Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Ritual Sex di Gunung Kemukus

Bab 6 : Swinger Berkedok Ritual



Selesai ziarah di Makam Pangeran Samudra kami kembali ke kamar penginapan. Kecanggungan Lilis sudah hilang, tangannya menggandeng tanganku menuruni anak tangga yang cukup banyak mengikuti Pak Budi dan Mbak Wati yang juga bergandengan tangan.
Aku seperti mimpi, 2 minggu yang lalu Mas Gatot menawariku Ritual Pesugihan Gunung Kemukus, syarat utamanya bersetubuh dengan istrinya selama beberapa malam, puncaknya Malam Jum'at Pon. Situasinya sekarang berubah, secara kebetulan kami bertemu dengan Pak Budi dan Lilis, istrinya. Dan, tiba tiba Pak Budi menawariku bertukar pasangan dengan istrinya yang cantik dan anggun. Wanita yang kukenal selalu mengenakan hijab dan rajin mengikuti pengajian. Tapi, hijab yang dikenakannya dilepas begitu saja demi Ritual Sex Gunung Kemukus. Benar benar dunia yang gila dan nyaris di luar akal sehat.

Surprise yang aku terima tidak berhenti sampai situ, Lilis mengajakku melakukan ritual selama 9 hari, bayangkan 9 hari melakukan ritual dengan wanita secantik Lilis, siapa yang mau menolaknya? Hanya orang gila yang akan menolak ajakannya dan aku pria waras yang tidak akan bisa menolak ajakannya. Apa lagi aku seorang pemuda yang baru mengenal sex, gairahku sedang tinggi tingginya.

"Makan siang dulu, yuk !" ajak Pak Budi setiba d warung tempat kami menginap. Ibu warung terlihat sangat bersemangat menyambut kedatangan kami, layaknya tamu terhormat.

"Iya, Lilis sudah lapar, A." jawab Lilis tersenyum, genggaman tangannya semakin erat saja. Halus, terlalu halus membuatku takut tangannya akan lecet bersentuhan dengan tanganku yang kasar. Tangan yang selalu mendorong gerobak mie ayam menyusuri setiap jalan hingga daganganku habis dan aku pulang dengan kantong yang sudah terisi penuh.

"Jang, kamu temenin istriku sampe Jum'at kliwon, ya ! Biar nanti Mbak Wati pulang bareng aku. Masalah biaya kamu, biar semuanya aku yang menanggung. Nanti setelah ritual aku akan memberimu uang pengganti selama kamu tidak berjualan. Anggap saja sebagai mahar ritual." kata Pak Budi setelah kami selesai makan.

"Iiiiya, Pak.” jawabku gugup membayangkan selama 9 hari aku akan bersama Lilis, menikmati hari hari indah seperti layaknya pengantin baru dengan wanita secantik Lilis. Setiap pria pasti akan merasa iri dengan keberuntungan ku. Sekilas aku melihat ke arah Mbak Wati yang menendang kakiku dari kolong meja sehingga tidak ada yang melihat perbuatannya.

"Pak Budi sudah kaya, kenapa masih nyari pesugihan?" Tanya Mba Wati berusaha mengalihkan perasaannya yang aku abaikan. Matanya menatapku tajam, ada api cemburu yang terpancar dari matanya.

"Saya nggak mencari pesugihan, Mbak, kedatangan kami agar bisa mempunyai anak. Sepuluh tahun kami menikah, semua cara sudah kami coba untuk mendapatkan anak tapi semuanya tidak berhasil. Mungkin dengan melakukan ritual di Gunung Kemukus Lilis bisa hamil, walau mungkin benih pria lain yang akan membuahi rahimnya." kata Pak Budi menatapku penuh harap. Sekali lagi Mbak Wati menendang kakiku tepat pada tulang keringku. Untung saja kakiku terutama tulang keringku sudah terlatih dengan latihan silat Cimande sehingga aku tidak merasa sakit, tapi tetap saja aku kaget.

"Begitu ya, Pak." kata Mbak Wati mengangguk anggukan kepala saat melihat Lilis melihatnya curiga.

"Iya, Mbak. Untung saja kami bertemu dengan kalian sehingga kami tidak melakukan ritual dengan sembarang orang yang berisiko tertular penyakit kelamin. Aku yakin kalian bersih." kata Pak Budi tersenyum lebar.

Aku melirik Lilis yang juga sedang menatapku, apa aku tidak salah lihat atau memahami arti pandangan Lilis yang terlihat bahagia. Atau hanya perasaanku yang kegeeran menganggap Lilis menaruh hati padaku.

"Iya Jang, jadilah pasangan ritual Lilis selama di sini, apa bila Lilis hamil tentu kami tidak akan pernah melupakan jasamu." kata Lilis, sambil tersenyum, senyum yang membuat hatiku berdebar aneh. Aku berharap bisa mewujudkan keinginan Lilis, membuahi rahim Lilis dengan benihku. Setiap pria normal pasti ingin bisa menghamili wanita secantik, Lilis dan mempunyai keturunan darinya.

"Maaf Pak, selama ritual dengan saya, Pak Budi harus pakai kondom." kata Mbak Wati membuatku heran, kenapa dia tidak menyuruhku memakai kondom. Padahal jelas jelas menyuruh Pak Budi memakai kondom.

"Kalau masalah itu tidak perlu khawatir, saya sudah mempersiapkan kondom dari rumah." kata Pak Budi membuat Mbak Wati menarik nafas lega dan aku agak kecewa, Sepertinya Pak Budi akan memintaku memakai kondom, tentu mereka tidak mau Lilis hamil olehku.

"Kita masuk, yuk! Pak Budi dan Teh Lilis pasti capek setelah menempuh perjalan dari Bogor ke sini. " ajak Mbak Wati yang melihat Pak Budi beberapa kali menguap karena lelah.

"Yuk A, Lilis juga capek." kata Lilis menarik tanganku berdiri mendahului Mbak Wati dan Pak Budi.

Kami masuk kamar setela Mbak Wati memesan sesajen ke Ibu warung. Tidak lama sesajen pesanan kami diantar Ibu Warung ke kamar kami.

"Kita mulai ritualnya, Teh.!" ajakku ke Lilis yang sejak tadi memperhatikanku menyusun sesaji.

"Ritual apa lagi, Jang?" tanya Lilis membuka jilbabnya sehingga rambutnya yang tersanggul terlihat indah walau masih terlihat basah. Inilah pertama kalinya aku melihat rambut Lilis, indah sungguh indah.

"Kalau kata Mbak Wati kita harus melakukan meditasi dengan tubuh telanjang dalam posisi saling berhadapan," kataku menerangkan apa yang telah kulakukan dengan Mbak Wati.

"Masa harus begitu, enak di kamu bisa lihat Lilis telanjang." kata Lilis membuatku terdiam, bagaimana aku harus menerangkan tentang tata cara ritual disini, bukankah sudah jelas kami harus berbuat mesum.

"Itttukan syarat ritual..!" kataku berusaha membela diri.

"Hihihi, Lilis cuma becanda, memang begitu syaratnya sama dengan yang diterangkan oleh orang pintar yang ngasih petunjuk ke Lilis. Emang kamu sudah gak sabar ingin mekihat Lilis yelanjang ya?" tanya Lilis semakin menggoda ku.

"Iya, kalau boleh." jawabku lirih, membayangkan Lilis bugil dihadapanku saja sudah membuatku sangat gelisah.

"Nggak boleh..!" jawab Lilis mengangkat bajunya ke atas sehingga aku bisa melihat kulit perutnya yang sangat putih sehingga aku bisa melihat uratnya membayang jelas.

"Lilis malu, Jang...!" kata Lilis menahan bajunya sebatas perut. Matanya menatapku genit.

"Nanti juga nggak malu, teh..!" kataku, mataku terus tertuju ke perut Lilis yang rata tanpa lemak.

"Kamu merem, Jang. Lilis malu kamu liatin seperti itu." kata Lilis, padahal di Sendang dia sudah sempat bugil di hadapanku, kenapa harus tetap merasa malu. Aku memejamkan mata memberi kesempatan Lilis membuka bajunya.

"Sudah Jang, kamu buka baju." kata Lilis setelah aku menunggu cukup lama. "Jangan lihat, Jang!" kata Lilis membuatku kembali menutup mata sambil membuka seluruh pakaianku hingga tidak ada yang tersisa.

Kami mulai duduk bersila setelah aku selesai membuka seluruh pakaianku dengan mata terpejam. Kami saling berhadapan, menyatukan energi, sementara Teh Lilis membaca mantra pembuka alam gaib pemberian gurunya. Membacanya berulang ulang, suaranya lirih dan menusuk alam bawah sadarku, walau aku tidak bisa sepenuhnya berkonsentrasi, ada tubuh bugil yang nyaris sempurna di hadapanku, tapi aku tidak berani membuka mata seperti permintaan Lilis.

"Sudah Jang, kamu boleh buka mata." kata Lilis setelah selesai membaca mantra, Lilis tersenyum menatapku, rasa malunya sudah sirna. Dia mendekatkan wajahnya, kami mulai berciuman, lembut lalu menjadi panas. Kami saling berpagutan dan tangan kami saling berpelukan dengan erat.

"Jang, kita mulai, ya..!" kata Lilis setelah kami puas berciuman.

"Pake kondom, Teh?" tanyaku teringat dengan perkataan Pak Budi yang sudah menyiapkan banyak kondom untuk ritual ini.

"Buat apa pakai kondom? Lilis ingin hamil, jadi tidak perlu pakai kondom." kata Lilis membuatku lega, aku tidak perlu memakai kondom agar benihku bisa membuahi rahim Lilis.

Tanganku mulai aktif meraih toket Lilis yang kenyal dan berukuran sedang. Putingnya yang berwarna coklat muda sudah mengeras karena birahi. Jariku memilin milin putingnya dengan lembut, membuat Lilis menggelinjang geli.

"Jang, kamu nakal..!" kata Lilis memandangku sayu seakan menyuruhku untuk lebih agresif. Aku membungkuk, mencium permukaan payudara yang berbau harum, aku menjilati permukaannya tanpa ada sudut yang terlewat oleh lidahku.

"Ujang, ennnak Sayang..!" Lilis memeluk kepalaku membenamkannya ke payudaranya yang hangat membuatku semakin bersemangat mempermainkan puting payudara Lilis yang semakin mengeras. Aku menemukan mainan paling indah yang tidak akan aku sia siakan. Malam ini aku benar benar ingin memiliki Lilis seutuhnya.

Kudorong Lilis ke atas kasur yang sudah mengeras dan menjadi saksi puluhan insan atau bahkan ratusan insan yang melakukan ritual mesum di tempat ini. Kasur yang sudah menyerap keringat birahi dengan dalih melakukan ritual yang dianggap sakral. Sekarang kasur ini menjadi saksi gairahku menggumuli tubuh sempurna Lilis. Menjadi saksi, wajahku yang terbenam di selangkangan Lilis, menghirup sari pati kenikmatan dari lendir memek Lilis yang terus menerus keluar.

"Ujang, ennnnnakkkk...!" tubuhnya menggeliat seperti cacing kepanasan merespon gerakan lidahku yang bermain di memeknya, tangannya menjambak rambutku, siapa peduli dengan hal itu.

"Ampunnnn...!" Lilis berteriak mendorong wajahku dari memek, dia bangun dan mendorong tubuhku sehingga posisi kami berubah dengan cepat, diraihnya kontolku dengan tatapan takjub.

"Say, kontol kamu bisa sebesar ini, kamu ke Mak Erot, ya?" tanya Lilis tersenyum menatapku dengan pandangan mata yang bersinar liar.

"Gak Lah, aku tidak punya uang buat ke Mak Erot...!" jawabku menarik kepala Lilis agar mendekati kontolku yang sudah sangat menginginkan mulutnya menghisap kontolku.

"Ujang jahat,..!" seru Lilis berusaha bertahan agar kontolku tidak .mengenai bibirnya yang sensual.

"Mamaamaaf, Teh...!" kataku tersentak sadar, Lilis bukanlah PSK yang diperlakukan seperti perempuan murahan. Dia juga bukan Mbak Wati yang mempunyai nafsu besar. Lilis adalah wanita terhormat yang selalu menutup auratnya.

"Ujang pikir Lilis cewek murahan?" tanya Lilis menatapku tajam. Aku telah melakukan kesalahan fatal, aku telah mengacaukan semuanya. Wajahku menjadi pucat tidak berani menatap wajah Lilis yang semakin mendekati wajahku.

"Maaf... Ak..!" suaraku terhenti, Lilis mencium bibirku dengan mesra, diakhiri gigitan kecil pada bekas luka gigitan Lastri di bibir membuatku menjerit kesakitan.

"Hukuman buat kamu. Maaf Jang, Lilis belum pernah ngemut kontol..!" kata Lilis merangkak di atas tubuhku. Tangannya meraih kontolku, perlahan pinggulnya turun.

"Uch, Ujaang, panjang amat. Sampe mentok memek Teteh. Enak, Jang." rintih Lilis saat kontolku berhasil menembus memeknya. Aku menarik nafas lega, Lilis tidak marah karena kekurang ajaranku.

"Teh Lilis gak marah?" tanyaku berusaha memastikan. Hal yang sebenarnya tidak perlu kutanyakan, setelah kontolku terbenam di dalam memeknya.

"Lilis marah..!" jawab Lilis, pinggulnya bergerak semakin cepat memompa kontolku, bibirnya tersenyum memandangku yang terpesona oleh kecantikan tanpa pulasan.

"Ahhhh, nikmat memek Teh Lilis....!" tanganku meraih payudaranya, meremasnya sehingga membuat kulit payudaranya yang putih menjadi merah semerah wajahnya.

"Iya, Jang. Remas toket teteh. Aduhhh, enak banget kontol kamu." seru Lilis diantara dengus nafasnya yang memenuhi ruangan. Bunyi nyaring dari memeknya membuat Lilis semakin liar memacu tubuhku.

"Terus teh, ennnnak... Och...!" mimpi, ini mimpi. Aku ingin terus mimpi ini berlanjut.

"Aaaaaah ngentot kok ennnnnnak....!" Lilis mulai meracau tidak jelas, bagaimana mungkin wanita yang selalu menutup auratnya bisa menjadi liar memacu tubuhku. Memeknya menjepit kontolku, kadang berkedut kedut meremasnya.

Sepasang payudara Lilis berguncang dalam genggamanku saat wanita cantik itu bergerak makin liar memacu kontolku. Nikmatnya sangat luar biasa. Kadang gerakan Lilis membuat kontolku agak sakit, mungkin karena posisinya yang tidak begitu tepat. Aku hanya diam menahan rasa sakitnya, aku tidak mau Lilis terganggu menikmati birahinya yang semakin liar.

Hilang sudah kesan alim dan anggun dari wajah Lilis yang selalu mengenakan jilbab, yang terlihat sekarang adalah wanita binal yang nakal sedang mereguk kenikmatan tabu. Memacu kontolku dengan buas. Bibir tipisnya yang selalu basah, mendesah nikmat.

"Jang, Teteh gaaa tahan. Teteh, kel kellllluarrrrr.... Achhhh..!" Lilis menghentakkan pinggulnya, menelan semua kontolku ke dalam lobang memeknya. Lobang memeknya berdenyut denyut menandakan orgasme yang begitu dahsyat.

Aku menahan sakit saat kontolku yang sedang ngaceng maksimal tertekuk, dan Lili mencengkeram dadaku, kukunya sempat melukai kulitku, namun rasa sakit tidak mengurangi sensasi dahsyat melihatnya mencapai puncak orgasme.

"Jang, kontol kamu nikmat banget, belom pernah Teteh ngentot seenak ini. Ngentot terenak dalam hidup Lilis...!" Lilis memelukk, kembali dia mencium bibirku dengan panas.

Perlahan aku membalikkan tubuhnya ke bawah tanpa melepaskan kontolku dari memeknya, tanpa menunggu aku langsung memompa memeknya dengan cepat tanpa memberinya waktu beristirahat lebih lama.

"Jang.. Ochhhh terusssss entot memek Lilis...!" Lilis menjerit lirih merasakan kontolku bergerak liar di lembah sempit memeknya.
Sekarang aku mengambil alih permainan, aku memompa memek Lilis dengan cepat tanpa rasa sakit seperti tadi. Sepertinya Lilis menikmatinya, terlihat dari raut wajah dan rintihannya yang halus. Bahkan pinggulnya ikut bergerak naik turun menyambut kontolnya.

"Cepetin, Jang..... Kontol kamu enak. " kata Lilis memelukku sehingga kulit kami saling bersentuhan. Payudaranya terjepit oleh dadaku.

Aku Pun berusaha mempercepat gerakanku, semakin cepat dan tambah cepat, berusaha memberi kenikmatan kepada Lilis. Kenikmatan yang akan membuatnya tidak bisa melupakanku. Jarak antara orgasme ke 2 Lilis begitu dekat, tiba tiba Lilis memelukku erat, bibirnya mendesis dan tubuhnya mengejang, dinding dinding memeknya berkedut kedut meremas remas kontolku.

"Jang, teteh keluar lagi." nafas Lilis tersengal sengal.

Aku tidak peduli dengan kondisi Teh Lilis, semakin kupercepat kocokanku, karena merasakan puncak kenikmatan itu semakin dekat. Aku tidak berusaha menahan lebih lama lagi orgasmeku. Akhirnya kontol menyemburkan pejuh ke dalam memek Lilis.

"Teh, Ujang keluar.." erangku. Ternyata saat pejuhku nyemprot memek Lilis, kembali Lilis orgasme.

"Iyyya, Jang, keluarin semua pejuh kamu, hamili Lilis......Lilis juga, kellllluaaaaar, lagiiij" nafas teh Lilis semaki tersengal, hanya dalam tempo satu menit, Lilis orgasme.

"Jang, Lilis istirahat dulu, ya ? Nanti ritualnya kita lanjutin. Makasih, udah mau jadi pasangan ritual Lilis. Lilis belum pernah ngentot seenak, ini." Lilis tersenyum, mengecup pipiku yang berbaring di sampingnya.

"Iya, Teh. Teh Lilis tidur dulu, aja. " kataku, matanya terlihat sangat mengantuk karena kurang tidur setelah melakukan perjalanan jauh dari Bogor ke Gunung Kemukus.
Tak lama kemudian, Lilis tidur. Nafasnya teratur, bibirnya yang tipis, seperti tersenyum. Cantik, aku tidak bosan memandang kecantikannya. Kalau saja aku tidak kebelet, kencing. Aku akan betah berlama lama menatap kecantikan alami, Lilis. Kecantikan alami tanpa polesan. Wanita yang selama ini adalah pelanggan mie ayamku.

Sekali lagi aku memandangi wajahnya, berat meninggalkannya sendiri di kamar, aku ingin memeluknya selama dia tidur, merasakan kulitnya yang halus bersentuhan dengan kulitku. Perlahan aku menutup pintu agar Lilis tidak terbangun.
 
Terakhir diubah:
repost jauuh sebelum ini ane udah baca, kalo soal cerita sex ane udah baca semua yang seliweran di inet, jadi tau repost apa gaknya :D
 
Tempat memang sama lokasinya tapi yang ini si ujang lebih beruntung.sip ceritanya suhu
 
Enak jadi ujang, jang teh lilis sebelah mana rumahnya...
 
Izin tag tempat dulu..
Sepertinya sangat menarik..
Blom sempet baca full nih..
Update trus yah hu..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd