Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

minta doanya ya semoga RL ane lancar, mudah mudahan dua tiga hari ane bisa apdet rutin lagi. makasih sudah berkenan membaca thread ane.
Mentang2 ritualnya nikmat,Jalu WA suhu@satria73 buat updatenya agak dilamain ya hu...? Kasian kitanya dong......hiks.....hiks......hiks.......
 
Chapter 30

Aku nyaris tidak mampu menahan tawa melihat kedua gadis itu saling berebutan kontolku, mengingatkanku saat antri zakat menjelang Idhul Fitri. Kejadian yang pernah aku alami saat berusaha menolong seorang ibu yang terjatuh dan nyaris terinjak injak kerumunan massa yang saling berdesakan.

"Iya, cerewet. " kata Limah mengalah, dia mengangkat pinggulnya sehingga kontolku terlepas dari jepitan memeknya. Ekspresi wajahnya terlihat sangat kecewa, tapi dia tidak bisa memonopoli kontolku. Yoyoh punya hak yang sama dengannya.

"Kalian malah pada ribut, nanti semuanya kebagian.." kataku berusaha menengahi perselisihan mereka hanya karena kontol. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa banggaku dengan ketangguhan kontolku yang sudah menaklukkan banyak wanita. Aku Pangeran yang sesungguhnya, mengalahkan Pangeran Samudra yang jatuh cinta kepada ibu tirinya padahal masih banyak wanita yang akan dengan sukarela menjadi selirnya walau hanya untuk satu malam.

"Limah gak mau gantian, kan Yoyoh juga pengen dientot." kata Yoyoh membela diri. Tangannya meraba memeknya yang sudah sangat basah sehingga sebagian cairan memeknya menetes membasahi sprei yang baru saja diganti.

"Tuh, kontol..!" kata Limah cemberut melihat Yoyoh kegirangan. Dia terpaksa harus mengalah, menyingkirkan egonya dan berbagi kontol dengan Yoyoh. Kontol yang hanya bisa mereka nikmati selama ritual.

"Bukannya dari tadi, memekku sudah nggak tahan pengen disodok." kata Yoyoh mengangkang di atas kontolku yang yang berkilat basah oleh lendir memek Limah. Blessss, kontolku dengan cepat menerobos memek Yoyoh.

"Kang, masukkk...!" rintih Yoyoh merasakan memeknya tertusuk kontolku hingga bagian terdalam.

"Enak Yo?" tanyaku menggodanya yang terdiam berusaha membiasakan memeknya dengan ukuran kontolku.

"Ngilu, tapi ennak.. Emakkkkk...!" Yoyoh menjerit kecil saat mengangkat pinggul, dinding memeknya seperti tertarik ikut keluar.

"Limah, sini memek kamu Kang Ujang jilat.!" kataku melihat Limah yang masih uring uringan dan menatap cemburu melihat kontolku terbenam di memek Yoyoh.

"Iya Kang..!" kata Limah kegirangan memeknya akan kujilat, dia segera mengangkangi wajahku. Lidahku terjulur menyambut memek Limah, entah kenapa bau memeknya yang semakin menyengat tidak mampu mengusik birahiku. Aku harus memuaskan birahi kedua gadis ini sebagai syarat mutlak ritual. Walau untuk itu aku harus menjadi tumbal dari ritual ini.

Yoyoh memacu liar kontolku, aku takjub melihat tubuhnya yang besar mampu bergerak lincah lebih lincah dari Yoyoh yang bertubuh ramping. Fantastis, aku lupa dengan sosok yang mengancam menjadikan diriku tumbal, kemana sosok itu lenyap tidak lagi aku pikirkan, aku terlalu asyik diperkosa dua wanita yang adalah adik satu ayahku.

"Aaaaaaaa shhhhhhh ngentot...!" Yoyoh mendesis menikmati kontolku yang bergerak liar di memeknya.

"Enak memek Limah, Kang...!" kata Limah menimpali perkataan Yoyoh, memamerkan kepada Yoyoh dia mengalami rasa nikmat yang tidak kalah dirasakan oleh Yoyoh. Mereka seperti berlomba memamerkan kenikmatan tabu yang tidak seharusnya dilakukan. Tapi semuanya terjadi dan harus terjadi karena ini adalah syarat mutlak sebuah ritual.

Mulutku tersumpal memek Limah sehingga tidak bisa berkata apa apa, bahkan untuk bernafas aku harus menggunakan mulut. Tapi kenapa aku masih bisa melihat sosok yang tadi datang kembali dari balik dinding kayu, seolah dinding hanya sebuah kamuflase yang tidak pernah ada. Aku kembali berhalusinasi.

"Kalian satu darah, hal inilah yang akan membuat ritual kalian sempurna, tapi darah harus tetap membasahi bumi sebagai persembahan untuk Dewi yang Maha Sakti." kata sosok yang mengancamku kembali hadir tanpa membawa senjata. Dia berdiri gagah di samping seorang wanita yang berkemban, wajah yang sering aku lihat dalam mimpi maupun saat aku melakukan ritual. Wajah yang tidak asing buatku.

"Seperti aku yang melakukan persetubuhan dengan anak tiriku, kamu pun sudah melakukan hal yang sama dengan adik dari Ibumu dan sekarang kamu melakukannya dengan adik adikmu sendiri. Tiga orang adik yang sudah kau buahi rahimnya. Maka tumbal harus diambil." kata seorang wanita cantik, sangat cantik yang terlihat samar, tertawa bahagia. Tiga orang adikku, ya termasuk Marni yang menutup ritualku dengan Bi Narsih.

"Kang, akkkku gak kuat.... Emakkkk Yoyoh kelllluar..." jeritan Yoyoh menyadarkanku, kedua sosok mahluk itu hilang begitu saja. Sepertinya Yoyoh belum puas, dia kembali memompa kontolku untuk mendapatkan orgasme sebanyak mungkin yang bisa diraihnya.

"Limah juga Kang.....!" Limah sepertinya tidak pernah mau kalah. Dia mencapai orgasme setelah Yoyoh. Matanya mendelik melihat Yoyoh yang terus memacu kontolku setelah orgasme yang diraihnya.

"Yoyoh curang, masih ngentotin kontol Kang Ujang." protes Limah merasa dicurangi Yoyoh yang masih terus memacu kontolku. Pertengkaran kedua gadis ini menyadarkanku, bahwa saat ini aku sedang diperkosa dua gadis.

"Sisiisisapa kallll lian?" kata Yoyoh gugup melihat dua sosok yang kupikir hanya halusinasi kembali muncul.

"Baaaaagaaimana kalllllllian masuk...!" tanya Limah ketakutan melihat pintu dan jendela tetap terkunci.

"Aku adalah penguasa tempat ini dan ini adalah Ibuku dan sekaligus kekasihku." jawab sosok itu suaranya halus dan berwibawa, walau pakaiannya terlihat lusuh.

"Aduhhhhhh...!" Limah dan Yoyoh berteriak berbarengan saat tubuh mereka terhempas ke dinding kayu jati yang keras membuatku sangat terkejut, bagaimana kejadiannya sampai kedua gadis itu terlempar dari atas tubuhku.

"Hentikan, penderitaan yang mereka alami sudah sangat berat, biarlah aku menjadi tumbal dari ritual ini." teriakku mencegah sosok pria yang sepertinya berniat mencelakai Limah dan Yoyoh. Aku bergerak secepat kilat berdiri menghalangi pria itu mendekati kedua adikku. Kami saling bertatapan untuk mengukur kemampuan lawan.

"Bukan kamu yang harus jadi tumbal karena kamu sudah berhasil melakukan ritual ini, kedua gadis inilah yang akan menjadi tumbal." kata sosok pria itu dingin. Matanya merah menatap ke arah Limah dan Yoyoh yang meringkuk ketakutan di belakangku.

"Tidak akan kubiarkan adik adikku menjadi tumbal, akulah yang akan menjadi tumbal dalam ritual ini.!" kataku membentak kedua sosok yang tiba tiba berubah menjadi sangat menyeramkan dan entah sejak kapan pria itu sudah memegang sebuah kampak besar yang akan digunakannya memenggal kepala.

"Pergilah kamu, Jalu. Jangan sia siakan hidupmu untuk melindungi kedua gadis itu yang akan menjadi tumbal, ke dua gadis yang sudah dipersiapkan oleh ayahmu untuk menjadi tumbal dari ritual ini. Pergilah dengan membawa kejayaan karena ritualmu sudah mencapai kesempurnaan yang tidak bisa ayahmu raih." kata pria itu mengangkat kapak ke bahunya yang kekar. Sebuah gerakan cepat akan mengakhiri hidupku.

"Gida, mereka tidak bersalah, ayahkulah yang bersalah. Mereka tidak boleh menanggung semua perbuatan ayahku. Biar aku menjadi tumbal agar kedua adikku bisa hidup bahagia layaknya gadis normal." kataku bersikukuh dengan pendapatnya yang tidak mau diganggu gugat.

"Tidak Kang, biarlah Limah yang menjadi tumbal. Hidup Kang terlalu berharga dikorbankan untuk kami. Limah ikhlas menjadi tumbal. Seumur hidup Limah merasa tidak berguna, semua orang menganggap Limah sangat menjijikkan. Kang Ujang satu satunya orang yang mendekati Limah, bahkan menyentuh Limah yang berbau busuk. Biarlah Limah menjadi tumbal karena inilah hal paling berharga yang bisa Limah lakukan demi Kang Ujang." kata Limah dengan suara tegar, dia berdiri di hadapanku berusaha melindungiku dari ke dua mahkluk yang berubah sangat menyeramkan.

"Yoyoh juga siap menjadi tumbal dari ritual ini." kata Yoyoh ikut berdiri di depanku. Aklku merasa terharu dengan pembelaan dari kedua adikku, seharusnya mereka tidak menghalangiku menjadi, sudah cukup penderitaan mereka sejak lahir yang tidak mengenal kata bahagia. Sedangkan aku sudah merasakan bahagia. Dikelilingi wanita cantik dan merasakan nikmatnya menjadi seorang ayah.

"Minggirlah kalian, aku yang akan menjadi tumbal agar kalian bisa merasakan bahagia, menjadi gadis normal yang dicintai lawan jenis." kataku berusaha menarik Yoyoh agar tidak menghalangi sosok itu mengambil nyawaku. Kematian ini bukanlah sesuatu yang menakutkan.

"Yoyoh yang akan menjadi tumbal. Yoyoh sudah merasakan bagaimana itu bahagia selama di sini. Terimakasih Kang sudah berjuang untuk kami." kata Yoyoh tegas. Kemauannya sulit dibantah.

"Ya, Limah juga sudah merasakan bahagia. Biarlah Limah dan Yoyoh menjadi tumbal, mati dalam keadaan bahagia." kata Limah, tersenyum menatapku.

"Kenapa harus ada tumbal." kataku lemah, menatap kedua sosok yang menyeringai penuh ancaman. Kampak yang dipegang pria itu berubah menjadi merah seperti besi yang dipanaskan sebelum ditempa. Perlahan kampak itu berubah warna menjadi biru.

"Tentukan siapa diantara kalian yang akan menjadi tumbal?" si wanita berkata dengan suaranya yang dingin dan penuh ancaman.

"Akuuuu..!" jawab kami serempak, sesaat kami saling berpandangan heran karena suara kami terdengar dalam waktu bersamaan padahal tidak kami rencanakan sebelumnya.

"Hahahaha, tumbal kalian sudah kami terima. Tumbal kalian yang mau berkurban untuk keselamatan orang yang kalian cintai itu lebih berharga dari tumbal nyawa kalian. Tumbal yang akan terus membuat nama Gunung Kemukus semakin harum terdengar ke setiap telinga mereka yang putus asa, Gunung Kemukus akan memberi mereka sebuah harapan." kata sosok mahluk itu yang perlahan lahar sirna dari hadapan kami, menghilang entah ke mana.

"Sempurna, semuanya sudah sempurna. Tapi bukan berarti terbebas dari karma. Kamu Jalu, akan mengalami penderitaan yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya. Anak anakmu sendiri yang akan menjadi musuhmu, hanya ada dua pilihan untukmu, membunuh atau dibunuh. Kalian para wanita, semua kutuk yang kalian bawa sudah terhapus. Pulanglah, temukan kebahagiaan kalian." kata sosok wanita yang mengikuti jejak sosok pria tadi, perlahan lahan dia menghilang dari pandangan kami

Kami terdiam dengan pikiran kami sendiri, apa yang sebenarnya terjadi? Apa benar ritual kami sudah sempurna. Perlahan Yoyoh membalikkan tubuhnya ke arahku diikuti oleh Limah, aku menatap mereka bergantian.

"Kang, ritual kita apa benar sudah sempurna?" tanya Limah dengan suara bergetar.

"Sepertinya begitu, Limah." jawab Yoyoh sambil menatapku, menunggu aku memperkuat apa yang baru saja dikatakannya.

"Ya, kita sudah menyempurnakan ritual ini." jawabku ragu. Apa benar ritual uni sudah sempurna.

Hal yang tidak terduga terjadi, Yoyoh merangkulku sehingga kuda kudaku goyah dan terjatuh bersamaan dengan Yoyoh yang menindihku.

=============

Akhirnya genap tujuh hari tujuh malam kami melakukan ritual sex, waktu yang kami lalui terasa lama. Kami rebah dengan tubuh bugil setelah lelah mengayuh badai birahi.

"Kita besok pulang, Kang?" tanya Limah.

"Iya, besok kita pulang." jawabku bahagia, akhirnya aku akan pulang dan bisa melihat anak anakku serta rengekan manja Ningsih.

Aku terkejut mendengar suara gaduh di luar. Tanpa berpikir panjang aku berdiri dan membuka pintu untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar.

"Kang, pakai baju..!" kata Limah berteriak mengingatkan keadaanku yang masih belum memakai pakaian alias bugil.

"Eh iya, lupa." kataku bergegas memakai celana panjang secepat mungkin, tanpa memakai baju aku berlari keluar kamar untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Kang, tutup pintu...!" teriak Limah dan Yoyoh bersamaan. Tapi aku sudah berada di ruang tamu melihat siapa yang datang membuat kegaduhan.

"Bangsat, kamu menjebakku...!" kata Dhea membuatku terkejut, kenapa dia datang kembali kesini. Bukankah dia sudah mendapatkan berkas yang selama ini dicarinya.

"Hahaha, ternyata kamu tidak lebih cerdas dari aku, Dhea. ” jawab Bi Narsih dingin. Aku heran, kenapa mereka sepertinya sudah saling mengenal lama.

"Kenapa kamu menyuruhku mengambil berkas itu padahal kamu tahu ini adalah jebakan?" tanya Bu Dhea membuatku semakin heran, jebakan seperti apa yang dimaksudnya. Apa benar Bi Narsih yang menyuruh Dhea mengambil berkas itu. Ini semua di luar perhitunganku.

"Seharusnya kamu tahu tujuanku, bukankah selama ini kamu membanggakan kecerdasanmu. Mana Japra, kenapa dia tidak bersamamu? Mana para pengawalmu, kenapa aku tidak melihatnya?" tanya Bi Narsih tertawa sinis.

"Japra tertangkap Polisi seperti yang sudah kamu rencanakan, untung aku berhasil melarikan diri. Markasku diobrak abrik. Kamu bajingani." kata Dhea dengan wajah geram, tangannya terkepal seolah olah akan melakukan serangan mencelakai Bi Narsih. Tapi aku tidak perlu merasa khawatir, Bi Narsih seperti halnya ibuku adalah pesilat tangguh.

"Lalu, maumu apa?" tanya Bi Narsih tenang. Dia melihat kearahku memamerkan senyumnya yang tetap menawan.

"Aku ingin kamu mati." jawab Dhea, matanya tidak sekalipun melihat ke arahku, seolah olah aku tidak terlihat olehnya yang lebih tertuju ke Bi Narsih.

"Dengan cara apa kamu akan membunuhku?" tanya Bi Narsih tenang, sekilas aku melihat Bi Narsih memegang sebuah pisau belati yang akan dilemparkannya ke Dhea saat situasi memungkinkan. Bi Narsih sangat ahli menggunakan pisau belati, aku sering melihatnya berlatih.

"Dengan ini..!" jawab Dhea secepat kilat dia mengeluarkan pistol dan menembak Bi Narsih.

Pada saat yang bersamaan Bi Narsih menyambitkan pisau belati ke arah Dhea dan kedua wanita itu terjungkal bersimbah darah. Peluru dari pistol Dhea tepat mengenai dada Bi Narsih, sedangkan belati Bi Narsih tepat menancap di tenggorokannya.

Aku terpaku melihat tubuh Bi Narsih terjungkal ke belakang membentur dinding papan kayu jati yang keras. Bajunya menjadi merah oleh darah yang terus menerus keluar dari dadanya yang bolong oleh peluru panas yang ditembakan oleh Dhea.

"Bi Narsih....!" aku menjerit memanggil nama Bi Narsih, secepat kilat aku merangkul Bi Narsih, memangku kepalanya.

"Jangan, Jang...!" Bi Narsih mencegahku saat akan menggendong tubuhnya. Matanya menatapku.

"Bu Tris, panggil dokter...!" perintah ku ke Bu Tris yang terpaku melihat adegan yang terjadi.

"Iyyyya..!" jawab Bu Tris yang tersadar oleh bentakanku.

"Jang, berkas itu sebenarnya tidak penting karena aku yang membuatnya bersama Kang Gobang. Berkas itu hanya untuk mengalihkan perhatian lawan yang berusaha mencelakai kami, aku yang menyebarkan berita tentang berkas tersebut ke dunia hitam tentang betapa berharganya berkas tersebut dalam jalur distribusi obat obatan terlarang. Siapa yang memiliki berkas itu, dia akan bisa mengendalikan peredaran obat obatan terlarang di Indonesia. Ayahmu tidak tahu hal itu, dia sama bodohnya dengan mu." kata Bi Narsih berusaha mengatur nafasnya yang tersengal sengal. Tanganku yang menutupi lukanya sudah berubah warna menjadi merah.

"Aku juga yang mengatur agar Pak Budi mengajakmu ritual, tujuannya untuk memancing ayahmu kel luar dar ri per sembu nyian. Aku yang menyyuruh or rang membunuh Bud di..." Bi Narsih kembali mengatur nafasnya yang tersengal sengal.

"Bi, sebentar lagi dokter datang...!" kataku berusaha memberi semangat ke Bi Narsih.

"Akkkkku juuuuga yang menyuruh Kang Karta memberimu pelajaran agar kammmu menjauhiiii dunia hiiitam. Akkkku tahuuu Kang Karta pasti akan menghajarmu dan akkku tahuuu........kallllian akkkkan ber... Ta...***ng. Ak...ku ta...hu kelll....le..mahan Karta ad....da di...kamu. Kar....ta ha....ya biss.....sa ma...ti ol....lehmu. Krooooo...!" tubuh Bi Narsih mengejang saat nyawanya melayang. Matanya melotot dan mulutnya terbuka, raut wajahnya terlihat menahan sakit.

"Bibi......!" teriakku berusaha menyadarkan Bi Narsih.



TAMAT
 
yeeyy tamat setelah 300 pages ..keren !!!

nah jadi paham, dari kutukan ini baru berlanjut ke cerita berikutnya di kamar sebelah
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd