Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Rumble X Riot!

Status
Please reply by conversation.
punya pacar Helen.....ngeri-ngeri sedap
 
Punya pacar kaya' Helen.....
ngeri-ngeri sedap. :ngiler:
 
belum waktunya, sepertinya elang jg bakal bisa jago berantem, tapi masih lamaaaaa bgt :D elang udah jago berantem entar kalo udah gabung mafia wkwkwk buat mafia sendiri
 
Kerennn gan... :jempol:

Nungguin mau diapain tuh sekolah ma elang
 
Kombinasi yang pas :jempol:

Gak kebayang dah helen sm elang kimpoi :pandaketawa:
 
seperti biasa... atas ane komen nya keren banget..

ikut antre ... :ngeteh:
 
EPISODE III: Mira








"Ini apa-apaan sih?"

Aku terpaku memandang papan tulis. Disana tergambar doodle yang cukup ramai dengan namaku dan Helen di tengah-tengahnya. Doodle? Itu hampir mirip dengan grafitti, hanya saja fokusnya bukan pada kata, tapi gambarnya. Dan doodle yang satu ini, agak norak. Apa pula maksudnya gambar hati yang bertabur di sekitar namaku dan Helen?

"Keren kan doodle bikinan gua, El?"

Sapto tertawa ringan, sambil meledekku. "Ecieeee, yang jadian sama primadona kelas. Aw aw aw~"

Aku cuma bisa meringis untuk membalas Sapto. Tapi, dia tahu darimana?

"Dari orangnya langsung lah. Mana si Helen tadi ya?"

Dan lengkap sudah. Dari Helen, katanya...

Maka, sepanjang hari penuh dengan pertanyaan, ledekan, dan ucapan selamat dari teman-teman sekelas kepada kami berdua. Aku yang malu dan tak tahu harus bersikap apa, kontras dengan Helen yang santai dan menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan dengan lancar. Dia juga sesekali melirikku, lalu melambaikan tangan.

"Pacaaaar, ngapain jauh-jauhan sih? Duduknya sini dong, samping-sampingan. Kamu ga romantis ah~" ledeknya.

Dan ledekan seisi kelas semakin membahana. Suasananya jadi ramai begini. Tapi baguslah, jadi makin ceria. Aku sendiri, masih tak tahu apa sebenarnya motif Helen. Aku rasa ini bukan sekedar masalah suka sama suka. Tidak, aku tak menangkap adanya kesan itu sama sekali. Aku lebih merasa, Helen seperti memastikan aku harus selalu berada di dekatnya. Yaaa... dengan cara seperti ini: pacaran.

Tapi, ada dua orang yang tak terpengaruh euforia jadiannya kami. Dira, si cewek tomboy; dan Jon, ketua kelas sekaligus teman terdekatku. Yang jadi pertanyaan, kenapa?

"El, temenin gue ke kamar mandi," kata Jon tiba-tiba sambil menarik lenganku. Jon tidak mempedulikan Helen yang berada disampingku. Dan baik aku maupun Helen, cuma bisa saling pandang; tak mengerti akan sikap ketua kelas kami hari ini.

"Jadi, lo ketemu Naga kemaren?" tanya dia sambil asyik buang air kecil.

"Yah, gitu deh. Malah makan siang bareng dirumahnya. Emang kenapa?" tanyaku balik, berdiri di ambang pintu menemani Jon.

"Ga, ga apa-apa. Ga sesangar yang digosipin kan orangnya?"

"Engga kok, baik. Ramah sih, ya pokoknya ga aneh-aneh orangnya. Emang gosipnya apaan?"

"Dia...," Jon kulihat sibuk membetulkan resleting celana, "gosipnya sih, dia itu pernah ngalahin lima puluhan orang sendirian. Terus, dia juga katanya anak dari boss mafia. Pewaris tahta, El. Lulus sekolah, dia yang bakalan gantiin bokapnya. Tapi.... ada selentingan kalo...."

"Kalo?"

"...Dia bukan anak dari istri sah, tapi istri kedua. Intrik rumah tangga, biasalah. Selang berapa tahun, Helen lahir dari istri pertama."

Aku agak kaget. Darimana dia bisa tahu semua ini?

"Yah, yang kayak gitu sih udah jadi rahasia umum. Daripada itu, sejak kapan lo berdua jadian?"

"Eh, itu... dari pas cabut kemaren. Yah, sedih kalo diceritain mah Jon," aku berjalan keluar kamar mandi, disusul Jon.

"Kalo yang gue liat, sori El, lo berdua ga cocok."

Jon melenggang pergi, meninggalkanku yang kebingungan akan sikapnya di depan kamar mandi. Sikapnya memang aneh, apalagi ketika akhir-akhir ini. Aku tak ingin berburuk sangka, tapi... apa Jon cemburu?

Ah, tak mungkin.

Dan ketika aku masih kebingungan, dari kejauhan tampak seorang cewek mendekat. Rambutnya pendek seleher, agak acak-acakan, terlebih lagi dia berkacamata. Tampangnya manis juga, tapi tunggu! Dia lebih seperti kutu buku daripada siswi sekolah ini. Tidak cocok sama sekali.

"Pe-permisi," ujarnya agak tergagap. Cewek yang kikuk, sepertinya.

Dia berjalan melewatiku, lalu masuk ke kamar mandi. Dari luar sini, aku dapat melihat dia kebingungan tepat ketika dia berada di dalam. Menengok ke kiri dan kanan, lalu panik. Mau apa dia sebenarnya?

"Kalo mau ke toilet cewek, adanya di sebelah. Situ salah masuk, mbak."

Cewek itu makin panik, lalu buru-buru keluar. Dia berkali-kali membungkukkan badan minta maaf dan berterima kasih padaku. Sesekali dia membetulkan letak kacamatanya. Tapi dari sikap tubuhnya, aku tahu cewek ini benar-benar kikuk.

"I-iya, ma-maaf! Ta-tadi a-aku buru-buru!" katanya, sambil melenggang pergi buru-buru menuju kamar mandi cewek. Dia berjalan menunduk, mungkin untuk menutupi rona merah di pipinya. Mungkin.

Aku mengangkat bahu, kemudian kembali ke kelas. Dasar cewek aneh, kikuk sekali. Oh iya, satu bulan lalu aku juga sama kikuknya dengan dia.

Dan perjalananku kembali ke kelas terhalang oleh beberapa murid cowok. Yah, tampang mereka bisa dibilang sangar. Tapi bukan itu masalahnya. Mereka tak membiarkanku lewat. Loh, ada apa ini?

"Elo apain ketua kelas kita sampe dia bungkuk-bungkuk gitu, ha?!" bentak salah seorang dari mereka, satu yang kepalanya botak.

"Eh? Ketua kelas? Yang mana?"

Tapi seorang yang lain tiba-tiba meninju perutku. Rasanya sakit, seperti mau muntah! Ternyata, ini rasanya ditinju di perut!

"Jangan pura-pura bego! Kita cuma nanya elo apain ketua kelas kita, bukan dengerin basa-basi!"

Aku baru mau menjawab, tapi...

"Aargh!" Perutku kembali ditinju, dan ini membuatku jatuh berlutut dengan badan meringkuk dan tangan yang memegangi perut. Perutku sakit, dan ini bukan main-main!

Dan sebelum aku mau memberi klarifikasi, satu tendangan menghajar rusuk sampingku. Ditambah injakan pada punggung, tendangan lain di kepala, dan banyak lagi yang tak bisa aku tepis. Jadilah aku bulan-bulanan mereka, yang mesti menahan sakitnya dikeroyok. Ternyata ini rasanya dijadikan samsak hidup. Terlebih, akibat penganiayaan yang berulang-ulang, membuat kesadaranku perlahan sirna. Aku... hampir...

Dan sebelum aku kehilangan kesadaran, aku melihat dari arah kamar mandi sana, seorang cewek mendekat. Dia berteriak-teriak menyuruh murid-murid ini berhenti menghajarku. Samar-samar, aku melihat mukanya. Ternyata... cewek... yang... tadi....

Lalu semua menggelap.


***

Aku terbangun dan mendapati diri ada di ruang sempit yang mirip... uhh, loker. Ruang ini hanya berukuran sekitar 2x3 meter, dengan ranjang keras mirip di bangsal rumah sakit.

"...Badan gue..."

Badanku terasa sakit sekali... semuanya! Tapi daripada itu, cewek yang tadi, berdiri terpaku disamping ranjang. Wajahnya menyiratkan kecemasan, dan tambah cemas sekaligus lega ketika melihatku terbangun.

"Gi-gimana keadaan ka-kamu?" tanyanya.

Aku meringis. "Sakit. Baru pertama kali digebukin, soalnya," jawabku. "Tadi, sebenernya ada apa ya?"

"Pe-percaya, ta-tadi itu cu-cuma salah paham a-aja kok!"

"Salah paham gimana? Gue sampe... ah udahlah. Oke, lupain. Oh iya, situ siapa?" tanyaku sambil mengajak jabat tangan.

"Mi-Mira, kelas 1-C. Ka-kamu sendiri?"

"Elang. Satu--"

Seseorang tiba-tiba mendobrak pintu dengan kerasnya. Ternyata Helen. Lalu dia menghampiri kami, dan bisa kulihat ada kemarahan di wajahnya.

"Gue udah denger semuanya ya, dan gue mau lo tanggung jawab!" bentak Helen penuh amarah kepada cewek ini. Siapa namanya tadi? Ah iya, Mira.

"Ta-tapi, ini cu-cuma..."

"SALAH PAHAM?! GUE GA MAU TAU!"

Dan dua orang yang tak kukenal menyusul dari belakang. Mereka memegangi bahu Helen, tapi itu malah membuatnya semakin murka. Aku yang ingin mencegah, tapi terlambat. Helen menendang keduanya sehingga mereka terpental keluar dari ruangan ini.

"Hey! Mereka temen-temen aku!"

Wah, cewek ini balik membentak Helen. Ternyata dia bisa galak juga.

"Terus elo mau apa? Yang temen-temen lo pukulin juga temen gue. Jadi?"

Kulihat, tangan cewek ini mengepal. Sepertinya kemarahannya tidak main-main. "Kalau begitu, aku tantang kelas kalian. Yang kelasnya kalah, harus tunduk sama yang menang," katanya, berapi-api.

"Wow, wow, nanti dulu!" Kini giliran Jon yang muncul di ambang pintu. "Ga ada acara berantem-beranteman sesama kelas satu ya. Dan, Mira, coba pikir lagi. Gue belom pernah liat lo se-emosi ini," katanya.

Tapi Mira tetap pada keputusannya. Dia keluar dari ruangan, lalu mengajak kedua temannya dan pergi begitu saja. Jadilah aku, Helen, dan Jon yang saling diam.

"Mending bawa Elang ke kelas dulu," kata Jon pada Helen. "UKS nya sempit gini, ga leluasa."

Aku memandang sekeliling ruangan. Jadi ruang sempit ini... "Eh, ini UKS? Kok...?"


***


"Jadi kamu kalo lagi marah banget itu ngomongnya gue-elo?" tanyaku, bermaksud bercanda pada Helen.

Helen mengangguk malu-malu. "Gausah bahas itu. Yang penting, kita harus terima tantangan Mira! Aku panas nih!"

"Coba dipikir dulu. Dampaknya gede loh," balas Jon.

"Eh, kalo dipikir ini juga salah kamu Jon! Kalo aja kamu ga ninggalin Elang sendiri, jadinya ga begini!" ganti Helen yang menyerang balik.

Jon agaknya tersulut juga emosinya. Dia memandang penuh ejekan ke Helen, lalu kepadaku. "Dia aja yang lemah, Hel. Laki itu ga masalah kalo digebukin," katanya, sinis.

"Jon!"

Aku hanya bisa menghela nafas. Jon ada benarnya. Seharusnya ini hal yang biasa di sekolah ini. Tapi kata-katanya itu, tendensius sekali. Seperti ada maksud lain dibaliknya.

"Tapi gue setuju sama Helen!" potong Hilman. "Kalo kita ga terima tantangan mereka, kita yang bakal dicap pengecut!"

"Engga, gue lebih setuju sama Jon. Dampaknya gede loh," sela Dira.

"Oh, sejak kapan lo jadi pengecut, Dir?" kini ganti Hilman yang memprovokasi.

"Lo mau ngajak ribut? Biar kita buktiin siapa yang pengecut, ha?"

Dan semua diam ketika Jon menggebrak meja. "Pada berisik banget. Man, emang lo tau kedepannya gimana kalo kita mulai ribut sama sesama kelas satu?"

Sesuai tebakan, Hilman menggeleng. Dia memang terlalu emosional, sehingga tidak memikirkan dampak kedepannya.

"Siapapun yang menang, kita atau 1-C, itu bisa dijadiin contoh buat kelas satu lain supaya mereka bisa saling ngerebut kelas lainnya. Kalo itu sampe kejadian, angkatan kita jadi gampang diobrak abrik. Yang ada kita jadi gampang dipecah-belah," jelas Jon. "Jadi tau kan alesannya gue ga nanggepin tantangan Mira? Itu pasti cuma emosi sesaat dia doang. Ketua kelas 1-C ga sesempit itu pikirannya," tambah dia.

Tapi Helen bereaksi. Dia berdiri, lalu menendang satu kursi sehingga membentur papan tulis dan hancur. Satu kursi lain jadi korban. Dan yah, tenaga Helen memang benar-benar mengerikan.

"Aku tetep terima tantangan dia. Kalau kalian ga mau, fine. Aku sendiri cukup kok," katanya dengan nada sinis.

Helen pun keluar kelas, entah kemana. Dan suasana jadi hening, sampai Hilman juga ikut menyusul keluar kelas, diikuti beberapa teman-teman sekelas, dan juga Nia, pacarnya.

Jon cuma bisa menggelengkan kepala. Dia tersenyum sinis padaku, memicingkan mata; membuat raut yang seperti... merendahkan. Dia kenapa sebenarnya?!

"Sekarang kelas ini ga solid lagi. Terserah deh," kata Jon sebelum pergi keluar kelas seperti yang lain. Beberapa teman sekelas yang mendukung Jon juga ikut menyusulnya.

Maka, tinggalah aku dan Dira yang masih tersisa di dalam kelas. Kami saling diam. Beberapa faktor memang membuatku dan Dira tak akrab. Selain omongannya yang pedas ketika bicara padaku, sikapnya yang sinis, juga dia yang membatasi diri. Mungkin dari awal dia memang tidak suka denganku.

"Seharusnya, dari awal lo gausah masuk kelas ini. Atau, sekolah ini sekalian. Gara-gara lo, ancur semuanya. Selamat," katanya, dengan pandangan mengejek yang sama. Dan dia juga pergi.

Kenapa jadi begini?




(Bersambung...)
 
Wah, ada pelaku baru... mantrap...
 
Btw, bru sadar klo ini pertamax,... pertamx pertama.. heheh hore... wajib grp nh...
 
Grp sent..
 
Bimabet
ternyataa...
mira serem juga gan suhu..

dan helen, seperti biasanya gelap mata ngelindungi jagoanya..

tinggal nunggu batlle mira vs helen..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd