Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Senja di Sebuah Desa (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Haisss..
karena pemenang terakhir bukan hanya lingga..
tapi masih ada mbah sargo..
Makasih ceritanya suhu, mantap banget nih..ditunggu karya yang lain suhu..
Semoga ada side story nih..pembalasan untuk yg membakar rumah mereka..

Makasih untuk cerita yg jozz ini..
:ampun:
 
Cerita ini sudah diperpanjang. Aslinya hanya sampai post 5 tapi sudah dipanjangkan sampai post 8.
Kalau dipaksakan diperpanjang lagi pasti akan membosankan. Semoga dalam waktu dekat bisa nulis lagi cerita lainnya.
Demikian suhu semua...:sembah:
Udh pas kok suhu.
Semoga ada cerita yg lain suhu.
Kita tunggu mahakarya terbaru dr suhu.
 
Post 8 (End)

Tamat

***

Terimakasih yang sebesar-besarnya pada semua yang telah membaca. Saya tak bisa membalas pesan suhu-suhu semua satu persatu. Bagi yang kecewa pada hasil karya ini, saya meminta maaf yang seluas-luasnya.
Sehat, Selamat dan Sukses selalu semoga menyertai kita semua.

terimakasih juga buat suhu @Deriko yang sudah berbagi ceritanya yang menarik ini hingga tamat, ditunggu cerita-cerita baru yang lainnya

tetap berkarya dan sehat selalu :beer:
 
Bimabet
Post 8 (End)

Lingga terus berlari menggendong tubuh Bardan. Gerakan pemuda itu terbalut dalam gelapnya malam hingga tak satupun manusia yang bisa melihatnya. Belum lagi kekuatan yang diperolehnya dari ilmu itu membuat tenaganya jadi kuat dan larinya pun cepat. Tak ayal dalam waktu yang singkat pemuda berwajah tampan itu telah sampai pada mulut goa. Dia lalu memasukinya dengan langkah yang pasti.

Di dalam goa sudah ada nyala obor yang telah dipersiapkan oleh Tirasih. Wanita bertubuh sintal itu rupanya telah datang mendahului Lingga yang membawa Bardan.

“Lepaskan..!! Lepaskan aku..!! kamu mau apa Tirasih??” teriak Bardan yang telah siuman dan menyadari dirinya tengah diikat pada bebatuan dinding goa.

“Hehehe.. tenang saja juragan.. ndak akan lama lagi... kamu pasti ndak bisa melihat kita lagi..” ucap Lingga sambil tertawa melihat Bardan yang terikat. Tubuh lelaki setengah baya itu pun belum memakai apa-apa setelah mengerjai Tirasih di kandangnya tadi.

“Apa maksud kamu? Jangan... ampuni aku...tolong..” rengek Bardan setelah mengetahui kalau dirinya tak bisa berbuat apa-apa lagi.

“Sudahlah kang.. ikhlaskan saja.. pada akhirnya semua manusia bakal mati juga kok..” ujar Tirasih dengan nada lembut, meski begitu ucapan wanita cantik itu bagai ancaman kematian bagi Bardan.

“Omong apa kamu ini Sih.. aku masih belum mau mati.. lepaskan aku.. lepaskan..” rengek Bardan yang nyalinya jadi menciut.

“Lingga.. kita pulang dulu.. kita jemput mbah Sargo dan adikmu”

“Iya bu.. ayo kita pulang” balas Lingga pada perkataan ibunya.

“Hah!?? Kalian mau kemana? Jangan tinggalkan aku disini...ampuunn...” rengek Bardan lagi setelah tahu dia akan ditinggalkan.

“Sudahlah kang.. kamu disini saja dulu, tempat ini aman dari hewan yang makan daging.. hanya saja di sini banyak ularnya..” balas Tirasih.

“Ehh!? Lepaskan aku Sih.. lepaskan.. aku ndak mau mati Sih...lepaskan” Bardan terus meronta-ronta supaya dia dilepaskan dari ikatan tali yang menahan tubuhnya. Namun begitu Lingga dan Tirasih tak peduli, mereka langsung keluar dari dalam goa dan berjalan pulang ke rumah mereka.

***

Pada waktu yang bersamaan, di desa telah geger oleh kematian dua orang anak buah Bardan dengan luka gigitan harimau di leher mereka. Masyarakat desa tengah bingung dan takut kalau macan yang menggigit dua orang itu akan kembali masuk ke dalam desa.

“Saudara-saudara tolong tenang... kita sudah mempersiapkan senjata dan jebakan kalau hewan itu masuk ke dalam desa” ujar kepala desa berusaha menenangkan penduduknya yang berkerumun di sekita dua mayat anak buah Bardan.

“Pak.. ini bukan hewan biasa.. ini macan kumbang jadi-jadian” ucap Ki Sarpin yang sudah datang dan mengamati mayat yang tertutup kain batik itu.

“Apa maksudmu Ki?” balas kepala desa tak mengerti.

“Sekilas kalau dilihat ini adalah gigitan hewan biasa, tapi kalau kita melihat dengan teliti.. tidak ada daging yang hilang.. artinya hewan itu tak memakan daging manusia”

“Jadi hewan itu hanya membunuhnya saja..” balas kepala desa mulai faham.

“Betul.. hewan biasa akan membunuh mangsanya untuk mencari makan, tidak sekedar membunuh terus ditinggalkan.. jadi kesimpulan saya adalah, yang menggigit dua orang ini adalah macan siluman...” ujar Ki Sarpin dengan yakin.

Mendengar penjelasan yang dikemukakan oleh Ki Sarpin membuat orang-orang yang datang mulai kasak-kusuk membicarakan semua kemungkinan yang ada. Mereka jadi semakin ketakutan, karena dalam sejarah desa itu pernah juga terjadi siluman mencari tumbal seperti itu. Bahkan sampai membuat hampir sepertiga jumlah penduduk desa meninggal dunia.

“Tenang.. tenang saudara-saudara semua.. kita jangan gegabah” ujar kepala desa kembali menenangkan kegelisahan masyarakatnya.

“Pak kepala desa.. kita harus mencari pelaku ilmu hitam itu... kita harus menyingkirkannya dari desa kita” ucap salah satu laki-laki yang hadir di tempat itu.

“Iya betul pak.. kalau perlu kita harus membunuhnya duluan” ujar lelaki lainnya.

“Tunggu!! Kalian mau menyingkirkan pelaku ilmu hitam itu... lalu apa kalian sudah mengetahui siapa yang melakukannya?” tanya kepala desa, semua jadi terdiam.

“Saya tahu siapa yang melakukannya...” ucap Ki Sarpin dengan yakin.

“Siapa Ki? Bicarakan saja di sini” kata kepala desa.

“Pelakunya tak lain tak bukan adalah saudara seperguruanku... mbah Sargo” ucapan Ki Sarpin disambut riuh suara orang-orang mulai kasak-kusuk tanpa bisa berbuat apa-apa.

“Jangan ngawur kamu Ki.. mbah Sargo itu orangnya baik, dari kecil sampai sekarang aku mengenal mbah Sargo itu tak pernah mencelakai orang lain.. malah dia sering membantu masyarakat yang sakit” balas kepala desa.

“baik luarnya belum tentu baik dalamnya juga pak... mungkin benar dia sering menolong, tapi apa ndak mungkin kalau ilmu yang dipakainya itu didapat dari ratu siluman..” ujar Ki Sarpin lagi.

“Sudah.. sudah... kita jangan gegabah, sebelum ada bukti yang nyata aku minta jangan ada yang berbuat macam-macam di desa ini... sekarang baiknya kita kebumikan dulu jasad mereka ini”

Orang-orang yang datang berkumpul di tempat itu mulai membubarkan diri. Beberapa orang kemudian menggotong dua jenazah yang telah tertutup kain batik itu. mereka membawa masing-masih jenazah itu ke rumah masing-masing untuk dilaksanakan upacara pemakaman.

“Ki.. juragan Bardan dibawa oleh mereka” bisik seorang lelaki bertubuh tegap dengan kepala pelontos.

“Maksudmu mereka itu siapa? Sargo?” tanya Ki Sarpin balik.

“Bukan.. sebelum kejadian mereka mati, tadi sore juragan Bardan membawa Tirasih ke kandang sapi, mereka memperkosa wanita itu..”

“Hemm.. benar firasatku, Bardan ndak bisa menahan nafsunya... beginilah akhirnya” ujar dukun desa itu sambil mulai menyalakan rokok kreteknya.

“Setelah juragan Bardan, Wardi dan Kasmo memperkosa perempuan itu.. tiba-tiba muncul macan kumbang menyerang mereka semua..” lanjut lelaki pelontos itu berkata.

“Ahh.. kamu tahu darimana?” ucap Ki Sarpin penasaran.

“Eh, saya melihat kejadian itu.. tapi dari jauh.. setelah macan kumbang itu masuk ke dalam tempat menyimpan pakan sapi, saya langsung lari.. takut Ki....” terangnya.

“Berarti macan kumbangnya ada dua... hemm.. siluman itu telah menurunkan ilmunya rupanya..”

“Ma-maksudnya bagaimana ya Ki?”

“Sudah, kamu ndak perlu tahu secara jelas.. sekarang kamu pergi ke rumah mbah Sargo.. lihat kalau macan itu masuk ke dalam rumahnya kamu langsung menemuiku”

“Iya Ki.. saya kesana..”

***

Seperti dugaan Ki Sarpin, dua ekor macan kumbang berwarna hitam legam itupun kembali masuk kedalam rumah mbah Sargo. Dua hewan itu adalah perwujudan Tirasih dan anak laki-lakinya, mereka baru pulang dari goa panewu tempat mereka menyembunyikan Bardan. Tak seperti hewan pada umumnya, kedua macan kumbang itu lebih memilih melewati pintu belakang rumah yang malam itu masih terbuka lebar.

Tanpa ada yang tahu, seseorang tengah mengamati dengan seksama kedua macan itu masuk ke dalam rumah mbah Sargo. Kecurigaan masyarakat desa kalau macan sosok hewan itu adalah hewan jadi-jadian semakin terbukti. Mata-mata itupun langsung berlari menjauh dari tempat persembunyiannya.

“Ibu dan mas Lingga darimana saja? Tadi mbah Sargo mencari-cari..” ucap Nima yang melihat kedua macan itu berubah wujud lagi menjadi ibu dan kakaknya.

“Dari goa.. kami tadi menyerbu tempatnya juragan Bardan..” jawab Lingga yang tak menyembunyikan tubuhnya yang telanjang itu di hadapan adik perempuannya.

“Iya.. sudah beres sekarang.. dia kami ikat di dalam goa” sambung Tirasih yang juga masih tanpa busana.

“Ohh.. lalu juragan Bardan mau diapakan Bu?”

“Ndak tau aku.. nanti kalau mbahmu sudah datang kita tanya saja” balas Tirasih pada Nima yang terlihat mulai berdiri mengimbangi datangnya ibu dan kakaknya.

“Iya bener Bu.. lalu mbah Sargo kemana dek?” tanya Lingga yang duduk tepat di samping Nima.

“Masih keluar, katanya ada keperluan dengan Kiyai Jamal.. ndak tau aku apa urusannya” balas Nima. Gadis cantik itu sepertinya mulai merasakan sesuatu di dekatnya, sesuatu yang membuat nafsunya tiba-tiba timbul.

“Eh, ada apa dek? Mas bau ya? Hehe.. belum mandi seharian ini aku” ucap Lingga yang merasa diperhatikan oleh adiknya.

“Heemmm.. ndak juga mas.. baunya eemm.. enak.. bau apa ini mas?” Nima mendekatkan mukanya pada wajah Lingga, hidungnya mengendus bau disekitaran wajah tampan kakak laki-lakinya itu.

“Bau apa ya dek... ndak ingat aku..” balas Lingga.

“Pokoknya bau ini membuatku jadi tambah birahi mas... emm...surrppp...suurrrppp...”

Tiba-tiba Nima yang mendekati wajah Lingga langsung menjilati dengan rakus seputaran mulut kakaknya itu. sepertinya sisa-sisa aroma darah manusia yang masih melekat pada muka Lingga telah diketahui oleh penciuman Nima, dan sekarang dia berusaha menikmatinya.

“Ahhh.. bau ini sungguh enak mas.. ahhh... aduuh... tempikku kok jadi basah ya!?” ujar Nima yang terang-terangan menyatakan kondisi vaginanya sudah mulai membasah.

“Hehehe.. kalau begitu mas harus melayanimu dek..” balas Lingga. Pemuda berkumis tipis itu langsung melepaskan kain kemben yang menutupi tubuh Nima. Setelah kain itu lepas, seketika itu juga termpampanglah tubuh langsing nan menawan milik Nima.

“Aku ndak bisa nahan nafsu ini mas.. eemmhhh... baunya enak banget..” Nima terus menjilati muka Lingga, meski tubuhnya ditelanjangi oleh kakaknya namun gadis itu tak melawan, dia sudah pasrah pada kebutuhan duniawinya.

“Iya dek.. jangan kamu tahan.. ayo tumpahkan bareng kakakmu ini..” ujar Lingga meladeni naiknya birahi Nima.

“Duhhh.. yang lagi kasmaran.. sampai ibunya ndak dihiraukan.. tapi kalian lanjutkan saja.. hihi” ucap Tirasih yang tengah memperhatikan kedua anaknya yang telanjang bulat saling bercumbu dengan hebat.

“Gapapa Bu.. ayo sini gabung.. kita nikmati malam ini bersama..” ajak Lingga pada Tirasih. Wanita cantik bertubuh semok yang sudah telanjang itupun mengikuti ajakan anaknya.

Laksana seorang raja dengan selir-selirnya, Lingga diapit oleh Nima dan Tirasih di kanan kirinya. Oleh kedua perempuan itu, tangan Lingga diarahkan untuk merangkul bahu mereka. Dengan binal keduanya mulai menciumi leher Lingga, membuat pemuda beruntung itu kegelian. Ditambah lagi gesekan empuk bulatan susu montok milik Nima dan ibunya, beserta puting mereka yang sudah menegang di kanan-kiri dada Lingga. Tangan mereka membimbing tangan Lingga yang sedang merangkul mereka untuk meremas payudara keduanya yang tidak sedang menempel di dada Lingga.

Puas mencumbui leher Lingga, kemudian Nima dan Tirasih bergantian mencium mesra bibir Lingga, mengajak pemuda tampan itu melakukan cumbuan yang panas. Saat Tirasih mencium bibir Lingga, Nima turun mencumbui dada kakaknya. Kontolnya tak disentuh sama sekali, tapi perlakuan kedua perempuan di bagian tubuh lainnya cukup untuk membuat kenjantanan Lingga tegak mengacung dan mengeras, siap untuk ditusukkan pada liang vagina pasangannya.

“Haduuhhh... Mas Lingga, bau tubuhmu bisa membuatku gila ini.. hmmmhh.. cuupphh...” ungkap Nima disela-sela cumbuannya.

Tentu ada alasannya kontol Lingga tidak disentuh oleh Tirasih sama sekali. Karena benda yang mereka puja itu adalah jatahnya Nima sekarang. Lingga tidak percaya ketika melihat Nima dengan binalnya merangkak ke arah selangkangannya. Mata Nima tampak tak berkedip memandangi kejantanan Lingga yang terhunus tegak. Begitu sampai pada sasarannya, Nima langsung membenamkan kepalanya di selangkangan Lingga. Gadis bertubuh langsing dengan buah dada montok itu kemudian menggesekkan wajahnya di batang Lingga, persis seperti kucing yang merajuk minta makan dengan cara menggesekkan kepalanya di kaki majikannya.

Hembusan nafas Nima begitu terasa di kulit penis Lingga yang mendadak jadi peka pada rangsangan, membuat Lingga semakin geli-geli nikmat. Dan itu belum seberapa, karena kemudian Nima mulai menjilati kedua biji peler kakaknya itu dengan lidahnya yang lembut, basah dan hangat. Jilatan Nima pada kulit kantung peler Lingga yang tipis itu terasa begitu nikmat, lalu gadis itu semakin naik, dari pangkal kontol, ke bagian tengah, hingga ke ujung. Dirangsang seperti itu, Lingga ingin meracau menyuarakan kenikmatannya, tapi tak bisa karena sekarang Tirasih sedang menyumpal mulut Lingga dengan payudaranya. Pemuda bertubuh kekar itu pun hanya bisa pasrah menyusu bergantian kanan-kiri pada dada ibunya.

“Sluuurrrpp...sluuurrppp...Phuaahh!” Nima akhirnya melepas mulutnya dari batang penis Lingga, nampak air liur menetes-netes dari sudut bibirnya, bercampur dengan beberapa helai jembut Lingga yang tercabut karena saking buasnya gerakan mulut Nima.

“Ahhhh.. rasanya nusuk sampai tenggorokanku ini mas...” ucap Nima sambil mengusap-ngusap lehernya. Batang penis milik Lingga memang panjang namun bengkok di ujungnya, membuatnya bisa masuk lebih dalam daripada batang penis milik laki-laki lain. Setelah dirasa cukup, gadis cantik itu lalu berdiri dan menaikkan tubuhnya ke pangkuan Lingga.

“Ayo Nima.. rengkuh kenikmatan itu bersama kakakmu..” ujar Tirasih menyemangati Nima yang sudah bernafsu ingin segera disetubuhi oleh Lingga.

“Ahhh... Henngghhh..” lenguhnya saat kepala kontol Lingga menyentuh bibir vaginanya. Nima kemudian mengerang sambil memejamkan mata ketika batang penis Lingga mulai melesak masuk ke dalam vaginanya yang sempit itu.

“Oooohhhh...Oohhhh.. baru masuk saja sudah enak banget” racaunya sambil gemetar, Nima mendesah lega ketika kontol Lingga sudah amblas seluruhnya.

Batang penis Lingga sedang dijepit oleh dinding kemaluan Nima dengan rasa nikmat yang setengah mati, sementara bagian atasnya pun tak kalah nikmatnya. Dua puting susu milik Tirasih bergantian masuk kedalam mulut Lingga kanan-kiri. Bila salah satunya masuk di mulut, satunya pasti dioles-oleskan pada pipi pemuda tampan itu. Diserang gencar seperti itu akhirnya akal sehatnya sudah ditendang jauh-jauh oleh nafsu syahwatnya sendiri. Tangan Lingga yang tadinya diam, mulai bergerak. Mulanya dia mengelus-elus punggung Nima yang membuat gadis itu menggelinjang. Lalu turun ke bawah meremas pantat empuk Tirasih juga, tak lupa tangannya menepuk-nepuk buntalan lemak menggiurkan itu. Dan tangan Lingga semakin turun, hingga akhirnya sukses mencucuk memek ibunya dengan jarinya.

“Ahhh...” Tirasih mengerang ketika jari Lingga menembus belahan vaginanya yang sudah sangat basah.

“Tempikmu basah banget bu.. pasti enak ini.. aahh...” ujar Lingga sambil mencium bibir Tirasih.

“Aahhh.. iyaa.. aahh.. jangan dulu.. puaskan adikmu nak...aaahh..” balas Tirasih disela-sela racauannya akibat jari Lingga terus mengocok belahan vaginanya.

“Iiyaahhh...Ahhh...ayo masss... puaskan tempikku dulu.. aayooohhh...” timpal Nima.

Tanpa menunggu lama, Nima mulai menggerakkan tubuh langsingnya di atas kontol Lingga. Naik-turun, maju-mundur, diputar, digoyang, dikocok semuanya dia kerahkan. Dengan vagina sempitnya gerakan apapun terhadap kontol Lingga memberi Nima kenikmatan tiada tara. Bahkan dengan hanya diam pun, desakan ujung penis Lingga yang sampai menyentuh bibir rahimnya sudah terasa nikmat.

Nima ingin lebih dan lebih. Gerakan tubuhnya yang liar membuat buah dadanya yang ukurannya semakin hari semakin besar itu terlihat memantul-mantul tak terkendali. Keringatpun mengalir deras di tubuhnya walau cuaca mulai dingin di malam itu. Suasana malam yang damai itu pun sekarang dipenuhi suara kecipak dari vagina Nima yang sangat banjir. Nima malam itu sedang menggesek kontol Lingga, diiringi lenguhan, erangan, desahan, dan pekikan nikmat dari gadis cantik dengan buah dada montok itu. Nima terus mengejar kenikmatannya hingga akhirnya tubuh langsingnya tersentak, matanya terpejam dengan erangan nikmat keluar dari mulutnya.

“Hhaahhhhhh.. Aaahhhhh!” erangnya sambil trubuhnya mengejang hebat di atas pangkuan Lingga.

Lingga sukses mengantar gadis cantik yang tak lain adalah adik kandungnya itu ke puncak kenikmatannya, tapi hebatnya gempuran dahsyat dari kemaluan Nima tidak cukup untuk membuatnya muncrat melepaskan spermanya. Nima kemudian menarik tubuhnya, melepaskan liang senggama hangatnya yang banjir cairan orgasme dari kontol Lingga yang masih sangat keras. Masih ngos-ngosan, dia kemudaian menurunkan tubuhnya dan menungging di atas lantai rumah sambil menggumam tak jelas.

“Ahhhh...!!” Nima memekik ketika liang kemaluannya kembali tertusuk benda keras nan panjang milik Lingga.

PLAK! PLAK!

Lingga lalu menampar pantat putih dan montok milik Nima, gadis cantik yang terlihat pendiam tapi sebenarnya super binal itu. Kali ini pemuda tampan itu bermain kasar pada genjotannya. Lingga ingin melihat sebinal apa adik perempuannya itu. Nima hanya menjerit-jerit nikmat ketika Lingga semakin gencar menggenjot vaginanya. Suara kecipak dari kemaluan Nima yang basah dan terus ditusuk oleh kontol Lingga mengiringi jeritannya.

Sibuk menikmati jepitan vagina Nima, rupanya Lingga melupakan Tirasih yang tadi ikut dirangsangnya. Tapi Tirasih tak keberatan, karena dia sekarang sedang merayap di bawah tubuh Nima dan disuguhi pemandangan penuh kenikmatan. Tepat di depan mukanya, dia bisa melihat dari dekat kontol Lingga yang keluar masuk celah kemaluan rapat milik Nima. Cairan cinta Nima yang melimpah memercik di setiap tusukan kontol Lingga, membasahi wajah cantik Tirasih seperti hujan. Dengan lahap Tirasih langsung menjilat dan menelan setiap percikan cairan kemaluan Nima yang kebetulan hinggap di mulutnya. Lalu Tirasih mendongakkan kepalanya dan mengulurkan lidahnya sepanjang mungkin, hingga mencapai kelentit anak perempuannya. Sehingga Nima semakin meraung-raung dalam kenikmatan saat merasakan kelentitnya dijilati ibunya, padahal liang kawinnya sendiri sedang digenjot kontol Lingga.

Nima yang kuwalahan menerima kenikmatan pada tubuhnya akhirnya ambruk menindih tubuh Tirasih yang ada di bawahnya. Tapi Lingga tidak memberinya ampun. Dia ingin menaklukkan Nima sekali lagi sebelum gadis itu bisa membalas dengan kekuatan kedutan dinding vaginanya. Lingga terus menghantam kemaluan Nima dari belakang. Sesekali dia menepuk, menampar, meremas, dan mempermainkan pantat empuk adik perempuannya itu hingga yang tadinya putih mulus menjadi kemerahan.

“Ngghhhahhhhh.. Mas Linggaa... aahhh..” Nima melenguh setelah berhasil mengangkat kepalanya.

Tiba-tiba .....

“Dicari-cari malah enak-enak kenthu di rumah...” suara seorang laki-laki mengagetkan mereka.

“Ahhh.. ternyata bapak.. iya pak ini Nima lagi birahi katanya.. sudah lama ndak dimasuki kontolnya Linga, hihihi...” balas Tirasih dengan entengnya.

“Ya sudah, teruskan saja.. lha terus kamu dari tadi cuma nonton saja Sih?”

“Iya pak... tapi aku seneng kok lihat cara mereka mendapat kepuasan, liar dan binal..”

“Hemm.. kalau begitu sini kamu Sih.. nikmati dulu punya bapak..” ujar mbah Sargo sambil memelorotkan celananya dan kemudian nampaklah penis besarnya di hadapan Tirasih.

“Ihhh bapak... kok ndak dari tadi sih datangnya..”

Tirasih dengan girang langsung mendekati mbah Sargo yang duduk di dekatnya. Dia kemudian berjongkok di depan lelaki tua itu sambil menggerakkan mulutnya mendekati batang penis bapaknya itu.

“Hemmmppphhh... aahhhh.. heemmm....aaaahh.. besar banget punya bapak ini.. aahh..” ujar Tirasih sabil terus mengulum penis mbah Sargo dengan rakusnya.

Sesaat kemudian Nima kembali memekik ketika Lingga menarik pinggangnya dengan tiba-tiba. Pemuda berkumis tipis itu membawa gadis yang liang senggamanya masih menancap di kontolnya itu agak jauh dari Tirasih dan mbah Sargo. Dia lalu merebahkan Nima dengan posisi miring, rupanya Lingga ingin mencoba posisi baru yang belum pernah dicobanya pada adiknya itu. Lingga tanpa menunggu lama lalu mulai menggerakkan pinggulnya untuk kembali menggenjot kemaluan adiknya. Tangannya memeluk Nima erat sambil meremas bulatan payudara milik gadis itu.

Disetubuhi sambil dipeluk erat seperti itu, insting alami Nima sebagai betina mendadak bangkit. Kenikmatan tiada tara didapatnya justru saat dia dalam posisi tak berdaya. Apapun yang pejantannya akan lakukan, Nima akan terima. Karena dia adalah wanita, yang ingin disetubuhi dan dibuahi. Lingga juga saat itu sudah dikuasai oleh instingnya sebagai seorang pejantan dengan tujuan yang utama adalah memberi Nima benih-benih keturunannya.

Lingga menggagahi Nima dalam posisi menyamping cukup lama, sebelum dia kembali mengganti posisi. Keringat Nima terlihat bercucuran saat Lingga menyeret tubuhnya yang sudah lemas bangun. Kali ini Lingga bersimpuh dengan Nima juga ikut bersimpuh di depannya dalam posisi membelakangi Lingga. Tubuh Nima miring ke depan sehingga Lingga dengan bebas merojok lubang kemaluan adiknya itu dari belakang. Agar tak jatuh ke depan, tubuh Nima ditahan tangan Lingga yang sedang mencengkeram kedua payudaranya. Nampaknya Lingga ingin menyetubuhi Nima dari belakang dengan kasar kali ini, setelah sebelumnya mereka saling berhadapan dan bercinta dengan mesra.

Nima yang sudah digenjot dari tadi mulai kewalahan. Kulit tubuh dan wajahnya yang biasanya kuning langsat kini tampak memerah akibat gerakan bersetubuh dan rangsangan seksual pada bagian intim tubuhnya. Wajah teduhnya nampak kusut, rambutnya sudah acak-acakan dan lepek oleh keringat. Keringat yang mengucur ditubuhnya tidak usah ditanya lagi berapa banyaknya, namun begitu Lingga tak peduli. Dia mulai menggenjot kemaluan Nima dengan kasar sementara tangannya meremas-remas bukit susu adik perempuannya itu. Nima mengerang pasrah, merasakan kenikmatan yang terkumpul dalam dirinya. Sesaat lagi, kenikmatan itu akan meledak dahsyat, melemparakannya ke langit ke tujuh. Vagina Nima mulai berkedut tanpa kendali, pikirannya sudah buyar sehingga dia tidak bisa mengendalikan kemampuan khususnya yaitu mengempotkan dinding vaginanya.

“Ahhh..!! Mas Lingga... Mas Lingga... Mas Linggaaaaa!!” Nima berteriak-teriak merasakan getaran di tubuhnya yang semakin hebat dan Lingga pun paham. Seperti tadi, Lingga mengganti tusukan-tusukan cepat tapi dangkalnya dengan tusukan panjang dengan hentakan kuat. Dan di ujung hentakan kontol Lingga itu, akhirnya Nima pun meledak.

“Ahhhhhrrgghhhhhhhhhhhhhhhh!” Nima menjerit kencang, tubuhnya tersentak-sentak. Otaknya serasa kosong. Cahaya menyilaukan seolah menutupi semuanya. Nima pun merasakan dirinya begitu damai dalam orgasmenya.

Lingga yang mengejar kenikmatannya sendiri tak peduli. Dia terus menggenjot liang senggama Nima saat gadis itu masih menggelinjang memekik-mekik nikmat selepas orgasmenya. Terus menusuk-nusuk vagina Nima tanpa ampun sambil menindih tubuh gadis itu, yang membuat puting susu Nima menggesek-gesek dada Lingga. Tak lama kemudian Lingga merasa tubuhnya mulai menghangat, sesuatu menjalar dari tulang belakang ke seluruh tubuhnya, dan rasa nikmat luar biasa memenuhi kontolnya yang terbenam dalam kemaluan Nima. Rasa nikmat itu mengalir ke semua bagian tubuh yang lain, mengisi kepala Lingga dengan rangsangan puncak yang hanya bisa diperolehnya dengan bersetubuh bersama betinanya.

Crott... Crott.. Crottt.. !!

“Henggghkkkk!” Lingga menggeram, diiringi jeritan kecil dari Nima. Gadis itu masih bergetar dalam orgasmenya saat Lingga menyemprot rahimnya dengan cairan kental hangat, membuat sisa-sisa orgasme gadis itu semakin menjadi-jadi enaknya.

Lingga tidak menyadari apa yang tengah dialami adiknya itu. Karena dia masih tenggelam dalam sisa kenikmatan orgasmenya. Setelah rasa itu hilang dan nafasnya mulai tenang dia mencabut kontolnya dari liang senggama Nima. Tubuh gadis itu masih tersentak-sentak saat lubang nikmatnya sudah tak disumbat kontol Lingga lagi. Lingga kembali duduk dan bersandar pada dinding sambil memandang sekelilingnya.

Di sebelah Nima dan Lingga nampak Tirasih sedang duduk di pangkuan mbah Sargo. Tubuh keduanya sudah sama-sama telanjang bulat siap untuk menapaki persetubuhan mereka.

“Ahh.. pakk.. lihat mereka sudah selesai..” ujar Tirasih.

“Biarkan saja mereka istirahat.. sebentar lagi pasti mereka mulai lagi, hehe..” balas mbah Sargo sebelum mencaplok payudara Tirasih dan mengenyotnya kuat-kuat. Wanita cantik itu kembali melenguh dibuatnya.

“Mmmhhh... ini susu.. mmmpphh... enak ya pakk..” racau Rirasih diantara kenyotan mulut mbah Sargo.

Setelah beberapa saat lamanya lelaki tua itu menikmati buah dada Tirasih yang bulat menggantung itu, dia kemudian menggendong anak perempuannya itu dan memaksanya menungging tepat di depannya. Tirasih memekik ketika tiba-tiba bapaknya dengan kasar menusukkan batang penisnya dan mendorongnya dengan kuat. Wanita cantik itu menggigit bibirnya ketika dia merasa kontol besar mbah Sargo menyeruak dengan paksa belahan vaginanya. Untungnya liang senggama wanita itu sudah basah, hingga rasa sakit yang dideritanya tak terlalu menyiksa.

“Aaaaahhhkkk..!!” Tirasih harus memekik kencang ketika batang keras itu menembus masuk vaginanya dengan sekali hentakan. Lubang nikmatnya serasa sangat penuh, dengan kepala kontol bapaknya mentok menyundul rahimnya.

Lingga dan Nima menyaksikan pemandangan itu dengan seksama. Tanpa disadari, tangan Nima mulai bergerak sendiri meremas-remas payudara dan putingnya. Di bawah sana, cairan bening mulai mengalir dari selangkangannya bercampur dengan sperma Lingga.

Mbah Sargo menarik kontolnya pelan-pelan hingga tinggal seperempatnya. Lalu dimasukkannya kembali dengan sekali hentak, membuat Tirasih menjerit dan tubuhnya tersentak ke depan. Diulanginya pola itu beberapa kali, rupanya lelaki tua itu menikmati pemandangan tubuh bugil wanita cantik yang tersentak kencang di setiap sodokannya. Hingga setelah puas menyiksa Tirasih, lelaki tua itu mulai mengocok vagina Tirasih dengan tusukan-tusukan pendek tanpa henti. Tirasih hanya bisa pasrah menikmati siksaan nafsunya dengan lenguhan dan desahan penuh birahi di setiap genjotan mbah Sargo.

“Aahhhh... enak banget tempikmu Sih... Ahh.. legit dan nikmat” racau mbah Sargo sambil mengulurkan tangannya untuk meremas payudara Tirasih yang terlihat menggelantung terayun-ayun.

“Aaahhh Paakkk... a-aku mau...keluaaarrr... paaakkk!” pekik Tirasih merasakan gelombang dahsyat orgasme hendak menerpa dirinya.

Alih-alih berhenti, lelaki tua itu malah semakin gencar menggenjot liang senggama Tirasih dan meremas payudara wanita berbadan semok itu keras-keras, sambil mencubit puting susunya yang sudah tegang meruncing. Tirasih pun harus menjerit keras dan menggelinjang dalam puncak kenikmatannya, meski vaginanya masih terus dirojok kontol besar milik bapaknya sendiri tanpa ampun.

“P-paakkk... tunggu... ahh.. ini... Ak-ku.. Ahhhhhh!” Tirasih menjerit dan memohon agar mbah Sargo berhenti, karena genjotan lelaki tua itu membuanya terus dilanda badai kenikmatan. Tapi segala usahanya sia-sia, malah dia mendapat hadiah tamparan di pantat mulusnya.

“Sama orangtua jangan melawan kamu nduk, hehehe.. nikmati saja” ujar mbah Sargo.

“Aaahh... iya pak.. aduuhhh.. rasanya penuh pak tempikku... aahh..” rintih Tirasih kemudian.

Mbah Sargo tak peduli lagi pada rengekan anak perempuannya tadi. Dia terus mengayunkan batang kejantanannya keluar masuk liang senggama Tirasih. Sungguh hebat tenaga lelaki tua itu, setelah menaklukkan Tirasih dalam puncak kenikmatannya, dia masih saja punya tenaga untuk terus menyetubuhi wanita cantik bertubuh sintal itu. Perlahan mbah Sargo mulai menaikkan kecepatan genjotannya, membuat kenikmatan akibat gesekan kedua kelamin mereka semakin bertambah.

“Aaahhh... Ak-aku... Ahhh Paaaakkkk!” jerit Tirasih sebelum kelojotan dan mengejang untuk kedua kalinya.

Tak mempedulikan hentakan badan Tirasih dan juga kontraksi vaginanya di bawah sana, mbah Sargo terus menggenjot liang senggama anaknya itu.

“Uuggh, bisa ngempot juga ternyata tempikmu Sih.. ahhh.. ndak kalah sama punya anakmu... semoga kamu hamil dengan benihku Sih.. haaahhh...” racau mbah Sargo lagi.

Tirasih tak bisa menimpali kata-kata dari bapaknya, dia hanya bisa mengerang semakin kencang ketika Mbah Sargo menggenjotnya dengan tusukan-tusukan dalam dan panjang.

Crott... Crott.. Crottt.. !!

“Haaaaahhhh...!!” Tirasih menjerit melengking sambil menengadah. Tubuhnya mengejang hebat dalam pelukan bapaknya yang juga terpejam menikmati puncak kenikmatannya. Hingga akhirnya rasa itu reda, mbah Sargo masih memeluk erat tubuh Tirasih.

Mereka berempat masih tergolek lemah dengan tubuh telanjang penuh keringat. Mereka tak menyadari bahaya telah datang mendekati mereka. Dari kejauhan nampak berbondong-bondong masyarakat desa dengan membawa senjata seadanya dan obor sebagai penerangan. Rupanya mereka tengah mendatangi rumah mbah Sargo untuk mengusir lelaki tua itu beserta keluarganya dari desa karena telah melakukan ilmu hitam.

“Sargo!! Keluar!!” suara seorang lelaki bertubuh kekar dengan kepala botak. Orang itu tak lain adalah anak buah Bardan yang tadi jadi mata-mata untuk Ki Sarpin.

“Keluar..!!”

“Keluar kalian..!!” orang-orang terus berteriak menyuruh penghuni rumah untuk keluar.

Mbah Sargo yang ada dalam rumah sudah tanggap pada bahaya yang mendatangi keluarganya. Dia kemudian menyiapkan Tirasih, Lingga dan Nima untuk segera pergi dari rumah itu.

“Kalian pergilah.. keluar dari rumah ini sebelum terlambat.. pergi saja ke dalam goa, aku akan menyusul nanti..” ucap mbah Sargo dengan tatapan tajam.

“Mbah.. aku disini saja, ndak bisa aku membiarkan mbah menghadapi mereka sendirian..” Lingga mendekati mbah Sargo.

“Jangan, kamu antar ibu dan adikmu sampai selamat masuk kedalam goa panewu”

“Baiklah mbah...”

“Bapak...jangan memaksa melawan mereka.. kita semua pergi saja sekarang” Tirasih ikut bicara.

“Ndak bisa.. aku ada urusan yang harus aku selesaikan sekarang.. sebelum kita meninggalkan dunia manusia Sih.. kali ini ikuti ucapanku, pergilah..” kata mbah Sargo lagi.

“Baiklah... ayo anak-anakku.. sudah saatnya kita meninggalkan rumah ini”

Akhirnya Tirasih, Lingga dan Nima meninggalkan mbah Sargo sendirian menghadapi orang-orang yang tengah menyerbu rumahnya. Setelah tinggal sendirian, mbah Sargo kemudian bersemedi di dalam rumah.

“Keluar Sargo..!! aku tahu kamu di rumah.. kalau tidak keluar akan kami bakar rumahmu..” teriak Ki Sarpin berusaha mengancam saudara seperguruannya itu. namun begitu tak ada satupun jawaban dari mbah Sargo yang ada di dalam rumah.

“Bagaimana Ki?” tanya salah satu penduduk desa.

“Kita bakar saja rumahnya.. sudah jelas kalau mbah Sargo melakukan ilmu hitam... ilmu siluman” ujar Ki Sarpin.

“Bakar..!!”

“Bakar..!!”

“Bakar..!!”

Berpuluh-puluh obor dilemparkan pada rumah mbah Sargo. Dalam sekejap saja rumah yang terbuat dari kayu itu mulai terbakar api. Mbah Sargo yang masih dalam rumah masih semedi, sampai pada akhirnya lelaki tua itu berdiri dan mulai bicara.

“Dengarkan wahai orang-orang desa... kalian bisa membakar tubuhku.. tapi kalian tak akan bisa membakar sumpahku.. kalian yang sekarang berusaha membunuhku, saat bulan purnama macan kumbang akan selalu datang menuntut balas..” ujar mbah Sargo dari dalam rumah dengan lantang.

“Bagaimana ini ki?”

“Iya.. kita hanya ikut Ki Sarpin saja..” ujar lelaki lainnya.

“Tenang, kalian tenang saja.. aku yang tanggung jawab” balas Ki Sarpin sok berani, padahal dalam hatinya juga takut pada sumpah itu.

Rumah yang terbuat dari kayu milik mbah Sargo itu semakin lama semakin berkorbar dilalap api. Mbah Sargo setelah mengucap sumpahnya tadi langsung merubah dirinya menjadi macan kumbang lalu segera melarikan diri dari tempat itu tepat sebelum rumahnya roboh rata dengan tanah.

“Ayo..kita bubar.. pulang semua...”

“Ayo.. bubar.. bubar !!”

Penduduk desa yang telah yakin mbah Sargo sudah terbunuh dalam kobaran api yang melalap rumahnya malam itu akhirnya membubarkan diri. Meski ada rasa penyesalan dalam hati mereka namun karena Ki Sarpin sebagai sesepuh desa sudah mengatakan siap tanggung jawab maka mereka sedikit lega. Dalam hati Ki Sarpin sendiri ternyata dipenuhi rasa was-was pada sumpah yang telah diucapkan mbah Sargo, bahwa para siluman macan kumbang akan menuntut balas. Namun begitu, Ki Sarpin merasa lega karena saingan dirinya sebagai sesepuh desa sudah berhasil dia singkirkan.

***

Gelapnya goa panewu membuat siapa saja yang mendekat ke dalamnya pasti akan bergidik ketakutan. Konon katanya tempat itu adalah gerbang menuju alam ghaib yang berisi istana megah. Penghuninya berupa lelembut yang ganas dan kejam, namun mereka dipimpin oleh seorang ratu yang cantik jelita berjuluk Dyah Pralampita atau ada juga orang yang menyebutnya Nyai Dewi wisa.

Malam itu nampak sesosok manusia sedang terikat pada dinding goa dengan tubuh yang terus melemah karena merasa ketakutan. Dia adalah Bardan, seorang juragan hewan ternak yang terkenal di desa karena harta benda yang dimilikinya. Sore tadi dia dibawa ke dalam goa oleh Lingga dan Tirasih. Kini dia hanya bisa pasrah pada takdir yang akan menimpanya.

Tiga ekor macan kumbang tiba-tiba berlarian masuk ke dalam goa. Karena warna bulu mereka yang hitam tak ada satupun mata manusia yang bisa mengetahui kedatangan merena, termasuk Bardan yang ada di dalam goa. Sejenak kemudian dua buah obor menyala.

“Kalian siapa? Tolong aku... tolong..!!” teriak Bardan menyadari ada yang datang masuk ke dalam goa.

“Hehehe.. ini kami juragan.. bukan siapa-siapa” jawab Lingga dengan nada yang mengejek.

“Aahh... bangsat kalian.. kalau aku bisa bebas akan aku habisi kalian semua, dasar siluman !!” ucap Bardan masih penuh kesombongan.

“Lhoh.. katanya kang Bardan mau bersamaku.. padahal aku juga sudah mulai suka pada kontol kang Bardan ini, Hihihi..” ujar Tirasih yang kemudian mendekati lelaki setengah baya itu dan membelai batang penisnya.

“Cuihh..!! ndak mau aku Sih.. kamu sudah jadi pengabdi siluman... sesat kalian !!” umpat Bardan.

“Kalian sudah berkumpul semua?” tiba-tiba suara mbah Sargo terdengar mendekat.

“Eh, bapak.. bagaimana keadaannya pak?”

“Sudah.. rumah kita sudah hilang, memang takdir kita bukan di tempat itu lagi.. ayo sekarang kita laksanakan semedi pamungkas..”

“trus kang Bardan ini bagaimana pak?” tanya Tirasih lagi.

“Lepaskan saja dia.. mungkin belum saatnya dia mati” ujar mbah Sargo.

Kemudian tanpa ada bantahan lagi Lingga membuka ikatan tali pada lengan dan kedua kaki Bardan yang ditambatkan pada bebatuan dinding goa. Nima yang sedari tadi hanya diam saja sekarang ikut membatu kakaknya. Namun karena dia lengah, Bardan menggunakan kesempatan itu untuk merangkul Nima kemudian mengancamnya.

“Kurang ajar kalian!! Aku ndak terima kalian permalukan seperti ini” ujar Bardan yang tengah memegang erat tubuh Nima sambil tangan kanannya membawa batu yang diarahkan pada kepala Nima.

“Bangsat!! Sudah dikasih hati malah ndak punya terimakasih... lepaskan adikku!!” ujar Lingga.

“Hahaha.. siluman seperti kalian sudah seharusnya lenyap dari muka bumi..!!”

Bardan hendak mengayunkan batu yang dipegangnya mengarah pada kepala Nima, namun sebelum tangan kanannya sempat bergerak rupanya Nima telah berhasil menggigit tangan kiri Bardan.

“Aaahhhhhhh......” lepaslah kuncian tangan Bardan pada leher Nima. Gadis cantik itu langsung balik badan dan ganti menyerang.

Tiba-tiba saja Lingga yang sudah merubah wujudnya menjadi seekor macan ikut menerkam tubuh Bardan. Lelaki setengah baya itu sekarang jadi bulan-bulanan gigitan dua ekor macan kumbang yang ganas.

“Aaaaaahhhkkkkkkkkkkhhhh.....!!!” sebuah gigitan pada leher Bardan membuat teriakannya berhenti. Darah segar mengucur deras dari pembuluh darah di lehernya yang putus. Pada akhirnya Bardan harus meregang nyawa akibat ulah jumawanya sendiri.

“Sudah.. sudah.. cukup.. hentikan !!” ujar mbah Sargo mehentikan keganasan dua ekor macan kumbang yang mencabik-cabik tubuh Bardan.

Tanpa mereka duga, dinding goa mulai bergetar seperti terkena gempa bumi yang hebat. Setelah itu dua buah batu yang berada di pojok ruangan goa tiba-tiba bergeser menjauh satu dengan lainnya. Ternyata dua buah batu itu adalah pintu gerbang menuju alam lain yang dibicarakan orang-orang selama ini.

“Selamat datang anak-anakku.. sekarang sudah waktunya kalian ikut denganku, kalian sudah memenuhi persyaratan terakhir, yaitu mengorbankan orang yang paling membenci kalian” ujar sang Ratu yang menampakkan dirinya keluar dari gerbang ghaib itu.

“Hamba menghaturkan terimakasih yang sangat besar pada kanjeng Ratu” ucap mbah Sargo sambil menyembah.

“Lekas masuklah kalian.. waktunya hampir habis..” ujar sang Ratu kemudian.

Tanpa menunggu lama lagi, mbah Sargo, Tirasih, Lingga dan Nima langsung merubah wujud mereka menjadi macann kumbang lagi. Mereka berempat melangkah pelan memasuki celah batu yang terbuka dan penuh dengan sinar menyilaukan mata.

Akhirnya pintu batu itu kembali tertutup. Cahaya yang bersinar terang kini sudah sirna, hanya menyisakan kegelapan yang pekat dalam ruang goa. Sudah tak nampak lagi keluarga Tirasih, semuanya sudah berpindah alam mengikuti Ratu siluman sesembahan mereka. Dalam goa itu hanya tinggal mayat Bardan yang terkoyak-koyak penuh darah berceceran. Mungkin itulah hukuman yang pantas baginya, orang yang sombong dan menggunakan kuasa yang dimilikinya untuk mengumbar nafsunya.

***

Di tempat lain, kepala desa sedang meminta pendapat dari Kiyai Jamal. Tentu saja dia bingung pada apa saja yang telah terjadi di desanya. Nampak pula di situ Danur yang malam itu mengantar bapaknya.

“Pa Kiyai.. jadi apa yang harus saya perbuat?” tanya kepala desa.

“Ndak ada pak.. semuanya sudah takdir.. harusnya kita yang sekarang mulai bertaubat” balas Kiyai Jamal.

“Tapi apa benar mereka memang melakukan ilmu siluman itu Kiyai?” tanya Danur dengan rasa penasaran.

“Kalau bagiku iya.. mereka memang melakukan ilmu hitam.. ilmunya para siluman.. tapi...”

“tapi apa Kiyai?” tanya kepala desa.

“Tapi kita yang salah sebenarnya... harusnya kalau ada orang yang tersesat kita wajib membantunya mengarahkan pada jalan yang benar, bukan malah memusuhinya, atau membencinya.. bagaimana kita mau menolong kalau kita sudah lebih dulu memusuhinya?” jelas Kiyai Jamal.

“Iya Kiyai.. saya paham..” kata kepala desa kemudian.

“Ya sudah.. ini merupakan pelajaran berharga buat kita semua. Jangan menganggap remeh semua orang, meski mereka terlihat biasa saja tapi di mata Tuhan kita sebenarnya sama. Kita harus bisa saling mengingatkan dalam jalan kebenaran.. sudah.. mari kita doakan semoga semua penduduk desa diberikan kesehatan dan keselamatan”

“Aamiin”

***

Tamat

***

Terimakasih yang sebesar-besarnya pada semua yang telah membaca. Saya tak bisa membalas pesan suhu-suhu semua satu persatu. Bagi yang kecewa pada hasil karya ini, saya meminta maaf yang seluas-luasnya.
Sehat, Selamat dan Sukses selalu semoga menyertai kita semua.
Ending yang sangat memacankan aummm..wkwkwkwk mantap suhu keren bgt, ditunggu karya nya yg lain
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd