Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Ada ya.. 3 suami menyerahkan istri2nya buat dipake si Ujang. Gatot ngizinan bininya dipake ritual di Kemukus. Budi Pasrahin Lilis ke Ujang buat punya anak. Ini giliran paman minta Ujang ngentotin bininya. Sudah 3 kali berulang Ujang dapat jeckpot..
 
Penasaran sama lilis gmana lanjutannya, hamil trus tiap hari samperin ujang ke kontrakan buat minta jatah peju
 
Bab 15 : Rahasia yang Terungkap


Sepulangnya dari kampung, aku mulai memindahkan semua barang barangku ke rumah kontrakan. Seminggu lagi ibu dan adik adikku pindah dari kampung ke Bogor. Setelah pembagian ijazah adikku. Jadi, aku harus mulai membereskan kontrakan, untuk ibu dan adik adikku. Bi Narsih memberikan sumbangan lemari pakaian dan kasur yang sudah tidak terpakai, namun kondisinya masih bagus.

Senang sekalu melihat kontrakanku sydah terisi lemari dan kasur, walau bekas. Sedangkan perabotan rumah tangga lainnya akan dibawa dari, kampung. Tinggal mengecat gerobakku, warnanya yang sudah pudar, harus dicat ulang.

"Jang, !" Lilis mengagetkanku.

"Eh iya, Teh." suaraku terdengar, gugup. Aku berbalik ke arah Lilis yang berdiri di sampingku.

"Lagi ngecat, Jang? Maaf, ganggu." kata Lilis, nenyodorkan kertas padaku, lalu pergi.

Aku segera membaca tukisan di kertas :

Jam 5 sore, Lilis tunggu di Mawar. Pak Budi lagi di luar kota, baru lusa, pulang. Lilis ingin malam ini, Ujang jadi milik Lilis, seutuhnya.

Dariku yang selalu merindukanmu. Lilis.


Buru buru aku merobek robek surat itu, agar tidak ada yang membacanya. Bahkan, aku membakar sobekan kertas itu.

Jam 5, aku sudah sampai Mawar. Kulihat Lilis tersenyum menyambut, kedatanganku. Kami langsung naik Angkot jurusan, parung. Turun di sebuah hotel melati yang cukup luas dan bagus. Para tamu bisa memarkirkan kendaraan yang dibawanya ke depan pintu, kamar. Kami dapat kamar samping kiri, sehingga kami bisa melihat semua kamar yang saling berhadapan.

"Jang, !" suara Lilis terdengar, bergetar. Tanganya mencengkeram pundakku. "Itu mobil, A Budi." Lilis menunjuk mobil berwarna merah, posisnya agak miring. Sehingga aku bisa melihat plat nomer mobilnya.

"Masa, itu mobil Pak Budi?" tanyaku, memastikan.

"Iya, Jang. Itu nomernya f xxxx LL, itu plat nomor mobil, A Budi." kata Lilis. Kulihat wajahnya pucat. "Ternyata A Budi, punya selingkuhan, Jang !"

Perhatian kami teralih, ketika pelayan datang membawa makanan dan minuman pesanan kami datang. Aku membisikkan sesuatu ke Lilis. Lilis mengangguk, mengambil dompetnya, mngambil 5 lembar uang 10.000. Aku membuka pintu kamar, mempersilahkan pelayan, masuk.

"Pak, mobil merah itu, nginep sama pacarnya ,ya? Ceweknya cantik gak, pak?" tanyaku sambil menunjuk mobi, Pak Budi.

"Gak tahu, A. " kata pelayan itu..

Lilis memberi pelayan itu uang 10.000.

"Beneran gak tahu, pak?" tanya Lilis, memperlihatkan 4 lembar 10.000. "Cerita donk, apa yang bapak, tahu.!" Lilis tersenyum, menggoda.

"Bapak yang pake mobil merah itus, sering ke sini. Dia itu, homo. Kalo ke sini bawa cowok muda yang ganteng. Tapi ganti ganti, orangnya. Orangnya, royal. Saya sering dikasih tip, 10.000." kata pelayan itu.

Wajah Lilis terlihat pucat, terkejut dengan apa yang didengarnya.

"Sering nginep di sini, pak?" tanyaku.

Seminggu sekali, pasti ke sini."kata pelayan itu.

"Makasih, atas infonya." kataku sambil mengambil uang dari tangan Lilis yang tampak shock. Kuberikan uang itu ke pelayan. Pelayan mengucapkan terimakasih, lalu pergi.

Lilis menangis meratapi nasibnya, menikah dengan seorang homo. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Satu satunya yang bisa aku lakukan adalah, memeluk Lilis. Mungkin pelukanku bisa meringankan beban Lilis.

"Pantesan, selama ini A Budi jarang mau berhubungab intim dengan, Lilis. Sebulan paling cuma sekali. Itu juga dia minum obat kalo mau berhubungan sama, Lilis." kata Lilis, suaranya mulai, tenang.

"Emang bener, Lilis mandul ?" tanyaku penasaran.

"Dulu Lilis dab A Budi emang pernah berobat ke dokter, tapi Lilis gak tau hasilnya. A Budi yang ngambil hasilnya. Kata A budi, kami mandul." kata Lilis, pilu.

Pikiranku buntu, tidak tau harus berkata apa. Sebuah rahasia besar yang tidak seharusnya aku ketahui dan selama sepuluh tahun pernikahan Lilis, rahasia itu terpendam rapat. Tiba tiba semuanya terungkap hanya dalam waktu beberapa menit, saja.

"Jang, kita pulang ya !" ajak Lilis, setelah tangisannya berhenti. Lilis berusaha tegar menghadapi semuanya. Dia sudah mulai terbiasa dengan penderitaanya selama 10 tahun yang terasa sangat, panjang.

Aku hanya tersenyum, mengangguk. Kuraih tangan Lilis yang terulur, meminta pertolonganku. Memintaku memapah tubuhnya yang kehilangan tenaga, bahkan untuk sekedar berdiripun dia sudah tidak mampu.

Kami berjalan perlahan menuju, pintu. Pintu kubuka perlahan. Dan kami melihat Pak Budi berjalan berangkulan dengan seorang pria muda yang tampan, tepat berjalan ke arah kami.

Kami sama sama terkejut, tubuh kami mematung. Saling menatap, tidak percaya dengan apa yang kami lihat.

Entah kekuatan dari mana, Lilis menarik tanganku kembali masuk kamar, namun terlambat. Pak Budi telah bergerak lebih, dulu. Tangannya menahan pintu yang akan ditutup oleh, Lilis.

"Lis, tunggu. Aa, mau bicara.!" pak budi merobos masuk, menabrakku yang berdiri di sampingnya. Tak ayal, tubuhku terpental menabrak tembok. Pak Budi bersujud di kaki Lilis yang duduk di pinngir, ranjang.

"Aku minta, cerai.!" kata Lilis,. Tangisnya kembali pecah.

Kulihat di depan pintu, pacar gay Pak Budi melihat ke dalam, wajahbya terlihat bingung. Setelah menyadari apa yng sedang terjadi, dia menutup pintu. Lalu pergi, entah ke mana.

"Jang, jangan pergi. Duduk di situ. !" Lilis membentakku yang akan membuka pintu. Tidak seharusnya aku ada di sini. Dengan terpaksa aku duduk di kursi yang menghadap, ranjang.

"Aa minta maaf, sudah membohongi, Lilis. Lilis boleh melakukan apa saja dan meminta apapu, pasti Aa kasih. Tapi, Lilis jangan minta cerai. Kasian abah dan Ambu, mereka sudah tua. Aa satu satunya anak, mereka. Kalau mereka tahu Aa ini Gay, apa yang akan terjadi, Lis?" Pak Budi terus memeluk kaku Lilis, sambil menangis pilu.

"Bukan cuma Lilis yang menderita, Aa juga lebih menderita dengan keadaan, Aa. Lilis boleh menjalin hubungan, dengan, Ujang. Tapi, jangan tinggalkan, Aa. " Pak Budi terus meratap dan memohon. Lilis hanya diam, sambil menangis.

Aku menghampiri mereka, lalu berjongkok di samping, Pak Budi. Kurengkuh pundaknya sambil kuajak berdiri.

"Pak, maaf. Pak Budi keluar dulu aja. Biar saya yang bujuk, Lilis." kupapah Pak Budi keluar kamar. Sampai di luar, Pak Budi menatapku.

"Tolong, Jang. Bujuk, Lilis. Aku percaya sama, kamu. " kata Pak Budi, sa.bil berjalan menuju mobilnya.

Aku menutup, pintu. Aku duduk di bangku, menghadap Lilis yang tidur membelakangi pintu sambil memeluk, guling. Isak tangisnya terdengar pelan. Perlahan.lahan hilang. Bahunya bergerak turun naik dengan, halus. Sepertinya, Lilis mulai tertidur. Setelah kejadian yang sangat mengguncang jiwanya.

Aku meminum kopi yang sudah dingin, kunyalakan rokok kretek kegemaranku. Perlahan, aku bisa menenangkan diri, stelah kejadian yang sangat mengejutkan, tadi. Pikiranku berusaha mencerna semuanya.

Entah kenapa aku terjebak dengan situasi, ini ? Situasi yang bisa menyulitkanku atau mungkin situasi yang menguntungkanku.
***********

"Jang, Ujang. Ko kamu tidur di kursi?" aku terbangun. Kulihat Lilis berjongkok di hadapanku, tangannya menggoyang goyang pahaku dengan lembut. Lilis tersenyum, menatapku.

"Lilis, lapar. Kita makan, yuk! Nantikan kita mau lembur." goda Lilis sambil mencium pipiku, mesra.

Makanan di meja sudah dingin, tapi tidak mengurangi selera makan kami. Kami makan dengan lahap, dalam sekejap, sudah habis kami makan.

Selesai makan kami rebahan sambil berpelukan. Lilis tampak kebih tenang. Semua bebannya seperti sudah lepas dari pikirannya.

Lilis tiba tiba menindihku, bibirnya mencium bibirku dengan lembut, aku membalas mekumat bibirnya, sambil merangkulnya. Kami berciuman dengan mesra, berusaha menepis kejadian tadi. Cukup lama bibir kami saling berpagut.

Lilis tersenyum menatapku, bibirnya kemudian menciumi leherku dengan lembut.

"Buka bajunya dulu, Lis, nanti bajunya kusut." kataku mengingatkan, Lilis.

Lilis tertawa, kecil. Lalu bangkit berdiri, merajuk, menatapku.

"Jang, bukain!" rengeknya, manja.

Aku berdiri. Kulepas jilbab Lilis, terlebih dahulu. Kemudian gamisnya aku buka melewati kepalanya. Gamis lebar yang menutup keindahan tubuh sexy, Lilis. Kenudian, kubuka BHnya, payudara Lilis begitu indah bentuknya. Celana dalamnyapun, aku buka. Kini, Lilis benar benar bugil di hadapanku. Kulitnya yang kuning langsat, mulus tanpa cela. Dengan lembut, kuangkat tubuhnya yang indah, kulrebahkan di ranjang yang empuk.

Akupun segera membuka seluruh pakaianku hingga bugil. Aku merangkak di atas tubuh indah Lilis. Bibir kami kembali berpagutan dengan mesra. Lidahku membelit lidahnya, cukup lama kami berciuman.

Kucium pipinya yang halus, bergerak perlahan ke belakang kupingnya. Harum rambutnya bercampur dengan harum kulitnya. Kujilati kulitnya yang mulai basah oleh keringat. Membuat Lilis merintih, nikmat. Jilatanku menyusuri lehernya yang jenjang. Sekali kali kuhisap disertai gigitan lembut, meninngalkan bekas merah di beberapa tempat, di lehernya yang, jenjang.

"Ujang..." suara Lilis begitu lirih, seperti merintih, manja.

Mulut dan lidahku bergerilya di sekitar toketnya yang sekal dan ranum. Kujilati dan kukecup hingga meninggalkan bekas merah di beberapa, tempat. Hingga ahirnya mulutku melahap putingnya yang semakin keras, kuhisap dengan lembut. Lilis semakin mendekap kepalaku ke toketnya.

Puas mempermainkan toketya, aku beranjak menuju selangkangannya. Kuciumi pahanya yang mulus dan harum. Kujilati bagian dalam pahanya dekat selangkangan. Jilatanku turun ke bawah, hingga dengkulnya. Lalu beralih ke paha satunya, dinulai dari dengkul, merayap hingga selangkangan.

Perlahan lidahku menjilati belahan memek dari bawah ke atas, berulang ulang, sesekali lidahku nenggelitik itilnya. Bahkan sesekali lidahku berusaha masuk, lobangnya. Membuat Lilis kelojitan, .engangkat pinggulnya.

"Jang, ennnnak. Kamuuu makin pinnnnter." Lilis nengerang nikmat. Tangannya membuka belahan memeknya agar kidahku bisa masuk ke dalamnya.

Lidahku menerobis lobang memek yang semakin basah, seperti ular, lidahku bergerak lincah membuat Lilis menggelinjang dan menjerit, nikmat.

"Ampunnnn, Jang. Lilis gak tahan.!"

Aku sendiri sudah tidak tahan, ingin membenamkan kontolku ke memeknya. Perlahan aku merangkak di atas tubuh Lilis yang mengangkang, pasrah. Kuarahkan kontolku pas di pintu masuk memek, Lilis. Perlahan lahan kutekan kontolku masuk ke dalam memek, Lilis yang sudah basah.

"Aaaaaw, ennnak Jang!" kata Lilis, saat kontolku menerobos masuk memeknya.

Aku memompa memek Lilis dengan penuh penghayatan. Kami saling bertatapan, wajah Lilis terlihat semakin cantik. Rona kenikmatan, terpancar jelas di wajah dan matanya. Tangannya memeluk pinggangku mengikuti irama pinggangku yan naik turun mengocok memeknya. Bibir indahnya, berkali kali mendesis.

"Terussss, Jang. Pelan pelan aja. Enak banget, sayang..." lilis tersenyum bahagia. Kenikmatan dan cinta berpadu menjadi satu. Matanya terpejam.

Ada kesengan tersendiri buatku, melihat wajah Lilis yang bahagia. Kontolku terus memompa memeknya dengan lembut dan berirama, menjelajah setiap bagian terdalam memek, Lilis.

"Jang, Lilisssssss, mauuuu kellllluarrrr, ennnnak, saaayang!" Lilis memeluk pinggangku dengan kencang, menahan gerakan pinggulku. Kontolku terbenam hingga dasar memeknya. Diam tidak bergerak. Kurasakan dinding memek Lilis berkintraksi, berkedut kedut meremas kontolku. Aku bisa merakan memek Lilis seperti menyedot kontolku dengan lembut, disertai rasa hangat yang membuatku nyaman.

Lilis mencium bibirku dengan lembut, kami berciuman cukup lama. Kurasakan kontraksi memek Lilis mulai reda.

"Jang, gantian Lilis yang diatas.!" kata Lilis. Saat aku akan mencabut kontolku, Lilis menahan pinggangku dengan tangan dan kakinya.

"Jangan dicabut, Jang. Kita berguling pelan pelan, jangan sampe kontol Ujang lepas."

Aku mengangguk. Sambil berpelukan, kami berguling ke samping, perlahan merganti posisi, aku di bawah dan kini Lilis menindih tubuhku. Perlahan, pinggulnya bergerak naik turun dengan lembut nengocok kontolku.

"Ennnak, sayang?" Lilis mengecup bibirku.

"Enak, Lis.." jawabku. Tanganku meremas pantat Lilis yang bulat. Lilin menggerakkan pantatny pelan pelan, membuatku mampu mengontrol orgasmeku lebih lama.

Lilis merubah posisinya, berjongkik. Tangannya bertopang di dadaku. Sehingga toketnya yang indah, terlihat jelas, nenggidaku untuk menyentuh dan meremasnya.

"Iya, Jang. Remes toket, Lilis."

Berbeda dengan Mbak Wati dan Bi Narsih saat sedang ngentot. Wajah mereka terlihat binal dan liar. Wajah Lilis tampak tetap lembut dan anggun. Gerakannya lembut dan berirama,. Ngentot dengan Lilis, terasa indah dan penuh perasaan.

Tekanan memek Lilis, begitu terasa bergesekan dengan kulit kontolku. Lilis mendesah keras dan terdengar merdu.

"Jang, Lilis keluarrrrr lagiiiii, nikmat!" Lilis mengerang mendapat orgasme ke duanya. Tangannya mencengkeram dadaku.

"Enak, jang." Lilis tersenyum bahagia. Dilumatny bibirku dengan, kembut.

"Kamu belom keluar ya, say? Lilis pengen dientot nungging." kata Lilis, bangkit dari atas tubuhku.

Aku turun dari ranjang, Lilis menungging di pinggir ranjang. Segera kuarahkan kontolku ke memek Lilis. Blesss, kontolku nenerobos memek Lilis yang sudah semakin basah.

"Jang, kencingin, biar kamu cepet keluar, say!" kata Lilis syahdu. Kepalanya menoleh ke arahku.

Akupun mempercepat kocokanku, memompa memek Lilis dengan penuh tenaga. Tapi kuusahakan agar tidak kasar. Cepat tapi tidak kasar. Kocokanku yang cepat, membuat tubuh Lilis terguncabg guncang.

"Iyaaa gitu, sayang. Enak banget, say.!" Lilis menjerit manja menerima sodokanku yang bertenaga.

"Aduhhhhh, Jang..... Lilis mauuuu kellllluar lagiii." Lilis mencengkeram sprei dengan keras.

"Akuuuuu, jugaaaa mauuu keluarrrr Lissss!" aku tak mampu lagi bertahan lama. Kontolku berkontraksi menyemburkan pejuh panas membasahi memek Lilis.

"Lilis, kelllllluarrr jugaaaaaa." kurasakan memek Lilis berkontraksi menyedot kontolku agar semua pejuhku habis tidak tersisa.

Setelah badai orgasme reda, Lilis merebahkan tubuhnya di ranjang yang empuk. Bibirnya tersenyum menatapku.

"Makasih, Say... Peluk Lilis, Jang.!" Lilis melambai ke arahku. Akurebahkan tubuh di sampingnya. Kupeluk tubuh molek Lilis, dengan mesra.

"Jang, Lilis gak mau kehilangan kamu. Lilis ingin selalu bersama kamu. Tapi, Lilis gak berani minta cerai sama Budi, takut Abah dan Ambu ( orang tua Pak Budi/mertua Lilis) kena serangan jantung. Abah dan Ambu sudah sangat baik sama orang tua Lilis. Dulu kami miskin, Abah dan Ambu sering ngebantu kami. Orang tua Lilis dikasih sawah 1,5 hektare, rumah. Kehidupan orang tua Lilis makmur karna Abah dan Ambu. A Budi anak tunggal, harapan mereka satu satunya.

Lilis takut kamu kecantol cewek lain, lalu nikah. Terus Ujang ninggalin, Lilis. Lilis, takut Jang."

"Aku kan masih 21 tahun, masih lama nikahnya." kataku. Bingung harus bicara apa.

"Jang, bagaimana kalo kamu nikah sama, Ningsih? Jadi kita bisa selalu ketemu." kata Lilis, menatapku penuh harap.

"Belom tentu Ningsih mau sama, aku. Ningsih kan cantik. Pasti banyak yang naksir. Aku kan cuma tukang mie ayam yang miskin." jawabku sambil tertawa, lucu.

"Kamu itu ganteng, Jang. Makanya Mbak Wati ngajak kamu ritual. Kalo kamu jelek, belom tentu Mbak Wati, mau. Kemaren Ningsih nelpon, katanya dia ngimpi jin yang dulu ngeganggu dia sampe gak bisa nikah, udah pergi. Naik motor harley davidson. " kata Lilis.

"Keren amat, jinnya naek motor Harley." kataku. "Lis, enakan ngentot di sini, ya? Dari pada ngentot di Gunung Kemukus." kataku sambil mencium rambutnya yang harum.

"Enak apanya? Menurut Lilis, sama enaknya, selama yang ngentotin Lilis, kamu." kata Lilis.

"Enakan di sini, sayang. Di sini kamarnya bagus, wangi, ada tvnya. Ranjangnya juga empuk. Ada kamar mandibya juga. Kali di Gunung Kemukus, kamarnya jelek, triplek, bau kasurnya keras gak pernah dijemur" kataku.

"Hihihihi, tapi selama ada Ujang di samping Lilis, Lilis bahagia, Jang."

Kami terus ngobrol sambil berpelukan. Tangan Lilis membelai belai kontolku hingga ngaceng lagi.

"Say, kontol kamu ngaceng lagi !" kata Lilis yang langsung melahap kontolku dengan bernafsu.
********
 
cieeeee....pak budi ketauan gay..
rejeki nomplok buat ujang
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd