kisaku
Adik Semprot
- Daftar
- 7 Sep 2012
- Post
- 117
- Like diterima
- 266
Salam semuanya!!
Event LKTCP 2018 ini telah membuat saya keluar pertapaan selama empat tahunan dan menunda sejenak proyek panjang.
Karena kebetulan dulu sempat jadi maniak horror selama satu dekade sebelum akhirnya jenuh. maka pas banget tema kali ini, misteri
semoga tulisan saya ini bisa menghibur & bikin crot pembaca sekalian
Selamat menikmati (kaya tulisan di nasi kotak aja)
Papan nama kayu ukir berpernis itu bertuliskan Sulistio terpampang di atas nomor 44 di pilar kanan pintu gerbang bercat hitam setinggi empat meter. Letaknya di tempat yang lebih tinggi dari rumah-rumah lain sekitarnya membuat bangunan di jalan Tirta Buana itu nampak berdiri dengan gagah di pinggiran Jakarta sehingga cukup jauh dari hiruk-pikuk ibukota. Di balik gerbang terdapat landscape yang rapi yang mampu menampung tiga mobil dengan taman dihiasi patung air mancur di tengahnya. Rumah bergaya kolonial ini memiliki empat kamar tidur, satu di antaranya dengan kamar mandi di dalam, satu kamar mandi yang paling besar dengan bathtub di lantai satu, satu lagi kamar mandi untuk pembantu di belakang dekat kamar pembantu. Bangunan ini sudah ada sejak jaman Belanda tahun 20-an milik seorang pengusaha Belanda dan pada jaman Jepang diambil alih tentara Dai Nippon. Konon pernah dipakai menampung jugun ianfu (wanita lokal yang direkrut paksa untuk pemuas nafsu tentara), ada desas-desus tanah di sekitarnya terdapat kuburan beberapa dari mereka yang mati karena perlakuan tak berperikemanusiaan. Waktu terus bergulir, benar atau tidaknya cerita-cerita itu akhirnya hanya menjadi mitos antara percaya atau tidak.
Rumah itu terus berpindah tangan baik sewa maupun beli, hingga akhirnya Bambang Sulistio (52 tahun), seorang direktur perusahaan tambang batu bara membelinya pada 1988 dan merenovasinya tanpa menghilangkan arsitektur aslinya. Sebagai orang kota yang modern dan berpendidikkan tinggi, Bambang tidak mempercayai hal-hal mistik dan mitos seputar rumah itu. Ketika seorang pembantu muda keluar setelah baru sebulan bekerja karena tidak tahan dengan penampakan dan suara-suara aneh yang mengganggunya saat di rumah sepi maupun saat malam, Bambang masih berpikir logis dan menganggap alasan si pembantu hanya dianggapnya bualan orang kampung jaman sekarang yang malas kerja dan suka berkhayal tidak-tidak. Ia bersikeras dirinya, istri dan kedua anaknya tidak pernah mengalami hal-hal aneh selama ini, semua baik-baik saja bahkan mereka merasa betah dan nyaman selama tinggal di sana. Hingga kini keluarga Sulistio mempekerjakan Bi Sumi (46 tahun), penduduk sekitar kompleks yang datang setiap dua hari sekali untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Adapun alasan Bi Sumi adalah untuk mengurus keluarga, namun ia memiliki alasan lain untuk tidak menginap di rumah itu, tidak lain penampakan dan hal-hal aneh yang pernah dialaminya. Muak dengan pembantu-pembantu sebelumnya yang bercerita aneh-aneh tanpa bukti, sejak awal Bambang dan istrinya, Mira sudah mewanti-wanti agar tidak bawa-bawa hal klenik ke rumah ini. Seorang pembantu yang berpengalaman, Bi Sumi memilih main aman dengan menuruti apa yang dilarang majikannya dan mengerjakan sebaik mungkin pekerjaannya.
---------------
Hari H-10
Malam pukul 23.40, Amanda Rahmani Sulistio/ Manda (20 tahun) terbangun dari tidurnya dan sulit untuk kembali ke alam mimpi walaupun berusaha untuk memejamkan mata dan tertidur.
“Huuhh, gara-gara ketiduran tadi siang pasti” keluhnya
Siang tadi sehabis pulang kuliah, Manda memang tertidur lama setelah bercinta habis-habisan di rumah pacarnya, Martin. Ia baru bangun jam lima sore ketika matahari akan terbenam sehingga tidak heran semalam ini matanya masih terang. Alih-alih tertidur, ia malah merasa haus.
“Damn...habis!” umpatnya meneguk air di gelas yang terletak di buffet sebelah ranjang tidak cukup memuaskan dahaganya.
Gadis itu keluar dari kamarnya menyusuri koridor lantai dua yang diterangi cahaya kuning dari bohlam dalam lampu dinding. Lampu di kamar seberangnya yang ditempati adiknya, Fandi (18 tahun) sudah dimatikan, demikian pula kamar orang tuanya di lantai bawah, menandakan mereka sudah terlelap. Dengan santai Manda melangkahkan kaki ke dapur bersih yang bersatu dengan ruang makan dan menuangkan air dari jar ke dalam gelasnya lalu meminumnya. Ia tidak menyadari ketika meneguk air, tiga sosok wanita muda bergaun terusan polos ala masa pra-kemerdekaan yang lusuh bernoda darah duduk di kursi meja makan, mereka memandang gadis itu dengan wajah pucat tanpa ekspresi, yang pertama bermulut robek hingga telinga, satu lagi rongga matanya kosong tanpa bola mata dan nampak lelehan darah dari lubang tersebut, yang terakhir wajah sebelahnya terbakar parah. Si wanita tanpa mata bangkit perlahan tanpa menimbulkan suara, melangkah tertatih mendekati Amanda.
“Uhhh...segar banget!” kata gadis itu meneguk air meredakan dahaga
Ia kembali menuangkan air memenuhi gelasnya dan meneguknya lagi dengan cepat. Saat itu jarak wanita tak bermata sudah tinggal tiga langkah lagi, tangan pucatnya yang penuh luka menjulur ke arah si gadis. Amanda meletakkan gelas yang telah ia kosongkan dan membalik badan. Kosong....tidak ada apapun di kursi meja makan maupun sekitarnya, selain kegelapan dan cahaya remang lampu dinding. Baru selangkah, Amanda teringat untuk memenuhi gelasnya untuk dibawa ke kamar. Ia pun kembali berbalik badan namun kali ini jantungnya serasa mau copot melihat wajah seram tepat di hadapannya, rongga mata yang gelap hitam itu seolah menyedot jiwanya, mata gadis itu membelakak shock, namun belum sempat jeritannya keluar ia sudah merasa dunianya gelap.
-------------------
Saat yang sama di kamar belakang, Rasyid bin Mamad (48 tahun), sopir merangkap tukang kebun keluarga Sulistio, kadang juga tukang reparasi ini itu di rumah, sedang tiduran di ranjangnya sambil memindah-mindah channel TV dengan remote di tangannya. Tidak ada acara yang bagus sesudah laporan khusus yang membosankan itu. TVRI, RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, enam stasiun TV yang ada sama sekali tidak ada acara menarik lagi. Pria itu pun mematikan TV dan bersiap tidur ketika terdengar ketukan di pintunya.
“Eh...Non Manda, ada apa malam-malam gini?” tanya Pak Rasyid tanpa bisa menyembunyikan pandangan matanya terhadap tubuh nona majikannya yang terbungkus piyama biru minim berbahan tipis yang memamerkan tubuhnya terutama paha mulus dan puting yang samar-samar karena tidak memakai bra.
“Insomnia Pak!” jawab gadis itu ngeloyor masuk
“Apa? Apa nia?”
“Insomnia...susah tidur...bisa nemenin gak Pak, semua udah pada tidur, saya bosen nih”
Jantung Pak Rasyid makin berdebar-debar, lelaki normal mana yang tidak begitu melihat gadis cantik masuk ke kamarnya dengan pakaian minim lalu menutup pintu dan menggeser slotnya.
“Eeenngg...Non, kalau keliatan gimana nih? Gak enak loh” kata Pak Rasyid sedikit gagap, walau penisnya sudah bangun dan terus terang ia ingin melihat lebih jauh tubuh nona majikannya itu bahkan menikmatinya.
“Kan udah dibilang semua udah tidur, siapa yang bisa liat?” Amanda sewot
Posisi Amanda yang lebih rendah karena duduk di tepi ranjang memberi tontonan indah bagi pria setengah baya itu berupa belahan dada yang begitu menggoda. Manda bukannya tidak tahu, ia malah menggerakkan lengannya sehingga tali bahu kirinya melorot.
"Si Bapak ini malu-malu aja ah! Dari tadi liat dada saya kan?" goda Manda memberi lampu hijau.
Wajah Pak Rasyid antara sumringah dan heran mengapa nona majikannya yang biasa jaim malam ini bersikap menggoda.
"Soalnya jujur aja Non cantik gitu, seksi lagi, gimana bapak gak tegang?”
“Kalau bapak mau, saya juga gak keberatan kok” kata Manda sambil membuka tubuh atasnya membiarkan payudaranya yang berukuran sedang dan membusung tegak itu terekspos jelas. Mata Pak Rasyid seperti mau copot menatap pemandangan indah itu, terlebih lagi Manda melanjutkan dengan menggerakkan sepasang paha jenjangnya meloloskan celana pendek beserta dalamannya. Pandangan nanar pria itu beralih ke selangkangan Manda yang ditumbuhi bulu-bulu hitam.
"Cuma mau ngeliatin aja Pak? Kok gak kesini?” goda Manda dengan suara manja.
Tanpa diminta lagi pria itu maju mendekati nona majikannya. Amanda langsung meraih karet celana pria itu dan memelorotinya sehingga penisnya yang sudah ereksi itu mengacung di wajah cantiknya.
"Ooohhh.. enak...kok Non jagoan gini nyepongnya" desah Pak Rasyid.
Amanda menggerakkan lidahnya dengan lincah menyapu-nyapu batang dan ujung penis yang bersunat itu, terkadang juga mengulum zakarnya. Pak Rasyid merem-melek dan mendesah nikmat sambil melepaskan kaos lusuhnya hingga keduanya sama-sama telanjang. Tangan pria itu lalu membelai rambut, punggung atau meremasi payudara Amanda. Setelah lima menitan, Amanda melepas kulumannya dan Pak Rasyid menindihnya. Dengan gemas pria itu meremas dan melumat sepasang gunung kembar yang membusung indah itu.
“Pak…masukkan kontolnya dong!” Amanda mengangkat kepala Pak Rasyid yang sedang menetek itu, “saya udah gak sabar dimasukin punya bapak!” wajah gadis itu memerah diliputi nafsu birahi
“Hehehe...kalau Non yang minta, Bapak siap deh!”
Pak Rasyid membuka kedua kaki Manda menyaksikan vaginanya telah banjir. Pria itu menggesek perlahan kepala penisnya pada bibir vagina sang gadis membuatnya melenguh keenakan.
“Aaahhh!!” desah Manda dengan tubuh menggeliat saat penis sopirnya itu mempenetrasi vaginanya.
Pak Rasyid merasakan hangat dan sempitnya jepitan vagina nona majikannya ini. Desahan keduanya sahut-menyahut memenuhi kamar itu. Amanda membeliak-beliak menahan ngilu akibat hujaman penis sopirnya. Pak Rasyid membekap mulut mungil Amanda dengan ciuman sehingga desahan gadis itu tertahan. Pria itu terus menggenjot dan mengecup leher, pundak dan ketiak gadis itu yang bersih terawat. Tak lama kemudian mereka berganti ke posisi doggie, dengan begini ia tusukan-tusukannya lebih terasa oleh Amanda yang turut menggoyangkan pinggulnya. Kedua tangan Pak Rasyid meremasi payudaranya dan memain-mainkan putingnya. Goyangan pantat Amanda makin tak beraturan, matanyapun sudah tidak merem-melek lagi, tapi terbuka dengan hanya terlihat putihnya saja, ia sudah di ambang orgasme, demikian juga Pak Rasyid yang merasakan spermanya akan segera muncrat sehingga sodokan penisnya pun semakin ganas dan menimbulkan bunyi decakan.
“Ooohh...iyah..keluar Pakk!!” Amanda mendesah panjang menyambut puncak kenikmatannya.
Tidak sampai semenit, Pak Rasyid pun menyusulnya ke puncak, pria itu menekan penisnya hingga mentok dan melenguh nikmat menyemburkan spermanya di dalam vagina sang nona majikan. Cairan mereka yang saling bercampur ditambah kontraksi alat kelamin memberi sensasi nikmat bagi keduanya. Bibir Amanda tersungging senyuman puas, senyuman erotis namun juga menyeramkan.
----------------------
Hari H-9
Pukul 7.15
Bambang sudah rapi dengan pakaian kerjanya, ia baru saja selesai sarapan dan sedang menghirup kopi paginya sambil menyimak berita di televisi. Piring sarapannya telah kosong, demikian piring satunya lagi milik putranya, Fandi, yang sudah lebih dulu berangkat ke sekolah dengan motor. Bambang mematikan TV setelah pindah beberapa chanel acaranya kurang lebih sama, liputan kunjungan Presiden Soeharto ke negara tetangga. Tak lama kemudian, seorang wanita cantik berdaster selutut muncul membawa sepiring salad dan meletakkannya di meja makan. Ia menarik kursi di sebelah Bambang dan duduk di situ.
“Bantuin makan dong, terlalu banyak nih kayanya” kata wanita itu menyodorkan piring itu pada suaminya.
Miranti Yuliana Sulistio (42 tahun)/ Mira, seorang ibu rumah tangga yang masih nampak cantik dan segar di usianya yang sudah kepala empat, tubuhnya pun masih langsing walau telah memiliki dua anak yang sudah besar. Semua ini tentu tak lepas dari perawatan berkelas dan rutin berolah raga, ditunjang kecantikan alaminya yang juga diwarisi oleh putrinya. Pernah ada yang mengira ia adalah kakak perempuan dari Amanda, putrinya sendiri, karena terlihat lebih muda dari usianya.
"Cantik banget ma pagi ini...jadi pengen sun nih, mmm" kata Bambang mengecup pipi istrinya.
Mulut Bambang mulai nyosor ke bibir Mira yang ditanggapi wanita itu, namun ia segera melepas pagutan mereka begitu merasakan tangan suaminya menyingkap daster dan mulai merabai pahanya.
"Ssshhh...jangan sekarang ah... Manda sama si Sumi masih di rumah tau!" kata Mira perlahan sambil menepis tangan suaminya dari pahanya, "lagian aku belum mandi Pa”
"Mandi atau belum kamu tetap cantik kok" kata Bambang sambil mengecup pipi istrinya.
“Udah...nih makan aja daripada ngegombal terus!” Mira menempelkan sesendok biji jagung dan kacang merah bertabur mayones pada bibir suaminya.
“Hei sayang! Sini dong mumpung udah bangun, ini saladnya enak nih!” sapa Mira melihat putrinya di balkon lantai dua, gadis itu merespon dengan senyum lemas.
Aneh, ia merasakan tubuhnya penat dan selangkangannya basah. Seingatnya tadi malam ia hanya mengambil minum ke bawah karena susah tidur, yang terjadi selanjutnya entah apa...mungkin tertidur lagi karena tahu-tahu barusan terbangun di ranjangnya. Payudaranya masih terasa agak nyeri dan terdapat bekas cupangan memerah, padahal seingatnya kemarin pacarnya tidak sebrutal itu mainnya.
“Pagi pa...ma...!” sapa Amanda menarik kursi meja makan.
“Sini Nda....sun dulu dong!” panggil Mira
Amanda pun mendekati mamanya dan mengecup pipinya, namun ciuman Manda tidak sampai situ, berikutnya ia mencium bibir mamanya sendiri dan dibalas Mira dengan memainkan lidahnya. Tangan Mira melucuti piyama atasan yang dipakai putrinya, sementara Amanda pun meremas payudara mamanya itu dari luar dasternya. Ciuman dan rabaan mereka semakin bergairah lebih dari sekedar ibu dan putrinya.
“Pa! Pa!!” panggil Amanda mengeraskan suara.
“Ooh...iya...kenapa?” Bambang tersadar dari bayangan erotis yang aneh tadi
“Ini mau ga? Saya masukin piring papa!” kata Amanda bersiap menyisihkan sebagian salad itu ke piring bekas nasi goreng papanya, “papa liat apa sih? Kok aneh gitu?”
“Oohh, gak apa-apa, cuma kepikiran masalah di kantor! Ya udah papa pergi dulu yah, dadah!” Bambang beranjak dari kursi dan meraih tas kerjanya.
“Suumm!! Tolong gerbang!!” panggil Bambang.
“Oooh...iya Pak, datang...datang!!” sahut Sumi yang sedang memotong daging.
Wanita setengah baya itu segera ke depan, ia sudah kebal dengan hal-hal gaib sejak masih di kampungnya sehingga ia lewat dengan santainya ketika melihat dua anak kecil perempuan dan laki-laki bule sedang bermain bola di taman belakang. Keduanya memakai pakaian anak-anak tempo doeloe, wajah mereka sangat pucat dengan lingkaran hitam di sekitar mata mereka. Bagi Bi Sumi asalkan tidak saling mengganggu semua akan aman-aman saja.
---------------------
Hari H-8
Pukul 17.37
“Mimpi dan fantasi gila itu selalu datang sebulan terakhir ini!” tutur Bambang sambil berbaring di sofa
“Kalau tidak keberatan, bisakah anda ceritakan detilnya?” tanya wanita itu memegang catatan dan bolpennya mendengar keluhan Bambang.
Lusiana Kurniawan (33 tahun), psikiater berparas cantik tersebut, menikah dengan satu anak namun sudah setahun pisah ranjang dengan suaminya karena konflik rumah tangga.
“Saya pernah bermimpi istri saya selingkuh, pernah dengan sopir kami, bahkan lebih gila dengan anak kami sendiri, pernah waktu ada tamu di rumah kami, saya membayangkan mereka bercinta ramai-ramai dengan keluarga saya, dan itu semua datang gak terkontrol, saya dalam keadaan sadar, gak mabuk”
“Hubungan anda sendiri dengan istri...apakah baik-baik saja?’
“Baik, tapi...belakangan dia sering menolak berhubungan seks, atau kadang kita kurang puas terutama kalau sayanya capek”
“Maaf, ini pertanyaan sensitif....apakah anda pernah berselingkuh?”
Bambang terdiam sebelum menjawab, “dulu saya pernah sewa pelacur ketika di luar negeri atau luar kota, tapi sudah sepuluh tahun lebih tidak pernah lagi”
“Baiklah Pak, memang ada kecenderungan seksual dimana seseorang terangsang ketika pasangannya bercinta dengan orang lain, terkadang muncul di saat kehidupan seks sudah jenuh. Bapak juga mengatakan pernah berselingkuh dan tidak sedikit menghabiskan waktu di luar rumah , namun sekarang tidak pernah melakukan perselingkuhan lagi....benar?”
Bambang hanya menganggukkan kepala sambil diam-diam memandang kagum pada Lusi.
“kadang hasrat liar manusia itu muncul ketika dia membutuhkan pemuasan seks tapi apa yang dibutuhkan itu belum cukup. Saya sarankan anda ambil cuti dan pergi berlibur dengan istri anda, tanpa anak-anak, jauhi dulu urusan pekerjaan, ya...seperti layaknya pengantin baru saja, ini berguna untuk memulihkan kehangatan antara kalian. Ini masukan dari saya” pungkasnya tersenyum manis, “apakah ada lagi? Analis lebih detil akan saya berikan secara tertulis nanti”
Bambang meneguk air di gelasnya. Lusi menekan tombol stop pada handycam yang merekam wawancara mereka, lalu ia bangkit menuju dispenser untuk minum dulu. Baru saja mengisi penuh gelasnya dengan air tiba-tiba Bambang mendekapnya dari belakang dan meremas payudaranya.
"Hei....apa-apaan ini!" refleks wanita itu meronta, “lepasin!!”
"Ehehehe....” Bambang terkekeh dengan raut muka menyeringai seram.
Psikiater itu melakukan perlawanan, namun Bambang dengan mudah mematahkannya, ia menghimpit tubuhnya ke dinding di sebelahnya, lalu diangkatnya kedua tangannya dan dikuncinya di atas kepala wanita itu dengan satu tangan. Tangan satunya kembali meremas payudara si psikiater dan dilumatnya bibir tipis itu sebelum sempat berteriak.
“Eeemmhh!” Lusi merintih tertahan, ia nyaris kehabisan nafas dan mulai membalas pagutan Bambang
Gelombang nikmat mulai menjalari tubuhnya akibat cumbuan dan jamahan di tubuhnya. Rangsangan birahi semakin melemahkan perlawanannya. Tangan pria itu menyingkap rok span yang dikenakannya hingga menyentuh selangkangannya. Darah Lusi semakin berdesir merasakan jari-jari pria itu meraba-raba vaginanya dari luar celana dalam, bahkan tanpa sadar ia membalas permainan lidah Bambang di mulutnya. Ia tak bisa menyangkal bahwa tubuhnya rindu jamahan pria setelah lama tidak merasakan kenikmatan seks.
Merasakan Lusi sudah tidak melawan lagi, Bambang melepaskan kunciannya terhadap pergelangan wanita itu dan mulai mempreteli satu-persatu kancing kemejanya.
"Jangan Pak! Saya mohon." Lusi memelas, namun ia tak melakukan apapun ketika Bambang mempreteli kancingnya hingga menyingkap bra hitamnya hingga payudara montoknya yang berputing coklat itu terekspos.
Lusi merasakan tubuhnya bagaikan tersengat listrik ketika putingnya dipilin-pilin, kenikmatan itu sudah lama tak dirasakannya. Matanya merem-melek menikmati payudara dan selangkangannya digerayangi pasiennya itu. Ssluupss....sssllrrpp...mulut Bambang melumat payudaranya, menghisap, terkadang disertai gigitan kecil.
“Ooohhh...ahhh!” desah Lusi sambil mendekap kepala Bambang.
Brrett....dengan satu sentakan kasar robeklah celana dalam hitam Lusi
“Jangan sentuh!" tolak Lusi antara kaget namun tak bisa melawan gelombang birahi yang menerpanya.
“Aassshhh!!” desah psikiater itu menggeliat ketika jemari Bambang mulai mengorek vaginanya.
Lusi menggeleng-gelengkan kepalanya, ia sudah tak kuat lagi menahan sisi liar dalam dirinya. Cairan pelumasnya semakin membanjir karena jari-jari pria itu semakin intens mengobok-obok kewanitaannya. Ia memberanikan diri menatap mata Bambang yang tajam dan menusuk.
“Orang ini berbeda dari yang sebelumnya? Apakah dia punya kepribadian ganda?” Lusi bertanya-tanya dalam hati.
Namun belum sempat berpikir lebih jauh, ia menjerit, sakit sekaligus keenakan karena Bambang melesakkan penisnya membelah bibir vaginanya. Tanpa menunggu lebih lama ia pun mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Sambil terus menggenjot, Bambang melumat bibir Lusi yang sudah pasrah dan ikut membalas permainan lidahnya. Tangannya menggerayangi payudara wanita itu sehingga semakin terseret derasnya pusaran birahi.
“Eeemhhh...nngghh...mmhh!” desah Lusi antara percumbuan panasnya
Bambang semakin mempercepat gerakannya hingga akhirnya tubuhnya mengejang, disusul penisnya menyemprotkan sperma di dalam vagina Lusi.
“Aargghh...!!” Bambang melenguh parau mencapai orgasmenya.
Berkali-kali spermanya menyemprot ke dalam rahim psikiater cantik itu, sebagian cairan itu merembes keluar melalui celah vaginanya saking banyaknya. Nafsu Bambang dengan cepat bangkit lagi, ia membalikkan tubuh Lusi yang sudah pasrah hingga kedua telapak tangannya bersandar pada tembok dan pinggulnya dinunggingkan, disingkapnya rok span wanita itu hingga ke perutnya.
“Uuuhh!!” lenguh Lusi saat penis pria itu yang sudah keras lagi melesak masuk ke vaginanya.
Bambang menyodok-nyodokkan penisnya dengan cepat, Lusi pun mendesah tak karuan merasakan nikmat yang luar biasa. Batinnya menolak tapi tubuhnya tak bisa berbohong, rintihannya semakin keras memenuhi ruang konsultasinya. Lusi spontan menggerakkan pinggulnya sendiri maju-mundur, sementara payudaranya tidak pernah lepas dari tangan pria itu.
“Aaakhhh...” Lusi akhirnya orgasme dengan sebuah erangan panjang, tubuhnya menggelinjang
Tak lama, Bambang pun segera mencabut penisnya. Tanpa berkata apapun, setelah berpakaian ia letakkan uang biaya konsultasi itu di meja, lalu meninggalkan Lusi yang masih terengah-engah. Wanita itu termenung memikirkan apa yang baru saja menimpa dirinya dan menarik nafas dalam-dalam
“Apa yang terjadi tadi? Sepertinya kehidupan seksnya memang bermasalah” pikir Lusi.
Lusi mengakui kenikmatan barusan memang membuatnya seolah terbang, sudah lama sekali ia tidak hubungan seks sedahsyat tadi.
--------------------
Hari H-7
Pukul 20.08
“Ya sayang....baik-baik ya di rumah emak! Besok mama jemput di sekolah!” kata Lusi di gagang telepon, “mmm...iya...iya...good night Alvin, mama love you”
Psikiater itu menutup telepon dan melanjutkan menyusun laporan psikologi untuk Bambang berdasarkan kaset DV hasil rekaman ketika wawancara. Ia mengernyitkan dahi di bagian menjelang akhir melihat sesuatu yang aneh, direwindnya bagian itu untuk melihat lebih jelas....sebuah sosok hitam di sebelah kanan Bambang yang berbaring di sofa, sosok itu makin mendekat dan masuk ke tubuh pria itu. Lusi makin penasaran, benda apa itu, kemarin rasanya tidak ada seperti itu, kembali ia menekan tombol rewind pada player kemudian pause ketika sosok hitam itu nampak sangat jelas. Lusi menajamkan matanya namun....
“Aaahh!!” ia tersentak dan menjerit melihat muncul mata dari sosok itu dan bergerak menatap ke arahnya, padahal player dalam keadaan pause.
Pret...televisi mendadak mati...perabotan di ruangan itu bergetar seperti ada gempa, apa yang terjadi? Apakah sosok itu yang kemarin merasuki pasiennya hingga kalap dan memperkosa dirinya. Tiba-tiba bel musik berbunyi. Lusi berhasil mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan lari ke depan lalu membuka pintu.
“Andre...” serunya sedikit lega melihat suaminya datang tepat waktu, namun ketakutannya masih belum pulih.
.“Ada apa nih? Kok kaya baru ketemu setan mukanya pucat gitu?” tanya Andre melihat istrinya ketakutan.
“Stop talking...lu gak akan percaya apa yang baru gua liat!” kata Lusi dengan suara bergetar.
Andre segera memeluk istrinya itu untuk menenangkan, “tenang Lus...tenang, cerita pelan-pelan, gua selalu bersama lu”
“Rekaman....rekaman itu, di kantor gua!” ia masih belum bisa bicara jelas.
“Kantor?” Andre melepas pelukan dan bergegas ke dalam untuk memeriksa.
“Dre! Jangan kesana!” Lusi menyusul pria itu yang menyambar pisau dapur dari rak saat melewati mini bar, “Dre stop!” ia meraih pergelangan tangan suaminya
Andre tiba-tiba membalik badan dan jleeebb...Lusi melotot merasakan benda dingin menusuk perutnya.
“Ka...kamu...” ucapnya sambil mencengkram erat lengan Andre menahan sakit
Lusi terperangah kaget melihat wajah suaminya itu berubah mengerikan, sesuatu telah merasukinya. Sosok hitam di rekaman tadi, sosok itu kini tepat di belakang suaminya memeluk tubuh serta mengendalikan jiwa dan pikirannya. Andre menarik pisau dapur itu dan kembali menghujamkannya lagi berkali-kali ke tubuh istrinya. Darah berceceran, Lusi ambruk berlumuran darah dan usus terburai. Andre tertawa seperti psikopat menatap mata istrinya yang membelakak kosong. Ia membuka tiga tabung gas di dapur, kamar mandi dan satu tabung gas serep lalu kembali ke tubuh tak bernyawa istrinya.
“Hehehe....gua bilang juga akan selalu bersama lu!” katanya sambil merobek-robek baju Lusi dengan pisau dapur itu.
Ia membuka celananya sendiri dan berlutut di antara paha istrinya dengan ceceran darah segar di sekitarnya, bau gas telah menyebar kemana-mana.
“Aaahh!” lenguh Andre menusukkan penisnya ke vagina mayat istrinya.
Sambil menggenjot ia mengeluarkan lighter dari saku kemejanya.
“Farewell...fucking life”
Suara ledakan memekakkan telinga memecah malam di kompleks itu menghancurkan rumah minimalis tersebut.
----------------------------
Hari H-5
Pukul 13.22
Mira tengah menjemur cucian di belakang, tugas yang tidak biasanya ia lakukan. Setengah jam sebelumnya ketika mesin cuci masih menyala, Bi Sumi minta ijin pulang karena anaknya tiba-tiba panas tinggi. Maka mau tidak mau, Mira harus menjemurnya setelah selesai dicuci. Ia membungkuk mengambil cucian dari ember, baru saja hendak berdiri...
“Hah!” ia terhenyak merasakan bulu kuduknya berdiri melihat sepasang kaki di balik selimut yang dijemur.
Tidak ada orang lain lagi selain dirinya dan Pak Rasyid yang sedang mencuci mobil di halaman depan, lagipula kaki wanita itu sangat pucat dan nampak luka sayatan serta darah. Tubuh Mira serasa kaku, untuk berteriak pun tidak sanggup, ia mengambil nafas panjang mengumpulkan keberanian, kemudian menegakkan badan walau dengan kaki gemetaran. Semakin berdiri, jantungnya pun semakin berdebar-debar, siapa gerangan yang berdiri di balik selimut itu, pandangan matanya semakin dekat ke atas.
“Aaaaaahhh!!!”Mira histeris melihat wajah pucat bermulut robek itu menatap ke arahnya.
Mendengar jeritan itu, Pak Rasyid refleks melempar selang yang sedang dipegangnya lalu berlari ke dalam
“Bu...ada apa Bu?” ia mendapati nyonya majikannya tersungkur di atas rumput dan ember berisi cucian itu terguling.
Ia menghampiri Mira yang bernafas terengah-engah.
“Ular...ular...” katanya, “udah kabur ke sana”
Pak Rasyid meraih gagang sapu di dekat situ dan menyusuri daerah sekitarnya.
“Udah Pak, saya bilang kan udah kabur, mending bantu saya berdiri....keseleo nih!”
Pria itu berbalik mendapati Mira sudah tidak nampak shock, malah kini ia tersenyum menggoda, ia juga baru sadar rok selutut wanita itu tersingkap sehingga memperlihatkan pahanya yang indah.
------------
Setengah jam kemudian
“Gimana sih Pak Rasyid, selang kok ga dimatiin?” keluh Fandi.
Turun dari motor NSR-nya, langsung menuju ke kran dan menutupnya sehingga air berhenti mengucur. Baru saja menutup gerbang yang kiri, sebuah mobil yang dikenalnya datang mendekat.
“Eh...Mas Martin!” sapa Fandi membuka kembali gerbang itu mempersilakan mobil pacar kakaknya itu masuk.
“Belum pulang mas kayanya, gak bareng emang” kata Fandi setelah Martin turun dari mobil.
“Iya gua tau di tengah jalan tadi nge-pager, pulangnya jam tigaan, lagi sama temannya, dah lah tunggu aja, lu ga kemana-mana lagi kan? Main PS yuk, Tekken....King of Fighter...hehehe”
“Boleh tuh, yuk!” Fandi mengajaknya masuk.
Mereka masuk ke dalam namun sampai di ruang makan, sayup-sayup terdengar suara desahan. Keduanya pun saling pandang, Fandi melangkah lebih dulu ke arah sumber suara, taman belakang, diikuti Martin...dan dua sosok transparan berwajah seram. Mereka terbengong menyaksikan Mira sedang berdiri bersandar pada dinding tempat jemuran tanpa sehelai benangpun di tubuhnya, pakaiannya telah berceceran di sekitarnya. Pak Rasyid sedang berlutut di bawahnya menjilat dan mengisap vaginanya, tangan kasar pria itu menjulur ke atas meremasi payudara yang masih kencang itu. Mira belum sadar kehadiran mereka karena saat itu ia sedang memejamkan matanya sambil mendesah-desah.
“Nngghh...yah terus jilat Pak” desahnya meremasi rambut sopirnya
Diperhatikan lebih jelas, sekitar mulut dan leher Mira nampak sedikit ceceran sperma, rupanya sebelumnya ia mengoral supirnya itu hingga klimaks di mulutnya. Yang paling kaget menyaksikan semua itu tentu saja Fandi, perasaannya tak karuan menyaksikan dengan mata kepala sendiri mamanya yang anggun dan keibuan itu bertingkah laku bak pelacur.
“Ooh...kalian sudah pulang?” sapa Mira akhirnya menyadari kehadiran mereka, ia tak nampak risih, bahkan ekspresinya semakin menggoda, “jangan bengong aja, ayo sini bantu mama dong!”
“Hehehe...nyonya yang minta den, bapak sih cuma nurut aja!” kata Pak Rasyid menarik sejenak mulutnya dari vagina Mira sambil tetap mencucukkan jarinya.
Martin tidak bisa menahan diri dan memberanikan diri menghampiri mama pacarnya itu. Ia mengambil posisi di sebelah kanan Mira dan memagut bibirnya yang dibalas wanita itu dengan pagutan mesra, lidah mereka bertautan penuh nafsu. Tangan Martin meremas payudaranya dan memilin putingnya.
“Ma...mama!” Fandi yang masih belum percaya pandangannya sendiri masih berdiri terpaku menyaksikan ibunya ber-threesome dengan Martin dan Pak Rasyid.
Ada rasa pusing seperti hilang kesadaran, ia mengejap-ngejapkan mata seperti ngantuk. Fandi merasa kehilangan kendali atas dirinya, tanpa dapat ditahan penisnya ereksi dan hasrat seksual terhadap ibunya sendiri mulai muncul. Seringai mesum tergurat di wajah siswa SMA itu, ia melepaskan seragam sekolahnya hingga bugil lalu berjalan mendekati ibunya.
“Aaahh...gitu baru anak mama sayang!!” erang Mira ketika Fandi meremas payudara kirinya.
Mira meraih leher anaknya itu dan ditarik ke arahnya. Ibu dan anak itu berciuman dengan penuh gairah, lidah mereka saling bertaut dan bertukar ludah. Di bawah sana, Pak Rasyid menggerakkan lidahnya semakin liar menyapu-nyapu bibir hingga dinding vagina Mira, ditambah elusan dan remasan pada paha dan pantatnya.
“Hhhmmmm…ssslrrrpppp….aahhh” Mira mendesah tanpa melepas ciuman dengan anaknya, tangan kanannya menggenggam penis Martin dan mengocoknya.
Martin sendiri mencium leher kanan, pundak hingga payudara mama pacarnya itu. Ia ganti melumat bibirnya ketika Fandi melepas ciuman dan beralih ke payudara. Dengan nikmatnya Fandi menetek dari payudara yang dulu pernah memberinya ASI.
Mereka kini pindah ke sofa serambi belakang dekat situ.
“Ayo sayang, giliran pertama spesial buat kamu!” Mira menguakkan bibir vaginanya yang merah merekah di antara kerimbunan bulu vaginanya pada Fandi yang berlutut di antara kedua belah pahanya.
Perlahan Fandi memasukan penisnya ke liang tempat dirinya dilahirkan dulu, ditarik lalu dimasukkan lagi, hingga akhirnya penisnya terbenam seluruhnya di vagina mamanya. Dirasakannya denyutan demi denyutan mengurut batang penisnya.
“Uhuy....akhirnya ngentotin nyokap lu sendiri!” sorak Martin
“Gak nyangka, ibu suka dientot keroyokan ya, sama anak sendiri lagi!” timpal Pak Rasyid meremas payudara wanita itu.
Tanpa menunggu lebih lama Fandi menaikan ritme genjotannya, cairan bening terus mengalir dari vagina Mira.
"Oh..lebih kencang sayang, oohh... mmmhh!” Martin menjejali mulut Mira dengan penisnya sehingga meredam ceracau wanita itu.
Sementara Pak Rasyid berlutut meraih sepasang gunung kembar majikannya itu, mulutnya menjilat dan mengenyotnya bergantian. Selang seperempat jam, Fandi melenguh nikmat merasakan orgasme perdana bersama mamanya. Penisnya menyemprotkan banyak sperma di vaginanya. Mira yang belum mencapai orgasme segera menyuruh Martin telentang di sofa lalu dinaikinya penis pemuda itu.
“Ooohh...legit banget tante!” erang Martin sambil meremas kedua payudara Mira
“Sekarang bapak, lewat pantat Pak!” pinta Mira setelah berhasil memasukkan penis Martin.
“Siap Bu!” Pak Rasyid langsung mengambil posisi di belakang dan menekan penisnya ke dubur majikannya itu.
Kini vagina dan anal Mira telah ditusuk penis, mereka pun mulai bergoyang mendaki puncak nikmat.
“Sinih...sayangg..aaah...biar mama bangunin lagi adik kecil kamu!” panggil Mira pada anaknya.
Fandi yang masih ngos-ngosan berdiri di depan sofa, Mira meraih penis anaknya yang setengah layu itu dan membawanya ke mulut.
“Uuugghh....ma....sepongan mama mantaphh!!” desah Fandi.
Selama sepuluh menit keempatnya bertahan dalam posisi demikian, keringat sudah membasahi tubuh mereka, serambi belakang riuh dengan desah birahi dan suara kelamin beradu. Martin dengan rakusnya melumat dan meremasi payudara Mira sambil menikmati penisnya menghujam-hujam ke vaginanya, Pak Rasyid juga terus melenguh merasakan sempitnya vagina majikannya itu, dan Fandi merasakan penisnya mengeras lagi di mulut mamanya. Hingga menit kelima belas akhirnya Mira mencapai orgasme dahsyat ditandai dengan erangan panjang dan tubuhnya menggelinjang. Martin turut menyentak-nyentak pinggulnya ke atas mengimbangi goyangan wanita itu. Bersamaan dengan itu Pak Rasyid juga mencapai orgasme dengan menumpahkan spermanya ke punggung majikannya tersebut.
“Ahhhh.... nih peju saya tante....uuuhhh!” lenguh Martin
Crot...crot...penis Martin menyemprotkan spermanya di vagina Mira. Fandi yang sudah birahi lagi segera mengambil giliran berikutnya.
“Nungging dong Ma!” pinta Fandi.
“Anak mama pengen lagi yah....sini sayang!” Mira berposisi doggie di sofa dan menyibak bibir vaginanya dengan jarinya.
Fandi segera menancapkan penisnya lagi. Kali ini permainannya lebih bertenaga, ia menggenjot mamanya secepat dan sedalam mungkin, keringat makin bercucuran membasahi tubuh mereka. Pak Rasyid melumat bibir majikannya yang dibalas tak kalah ganas. Martin berlutut di lantai mengenyoti payudara Mira. Persetubuhan itu terus berlanjut dengan berbagai gaya dan pertukaran tempat. Tubuh Mira tergolek lemas di sofa penuh ceceran sperma di sekujur tubuhnya, ditambah lagi keringat yang bercucuran. Anehnya setelah itu mereka tidak ingat lagi apa yang telah mereka lakukan selain mendapati tubuh mereka penat seperti habis berhubungan seks...karena tubuh mereka bukan lagi milik mereka, sesuatu yang lain telah merasuk ke dalamnya.
-------------------
Hari H-4 sampai H-1
“Hati-hati ya Ma!” Bambang memeluk pinggang ramping istrinya dan memberinya kecupan lembut di bibir sebelum membuka pintu mobil
“Jangan lupa telepon kalau udah sampai yah!” senyum manis menghiasi wajah Mira.
Bambang mengangguk dan masuk ke mobil karena saat itu Pak Rasyid keluar untuk membukakan gerbang. Pagi-pagi benar, ia harus ke bandara mengejar pesawat ke Surabaya mengisi seminar. Tidak sampai lima menit setelah mobil Bambang menghilang dari pandangan, Mira dan Pak Rasyid sudah bercumbu dan saling raba penuh gairah di serambi depan. Satu persatu pakaian Mira berceceran di lantai maupun meja serambi. Tak mau kalah, Mira pun melucuti pakaian sopirnya itu, terakhir ia berlutut di hadapan pria itu menurunkan celana beserta celana dalamnya. Segera dimasukkannya penis itu ke mulutnya dan kepalanya bergerak maju mundur. Sementara di kamar Amanda, gadis itu mendesah dan menggeliat menahan nikmat sambil meremasi rambut Fandi, adiknya sendiri yang sedang mengenyoti payudaranya bergantian. Celananya sudah terlepas sehingga tangan Fandi dengan leluasa menjamahi vaginanya.
"Uuuhh...dasar kamu, bocah edan Di, mama sama kakak sendiri diembat juga!" sahut Amanda.
"Salah sendiri kenapa wanita di keluarga ini cantik-cantik, gatelan lagi? Sopir aja diembat" Fandi tersenyum nakal, “nanti kalau papa pulang kita ajak, jadi keluarga kita makin kompak hehehe”
Hari kedua kepergian Bambang, keluarganya semakin terang-terangan berbuat mesum sehingga rumah itu menjadi seperti rumah bordil saja, dalam sehari 10-12 jam adalah kegiatan seks. Martin datang menginap meramaikan suasana, ia bebas bersetubuh dengan Amanda maupun Mira. Pagi ketika pamit ke sekolah Fandi mencium Mira di mulut yang dibalas mamanya itu dengan bergairah hingga akhirnya mereka saling menelanjangi. Fandi pun batal bersekolah malah menyetubuhi mamanya sendiri di serambi depan.
“Mama mana Pak?” tanya Amanda sepulang kuliah dan turun dari mobil.
“Lagi mandi non, baru bangun tidur tadi abis ngentot bertiga hehehe!” jawab Pak Rasyid enteng, lalu diraihnya pergelangan tangan gadis itu, “saya udah nunggu non, ngentot yuk!”
Selanjutnya mereka berpagutan bibir di pekarangan depan.
“Gua liat mama lu yah!” kata Martin yang baru keluar dari jok kemudi, ia nampak santai melihat pacarnya bermesraan dengan si tukang kebun. Gadis itu pasrah membiarkan dirinya ditelanjangi lalu disetubuhi sambil bersandar di mobil.
“Hah!” Mira tersentak kaget ketika tirai shower disibak, “Martin, ngagetin aja kamu ah!” ia tersenyum genit ke arah pacar putrinya yang telah telanjang itu.
Pergumulan panas di bawah shower pun tak dapat dihindari lagi. Sosok-sosok tak kasat mata menyeringai menyaksikan perbuatan mesum para penghuni rumah. Sesuatu yang mereka tunggu-tunggu akan segera terjadi....segera....
--------------------
Hari H
Bambang tiba di rumah pukul 18.35, wajahnya nampak berseri-seri walaupun badannya sangat letih. Ia telah membooking tiket pesawat untuk berlibur ke Jepang minggu depan untuk bulan madu ke dua tepat pada ulang tahun pernikahan mereka. Ia ingin memberi kejutan pada keluarganya karena jadwal kepulangan yang seharusnya besok bisa lebih cepat menjadi hari ini. Cuaca sedang tidak bersahabat, hujan mulai deras, sejak di jalan saja kilat sudah menyambar-nyambar di langit. Karena ingin memberi surprise ia turun dari mobil dengan payung lalu membuka sendiri gerbang dengan kunci yang dibawanya. Suara rintik hujan menyamarkan suara mobilnya ketika masuk halaman.
“Pacaran lagi deh tuh anak” katanya dalam hati melihat mobil Martin di halamannya.
“Uuhh...aman!” Bambang menghela nafas lega melihat tak seorangpun keluar rumah.
Ia turun dari mobil menjinjing koper dan kantong berisi oleh-oleh berjalan ke teras. Tanpa disadarinya, sosok-sosok tak kasat mata memandang ke arahnya sejak masuk tadi. Si wanita di wajah terbakar yang duduk di atap mobil Martin, perwira Jepang dengan perut terbelah berdiri tegak di dekat gerbang, dua anak kecil pucat menghentikan lempar tangkap bola memandang ke arahnya, pria tua di balik jendela, wanita bermulut robek dan wanita tanpa mata duduk bersebelahan di dahan pohon besar. Pintu depan tidak dikunci sehingga ia langsung melenggang masuk dan meletakkan bawaannya di ruang depan. Lampu ruang keluarga menyala, pasti mereka di sana. Ia merindukan pelukan dan cium mesra keluarganya yang biasa ia rasakan bila pulang dari bepergian. Namun senyum di wajahnya sirna ketika mendekati ruang itu, sayup-sayup terdengar suara riuh erangan wanita dan pria. Sebagai orang dewasa, Bambang tahu persis suara apa itu, ia mengendap-endap mengintip dari ambang pintu yang menghubungkan ruang keluarga dengan koridor. Mata Bambang melotot tak berkedip, ia sungguh kaget dengan apa yang disaksikannya. Saat itu nampak istrinya yang cantik tengah disetubuhi oleh pacar putrinya di atas karpet bulu. Desahan erotis keluar dari mulutnya menikmati penis pemuda itu menyodoki vaginanya. Sementara di sofa, putrinya sedang naik turun di atas penis adiknya sendiri yang telentang sambil meremasi sepasang payudaranya, gadis itu juga mengulum penis Pak Rasyid yang berdiri di sampingnya. Mereka semua telanjang dan tenggelam dalam lautan birahi serta tak sadar tengah diintip oleh sang kepala keluarga yang dipenuhi amarah. Bambang merasa seperti sebilah tombak mengenai dadanya tembus hingga ke punggung. Mimpi dan bayangan erotis selama ini ternyata menjadi kenyataan, apakah ini firasat? Entahlah dan tidak terpikir untuk itu, kini tangannya terkepal keras. Alih-alih melabrak orgy incest itu, ia malah menuju kamarnya dekat situ, dibukanya sebuah laci yang terkunci dan diambilnya sebuah revolver.
Amanda masih naik-turun di penis adiknya, namun kini Pak Rasyid telah pindah ke belakang dan menyodoki dubur gadis itu. Penetrasi ganda membuat Amanda semakin histeris.
"Oh...Martinn...kel..lu..aaarrrhhh" Mira meracau ketika vaginanya berkontraksi cepat memancarkan cairan orgasme.
Demikian halnya Martin yang tak kuasa menahan nikmatnya jepitan vagina mama pacarnya itu. Tubuh pemuda itu bergetar dan menyemprotkan sperma di dalam vagina Mira, tangannya makin keras meremas payudaranya.
“Uuuuhhh...tantee...ueenaakkhh....!” erangnya, “DOOORRR! KRAAKK!”
Martin mengerang mencapai puncak bersamaan dengan letusan pistol yang pelurunya mengenai kepala belakang tembus ke mata kirinya, darahnya bercipratan mengenai wajah dan tubuh Mira. Pemuda itu tewas seketika dan ambruk menimpa Mira.
“Aaaaaahhhhh!!” kontan Mira pun menjerit ketakutan, wajah bolong Martin jatuh tepat di wajahnya.
Fandi, Amanda dan Pak Rasyid yang sedang threesome pun tersentak kaget.
“Papa!” ucap kakak beradik itu berbarengan terkejut dengan kehadiran ayah mereka yang murka.
‘Eh...Pak...jangan...jang...!” Pak Rasyid melambaikan tangan ketakutan, namun...
Dor! Dor! Dor!! Pistol menyalak tiga kali, dua peluru bersarang di dada pria setengah baya itu dan yang terakhir menembus dahinya.
“Jadi ini yang kalian lakukan selama saya pergi?!!”
“Apa yang kamu lakukan! Kamu membunuh orang!! Aaahh!” Mira histeris setelah menyingkirkan mayat Martin yang menindihnya.
Mira berusaha bangkit namun...dor! Bambang menembak paha kanan istrinya sehingga ia menjerit kesakitan. Mereka sadar kekuatan jahat yang selama ini separuh mengendalikan mereka itu juga kini sedang mengendalikan kepala keluarga mereka terlihat dari raut mukanya yang mengerikan, ia bukan lagi ayah atau suami yang mereka kenal. Melihat mama dan kakaknya dalam bahaya, Fandi nekad menerjang ayahnya berusaha merebut pistolnya.
“Lari!! Cepat lari!!” seru Fandi sambil bergulat dengan ayahnya sendiri.
Amanda dengan tubuh gemetar membantu mamanya bangkit dan melarikan diri. Dor! Dor! Dor! Tiga kali suara letusan pistol kembali terdengar. Fandi muntah darah hingga akhirnya jatuh bersimbah darah memegangi perutnya.
“Fandi!!” jerit Mira dan Amanda berbarengan.
Amanda meraih vas bunga dari meja dan melemparkannya pada ayahnya yang baru lepas dari dekapan Fandi. Buk! Tepat menghantam jidat kanan Bambang sehingga ia mengaduh kesakitan.
“Lari Ma!!” Amanda mendorong mamanya keluar dari ruangan itu, lalu menutup pintunya dan menyelotnya dari dalam.
“Manda!! Manda!!” jerit Mira sambil menggedor-gedor pintu mengkhawatirkan nasib putrinya.
Di dalam, Amanda meraih apa saja yang didapatnya dan ia lempar ke arah ayahnya yang sudah kesurupan itu. Klik...klik...Bambang bermaksud menembak putrinya itu namun pelurunya sudah habis, ia pun menggeram dan mencampakkan pistol itu. Kesempatan ini dimanfaatkan Amanda yang langsung berlari ke pintu, sayang gerakannya terbaca oleh ayahnya. Sebelum sempat meraih slot pintu, Bambang menerjangnya dari belakang sehingga tubuhnya terhempas ke tembok.
“Aaaww!” rintih Amanda kesakitan karena kepalanya terbentur tembok.
“Anak laknat!” umpat Bambang seraya menjambak rambut panjang putrinya itu dan menghantamkan kepalanya ke tembok, “jalang! Pelacur kecil!” sekali lagi...lagi...”kubunuh kau!!” hantamannya makin bertenaga hingga akhirnya krakk....terdengar suara tulang retak yang memilukan.
Bambang terus menghantam-hantamkan kepala putrinya yang sudah tak bergerak itu ke tembok sampai tembok bercat krem itu kini penuh cipratan darah merah, hantaman selanjutnya menambah cipratan merah itu dengan cipratan otak yang menjijikkan. Akhirnya Bambang berhenti dan bernafas terengah-engah, melepaskan tubuh Amanda yang kepala sebelah kanannya sudah hancur berantakan sampai bola matanya keluar dari rongganya. Namun ia segera bangkit lagi dengan mata menyala, tugasnya tingga satu lagi. Sementara Mira berjalan tertatih-tatih sambil menangis ketakutan, ia telah sampai di pintu depan saat terdengar suara pintu dihempas di dalam. Menahan rasa sakit pada paha kanannya, Mira segera menghambur keluar rumah menembus hujan deras yang langsung mengguyur tubuh telanjangnya.
“Tolong!! Tolongg!!” jeritan itu teredam oleh derasnya hujan yang disertai guntur, ditambah lagi posisi rumah itu jauh dari penduduk sekitar, “aakh!!” kakinya tersandung batu di taman sehingga tersungkur dekat patung air mancur.
Di tengah derasnya hujan, ia melihat sosok suaminya kian mendekat, di tangannya tergenggam sebatang linggis.
“Pa...sadar Pa! Kita semua dirasuki sesuatu!” Mira memelas tak berdaya di depan suaminya yang menatapnya dengan sorot mata jahat.
“Aaaaahhh!! Kubunuh kalian...pezinah!!” jerit pria itu mengibaskan linggis menghantam patung air mancur berbentuk ikan itu sampai patah.
Mira semakin ketakutan namun ia masih berusaha menyadarkan suaminya, “Ini bukan kamu! kamu pria yang baik, lihat ini lambang cinta kita...kamu ingat?” ia melepaskan cincin kawinnya dan melempar ke bawah kaki suaminya, “kita harus mengalahkan mereka....sadarlah Mas!!”
Bambang memungut cincin emas putih itu dan memandanginya, teringat lagi dua puluh satu tahun yang lalu saat menyematkannya di jari manis sang istri. Tubuhnya bergetar, matanya berkaca-kaca, sadar apa yang barusan ia lakukan, tangannya yang memegang linggis melemas sehingga benda itu jatuh terlepas. Ketika Mira mulai lega melihat reaksi suaminya, Bambang menjerit dan mengangkat potongan patung ikan dengan kedua tangannya lalu....krak!! dihantamkannya benda itu ke kepala sang istri yang tidak sempat menghindar. Tiga kali hantaman menyebabkan kepala Mira hancur seperti bubur, darah, serpihan tulang, dan otak berceceran di rumput hijau dan terguyur air hujan. Bambang berjalan ke dalam rumah dengan ekspresi kosong, diambilnya pisau dapur dan kembali ke ruang keluarga dimana empat mayat bergelimpangan dalam kondisi mengenaskan. Ia tidak percaya ia sendiri yang melakukan kebiadaban ini terhadap keluarganya sendiri. Ia duduk di sofa lalu menggorok lehernya, darah segera mengucur deras membasahi tubuhnya, di tengah pandangannya yang semakin kabur ia melihat sesosok tubuh di ambang pintu. Sosok itu mendekatinya sehingga semakin jelas terlihat, seorang wanita bule dengan tatanan rambut dan pakaian jaman dulu. Wajah pucatnya tersenyum mengerikan lalu berkata dalam bahasa Belanda...
“Welkom bij de club!” (welcome to the club)
“Beberapa perabotan lama masih ada disini soalnya sulit dibawa, jadi bonus buat koko cici!” marketing property itu berpromosi menunjukkan sebuah lemari besar bergaya Victorian di kamar tidur utama.
“Wah ini jadul banget, kayanya lebih tua dari papa mama kita” kata si wanita
“Bahannya bagus tapi” si suami mengetuk-ngetuk bahan kayu lemari tersebut.
Pasutri itu agaknya tertarik dengan rumah tua bergaya kolonial itu, letaknya memang agak terpencil, jauh dari penduduk sekitar tapi lingkungannya asri dan arsitektur bangunannya pun unik, apalagi harga yang ditawarkan cukup miring. Ardi (36 tahun), berasal dari Kalimantan, perusahaan tempatnya bekerja mentransfernya ke ibukota sehingga ia pun membawa serta istri dan anak perempuannya. Seiring dengan karirnya yang makin menanjak, ia berencana membeli rumah. Setelah membanding-bandingkan, ia merasa yang satu ini paling cocok, lokasinya pun tidak terlalu jauh dari pabrik tempatnya bekerja. Sang istri, Silvia (32 tahun), juga nampaknya menyukai tempat ini.
“Nah...ini ruang keluarganya!” kata Stefani (26 tahun), marketing property cantik itu, membukakan pintu ganda sehingga terlihat ruangan dengan jendela mengarah ke kebun, beberapa perabotan tertutup selubung kain, “sori debuan! Uhukk..uhuk...” ia membuka jendela sehingga udara segar dari luar masuk, “kalau udah dibersihin keren banget...enak buat santai, pemandangannya juga bagus”
Mereka tidak sadar di ruang itu mereka tidak hanya bertiga. Sesosok gadis meringkuk di sudut ruangan, ia mengangkat kepalanya begitu pintu terbuka sehingga terlihat kepala kanannya yang hancur memperlihatkan otaknya, mata kanannya yang menggelantung keluar dari rongga matanya itu nampak menjijikkan dan mengerikan. Gadis berkepala pecah itu bangkit, menyimak pembicaraan mereka.Ia mengikuti Stefani dan berdiri di belakangnya ketika wanita itu membuka jendela. Stefani merasakan udara dingin yang aneh dan seperti ada yang mengawasi.
“Jangan-jangan emang beneran ada hantunya? Kok rasanya aneh gini” wanita itu bertanya-tanya dalam hati.
“Gimana Vi kata lu?” tanya Ardi merangkul bahu istrinya dengan mesra.
“Gua sih oke aja, tapi apa gak kegedean buat kita bertiga?”
“Kan bagus buat tempat main Liza, anak-anak perlu eksplore lingkungan yang masih alami gini, ya gak? Lagian kita butuh space kalau Liza punya dede nanti” Ardi berusaha membujuk istrinya.
Silvia menyikut pelan rusuk suaminya itu, “ya udah kalau emang cocok, putusin aja sendiri”
Stefani tersenyum melihat arah positif transaksi ini. Setelah mempertimbangkan Ardi menegosiasikan harganya. Kesepakatan tercapai cukup cepat.
"Keluar yuk, liat-liat halaman sekalian mau ngambil buku cek di mobil," sahut Ardi.
Mereka keluar dari rumah itu dan di dalam mobil Ardi menuliskan nominal harga di atas selembar cek sebagai tanda jadi. Wajah Stefani berseri-seri menerimanya, setelah membacanya dengan teliti ia memasukkannya ke dalam tasnya.
“Sertifikatnya juga ada sekarang” kata wanita itu.
“Ntar aja sekalian sama urusan ke notarisnya” kata Ardi
Sementara ketiganya berbincang sambil melihat-lihat di halaman, di jendela lantai dua sesosok tubuh sedang memperhatikan mereka. Stefani sempat melihatnya sepersekian detik namun ketika ia menengok ke sana lagi, sosok itu sudah tidak ada.
“Kayanya tadi liat sesuatu deh di sana” katanya dalam hati, bulu kuduknya merinding, “syukur deh akhirnya lepas juga, ogah gua urusan sama rumah ini lagi”
----------------------
Tiga hari kemudian
Truk besar perusahaan pindah rumah terparkir di halaman rumah Tirta Buana 44, beberapa pria berseragam perusahaan nampak menurunkan dan memasukkan barang ke rumah. Waktu menunjukkan pukul 17.20 ketika mereka merampungkan pekerjaannya bersamaan dengan petugas dari PLN yang memasang instalasi listrik. Stefani datang ketika para tukang itu sudah mau pulang, ia turun dari mobilnya dengan mengenakan blazer dan rok span ketat seperti biasa membuat mata para tukang itu tertumbuk padanya.
“Hai!” sapa Silvia yang muncul dari dalam membawa amplop honor para pekerja.
“Sore Ci!” sapa marketing property itu.
Setelah para tukang pergi, Stefani membantu Silvia menutup gerbang lalu masuk ke dalam.
“Vi yang ini mending taro di mana ya?” tanya Ardi membuka dus berisi microwave.
Perwira Jepang berwajah pucat dengan perut terbelah itu berdiri diam tidak menjawab, matanya menatap kosong ke punggung Ardi yang sedang berjongkok
“Say! Ada Stefani nih!” panggil istrinya mengetuk jendela dapur.
Deg...Ardi spontan menengok ke belakang tidak menemukan siapapun di sana.
“Perasaan tadi ada orang di belakang ya? Atau feeling doang?” Ardi merinding dan segera membuka jendela.
“Eh hai Step!” sapa Ardi dari dalam, “ayo masuk!”
Stefani datang membawa dokumen-dokumen yang diperlukan. Mereka berbincang santai di ruang tengah. Ardi membuka sebotol white wine untuk merayakan membeli rumah baru ini.
“Eh saya gak kuat minum ko, nyetir lagi!” kata wanita itu.
“Ayo dikit aja gak apa-apa, gak akan sampai mabok kok!” bujuk Silvia menyodorkan gelas berisi wine.
Stefani tersenyum, “ya...okelah....dikit aja ya tapi!” ia menerima gelas wine itu dan menyambut toast pasutri itu lalu meminumnya.
Perwira Jepang itu mengangguk ke arah wanita bermulut robek dan berwajah terbakar yang berdiri di ambang pintu. Keduanya lalu berjalan ke arah Silvia dan Stefani. Obrolan ketiga orang itu makin akrab disertai canda tawa, wine menghangatkan tubuh dan membuat mereka semakin bebas berceloteh atau bercanda yang kadang menjurus ke arah seks. Sadar atau tidak, birahi mereka mulai naik, Stefani yang tadinya bermaksud hanya minum sedikit untuk menghormati kliennya malah kebablasan dan sekarang mulai tipsy bersama Silvia. Satu saat Silvia dengan wajah memerah memeluk Stefani yang duduk di sebelahnya dan mencium bibirnya. Stefani membelakak kaget namun ia pun segera terhanyut dan membalas pagutan Silvia.
“Wow...wow...ladies, udah pada panas ya!” sahut Ardi
Silvia menyingkap rok span Stefani sehingga terlihat pahanya yang mulus dan celana dalam kuning yang dipakainya. Tak hanya pasif, Stefani pun membuka kaos Silvia sehingga tampak payudaranya yang masih tertutup bra krem. Keduanya saling menelanjangi sampai tak tersisa apapun lagi di tubuh mereka. Sungguh adegan yang membuat Ardi tertegun menyaksikannya, ia masih belum mengerti bagaimana istrinya bisa seliar itu. Ia sendiri belum pernah selingkuh, namun agaknya kali ini berbeda, selain istrinya yang memulai, ia juga merasa semakin kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.
“Mau icip-icip laki gua?” tanya Silvia nakal setelah melepas pagutan.
“Kalau cici ngijinin, saya ga nolak” jawab Stefani
“Kalau gitu yuk kita kerjain, tuh kasian dia udah bengong gitu ngeliatin kita!” Silvia menengok ke arah suaminya dengan pandangan menggoda.
Silvia turun dari sofa menggandeng tangan Stefani ke arah Ardi yang masih belum percaya ini terjadi.
“Uuhh...kamu serius Vi ngajakin kaya gini?” tanya pria itu merasakan tangan istrinya menggenggam penisnya dari luar celana.
“Kan kamu yang bilang mau ngerayain beli rumah? Gua cuma bikin ini lebih meriah, lu gak suka emang?”Silvia memasukkan tangannya ke celana suaminya dan meraih batang penisnya yang sudah ereksi.
“Tapi Vi, ini....” Stefani yang mengambil posisi di sebelah kiri meraih wajahnya dan memutar ke arahnya membuat pria itu terpana melihat keindahan tubuh Stefani dengan payudara 34B dan bulu-bulu lebat menghiasi selangkangannya.
“Gak usah malu-malu koh, si cici udah oke kok!” sahut Stefani lalu memagut bibir Ardi.
Ardi yang sudah horny langsung membalas ciuman Stefani dan beradu lidah. Didekapnya tubuh wanita itu, elusan pada punggung dan pantat membuat darah Stefani berdesir. Sementara Silvia sudah membuka celana suaminya dan kini mempermainkan batang penis itu dengan lidahnya. Tubuh Ardi menggeliat-geliat merasakan teknik oral istrinya yang mahir. Tangan kanannya meraih payudara istrinya dan meremasinya sambil terus beradu lidah dengan Stefani. Setelah beberapa menit, Stefani melepaskan pagutannya lalu menegakkan badan menyodorkan payudaranya di depan wajah Ardi.
“Aaahhh!!” desah Stefany ketika Ardi melumat payudaranya dan mengisapnya.
Slurp... slurp... suara sepongan Silvia pada penis suaminya, ia melakukannya sambil meremas lembut zakarnya. Ardi berusaha keras menahan ejakulasi menghadapi dua wanita cantik ini.
“Sini Tep, cobain nih kontol kesayangan gua!” kata Silvia setelah merasa puas mengoral suaminya memberi kesempatan pada Stefani, kata-kata vulgar dan tingkah binalnya sangat bertolak belakang dengan kesehariannya sebagai wanita yang keibuan dan kalem.
Teknik oral Stefani tak kalah mahir dari Silvia, lidahnya menyapu ujung penis Ardi yang tak bersunat menggelitik lubang kencingnya, disusul dengan kuluman dan hisapan yang membuat pria itu berkelejotan dan mendesah nikmat.
“Ini baru namanya perayaan” kata Silvia manja setelah melepaskan baju suaminya sehingga ketiganya kini bugil total
Wanita itu meraih gelas yang masih berisi wine dan meneguknya kemudian memagut bibir suaminya. Mereka pun bercumbu dalam manisnya wine. Ciuman Ardi merambat ke bawah menjilati sebagaian cairan merah yang meleleh membasahi dagu dan leher istrinya. Tubuh Silvia menggeliat saat merasakan dua jari suaminya menyeruak masuk ke vaginanya dan mulai mengorek-ngoreknya. Pada saat yang sama Ardi juga mengenyoti payudaranya bergantian.
Selanjutnya Silvia berbaring telentang di sofa dan Stefani menindihnya, keduanya beradu lidah sambil menggerayangi tubuh masing-masing. Ardi menempelkan penisnya ke vagina Stefani lalu menekannya perlahan.
“Ssssshhhh...seret banget memeklu Tep!” Ardi mengerang keenakan merasakan jepitan vagina Stefani yang terasa lebih sempit dibanding milik istrinya.
Ardi mendiamkan sejenak penisnya dalam jepitan vagina Stefani lalu mulailah ia menggenjotnya. Mulut Stefani mulai mendesah-desah menikmati sodokan penis Ardi pada vaginanya. Silvia lalu menggeser tubuhnya ke atas sehingga selangkangannya tepat di bawah wajah Stefani. Tanpa harus diminta Stefani membenamkan wajahnya ke vagina Silvia. Marketing property itu mulai menjilati vagina Silvia, jari lentiknya menyibak bibir vaginanya memperlihatkan bagian dalamnya yang memerah basah. Lidah Stefani bergerak bak ular menjilati setiap inci dinding vagina Silvia hingga klitorisnya.
“Uuuhhh...nnggghh....ssshhhh!!” ibu satu anak itu mendesah sambil meremas payudaranya sendiri akibat jilatan Stefani.
Stefani sendiri juga merasakan nikmatnya sodokan penis Ardi pada vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut-denyut meremasi penis pria itu serta memberikan sensasi hangat-hangat basah. Kedua tangan Ardi memegangi payudara Stefani dan memain-mainkan putingnya. Tak lama kemudian Stefani dilanda orgasme dahsyat, tubuhnya berkelojotan sampai Ardi tak kuat menahan sentakan tubuhnya hingga penisnya terlepas, cairan orgasme nampak membanjiri vagina wanita itu. Silvia segera mengambil alih dengan mendorong tubuh suaminya hingga berbaring di sofa, lalu penisnya yang masih tegak itu diduduki hingga tertelan oleh vaginanya. Silvia mulai menaik turunkan tubuhnya yang sudah berkeringat.
“Koh, ayo jilatin punyaku” Stefani naik ke wajah Ardi menyodorkan vaginanya yang basah.
Lidah pria itu segera mengais-ngais semua sisa cairan cinta Stefani, membuatnya terbeliak menahan nikmat, mulut mungilnya pun kembali mengeluarkan desahan nikmat. Sementara Silvia terus memicu pinggulnya di selangkangan suaminya. Sesekali ia histeris setiap kali penis itu menghantam g-spotnya. Ardi pun menikmati setiap relung liang sorgawi istrinya yang masih terasa kencang walau pernah melahirkan. Vagina itu akhirnya berkontraksi meremasi penis Ardi yang tak kuat lagi menahan gelombang nikmat yang menerjangnya. Ardi menyentak-nyentak pinggulnya ke atas mengimbangi goyangan istrinya sambil ia terus menjilati vagina Stefani dan meremasi pantatnya.
"Ooohh yahh terushh sayang...kita keluar bareng..." racau Silvia dengan tubuh mengejang
Keluarlah cairan orgasme yang semakin memperlicin keluar-masuknya penis suaminya. Beberapa detik kemudian, Ardi pun menyusulnya ke puncak nikmat, lima kali penisnya menyemprotkan sperma sampai-sampai cairan-cairan itu meluap keluar dari vagina istrinya. Stefani juga tak tahan lagi dengan jilatan dan cucukan jari Ardi pada vaginanya akhirnya mengerang panjang menumpahkan cairan kewanitaannya membasahi mulut Ardi. Ketiga insan itu memperoleh kepuasan tiada tara dalam waktu hampir bersamaan.
----------------------
Keesokan harinya
Tiga sosok transparan keluar dari tiga tubuh yang tergeletak lemas di ruang tamu dan menghilang di balik tembok. Cahaya matahari sudah masuk melalui jendela yang tirainya belum ditutup. Silvia yang paling pertama terbangun, ia mengejap-ngejapkan matanya dan menemukan dirinya berbaring di dada suaminya di sofa, ia juga melihat Stefani tertidur di sofa tunggal sebelah mereka. Ia tidak tahu apa yang kemarin terjadi selain melakukan perayaan kecil bersama suaminya dan Stefani. Botol wine telah kosong, apakah sedemikian mabuknya sampai semua ambruk di ruang tamu dan lupa apa yang terakhir terjadi? Ia merasakan vaginanya berdenyut dan basah, juga bekas cupangan pada payudaranya...apa yang sebenarnya terjadi? Apakah semalam mereka terlibat hubungan seks? Tapi nyatanya mereka masih memakai pakaian masing-masing walau sekarang agak kusut. Wanita itu pun segera membangunkan suaminya dan Stefani yang juga tidak tahu apa yang terjadi semalam, kesimpulan sementara adalah mabuk dan kecapaian setelah menurunkan barang-barang. Segera setelah minum segelas air Stefani pamit karena ada urusan lain.
“Semalam...kita ML emang?” tanya Silvia saat berendam di bathtub dengan suaminya yang memeluknya dari belakang.
“Nggak kok, kan ada si Stefani, emangnya kita threesome apa? Gua cuma inget kita ngobrol sambil minum-minum, tapi aneh juga ya kok kita semua sampe teler gitu? Alkoholnya cuma dua puluh persen kok”
“Mmmm...apa yah yang terjadi sebenernya..” Silvia mengernyitkan dahi berpikir, “heeii...aahh...apa sih” ia menepis tangan Ardi yang mulai meremas dan memilin-milin putingnya.
“Lu tadi ngomong ML gua jadi kepengen nih, yuk ML perdana di rumah baru” ajak Ardi mencium pundak istrinya.
“Iiihh...nggak ah...kan abis ini mau jemput Liza!” Silvia meronta pelan.
“Ya udah kalau gitu quickie aja, mau ya please?”
Silvia menengok ke belakang dan tersenyum, kemudian membalik badannya hingga menindih suaminya.
“Oohh...yess...!” desah Ardi merasakan penisnya melesak masuk ke vagina istrinya di bawah air.
Pasutri itu mulai bercinta dengan penuh gairah tanpa mereka sadari di balik tirai shower ada sosok lain memperhatikan mereka sambil tersenyum jahat.
--------------------------
Keluarga muda itu memulai beradaptasi di tempat baru, Liza anak mereka yang masih berusia tujuh tahun pun senang dengan rumah baru ini. Dengan berjalannya waktu, tak terasa sudah sebulan lebih mereka tinggal di rumah itu. Rutinitas berjalan seperti biasa, bekerja, mengantar jemput anak, mengurus rumah, family time, menerima tamu, dll. Kadang memang mereka mendengar suara-suara aneh di rumah ini tapi asumsi mereka mungkin binatang karena tempat ini letaknya agak jauh dari rumah lainnnya sehingga wajar binatang berkeliaran, lagipula mereka juga telah memanggil pendeta untuk memberkati rumah ini sehingga mereka yakin semua baik-baik saja. Suatu pagi, Silvia baru mengantarkan Liza ke sekolah dan berbelanja harian.
“Maaf...cari siapa mbak?” Silvia membuka kaca mobil dan bertanya pada wanita seumuran dirinya atau lebih tua beberapa tahun yang sedang berdiri di depan gerbang memandangi rumahnya.
“Oh, jadi nci penghuni baru di sini, maaf....saya dulu pernah tinggal di sini, kebetulan lewat, jadi nostalgia sedikit!” katanya memandang lagi ke arah rumah.
“Gitu yah...kalau mbak mau silakan masuk lihat-lihat” tawar Silvia setelah mengamati wanita berparas cantik itu sepertinya orang baik-baik, “saya juga mungkin bisa bertanya-tanya sedikit”
Wanita itu nampak senang dengan ajakan Silvia, ia naik ke mobil setelah Silvia membukakan gerbang.
“Saya Yuliana, dulu....tahun sembilan puluhan saya pernah disini” wanita itu memperkenalkan diri di mobil.
“Silvia!” Silvia menjabat tangan wanita itu yang terasa dingin, “kita belum lama di sini”
Turun dari mobil matanya menyapu sekeliling halaman depan dan teras.
“Sudah banyak berubah, banyak kenangan di sini” tuturnya, “dulu di sana ada patung air mancur”
Kedua wanita itu duduk di teras menikmati teh hangat yang disuguhkan Silvia.Sikap simpatik Yuliana membuat Silvia, yang sejak pindah ke sini merasa lebih sepi dibanding di kontrakan, mulai akrab dengan wanita itu yang mengaku tinggal di bawah, tidak terlalu jauh dari sini, suaminya bekerja dan dua anaknya sudah besar sehingga ia memiliki lumayan banyak waktu luang.
“Oh...anak kamu lahir 15 Agustus?” tanya Yuliana melihat foto bayi Liza yang tertera tanggalnya.
Silvia mengangguk, “yup...sama seperti papanya, jadi dia lahir buat hadiah ulang tahun papanya”
Yuliana mengangguk dan wajahnya memperlihatkan ekspresi senang seperti mendapat sesuatu yang diinginkan.
Keesokan harinya wanita itu nampak di depan gerbang lagi setelah Silvia mengantar anaknya ke sekolah. Kali ini Yuliana membantunya di dapur sambil mengobrol.
“Vi, kalau gitu cara nguleknya hasilnya kurang halus!” ia menghampiri Silvia yang sedang mengulek bumbu dari belakang “gini nih yah!”
Yuliana berdiri di belakang Silvia dan menggenggam tangan wanita itu, kemudian menggerakkannya untuk mengulek bumbu-bumbu di cobek. Silvia melemaskan lengan membiarkan wanita itu memandunya mengulek bumbu, ia merasakan ada kehangatan dari dekapan itu sehingga darahnya berdesir. Wajah mereka berhadapan dalam jarak dekat ketika Silvia menoleh ke samping.
“Eeenngghh…”, lenguh Silvia ketika Yuliana mengulum daun telinga kirinya.
Silvia memang tidak memiliki orientasi lesbian, namun suasana saat itu cukup mendukung dan ia begitu terhanyut tanpa dapat ia kendalikan. Kini bibir mereka sudah sudah berpagutan saling melumat, dan tangan-tangan mereka saling berpeluk. Tangan Yuliana mulai bergeser menerobos masuk ke blus Silvia lewat belahan dadanya yang rendah, terus menyusup ke balik cup branya serta meremasi payudaranya.
“Eeennggh!” Silvia mendesah.
“Kamu cantik sekali Vi, body kamu juga bagus!” puji Yuliana
Pujian seksi itu melahirkan sebuah sensasi erotik yang membangkitkan birahi Silvia. Yuliana melepaskan satu demi satu kancing blus Silvia hingga pakaian itu melorot turun meninggalkan bra dan celana dalam coklat. Silvia memutar badannya saling berhadapan dengan wanita itu, keduanya kembali berciuman, hanya kini gantian Silvia yang melucuti pakaian Yuliana yang lalu menaikkan pantatnya ke bibir meja dapur yang terbuat dari marmer itu. Dilepasnya bra hitam berenda yang dipakai wanita itu sehingga tereksposlah payudaranya yang ranum dan masih kencang itu.
“Ssllrrp....ssllrrpp!” Silvia langsung melumat payudara Yuliana dengan rakus.
Suara desahan Yuliana mengiringi setiap hisapan, jilatan dan gigitan Silvia pada payudaranya. Tangannya meraih kait bra Silvia di punggung dan melepasnya sehingga kini kedua wanita cantik itu hanya tinggal memakai celana dalam. Tangan Silvia merambah ke paha Yuliana, lalu ke selangkangannya, ia tarik celana dalam g-string itu hingga lepas. Dada Yuliana terlihat naik turun mengiringi nafasnya yang mulai tak beraturan, matanya terpejam-pejam menikmati rangsangan yang diberikan Silvia.
“Aaahh!” Yuliana mengerang dan menggeliat saat tangan Silvia yang menyusup ke celana dalamnya menggerayangi kewanitaannya.
Yuliana balas merengkuh tengkuk Silvia hingga bibir mereka kembali bertemu. Keduanya memainkan lidah masing-masing dengan liar sambil saling menggerayangi. Payudara mereka saling bergesekan seolah tak ingin kalah dengan permainan lidah mereka. Sesaat kemudian, Silvia menghentikan ciumannya, keduanya bertemu pandang dan saling tersenyum. Detik berikutnya, Silvia menarik bangku dan duduk di sana hingga liang kewanitaan Yuliana berada tepat di hadapan wajahnya.
“Ouhh… yesshh…” lenguh Yuliana saat merasakan lidah hangat Silvia menyapu kewanitaannya, menghantarkan sebuah kenikmatan ke seluruh tubuhnya.
Lidah Silvia membelah bibir kewanitaan Yuliana yang ditumbuhi bulu lebat, lalu mulai menyapu lipatan dalam bibir kewanitaannya, lalu terus bergerak naik, menyentil-nyentil klitorsnya. Dengan mahir Silvia memainkan lidahnya memberi kenikmatan bagi Yuliana yang menjepit kepalanya dengan kedua paha mulusnya. Yuliana mendesah dan menggelinjang, kedua tangannya bermain di payudaranya sendiri, memilin putingnya hingga mengeras
.
“Ahhhh!!!” akhirnya Yuliana mengejang dan menjerit
Cairan orgasme menyembur membasahi meja marmer dan mulut Silvia yang lantas menjilati cairan tersebut. Mereka kembali berciuman sebentar sebelum Yuliana melepas ciuman.
“Giliran kamu sayang” wanita itu turun dari meja dapur dan membuka kulkas dekat situ, “nah ini yang kita perlukan...berbaring di meja sayang!” suruhnya tersenyum nakal setelah mengambil dua batang timun.
Silvia melepaskan terlebih dulu celana dalamnya lalu berbaring di meja marmer sesuai yang disuruh wanita itu.
“Eemmhh....Mbak!” desah Silvia meremas rambut Yuliana yang memagut payudara kanannya.
Yuliana menggesekkan timun pada bibir vagina Silvia memberinya sensasi dingin dan nikmat sehingga ibu beranak satu itu mendesah-desah. Lidah Yuliana terus bergerilya si sekitar dada pundak dan leher.
“Lebarin paha kamu say!” kata Yuliana dekat telinga Silvia lalu menjilatnya.
Silvia melakukan seperti yang disuruh dan...
“Aaaahhh!!” timun dingin itu melesak masuk ke vaginanya yang becek.
Yuliana tersenyum melihat ekspresi wajah Silvia, tangan kirinya mulai menusuk-nusukkan timun itu sehingga Silvia semakin mendesah.
“Saya juga mau dong digituin!” kata Yuliana meletakkan timun yang satunya pada tangan kanan Silvia.
Ia lalu naik ke meja dapur dan menyodorkan selangkangannya ke wajah Silvia. Tanpa harus disuruh, Silvia menjilat sejenak vagina Yuliana lalu melesakkan timun itu masuk ke vaginanya. Kedua wanita cantik itu berposisi 69 saling menusukkan timun ke vagina masing-masing. Desah erotis sahut menyahut ketika timun itu menggesek dinding vagina mereka yang kian basah dan kian berkontraksi. Hasrat yang semakin memuncak memacu keduanya mempercepat kocokan pada vagina pasangan masing-masing. Puncak kenikmatan semakin dekat seiring dengan semakin kuatnya denyutan vagina, aliran hangat dari darah berdesir di sekujur tubuh.
"Aaaahhhhh....Mbak..." Silvia mendesah hebat diikuti oleh Yuliana dengan nada yang sama.
"Ooohhhhhh...... sedikit lagi Vi....aaaaahhhhh......." ceracau Yuliana
Timun dingin itu mereka masukkan sedalam mungkin pada vagina pasangannya. Ketika timun itu bergerak semakin liar, lenguhan panjang terdengar.
"Kkyyaaaaaaaahhhhhh....." Silvia mendongakkan wajahnya.
"Ooohhh...yesshh" diikuti oleh Yuliana.
Vagina mereka mengeluarkan cairan bening yang hangat, menandakan puncak kenikmatan telah mereka raih bersama. Tubuh mereka akhirnya melemas setelah orgasme dahsyat barusan, keduanya terbaring di meja dapur berusaha mengatur kembali nafasnya yang memburu.
“Mbak Yuli!” panggil Silvia pada wanita itu yang mulai berpakaian kembali, “biar saya anter pulang”
Yuliana tersenyum sambil merapikan rambutnya, “gak perlu repot-repot...kamu istirahat aja, saya lebih suka jalan sekalian olah raga juga”
“Okeh...saya pergi dulu yah Vi” pamit wanita itu, namun di ambang pintu ia menoleh ke arah Silvia, “satu lagi...jangan panggil Mbak Yuli, terlalu formal, kita kan teman....saya lebih suka dipanggil....Mira”
Bila saja Silvia tidak sedang letih dan cukup jeli, ia akan melihat pantulan bayangan wanita itu pada penutup kompor gas standing yang terbuka berupa sosok yang di atas lehernya hanya tersisa rahang bawah berlumuran darah.
-----------------------------
Saat yang sama, tempat lain
Stefani sedang berada di stasiun menunggu kereta ke Bandung, ia berulang kali menghubungi nomor pasutri itu namun tidak satu pun diangkat. Ardi memang sedang dalam perjalanan di pesawat terbang sehingga ponselnya non-aktif, sementara Silvia sedang lesbian dengan Mira di dapur sehingga nada panggil ponselnya di ruang tengah tak terdengar. Wajah marketing property cantik itu menunjukkan kecemasan setelah menyadari orang yang menghubunginya untuk menjual rumah di Tirta Buana 44 itu sudah tidak bisa dihubungi, lebih kaget lagi setelah diselidiki ternyata orang bernama Bambang Sulistio itu sudah meninggal bunuh diri sepuluh tahun yang lalu di rumah yang baru dijualnya itu.
“God...please, diangkat dong!” ia berdoa dalam hati berharap Silvia mengangkat ponselnya.
Kereta yang ditunggu telah tiba dan sedang mendekati peron dimana ia berdiri di belakang garis tunggu. Saat itu Stefani merasakan bahunya ditepuk dari belakang sehingga refleks ia pun menoleh. Matanya membelakak kaget melihat tiga sosok mengerikan tepat di belakangnya. Seorang remaja pria dengan tubuh berlumuran darah, seorang gadis berkepala hancur sebelah dan bola mata menggantung, dan yang di tengah adalah pria yang dikenalnya sebagai Bambang Sulistio, namun wajahnya pucat dengan luka menganga di leher berlumuran darah. Sebelum Stefani sempat menjerit, ketiga sosok seram itu mendorongnya sehingga tubuhnya terlempar ke jalur kereta tepat saat kereta mendekat. Selanjutnya suara jeritan orang di sekitarnya bercampur baur dengan deru mesin kereta, beberapa orang muntah menyaksikan darah bercipratan dan potongan anggota tubuh berserakan terlindas kereta.
----------------------------------
Kematian tragis Stefani yang begitu mendadak mengejutkan pasutri itu, mereka baru mengetahui berita itu keesokan paginya ketika polisi menyambangi rumah mereka. Keduanya dimintai keterangan karena dua nomor terakhir yang dihubungi Stefani berkali-kali adalah nomor mereka.
Event LKTCP 2018 ini telah membuat saya keluar pertapaan selama empat tahunan dan menunda sejenak proyek panjang.
Karena kebetulan dulu sempat jadi maniak horror selama satu dekade sebelum akhirnya jenuh. maka pas banget tema kali ini, misteri
semoga tulisan saya ini bisa menghibur & bikin crot pembaca sekalian
Selamat menikmati (kaya tulisan di nasi kotak aja)
Papan nama kayu ukir berpernis itu bertuliskan Sulistio terpampang di atas nomor 44 di pilar kanan pintu gerbang bercat hitam setinggi empat meter. Letaknya di tempat yang lebih tinggi dari rumah-rumah lain sekitarnya membuat bangunan di jalan Tirta Buana itu nampak berdiri dengan gagah di pinggiran Jakarta sehingga cukup jauh dari hiruk-pikuk ibukota. Di balik gerbang terdapat landscape yang rapi yang mampu menampung tiga mobil dengan taman dihiasi patung air mancur di tengahnya. Rumah bergaya kolonial ini memiliki empat kamar tidur, satu di antaranya dengan kamar mandi di dalam, satu kamar mandi yang paling besar dengan bathtub di lantai satu, satu lagi kamar mandi untuk pembantu di belakang dekat kamar pembantu. Bangunan ini sudah ada sejak jaman Belanda tahun 20-an milik seorang pengusaha Belanda dan pada jaman Jepang diambil alih tentara Dai Nippon. Konon pernah dipakai menampung jugun ianfu (wanita lokal yang direkrut paksa untuk pemuas nafsu tentara), ada desas-desus tanah di sekitarnya terdapat kuburan beberapa dari mereka yang mati karena perlakuan tak berperikemanusiaan. Waktu terus bergulir, benar atau tidaknya cerita-cerita itu akhirnya hanya menjadi mitos antara percaya atau tidak.
Rumah itu terus berpindah tangan baik sewa maupun beli, hingga akhirnya Bambang Sulistio (52 tahun), seorang direktur perusahaan tambang batu bara membelinya pada 1988 dan merenovasinya tanpa menghilangkan arsitektur aslinya. Sebagai orang kota yang modern dan berpendidikkan tinggi, Bambang tidak mempercayai hal-hal mistik dan mitos seputar rumah itu. Ketika seorang pembantu muda keluar setelah baru sebulan bekerja karena tidak tahan dengan penampakan dan suara-suara aneh yang mengganggunya saat di rumah sepi maupun saat malam, Bambang masih berpikir logis dan menganggap alasan si pembantu hanya dianggapnya bualan orang kampung jaman sekarang yang malas kerja dan suka berkhayal tidak-tidak. Ia bersikeras dirinya, istri dan kedua anaknya tidak pernah mengalami hal-hal aneh selama ini, semua baik-baik saja bahkan mereka merasa betah dan nyaman selama tinggal di sana. Hingga kini keluarga Sulistio mempekerjakan Bi Sumi (46 tahun), penduduk sekitar kompleks yang datang setiap dua hari sekali untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Adapun alasan Bi Sumi adalah untuk mengurus keluarga, namun ia memiliki alasan lain untuk tidak menginap di rumah itu, tidak lain penampakan dan hal-hal aneh yang pernah dialaminya. Muak dengan pembantu-pembantu sebelumnya yang bercerita aneh-aneh tanpa bukti, sejak awal Bambang dan istrinya, Mira sudah mewanti-wanti agar tidak bawa-bawa hal klenik ke rumah ini. Seorang pembantu yang berpengalaman, Bi Sumi memilih main aman dengan menuruti apa yang dilarang majikannya dan mengerjakan sebaik mungkin pekerjaannya.
Hari H-10
Malam pukul 23.40, Amanda Rahmani Sulistio/ Manda (20 tahun) terbangun dari tidurnya dan sulit untuk kembali ke alam mimpi walaupun berusaha untuk memejamkan mata dan tertidur.
“Huuhh, gara-gara ketiduran tadi siang pasti” keluhnya
Siang tadi sehabis pulang kuliah, Manda memang tertidur lama setelah bercinta habis-habisan di rumah pacarnya, Martin. Ia baru bangun jam lima sore ketika matahari akan terbenam sehingga tidak heran semalam ini matanya masih terang. Alih-alih tertidur, ia malah merasa haus.
“Damn...habis!” umpatnya meneguk air di gelas yang terletak di buffet sebelah ranjang tidak cukup memuaskan dahaganya.
Gadis itu keluar dari kamarnya menyusuri koridor lantai dua yang diterangi cahaya kuning dari bohlam dalam lampu dinding. Lampu di kamar seberangnya yang ditempati adiknya, Fandi (18 tahun) sudah dimatikan, demikian pula kamar orang tuanya di lantai bawah, menandakan mereka sudah terlelap. Dengan santai Manda melangkahkan kaki ke dapur bersih yang bersatu dengan ruang makan dan menuangkan air dari jar ke dalam gelasnya lalu meminumnya. Ia tidak menyadari ketika meneguk air, tiga sosok wanita muda bergaun terusan polos ala masa pra-kemerdekaan yang lusuh bernoda darah duduk di kursi meja makan, mereka memandang gadis itu dengan wajah pucat tanpa ekspresi, yang pertama bermulut robek hingga telinga, satu lagi rongga matanya kosong tanpa bola mata dan nampak lelehan darah dari lubang tersebut, yang terakhir wajah sebelahnya terbakar parah. Si wanita tanpa mata bangkit perlahan tanpa menimbulkan suara, melangkah tertatih mendekati Amanda.
“Uhhh...segar banget!” kata gadis itu meneguk air meredakan dahaga
Ia kembali menuangkan air memenuhi gelasnya dan meneguknya lagi dengan cepat. Saat itu jarak wanita tak bermata sudah tinggal tiga langkah lagi, tangan pucatnya yang penuh luka menjulur ke arah si gadis. Amanda meletakkan gelas yang telah ia kosongkan dan membalik badan. Kosong....tidak ada apapun di kursi meja makan maupun sekitarnya, selain kegelapan dan cahaya remang lampu dinding. Baru selangkah, Amanda teringat untuk memenuhi gelasnya untuk dibawa ke kamar. Ia pun kembali berbalik badan namun kali ini jantungnya serasa mau copot melihat wajah seram tepat di hadapannya, rongga mata yang gelap hitam itu seolah menyedot jiwanya, mata gadis itu membelakak shock, namun belum sempat jeritannya keluar ia sudah merasa dunianya gelap.
-------------------
Saat yang sama di kamar belakang, Rasyid bin Mamad (48 tahun), sopir merangkap tukang kebun keluarga Sulistio, kadang juga tukang reparasi ini itu di rumah, sedang tiduran di ranjangnya sambil memindah-mindah channel TV dengan remote di tangannya. Tidak ada acara yang bagus sesudah laporan khusus yang membosankan itu. TVRI, RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, enam stasiun TV yang ada sama sekali tidak ada acara menarik lagi. Pria itu pun mematikan TV dan bersiap tidur ketika terdengar ketukan di pintunya.
“Eh...Non Manda, ada apa malam-malam gini?” tanya Pak Rasyid tanpa bisa menyembunyikan pandangan matanya terhadap tubuh nona majikannya yang terbungkus piyama biru minim berbahan tipis yang memamerkan tubuhnya terutama paha mulus dan puting yang samar-samar karena tidak memakai bra.
“Insomnia Pak!” jawab gadis itu ngeloyor masuk
“Apa? Apa nia?”
“Insomnia...susah tidur...bisa nemenin gak Pak, semua udah pada tidur, saya bosen nih”
Jantung Pak Rasyid makin berdebar-debar, lelaki normal mana yang tidak begitu melihat gadis cantik masuk ke kamarnya dengan pakaian minim lalu menutup pintu dan menggeser slotnya.
“Eeenngg...Non, kalau keliatan gimana nih? Gak enak loh” kata Pak Rasyid sedikit gagap, walau penisnya sudah bangun dan terus terang ia ingin melihat lebih jauh tubuh nona majikannya itu bahkan menikmatinya.
“Kan udah dibilang semua udah tidur, siapa yang bisa liat?” Amanda sewot
Posisi Amanda yang lebih rendah karena duduk di tepi ranjang memberi tontonan indah bagi pria setengah baya itu berupa belahan dada yang begitu menggoda. Manda bukannya tidak tahu, ia malah menggerakkan lengannya sehingga tali bahu kirinya melorot.
"Si Bapak ini malu-malu aja ah! Dari tadi liat dada saya kan?" goda Manda memberi lampu hijau.
Wajah Pak Rasyid antara sumringah dan heran mengapa nona majikannya yang biasa jaim malam ini bersikap menggoda.
"Soalnya jujur aja Non cantik gitu, seksi lagi, gimana bapak gak tegang?”
“Kalau bapak mau, saya juga gak keberatan kok” kata Manda sambil membuka tubuh atasnya membiarkan payudaranya yang berukuran sedang dan membusung tegak itu terekspos jelas. Mata Pak Rasyid seperti mau copot menatap pemandangan indah itu, terlebih lagi Manda melanjutkan dengan menggerakkan sepasang paha jenjangnya meloloskan celana pendek beserta dalamannya. Pandangan nanar pria itu beralih ke selangkangan Manda yang ditumbuhi bulu-bulu hitam.
"Cuma mau ngeliatin aja Pak? Kok gak kesini?” goda Manda dengan suara manja.
Tanpa diminta lagi pria itu maju mendekati nona majikannya. Amanda langsung meraih karet celana pria itu dan memelorotinya sehingga penisnya yang sudah ereksi itu mengacung di wajah cantiknya.
"Ooohhh.. enak...kok Non jagoan gini nyepongnya" desah Pak Rasyid.
Amanda menggerakkan lidahnya dengan lincah menyapu-nyapu batang dan ujung penis yang bersunat itu, terkadang juga mengulum zakarnya. Pak Rasyid merem-melek dan mendesah nikmat sambil melepaskan kaos lusuhnya hingga keduanya sama-sama telanjang. Tangan pria itu lalu membelai rambut, punggung atau meremasi payudara Amanda. Setelah lima menitan, Amanda melepas kulumannya dan Pak Rasyid menindihnya. Dengan gemas pria itu meremas dan melumat sepasang gunung kembar yang membusung indah itu.
“Pak…masukkan kontolnya dong!” Amanda mengangkat kepala Pak Rasyid yang sedang menetek itu, “saya udah gak sabar dimasukin punya bapak!” wajah gadis itu memerah diliputi nafsu birahi
“Hehehe...kalau Non yang minta, Bapak siap deh!”
Pak Rasyid membuka kedua kaki Manda menyaksikan vaginanya telah banjir. Pria itu menggesek perlahan kepala penisnya pada bibir vagina sang gadis membuatnya melenguh keenakan.
“Aaahhh!!” desah Manda dengan tubuh menggeliat saat penis sopirnya itu mempenetrasi vaginanya.
Pak Rasyid merasakan hangat dan sempitnya jepitan vagina nona majikannya ini. Desahan keduanya sahut-menyahut memenuhi kamar itu. Amanda membeliak-beliak menahan ngilu akibat hujaman penis sopirnya. Pak Rasyid membekap mulut mungil Amanda dengan ciuman sehingga desahan gadis itu tertahan. Pria itu terus menggenjot dan mengecup leher, pundak dan ketiak gadis itu yang bersih terawat. Tak lama kemudian mereka berganti ke posisi doggie, dengan begini ia tusukan-tusukannya lebih terasa oleh Amanda yang turut menggoyangkan pinggulnya. Kedua tangan Pak Rasyid meremasi payudaranya dan memain-mainkan putingnya. Goyangan pantat Amanda makin tak beraturan, matanyapun sudah tidak merem-melek lagi, tapi terbuka dengan hanya terlihat putihnya saja, ia sudah di ambang orgasme, demikian juga Pak Rasyid yang merasakan spermanya akan segera muncrat sehingga sodokan penisnya pun semakin ganas dan menimbulkan bunyi decakan.
“Ooohh...iyah..keluar Pakk!!” Amanda mendesah panjang menyambut puncak kenikmatannya.
Tidak sampai semenit, Pak Rasyid pun menyusulnya ke puncak, pria itu menekan penisnya hingga mentok dan melenguh nikmat menyemburkan spermanya di dalam vagina sang nona majikan. Cairan mereka yang saling bercampur ditambah kontraksi alat kelamin memberi sensasi nikmat bagi keduanya. Bibir Amanda tersungging senyuman puas, senyuman erotis namun juga menyeramkan.
----------------------
Hari H-9
Pukul 7.15
Bambang sudah rapi dengan pakaian kerjanya, ia baru saja selesai sarapan dan sedang menghirup kopi paginya sambil menyimak berita di televisi. Piring sarapannya telah kosong, demikian piring satunya lagi milik putranya, Fandi, yang sudah lebih dulu berangkat ke sekolah dengan motor. Bambang mematikan TV setelah pindah beberapa chanel acaranya kurang lebih sama, liputan kunjungan Presiden Soeharto ke negara tetangga. Tak lama kemudian, seorang wanita cantik berdaster selutut muncul membawa sepiring salad dan meletakkannya di meja makan. Ia menarik kursi di sebelah Bambang dan duduk di situ.
“Bantuin makan dong, terlalu banyak nih kayanya” kata wanita itu menyodorkan piring itu pada suaminya.
Miranti Yuliana Sulistio (42 tahun)/ Mira, seorang ibu rumah tangga yang masih nampak cantik dan segar di usianya yang sudah kepala empat, tubuhnya pun masih langsing walau telah memiliki dua anak yang sudah besar. Semua ini tentu tak lepas dari perawatan berkelas dan rutin berolah raga, ditunjang kecantikan alaminya yang juga diwarisi oleh putrinya. Pernah ada yang mengira ia adalah kakak perempuan dari Amanda, putrinya sendiri, karena terlihat lebih muda dari usianya.
"Cantik banget ma pagi ini...jadi pengen sun nih, mmm" kata Bambang mengecup pipi istrinya.
Mulut Bambang mulai nyosor ke bibir Mira yang ditanggapi wanita itu, namun ia segera melepas pagutan mereka begitu merasakan tangan suaminya menyingkap daster dan mulai merabai pahanya.
"Ssshhh...jangan sekarang ah... Manda sama si Sumi masih di rumah tau!" kata Mira perlahan sambil menepis tangan suaminya dari pahanya, "lagian aku belum mandi Pa”
"Mandi atau belum kamu tetap cantik kok" kata Bambang sambil mengecup pipi istrinya.
“Udah...nih makan aja daripada ngegombal terus!” Mira menempelkan sesendok biji jagung dan kacang merah bertabur mayones pada bibir suaminya.
“Hei sayang! Sini dong mumpung udah bangun, ini saladnya enak nih!” sapa Mira melihat putrinya di balkon lantai dua, gadis itu merespon dengan senyum lemas.
Aneh, ia merasakan tubuhnya penat dan selangkangannya basah. Seingatnya tadi malam ia hanya mengambil minum ke bawah karena susah tidur, yang terjadi selanjutnya entah apa...mungkin tertidur lagi karena tahu-tahu barusan terbangun di ranjangnya. Payudaranya masih terasa agak nyeri dan terdapat bekas cupangan memerah, padahal seingatnya kemarin pacarnya tidak sebrutal itu mainnya.
“Pagi pa...ma...!” sapa Amanda menarik kursi meja makan.
“Sini Nda....sun dulu dong!” panggil Mira
Amanda pun mendekati mamanya dan mengecup pipinya, namun ciuman Manda tidak sampai situ, berikutnya ia mencium bibir mamanya sendiri dan dibalas Mira dengan memainkan lidahnya. Tangan Mira melucuti piyama atasan yang dipakai putrinya, sementara Amanda pun meremas payudara mamanya itu dari luar dasternya. Ciuman dan rabaan mereka semakin bergairah lebih dari sekedar ibu dan putrinya.
“Pa! Pa!!” panggil Amanda mengeraskan suara.
“Ooh...iya...kenapa?” Bambang tersadar dari bayangan erotis yang aneh tadi
“Ini mau ga? Saya masukin piring papa!” kata Amanda bersiap menyisihkan sebagian salad itu ke piring bekas nasi goreng papanya, “papa liat apa sih? Kok aneh gitu?”
“Oohh, gak apa-apa, cuma kepikiran masalah di kantor! Ya udah papa pergi dulu yah, dadah!” Bambang beranjak dari kursi dan meraih tas kerjanya.
“Suumm!! Tolong gerbang!!” panggil Bambang.
“Oooh...iya Pak, datang...datang!!” sahut Sumi yang sedang memotong daging.
Wanita setengah baya itu segera ke depan, ia sudah kebal dengan hal-hal gaib sejak masih di kampungnya sehingga ia lewat dengan santainya ketika melihat dua anak kecil perempuan dan laki-laki bule sedang bermain bola di taman belakang. Keduanya memakai pakaian anak-anak tempo doeloe, wajah mereka sangat pucat dengan lingkaran hitam di sekitar mata mereka. Bagi Bi Sumi asalkan tidak saling mengganggu semua akan aman-aman saja.
---------------------
Hari H-8
Pukul 17.37
“Mimpi dan fantasi gila itu selalu datang sebulan terakhir ini!” tutur Bambang sambil berbaring di sofa
“Kalau tidak keberatan, bisakah anda ceritakan detilnya?” tanya wanita itu memegang catatan dan bolpennya mendengar keluhan Bambang.
Lusiana Kurniawan (33 tahun), psikiater berparas cantik tersebut, menikah dengan satu anak namun sudah setahun pisah ranjang dengan suaminya karena konflik rumah tangga.
“Saya pernah bermimpi istri saya selingkuh, pernah dengan sopir kami, bahkan lebih gila dengan anak kami sendiri, pernah waktu ada tamu di rumah kami, saya membayangkan mereka bercinta ramai-ramai dengan keluarga saya, dan itu semua datang gak terkontrol, saya dalam keadaan sadar, gak mabuk”
“Hubungan anda sendiri dengan istri...apakah baik-baik saja?’
“Baik, tapi...belakangan dia sering menolak berhubungan seks, atau kadang kita kurang puas terutama kalau sayanya capek”
“Maaf, ini pertanyaan sensitif....apakah anda pernah berselingkuh?”
Bambang terdiam sebelum menjawab, “dulu saya pernah sewa pelacur ketika di luar negeri atau luar kota, tapi sudah sepuluh tahun lebih tidak pernah lagi”
“Baiklah Pak, memang ada kecenderungan seksual dimana seseorang terangsang ketika pasangannya bercinta dengan orang lain, terkadang muncul di saat kehidupan seks sudah jenuh. Bapak juga mengatakan pernah berselingkuh dan tidak sedikit menghabiskan waktu di luar rumah , namun sekarang tidak pernah melakukan perselingkuhan lagi....benar?”
Bambang hanya menganggukkan kepala sambil diam-diam memandang kagum pada Lusi.
“kadang hasrat liar manusia itu muncul ketika dia membutuhkan pemuasan seks tapi apa yang dibutuhkan itu belum cukup. Saya sarankan anda ambil cuti dan pergi berlibur dengan istri anda, tanpa anak-anak, jauhi dulu urusan pekerjaan, ya...seperti layaknya pengantin baru saja, ini berguna untuk memulihkan kehangatan antara kalian. Ini masukan dari saya” pungkasnya tersenyum manis, “apakah ada lagi? Analis lebih detil akan saya berikan secara tertulis nanti”
Bambang meneguk air di gelasnya. Lusi menekan tombol stop pada handycam yang merekam wawancara mereka, lalu ia bangkit menuju dispenser untuk minum dulu. Baru saja mengisi penuh gelasnya dengan air tiba-tiba Bambang mendekapnya dari belakang dan meremas payudaranya.
"Hei....apa-apaan ini!" refleks wanita itu meronta, “lepasin!!”
"Ehehehe....” Bambang terkekeh dengan raut muka menyeringai seram.
Psikiater itu melakukan perlawanan, namun Bambang dengan mudah mematahkannya, ia menghimpit tubuhnya ke dinding di sebelahnya, lalu diangkatnya kedua tangannya dan dikuncinya di atas kepala wanita itu dengan satu tangan. Tangan satunya kembali meremas payudara si psikiater dan dilumatnya bibir tipis itu sebelum sempat berteriak.
“Eeemmhh!” Lusi merintih tertahan, ia nyaris kehabisan nafas dan mulai membalas pagutan Bambang
Gelombang nikmat mulai menjalari tubuhnya akibat cumbuan dan jamahan di tubuhnya. Rangsangan birahi semakin melemahkan perlawanannya. Tangan pria itu menyingkap rok span yang dikenakannya hingga menyentuh selangkangannya. Darah Lusi semakin berdesir merasakan jari-jari pria itu meraba-raba vaginanya dari luar celana dalam, bahkan tanpa sadar ia membalas permainan lidah Bambang di mulutnya. Ia tak bisa menyangkal bahwa tubuhnya rindu jamahan pria setelah lama tidak merasakan kenikmatan seks.
Merasakan Lusi sudah tidak melawan lagi, Bambang melepaskan kunciannya terhadap pergelangan wanita itu dan mulai mempreteli satu-persatu kancing kemejanya.
"Jangan Pak! Saya mohon." Lusi memelas, namun ia tak melakukan apapun ketika Bambang mempreteli kancingnya hingga menyingkap bra hitamnya hingga payudara montoknya yang berputing coklat itu terekspos.
Lusi merasakan tubuhnya bagaikan tersengat listrik ketika putingnya dipilin-pilin, kenikmatan itu sudah lama tak dirasakannya. Matanya merem-melek menikmati payudara dan selangkangannya digerayangi pasiennya itu. Ssluupss....sssllrrpp...mulut Bambang melumat payudaranya, menghisap, terkadang disertai gigitan kecil.
“Ooohhh...ahhh!” desah Lusi sambil mendekap kepala Bambang.
Brrett....dengan satu sentakan kasar robeklah celana dalam hitam Lusi
“Jangan sentuh!" tolak Lusi antara kaget namun tak bisa melawan gelombang birahi yang menerpanya.
“Aassshhh!!” desah psikiater itu menggeliat ketika jemari Bambang mulai mengorek vaginanya.
Lusi menggeleng-gelengkan kepalanya, ia sudah tak kuat lagi menahan sisi liar dalam dirinya. Cairan pelumasnya semakin membanjir karena jari-jari pria itu semakin intens mengobok-obok kewanitaannya. Ia memberanikan diri menatap mata Bambang yang tajam dan menusuk.
“Orang ini berbeda dari yang sebelumnya? Apakah dia punya kepribadian ganda?” Lusi bertanya-tanya dalam hati.
Namun belum sempat berpikir lebih jauh, ia menjerit, sakit sekaligus keenakan karena Bambang melesakkan penisnya membelah bibir vaginanya. Tanpa menunggu lebih lama ia pun mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Sambil terus menggenjot, Bambang melumat bibir Lusi yang sudah pasrah dan ikut membalas permainan lidahnya. Tangannya menggerayangi payudara wanita itu sehingga semakin terseret derasnya pusaran birahi.
“Eeemhhh...nngghh...mmhh!” desah Lusi antara percumbuan panasnya
Bambang semakin mempercepat gerakannya hingga akhirnya tubuhnya mengejang, disusul penisnya menyemprotkan sperma di dalam vagina Lusi.
“Aargghh...!!” Bambang melenguh parau mencapai orgasmenya.
Berkali-kali spermanya menyemprot ke dalam rahim psikiater cantik itu, sebagian cairan itu merembes keluar melalui celah vaginanya saking banyaknya. Nafsu Bambang dengan cepat bangkit lagi, ia membalikkan tubuh Lusi yang sudah pasrah hingga kedua telapak tangannya bersandar pada tembok dan pinggulnya dinunggingkan, disingkapnya rok span wanita itu hingga ke perutnya.
“Uuuhh!!” lenguh Lusi saat penis pria itu yang sudah keras lagi melesak masuk ke vaginanya.
Bambang menyodok-nyodokkan penisnya dengan cepat, Lusi pun mendesah tak karuan merasakan nikmat yang luar biasa. Batinnya menolak tapi tubuhnya tak bisa berbohong, rintihannya semakin keras memenuhi ruang konsultasinya. Lusi spontan menggerakkan pinggulnya sendiri maju-mundur, sementara payudaranya tidak pernah lepas dari tangan pria itu.
“Aaakhhh...” Lusi akhirnya orgasme dengan sebuah erangan panjang, tubuhnya menggelinjang
Tak lama, Bambang pun segera mencabut penisnya. Tanpa berkata apapun, setelah berpakaian ia letakkan uang biaya konsultasi itu di meja, lalu meninggalkan Lusi yang masih terengah-engah. Wanita itu termenung memikirkan apa yang baru saja menimpa dirinya dan menarik nafas dalam-dalam
“Apa yang terjadi tadi? Sepertinya kehidupan seksnya memang bermasalah” pikir Lusi.
Lusi mengakui kenikmatan barusan memang membuatnya seolah terbang, sudah lama sekali ia tidak hubungan seks sedahsyat tadi.
--------------------
Hari H-7
Pukul 20.08
“Ya sayang....baik-baik ya di rumah emak! Besok mama jemput di sekolah!” kata Lusi di gagang telepon, “mmm...iya...iya...good night Alvin, mama love you”
Psikiater itu menutup telepon dan melanjutkan menyusun laporan psikologi untuk Bambang berdasarkan kaset DV hasil rekaman ketika wawancara. Ia mengernyitkan dahi di bagian menjelang akhir melihat sesuatu yang aneh, direwindnya bagian itu untuk melihat lebih jelas....sebuah sosok hitam di sebelah kanan Bambang yang berbaring di sofa, sosok itu makin mendekat dan masuk ke tubuh pria itu. Lusi makin penasaran, benda apa itu, kemarin rasanya tidak ada seperti itu, kembali ia menekan tombol rewind pada player kemudian pause ketika sosok hitam itu nampak sangat jelas. Lusi menajamkan matanya namun....
“Aaahh!!” ia tersentak dan menjerit melihat muncul mata dari sosok itu dan bergerak menatap ke arahnya, padahal player dalam keadaan pause.
Pret...televisi mendadak mati...perabotan di ruangan itu bergetar seperti ada gempa, apa yang terjadi? Apakah sosok itu yang kemarin merasuki pasiennya hingga kalap dan memperkosa dirinya. Tiba-tiba bel musik berbunyi. Lusi berhasil mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan lari ke depan lalu membuka pintu.
“Andre...” serunya sedikit lega melihat suaminya datang tepat waktu, namun ketakutannya masih belum pulih.
.“Ada apa nih? Kok kaya baru ketemu setan mukanya pucat gitu?” tanya Andre melihat istrinya ketakutan.
“Stop talking...lu gak akan percaya apa yang baru gua liat!” kata Lusi dengan suara bergetar.
Andre segera memeluk istrinya itu untuk menenangkan, “tenang Lus...tenang, cerita pelan-pelan, gua selalu bersama lu”
“Rekaman....rekaman itu, di kantor gua!” ia masih belum bisa bicara jelas.
“Kantor?” Andre melepas pelukan dan bergegas ke dalam untuk memeriksa.
“Dre! Jangan kesana!” Lusi menyusul pria itu yang menyambar pisau dapur dari rak saat melewati mini bar, “Dre stop!” ia meraih pergelangan tangan suaminya
Andre tiba-tiba membalik badan dan jleeebb...Lusi melotot merasakan benda dingin menusuk perutnya.
“Ka...kamu...” ucapnya sambil mencengkram erat lengan Andre menahan sakit
Lusi terperangah kaget melihat wajah suaminya itu berubah mengerikan, sesuatu telah merasukinya. Sosok hitam di rekaman tadi, sosok itu kini tepat di belakang suaminya memeluk tubuh serta mengendalikan jiwa dan pikirannya. Andre menarik pisau dapur itu dan kembali menghujamkannya lagi berkali-kali ke tubuh istrinya. Darah berceceran, Lusi ambruk berlumuran darah dan usus terburai. Andre tertawa seperti psikopat menatap mata istrinya yang membelakak kosong. Ia membuka tiga tabung gas di dapur, kamar mandi dan satu tabung gas serep lalu kembali ke tubuh tak bernyawa istrinya.
“Hehehe....gua bilang juga akan selalu bersama lu!” katanya sambil merobek-robek baju Lusi dengan pisau dapur itu.
Ia membuka celananya sendiri dan berlutut di antara paha istrinya dengan ceceran darah segar di sekitarnya, bau gas telah menyebar kemana-mana.
“Aaahh!” lenguh Andre menusukkan penisnya ke vagina mayat istrinya.
Sambil menggenjot ia mengeluarkan lighter dari saku kemejanya.
“Farewell...fucking life”
Suara ledakan memekakkan telinga memecah malam di kompleks itu menghancurkan rumah minimalis tersebut.
----------------------------
Hari H-5
Pukul 13.22
Mira tengah menjemur cucian di belakang, tugas yang tidak biasanya ia lakukan. Setengah jam sebelumnya ketika mesin cuci masih menyala, Bi Sumi minta ijin pulang karena anaknya tiba-tiba panas tinggi. Maka mau tidak mau, Mira harus menjemurnya setelah selesai dicuci. Ia membungkuk mengambil cucian dari ember, baru saja hendak berdiri...
“Hah!” ia terhenyak merasakan bulu kuduknya berdiri melihat sepasang kaki di balik selimut yang dijemur.
Tidak ada orang lain lagi selain dirinya dan Pak Rasyid yang sedang mencuci mobil di halaman depan, lagipula kaki wanita itu sangat pucat dan nampak luka sayatan serta darah. Tubuh Mira serasa kaku, untuk berteriak pun tidak sanggup, ia mengambil nafas panjang mengumpulkan keberanian, kemudian menegakkan badan walau dengan kaki gemetaran. Semakin berdiri, jantungnya pun semakin berdebar-debar, siapa gerangan yang berdiri di balik selimut itu, pandangan matanya semakin dekat ke atas.
“Aaaaaahhh!!!”Mira histeris melihat wajah pucat bermulut robek itu menatap ke arahnya.
Mendengar jeritan itu, Pak Rasyid refleks melempar selang yang sedang dipegangnya lalu berlari ke dalam
“Bu...ada apa Bu?” ia mendapati nyonya majikannya tersungkur di atas rumput dan ember berisi cucian itu terguling.
Ia menghampiri Mira yang bernafas terengah-engah.
“Ular...ular...” katanya, “udah kabur ke sana”
Pak Rasyid meraih gagang sapu di dekat situ dan menyusuri daerah sekitarnya.
“Udah Pak, saya bilang kan udah kabur, mending bantu saya berdiri....keseleo nih!”
Pria itu berbalik mendapati Mira sudah tidak nampak shock, malah kini ia tersenyum menggoda, ia juga baru sadar rok selutut wanita itu tersingkap sehingga memperlihatkan pahanya yang indah.
------------
Setengah jam kemudian
“Gimana sih Pak Rasyid, selang kok ga dimatiin?” keluh Fandi.
Turun dari motor NSR-nya, langsung menuju ke kran dan menutupnya sehingga air berhenti mengucur. Baru saja menutup gerbang yang kiri, sebuah mobil yang dikenalnya datang mendekat.
“Eh...Mas Martin!” sapa Fandi membuka kembali gerbang itu mempersilakan mobil pacar kakaknya itu masuk.
“Belum pulang mas kayanya, gak bareng emang” kata Fandi setelah Martin turun dari mobil.
“Iya gua tau di tengah jalan tadi nge-pager, pulangnya jam tigaan, lagi sama temannya, dah lah tunggu aja, lu ga kemana-mana lagi kan? Main PS yuk, Tekken....King of Fighter...hehehe”
“Boleh tuh, yuk!” Fandi mengajaknya masuk.
Mereka masuk ke dalam namun sampai di ruang makan, sayup-sayup terdengar suara desahan. Keduanya pun saling pandang, Fandi melangkah lebih dulu ke arah sumber suara, taman belakang, diikuti Martin...dan dua sosok transparan berwajah seram. Mereka terbengong menyaksikan Mira sedang berdiri bersandar pada dinding tempat jemuran tanpa sehelai benangpun di tubuhnya, pakaiannya telah berceceran di sekitarnya. Pak Rasyid sedang berlutut di bawahnya menjilat dan mengisap vaginanya, tangan kasar pria itu menjulur ke atas meremasi payudara yang masih kencang itu. Mira belum sadar kehadiran mereka karena saat itu ia sedang memejamkan matanya sambil mendesah-desah.
“Nngghh...yah terus jilat Pak” desahnya meremasi rambut sopirnya
Diperhatikan lebih jelas, sekitar mulut dan leher Mira nampak sedikit ceceran sperma, rupanya sebelumnya ia mengoral supirnya itu hingga klimaks di mulutnya. Yang paling kaget menyaksikan semua itu tentu saja Fandi, perasaannya tak karuan menyaksikan dengan mata kepala sendiri mamanya yang anggun dan keibuan itu bertingkah laku bak pelacur.
“Ooh...kalian sudah pulang?” sapa Mira akhirnya menyadari kehadiran mereka, ia tak nampak risih, bahkan ekspresinya semakin menggoda, “jangan bengong aja, ayo sini bantu mama dong!”
“Hehehe...nyonya yang minta den, bapak sih cuma nurut aja!” kata Pak Rasyid menarik sejenak mulutnya dari vagina Mira sambil tetap mencucukkan jarinya.
Martin tidak bisa menahan diri dan memberanikan diri menghampiri mama pacarnya itu. Ia mengambil posisi di sebelah kanan Mira dan memagut bibirnya yang dibalas wanita itu dengan pagutan mesra, lidah mereka bertautan penuh nafsu. Tangan Martin meremas payudaranya dan memilin putingnya.
“Ma...mama!” Fandi yang masih belum percaya pandangannya sendiri masih berdiri terpaku menyaksikan ibunya ber-threesome dengan Martin dan Pak Rasyid.
Ada rasa pusing seperti hilang kesadaran, ia mengejap-ngejapkan mata seperti ngantuk. Fandi merasa kehilangan kendali atas dirinya, tanpa dapat ditahan penisnya ereksi dan hasrat seksual terhadap ibunya sendiri mulai muncul. Seringai mesum tergurat di wajah siswa SMA itu, ia melepaskan seragam sekolahnya hingga bugil lalu berjalan mendekati ibunya.
“Aaahh...gitu baru anak mama sayang!!” erang Mira ketika Fandi meremas payudara kirinya.
Mira meraih leher anaknya itu dan ditarik ke arahnya. Ibu dan anak itu berciuman dengan penuh gairah, lidah mereka saling bertaut dan bertukar ludah. Di bawah sana, Pak Rasyid menggerakkan lidahnya semakin liar menyapu-nyapu bibir hingga dinding vagina Mira, ditambah elusan dan remasan pada paha dan pantatnya.
“Hhhmmmm…ssslrrrpppp….aahhh” Mira mendesah tanpa melepas ciuman dengan anaknya, tangan kanannya menggenggam penis Martin dan mengocoknya.
Martin sendiri mencium leher kanan, pundak hingga payudara mama pacarnya itu. Ia ganti melumat bibirnya ketika Fandi melepas ciuman dan beralih ke payudara. Dengan nikmatnya Fandi menetek dari payudara yang dulu pernah memberinya ASI.
Mereka kini pindah ke sofa serambi belakang dekat situ.
“Ayo sayang, giliran pertama spesial buat kamu!” Mira menguakkan bibir vaginanya yang merah merekah di antara kerimbunan bulu vaginanya pada Fandi yang berlutut di antara kedua belah pahanya.
Perlahan Fandi memasukan penisnya ke liang tempat dirinya dilahirkan dulu, ditarik lalu dimasukkan lagi, hingga akhirnya penisnya terbenam seluruhnya di vagina mamanya. Dirasakannya denyutan demi denyutan mengurut batang penisnya.
“Uhuy....akhirnya ngentotin nyokap lu sendiri!” sorak Martin
“Gak nyangka, ibu suka dientot keroyokan ya, sama anak sendiri lagi!” timpal Pak Rasyid meremas payudara wanita itu.
Tanpa menunggu lebih lama Fandi menaikan ritme genjotannya, cairan bening terus mengalir dari vagina Mira.
"Oh..lebih kencang sayang, oohh... mmmhh!” Martin menjejali mulut Mira dengan penisnya sehingga meredam ceracau wanita itu.
Sementara Pak Rasyid berlutut meraih sepasang gunung kembar majikannya itu, mulutnya menjilat dan mengenyotnya bergantian. Selang seperempat jam, Fandi melenguh nikmat merasakan orgasme perdana bersama mamanya. Penisnya menyemprotkan banyak sperma di vaginanya. Mira yang belum mencapai orgasme segera menyuruh Martin telentang di sofa lalu dinaikinya penis pemuda itu.
“Ooohh...legit banget tante!” erang Martin sambil meremas kedua payudara Mira
“Sekarang bapak, lewat pantat Pak!” pinta Mira setelah berhasil memasukkan penis Martin.
“Siap Bu!” Pak Rasyid langsung mengambil posisi di belakang dan menekan penisnya ke dubur majikannya itu.
Kini vagina dan anal Mira telah ditusuk penis, mereka pun mulai bergoyang mendaki puncak nikmat.
“Sinih...sayangg..aaah...biar mama bangunin lagi adik kecil kamu!” panggil Mira pada anaknya.
Fandi yang masih ngos-ngosan berdiri di depan sofa, Mira meraih penis anaknya yang setengah layu itu dan membawanya ke mulut.
“Uuugghh....ma....sepongan mama mantaphh!!” desah Fandi.
Selama sepuluh menit keempatnya bertahan dalam posisi demikian, keringat sudah membasahi tubuh mereka, serambi belakang riuh dengan desah birahi dan suara kelamin beradu. Martin dengan rakusnya melumat dan meremasi payudara Mira sambil menikmati penisnya menghujam-hujam ke vaginanya, Pak Rasyid juga terus melenguh merasakan sempitnya vagina majikannya itu, dan Fandi merasakan penisnya mengeras lagi di mulut mamanya. Hingga menit kelima belas akhirnya Mira mencapai orgasme dahsyat ditandai dengan erangan panjang dan tubuhnya menggelinjang. Martin turut menyentak-nyentak pinggulnya ke atas mengimbangi goyangan wanita itu. Bersamaan dengan itu Pak Rasyid juga mencapai orgasme dengan menumpahkan spermanya ke punggung majikannya tersebut.
“Ahhhh.... nih peju saya tante....uuuhhh!” lenguh Martin
Crot...crot...penis Martin menyemprotkan spermanya di vagina Mira. Fandi yang sudah birahi lagi segera mengambil giliran berikutnya.
“Nungging dong Ma!” pinta Fandi.
“Anak mama pengen lagi yah....sini sayang!” Mira berposisi doggie di sofa dan menyibak bibir vaginanya dengan jarinya.
Fandi segera menancapkan penisnya lagi. Kali ini permainannya lebih bertenaga, ia menggenjot mamanya secepat dan sedalam mungkin, keringat makin bercucuran membasahi tubuh mereka. Pak Rasyid melumat bibir majikannya yang dibalas tak kalah ganas. Martin berlutut di lantai mengenyoti payudara Mira. Persetubuhan itu terus berlanjut dengan berbagai gaya dan pertukaran tempat. Tubuh Mira tergolek lemas di sofa penuh ceceran sperma di sekujur tubuhnya, ditambah lagi keringat yang bercucuran. Anehnya setelah itu mereka tidak ingat lagi apa yang telah mereka lakukan selain mendapati tubuh mereka penat seperti habis berhubungan seks...karena tubuh mereka bukan lagi milik mereka, sesuatu yang lain telah merasuk ke dalamnya.
-------------------
Hari H-4 sampai H-1
“Hati-hati ya Ma!” Bambang memeluk pinggang ramping istrinya dan memberinya kecupan lembut di bibir sebelum membuka pintu mobil
“Jangan lupa telepon kalau udah sampai yah!” senyum manis menghiasi wajah Mira.
Bambang mengangguk dan masuk ke mobil karena saat itu Pak Rasyid keluar untuk membukakan gerbang. Pagi-pagi benar, ia harus ke bandara mengejar pesawat ke Surabaya mengisi seminar. Tidak sampai lima menit setelah mobil Bambang menghilang dari pandangan, Mira dan Pak Rasyid sudah bercumbu dan saling raba penuh gairah di serambi depan. Satu persatu pakaian Mira berceceran di lantai maupun meja serambi. Tak mau kalah, Mira pun melucuti pakaian sopirnya itu, terakhir ia berlutut di hadapan pria itu menurunkan celana beserta celana dalamnya. Segera dimasukkannya penis itu ke mulutnya dan kepalanya bergerak maju mundur. Sementara di kamar Amanda, gadis itu mendesah dan menggeliat menahan nikmat sambil meremasi rambut Fandi, adiknya sendiri yang sedang mengenyoti payudaranya bergantian. Celananya sudah terlepas sehingga tangan Fandi dengan leluasa menjamahi vaginanya.
"Uuuhh...dasar kamu, bocah edan Di, mama sama kakak sendiri diembat juga!" sahut Amanda.
"Salah sendiri kenapa wanita di keluarga ini cantik-cantik, gatelan lagi? Sopir aja diembat" Fandi tersenyum nakal, “nanti kalau papa pulang kita ajak, jadi keluarga kita makin kompak hehehe”
Hari kedua kepergian Bambang, keluarganya semakin terang-terangan berbuat mesum sehingga rumah itu menjadi seperti rumah bordil saja, dalam sehari 10-12 jam adalah kegiatan seks. Martin datang menginap meramaikan suasana, ia bebas bersetubuh dengan Amanda maupun Mira. Pagi ketika pamit ke sekolah Fandi mencium Mira di mulut yang dibalas mamanya itu dengan bergairah hingga akhirnya mereka saling menelanjangi. Fandi pun batal bersekolah malah menyetubuhi mamanya sendiri di serambi depan.
“Mama mana Pak?” tanya Amanda sepulang kuliah dan turun dari mobil.
“Lagi mandi non, baru bangun tidur tadi abis ngentot bertiga hehehe!” jawab Pak Rasyid enteng, lalu diraihnya pergelangan tangan gadis itu, “saya udah nunggu non, ngentot yuk!”
Selanjutnya mereka berpagutan bibir di pekarangan depan.
“Gua liat mama lu yah!” kata Martin yang baru keluar dari jok kemudi, ia nampak santai melihat pacarnya bermesraan dengan si tukang kebun. Gadis itu pasrah membiarkan dirinya ditelanjangi lalu disetubuhi sambil bersandar di mobil.
“Hah!” Mira tersentak kaget ketika tirai shower disibak, “Martin, ngagetin aja kamu ah!” ia tersenyum genit ke arah pacar putrinya yang telah telanjang itu.
Pergumulan panas di bawah shower pun tak dapat dihindari lagi. Sosok-sosok tak kasat mata menyeringai menyaksikan perbuatan mesum para penghuni rumah. Sesuatu yang mereka tunggu-tunggu akan segera terjadi....segera....
--------------------
Hari H
Bambang tiba di rumah pukul 18.35, wajahnya nampak berseri-seri walaupun badannya sangat letih. Ia telah membooking tiket pesawat untuk berlibur ke Jepang minggu depan untuk bulan madu ke dua tepat pada ulang tahun pernikahan mereka. Ia ingin memberi kejutan pada keluarganya karena jadwal kepulangan yang seharusnya besok bisa lebih cepat menjadi hari ini. Cuaca sedang tidak bersahabat, hujan mulai deras, sejak di jalan saja kilat sudah menyambar-nyambar di langit. Karena ingin memberi surprise ia turun dari mobil dengan payung lalu membuka sendiri gerbang dengan kunci yang dibawanya. Suara rintik hujan menyamarkan suara mobilnya ketika masuk halaman.
“Pacaran lagi deh tuh anak” katanya dalam hati melihat mobil Martin di halamannya.
“Uuhh...aman!” Bambang menghela nafas lega melihat tak seorangpun keluar rumah.
Ia turun dari mobil menjinjing koper dan kantong berisi oleh-oleh berjalan ke teras. Tanpa disadarinya, sosok-sosok tak kasat mata memandang ke arahnya sejak masuk tadi. Si wanita di wajah terbakar yang duduk di atap mobil Martin, perwira Jepang dengan perut terbelah berdiri tegak di dekat gerbang, dua anak kecil pucat menghentikan lempar tangkap bola memandang ke arahnya, pria tua di balik jendela, wanita bermulut robek dan wanita tanpa mata duduk bersebelahan di dahan pohon besar. Pintu depan tidak dikunci sehingga ia langsung melenggang masuk dan meletakkan bawaannya di ruang depan. Lampu ruang keluarga menyala, pasti mereka di sana. Ia merindukan pelukan dan cium mesra keluarganya yang biasa ia rasakan bila pulang dari bepergian. Namun senyum di wajahnya sirna ketika mendekati ruang itu, sayup-sayup terdengar suara riuh erangan wanita dan pria. Sebagai orang dewasa, Bambang tahu persis suara apa itu, ia mengendap-endap mengintip dari ambang pintu yang menghubungkan ruang keluarga dengan koridor. Mata Bambang melotot tak berkedip, ia sungguh kaget dengan apa yang disaksikannya. Saat itu nampak istrinya yang cantik tengah disetubuhi oleh pacar putrinya di atas karpet bulu. Desahan erotis keluar dari mulutnya menikmati penis pemuda itu menyodoki vaginanya. Sementara di sofa, putrinya sedang naik turun di atas penis adiknya sendiri yang telentang sambil meremasi sepasang payudaranya, gadis itu juga mengulum penis Pak Rasyid yang berdiri di sampingnya. Mereka semua telanjang dan tenggelam dalam lautan birahi serta tak sadar tengah diintip oleh sang kepala keluarga yang dipenuhi amarah. Bambang merasa seperti sebilah tombak mengenai dadanya tembus hingga ke punggung. Mimpi dan bayangan erotis selama ini ternyata menjadi kenyataan, apakah ini firasat? Entahlah dan tidak terpikir untuk itu, kini tangannya terkepal keras. Alih-alih melabrak orgy incest itu, ia malah menuju kamarnya dekat situ, dibukanya sebuah laci yang terkunci dan diambilnya sebuah revolver.
Amanda masih naik-turun di penis adiknya, namun kini Pak Rasyid telah pindah ke belakang dan menyodoki dubur gadis itu. Penetrasi ganda membuat Amanda semakin histeris.
"Oh...Martinn...kel..lu..aaarrrhhh" Mira meracau ketika vaginanya berkontraksi cepat memancarkan cairan orgasme.
Demikian halnya Martin yang tak kuasa menahan nikmatnya jepitan vagina mama pacarnya itu. Tubuh pemuda itu bergetar dan menyemprotkan sperma di dalam vagina Mira, tangannya makin keras meremas payudaranya.
“Uuuuhhh...tantee...ueenaakkhh....!” erangnya, “DOOORRR! KRAAKK!”
Martin mengerang mencapai puncak bersamaan dengan letusan pistol yang pelurunya mengenai kepala belakang tembus ke mata kirinya, darahnya bercipratan mengenai wajah dan tubuh Mira. Pemuda itu tewas seketika dan ambruk menimpa Mira.
“Aaaaaahhhhh!!” kontan Mira pun menjerit ketakutan, wajah bolong Martin jatuh tepat di wajahnya.
Fandi, Amanda dan Pak Rasyid yang sedang threesome pun tersentak kaget.
“Papa!” ucap kakak beradik itu berbarengan terkejut dengan kehadiran ayah mereka yang murka.
‘Eh...Pak...jangan...jang...!” Pak Rasyid melambaikan tangan ketakutan, namun...
Dor! Dor! Dor!! Pistol menyalak tiga kali, dua peluru bersarang di dada pria setengah baya itu dan yang terakhir menembus dahinya.
“Jadi ini yang kalian lakukan selama saya pergi?!!”
“Apa yang kamu lakukan! Kamu membunuh orang!! Aaahh!” Mira histeris setelah menyingkirkan mayat Martin yang menindihnya.
Mira berusaha bangkit namun...dor! Bambang menembak paha kanan istrinya sehingga ia menjerit kesakitan. Mereka sadar kekuatan jahat yang selama ini separuh mengendalikan mereka itu juga kini sedang mengendalikan kepala keluarga mereka terlihat dari raut mukanya yang mengerikan, ia bukan lagi ayah atau suami yang mereka kenal. Melihat mama dan kakaknya dalam bahaya, Fandi nekad menerjang ayahnya berusaha merebut pistolnya.
“Lari!! Cepat lari!!” seru Fandi sambil bergulat dengan ayahnya sendiri.
Amanda dengan tubuh gemetar membantu mamanya bangkit dan melarikan diri. Dor! Dor! Dor! Tiga kali suara letusan pistol kembali terdengar. Fandi muntah darah hingga akhirnya jatuh bersimbah darah memegangi perutnya.
“Fandi!!” jerit Mira dan Amanda berbarengan.
Amanda meraih vas bunga dari meja dan melemparkannya pada ayahnya yang baru lepas dari dekapan Fandi. Buk! Tepat menghantam jidat kanan Bambang sehingga ia mengaduh kesakitan.
“Lari Ma!!” Amanda mendorong mamanya keluar dari ruangan itu, lalu menutup pintunya dan menyelotnya dari dalam.
“Manda!! Manda!!” jerit Mira sambil menggedor-gedor pintu mengkhawatirkan nasib putrinya.
Di dalam, Amanda meraih apa saja yang didapatnya dan ia lempar ke arah ayahnya yang sudah kesurupan itu. Klik...klik...Bambang bermaksud menembak putrinya itu namun pelurunya sudah habis, ia pun menggeram dan mencampakkan pistol itu. Kesempatan ini dimanfaatkan Amanda yang langsung berlari ke pintu, sayang gerakannya terbaca oleh ayahnya. Sebelum sempat meraih slot pintu, Bambang menerjangnya dari belakang sehingga tubuhnya terhempas ke tembok.
“Aaaww!” rintih Amanda kesakitan karena kepalanya terbentur tembok.
“Anak laknat!” umpat Bambang seraya menjambak rambut panjang putrinya itu dan menghantamkan kepalanya ke tembok, “jalang! Pelacur kecil!” sekali lagi...lagi...”kubunuh kau!!” hantamannya makin bertenaga hingga akhirnya krakk....terdengar suara tulang retak yang memilukan.
Bambang terus menghantam-hantamkan kepala putrinya yang sudah tak bergerak itu ke tembok sampai tembok bercat krem itu kini penuh cipratan darah merah, hantaman selanjutnya menambah cipratan merah itu dengan cipratan otak yang menjijikkan. Akhirnya Bambang berhenti dan bernafas terengah-engah, melepaskan tubuh Amanda yang kepala sebelah kanannya sudah hancur berantakan sampai bola matanya keluar dari rongganya. Namun ia segera bangkit lagi dengan mata menyala, tugasnya tingga satu lagi. Sementara Mira berjalan tertatih-tatih sambil menangis ketakutan, ia telah sampai di pintu depan saat terdengar suara pintu dihempas di dalam. Menahan rasa sakit pada paha kanannya, Mira segera menghambur keluar rumah menembus hujan deras yang langsung mengguyur tubuh telanjangnya.
“Tolong!! Tolongg!!” jeritan itu teredam oleh derasnya hujan yang disertai guntur, ditambah lagi posisi rumah itu jauh dari penduduk sekitar, “aakh!!” kakinya tersandung batu di taman sehingga tersungkur dekat patung air mancur.
Di tengah derasnya hujan, ia melihat sosok suaminya kian mendekat, di tangannya tergenggam sebatang linggis.
“Pa...sadar Pa! Kita semua dirasuki sesuatu!” Mira memelas tak berdaya di depan suaminya yang menatapnya dengan sorot mata jahat.
“Aaaaahhh!! Kubunuh kalian...pezinah!!” jerit pria itu mengibaskan linggis menghantam patung air mancur berbentuk ikan itu sampai patah.
Mira semakin ketakutan namun ia masih berusaha menyadarkan suaminya, “Ini bukan kamu! kamu pria yang baik, lihat ini lambang cinta kita...kamu ingat?” ia melepaskan cincin kawinnya dan melempar ke bawah kaki suaminya, “kita harus mengalahkan mereka....sadarlah Mas!!”
Bambang memungut cincin emas putih itu dan memandanginya, teringat lagi dua puluh satu tahun yang lalu saat menyematkannya di jari manis sang istri. Tubuhnya bergetar, matanya berkaca-kaca, sadar apa yang barusan ia lakukan, tangannya yang memegang linggis melemas sehingga benda itu jatuh terlepas. Ketika Mira mulai lega melihat reaksi suaminya, Bambang menjerit dan mengangkat potongan patung ikan dengan kedua tangannya lalu....krak!! dihantamkannya benda itu ke kepala sang istri yang tidak sempat menghindar. Tiga kali hantaman menyebabkan kepala Mira hancur seperti bubur, darah, serpihan tulang, dan otak berceceran di rumput hijau dan terguyur air hujan. Bambang berjalan ke dalam rumah dengan ekspresi kosong, diambilnya pisau dapur dan kembali ke ruang keluarga dimana empat mayat bergelimpangan dalam kondisi mengenaskan. Ia tidak percaya ia sendiri yang melakukan kebiadaban ini terhadap keluarganya sendiri. Ia duduk di sofa lalu menggorok lehernya, darah segera mengucur deras membasahi tubuhnya, di tengah pandangannya yang semakin kabur ia melihat sesosok tubuh di ambang pintu. Sosok itu mendekatinya sehingga semakin jelas terlihat, seorang wanita bule dengan tatanan rambut dan pakaian jaman dulu. Wajah pucatnya tersenyum mengerikan lalu berkata dalam bahasa Belanda...
“Welkom bij de club!” (welcome to the club)
“Beberapa perabotan lama masih ada disini soalnya sulit dibawa, jadi bonus buat koko cici!” marketing property itu berpromosi menunjukkan sebuah lemari besar bergaya Victorian di kamar tidur utama.
“Wah ini jadul banget, kayanya lebih tua dari papa mama kita” kata si wanita
“Bahannya bagus tapi” si suami mengetuk-ngetuk bahan kayu lemari tersebut.
Pasutri itu agaknya tertarik dengan rumah tua bergaya kolonial itu, letaknya memang agak terpencil, jauh dari penduduk sekitar tapi lingkungannya asri dan arsitektur bangunannya pun unik, apalagi harga yang ditawarkan cukup miring. Ardi (36 tahun), berasal dari Kalimantan, perusahaan tempatnya bekerja mentransfernya ke ibukota sehingga ia pun membawa serta istri dan anak perempuannya. Seiring dengan karirnya yang makin menanjak, ia berencana membeli rumah. Setelah membanding-bandingkan, ia merasa yang satu ini paling cocok, lokasinya pun tidak terlalu jauh dari pabrik tempatnya bekerja. Sang istri, Silvia (32 tahun), juga nampaknya menyukai tempat ini.
“Nah...ini ruang keluarganya!” kata Stefani (26 tahun), marketing property cantik itu, membukakan pintu ganda sehingga terlihat ruangan dengan jendela mengarah ke kebun, beberapa perabotan tertutup selubung kain, “sori debuan! Uhukk..uhuk...” ia membuka jendela sehingga udara segar dari luar masuk, “kalau udah dibersihin keren banget...enak buat santai, pemandangannya juga bagus”
Mereka tidak sadar di ruang itu mereka tidak hanya bertiga. Sesosok gadis meringkuk di sudut ruangan, ia mengangkat kepalanya begitu pintu terbuka sehingga terlihat kepala kanannya yang hancur memperlihatkan otaknya, mata kanannya yang menggelantung keluar dari rongga matanya itu nampak menjijikkan dan mengerikan. Gadis berkepala pecah itu bangkit, menyimak pembicaraan mereka.Ia mengikuti Stefani dan berdiri di belakangnya ketika wanita itu membuka jendela. Stefani merasakan udara dingin yang aneh dan seperti ada yang mengawasi.
“Jangan-jangan emang beneran ada hantunya? Kok rasanya aneh gini” wanita itu bertanya-tanya dalam hati.
“Gimana Vi kata lu?” tanya Ardi merangkul bahu istrinya dengan mesra.
“Gua sih oke aja, tapi apa gak kegedean buat kita bertiga?”
“Kan bagus buat tempat main Liza, anak-anak perlu eksplore lingkungan yang masih alami gini, ya gak? Lagian kita butuh space kalau Liza punya dede nanti” Ardi berusaha membujuk istrinya.
Silvia menyikut pelan rusuk suaminya itu, “ya udah kalau emang cocok, putusin aja sendiri”
Stefani tersenyum melihat arah positif transaksi ini. Setelah mempertimbangkan Ardi menegosiasikan harganya. Kesepakatan tercapai cukup cepat.
"Keluar yuk, liat-liat halaman sekalian mau ngambil buku cek di mobil," sahut Ardi.
Mereka keluar dari rumah itu dan di dalam mobil Ardi menuliskan nominal harga di atas selembar cek sebagai tanda jadi. Wajah Stefani berseri-seri menerimanya, setelah membacanya dengan teliti ia memasukkannya ke dalam tasnya.
“Sertifikatnya juga ada sekarang” kata wanita itu.
“Ntar aja sekalian sama urusan ke notarisnya” kata Ardi
Sementara ketiganya berbincang sambil melihat-lihat di halaman, di jendela lantai dua sesosok tubuh sedang memperhatikan mereka. Stefani sempat melihatnya sepersekian detik namun ketika ia menengok ke sana lagi, sosok itu sudah tidak ada.
“Kayanya tadi liat sesuatu deh di sana” katanya dalam hati, bulu kuduknya merinding, “syukur deh akhirnya lepas juga, ogah gua urusan sama rumah ini lagi”
----------------------
Tiga hari kemudian
Truk besar perusahaan pindah rumah terparkir di halaman rumah Tirta Buana 44, beberapa pria berseragam perusahaan nampak menurunkan dan memasukkan barang ke rumah. Waktu menunjukkan pukul 17.20 ketika mereka merampungkan pekerjaannya bersamaan dengan petugas dari PLN yang memasang instalasi listrik. Stefani datang ketika para tukang itu sudah mau pulang, ia turun dari mobilnya dengan mengenakan blazer dan rok span ketat seperti biasa membuat mata para tukang itu tertumbuk padanya.
“Hai!” sapa Silvia yang muncul dari dalam membawa amplop honor para pekerja.
“Sore Ci!” sapa marketing property itu.
Setelah para tukang pergi, Stefani membantu Silvia menutup gerbang lalu masuk ke dalam.
“Vi yang ini mending taro di mana ya?” tanya Ardi membuka dus berisi microwave.
Perwira Jepang berwajah pucat dengan perut terbelah itu berdiri diam tidak menjawab, matanya menatap kosong ke punggung Ardi yang sedang berjongkok
“Say! Ada Stefani nih!” panggil istrinya mengetuk jendela dapur.
Deg...Ardi spontan menengok ke belakang tidak menemukan siapapun di sana.
“Perasaan tadi ada orang di belakang ya? Atau feeling doang?” Ardi merinding dan segera membuka jendela.
“Eh hai Step!” sapa Ardi dari dalam, “ayo masuk!”
Stefani datang membawa dokumen-dokumen yang diperlukan. Mereka berbincang santai di ruang tengah. Ardi membuka sebotol white wine untuk merayakan membeli rumah baru ini.
“Eh saya gak kuat minum ko, nyetir lagi!” kata wanita itu.
“Ayo dikit aja gak apa-apa, gak akan sampai mabok kok!” bujuk Silvia menyodorkan gelas berisi wine.
Stefani tersenyum, “ya...okelah....dikit aja ya tapi!” ia menerima gelas wine itu dan menyambut toast pasutri itu lalu meminumnya.
Perwira Jepang itu mengangguk ke arah wanita bermulut robek dan berwajah terbakar yang berdiri di ambang pintu. Keduanya lalu berjalan ke arah Silvia dan Stefani. Obrolan ketiga orang itu makin akrab disertai canda tawa, wine menghangatkan tubuh dan membuat mereka semakin bebas berceloteh atau bercanda yang kadang menjurus ke arah seks. Sadar atau tidak, birahi mereka mulai naik, Stefani yang tadinya bermaksud hanya minum sedikit untuk menghormati kliennya malah kebablasan dan sekarang mulai tipsy bersama Silvia. Satu saat Silvia dengan wajah memerah memeluk Stefani yang duduk di sebelahnya dan mencium bibirnya. Stefani membelakak kaget namun ia pun segera terhanyut dan membalas pagutan Silvia.
“Wow...wow...ladies, udah pada panas ya!” sahut Ardi
Silvia menyingkap rok span Stefani sehingga terlihat pahanya yang mulus dan celana dalam kuning yang dipakainya. Tak hanya pasif, Stefani pun membuka kaos Silvia sehingga tampak payudaranya yang masih tertutup bra krem. Keduanya saling menelanjangi sampai tak tersisa apapun lagi di tubuh mereka. Sungguh adegan yang membuat Ardi tertegun menyaksikannya, ia masih belum mengerti bagaimana istrinya bisa seliar itu. Ia sendiri belum pernah selingkuh, namun agaknya kali ini berbeda, selain istrinya yang memulai, ia juga merasa semakin kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.
“Mau icip-icip laki gua?” tanya Silvia nakal setelah melepas pagutan.
“Kalau cici ngijinin, saya ga nolak” jawab Stefani
“Kalau gitu yuk kita kerjain, tuh kasian dia udah bengong gitu ngeliatin kita!” Silvia menengok ke arah suaminya dengan pandangan menggoda.
Silvia turun dari sofa menggandeng tangan Stefani ke arah Ardi yang masih belum percaya ini terjadi.
“Uuhh...kamu serius Vi ngajakin kaya gini?” tanya pria itu merasakan tangan istrinya menggenggam penisnya dari luar celana.
“Kan kamu yang bilang mau ngerayain beli rumah? Gua cuma bikin ini lebih meriah, lu gak suka emang?”Silvia memasukkan tangannya ke celana suaminya dan meraih batang penisnya yang sudah ereksi.
“Tapi Vi, ini....” Stefani yang mengambil posisi di sebelah kiri meraih wajahnya dan memutar ke arahnya membuat pria itu terpana melihat keindahan tubuh Stefani dengan payudara 34B dan bulu-bulu lebat menghiasi selangkangannya.
“Gak usah malu-malu koh, si cici udah oke kok!” sahut Stefani lalu memagut bibir Ardi.
Ardi yang sudah horny langsung membalas ciuman Stefani dan beradu lidah. Didekapnya tubuh wanita itu, elusan pada punggung dan pantat membuat darah Stefani berdesir. Sementara Silvia sudah membuka celana suaminya dan kini mempermainkan batang penis itu dengan lidahnya. Tubuh Ardi menggeliat-geliat merasakan teknik oral istrinya yang mahir. Tangan kanannya meraih payudara istrinya dan meremasinya sambil terus beradu lidah dengan Stefani. Setelah beberapa menit, Stefani melepaskan pagutannya lalu menegakkan badan menyodorkan payudaranya di depan wajah Ardi.
“Aaahhh!!” desah Stefany ketika Ardi melumat payudaranya dan mengisapnya.
Slurp... slurp... suara sepongan Silvia pada penis suaminya, ia melakukannya sambil meremas lembut zakarnya. Ardi berusaha keras menahan ejakulasi menghadapi dua wanita cantik ini.
“Sini Tep, cobain nih kontol kesayangan gua!” kata Silvia setelah merasa puas mengoral suaminya memberi kesempatan pada Stefani, kata-kata vulgar dan tingkah binalnya sangat bertolak belakang dengan kesehariannya sebagai wanita yang keibuan dan kalem.
Teknik oral Stefani tak kalah mahir dari Silvia, lidahnya menyapu ujung penis Ardi yang tak bersunat menggelitik lubang kencingnya, disusul dengan kuluman dan hisapan yang membuat pria itu berkelejotan dan mendesah nikmat.
“Ini baru namanya perayaan” kata Silvia manja setelah melepaskan baju suaminya sehingga ketiganya kini bugil total
Wanita itu meraih gelas yang masih berisi wine dan meneguknya kemudian memagut bibir suaminya. Mereka pun bercumbu dalam manisnya wine. Ciuman Ardi merambat ke bawah menjilati sebagaian cairan merah yang meleleh membasahi dagu dan leher istrinya. Tubuh Silvia menggeliat saat merasakan dua jari suaminya menyeruak masuk ke vaginanya dan mulai mengorek-ngoreknya. Pada saat yang sama Ardi juga mengenyoti payudaranya bergantian.
Selanjutnya Silvia berbaring telentang di sofa dan Stefani menindihnya, keduanya beradu lidah sambil menggerayangi tubuh masing-masing. Ardi menempelkan penisnya ke vagina Stefani lalu menekannya perlahan.
“Ssssshhhh...seret banget memeklu Tep!” Ardi mengerang keenakan merasakan jepitan vagina Stefani yang terasa lebih sempit dibanding milik istrinya.
Ardi mendiamkan sejenak penisnya dalam jepitan vagina Stefani lalu mulailah ia menggenjotnya. Mulut Stefani mulai mendesah-desah menikmati sodokan penis Ardi pada vaginanya. Silvia lalu menggeser tubuhnya ke atas sehingga selangkangannya tepat di bawah wajah Stefani. Tanpa harus diminta Stefani membenamkan wajahnya ke vagina Silvia. Marketing property itu mulai menjilati vagina Silvia, jari lentiknya menyibak bibir vaginanya memperlihatkan bagian dalamnya yang memerah basah. Lidah Stefani bergerak bak ular menjilati setiap inci dinding vagina Silvia hingga klitorisnya.
“Uuuhhh...nnggghh....ssshhhh!!” ibu satu anak itu mendesah sambil meremas payudaranya sendiri akibat jilatan Stefani.
Stefani sendiri juga merasakan nikmatnya sodokan penis Ardi pada vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut-denyut meremasi penis pria itu serta memberikan sensasi hangat-hangat basah. Kedua tangan Ardi memegangi payudara Stefani dan memain-mainkan putingnya. Tak lama kemudian Stefani dilanda orgasme dahsyat, tubuhnya berkelojotan sampai Ardi tak kuat menahan sentakan tubuhnya hingga penisnya terlepas, cairan orgasme nampak membanjiri vagina wanita itu. Silvia segera mengambil alih dengan mendorong tubuh suaminya hingga berbaring di sofa, lalu penisnya yang masih tegak itu diduduki hingga tertelan oleh vaginanya. Silvia mulai menaik turunkan tubuhnya yang sudah berkeringat.
“Koh, ayo jilatin punyaku” Stefani naik ke wajah Ardi menyodorkan vaginanya yang basah.
Lidah pria itu segera mengais-ngais semua sisa cairan cinta Stefani, membuatnya terbeliak menahan nikmat, mulut mungilnya pun kembali mengeluarkan desahan nikmat. Sementara Silvia terus memicu pinggulnya di selangkangan suaminya. Sesekali ia histeris setiap kali penis itu menghantam g-spotnya. Ardi pun menikmati setiap relung liang sorgawi istrinya yang masih terasa kencang walau pernah melahirkan. Vagina itu akhirnya berkontraksi meremasi penis Ardi yang tak kuat lagi menahan gelombang nikmat yang menerjangnya. Ardi menyentak-nyentak pinggulnya ke atas mengimbangi goyangan istrinya sambil ia terus menjilati vagina Stefani dan meremasi pantatnya.
"Ooohh yahh terushh sayang...kita keluar bareng..." racau Silvia dengan tubuh mengejang
Keluarlah cairan orgasme yang semakin memperlicin keluar-masuknya penis suaminya. Beberapa detik kemudian, Ardi pun menyusulnya ke puncak nikmat, lima kali penisnya menyemprotkan sperma sampai-sampai cairan-cairan itu meluap keluar dari vagina istrinya. Stefani juga tak tahan lagi dengan jilatan dan cucukan jari Ardi pada vaginanya akhirnya mengerang panjang menumpahkan cairan kewanitaannya membasahi mulut Ardi. Ketiga insan itu memperoleh kepuasan tiada tara dalam waktu hampir bersamaan.
----------------------
Keesokan harinya
Tiga sosok transparan keluar dari tiga tubuh yang tergeletak lemas di ruang tamu dan menghilang di balik tembok. Cahaya matahari sudah masuk melalui jendela yang tirainya belum ditutup. Silvia yang paling pertama terbangun, ia mengejap-ngejapkan matanya dan menemukan dirinya berbaring di dada suaminya di sofa, ia juga melihat Stefani tertidur di sofa tunggal sebelah mereka. Ia tidak tahu apa yang kemarin terjadi selain melakukan perayaan kecil bersama suaminya dan Stefani. Botol wine telah kosong, apakah sedemikian mabuknya sampai semua ambruk di ruang tamu dan lupa apa yang terakhir terjadi? Ia merasakan vaginanya berdenyut dan basah, juga bekas cupangan pada payudaranya...apa yang sebenarnya terjadi? Apakah semalam mereka terlibat hubungan seks? Tapi nyatanya mereka masih memakai pakaian masing-masing walau sekarang agak kusut. Wanita itu pun segera membangunkan suaminya dan Stefani yang juga tidak tahu apa yang terjadi semalam, kesimpulan sementara adalah mabuk dan kecapaian setelah menurunkan barang-barang. Segera setelah minum segelas air Stefani pamit karena ada urusan lain.
“Semalam...kita ML emang?” tanya Silvia saat berendam di bathtub dengan suaminya yang memeluknya dari belakang.
“Nggak kok, kan ada si Stefani, emangnya kita threesome apa? Gua cuma inget kita ngobrol sambil minum-minum, tapi aneh juga ya kok kita semua sampe teler gitu? Alkoholnya cuma dua puluh persen kok”
“Mmmm...apa yah yang terjadi sebenernya..” Silvia mengernyitkan dahi berpikir, “heeii...aahh...apa sih” ia menepis tangan Ardi yang mulai meremas dan memilin-milin putingnya.
“Lu tadi ngomong ML gua jadi kepengen nih, yuk ML perdana di rumah baru” ajak Ardi mencium pundak istrinya.
“Iiihh...nggak ah...kan abis ini mau jemput Liza!” Silvia meronta pelan.
“Ya udah kalau gitu quickie aja, mau ya please?”
Silvia menengok ke belakang dan tersenyum, kemudian membalik badannya hingga menindih suaminya.
“Oohh...yess...!” desah Ardi merasakan penisnya melesak masuk ke vagina istrinya di bawah air.
Pasutri itu mulai bercinta dengan penuh gairah tanpa mereka sadari di balik tirai shower ada sosok lain memperhatikan mereka sambil tersenyum jahat.
--------------------------
Keluarga muda itu memulai beradaptasi di tempat baru, Liza anak mereka yang masih berusia tujuh tahun pun senang dengan rumah baru ini. Dengan berjalannya waktu, tak terasa sudah sebulan lebih mereka tinggal di rumah itu. Rutinitas berjalan seperti biasa, bekerja, mengantar jemput anak, mengurus rumah, family time, menerima tamu, dll. Kadang memang mereka mendengar suara-suara aneh di rumah ini tapi asumsi mereka mungkin binatang karena tempat ini letaknya agak jauh dari rumah lainnnya sehingga wajar binatang berkeliaran, lagipula mereka juga telah memanggil pendeta untuk memberkati rumah ini sehingga mereka yakin semua baik-baik saja. Suatu pagi, Silvia baru mengantarkan Liza ke sekolah dan berbelanja harian.
“Maaf...cari siapa mbak?” Silvia membuka kaca mobil dan bertanya pada wanita seumuran dirinya atau lebih tua beberapa tahun yang sedang berdiri di depan gerbang memandangi rumahnya.
“Oh, jadi nci penghuni baru di sini, maaf....saya dulu pernah tinggal di sini, kebetulan lewat, jadi nostalgia sedikit!” katanya memandang lagi ke arah rumah.
“Gitu yah...kalau mbak mau silakan masuk lihat-lihat” tawar Silvia setelah mengamati wanita berparas cantik itu sepertinya orang baik-baik, “saya juga mungkin bisa bertanya-tanya sedikit”
Wanita itu nampak senang dengan ajakan Silvia, ia naik ke mobil setelah Silvia membukakan gerbang.
“Saya Yuliana, dulu....tahun sembilan puluhan saya pernah disini” wanita itu memperkenalkan diri di mobil.
“Silvia!” Silvia menjabat tangan wanita itu yang terasa dingin, “kita belum lama di sini”
Turun dari mobil matanya menyapu sekeliling halaman depan dan teras.
“Sudah banyak berubah, banyak kenangan di sini” tuturnya, “dulu di sana ada patung air mancur”
Kedua wanita itu duduk di teras menikmati teh hangat yang disuguhkan Silvia.Sikap simpatik Yuliana membuat Silvia, yang sejak pindah ke sini merasa lebih sepi dibanding di kontrakan, mulai akrab dengan wanita itu yang mengaku tinggal di bawah, tidak terlalu jauh dari sini, suaminya bekerja dan dua anaknya sudah besar sehingga ia memiliki lumayan banyak waktu luang.
“Oh...anak kamu lahir 15 Agustus?” tanya Yuliana melihat foto bayi Liza yang tertera tanggalnya.
Silvia mengangguk, “yup...sama seperti papanya, jadi dia lahir buat hadiah ulang tahun papanya”
Yuliana mengangguk dan wajahnya memperlihatkan ekspresi senang seperti mendapat sesuatu yang diinginkan.
Keesokan harinya wanita itu nampak di depan gerbang lagi setelah Silvia mengantar anaknya ke sekolah. Kali ini Yuliana membantunya di dapur sambil mengobrol.
“Vi, kalau gitu cara nguleknya hasilnya kurang halus!” ia menghampiri Silvia yang sedang mengulek bumbu dari belakang “gini nih yah!”
Yuliana berdiri di belakang Silvia dan menggenggam tangan wanita itu, kemudian menggerakkannya untuk mengulek bumbu-bumbu di cobek. Silvia melemaskan lengan membiarkan wanita itu memandunya mengulek bumbu, ia merasakan ada kehangatan dari dekapan itu sehingga darahnya berdesir. Wajah mereka berhadapan dalam jarak dekat ketika Silvia menoleh ke samping.
“Eeenngghh…”, lenguh Silvia ketika Yuliana mengulum daun telinga kirinya.
Silvia memang tidak memiliki orientasi lesbian, namun suasana saat itu cukup mendukung dan ia begitu terhanyut tanpa dapat ia kendalikan. Kini bibir mereka sudah sudah berpagutan saling melumat, dan tangan-tangan mereka saling berpeluk. Tangan Yuliana mulai bergeser menerobos masuk ke blus Silvia lewat belahan dadanya yang rendah, terus menyusup ke balik cup branya serta meremasi payudaranya.
“Eeennggh!” Silvia mendesah.
“Kamu cantik sekali Vi, body kamu juga bagus!” puji Yuliana
Pujian seksi itu melahirkan sebuah sensasi erotik yang membangkitkan birahi Silvia. Yuliana melepaskan satu demi satu kancing blus Silvia hingga pakaian itu melorot turun meninggalkan bra dan celana dalam coklat. Silvia memutar badannya saling berhadapan dengan wanita itu, keduanya kembali berciuman, hanya kini gantian Silvia yang melucuti pakaian Yuliana yang lalu menaikkan pantatnya ke bibir meja dapur yang terbuat dari marmer itu. Dilepasnya bra hitam berenda yang dipakai wanita itu sehingga tereksposlah payudaranya yang ranum dan masih kencang itu.
“Ssllrrp....ssllrrpp!” Silvia langsung melumat payudara Yuliana dengan rakus.
Suara desahan Yuliana mengiringi setiap hisapan, jilatan dan gigitan Silvia pada payudaranya. Tangannya meraih kait bra Silvia di punggung dan melepasnya sehingga kini kedua wanita cantik itu hanya tinggal memakai celana dalam. Tangan Silvia merambah ke paha Yuliana, lalu ke selangkangannya, ia tarik celana dalam g-string itu hingga lepas. Dada Yuliana terlihat naik turun mengiringi nafasnya yang mulai tak beraturan, matanya terpejam-pejam menikmati rangsangan yang diberikan Silvia.
“Aaahh!” Yuliana mengerang dan menggeliat saat tangan Silvia yang menyusup ke celana dalamnya menggerayangi kewanitaannya.
Yuliana balas merengkuh tengkuk Silvia hingga bibir mereka kembali bertemu. Keduanya memainkan lidah masing-masing dengan liar sambil saling menggerayangi. Payudara mereka saling bergesekan seolah tak ingin kalah dengan permainan lidah mereka. Sesaat kemudian, Silvia menghentikan ciumannya, keduanya bertemu pandang dan saling tersenyum. Detik berikutnya, Silvia menarik bangku dan duduk di sana hingga liang kewanitaan Yuliana berada tepat di hadapan wajahnya.
“Ouhh… yesshh…” lenguh Yuliana saat merasakan lidah hangat Silvia menyapu kewanitaannya, menghantarkan sebuah kenikmatan ke seluruh tubuhnya.
Lidah Silvia membelah bibir kewanitaan Yuliana yang ditumbuhi bulu lebat, lalu mulai menyapu lipatan dalam bibir kewanitaannya, lalu terus bergerak naik, menyentil-nyentil klitorsnya. Dengan mahir Silvia memainkan lidahnya memberi kenikmatan bagi Yuliana yang menjepit kepalanya dengan kedua paha mulusnya. Yuliana mendesah dan menggelinjang, kedua tangannya bermain di payudaranya sendiri, memilin putingnya hingga mengeras
.
“Ahhhh!!!” akhirnya Yuliana mengejang dan menjerit
Cairan orgasme menyembur membasahi meja marmer dan mulut Silvia yang lantas menjilati cairan tersebut. Mereka kembali berciuman sebentar sebelum Yuliana melepas ciuman.
“Giliran kamu sayang” wanita itu turun dari meja dapur dan membuka kulkas dekat situ, “nah ini yang kita perlukan...berbaring di meja sayang!” suruhnya tersenyum nakal setelah mengambil dua batang timun.
Silvia melepaskan terlebih dulu celana dalamnya lalu berbaring di meja marmer sesuai yang disuruh wanita itu.
“Eemmhh....Mbak!” desah Silvia meremas rambut Yuliana yang memagut payudara kanannya.
Yuliana menggesekkan timun pada bibir vagina Silvia memberinya sensasi dingin dan nikmat sehingga ibu beranak satu itu mendesah-desah. Lidah Yuliana terus bergerilya si sekitar dada pundak dan leher.
“Lebarin paha kamu say!” kata Yuliana dekat telinga Silvia lalu menjilatnya.
Silvia melakukan seperti yang disuruh dan...
“Aaaahhh!!” timun dingin itu melesak masuk ke vaginanya yang becek.
Yuliana tersenyum melihat ekspresi wajah Silvia, tangan kirinya mulai menusuk-nusukkan timun itu sehingga Silvia semakin mendesah.
“Saya juga mau dong digituin!” kata Yuliana meletakkan timun yang satunya pada tangan kanan Silvia.
Ia lalu naik ke meja dapur dan menyodorkan selangkangannya ke wajah Silvia. Tanpa harus disuruh, Silvia menjilat sejenak vagina Yuliana lalu melesakkan timun itu masuk ke vaginanya. Kedua wanita cantik itu berposisi 69 saling menusukkan timun ke vagina masing-masing. Desah erotis sahut menyahut ketika timun itu menggesek dinding vagina mereka yang kian basah dan kian berkontraksi. Hasrat yang semakin memuncak memacu keduanya mempercepat kocokan pada vagina pasangan masing-masing. Puncak kenikmatan semakin dekat seiring dengan semakin kuatnya denyutan vagina, aliran hangat dari darah berdesir di sekujur tubuh.
"Aaaahhhhh....Mbak..." Silvia mendesah hebat diikuti oleh Yuliana dengan nada yang sama.
"Ooohhhhhh...... sedikit lagi Vi....aaaaahhhhh......." ceracau Yuliana
Timun dingin itu mereka masukkan sedalam mungkin pada vagina pasangannya. Ketika timun itu bergerak semakin liar, lenguhan panjang terdengar.
"Kkyyaaaaaaaahhhhhh....." Silvia mendongakkan wajahnya.
"Ooohhh...yesshh" diikuti oleh Yuliana.
Vagina mereka mengeluarkan cairan bening yang hangat, menandakan puncak kenikmatan telah mereka raih bersama. Tubuh mereka akhirnya melemas setelah orgasme dahsyat barusan, keduanya terbaring di meja dapur berusaha mengatur kembali nafasnya yang memburu.
“Mbak Yuli!” panggil Silvia pada wanita itu yang mulai berpakaian kembali, “biar saya anter pulang”
Yuliana tersenyum sambil merapikan rambutnya, “gak perlu repot-repot...kamu istirahat aja, saya lebih suka jalan sekalian olah raga juga”
“Okeh...saya pergi dulu yah Vi” pamit wanita itu, namun di ambang pintu ia menoleh ke arah Silvia, “satu lagi...jangan panggil Mbak Yuli, terlalu formal, kita kan teman....saya lebih suka dipanggil....Mira”
Bila saja Silvia tidak sedang letih dan cukup jeli, ia akan melihat pantulan bayangan wanita itu pada penutup kompor gas standing yang terbuka berupa sosok yang di atas lehernya hanya tersisa rahang bawah berlumuran darah.
-----------------------------
Saat yang sama, tempat lain
Stefani sedang berada di stasiun menunggu kereta ke Bandung, ia berulang kali menghubungi nomor pasutri itu namun tidak satu pun diangkat. Ardi memang sedang dalam perjalanan di pesawat terbang sehingga ponselnya non-aktif, sementara Silvia sedang lesbian dengan Mira di dapur sehingga nada panggil ponselnya di ruang tengah tak terdengar. Wajah marketing property cantik itu menunjukkan kecemasan setelah menyadari orang yang menghubunginya untuk menjual rumah di Tirta Buana 44 itu sudah tidak bisa dihubungi, lebih kaget lagi setelah diselidiki ternyata orang bernama Bambang Sulistio itu sudah meninggal bunuh diri sepuluh tahun yang lalu di rumah yang baru dijualnya itu.
“God...please, diangkat dong!” ia berdoa dalam hati berharap Silvia mengangkat ponselnya.
Kereta yang ditunggu telah tiba dan sedang mendekati peron dimana ia berdiri di belakang garis tunggu. Saat itu Stefani merasakan bahunya ditepuk dari belakang sehingga refleks ia pun menoleh. Matanya membelakak kaget melihat tiga sosok mengerikan tepat di belakangnya. Seorang remaja pria dengan tubuh berlumuran darah, seorang gadis berkepala hancur sebelah dan bola mata menggantung, dan yang di tengah adalah pria yang dikenalnya sebagai Bambang Sulistio, namun wajahnya pucat dengan luka menganga di leher berlumuran darah. Sebelum Stefani sempat menjerit, ketiga sosok seram itu mendorongnya sehingga tubuhnya terlempar ke jalur kereta tepat saat kereta mendekat. Selanjutnya suara jeritan orang di sekitarnya bercampur baur dengan deru mesin kereta, beberapa orang muntah menyaksikan darah bercipratan dan potongan anggota tubuh berserakan terlindas kereta.
----------------------------------
Kematian tragis Stefani yang begitu mendadak mengejutkan pasutri itu, mereka baru mengetahui berita itu keesokan paginya ketika polisi menyambangi rumah mereka. Keduanya dimintai keterangan karena dua nomor terakhir yang dihubungi Stefani berkali-kali adalah nomor mereka.
Terakhir diubah: