Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
*SURAT PERMOHONAN*
___________________________

No. : 01/IdulFitri/1439 H
Lamp. : Penting
Perihal : Permohonan Maaf
Di tujukan :
Kepada
@satria73 dan Keluarganya
Yang Saya Muliakan.

*MENGINGAT :*
1 hari lagi Idul Fitri 1439 H akan segera tiba.

*MENIMBANG :*
Kesalahan yang telah saya perbuat baik sengaja maupun tidak di sengaja.sudah banyak banget (tak terhitung).

*MEMPERHATIKAN :*
Tentang saling mema'afkan sesama umat muslim untuk menjaga Silahturahmi adalah perintah Allah SWT.

*MEMUTUSKAN :*

*"DENGAN KERENDAHAN HATI DAN BERSUNGGUH- SUNGGUH"*
Saya atas nama *Pribadi dan Keluarga* menyampaikan *Permohonan Maaf Atas Segala Kesalahan Selama Ini* - serta ingin mengucapkan :

*SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1439 H*

*MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN*

تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَا وَ مِنْكُمْ صِياَمَنَا وَ صِيَامَكُمْ كُلُّ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Wassalamu'alaikum Wr Wb
 
Chapter 14

"Punten, maaf ini nomer bangku saya..!" kataku tersenyum, berusaha memamerkan senyum terbaikku. Senyum yang konon mempunyai pesona seperti Arjuna dengan panah asmaranya.

"Iya, sebentar..!" jawab wanita gemuk dengan suara ketus tanpa memandang wajahku.

"A Ujang duduk di bangku belakang aja. Ini nomer tiketnya. Kasih tiket kamu, Yoh..!" jawab wanita berjilbab yang ternyata kenal namaku. Berarti dia adalah cucu Ki Ja'i..! Aku menarik nafas lega, keberuntungan masih berpihak padaku. Ujang yang selalu beruntung.

"Ini, Kang. Tiket Kang Ujang, mana?" kata Yoyoh sambil memberikanku sebuah tiket dan sebuah amplop yang menarik perhatianku. Entah apa isi amplop tersebut, aku yakin itu bukan uang. Tanpa protes, aku segera memberikan tiket milikku dan pindah ke bangku belakang, bangku yang sesuai dengan nomer tiket Yoyoh.

Aku membuka surat, ternyata dari Ki Ja'i. Walau aku ragu, Ki Ja'i yang menulis surat ini. Tapi setelah kuperhatikan dari gaya menulisnya yang sangat mirip tulisan Abah dan ejaan yang digunakannya adalah ejaan lama, aku menjadi yakin ini adalah tulisan Ki Ja'i.

Jalu, kamu harus melakukan ritual dengan dua gadis sekaligus, cucuku dan temannya Yoyoh. Mereka lahir pada saat yang bersamaan tepat pada saat gerhana bulan pada malam Jum'at Pon, mereka juga mempunyai tanda lahir yang sama di kemaluan mereka. Sebuah tanda yang mungkin akan dianggap sebagai pembawa sial. Mereka mempunyai tanda hitam sebesar uang logam pada kemaluan mereka. Kalau ritual ini gagal, maka kamu yang akan celaka pada suatu saat nanti.

Ki Ja'i


Celaka, aku akan celaka apa bila ritual ini gagal. Yang dimaksud dengan kategori gagal itu seperti apa? Ki Ja'i tidak menerangkannya dalam suratnya.

*******

"Mas, sudah sampai...!" kondektur membangunkanku yang terlelap. Reflek aku membuka mata dan langsung berdiri mengambil tasku. Bis sudah kosong, lalu ke mana ke dua gadis yang duduk di depanku dan salah satunya adalah cucu Ki Ja'i?

Tanpa berpikir panjang aku buru buru turun sebelum kehilangan cucu Ki Ja'i. Aku menarik nafas lega melihat ke dua wanita yang mempunyai penampilan bertolak belakang berdiri di samping bis, sepertinya mereka bingung, tidak tahu harus melakukan apa. Mereka yang akan menjadi pasangan ritualku. Pasangan yang akan menyempurnakan ilmuku.

"Kok kalian ninggalin, aku?" tanyaku menatap wajah cantik Limah yang mempesona. Hatiku berdesir membayangkan sebentar lagi Limah akan bugil di hadapanku. Apakah tubuhnya secantik wajahnya? Entahlah.

"Gak ada yang ninggalin kamu, buktinya kami di sini." jawab Limah sambil memalingkan wajahnya menghindari tatapanku. Dia pasti merasa sangat terpaksa harus melakukan ritual denganku, itu artinya dia harus melepaskan kesuciannya kepada pria yang belum dikenalnya. Itu pasti sangat berat.

"Iya, bukan ditinggalin. Cuma gak dibangunin." timpal Yoyoh sambil tersenyum seindah mungkin. Gadis ini lebih berani dari Limah, bahkan cenderung agresif. Aku tidak melihat keraguan dari raut wajahnya untuk melepas keperawanannya saat melakukan ritual. Bahkan senyumnya terlihat lepas.

"Kita mau langsung ke Gunung Kemukus atau nyari penginapan buat istirahat dan mandi dulu?" tanyaku menawarkan dua pilihan kepada mereka. Biasanya cewek selalu memperhatikan penampilan, tidak ada salahnya aku menawarkan mereka mencari penginapan untuk mandi dan sedikit membuat mereka rileks. Atau lebih tepatnya membuatku rileks dan siap melakukan ritual.

"Langsung aja..!" jawab Limah, tidak pernah sekalipun dia memandang wajahku. Aku hanya mengangkat bahu mendengar jawabannya yang tegas. Aku tidak bisa membaca ekspresi wajahnya yang selalu menghindari bertatapan langsung.

"Oke..!" jawabku singkat sambil berusaha mengambil tas berisi pakaian yang dibawa oleh ke dua gadis itu. Setidaknya, aku harus versikap simpatik.

Aku mengajak mereka menuju tempat mangkal bis jurusan purwodadi yang akan membawa kami ke Gunung Kemukus. Di dalam bis, Limah memilih duduk di bangku yang khusus tiga orang, dia memilih duduk dekat jendela dan aku disuruh duduk di tengah sementara Yoyoh duduk di pinggir. Kasian dia, tubuhnya yang subur membuat duduknya tidak terasa nyaman karena ada sebagian tubuhnya yang tidak tertampung kursi bis. Untung bis yang kami naiki langsung berangkat sehingga kami tidak perlu berlama lama kepanasan di dalam bis yang tanpa AC.

"Kamu tahukan kita ke Gunung Kemukus untuk ritual?" tanyaku membuka pembicaraan, pembicaraan pertama sejak kami dari Bogor.

"Limah sudah tahu..!" jawab gadis cantik itu sambil mempermainkan jemarinya yang lentik sambil melihat ke luar jendela. Aku bisa merasakan kegelisahannya. Kegelisahan yang wajar, apa lagi harus melepas keperawanannya kepada pria yang baru dikenalnya.

"Kamu juga tahukan, Yoh?" tanyaku melihat ke arah Yoyoh, tubuhnya yang besar membuatku sulit bergerak sehingga mau tidak mau aku harus menggeser dudukku menempel pada Limah yang sepertinya tidak merasa jeberatan. Aku bisa mencium dua aroma tubuh yang berbeda dari ke dua gadis yang berada di ke dua sisi tubuhku.

"Tahu, Yoyoh harus melepas perawan Yoyoh ke Kang Ujang untuk menghilangkan kesialan. Yoyoh sudah siap dientot Kang Ujang..!" jawab Yoyoh yang terlihat agresif dengan memegang pahaku dan mengusapnya.

"Oh...!" hanya itu yang aku ucapkan sebagai respon. Gadis ini ternyata sudah siap melakukan ritual sesat, ritual yang tidak seharusnya mereka lakukan. Apakah Limah sesiap Yoyoh? Aku melirik ke arah Limah yang sedang memperhatikan pemandangan yang berada di luar.

"Limah juga sudah siap, kami sudah tahu apa yang harus kami lakukan. Bahkan kami sudah menghafal mantra yang harus kami baca saat ritual nanti." kata Limah tanpa menoleh kearahku. Sepertinya dia tahu apa yang sedang aku pikirkan.

Pembicaraan kami berahir, kami lebih asik dengan pikiran kami masing masing.

Perjalanan yang kami tempuh berjalan lancar hingga ahirnya kami sampai di rumah peninggalan ayahku yang ditempati Bu Tris. Rumah yang menyimpan kenangan, di rumah itu aku melakukan hubungan terlarang dengan adik satu ayah.

"Assalam mu'alaikum..!" kataku mengucapkan salam ke Bu Tris yang sedang asik duduk di teras rumah dengan orang yang menemaninya tinggal di rumah peninggalan ayahku.

"Wa 'alaikum salam. Sudah Ibu tunggu kamu dari tadi, ahirnya sampau juga " kata Bu Tris menyambut uluran tanganku yang mencium tangannya diikuti oleh Limah dan Yoyoh mengikuti mencium tangan, Bu Tris.

"Iya Bu, bisnya sampe Solo agak telat." jawabku. Bu Tris menggandeng tanganku masuk ke dalam rumah yang besar apa lagi sekarang hanya ditinggali oleh Bu Tris dan dua orang asisten rumah tangga yang berstatus suami istri.

"Kamu mau ritual dengan dua cewek, sekaligus?" tanya Bu Tris membuatku risih karena suaranya yang keras pasti terdengar oleh Limah dan Yoyoh yang berjalan mengikuti kami.

"Eh, iyya Bu..!" jawabku dengan terpaksa mengiyakan pertanyaan Bu Tris.

"Wow, kamu gak ada puasnya. Gak cukup satu cewek. Bu Tris boleh ikutan gak?" tanya Bu Tris sambil meraba kontolku yang masih tertidur pulas.

"Boleh aja kalau dapat ijin...!" kataku sambil melirik ke arah Limah yang wajahnya bersemu merah mendengar pembicaraan kami yang menjurus ke birahi.

Setelah sekedar basa basi yang kadang kala menjurus ke hal berbau sex, aku mengajak Limah dan Yoyoh untuk makan yang sudah disiapkan oleh Bu Tris, tentu saja ke dua gadis itu memilih untuk mandi terlebih dahulu sebelum makan.

"Kalian istirahat di kamar depan atau di kamarku?" tanyaku setelah kami selesai makan.

"Ritualnya kapan?" tanya Limah tanpa berani menatapku. Tangannya asik mempermainkan sendok di atas piring yang sudah kosong.

"Besok, sekarang kalian istirahat saja biar badan kalian segar." jawabku. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang mengganjal dan membuatku ragu untuk melakukan ritual dengannya.

"Kenapa harus besok? Semakin cepat, semakin baik." jawab Limah dan untuk pertama kalinya dia menatapku dengan matanya yang indah, bulat dan jernih.

"Sekarang kalian pasti letih, setelah melakukan perjalan jauh." jawabku dengan hati berdesir melihat tatapan mata Limah, seperti ada sesuatu di balik sorot matanya. Sesuatu yang mengandung kekuatan yang tidak aku mengerti.

"Kita langsung ritual, biar semuanya cepat selesai..!" jawab Limah tegas dan aku tidak melihat keraguan dari sorot matanya yang jernih. Sorot mata yang akan mampu menaklukkan setiap lelaki yang melihatnya.

"Tapi, kalian pasti letih..!" kataku berusaha mengulur waktu. Aku teringat dengan surat dari Ki Ja'i, apa bioa ritual ini gagal, aku yang akan celaka.

"Aku gak cape, aku pengen semuanya cepat selesai." jawav Limah yang terlihat tidak mau dibantah. Aku melihat ke arah Yoyoh, berharap dia mempunyai pendapat berbeda. Pendapat yang bisa mengulur waktu sehingga aku benar benar siap.

"Yoyoh juga sudah gak cape, ritual ini harus segera dimulai." jawab Yoyoh memupus harapanku mengulur waktu. Aku menarik nafas panjang. Siap atau tidak siap, semuanya harus segera dimulai.

"Lebih baik, kalian berdua istirahat dulu. Ritual dilakukan nanti malam...!" tiba tiba Bu Tris datang menengahi perdebatan kami.

"Iya Bu, kami istirahat dulu..!" jawab Limah tersenyum ke arah Bu Tris. Aku menarik nafas lega, Limah ternyata lebih mendengar saran dari Bu Tris dari pada aku

Bu Tris mengajak Limah dan Yoyoh ke kamar peninggalan ayahku, sepertinya Bu Tris sudah tahu apa yang harus dilakukannya.


*******

"Kamu kenapa, Jalu?" tanya Bu Tris sambil duduk di depanku yang sedang asik melamun di ruang keluarga.

"Gak tahu, kenapa..!" jawabku sambil berpikir keras. Apakah aku harus melakukan ritual untuk menyempurnakan ilmu yang diwariskan oleh ayahku. Ilmu yang tidak pernah aku inginkan dan tidak pernah sedikitpun aku berpikir tentang hal itu.

"Kamu bingung tentang gadia gendut itu, ya?" tanya Bu Tris menggodaku. Aku tidak tahu maksudnya.

"Maksudnya?" tanyaku sambil mengerutkan kening berusaha mencerna apa maksud, Bu Tris.

"Masa begitu saja, gak ngerti..!" kata Bu Tris beranjak dari kursi di hadapanku dan pindah duduk di sampingku. Tangannya meraba pahaku yang hanya memakai celana pendek.

"Gak tahu, saya bingung..!" jawabku sambil memegang tangan Bu Tris yang mengusap pahaku.

"Bu Tris mau menunjukkan sesuatu, peninggalan ayahmu." kata Bu Tris menarik tanganku agar mengikutinya.

"Apa itu, Bu?" tanyaku antusias. Mungkin itu adalah lontar yang diceritakan oleh, Ki Ja'i.

"Harta karun yang diperebutkan sehingga ayahmu harus bersembunyi di sini selama belasan tahun, lamanya." jawab Bu Tris membuatku terkejut. Bukankah harta karun itu tidak pernah ada.

Aku tidak bertanya lagi, Bu Tris menggandeng tanganku masuk ke tempat yang biasa digunakan sebagai dapur umum setiap kali ada acara di Gunung Kemukus. Aku tahu, ada gudang yang pintunya selalu terkunci. Dan sekarang kuncinya dipegang, Bu Tris. Entah, rahasia apa lagi yang tersimpan di dalamnya, setelah kotak surat yang ditujukan untuk ibuku.

Bu Tris membuka pintu gudang dan aku mengikutinya masuk. Ada sebuah lemari jati yang terhalang oleh barang barang yang tidak terpakai. Bu Tris menyingkirkan barang barang yang tidak terpakai itu agar tidak menghalangi lemari jati saat pimtunya dibuka. Aku hanya memperhatikan saja apa yang sedang dilakukan Bu Tris tanpa berniat membantunya. Sepertinya Bu Tris tidak berniat meminta babtuanku. Setelah tidak ada benda yang menghalanginya membuka pintu lemari, Bu Tris membukanya.

Ternyata di dalam lemari bagian bawah ada sebuah kotak besi, bukan kotak besi. Tapi koper besi yang mulai berkarat walau masih menyisakan sedikit warna aslinya.

"Biar saya bantu, Bu..!" kataku melihat Bu Tris seperti kesulitan saat mengeluarkan koper besi tersebut yang sepertinya sangat berat. Koper yang mengingatkanku dengan koper Abah Ya tersimpan di kamarnya. Koper yang sangat dibanggakan oleh Abah.

Bu Tris mundur dan memberiku kesempatan untuk membantunya. Ternyata koper besi yang kuangkat sangat berat sehingga aku harus mengeluarkan semua tenagaku untuk bisa mengangkat koper besi yang berdebu. Aku meletakkannya di tempat yang ditunjuk oleh Bu Tris. Bu Tris segera membuka koper yang terkunci gembok dan membukanya.

Bersambung.

Apdet pemasan setelah lebaran.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd