Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Chapter 22

Hantaman keras yang menghantam kepala membuatku berhenti memompa memek Limah, kekuatan yang menyeretku seperti hilang dalam sekejap. Aku beranjak dari atas tubuh Limah melihat ke arah orang yang sudah memukulku.

"Kenapa ibu memukulku?" tanyaku heran melihat Bu Tris yang memegang sebuah bambu sepanjang satu meter.

"Karena ini adalah wasiat ayahmu, aku harus memukulmu dengan bambu ini saat kamu melakukan ritual penyempurnaan dan kamu kehilangan kendali atas dirimu." jawab Bu Tris tenang. Apa yang dikatakannya benar, aku tidak mampu mengendalikan diriku.

"Sedetil inikah ayah mempersiapkan semuanya?" tanyaku takjub dengan semua persiapan yang dilakukan oleh ayahku sehingga dia bisa memprediksi apa yang akan terjadi, atau mungkin dia mengalami hal yang sama denganku dan itu lebih masuk akal.

"Ya, semuanya sudah dipersiapkan oleh ayahmu, dia tidak ingin kamu mengalami kegagalan sepertinya." jawab Bu Tris mengambil selimut dalam lemari untuk menyelimuti Yoyoh yang pingsan atau tertidur, aku tidak tahu. Sementara Limah duduk di pojok ranjang memeluk lutut, terlihat jelas wajahnya ketakutan.

"Gak usah takut, Nak. Semua resiko ritual ini sudah diberitahu oleh Kakekmu, kan?" tanya Bu Tris mengusap kepala Limah yang menutupi wajahnya dengan dengkul.

Aku hanya memandangi semua yang dilakukan Bu Tris dengan gelisah, birahiku belum tersalurkan, kontolku tetap tegang menuntut untuk segera memasuki lobang sempit siapapun yang ada di tempat ini. Aku memandang pantat Bu Tris yang membelakangiku terlihat jelas dia tidak memakai celana dalam, sepertinya dia bisa kujadikan sarana untuk menumpahkan pejuh. Tanpa meminta ijin, aku menarik daster Bu Tris hingga pinggangnya dan benar saja dia tidak memakai celana dalam setelah persetubuhan di gudang.

"Ingat, jangan sampai pejuhmu keluar di memek Ibu. Ritual sudah kalian mulai, jangan sampai pejuhmu tercecer di lubang yang salah." kata Bu Tris sambil membalikkan badan menghindari kontolku yang sudah menyentuh pantatnya.

Aku terkejut mendengar perkataan Bu Tris, aku tidak mengerti maksudnya. Aku hanya ingin menidurkan si Jalu junior agar tenang dan tidak membuatku tersiksa seperti sekarang. Aku sudah kehilangan akal, tanpa memberinya kesempatan aku menarik Bu Tris dalam dekapanku. Dengan kasar aku meremas payudara jumbonya dan berusaha mengeluarkannya dari balik daster yang mempunyai kancing di dada.

"Eling, nak. Hentikan semuanya...!" teriak Bu Tris berusaha melepaskan pelukanku yang kasar, tapi usahanya sia sia. Tenagaku jauh lebih besar dibandingkan dirinya.

Aku semakin kesetanan setelah berhasil mengeluarkan payudara jumbo Bu Tris mengingatkan pada payudara Marni yang mengeluarkan ASI, dengan rakus aku menghisapnya walaupun tidak ada ASI dari dalamnya.

"Kamu harus bertahan, Jang. Pejuh kamu hanya boleh keluar di memek pasangan ritual mu, kalau tidak berarti ritual kamu gagal." Bu Tris terus mengingatkanku tentang ritual yang harus aku sempurnakan.

Tapi perkataannya seperti angin lalu, aku tidak perduli lagi dengan ritual yang sedang aku jalani. Aku hanya ingin memuntahkan pejuhku saat ini juga, agar kontolku bisa melemas. Sudah lebih dari tiga jam kontolku ngaceng maksimal, rasanya semakin sakit. Aku harus menidurkannya dengan cara mengeluarkan pejuh secepatnya. Persetan dengan ritual penyempurnaan ilmu, selama ini hidupku sudah sangat beruntung mempunyai tiga orang istri yang cantik dan materi yang berkecukupan.

"Hentikan....!" teriak Limah sambil menghantam kepalaku dengan bambu kuning yang tadi digunakan oleh Bu Tris memukul kepala belakangku. Hantaman yang membuat mataku berkunang kunang dan nyaris kehilangan kesadaranku. Berbeda sekali rasanya saat Bu Tris yang memukulku, pukulan terasa sangat keras.

Aku melepaskan Bu Tris yang segera menyingkir dari hadapanku. Mataku menatap Limah yang masih duduk di atas ranjang memegang bambu kuning dengan kedua tangannya. Pandanganku kabur dan semakin kabur.

********

Mataku terbuka memandang sekelilingku, Limah dan Yoyoh terlihat duduk di kursi menghadap ranjang. Mereka sudah berpakaian dan sepertinya mereka sudah mandi, terlihat dari wajah mereka yang segar dan bedak tipis di wajah mereka. Aku meraba kepalaku yang masih terasa pusing pada tempat bekas pukulan Limah, tidak ada benjolan seperti yang aku khawatirkan.

"Sudah sadar, Kang?" tanya Yoyoh dengan senyum manisnya. Sepertinya dia tidak marah karena sudah kuperkosa hingga pimgsan.

"Masih sakit, Kang?" tanya Limah tersenyum kecil, senyum pertama yang aku lihat darinya.

"Bu Tris, mana?" tanyaku balik bertanya. Aku harus meminta penjelasan darinya tentang banyak hal yang tidak aku ketahui dan sepertinya dia tahu banyak tentang ritual penyempurnaan ilmu.

"Di luar.." jawab Limah dan Yoyoh berbarengan.

Aku segera bangun mengambil celana pangsi dari tasku. Saat aku memakainya, baru aku sadar kontolku masih tetap tegang tidak menunjukkan tanda tanda mengendur. Gila, apa yang sebenarnya terjadi padaku sehingga kontolku tetap tegang seperti ini, seperti terbuat dari kayu.

"Hihihi, kontol Kang Ujang maaih ngaceng..!" seru Yoyoh melotot melihat kontolku. Ekspresinya mungkin akan terlihat lucu kalau hatiku dalam keadaan tenang saat dia berpura pura membelalakkan matanya sebesar yang dia bisa, tadi hatiku saat ini sedang kalut karena kontolku tidak mau tertidur.

"Gak usah ngeledek..!" jawabku, ketus. Aku memakai celana pangsi tanpa CD, karena CD akan membuat kontolku menjadi tidak nyaman. Aku harus segera menemui Bu Tris, mungkin dia tahu cara menidurkan kontolku.

"Hahaha, Kang Ujang sensi..!" Limah ikut meledek dan menertawakanku. Seharusnya yawa merdu Limah akan membuatku terpesona, tapi situasi yang sedang kualami membuatku melotot marah.

Aku membuang muka ke ranjang dan melihat bambu kuning yang sudah memukulku, ukurannya lebih kecil dari pentungan hansip, sebesar batang pohon tebu, panjangnya kira kira satu meter. Bambu yang sudah membuatku pingsan dan harus dipatahkan agar kejadian tadi tidak berulang lagi. Aku mengambil bambu kuning yang tergeletak di ranjang, bukan hal sulit untuk menghancurkan.bambu ini, aku sudah sering melakukannya setiap kali berlatih silat, dari bambu terkecil hingga bambu betung yang besar dan terkenal keraa. Cukup dengan menghantam bagian yang ditumbuhi ranting, bambu akan pecah. Aku meletakkan bambu di lantai, secepat kilat aku memukul dengan tenaga penuh. Lantai tegel langsung retak sedangkan bambu tetap utuh. Tenaga pukulanku tidak mampu menghancurkannya.

"Waduh, jawara Cimande tidak bisa menghancurkan bambu kecil !" seru Limah dengan nada mengejek, membuat wajahku menjadi merah karena malu.

Lantai tegel yang seharusnya lebih keras hancur sedangkan bambu tetap utuh. Penasaran, kembali aku meletakkan bambu pada lantai tegel yang utuh, kembali aku memukul bagian bambu yang akan membuatnya hancur seperti yang biasa dilakukan saat berlatih silat dan kembali lantai tegel hancur namun bambu tetap utuh.

"Jang, kamu mau menghancurkan rumah ini?" tanya Bu Tris yang sudah berada di ambang pintu karena mendengar suara gaduh dan melihat lantai tegel hancur akibat pukulanku.

"Kenapa bambu ini tidak bisa kuhancurkan? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku semakin putus asa. Belum selesai masalah kontolku, kini hadir masalah baru bambu yang tidak bisa aku hancurkan.

"Itu bambu yang dipersiapkan oleh ayahmu untuk digunakan saat ritual penyempurnaan ilmu, bambu yang harus digunakan untuk menghentikanmu saat tidak bisa mengendalikan diri." kata Bu Tris menjelaskan kenapa bambu ini tidak bisa dihancurkan. Berarti bambu ini sudah diolah oleh ayahku menjadi lebih kuat daripada lantai tegel.

Lalu apa lagi yang sudah dipersiapkan ayahku, persiapan apa lagi yang sudah direncanakan untuk saat ini. Aku memegang bambu kuning yang tidak berhasil aku hancurkan, ada sesuatu yang aneh saat Bu Tris memukulku aku tidak merasa sakit. Aku hanya kaget sehingga menghentikan kebiasaanku memperkosa Limah, jauh berbeda saat Limah yang memukulku hingga pingsan.

"Kamu heran kenapa waktu Ibu yang memukulmu, kamu tidak kenapa kenapa. Beda saat Limah yang memukulmu dengan bambu itu hingga pingsan?" tanya Bu Tris yang bisa membaca pikiranku. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Karena Limah dan Yoyoh yang akan menyempurnakan ritual, berhasil atau gagal mereka yang menentukan." jawab Bu Tris kembali menutup pintu pergi meninggalkan kami setelah mengatakan hal yang seharusnya disampaikan kepadaku sejak awal.

"Kang Ujang bagaimana ini, lantai jadi berantakan..!" seru Yoyoh berjalan mengambil sapu yang menyender di pojok dekat ranjang.

"Aku lapar, kalian sudah makan?" tanyaku mengacuhkan omelan Yoyoh yang berlanjut.

"Kami sudah makan, Akang yang belum makan, tadi pingsan semalaman." jawab Limah membuatku sadar sekarang sudah siang, lampu kamar sudah dimatikan dan jendela terbuka. Aku melihat ke jam dinding yang menunjukkan angka 8:30.

"Ya sudah aku mandi dulu, baru makan.* kataku meninggalkan kedua gadis itu di kamar, tapi.langkahku terhenti saat Yoyoh memanggilku.

“Ada apa?” tanyaku berharap Yoyoh menawariku kehangatan memeknya untuk mengakhiri penderitaanku yang belum berakhir. Aku benar benar berharap itu yang terjadi. Karena sepertinya aku tidak mungkin memperkosanya seperti semalam.

"Kang, ini handuknya..!" Yoyoh memberikanku handuk yang tergantung di dinding sebelum menutup pintu kamar.. Tanpa bersuara, aku mengambilnya dengan perasaan kecewa, ternyata Yoyoh memanggilku hanya untuk memberikan handuk.

Di depan pintu kamar mandi aku berpapasan dengan Bu Tris yang baru keluar dari kamar mandi, melihatnya membuatku kembali kalap ingin merasakan kehangatan tubuhnya. Aku yakin dengan pengalamannya, Bu Tris akan bisa membuatku orgasme dan menguras pejuhku. Sakit rasanya karena pejuhku tidak bisa keluar dan kontolku tetap tegang dari kemarin, ini benar benar sangat menyiksaku.

"Bu, tolong saya..?" kataku berusaha memelas agar Bu Tris iba dan mau melayaniku dengan sepenuh hati. Aku tidak mungkin memaksanya dan nyaris memperkosanya seperti semalam.

"Tolong apa, Jang?" tanya Bu Tris heran. Sepertinya siasatku mulai berhasil. Harus berhasil agar siksaan ini segera berakhir.

"Tolong keluarin pejuh saya biar kontol saya tidur..?" kataku dengan suara sememelas mungkin agar Bu Tris mengabulkan permintaanku. Aku tahu, ayahku pasti pernah mengatakan kejadian yang akan aku alami seperti saat ini dan dia pasti sudah memberitahu cara menidurkan kontolku.

"Ibu gak bisa bantu kamu kalau itu, pesan ayahmu sudah jelas. Kamu harus menyempurnakan ilmu yang tidak bisa disempurnakan oleh ayahmu." jawab Bu Tris meninggalkanku yang memandangi kepergiannya dengan perasaan jengkel. Sikapnya berubah 180 derajat, dia yang selama ini tidak pernah menolak kontolku, sekarang justru mengabaikannya.

Tapi aku masih belum menyerah, aku harus bisa memasukkan kontolku ke dalam memek Bu Tris, persetan dengan segala macam kesempurnaan ilmu yang tidak pernah aku inginkan. Aku hanya ingin terbebas dari penderitaanku saat ini juga. Aku percaya, Bu Tris akan bisa membantuku menyudahi penderitaanku.

"Bu, tolong sudahi penderitaan saya..!" aku mengikuti Bu Tris ke ruang tamu dengan langkah tertatih tatih, karena setiap kali melangkah rasa nyeri terasa menyiksa.

"Kamu pikir ritual untuk menyempurnakan ilmu itu mudah, tinggal entot memek pasangan ritual? Kalau begitu, ayahmu sudah berhasil menyempurnakan ilmunya. Tapi pada kenyataannya, ayahmu gagal. Apa kamu akan mengikuti jejak ayahmu?" tanya Bu Tris membalikkan badannya menghadap ke arahku. Tatapan matanya sangat tajam, belum pernah aku melihat Bu Tris semarah ini.

"Aku tidak perduli dengan ilmu ini, aku tidak pernah menginginkannya. Aku hanya ingin terbebas dari rasa sakit ini." kataku dengan suara meninggi. Apa pun akan aku lakukan untuk menghentikkan penderitaanku ini walau harus memperkosa Bu Tris.

"Ternyata kamu tidak setangguh seperti yang dibanggakan oleh Bu Narsih, kamu sama pecundangnya dengan ayahmu yang telah gagal." jawab Bu Tris melangkah mundur menjauhiku.

"Aku tidak perduli dengan ayahku, aku hanya ingin terbebas dari rasa sakit ini, kamu harus membantuku. Aku tahu kamu bisa membantuku dan tahu cara membantuku." kataku keras. Aku semakin mendekati Bu Tris yang mundur menjauhiku. Aku kembali melangkah berusaha mempersempit ruang geraknya agar tidak lari, karena kalau sampai Bu Tris lari, aku tidak akan mampu mengejarnya. Satu langkah yang aku lakukan, itu sudah sangat menyiksaku.

"Jangan gila kamu, Jang..!" kata Bu Tris berusaha tetap tenang menghadapiku walaupun aku bisa melihat kepanikannya, kupikir itu hanya sandiwaranya yang sok jual mahal. Padahal dia sangat menginginkan kontolku yang membuatnya meraih orgasme terus menerus.

"Bantu saya, Bu..! Apa untungnya kalau saya berhasil maupun gagal dalam ritual ini?" tanyaku terus bergerak maju membuat Bu Tris mundur hingga dinding.


“Tidak ada untungnya buatku, aku hanya ingin menepati janjiku pada ayahmu. Agar aku bisa menebus semua kesalahan yang sudah kulakukan kepada ayahmu.” jawab Bu Tris dengan suara putus asa, langkahnya terhenti, dinding kayu jati yang menghentikan langkahnya.

Aku tersenyum melihat Bu Tris tidak bisa melangkah mundur lagi, inilah saatnya aku melaksanakan niatku, sebentar lagi aku akan terbebas dari siksaan ini, kontolku akan tertidur nyenyak setelah menyemburkan pejuhnya di memek Bu Tris.

“Tolong, jangan lakukan..!” Bu Tris memohon dengan wajah pucat ketakutan. Kemarahannya yang sempat terlihat, lenyap dalam sekejap. Dia benar benar sangat ketakutan, hal yang menurutku sangat tidak masuk akal, bukankah selama ini dia yang terang terangan mengajakku ngentot, menggodaku dengan segala macam cara untuk bisa menikmati kontolku. Tapi kenapa sia sekarang mati matian menolakku dan terlihat sangat ketakutan.

“Apa untungnya aku menuruti perkataanmu, Bu? Justru ibu yang seharusnya memenuhi permintaanku.” jawabku. Tanganku mengangkat dagunya yang menunduk ketakutan. Inilah saatnya aku merobek seluruh pakaiannya untuk menghentikan penderitaanku. Persetan dengan keanehan yang jelas jelas terlihat. Aku hanya ingin terbebas dari siksaan ini.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd