, si pelayan warung tersebut mempersilahkan aku dan Pram untuk menempati sebuah meja kosong yang ada.

“Sate kambing dua ya mas. Es jeruk dua.” kata Pram pada si pelayan saat kami telah duduk.

Sesekali aku menangkap basah hendra sedang menatapku dari luar warung, namun aku mengabaikannya, berpura-pura tidak melihatnya. Beberapa pengunjung laki-laki lain duduk dimeja lain, dihadapanku pun melakukan hal yang sama, memandangi lekuk payudaraku. Tatapan liar seolah menelanjangiku itu sedikit banyak membuatku percaya pada apa yang dikatakan oleh lelakiku, bahwa aku masih cukup menarik bagi laki-laki lain.

“Besok jadi ketemuan sama Nina?” tanyaku.

“Harus jadi bu, biar bisa kirim uang secepatnya untuk keluarga Galang.”

“Untuk uang bulanan Galang, gimana?” tanyaku.

“Nanti kita diakusikan juga sama yang lain bu. Sebaiknya sih semua lewat Nina. Kalo sama Nina, Galang gak sungkan. Beda dengan saya atau lainnya.”

Hampir limabelas menit kemudian, sate pesanan kami pun telah tersaji.

“Mas, tambah sate ayam satu porsi ya, gak pakai lontong.” kataku saat si pelayan hendak melangkah pergi.

“Iya mbak.. sebentar ya..” jawabnya.

Pram nampak terkejut, lalu tersenyum.

“Doyan apa laper?” tanyanya.

“Ibu laper banget.” kataku pelan.

“Iya.. tadi kan udah kerja keras.” gumannya.

Aku tertawa pelan, dan dibawah meja menendang kakinya dengan pelan.

“Ngomong-ngomong, kalo uang bulanan saya kasih tiap minggu aja gimana bu? Menurut ibu gimana?”

“Bisa juga begitu, tapi temen-temen yang lain gimana? Mereka setuju apa enggak. Sebaiknya kita bicarakan lagi bareng mereka.”

Sejenak aku kami terdiam, menikmati makan malam dalam diam ditengah keramaian para pengunjung lain yang sedang bercengkrama, berbincang-bincang disekeliling kami.

Hanya dalam waktu singkat, tak sampai duapuluh menit, satu porsi sate kambing bagianku ludes. Rasa lapar yang mendera sedikit terobati setelah melahap satu porsi sate.

“Sayang mau?” tanyaku sambil menawarkan sate ayam yang masih utuh dihadapan kami.

Pram menggelengkan kepala.

“Buat ibu aja. Saya udah kenyang bu.”

Tanpa basa-basi, aku kembali menyatap satu porsi sate ayam. Beberapa pengunjung yang duduk didepanku sesekali memandangiku. Mungkin saja mereka merasa heran dan takjub karena aku melahap dua porsi sate sekaligus. Aku tak perduli dengan hal itu karena benar-benar merasa lapar.

Pram telah selesai menyantap bagiannya dan ikut memandangiku. Sesekali ia tersenyum ke arahku.

“Kenapa? Kok senyum-senyum?” tanyaku.

“Ibu bener-bener laper ya?”

“Ini masih ada lontong bu, saya udah kenyang. Mau..??”

Aku mengangguk pelan sambil terus mengunyah makanan tersebut. Tak berapa lama kemudian sate ayam itu ludes, ditambah beberapa potong lontong sisa milik Pram.

“Hhmmmmm…. Legaaaaa… kenyang banget.” gumanku setelah meneguk es jeruk.

“Masih mau nambah lagi?” tanya pram.

“Enggak.. kenyang banget.”

Hampir setengah jam setelahnya, kami duduk bersantai disana hingga akhirnya pergi meninggalkan warung tersebut.

“Gimana? Menurut sayang ibu pantes gak kalo pakai pakaian ini untuk kerja?”

“Bagus kok bu, pantes banget. Ibu kelihatan anggun, cantik.” jawabnya sambil mengendalikan stir mobil.

“Gak terlalu ketat? Terlalu seksi?”

“Iya sih, agak ketat bu, tapi masih dalam batas wajar kok. Kelihatan seksi, tapi bukan murahan.”

Aku bergeser mendekat ke arahnya, lantas mengecup pipinya. Kusandarkan kepala dibahunya dan ikut memandang kedepan, melihat kendaran yang padat, memenuhi jalan-jalan yang kami lalui. Kedua tanganku melingkar di pinggangnya dengan mesra dan sesekali ia mengecup kepalaku yang tertutupi jilbab.

“Tadi ibu ngenalin saya ke cowok itu sebagai suami ibu. Ibu gak malu??” tanya Pram memecah keheningan.

“Enggak dong sayang. Justru ibu senang, ibu bangga kalo seandainya punya suami seperti kamu.”

“Pasti cowok itu iri sama saya.” balasnya.

Aku tertawa pelan sambil mempererat pelukanku.

“Ibu gak ngabarin bapak ibu dirumah kalo ibu udah dapet kerja?”

“Nanti aja sayang, hari minggu kan kita pulang.”

Kesunyian kembali melingkupi kami, dan aku kembali terlarut dalam duniaku, menikmati kebersamaan dengannya.

Aku tak memungkiri bahwa sesungguhnya aku telah menambatkan harapan cintaku sepenuhnya pada Pram. Aku berharap, ia adalah pendamping hidupku kelak.

Aku telah menemukan kebahagiaan, menemukan kenyamanan bersamanya. Putri kecilku pun sepertinya merasakan hal yang sama denganku, begitu juga dengan kedua orangtuaku.

Semua berjalan dengan baik dan apa yang ada diantara kami bukan hanya tentang sekedar seks. Dimataku, hubungan ini jauh lebih besar, jauh lebih kompleks daripada yang terlihat. Tautan dua hati kami semakin erat, dan aku yakin, Pram, lelakiku pun merasakan hal yang sama.

Perhatian dan kasih sayangnya terhadap Nova adalah sebuah hal benar-benar membahagiakanku, membuatku luluh dan semakin mencintainya. Nova bukanlah darah dagingnya, namun ia memperlakukannya dengan sebagaimana mestinya.

Aku yakin, ia melakukannya bukan hanya sekedar untuk menyenangkanku, tetapi ia melakukannya berdasarkan ketulusan, dari lubuk hati. Tak sedikitpun aku meragukan kebaikan hatinya.

♡♡♡ bersambung ♡♡♡

Part 4 akan rilis dalam beberapa jam

kedepan Terima kasih :rose:
 
Damn....
3 hari gw marathon baca cerita ini, dari page 1 sampe page terakhir (page 50), bener bener dibikin kayak roller coaster emosi gw...
Senyum2 sendiri pas Pram dan Bu Rindi lagi kasmaran dan bahagia... Pengen nangis terharu pas Bu Rindi sedang sedih... dan yang pasti, jadi ikutan sange pas baca sex scene...
Gw gamau komentar soal alur cerita, konflik atau apapun itu...

Keep up the good job Sist @merah delima

I will stay tune to wait the next part...
Wwoww.. suatu kehormatan buat aku yang masih bau bawang karena dikunjungin sesepuh dimari.

Makasih buat supportnya ya bang :ampun:

Moga bisa terhibur dan gak mengecewakan :ampun:

thanks a lot bang :rose:
 
Halah bohong :|

Mau baca ulang capek ngslide ini
Ett dah.. ngapain baca ulang sih bang? Pan g ada ujian.. jadi gak perlu baca-baca lagi.. mwahahahahahah...

Sebenernya aku g mau buat index karena sedikit bagian kisah ini aku edit berdasarkan kritik dan saran dari reader yang ikutan ngereply. Jadi kalo jeli dan rajin baca reply, kayaknya sih bisa paham sama alur yang terbentuk.

Garis besarnya sih gak berubah, cuman tambahan improvisasi, editing alur dan scene berkat saran dari reader..

Gitu ya bang...

Pisssss... jan marah bang, ntar tekanannya naek, mwahahahahaha
...
 
Part 2



Rindiani


Layaknya wanita dewasa pada umumnya yang selalu memiliki hasrat untuk dipuaskan, aku pun merasakan hal yang sama. Entah bagaimana cara mereka menuntaskan hasrat tersebut, atau bagaimana mereka memuaskan birahinya, aku pun tak tahu.

Dalam duniaku, aku cukup beruntung karena dipertemukan dengan lelakiku, Pram. Ia membuatku tergila-gila pada kemampuan dan kepintarannya dalam memuaskan birahiku. Ia mampu mengeluarkan sisi liarku, sisi nakal yang selama ini tak pernah terjamah, bahkan oleh suamiku sendiri.

Disisi lain, ia pun mampu mengendalikanku, mencegahku, membimbingku untuk tidak jatuh dan tenggelam dalam kubangan nafsu seks belaka.

===

Setelah puas melahap leherku dan meninggalkan jejak kemerhan disana, perlahan ia menunduk, menghisap kedua putingku dengan sedikit keras hingga tubuhku kembali menggelinjang hebat.

Perbuatannya itu membuatku semakin tenggelam dalam dunia kenikmatan, apalagi dibagian pangkal pahaku, kedua jarinya masih setia mengocok liang kenikmatanku.

Suara kecipak benturan antara telapak tangannya dengan permukaan kemaluanku yang basah mengalun konsisten, seirama dengan kecepatan tusukannya yang semakin lama semakin cepat.

Sekuat tenaga, aku berusaha untuk menahan beban tubuhku sendiri karena lututku mulai goyah. Pram tidak memperdulikannya, ia sama sekali mengacuhkan kondisiku yang mulai kehilangan daya untuk mengimbangi permainannya.

Akhirnya, ia bersimpuh dihadapanku dan perlahan menarik keluar tangannya dari liang vaginaku.

“Jilatin..” pintaku, karena kurasakan gelombang birahiku tengah menanjak, aku hampir meraih orgasmeku yang pertama.

Pram segera mendekatkan wajahnya ke arah pangkal pahaku setelah sebelumnya menuntun kedua kakiku untuk terbuka sedikit lebih lebar.

Dengan satu sapuan lidah, ditelusurinya kemaluanku, mulai dari bagian terbawah hingga kebagian atas, clirorisku.

Sekali lagi, sekujur tubuhku merinding melihat kepiawaiannya dalam mempermainkan vaginaku. Kerongkongannya bergerak-gerak, seperti sedang menelan sesuatu. Aku sangat yakin, lelakiku sedang melahap, menelan cairan yang keluar dari dalam tubuhku!

Hal itu membuatku semakin terbakar birahi dan dengan segera, aku kembali menjambak rambutnya lalu memaksakan wajahnya ke arah pangkal pahaku, sementara pinggulku bergerak maju, mengejar bibir dan lidahnya.

Pemandangan yang benar-benar panas dan sangat menggetarkanku saat melihat wajah lelakiku menempel erat diantara pangkal pahaku, nyaris tenggelam diantara kemaluanku.

Berkali-kali pinggulku bergerak tak beraturan, menggesekkan belahan vaginaku dengan mulutnya.

Tak sampai dua menit kemudian, aku telah benar-benar kehilangan tenaga, namun aku merasakan bahwa puncak orgasmeku semakin dekat karena otot-otot disekitar selangkanganku semakin mengencang. Cengkraman tanganku dikepalanya pun melemah sehingga Pram dapat dengan mudah melepaskan diri dan menjauhkan wajah dari kemaluanku.

Dengan tatapan sayu aku memandanginya, menatap wajahnya yang terlihat basah akibat bersentuhan dengan kemaluanku.

Pram, lelakiku tersenyum, sembari mengeluarkan jari dari liang vaginaku. Namun hanya sesaat saja, karena tak sampai satu detik kemudian, ia kembali mempermainkan vaginaku, mengocoknya kembali dengan tiga jari sekaligus!

Sontak saja perlakuannya itu membuat tubuhku tersentak, bahkan sekujur tubuhku kembali merinding karena hantaman gelombang kenikmatan yang besar.

Hanya beberapa saat setelah kocokan tiga jarinya, ledakan orgasme hebat pun terjadi, disertai keluarnya air seniku. Ia bahkan terus mengocoknya hingga air seni itu berhenti mengalir.


Sekali lagi, lantai kamarku basah oleh ulah kami.

Perlahan aku beringsut ke tepian ranjang dan langsung merebahkan tubuhku disana. Tulang-tulang terasa seperti menghilang dari tubuhku. Aku benar-benar kehabisan tenaga setelah merasakan orgasme yang Pram berikan.

Pram segera menyusul, dan ikut berbaring disampingku. Sambil mengusap pipinya, kumiringkan tubuh untuk menghadap ke arahnya. Lelakiku, tersenyum dan balas mengusap pipiku dengan lembut.

“Belum kena ini, udah lemes banget, sampe pipis lagi.” gumanku sambil menggengam batang penisnya.

Pram kembali menuntun tubuhku untuk naik keatasnya, menindih tubuhnya.

Kami kembali berciuman, saling melumat bibir dengan lembut dan penuh rasa. Kedua tangannya membelai rambutku, dan terus bergerak menelusuri punggung, hingga pantatku.

“Emang masih kuat?” tanyanya sambil meremas kedua belah pantatku.

Aku mengangguk pelan, lalu mengecup ujung hidunganya.

“Ibu kan belum di entot sayang.” balasku sambil mempermainkan putingnya dengan ujung jari.

"Ibu masih pengen ngerasain kontol sayang dimemek ibu." Bisikku manja sambil menyelipkan tangan diantara tubuh kami dan meremas lembut penisnya.

“Gilaa.. ibu kuat banget..”

Aku tersenyum, tertunduk malu diatas dadanya, sementara kedua tangannya yang perkasa terus saja meremas lembut pantatku.

“Abisnya enak sihhhh.. bikin nagih.. sayang pinter mainin memek ibu.”

Sambil menatapku dalam-dalam, ia mendekatkan wajah dan kembali melumat bibirku.

Sungguh, tak pernah bosan aku menikmati setiap perlakuannya padaku. Ia mampu membuaiku dengan sikapnya yang lembut, lalu berubah menjadi buas dan liar saat melakukan seks bersamaku, seiring dan sesuai dengan nafsu birahiku yang selalu menggebu.

Sambil saling melumat bibir, kami berguling diatas kasurku yang empuk hingga akhirnya posisi kami berganti, Pram menindihku.

Lumatan lembut bibirnya terasa berangsur kasar dan bernafsu. Pram kembali bersiap mengerjaiku.

Kedua sikunya menopang tubuh bagian atas dengan kedua telapak tangan menggapai payudaraku. Diremas, diusap, dan dipermainkannya kedua putingku yang telah mengeras sempurna, sementara ciuman dan jilatan lidahnya kembali menjalar, menghujani sekujur leherku.

Segera saja desahan kembali mengalun memecah keheningan senja dalam kamarku. Kuangkat kedua tangan dan meletakannya disisi kepala, dan kedua tungkai mengunci pinggangnya.

Pram begitu buas dan liar dalam aksinya, bahkan lidahnya terus menjalar hingga ke bahu, lalu turun mennelusuri ketiak dan kembali berbelok arah menuju ke payudaraku.

Tubuhku merinding, menggelinjang hebat akibat permainannya. Kedua tapak tangannya meremas kedua belah payudaraku dan akhirnya ia pun menghisap putingku dengan sangat kuat.

Hampir tiga menit lamanya, putingku menjadi bulan-bulanan mulutnya. Sedikit terasa perih saat ia menggigitnya, namun aku sangat menikmatinya. Pram benar-benar mampu mengobati kerinduanku akan persetubuhan yang panas membara.

Setelah puas menikmati payudara, lidahnya bergeser, merayap perlahan menelusuri permukaan kulitku menuju ke bagian perut. Terasa geli namun cukup memberi kenikmatan, apalagi kedua tangannya kembali aktif meremas dan mempermainkan kedua putingku.

Dibagian bawah, rangsangan yang aku terima membuat kemaluanku kembali basah. Cairan yang keluar dari kemaluanku mengalir perlahan, menelusi celah bibir vaginaku hingga kebagian pantat dan akhirnya membasahi kasurku.

Hanya beberapa saat kemudian, akhirnya lidah lelakiku sampai didepan kemaluanku, tepat dibagian atas clitoris. Pram bersimpuh dilantai, tepat di depan kedua pahaku yang telah terbuka lebar untuk menyambut permainan selanjutnya.

Ia memandangiku sejenak dengan senyum tersunging dibibirnya, sementara satu tangannya membelai kemaluanku dengan lembut.

“Jilatin lagi..”pintaku lirih sambil memandanginya dengan tatapan sayu sementara kedua tanganku membuka bibir kemaluanku sendiri.

Pram, lelakiku mengangguk lalu perlahan mendekatkan wajahnya.

Akhirnya, lidah yang hangat dan basah kembali memanjakanku. Ditelusurinya belahan vaginaku, mulai dari atas hingga ke bagian terbawah. Ia bahkan menuntun kedua kakiku untuk terangkat ke udara hingga belahan pantatku terekspose. Lidahnya terus bergerak, menari liar, menyapu seluruh bagiannya hingga kebelahan pantatku.

Permukaan liang anusku pun tak luput dari jilatannya. Ia membuat tubuhku semakin tak berdaya saat dengan panasnya, lidahnya menari tepat dipermukaan liang tersebut, bahkan sesekali lidahnya menjulur, berusaha menerobos anusku yang secara refleks tertutup rapat akibat permainan lidahnya.

Tubuhku kembali bergetar, menggelinjang hebat karena permainannya. Ia bahkan harus menahan pinggulku agar mampu tetap mengerjaiku.

Sekuat tenaga kuremas speri disekitarku, dan mengigit bibirku sendiri demi menahan desahanku. Ingin rasanya aku merintih sekencang-kencangnya, berteriak keras, karena gelombang kenikmatan yang menghempasku.

“Prraammmm… saayaaaanngggg…” gumanku sambil berusaha mencengkram kepalanya, menjambaknya.

Pram mengacuhkanku, lantas kembali mengerjai kemaluanku, sementara satu jarinya mulai beraksi, menggantikan lidahnya dan mengerjai permukaan liang anusku.

Mendapat kenikmatan ganda membuat tubuhku bersiap untuk menyongsong orgasme yang kedua, dan aku yakin, kali ini akan lebih hebat dan panas dari sebelumnya.

Hanya sesaat jarinya mengusap belahan pantatku, permukaan liang anusku, lalu mulai menekannya perlahan, berusaha memasukinya.

Nafasku tercekat dan jantungku berdebar kencang karena inilah pertama kalinya aku mengalaminya, merasakannya.

“Saaayaanngggg…” teriakku pelan saat secara sadar mulai mengendurkan otot yang mengunci liang anusku.

Ditengah kenikmatan akibat hisapannya di clitorisku, Pram mulai menusukkan jarinya kedalam liang anusku. Hanya sedikit bagiannya yang masuk kesana, namun sangat cukup untuk membuatku berteriak pelan, dan secara refleks kembali mengencangkan otot sfingter hingga jarinya terjepit erat.

Aku belum terbiasa dengan permainan baru yang diperkenalkan Pram, dan sepertinya Pram pun mengira aku tak nyaman dengan hal itu sehingga ia segera menarik keluar jarinya.

Sebuah pengalaman baru yang cukup menggetarkan, sangat membuatku penasaran dengan sensasinya.

Hanya berselang beberapa detik kemudian, lelakiku berhasil membuatku kembali merasakan orgasme saat ia kembali mengocok liang vaginaku dengan dua jarinya sambil mempermainkan lubang kencingku dengan ujung lidahnya.

Geli bercampur nikmat segera menjalar ke seluruh tubuhku diiringi keluarnya air seni dan cairan orgasme dari tubuhku.

Tubuhku kembali menggelinjang, walaupun tak sehebat orgasme pertama karena telah kehabisan tenaga.

Hampir satu menit berlau, Pram segera menarik wajahnya dari pangkal pahaku, begitu pula dengan jemarinya, lalu memandangi kemaluanku.

Disaat bersamaan, pandanganku pun tertuju pada kemaluanku sendiri, melihatnya mengeluarkan cairan kenikmatan yang jumlahnya tak sebanyak seperti orgasme pertama.

“Masih mau diperkosa?” tanya lelakiku sambil kembali menindih tubuhku. Aku mengangguk pelan, lalu melumat bibirnya dengan lembut sambil mengusap wajahnya.

"Pokoknya kalo ibu belum ngerasain kontol sayang, ibu gak bakal berhenti." bisikku.

Pram kembali menindihku, sementara satu tangannya mengarahkan penisnya ke pangkal pahaku.

"Beneran masih mau??" tanyanya sambil menggodaku dengan menggesekkan ujung kemaluannya diantara bibir vaginaku.

Tentu saja aku langsung menganggukkan kepala sambil tersenyum, karena aku sangat menginginkannya.

“Kita mandi dulu, makan malam. Kita lanjutin nanti malam” jawabnya kemudian.

Aku tertawa keras sambil menutup wajah dengan kedua tanganku.

"Sayang jahaattttt...." gumanku lalu kembali tertawa.

Pram pun ikut tertawa bersamaku, lalu merebahkan tubuh disampingku.

"Nanti kita lanjutkan. Nanti malam. Sekarang mandi dulu ya bu.."

“Mandiinnn…” rengekku manja sambil mengunci pinggangnya dengan kedua kakiku karena ia kembali menindihku.

Pram tersenyum, mengecup keningku, lantas merebahkan kepalanya didadaku.

Tak ada perbincangan atau sekedar kata-kata, kami hanya menikmati waktu dalam diam, menikmati gerimis senja hari hingga bermenit-menit lamanya. Pun saat dikamar mandi, Pram memenuhi janjinya dengan memandikanku, membantuku saat mengeringkan tubuh dengan handuk.

“Malam ini, ibu pengen coba pakai pakaian kantoran.” gumanku sambil membuka pintu lemari dan melihat koleksi pakaianku.

“Iya, boleh. Sekalian lihat mana yang cocok buat kerja.”

Pilihanku jatuh pada baju terusan panjang berwarna hitam yang press body, lumayan ketat sehingga membentuk siluet tubuhku.

“Cantik dan elegan..” guman Pram saat aku mencoba mengenakannya.

“Celana dalamnya harus ganti bu, itu kelihatan banget, nyeplak baget.” sambungnya.

Aku segera beranjak kedepan cermin dan melihat bagian belakang tubuhku.

“Iyaaa.. nyeplak banget..” gumanku sambil berusaha membenahi cela dalam itu dari luar baju.

“Abisnya pantatnya kegedean..” sambungku.

Pram tertawa, lalu menghampiriku, memelukku.

“Tapi seksi.. montok.” katanya sambil menjulurkan kedua tangan kebelakang tubuhku dan meremas lembut kedua belah pantatku.

“Seksi gimana? Ini pantat perempuan udah punya anak kok..”

“Yang kayak gini kalo main pakai gaya doggie pasti lebih enak.” jawabnya.

“Sayang suka pakai gaya itu?”

Pram mengangguk, lalu mengecup pipiku.

“Ibu juga suka.. tadi pas sayang masukin jarinya ke pantat ibu rasanya enaaaakkkk banget..pokonya rasanya gimanaaaaa gituu.”

“Sayang gak jijik?” tanyaku.

“Enggak.. saya gak jijik kok bu.. yang penting ibu senang, ibu nyaman.”

Mendengar jawaban itu, aku kembali melumat bibirnya dwngan mesra.

“Ibu juga suka pas sayang jilatin pantat ibu. Enak banget..” kataku lagi.

“Tapi sayang.. pantat ibu gak seseksi cewek-cewek dikampusmu.”

Pram kembali tersenyum, sementara kedua tangannya terus saja meremas pantatku, membuatku kembali bergairah, apalagi ia memelukku dalam keadaan telanjang. Penisnya mengeras sempurna dan menepel erat tepat didepan kemaluanku.

“Tapi tetap menggoda..” bisiknya lembut.

Pram menuntun tubuhku untuk berputar, berbalik arah, menghadap cermin didepanku.

Sejenak, dibenahinya rambut yang tergerai di bahuku dengan menyingkirkannya ke sisi yang lain. Dengan lembut dikecupnya leherku berkali, sementara kedua tangannya menarik ujung baju panjangku dengan perlahan hingga ke bagian pinggang.

Segera kuarahkan kedua tangan ke belakang dan merangkul lehernya, sementara kecupan-kecupan terus menghujani sekujur leherku.

Sesaat setelah pangkal pahaku tersingkap, ia langsung mengusap vaginaku, membelainnya melalui permukaan celana dalam yang masih terpasang disana.

Satu tangannya bergerak naik, menelusuri perutku hingga akhirnya menyentuh bra yang menutupi payudaraku.

Sekali lagi, ia mulai mengerjai dadaku dengan meremas, dan mempermainkan kedua putingku secara bergantian, setelah sebelumnya menyelipkan tangan kedalam bra.

Aku tak menolak, maupun berusaha mencegahnya ketika Pram mulai menurunkan celana dalamku, karena walaupun ia telah membuatku orgasme dalam permainan sebelum mandi, aku masih sangat menginginkannya untuk menyetubuhiku. Aku ingin penisnya memasuki vaginaku, memuaskanku dengan buas dan beringas.

Sebagai balasan, untuk mengimbangi permainannya, kuselipan satu tanganku diantara himpitan tubuh kami dan kembali meremas penisnya.

Tindakanku membuat Pram semakin bernafsu dalam mencumbuku. Ia meghisap kulit leherku berkali-kali, hingga meninggalkan jejak kemerahan.

Setelah puas menikmati leher, ia membuka risleting baju yang terletak disepanjang punggungku, lalu melucutinya.

Tak lama berselang, giliran bra yang menutupi payudaraku pun dilepaskannya hingga aku kembali telanjang sepenuhnya dalam dekapannya.

Melalui pantulan cermin dihadapanku, aku menyaksikan dan menikmati kedua tangan lelakiku yang dengan lincah menggerayangiku, mempermainkan titik-titik sensitiv tubuhku dengan liar.

Pram dan aku kembali bergairah sepenuhnya, tubuh kami pun kembali berkeringat karena panasnya permainan dan penuh gelora.

Sesekali Pram mengigit bahuku dengan pelan sembari mencubit kedua putingku hingga membuatku menjerit dan menggelinjang. Terasa sedikit sakit, namun aku sangat menyukainya, sangat menikmatinya.

Bibir dan lidahnya terus bergerak, menelusuri punggungku, seiring dengan posisi tubuhnya yang semakin menunduk, hingga akhirnya ia bersimpuh dibelakangku, tepat didepan pantatku.

Dari sela pahaku, aku bisa melihat Pram perlahan mendekatkan wajahnya, hingga akhirnya kurasakan sebuah kecupan mendarat di pantatku.

Hanya sesaat kemudian, tangannya mulai kembali beraksi, meremas lembut pantatku, dan terus bergerak hingga akhirnya terus merayao ke bagian kemaluanku.

Aku kembali terbuai dan segera membuka lebar kedua pahaku sembari membungkuk, dengan kedua tangan bertumpu pada tepian meja rias.

Diantara kedua paha, lidah lelakiku kembali beraksi, menjilati paha bagian dalam, hingga kemaluanku. Hampir lima menit lamanya aku menikmati panasnya permainan lidah Pram, mulai dari kemaluan hingga keseluruh bagian pantatku.

Entah mengapa, hari ini aku merasa Pram sangat bernafsu, dan mau melayani keinginanku.

Akhirnya Pram kembali berdiri, sambil terus menghujani punggungku dengan kecupan-kecupannya hingga ke bagian leher. Disaat bersamaan, tangannya yang kekar kembali menjamah bagian bawah tubuhku, meremas kedua belah pantatku dengan sedikit keras, menelusuri belahannya hingga ke bagian kemaluanku.

Benar-benar menyenangkan dan membuatku sangat bernafsu. Caranya menjamahku, menikmati tubuhku, sungguh membuatku terbuai dan semakin haus akan sentuhannya.

Ditengah jilatannya pada leherku, satu jemarinya kembali menyeruak masuk kedalam liang kemaluanku. Ia kembali mengocok vaginaku hingga beberapa saat lalu mengeluarkan jari itu dan bergerak menuju ke permukaan liang anusku.

Disana, Pram kembali berusaha menusukkan jarinya, dan tanpa kesulitan, akhirnya ia berhasil menembusnya. Aku mendesah sejadi-jadinya, pinggulku bergerak mundur, mendesak ke arahnya agar jari itu masuk lebih dalam, namun, hanya sesaat kemudian, Pram kembali menarik jarinya, dan memasukkannya lagi kedalam liang vaginaku.

Aku seperti sedang merasakan penetrasi ganda, dimana kedua liang kenikmatan itu sedang dikerjai disaat bersamaan. Pram, lelakiku, telah mewujudkan salah satu fantasiku.

“Jilatin lagi..” bisikku sambil merangkul lehernya.

Pram tersenyum, lantas melumat bibirku dengan lembut. Satu tangannya membuka laci meja riasku, dan meraih baby oil yang biasa kugunakan untuk memijet tubuhku sendiri.

Dituangkannya minyak tersebut di pinggangku, dan dengan segera mengalir membasahi sekujur pantatku.

Pram menolak permintaanku, namun menggantinya dengan sesuatu yang lebih hebat dan besar sensasinya.

Segera setelahnya, kedua tangannya yang kekar kembali meremas pantatku, mengusapnya hingga ke bagian kemaluanku. Basah dan licin karena minyak tersebut cukup menimbulkan kenikmatan yang hebat buatku. Dan sensasi itu semakin bertambah ketika ia mulai mempermainkan permukaan liang anusku.

Geli bercampur nikmat segera merayap, merasuki tubuhku, membuatku merinding dan semakin bernafsu. Aku ingin merasakan penis lelakiku memasuki liang anusku. Aku ingin merasakan seks anal, seperti yang pernah diceritakan oleh Nina.

Segera kembali kurangkul lehernya, lalu melumat bibirnya dengan kasar. Vaginaku berdenyut-denyut, kedua putingku mengeras sempurna, aku siap untuk bersetubuh dengannya, dan rasanya sudah tak sabar lagi untuk melakukannya.

Setelah puas melahap bibirnya, kutuangkan baby oil ke tanganku dan menjulurkannya ke arah belakang, melumuri penisnya dengan minyak tersebut.

Pram lelakiku medesah, mengerang pelan saat aku mulai mengocok penisnya dengan pelan.

Dengan kasar dipegangnya pipiku, lalu melumat bibirku dengan penuh nafsu, sementara dibelahan pantatku, satu jarinya kembali menyerbu masuk liang anusku.

Kecupan-kecupan dan jilatan di leher, putingku yang menjadi bulan-bulanan jemarinya, dan tusukan di liang anus itu akhirnya menghantarkan orgasme ketiga untukku, bahkan air seni kembali mengalir keluar dari vaginaku.

Lutut dan pahaku gemetar menahan hebatnya orgasme tersebut, bahkan Pram pun harus memelukku dengan sangat erat untuk menahan gelinjang liar tubuhku.

Nafasku tersengal, memburu, seirama dengan detak jantungku yang berdegup keras.

Pasca orgasme, Pram memelukku dengan sangat erat. Aku berbalik, dan balas memeluknya sambil mengecup keningnya, begitu juga dengannya.

Dan hampir empat kemudian kami larut dalam pelukan hangat, tanpa sepatah kata pun.

Setelah tiga kali orgasme, apakah aku telah terpuaskan? Tidak, tidak sama sekali. Rasa penasaran terhadap seks anal maaih menggelayut manja dalam benakku, apalagi aku belum merasakan penisnya yang perkasa menghujam liang kenikmatanku. Aku masih bernafsu, masih ingin melanjutkan permainan panas ini, bahkan hingga esok hari.

Rasa lelah disekujur tungkai akhirnya memaksaku untuk duduk dikursi, didepan meja riasku. Sekali lagi Pram mengecup kepalaku, lalu memegang pangkal penisnya dan mengarahkannya ke mulutku.

Pram telah mengenalku dengan sangat baik, sehingga ia iahu apa yang kuinginkan. Dan untuk saat ini, aku ingin merasakan nikmat kemaluannya dalam mulutku.

Sambil mengocok penisnya, aku menengadahkan wajah dan tersenyum, menatap matanya dan mendekatkan wajahku perlahan ke arah kemaluannya.

Dan ketika ujung lidahku menyentuh ujung penisnya, perlahan ia memejamkan mata, seolah sedang meresapi, menikmati sentuhan lembut lidahku.

Tanpa membuang waktu lagi, segera kumasukan kepala penisnya kedalam mulutku dan mulai menghisapnya lembut, sementara bagian batangnya kukocok pelan.

Lagi-lagi, lelakiku mendesah dan mulai menggerakkan pinggulnya. Memandang ekspresi wajah dan gerak-gerik tubuhnya membuatku semakin bernafasu dan bersemangat untuk mengerjai kemaluannya dengan lebih.

Hisapan dan jilatan silih berganti memanjakan kemaluannya, dan aku sangat menikmatinya, sangat menyukainya. Bahkan lidahku menari liar, menjilati seluruh bagian zakarnya sementara tanganku dengan lincah terus mengocok bagian batang penisnya.

Tak butuh waktu lama baginya untuk meminta sesuatu yang lebih, sesuatu yang sangat ia sukai, yaitu deepthroat.

Pram kembali memegang pangkal penisnya dan mengarahkannya ke mulutku saat aku sedang menikmati zakarnya. Tentu saja aku menerima permintaannya itu dengan senang hati.

Segera saja penis itu meluncur memasuki mulutku hingga ke bagian terjauh. Hampir lima detik lamanya aku menahannya didalam rongga mulutku.

Pram menahan nafasnya sambil memandangi panasnya permainanku. Dan ketika perlahan ia menarik keluar penisnya, ia pun kembali memejamkan mata, menikmati pijatan bibirku yang mencengkram erat batang penisnya.

Berkali-kali kami mengulanginya hingga air liurku menetes, membasahi dadaku. Pram terlena dan terbuai sehingga pinggulnya terus bergerak pelan, menyetubuhi mulutku.

Sebelum aku mengakhirinya, kucengkram erat pinggulnya dan menahan penisnya lebih lama dalam mulutku.

Lututnya bergetar, dan perlahan menghembuskan nafas panjang ketika akhirnya aku menuntun pinggulnya bergerak mundur, mengeluarkan penisnya dari mulutku.

Sambil mengocok penisnya, aku kembali memandang wajahnya. Pram membalas dengan membelai lembut kepalaku.

Ada rasa bangga dan bahagia melihat ia begitu menikmati permainanku, begitu terbuai dan terlena dengan pelayanan seks yang kuberikan.

Aku sedang hendak berdiri, namun Pram mencegahku sengan menahan pundakku. Ia ingin agar aku tetap duduk dikursi tersebut.

“Lagi..??” tanyaku sambil mengocok pelan penisnya.

Pram mengangguk pelan, dan akhirnya aku kembali mengerjai kemaluannya. Ia kembali menggoyang pinggulnya, menyetubuhi rongga mukutku dengan penuh nafsu.

Sedikit lebih kasar dan menusuk lebih dalam hingga aku nyaris tersedak, namun aku sangat menyukainya, sangat menikmati. Ia bahkan menjambak rambutku dengan kasar, dan caranya itu berhasil membakar birahiku.

Hampir lima menit berlalu dan Pram pun perlahan menarik penisnya dari mulutku. Air liur segera mengalir keluar melalui celah bibirku, menetes membasahi dadaku.

Hal serupa pun terjadi pada kemaluannya, basah dan licin karena dilumuri oleh air liurku.

Segera setelah penisnya terbebas dari cengkraman bibirku, aku segera berdiri dan kembali membelakanginya.

Kutuangkan baby oil itu ke tanganku dan kembali melumuri pantatku. Satu tanganku menapak diatas meja, sementara satu tangan lainnya menggengam erat penisnya dan menuntunnya untuk memasuki tubuhku.

Nafasku semakin memburu, dan jantungku kembali berdebar. Rasa penasaran yang menggantung dalam benakku akan segera terjawab.

Aku menoleh kesamping dan kembali melumat lembut bibir lelakiku, sementara dibawah, aku telah berhasil menuntun penisnya menuju kedepan liang kenikmatanku.

♡♡♡ bersambung ♡♡♡

Part 3 akan rilis dalam beberapa jam kedepan


Terima kasih :rose:
Mantap banget .....
 
maraton bacanya,banyak belajar dr Pram bagaimana cara membahagiakan pasangan,terimakasih MERAH DELIMA .dg senang hati menunggu kelanjutannya.
semoga cepat update :semangat:
 
Bimabet
Aduh mbk rin gimana kamu kedepan nya nanti akan kah ada pria lain yg ikut menikmati mu selain pram,jadi makin ga sabar nungguin update nya teruss,
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd