Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Semua ceritanya bagus, tapi menurutku tiap update tidak selalu harus ngentot, mungkin ceerita berkonflik sedikit akan makin bagus, karena nanti pas ngentot serasa lega. Cuma saran sih... karena kalau ngentot sampai berkali-kali begitu kok kesannya jadi bosan juga, bosan maksudnya ikut merasakan ujang bosan... terkesan nafsunya kurang menggebu entar.
Setuju....
Biar ada warna di perjalanan cerita ...masukan unsur intrik antar pelaku cerita brot ...
 
Bab 18 : Mimpi yang Aneh


Setelah menempuh perjalanan dari Bogor, ahirnya kami sampai juga di Gunung Kemukus. Kami menginap di tempat yang sama. Ibu pemilik Warung menyambut kami dengan senyumnya yang khas dan tegur sapa yang bersifat, basa basi.

Setelah ngopi dan makan, kami masuk kamar yang sama dengan yang kami tempati saat pertama kali datang. Tidak ada yang berubah dengan isi kamar, hanya spreinya yang sudah diganti. Kurebahkan tubuhku yang letih setelah menempuh perjalanan, jauh. Lega sekali rasanya bisa merebahkan badan, walau di atas kasur lusuh.

"Kita mau langsung ke sendang, apa nanti ?" tanya Mbak Wati yang ikutan berbaring di sampingku.

"Ya udah. Mandi dulu yuk, biar segar.!" ajak Mbak Wati.

"Mbak duluan, nanti gantian." kataku. Malas. "Aku ingin tidur dulu.!"

Dan aku benar benar terridur.
*******

Apakah aku bermimpi, lagi?

Kulihat sekelilingku begitu sunyi. Tak ada apa apa di sekelilingku. Hanya tanah lapang yang luas.

Aku ketakutan, ingin berlari, tapi lututku lemas, aku jatuh terduduk. Aku terkejut saat seseorang memegang bahuku,, entah datang dari mana, tiba tiba saja seorang pria tampan berdiri di sampingku. Senyumnya membuatku tenang.

"Jangan takut, anakku."

"Sisiapa anda?" tanyaku heran.

"Aku adalah kamu. Aku adalah khadam yang dititipkan untuk menjagamu. Aku adalah warisan ayahmu." kata kata orang itu membuatku bingung, tidak mengerti apa yang diucapkannya.

Pria itu lalu mengajakku berjalan menaiki tangga,. Sampailah kami ke makam Pangeran Samudra. Aku terkejut melihat seorang pria yang sangat mirip denganku. Dia adalah almarhum ayahku. Ayahku bersama Bi Narsih. Aku benar benar terkejut melihatnya. Bi Narsih masih sangat muda, seperti seumuran dengan, Desy.

"Ayah...! Bi Narsih...! " tidak percaya dengan penglihatanku.

"Bukankah itu ayahmu dan wanita itu Bibimu ?" tanya pria yang mengajakku.

"Ayah dan Bibimu adalah pelaku Pesugihan Gunung Kemukus. Tapi ayahmu telah ingkar janji, sehingga semua kekayaannya lenyap dalam sekejap. Yang tersisa dri ayahmu adalah, ILMU PEMBANGKIT BIRAHI, yang secara tidak sengaja kamu warisi. Sedangkan Bibimu mendapatkan kekayaan, tapi dia berubah menjadi Budak Sex. Birahinya tidak akan terbendung." pria itu menerangkan apa yang aku lihat.

"Perjanjian apa yang telah ayahku, ingkari ?" tanyaku.
**********

Jang, bangun ! Sudah jam 4 sore." Mbak Wati, membangunkanku.

Aku menggeliat, merenggangkan semua otot otot di tubuhku. Kulihat Mbak Wati duduk menghadap ke arahku.

"Mbak sudah mandi?" tanyaku.

"Belum, Jang. Sekalian mandi di sendang. Siap siap, yuk. Kita ngopi dulu, baru ke sendang"

Dengan malas, aku bangun mengikuti Mbak Wati, ke warung. Ternyata bukan hanya kami yang menginap. Di warung sudah ada seorang pria dan wanita, taksiranku usia mereka awal 30an. Wajah si pria cukup tampan, si wanita juga lumayan cantik. Walau tidak secantik Ningsih dan Lilis. Wanita itu juga berjilbab. Kami saling melempar senyum

"Sudah berapa hari di sini, Mbak? Wanita itu memulai pembicaraan.

"Baru sampe tadi jam 9 pagi, Mbak. Kali Mbak datang dari kapan?" tanya Mbak Wati.

"Saya juga baru sampe jam 10. Rencananya mau sampe Jum'at. Mbak juga sampe Jum'at Pon, ya?" tanya wanita itu.

"Iya, Mbak. Sudah berapa kalu ke sini, Mbak?" tanya Mbak Wati.

"Baru sekali, Mbak" lalu kami berkenalan. Si Pria benama Aji dan si wanita Anis, mereka dari karawang. Mereka banyak bertanya tentang tata cara, ritual. Mbak Wati menjelaskannya panjang lebar.

"Kalau begitu kita bareng ke Sendang Ontrowulan, terus kita ziarah ke makam Pangeran Samudra." mbak Wati mengajak mereka. Mereka langsung saja setuju.

Ketika kami masuk ke dalam bilik Sendang, Anis minta mandi bersama sama, alasannya mereka sama sekali belim tahu tata cara mandinya. Awalnya Mbak Wati keberatan, Mbak Wati menerangkan bahwa mandinya harus berpasangan biar lebih manjur.

"Iya, Mbak. Saya ngeti. Kalau Mbak keberatan kami liat Mbak mandi, gimana kalau saya duluan mandi dengan Aji. Mbak yang ngajarin bacaannya?" Anis tetap memaksa diajarin cara mandinya. Padahal Mbak Wati, sudah menjelaskannya secara detil.

Ahirnya Mbak Wati setuju. Kami berempat masuk bilik Sendang. Anis langsung membuka jilbab dan gamisnya hingga tersisa celana dalam dan BHnya saja. Tidak terlihat perasaan risih di wajahnya, padahal ada aku. Tetek Anis cukup besar, kulitnya juga bagus, kulitnya cukup putih.

"Mandinya harus bugil," kata Mbak Wati, menerangkan.

Teh Anis langsung membuka BH dan Celana dalamnya. Aku sempat melihat memek Anis, mulus tanpa jembut. Aji pun membuka seluruh pakaiannya seperti Anis.

Mbak Wati menyuruh Aji mengisi ember dengan air sendangmenatapkuMbak Wati menyuruh Aji dan Ani duduk bersila menghadap Sendang, Mbak Wati menuntun mereka membaca mantra mandi permohonan ke Dewi Ontrowulan.. Selesai membaca mantra, Mbak Wati menyuruh Aji menyiram air kembang ke kepala Anis sebanyak 3x. Gantian Anis menyiram air ke Aji. Setelah itu mereka mandi sendiri.

Setelah kami semua selesai menjalani ritual mandi, kami langsung ke bangsal Sonyoyuri, tempat Pangeran Samudra dimakamkan.

Begitu memasuki area makam, lututku gemetar tanpa bisa kutahan, aku jatuh terduduk, tepat di bagian kaki makam. Samar samar ada suara sedang membaca mantra. Tanpa dapat kutahan, aku mulai mengikuti alunan mantra. Entah berasal dari mana suara itu.

Samar samar aku melihat sosok yang pernah kulihat dalam mimpi, dia tersenyum ke arahku.

"Tepati janji yang pernah dibuat, ayahmu!" suara itu begitu jelas di telingaku. Apakah sosok itu yang bicara padaku? Tapi sejak tadi mataku tidak beralih darinya. Sosok itu hanya tersenyum, tidak menggerakan bibirnya. Apa sebenarnya janji, ayahku?

Sosok itu perlahan sirna, kesadaranku perlahan pulih. Kulihat Mbak Wati, Aji dan Anis begitu khusuk, berdoa. Selesai berdoa, mereka menaburkan kembang, lalu mereka berebutan mencari kembang kantil yang merreka taburkan. Lalu kami kembali ke penginapan.

Sepanjang jalan, aku kebih banyak diam, mendengarkan obrolan Mbak Wati dan Anis yang berjalan di depan. Mataku tertuju ke pantat Anis yang besar, bergoyang goyang saat jalan. Pasti ini cewek, hyper. Pikirku.

"Jang, gimana hasilnya setelah kamu ziarah ke sini?" tanya Aji,membuyarkan lamunanku.

"Alhamdulillah, Kang Aji. Jualanku sekarang lebih laris. Kang Aji sendiri, usaha apa? Tanyaku.

"Aku jualan baju keliling, Jang. Kalau Anis, dia buka Warung kopi di rumahnya." kata Aji menerangkan.

"Rumah Akang sama Teh Anis, dekat?" tanyaku.

"Jauh, Jang. Beda kecamatan. Kenal karna sering ngopi di tempat, Anis."

Setibanya di penginapan, Mba Wati langsung memesan sesajen, sekalian diantar ke kamar. Sebenarnya aku pengen duduk duduk dulu sambil ngopi. Tapi Mba Wati, nyuruh ngopinya di kamar saja. Dingi, katanya.

"Udah tau kan tata cara ritual selanjutnya, gak usah diajarin lagi?" tanya Mbak Wati, menggoda Anis sebelum masuk kamar. Ternyata kamar Anis bersebelahan dengan kamar kami.

Sesajen sudah disiapkan, kami mulai bermitasi dan membaca mantra dalam keadaan bugil. Kembali aku mendengar alunan mantra yang tidak jelas asalnya dari mana. Begitu mistis, membuat sekujur tubuhku merinding. Kembali aku mengikuti alunan mantra dalam hati. Hidungku mencium bau wewangian yang asing. Membuat birahiku bangkit maksimal.

Suara alunan mantra itu tiba tiba hilang. Aku melihat Mbak Wati masih khusuk membaca mantra. Tubuh bugilnya tidak terganggu hawa yang semakin dingin. Hanya putingnya yang terlihat semakin mengeras oleh hawa yang dingin.

Dari kamar sebelah, rupanya pertempuran sudah dimulai. Suara rintihan Anis terdengar jelas. Karna kamar kami hanya dipisah dinding triplek setinngi 2 meter. Kalau aku naik kursi, aku akan bisa melihat persetubuhan mereka.

"Kocok yang kenceng, Jiiii. Memek Annnisss " terdengar suara Anis begitu jelas.

"Udah pengen ya, kamu?" Mbak Wati mengangetkanku yang melihat dinding triplek.

Mbak Wati melumat bibirku dengan mesra, aku membalas dengan bergairah. Lama kami berciuman. Tanganku meremas teteknya yang besar dan kenyal. Kupermainkan putingya yang sudah mengeras.

"Jang, tangan kamu semakin nakal, aja. " Mbak Wati berbisik. Lalu dijilatinya kupingku, membuatku kegelian. Tangannya membelai kontolku yang sudah ngaceng maksimal.

Aku mendorong Mbak Wati, rebah di atas kasur lusuh. Kujilati puting teteknya dengan gemas. Kuhisap dengan keras, berharap ada asi yang bisa kuminum. Perjuangan yang sia sia, karna tetek Mba Wati sudah tidak mebgeluarkan, asi.

Bosan dengan teteknya, aku beralih ke memeknya ya g gundul karna rutin dicukur. Kubenamkan wajahku di memeknya yang indah dan bergelambir. Memek Mbak Wati, suadah sangat basah.

Kujilati memeknya dengan bernafsu, sesekali aku menggigit gelambir memeknya yang menggemaskan. Itilnyapun aku hisap hisap.

"Ennnak, jang. Memek Mbak kamu jilatin." Mbak Wati mengerang nikmat. Tangannya memegang kepalaku yang berada di selangkangannya.

Aku semakin bernafsu menghisap cairan memek Mbak Wati. Nikmat sekali rasanya.

"Udahhh, ampunnn, Jang. Entot Mbak sekarang.!" kata Mbak Wati.

Aku merangkak di tubuh Mbak Wati. Mbak Wati langsung menuntun kontolku memasuki memeknya. Aku mendorong pinggulku, dengan mudah kontolku menerobos masuk memek Mbak Wati.

"Aduhhh, ennak kontol kamu, say" Mba Wati memelukku, bibirnya mencium bibirku dengan bernafsu.

Sambil berciuman, aku memompa memek Mbak Wati dengan cepat, sehingga menimbulkan suara kecipak yang merdu.

"Terussss, jang. Yang kencang, kontol enak." Mbak Wati ikut menggerakkan pinggulnya menyambut hujaman kontolku.

"Jang, akuuuu kelllluarrrrr," mbak Wati memelukku dengan erat, kakinya menahan pinggangku agar tidak bergerak dan kontolku terbenam semakin dalam.

Setelah badai orgasmenya reda, Mbak Wati mendorong tubuhku, menyuruhku telentang. Mbak Wati langsung melumat kontolku, menghisap dan mengocok ngocok kontolku dengan mulutnya, membuatku menggelinjang nikmat.

"Ennnak, Mbak!" kontolku ngilu ngilu nikmat. "Udah Mbak, masukin lagi.!"

Mbak Wati berjongkok, kontolku diarahkan ke lobang memeknya,. Pinggul Mbak Wati turun menelan kontolku hingga amblas seluruhnya. Nikmat sekali kontolku bergesekan dengan dinding memek yang lembut dan basah. Benar benar nikmat.

Mbak Wati bergerak naik turun dengan berirama menstimulasi memeknya agar mendapatkan kenikmatan yang lebih dahsyar dari orgasme pertamanya. Wajahnya menunduk melihat pertemuan kontol dan memeknya yang terbuka lebih lebar.

"Jang, kontol kamu gede gede amat, memek Mbak sampe dower." mbak Wati tersenyum. Pinggulnya terus bergerak naik turun dengan perlahan.

"Gila, ennnnak banget memek Mbak!" Mbak semakin tahu aja memperlakukan kontolku hingga kenikmatan yang kurasakan semakin maksimal.

"Kontol kamu jyga ennnak banget, say" wjah Mbak Wati terlihat semakin binal saja. Mbak Wati semakin cepat memompa kontolku, tangannya bertopang di dadaku.

"Jang, Mbak mauuu kelllluarrrrr." mba Wati mencebgkeram dadaku, untung kukunya tidak panjang, jadi tidak begitu sakit.

"Akkkku jugaaaa Mbak. Kitaaaa bareng, ennnnak!" aku merasakan hal yang sama dengan Mbak Wati, kontolku berkedut menembakkan pejuhku dengan deras.

"Jang, ennnak! Kontol kamu benar benar hebat." Mbak Wati mencium bibirku setelah badai orgasmenya reda.

******

"Narsih hamil, kamu harus tanggung jawab, Gobang !" teriak mang Karta ke orang yang membelakangiku. Gobang, bukankah itu nama ayahku Aku berjalan ke arah Mang Karta yang beriri bertolak pinggang. Ya, benar. Itu ayahku.

"Tapi, Narsih adalah adik iparku, aku tidak bisa menikahinya. Lagi pula Narsih tahu dengan resikonya saat kami ke Gunung Kemukus." kata ayahku berusaha menenangkan Mang Karta yang marah besar.

"Kamu harus tetap bertanggung jawab, bagamanapun caranya. " mang Karta sudah tidak mampu lagi menahan amarahnya. Tanganya menonjok wajah ayahku, gerakannya cepat dan bertenaga.

Reflek, ayahku menangkis serangan Mang Karta dengan tangan kanannya. Serangan pertamanya gagal, Mang Karta merubah jurusnya dengan selup jero. Tangan kirinya menepis tangan kanan ayahku yang sedang menangkis, mang karta menarik tangan kanannya lalu kembali menonjok dagu ayahku dengan posisi kakinya kanannya ikut maju dan tubuh agak doyong ke depan, tenaga gabungan yang dikumpulkan di kepalan tinjunya akan menghasilkan tenaga yang dahsyat.

Gerakan ayahku terkunci. Tapi ayahku semasa hidupnya terkenal sebagai jawara hebat, dia tidak gugup menghadapi serangan Mang Karta, tangan kiri ayahku meraih siku kanan mang Karta yang mengunci tangan kananya, menariknya, sementara kaki kiri ayahky nenendang tulang kering kaki Mang Karta. Tubuh mang Karta tertarik ke samping dan pukulannya melesep, akibatnya patal, mang Karta hampir jatuh nyungsep akibat tarikan ayahku dan juga tenaga pukulannya yang meleset.

Tapi Mang Karta jug terkenal sebagai jawara yang sangat ditakuti, ilmu silat Cimandenya sudah mumpuni. Mang Karta menggulingkan tubuhnya du tanah, nenjauh dari ayahku. Mang Karta bangkit kembali, memasang kuda kuda, siap menerima serangan .

"Karta, kita gak boleh berkelahi seperti ini. Semuanya bisa dibicarakan dengan baik baik." ayahku masih berusaha menenangkan Mang Karta yang sudah sangat marah.

Bujukan ayah dijawab dengan serangan mematikan Mang Karta, kembali terjadi pertarungan sepihak. Aku bilang sepihak karna ayahku hanya bertahan, tidak membalas serangan Mang Karta. Gerakan Mang Karta cepat dan bertenaga. Bahkan pohon sebesar paha orang dewasa yang terkena pukulan Mang Karta patah, pelan pelan tumbang.

Orang bilang, pertahanan terbaik adalah menyerang. Ayahku yang hanya menangkis dan menghindar ahirnya terkena pukulan telak Mang Karta yang menghantam dagunya dengan keras, ayahku terjatuh, kepala belakangnya menghantam batu dengan keras.

Mang Karta menatap ayahku yang tergeletak tidak bergerak. Mang Karta menunggu dengan waspada. Dia tahu, ayahku seorang jawara hebat, tidak mungkin kalah habya dengan satu pukulan. Tapi ayahku tetap tidak bergerak walau sudah dutunggu cukup lama.

Mang Karta mendekati ayahku, kewaspadaanya tetap terjaga. Kakinya menendang pelan dada ayahku. Tak ada reaksi. Mang Karta berjongkok, memperhatikan dengan seksama, tidak ada gerakan di dada ayahku. Perlahan Mang Karta memegang urat nadi leher ayahku.

"Kang Gobang.! Bangun Kang!" Mang Karta mengguncang guncangkan tubuh ayahku.

Aku lemas melihat adegan ayahku. Melihat ayahku mati tragis di tangan Mang Karta. Aku berteriak mencegah Mang Karta yang mengangkat tubuh ayahku, melemparnya ke sungai yang sedang banjir.

******

Aku terbangun, tubuhku basah oleh keringat. Ach ternyata aku cuma bermipi.

Mbak Wati tidur dengan nyenyaknya. Tubuh bugilnya tertutup kain batik panjang yang dibawanya dari rumah.

Perlahan aku bangun. Kupakai celana training dan kaos. Aku berjalan perlahan agar Mbak Wati tidak terbangu. Di kamar mandi aku bertemu Anis yang sedang kencing. Pintu kamar mandi dibiarkan terbuka.

"Ujang, bikin kaget saja." kata Anis setengah berteriak melihat kehadiranku yang tiba tiba. Anis berdiri, tidak sadar celanabya belim dinaikkan, sehingga aku bisa melihat memeknya yan tidak berbulu.

"Teh, memeknya kelihatan!" kataku sambil tersenyum, lucu. Lumayan bisa menghilangkan pengaruh mimpi burukku tadi.

Anis hanya tertawa kecut, menaikkan celana dalam dan celana tidurnya, tak rasa malu di wajah cantiknya.

"Udah, jangan diliat mulu, nanti kamu pengen." kata Anis sambil mencium pipiku.

Aku masuk kamar mandi, Anis menahan pintu yang mau aku tutup.

"Jangan ditutup, Jang. Anis takut. Tadi ngebangunin Aji minta dianter, gak bangun bangun. Apa lagi tadi ngedenger kamu teriak, makin takut aja." kata Anis.

Aku hanya mengangguk. Aku hanya mengeluarkan kontolku saat kencing, sehingga Anis bisa melihatnya. Masih lembek.

"Jang, gede amat. Padahal belom bangun" kata Anis takjub.

"Apanya yang gede?" tanyaku.

"Kontol kamu. Pantesan tadi Mbak Wati teriak teriak keenakan waktu ngentot. Sampe 3 ronde, lagi. Aji baru dua ronde, udah KO" kata Anis.

"Mau nyobain?" tanyaku menggoda Anis sambil menghadap ke arahnya memperlihatkan kontolku.

Aku buru buru menaikkan celanaku saat tangan Anis mau memegang kontolku.

"Ich, Ujang jahat!" omel Anis.

Sampai kamar aku termenung memikirkan mimpiku. Hanya mimpi, bukan hal yang nyata. Tidak mungkin Mang Karta yang membunuh ayahku. Setahuku, ayah meninggal karna hanyut di sungai, mayatnya ditemukan menyangkut du batu dalam kondisi membusuk.

Hanyut? Bukankah dalam mimpiku, Mang Karta melempar mayat ayahku ke sungai.

******
 
Hmm...
Mulai seru nih....
Selain ritual kemukusnya ternyata
Ada pula unsur masa lampaunya...

Nyimak lagi..
 
Jangan-jangan .. si Desi anaknya bi narsih .. sodara Satu bapak sama si Ujang ... Wew mantap .. hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd