Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Suhu langsung update hamil nya bi narsih donk kalo bisa bi narsih nya hamil kembar biar makin gede tuh perut, lilis dan ningsih jg, gmn kbar kehamilan mereka.
 
Kalau cerita pasti ada tamatnya..tp kl dipaksakan tamat jd gimana gitu.. Biarlah berakhir seperti air mengalir.... #sedih
 
Jangan dipendekin, kalo bisa dikembangkan lagi.
terus terang ini menarik sekali, rada berbau gaib.
Dan satu lagi tiap baca updatenya yg dibawah mekar kaga pernah kuncup
ha ha ha semangat Om
 
Up.
Up..
Up...
Up....
Up.....
Up......
Up.......
Up........
Up.........
Up..........
 
Bab 39 : Duel Sengit dengan Jago dari Cirebon


"Ratna, ada apa?" tanyaku khawatir dengan keadaan Ratna yang menurut cerita Anis adalah adikku.

"Mamah A, mamah mau nikah lagi.!" kata Ratna sambil terus menangis. Huf, kirain aku ada masalah apa. Cuma masalah mamanya mau nikah lagi nangisnya seperti apa tau.

"Kirain Aa ada, apa. Trus sekarang kamu mau ke mana?" tanyaku was was melihat Ratna membawa tas besar yang aku yakin berisi pakaian.

"Ratna mau kabur ke rumah Uwa di Loji." kata Ratna.

"Hush, jangan gitu. Kita makan bakso dulu sambil ngobrol ya!" ajakku.

Ratna setuju dan kami masuk warung bakso yang ada tidak jauh dari tempat kami berdiri. Aku memesan bakso dan kopi hitam sedangkan Ratna memesan bakso dan es teh manis.

Aku memperhatika wajah Ratna mencari kemiripan dengan wajahku sendiri. Wajahnya lebih mirip Anis dan aku tidak menemukan kemiripan dengan wajahku, mungkin karna dia wanita. Entahlah.

"Kenapa kabur dari rumah kalau sekedar mamah kamu mau nikah lagi?" tanyaku heran dengan kelakuan ABG labil ini.

"Mamah mau nikah lagi Ratna gak keberatan, cuma....!" Ratna terdiam tidak meneruakan perkataannya.

"Cuma apa?" tanyaku penasaran.

"Mamah nyuruh Ratna ngelayanin leleki buat bayar, utang." Ratna menunduk menyembunyikan wajahnya yang berurai air mata.

Gila, benar benar gila si Anis mau jual anaknya. Aku shock mendengar pengakuan Ratna. Apa ada ibu yang seperti itu? Apa motivasi di balik semua ini? Mungkin kalau bukan Eatna, persoalannya akan menjadi lain dan kesannya akan biasa saja. Tapi ini menyangkut Ratna yang menurut pengakuan Anis adalah adikku, anak ayahku.

"Kamu serius?" tanyaku memastikan apa yang kudengar barusan. Bisa saja aku salah dengar. Ratna hanya mengangguk sebagai jawaban.

Aku masih muda untuk mengambil keputusan, tetapi aku dipaksa untuk mengambil keputusan menyelamatkan adikku. Atau mungkin bisa saja bukan adikku. Aku harus menemui Anis sekarang dan menanyakan kebenarannya.

Tapi kalau aku ke rumah Anis sekarang, lalu bagaimana dengan Ratna? Ini buah simalakama. Tapi aku harus mengambil keputusan cepat. Saat aku sedang berpikir keras, aku melihat Anis turun dari mobil angkutan umum. Sebuah kebetulan yang tidak aku sangka sangka. Dan hal kebetulan pula dia menoleh kearah kami.

"Alhamdulillah, kamu ketemu di sini.!" seru Anis sambil memeluk Ratna. Aku menatap heran Anis yang juga seperti Ratna, dia membawa tas besar seperti akan bepergian jauh.

"Nis !" tegurku singkat.

"Jang, kamu kok bisa ada di sini?" tanya Anis, matanya terlihat was was, beberapa kali dia menoleh ke luar warung bakso melihat sekelilingnya seperti orang yang ketakutan dan merasa ada yang membututinya.

"Kamu juga mau pergi ke mana?" tanyaku berusaha mengirek keterangannya. Kulihat Ratna melepaskan diri dari rangkulan Anis.

"Jangan ngobrol di sini, kita nyari tempat aman " kata Anis semakin menguatkan dugaanku bahwa pasti telah terjadi dengan mereka berdua.

Aku segera membayar bakso dan minuman yang kami makan. Anis segera menuntun Ratna, tapi Ratna menepiskan tangan ibunya dan memegang tanganku seperti meminta perlindungan dariku.

Anis menyetop angkutan umum yang menuju Karawang Kota, aku memberi isyarat agar Ratna ikut naik baru kemudian setelah Ratna, aku naik. Sepanjang perjalanan menuju Karawang Kota, Anis tidak bicara sepatah katapun, hanya aku bisa melihat gerak geriknya yang gelisah dan seperti orang ketakutan.

Sampai Karawang Kota, Asih menarik tangan Ratna agar naik bis jurusan Cirebon. Dengan perasaan ragu aku ikut naik. Entah ke mana tujuan Anis. Tujuanku sekarang menjadi bercabang. Mengorek keterangan keterlibatan Anis dalam pembunuhan ayahku dan juga melindungi Ratna.

Kembali sepanjang perjalanan Anis diam, Ratna terus memegang tanganku meminta perlindungan. Entah ke mana tujuan Anis sebenarnya. Dia seperti sedang lari dari kejaran seseorang.

Setelah perjalanan yang cukup menegangkan, ahirnya kami sampai di tempat yang dituju Anis. Sebuah rumah besar yang berada di tengah pemukiman penduduk. Pekarangannya luas hanya berpagar bambu setinggi 1 meter. Di pagar ada plang bertuliskan Perguruan Silat xxxxx.

Anis mengucapkan salam di depan pintu yang terbuka, seseorang menjawab salamnya. Dari dalam keluar seorang wanita berusia 50 an yang terbelalak kegirangan melihat kehadiran kami.

"Anis?" teriak wanita itu yang langsung memeluk Anis. Mereka saling berpelukan seperti sudah lama tidak berjumpa. Setelah melepaskan pelukannya, wanita itu menatap Ratna.

"Wah Ratna, sekarang kamu sudah besar.!" serunya sambil memeluk Ratna dengan hangat. Wanita itu terbelalak mnyadari kehadiranku di belakang Ratna.

"Gobang ?" katanya tak percaya melihatku. "Eh, kamu bukan Gobang, kamu masih muda." kata wanita itu meralat ucapannya.

"Ini Ujang anaknya Kang Gobang." Anis menerangkan.

Kami lalu dipersilahkan masuk ke dalam rumah besar yang untuk ukuran desa bisa dibilang mewah. Rupanya pemilik rumah ini seorang guru silat yang disegani. Kami dibawa masuk ke ruang keluarga. Wanita itu pamit mau membuatkan minuman untuk kami.

"Jang, ibu ini namanya Bu Darsih, Bibi Anis yang dulu buka warung nasi di Jakarya tempat Anis kerja." kata Anis menerangkan. Pantas wanita ini mengenal ayahku.

Dari depan masuk seorang Pria berusia 60an, Anis dan Ratna mencium tangannya, aku ikut mencium tangan pria itu yang menatapku tajam.

"Kamu siapa? " tanya pria itu.

"Ini Ujang yang sudah menolong Anis dari Codet" Anis yang menjawab pertanyaan pria itu.

Pria itu beralih menatap Nis dengan penuh selidik. Berusaha membaca pikiran keponakannya yang seperti orang ketakutan. Lalu pandangannya beralih menatap Ratna yang tertunduk gelisah.

"Apa yang terjadi pada kalian?" tanya pria itu. Suaranya berat dan berwibawa.

Dari dapur ibu yang menyambut kami keluar membawa 2 gelas kopi dan dua gelas teh manis serta singkong rebus. Pria tua itu langsung mengambil gelas berisi kopi lalu meminumnya perlahan tanpa meniupnya terlebih dahulu.

"Anak buah Codet memaksa mau membawa Ratna, kalau tidak, Anis akan dibunuh." Anis menjawab dengan suara pelan nyaris tidak terdengar.

Pria itu yang sedang memegang gelas kopi terkejut mendengar apa yang dikatakan Anis. Lalu menjadi marah, tangannya mengepal gelas berisi kopi panas. Trak, gelas itu hancur dalam genggaman pria itu. Tenaga dalam yang hebat, pikirku takjub.

"Kurang ajar si codet, selalu nyari gara gara." ujar pria itu.

Bi Darsih melihat suaminya kena tumpahan beling dan air kopi panas segera mengambil sapu, kain pel dan serbet untuk memberihkan tupahan kopi dan pecahan beling.

"Sabar, pak. Ganti baju dulu sana." katanya. Kegarangan pria itu hilang, dia berjalan masuk kamar mengganti bajunya.

"Pamanmu kalau mendengar nama Codet pasti marah. Dia masih dendam dengan kematian adeknya dulu." kata Bi Darsih sambil membersihkan tumpahan kopi dan pecahan beling dibantu Ratna yang ringan tangan tanpa disuruh.

******

Malam ini aku terpaksa menginap di tempat Pak Shomad, suami Bi Darsih. Dia seorang guru silat yang berpengaruh di kampungnya. Lagi pula aku masih perlu penjelasan dari Anis apa yang sebenarnya terjadi, aku belum begitu paham.

Menurut keterangan Ratna dia mau dijual untuk bayar hutang. Dan mendengar apa yang dikatakan Anis kepada pamannya, Ratna mau diambil si Codet. Lalu, mana yang benar? Informasi yang aku terima hanya sampai di situ.

Lalu apa hubungannya Anis dan Codet selaama ini? Pamannya juga sepertinya sangat mengenal Codet, bahkan kata Bi Darsih Codet telah membunuh adiknya Pak Shomad. Kepalaku semakin pusing memikirkan semuanya.

Aku berusaha memejamkan mata di kamar yang disediakan untuk aku menginap. Sebenarnya aku ingin keluar kamar menghirup udara segar. Tapi sekarang sudah jam 11, Pak Shomad dan istrinya sudah masuk kamar dan lampu di dalam rumash sudah dimatikan. Rasanya tidak sopan kalau aku keluar rumah dan duduk di teras.

"Jang !" suara Anis memanggilku.

"Iya." aku membuka pintu, Anis langsung masuk tanpa aku persilahkan. Anis duduk bersila di atas ranjang.

"Anis takut, Jang. Codet mengancam akan membunuh Anis kalau tidak menyerahkan Ratna." kata Anis pelan

"Ratna mau dijadikan pelacur oleh, Codet?" tanyaku marah.

"Bukan, Ratna adalah anak Codet. Maafkan Anis sudah bohong." kata Anis menunduk ketakutan.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. Karna aku sebenarnya sudah mencium kebohongan waktu Anis mengatakan Ratna adalah adikku.

"Aku datang menemui kamu ingin memastikan apa kamu terlibat dalam pembunuhan Ayahku atau tidak?" tanyaku dingin.

Anis tampak terkejut dengan pertanyaanku yang tampa tedeng aling aling. Wajahnya menunduk gelisah.

"Anis dendam dengan Kang Gobang, setelah Kang Gobang membawa Anis ke Gunung Kemukus dan mengambil perawan Anis, Kang Gobang tidak pernah lagi menghubungi Anis.
Lalu datang Codet mendekati Anis, tadinya Anis pikir dengan pacaran dengan Codet, Kang Gobang akan cemburu. Ternyata tidak. Yang menyuruh Codet mendekati Anis ternyata Kang Gobang. Anis kecewa dan sakit hati.

Codet tahu Anis sangat mencintai Kang Gobang, dia janji akan mencarikan orang pintar untuk melet Kang Gobang agar tergila gila sama Anis, tapi saratnya Anis harus mau berhubungan sex dengannya selama seminggu dan sialnya Anis justru hamil oleh Codet. Tapi Anis gak mau menikah dengan Codet. Anis masih berharap menikah dengan Kang Gobang, apa lagi Kang Gobang pernah berjanji di Gunung Kemukus akan menikah dengan Anis, atau mayatnya akan ditemukan di sungai.

Suatu hari Codet datang membawa bubuk putih yang dia bilang sebagai bubuk pelet agar Kang Gobang jatuh hati dan tergila gila dengan Anis. Katanya bubuk itu harus dicampur dengan kopi selama 7 hari berturut turut. Anis nyusun rencana buat bisa dekat dengan Kang Gobang, Anis bilang mau nikah dengan Codet karna hamil. Tapi sebelum menikah, Anis minta ditemani Kang Gobang selama seminggu. Ahirnya Kang Gobang nyanggupin. Jadi selama seninggu Anis mencampurkan bubuk putih ke kopi Kang Gobang. Setelah itu Anis gak pernah ketemu Kang Gobang lagi.

Makin lama perut Anis semakin besar, sementara Kang Gobang tidak pernah kembali ke jakarta. Bahkan Kang Karta dan teh Ningsih juga menghilang. Padahal Kang Karta itu setau Anis adalah Kakak ipar Kang Gobang dan Teh Ningsih adalah adik iparnya. Ahirnya Anis terpaksa menikah dengan Codet " kata Anis menunduk.

"Bubuk putih yang kamu berikan itu racun yang membunuh ayahku, Nis!" kataku.

"Anis pikir itu bubuk pelet. Anis baru tahu setelah Ratna berumur 2 tahun. Anis minta cerai tapi Codet tidak pernah menceraikan Anis sampai Anis disiksa. Kebetulan Mang Salam suamu pertama Bi Darsih melihat, dia berusaha nolong Anis. Tapi Mang Salam malah terbunuh. Codet masuk penjara dan Anis ahirnya bisa cerai dengan Codet. Sedangkan Bi Darsih ahirnya menikah dengan kakaknya Mang Salam, Mang Shomad yang kebetulan masih bujangan." kata Anis panjang lebar.

Tiba tiba Anis membuka dasternya, ternyata Anis tidak memakai BH dan CD di balik dasternya. Kulitnya yang bersih dan halus tanpa cacat, dadanya yang berukuran sedang tampak indah dengan putingnya yang sudah mengeras. Memeknya yang berjembut tipis membuat kontolku menegang. Entah menapa kontolku gampang sekali ngaceng.

Anis mendorong tubuhku rebah di ranjang, diangkatnya kaosku lepas lewat kepala. Lalu Anis mencumbu bibirku dengan rakus, lidahnya masuk ke dalam mulutku. Ganas sekali ciuman Anis.

Puas mencumbu bibirku, Anis menciumi leherku, menjilatinya hingga belakang telingaku. Aku menggelinjang geli dan nikmat membuat sekujur tubuhku merinding.

Dari leher ciumannya beralih ke dadaku, lidahnya menjilati setiap bagian dadaku lalu hinggap di putingku yang sangat sensitif. Lidahnya menggelitik puting dadaku denga liar membuatku semakin terangsang. Sementara tangannya merayap mengendorkan kain sarung pinjaman Mang Shomad, lalu mengelus kontolku yang sudah ngaceng.

Puas bermain dengan dadaku, Anis menarik lepas sarung dan CD ku hingga kontolku mengacung dengan gagahnya. Dengan bernafsu Anis menjilati batang kontolku. Kemudian denhan lahap Anis mengulum kontolku sambil mengocok ngocok batangnya.

"Gila, enak amat seponganmu, Nis." kataku sambil menekan kepalanya agar kontolku semakin dalam masuk mulutnya.

Anis merubah posisinya, pantatnya mengangkangi wajahku dan memeknya sekarang tepat di wajahku. Mulutnya terus menghisap dan menjilati kepal kontolku, nikmat sekali rasanya.

Memeknya yang tepat di wajahku menebarkan bau has memek yang sedang birahi. Kubuka belahan memeknya, ada cairannya gang menetes jatuh di mulutku. Aku menelannya, nikmat sekali rasanya.

Lidahku menjulur masuk lobang memeknya yang sudah sangat basah. Lalu bergerak menjilati itilnya yang sangat sensitif. Lidahku yang kasar menggelitiknya membuat pinggul Anis bergerak menyambut lidahku.

"Aduh, Jang. Enak." Anis mendesis nikmat.

"Anjs udah gak tahan pengen dientot, Jang." katanya sambil bangkit, lalu berjongkok mengangkangi kontolku sambil diarahkan ke lobang memeknya. Perlahan Anis menurunkan pinggulnya. Dengan mudah kontolku menebus memeknya yang sudah sangat basah dan terasa hangat.

"Och, kontol kamu ennnak banget, Jang. Sampe mentok." Anis mendesis nikmat merasakan hujaman kontolku yang besar di memeknya.

Anis memacu kontolku dengan lembut dan berirama, gesekan dinding memeknya begitu terasa.

"Nis, memek kamu ennnak banget...." aku meremas dada Anis yang sekal dan indah, wajahnya terlihat semakin cantik saat memacu kontolku.

"Kontol Ujang jugaaaaa ennnnak, Anis kelllluarrrrr..." Anis meremas dadaku dan pinggulnya membenam semakin dalam, memeknya berkedut meremas kontolku dengan lembut.. Stelah badai orgasmebya reda, Anis menindihku.

Kupeluk tubuh Anis, perlahan aku menggulingkan tubuhnya tanpa melepas kontolku dari memeknya. Sekarang posisiku di atas dan Anis dibawah. Anis membuka pahanya lebar. Aku mulai mengocok memeknya dengan lembut dan berirama.

"Jang, ennnnak. Kamu ngentotnya lembut, gak kasar. Makasih sayang." Anis mencium bibirku dengan mesra. Pinggulnya ikut bergoyang menyambut hujaman kontolku.

Gesekan dinding nemek Anis semakin licin dan nikmat. Wajahnya yang cantik terlihat begutu menikmati hujaman kontolku. Wajah cantikbya terlihat begitu bahagia. Matanya menatapku mesra.

Cukup lama aku memompa memek Anis dalam posisi aku diatas, bahkan dia sudah nendapatkan orgasmenya dua kali. Tapi orgasmeku sendiri masih belum kudapatkan.

"Jang, Annnnnnis kelllluarrrrr lagiiii ennnnka...." jerit Anis sambil memelukku semakin erat.

Aku mengabaikan orgasme Anis, karena aku mulai merasakan orgasme semakin mendekatiku. Aku memompa memek Anis semakin cepat, hingga ahirnya pejuhku muncrat membasahi memeknya.

"Nisss, akuuu kelllluarrrrr..." teriakku dibarengi semprotan pejuhku di memek Anis.

"Annnisssss juga kelllluarrrrr...." Anis memelukku erat menyambut orgasmenya yang keberapa kali.

******

Pagi pagi aku bangun, Anis memberi pinjaman handuk, sabun dan sikat gigi untuk mandi. Selesai mandi ternyata Anis sudah membuatkan kopi dan singkong rebus.

"Pak Shomad di mana, Bu?" tanyaku ke Bi Darsih.

"Pak Shamad paling juga di pekarangan belakang, ngebelah kayu bakar." jawab Bi Darsih.

Aku segera pamit mau menemui Pak Shomad. Di pekarangan belakang ternyata tidak ada Pak Shomad. Aku melihat tumpukan kayu bakar yang belum dibelah semua dan kapak yang tergeletak di atas tumpukan kayu bakar. Aku menghampiri tumpukan kayu bakar, tidak ada salahnya aku bantu membelah kayu bakar.

Belum juga sampai tumpukan kayu bakar, aku merasakan ada seraangan datang dari belakangku. Refkek aku membalikkan badan menagkis serangannya. Kulihat ternyata Pak Shomad yang menyerangku.


"Pak, kenapa menyerang saya ?" tanyaku kaget.

Pak Shomad tidak menjawab, tanganya yang terkepal kembali menojokku dengan cepat mengarah ke daguku. Untung sejak kecil aku sudah berlatih silat hingga umur 15 tahun dan setiap hari aku selalu berlatih, sehingga gerak reflekku cukup bagus untuk menghindar ke samping.

Bersambung....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd