Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Senja Jingga Menjelang Malam Guram

Bimabet
Woy otak gw mana.
Mana otak gw.
Hubungan ma 'istana pasir mlik...' saya blom dapat ya. Mana ya. :mabuk:
 
Dilanjut bang mc d updatetannya :mantap
 
cerita dgn background masyarakat desa
dituturkan dengan bahasa ndeso
sederhana, lugas apa-adanya
(memang bukan main2 !)
 
Woy otak gw mana.
Mana otak gw.
Hubungan ma 'istana pasir mlik...' saya blom dapat ya. Mana ya. :mabuk:

Sarto tua yang suaminya Ani, orangtua dari Asih dan Doni... (dalam cerita 'Senja Jingga Menjelang Malam Guram'}... lain gan sama... Sarto kecil yang anak lelaki tunggal dari Surti, jurumasaknya keluarga Darso (dalam cerita 'Istana Pasir Milik Sang Ayah'). Masak sih soal masalah kecil begini... otak agan sampai jatuh entah kemana... he-he-he... Wah... payah ente...!

Ini saran McD: kalau lagi baca cerita 'Senja Jingga Menjelang Malam Guram' sekarang ini... lupakan dan jangan dihubung-hubungkan dengan cerita 'Istana Pasir Milik Sang Ayah'... karena memang nggak ada hubungannya sama sekali... yang sama... cuma nama penulisnya doang... Masak sih setiap menulis cerita baru... McD harus ganti nama... ya nggak!?

(Doni lagi-lagi ikut nimbrung dengan lantang: NGGAK!)

He-he-he... dasar anak alam maya.... kali ini Doni menjawab yang benar tanpa disadarinya...
 
Terakhir diubah:
cerita dgn background masyarakat desa
dituturkan dengan bahasa ndeso
sederhana, lugas apa-adanya
(memang bukan main2 !)

Terimakasih gan atas pantauannya.
 
Terakhir diubah:
Udah g perlu disangsikan lagi karya suhu MCD ini - cuma mungkin nama2 tokoh dalam cerita sebisa mungkin di bedakan antara cerita2 suhu yg satu dengan yg lain biar g rancu, sy masih mencium bau2 nama yg sama dengan episode2 yg lain - ini bisa menyebabkan pikiran orang larinya bahwa ini cerita lanjutan dari episode yg lalu - padahal kan ceritanya beda seperti si sarto itu, sorry bisanya cuma komen ;)

Lanjut Suhu :beer:
 
Bagian 4 - Perubahan Drastis Di Rumah Sarto

Pelaku peran tambahan: (khusus untuk Bagian 4 ini saja)

Sarto (38) = suami Ani, ayah dari Asih dan Doni.
Ani (35) = isteri Sarto, ibu dari Asih dan Doni.
Zulkifli (34) = suaminya Asih.
Murniasih (Asih)/19) = teman sebangku SMA Ayu.
Doni (14) = adik kandung Asih.


Asih beserta Doni, adik kandungnya berjalan sembari bergandengan tangan yang ikut berayun-ayun. Orang-orang yang mengenal dan melihatnya ikut-ikutan senang, karena gosip telah tersebar merata seantero desa, bahwa suami Asih yang lebih tua 15 tahun, yang katanya tukang kawin itu... sudah 3 bulan tidak datang minimal 'menggilir' Asih... sehingga kata gosip itu pula Asih jadi terlihat murung dan berdiam diri dirumahnya saja. Dan sekarang orang-orang yang mengenal dan bersimpati pada gadis muda jelita itu menjadi ikut-ikutan senang melihat keceriaan telah memancar lagi di wajah Asih yang cantik itu.

Sampai dirumah mereka, buru-buru melepaskan gandengan tangan mereka... tapi keburu terlihat oleh Ani, ibu kandung mereka.

"Asih... sayang... ibu mau bicara sama-mu dan kamu, Doni jangan pergi main keluar rumah... hei... dengar tidak kata ibu...!", kata Ani kepada kedua anak kandungnya ini.

"Baik... bu... Doni mendengar kok...!", jawab Doni yang melepas bajunya karena ingin pergi mandi lagi, padahal sebelum berangkat menemui kakak kandungnya, Asih dirumah teman kakaknya, Ayu... Doni mandi dahulu. Maklum saja Doni merasa risih kan... habis 'gituan' sama kakak kandungnya yang berdua 'dipinjami' kamar tidur oleh Ayu yang baik hati... mana cantik lagi demikian penilaian Doni sebatas didalam hatinya saja.

"Emangnya ibu mau ngomong apa sama Asih...?", tanya Asih yang berseri-seri wajahnya... yang justru menimbulkan keheranan bagi ibunya yang beberapa hari belakangan itu selalu memperhatikan semua kegiatan Asih didalam rumah mereka ini.

"Begini... sayang ibu ingin membicarakan sesuatu... ayo kita ngomongnya didalam kamar tidur ibu saja... ya...!". mereka berdua pergi masuk kedalam kamar tidur utama... setelah menutup pintu kamar dari dalam tanpa dikunci lagi dan mereka duduk diatas tempat tidur sembari bersila.

"Tumben... kok wajahmu berseri-seri seperti... bahkan persis sama ketika kamu masih gadis deh... lagi senang... dan tidak mumet lagi kan...?!", kata Ani, ibu kandungnya Asih yang menatap wajah Asih dengan menduga-duga dan penuh selidik.

"Aahhh... ibu bisa saja, biasanya juga Asih beginilah... emangnya ibu curiga sama anak perempuan kandung ibu sendiri... hi-hi-hi...", kata Asih penuh keceriaan dan tawa lepas yang terdengar sangat merdu dan selalu ditunggu-tunggu oleh Ani sejak Asih menikah dengan Zul... si geblek itu... begitulah kalau di-'comblangin' sama ayah kandungnya sendiri yang mata-duitan.

"Kalau ibu curiga... itu karena ibu sangat sayang padamu... Asih...! Ingat itu! Didalam pikiran ibu cuma ada dua orang, yaitu... kamu, Asih dan... adikmu, Doni... Apapun caranya... akan ibu lakukan demi kamu berdua... kalau ibu memperhatikan ayahmu yang mulai ganjen... apa ayahmu tidak mendengar bisikan-bisikan para ibu-ibu yang suka bergosip... malah sekarang lebih santer lagi, dasar... ayahmu itu tidak tahu malu sama sekali! Suka mencuri-curi lirikan sama janda kembang dipinggiran desa kita itu! Ngeliriknya aja sudah susah... apa lagi mau mendapatkannya... dasar lelaki tak tahu diri!", Ani bercerita dengan kesal dan membeberkan semuanya pada Asih, anak perempuan yang disayanginya ini.

"Ibu jangan benci dong sama ayah... kan nanti suasana didalam rumah kita ini jadi tidak nyaman lagi... ya kan bu...?", Asih berupa menenangkan hati ibunya yang lagi kesal berat dengan kelakuan ayahnya, Sarto... yang akhir-akhir ini jarang kumpul-kumpul bersama didalam rumah mereka sendiri.

"Kamu justru jangan sampai membenci ibu... kita tinggalkan dahulu pembicaraan kita mengenai ayahmu. Ibu ingin bertanya padamu... jawab dengan jujur... ingat ibu tidak akan pernah marah padamu... juga pada pada adikmu... agar kamu sadar... inilah sifat ibu yang sebenarnya... kamu barusan 'bersetubuh' dengan seseorang ya... tidak usah takut menjawabnya sayang... soalnya ibu sangat heran dan gembira sekali... wajahmu berseri-seri... biasa kayak orang habis 'gituan'... hi-hi-hi... ya kan...?!", kata Ani dengan kepiawaian pandangan mata seorang ibu pada anak kandungnya yang dikasihi sepenuh hati ini.

"Ya malu deh... kok ibu bisa tahu sih...", jawab Asih takut-takut.

"Siapa orang yang yang beruntung itu, tidak menikahi kamu... tapi bisa 'gituin' kamu... sungguh beruntung sekali laki-laki itu... malah bisa 'gituin' cewek cantik masih muda lagi... kalah deh si janda kembang yang ditaksir ayahmu itu... kok cari cewek pakai jauh-jauh... yang didepan matanya saja segini muda dan cantiknya... dasar laki-laki bodoh", kata Ani, ibunya Asih mulai sewot lagi kalau mengingat kelakuan genit Darto, suaminya itu yang sering ngelirik si janda kembang.

"Katanya ibu nggak mau omongin ayah dulu... gimana sih...?", kata Asih berhati-hati mengingatkan ibunya.

"Ooh iya... sampai lupa, habis... ibu kesal sih jadinya... baiklah karena ibu menganggap kamu sudah dewasa... sama-sama dengan ibu... hi-hi-hi... cuma beda umur dan dan anak saja... Sewaktu diawal-awal perkawinan ibu dengan ayahmu... kamu saat itu masih kecil berumur 3 tahun, imut-imut dan... menjadi kebanggaan ibu... ayahmu jarang pulang... alasannya lagi usaha... katanya. Sebulan ayahmu tidak pulang... kan kepala ibu jadi mumet... maklum begitulah kalau orang sudah mengenal 'gituan' kalau tidak berkala atau teratur melakukannya, apalagi sudah berkeluarga, ya... pastilah kepalanya jadi mumet kalau orang lain mungkin jadi uring-uringan semuanya tidak ada yang betul... pokoknya semuanya serba salah... Tapi sebelum ibu jadi uring-uringan... ibu bersamamu yang masih kecil mengunjungi kakekmu, yaitu bapak kandung ibu dan disaksikan dengan nenekmu, yaitu ibu kandungnya dari ibu sendiri... ibu ceritakan semuanya secara blak-blakan apa yang menyebabkan kepala ibu jadi mumet... dikala itu... kemudian nenek mengendong mesra kamu yang masih imut-imut dan... kami berdua, kakek dan ibu masuk kedalam kamar tidur mereka... 2 jam kemudian kami keluar, masing-masing dengan wajah berseri-seri... pupus sudah segala mumet dan pusing-pusing... hi-hi-hi... ternyata malah nenek mengucapkan terimakasih pada ibu, yang anak perempuan kandungnya sendiri... karena kakek juga mumet dan uring-uringannya hilang seketika... hi-hi-hi... rupanya saling menguntungkan kedua belah pihak...! Kami melakukan selama 2 hari nonstop... maklumlah biasa... aji mumpung... begitu... hi-hi-hi... pagi-siang-sore-malam... kalau perlu juga pada dini hari... hi-hi-hi... hari ke-tiga ibu denganmu pulang sembari membawa oleh-oleh dan uang yang dipaksa harus diterima ibu, karena daripada kakek menghambur-hamburkan uangnya pada wanita-wanita lain yang nggak ketahuan juntrungannya. Kakekmu adalah juragan perkebunan buah jeruk yang terkenal akan manisnya... nah sudah tahu kan kamu sekarang tentang ibumu ini... sekarang katakan pada ibu... siapa laki-laki beruntung itu...", kata Ani tetap tidak melupakan pertanyaan yang pertama tadi.

Dengan penuh keraguan takut kalau-kalau kemarahan ibunya meledak, Asih menjawabnya pelan dan singkat, "Doni... bu, cuma Doni tidak ada yang lain bu...".

Sambil menggut-manggut tersenyum-simpul, Ani berkata santai, "Sungguh beruntung si Don... apa? Dengan adikmu sendiri...?! Kalian melakukannya didalam dangau yang sepi dipinggiran sawah ya...".

"Tidak bu... kami melakukan didalam kamar kamar tidur teman Asih, Ayu namanya. Sedang Ayu sendiri tidur sendiri didalam kamar papa-nya yang sedang kerja diluar... begitu... ibu tidak marah kan... jangan memarahi Doni ya bu... ini semua kesalahan yang dilakukan oleh Asih sendiri...", kata Asih sangat takut akan kemarahan ibu yang bakalan muncul.

"Hi-hi-hi... kamu Asih... persis kelakuanmu kayak ibu waktu muda dulu... benar juga kata pepatah 'Buah Jatuh Tidak Jauh Dari Pohonnya'... hi-hi-hi... cuma yang membedakannya adalah sasaran ibu adalah ayah kandung ibu sendiri... sedangkan yang kamu jadikan sasaran adalah adik kandungmu sendiri... hi-hi-hi... emangnya 'punyanya' Doni sudah gede apa? Bisa memuaskanmu Asih...? Hi-hi-hi...!", kata Ani tertawa merasa lucu saja.

"Ya lumayan deh bu... daripada nggak ada sama sekali... hi-hi-hi... 13 cm... malahan kadang-kadang bisa sampai 14 cm... kalau dia lagi sange... hi-hi-hi...!", Asih mulai berani ikut-ikutan tertawa jadinya...

"Wahh... kebeneran tuh... mana ibu lagi mumet lagi... habis ibu gengsi mau 'digituin' ayahmu malam tadi, habis ibu lagi keki sama ayahmu yang suka ngelirik-lirik si janda kembang itu hi-hi-hi... boleh nggak ibu pinjam Doni sebentar...", kata Ani berterus-terang tanpa tedeng aling-aling lagi.

"Jangan tanya sama Asih dong... tanya aja langsung... tapi bu... jam-jam sekarang kan waktunya ayah pulang kerumah... gimana dong bu... jadinya?", kata Asih rada kuatir takut tertangkap basah oleh ayahnya.

"Itu sih tugasnya kamu... Asih... sekalian mengalihkan perhatian ayahmu dari si janda itu... kalau perlu perkosa saja ayahmu sampai kapok... hi-hi-hi...", kata Ani cuek saja. "Doni...! Doni...! Kesini sayang... nggak pake lama yaa...!".

'Waduuh gimana nih... emangnya cewek bisa perkosa cowok apa...??! Gimana caranya...??', Asih kebingungan sendiri... akhirnya ambil strategi yang sudah diterapkan pada Doni... yaitu buka 4 buah kancing, dan tinggalkan satu kancing saja... mudah-mudahan berhasil...

Doni yang dipanggil cepat sekali muncul didepan Ani, ibu kandungnya.

Langsung Ani memberi instruksi pada anak-anaknya, "Asih kamu jaga dan tunggu ayahmu... kalau dia datang ringkus bikin dia klepek-klepek diatas tempat tidurmu... biar dia sadar... tenyata si janda tidak ada apa-apanya dibandingkan dirimu sayang... dan Doni... ABG perkasanya ibu... kunci dari dalam pintu kamar ini... kan kita tidak mau diganggu sama orang lain... hi-hi-hi...".

"Emangnya kita mau ngapain bu... apa ibu ingin dipijit sama Doni apa...", tanya Doni tidak mengerti sambil mengunci pintu kamar dari dalam.

"Tepat sekali... pintar kamu... pijit luar-dalam seperti yang kamu lakukan bersama kakakmu tadi siang dikamar tidur Ayu, teman SMA kakakmu... hi-hi-hi...", kata Ani penuh nafsu ingin merasakan 'digituin' oleh berondong muda-belia... yang kata ibu-ibu arisannya penuh dengan sensasi...

Dengan tenang dan santai saja, Ani membuka satu satu persatu pakaian yang dikenakannya sekarang dengan pelan-pelan saja... pertama baju-atas dilepas yang langsung dilempar jatuh disudut kamar... kemudian giliran BH yang berukuran 38B dilepas yang langsung dilempar jatuh bertumpuk diatas baju-atas disudut kamar...

Doni yang berdiri diam terpaku ditempat... jadi melotot
melihatnya menyaingi 'pelototan' puting berwarna maroon dan dikelilingi areola berwarna maroon muda yang lingkarannya sebesar gobangan (= 2,5 sen) yang jaman sekarang dipakai buat kerokan ibu-ibu tua... herannya biarpun besar sekali buahdada ibunya ini tapi gayutan gara-gara bobotnya yang berat saking besarnya tidak terlalu nyata terlihat... malahan menyebabkan puting-putingnya menjadi sangat indah mencuat keatas seakan-akan menantang dan berseru lantang... 'Ini Putingku... Mana Putingmu...!'.

Sekarang Doni yang melihat ibunya lebih lanjut... bukan hanya melototkan matanya, tetapi ditambah dengan mulutnya mangap tanpa disadarinya...

Masih dengan tenangnya, Ani membuka rok-bawah, melipat-lipatnya dan langsung dilempar jatuh bertumpuk diatas pakaiannya disudut kamar...

Doni masih tetap menatap penuh kekaguman tubuh bahenol ibu kandungnya, pinggul gede banget yang serasi dengan buahdadanya yang montok dan jumbo itu, tapi herannya kok perut ibunya lumayan rata... Doni masih tetap melotot matanya dan tambah mangap mulutnya...

Nggak percuma Ani jadi anak juragan perkebunan jeruk manis... orang kata tiap bulan rutin sembari sowanan nikmat dengan ayah kandungnya... pulangnya membawa oleh-oleh juice jeruk manis dan uang cukup malah berlebih untuk membeli kebutuhan make-up dan jaga penampilan dirinya... yang tidak dihargai oleh Sarto suaminya sendiri... wajar saja kalau Ani jadi sangat keki...

Terakhir Ani membuka CD tipisnya... kalau ini sih cepat saja dan langsung dilempar jatuh bertumpuk diatas semua pakaiannya.

Doni yang memandang ibu kandungnya yang lagi melakukan live striptease show untuknya seorang... mata masih melotot... dan tanpa sadar keluar komentarnya, "Lho kok... sama dengan punyanya kak Asih...!".

Ani, yang mendengar komentar tanpa sadar dari Doni anak bungsunya, balik bertanya, "Apanya yang sama dengan dengan punyanya kakakmu, Asih...?".

"Eeh... aahh... nggak kok bu...", kata Doni jadi gelagapan yang tadi maksudnya komentarnya cuma didalam hati malah keluar lewat mulutnya dengan suara keras...

"Tidak usah takut... lihat nih sudah telanjang bulat didepanmu... maksudmu memek ibu sama dengan memeknya Asih...? Ya pasti samalah... namanya juga sama-sama cewek... hi-hi-hi...!", kata Ani sambil bergaya seksi didepan anak bungsunya ini... yang mengakibatkan Doni jadi terpicu keberaniannya dan memberitahu pada ibu kandungnya yang seksi ini.

"Memek ibu dengan kak Asih sama-sama ukuran dan gundulnya juga sama... hhe-hhe-hhe...!", kata Doni lancar mulai berani.

"Hei... penismu kamu umpetin dimana Doni... hi-hi-hi... nggak tahan kena cahaya ya... hi-hi-hi...!", Ani menggoda habis Doni.

"Orang kata Doni belum buka baju juga... keasyikan melihat tubuh telanjang ibu ternyata lebih seksi dari tubuh kak Asih... hhe-hhe-hhe...!", kata Doni sembari tertawa cengengesan.

"Ayo buruan pakaiannya dibuka... entar ibu pake baju lagi nih...!", kata Ani mengancam, pura-pura berniat mau memungut pakaiannya lagi...

"Eh-eehhh... jangan bu...! Lihat nih Doni mau telanjang bulat juga...!", Doni dengan secepat kilat melucuti pakaiannya... sungguh hebat tidak lewat 3 detik... Doni sudah ikut-ikutan bertelanjang bulat bersama Ani, ibu kandungnya yang sedari tadi sudah dirundung nafsu yang menggelora... sekarang ditambah dengan melihat penis Doni yang ngaceng hebat, kaku dan tegang menyusuri perut Doni sendiri yang rata itu.

"Wahh... bener bagus 'punya'-mu Doni... kayaknya ada 14 cm panjangnya... rupanya ikut-ikut nafsu ya sama ibu... pantesan kakakmu ketagihan sekali sama penis ini sayang... ayo buruan naik keatas tempat tidur biar... mumet ibu jadi cepat hilang...!",

Ani buru-buru menarik tangan Doni, lalu mendekapnya penuh nafsu sambil mencium penuh gairah mulut Doni... serta meraba dengan penuh birahi penis Doni yang kerasnya minta ampun... "Ayo buruan sayang... tiban ibu sekarang juga dan langsung 'gituin' ibu dan ronde selanjutnya bisa menunggu...".

Dengan cepat dan sigap Ani naik keatas tempat tidur dan langsung berbaring terlentang sambil mengangkangkan paha penuhnya yang mulus, sambil mengapai-gapaikan tangannya ingin meraih dan menarik tangan Doni supaya cepat menindih tubuh telanjangnya dan langsung saja menyetubuhinya dengan segera...

Begitu tubuh Doni yang lebih kecil tapi sama-sama bertelanjang bulat... menindih tubuh telanjang Ani, ibu kandungnya, yang dengan segera dengan jari-jari lentik mencekal erat batang penis Doni yang super keras itu, dan... ingin langsung mengarahkan ke depan pintu gua nikmat dalam vagina-nya... tergesek dengan mantap dengan kelentit Ani yang mulai membesar tergesek penuh nikmat disepanjang batang penis Doni yang berukuran sedang 14 cm, langsung menjerit nikmat jadinya Ani karena gesekan nikmat yang mantap dan tepat pada kelentit-nya itu. "Aduh... mak nikmatnya... nggak boleh keseringan kegesek nih kelentit ibu, entar... ibu bisa muncrat duluan... malu deh dikalahkan sama anak sendiri. Tidak mau terulang gesekan nikmat yang riskan itu, serta dibantu dengan sentakan keatas pinggul mulus...

<Bleeesss...!> masuk sudah seluruh batang penis Doni yang sangat tegang itu, sambil secara otomatis melakukan pompaan-pompaan senggama yang penuh kenikmatan bagi berdua... ibu dan anak kandungnya ini...

"Aduuhhh... kok enak sekali punya ibu, mana... pake ndut-ndutan segala... kalau begini caranya... kalah deh punyanya kak Asih dibandingkan dengan punya ibu...!".

"Huusshhh... sama-sama enaknya lagi... soalnya ibu lagi sange berat dan kamu cepat sekali naik nafsunya... jangan-jangan kamu pernah 'mimpi basah' karena bermimpi 'gituin' ibumu sendiri 'kali ya...? Hi-hi-hi...", kata Ani lagi menikmati genjotan pinggul yang mengayun-ngayun mantap, dan... tangannya ikut membantu menekan pantat Doni... biar penis keras Doni masuk lebih dalam lagi serta gerakan sodokannya semakin cepat... masuk-keluar... masuk-keluar...!

"Terus sayang... enjot ibu lebih cepat lagi... ya betul begitu... lebih cepat lagi... oohhh nikmatnya 'digituin' sama anak kandung sendiri yang perkasa...", Ani berkeluh-desah dengan keras penuh kenikmatan...

"Ibu... sayang... memek ibu enak banget... Doni udah nggak tahan nih... ada yang pengen muncrat...! Doni kencengin lagi ya buuu...! Nikmat sekali...!", Doni ikut-ikutan berkeluh-desah merasakan nikmatnya menyetubuhi ibu kandungnya... untuk pertama kalinya...

Setalah hampir 5 menit saling bersahut-sahutan keluh-desah ibu dan anaknya ini...

"Buuu...! Muncrat juga deh... aahhh...", Doni dengan keras melakukan sodokan final yang mantap...

Ani yang kelabakan mendapat sodokan penis Doni yang keras dan mantap... "Oohhh...!".

"Aahhh...!", <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

"Oohhh...!", <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

Sungguh sangat luar bisa persetubuhan sedarah antara ibu kandung yang berhari-hari menahan nafsunya sampai mumet segala, dangan... anak lelaki kandungnya yang masih ABG belia yang punya vitalitas, stamina yang selalu bersemangat... bisa juga mencapai klimaks secara bersamaan...!

Terhenyak dan terdiam tubuh telanjang bulat keduanya, buru-buru Ani memeluk erat tubuh telanjang Doni agar jangan bergulir kesamping. Diam tak begerak dan tak bersuara, masing-masing diterpa nikmatnya klimaks persetubuhan ini dan... disusul dengan gelombang orgasme yang spektakuler bagi keduanya. Ada sekitar 3 menitan mereka berdiam diri penuh nikmat seperti itu... Lalu barulah Ani, sang ibu mampu berkata-kata lagi...

"Diam saja ditempat... sayang... biar kamu menindih tubuh ibu... tubuhmu sama sekali bukan beban bagi ibu... nikmatnya.. biarkan penismu berada didalam memek ibu jangan ditarik keluar... sampai terlepas dengan sendirinya...", kata Ani sambil mengusap-usap punggung Doni dengan mesra...

"Kalau ayah jadi 'gituan' dengan kak Asih... biarin deh Doni 'gituan' terus dengan ibu... ya bu...?!", kata Doni berterus-terang bahwa dia telah jatuh hati dengan kepiawaian ibu kandungnya dalam soal ngeseks.

"Hi-hi-hi... dasar kamu...! Jadi ibu nggak pernah mumet-mumet
lagi dong... sungguh beruntung ibu mempunyai anak yang doyanan banget... hi-hi-hi... tapi kamu harus belajar berlaku adil bagi kak Asih dan dirimu sendiri... selanjutnya kamu boleh ML dengan ibu lagi, kalau... kamu bisa menunjukkan hasil ulanganmu minimal 7... OK...", kata Ani penuh rasa puas serta sirna seketika mumet yang selama berapa hari belakangan ini sangat mengganggunya.

"Ya... kalau cuma hasil ulangan 7 sih... sebelum Doni 'gituan' dengan kak Asih malahan mendapat angka hasil ulangan minimal 8 bahkan seringkali lebih...", kata Doni mantap menerima tantangan ibu kandungnya tanpa mengerti apa yang dimaksud sesungguhnya 'tantangan' dari ibunya ini.

"Tapi sekarang... nilai ulanganmu tidak pernah mendapat angka 9 atau 10 kan... itulah yang ibu maksudkan... jaga prestasi-mu di mata pelajaran sekolah... bukannya semakin menurun gara-gara kamu bebas ber-ML dengan kakak atau dengan ibu... mengerti kamu...?!", Ani menjelaskan pada doni, anaknya yang memang cerdas otaknya itu.

"Bener sih... sekarang nggak pernah mendapat angka 10... sedangkan mendapat angka 9 saja sudah jarang-jarang...", akhirnya mengerti juga Doni dengan maksud 'tantangan' ibunya ini.

"Jadi kesimpulannya adil membagi waktumu yang berharga... kapan harus belajar... kapan waktunya untuk bermain, dan... kapan waktunya untuk ML... tapi kalau ada yang mau lho... kalau tidak ada yang mau ML, ya... gigit jari deh anak ibu satu ini jadinya... hi-hi-hi... kacian deh kamu...!", kata Ani memperolok-olok Doni, anaknya yang paling cerdas dikelasnya ini.

"Yaa... terlepas juga deh... punya Doni dari dari dalam memek ibu... hei kamu lagi nggak cs ya... sama Doni", duduk kemudian berbaring terlentang dengan santainya diatas tempat tidur orangtuanya yang besar ini.

"Hi-hi-hi... punya-nya sendiri pake diomelin...!? Doni-Doni... lucunya kamu ini... hi-hi-hi...! Ibu lagi tanggung nih... kepengen 'gituan' lagi... biar hapal gaya sodokan kamu... Pokoknya nggak usah khawatir... ibu sudah sering bikin penis kakekmu yang tiba-tiba lemas dengan tangan dan mulut ibu yang ampuh... kembali tegang lagi penis kakekmu, dan 'pertandingannya' bisa dilanjutkan lagi... sampai pluit semprotannya muncrat bertubi-tubi... hi-hi-hi...!", Ani dengan sigap memegang penis Doni letoi, lemas dan tak keras lagi. Segera mulut seksi-nya mengulum-ngulum sepanjang batang penis Doni yang masih lembek, diselingi dan usapan-usapan ujung lidahnya pada ujung palkon-nya Doni. Tidak lupa dibarengan gosokan jari tangannya yang lentik dan halus... yang langsung mengundang reaksi verbal yang keras dari Doni yang kelabakan tanpa daya menahan rasa geli dan sang ngilu pada palkon-nya ini...

"Aaduuhhh bu... geli banget punya Doni mana sekarang jadi ngilu jadinya... aahhh...", Doni berkeluh-desah dan meminta ibunya menghentikan aksinya. Tapi disini kuncinya... sekujur sepanjang batang penis telah diringkus tak bisa bergerak kemana-mana lagi.

Secara otomatis syaraf-syaraf motorik didalam otak belakang Doni langsung bekerja memompa aliran darah masuk ke batang penis Doni yang letoi, ibarat balon lembek dan yang ditiup kembali... batang penis Doni langsung tegang oleh isian darah yang bertekanan tinggi itu... menyebabkan penis Doni mencelat memanjang alias ngaceng sejadi-jadi... malahan panjang penisnya sampai titik terpanjangnya 14 cm lebih beberapa mm.

"Hi-hi-hi... nggak percuma ibu sering mempraktekkan pada penis kakekmu dan selalu berhasil... sekarang pada penis-mu yang sangat vitalitas... malah sangat mudah bagi... ibu... ayo buruan tindih ibu lagi dan... 'gituin' ibu lagi biar penis-mu tidak mudah letoi lagi karena mendapatkan rangsangan terus-menerus dari otot-otot dalam memek ibu... kencang saja enjotannya... jangan takut muncrat...!", kata Ani memberi instruksi seks-nya pada Doni, anak kandungnya ini.

Mereka melakukan persetubuhan lagi dengan enjotan yang lebih cepat dari persetubuhan pertama yang sukses. Heran sekali mereka melakukan ML dengan tidak terburu-buru... seperti layaknya yang dilakukan pasutri pada umumnya.

Hebat sekali atas bimbingan yang handal dari Ani yang piawai dalam soal seks, persetubuhan ini telah berlangsung 15 menit tanpa henti... tanpa rehat sama sekali... nonstop bagai kereta ezpress tanpa hambatan... Memasuki mendekati menit ke-17 barulah santer terdengar santer keluh-desah mereka... saling bersahut-sahutan.

"Aduuhhh... bu...! Kayaknya ada yang mau muncrat... nih aahhh...", Doni memberitahukan ibu kandungnya supaya bersiap-siap.

"Sama... Doni sayang...! Cepetin Don... sampai maksimal... oohhh...!", Ani langsung terdiam tanpa mampu berkata-kata lagi...

"Aahhh...!", <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>

"Oohhh...!", <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!> <Seerrr...!>

Kembali kejadian hebat terulang lagi dengan sempurna...

Mereka terdiam penuh nikmat dan segera kembali orgasme untuk kedua kalinya melanda tubuh telanjang keduanya... sampai pengaruh spektakuler orgasme berangsur-angsur menghilang dan sirna seketika entah kemana... meninggalkan bingkisan besar untuk masing-masing, yaitu... rasa puas yang mampu bertahan sampai 2 pekan kedepan...

(bersambung...)
 
Terakhir diubah:
:haha:
Mr mcdodol uptodate bgt ya.
5 jempol ma kamu suhu. Ijin :baca:


McD: "Jempol yang ditengeh-tengeh pahe... jangan dibawa-bawa dong, ya nggak Doni?".

Doni: "Doni pokoknya... nggak ikut-ikutan... pakde!".

McD: "Dasar... anak alam maya...".
 
ayo doni bikin kk n ibumu gk mumet lagi :haha:


McD: "Ini sebenarnya request dari seseorang... dari itu dibikin super hot... kalau klepek-an... ya nomal deh... he-he-he...!".

Doni: "Kalau ada yang klenger... Doni pokoknya... nggak mau tanggung-jawab lho... pakde...!".

McD: "Dasar anak alam maya... siapa lagi yang nanya...?!".
 
Absen dulu :ampun:
:baca: ntar malem buat :coli:

Doni: "Sebenernya... si oom mau ngapain sih... pakde...?!".

McD: "Mana... pakde tahu... Doni tanya aja sendiri sama si oom-nya...!".

Doni: "Dasar... pakde dunia nyata... hhe-hhe-hhe...!".
 
Udah g perlu disangsikan lagi karya suhu MCD ini - cuma mungkin nama2 tokoh dalam cerita sebisa mungkin di bedakan antara cerita2 suhu yg satu dengan yg lain biar g rancu, sy masih mencium bau2 nama yg sama dengan episode2 yg lain - ini bisa menyebabkan pikiran orang larinya bahwa ini cerita lanjutan dari episode yg lalu - padahal kan ceritanya beda seperti si sarto itu, sorry bisanya cuma komen ;)

Lanjut Suhu :beer:


Doni: "Lain kali kalau bikin nama seseorang... nanya dulu paling tidak sama Doni dong... pakde!".
McD: "Pakde juga nggak sadar... karena di-komplain saja... baru deh ketahuan...!?".
Doni: "Lain kali lebih hati-hati... kalau bikin nama seseorang... gitu pakde!".
McD: "Waktu mau kasih namamu saja... hampir-hampir pakde mau kasih nama Don Quixote gitu... he-he-he...!".
Doni: "Dasar... pakde dunia nyata... hhe-hhe-hhe...!".
 
kapan ni update lagi suhu
:mancing:

Doni: "Entar oom 'gogotaima', pakde-ku sebentar... begitu bangun juga... langsung nge-post update-nya tungguin aja... nggak lama kok...!".
McD: "ZZZ-ZZz-Zzz-zzz...!".
Doni: "Dasar pakde dunia nyata... hhe-hhe-hhe...!".
 
Bimabet
(Sambungan dari: sampai 2 pekan kedepan...)

***

Asih yang disuruh menunggu kedatangan ayahnya atas perintah Ani, ibu kandungnya, sekarang dia lagi duduk di kursi ruang tamu... termang-mangu... kebingungan sendirian. Dikancingkannya lagi 4 buah kancing baju atasnya, yang tadi sengaja dibukanya. Pikirnya strategi 'buka 4 buah kancing baju atas' adalah agak kekanak-kanak dan... sama sekali bukan tindakan yang cerdas. Dia harus mempergunakan akalnya, mumpung dia tidak lagi dalam keadaan mumet... apalagi bila diingat perkataan ibunya tadi tatkala berbincang-bincang didalam kamar tidur orangtuanya... sifatnya lebih mirip ke ibunya dari pada ke ayahnya. Buktinya ibunya tadi berkata bahwa dia tak ubahnya bagaikan 'Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya'... pohonnya itu tidak lain tak bukan yang dimaksudkan adalah... ibunya sendiri!

Jadi ibu menikah dengan ayahnya dulu... itu bisa terjadi karena ibunyalah yang nyosor duluan ketimbang ayahnya yang lumayan ganteng itu tapi bersifat 'klemak-klemek' saja, dan mudah sekali dipengaruhi oleh teman-teman dekatnya.

Mengapa dia setuju saja dengan ayahnya untuk menerima lamaran Zulkifli... karena dia memang menghormati dan percaya saja dengan saran ayahnya itu saja... lain tidak!

Pantesan ayahnya cuma mampu melirik-lirik si janda kembang yang dicemburui oleh ibunya itu, selama sifat ayahnya seperti kucing jantan yang manis... sebenarnya tidak mungkin ayahnya bisa menundukkan si janda kembang yang 'jinak-jinak merpati' itu.

'Malu-malu kucing betina' tidak mungkin bersanding dengan 'kucing jantan yang manis...' itu sudah pasti! Paling-paling yang akan keluar sebagai pemenangnya dalam hal merebut hati si janda kembang, adalah kompetisi diantara sekelompok para kucing garong lainnya.

Dia akan memakai strategi jitu dari ibunya, yaitu... nyosor lebih dulu... dijamin ayahnya akan klepek-klepek ditangannya dengan sangat mudahnya.

Pintu depan terdengar diketok oleh seseorang yang kemudian langsung dibuka saja, ternyata memang Sarto, ayahnya Asih sudah pulang. Sarto menutup kembali pintu depan dan sekalian dikunci dari dalam, ketika berbalik badan... dilihatnya Asih tengah duduk sendirian di ruangan tamu.

"Kok duduk sendirian saja Asih, kemana adikmu?", sapa Sarto, ayahnya Asih. yang langsung dijawab oleh Asih dengan nekat dan penuh keberanian.

"Asih memang duduk sendirian tapi di ruang tamu ini Asih sedang berduaan...". Yang langsung dipotong saja oleh Sarto.

"Oh bang Zulkifli sudah datang toh...?!", tanya ayahnya.

"Lebih dari itu yah...!", kata Asih pendek saja supaya ayahnya rada penasarannya.

"Emangnya... siapa dia...? Sekarang dia dimana...?", Sarto bertanya dengan gencar pada Asih.

"Dia ada disini... yaitu ayah sendiri...!", kata Asih serius tanpa tawa.

"He-he-he... bisa aja kamu Sih... rupanya kamu sudah mulai suka bercanda juga ya... he-he-he...!", tawa Sarto sembari mulai mau melangkah lebih masuk kedalam rumah lagi. Yang langsung buru-buru dicegah oleh Asih.

"Ayah...! Sini...! Duduk disini... buruan! Ini mengenai si janda kembang... yang sering dilirik ayah itu...!", kata Asih dengan tegas.

Langsung berhenti seketika langkah kaki Sarto mendengar seruan yang bernada perintah itu. "Huusshhh... pelan-pelan ngomongnya... kalau soal itu... nanti terdengar oleh ibumu... bisa berabe urusannya...!".

"Pokoknya... ayah duduk disamping Asih... buruan!", kata Asih lebih tegas lagi.

Langsung mengkerut hati Sarto yang pada dasarnya menjadi penakut kalau dibawah tekanan seseorang... cukup secara verbal saja.

"Tumben kamu jadi galak begini Sih... sama ayahmu sendiri...", kata Sarto tanpa bisa memprotes lagi... duduk dengan patuh disamping Asih.

"Mulai sekarang... bahkan mulai detik ini, ayah tidak diperbolehkan Asih untuk melirik-lirik si janda kembang itu... sebagai gantinya... ayah boleh melirik Asih kapanpun ayah mau... atau kalau ayah berani melirik ibu... dia kan... isteri ayah! Atau ayah ingin sesuatu yang lain... silahkan lirik Asih dan apapun yang ayah maukan pada diri Asih... Ingat ayah! Ini bukanlah suatu permintaan tapi... PERINTAH dari Asih sendiri... mengerti ayah...?", kata Asih semakin tegas saja... karena pertama tadi efeknya sudah terlihat... ternyata benar perhitungannya... ayahnya bagai seekor kucing jantan yang manis saja... dan tidak lebih dari itu...!

"Tapi gimana... kan kamu, Asih... adalah puteri kandung ayah sendiri...!, kata ayahnya memelas, yang dibalas Asih dengan bentakan yang keras.

"ASIH TIDAK PERDULI... AYAH MAU APA TIDAK... ITU SAJA!", Asih menunggu apa jawaban ayahnya yang masih tercekat hatinya, dengan tenangnya Asih membuka kancing baju atasnya satu per satu secara perlahan...

"Eh-eeh... Asih jangan disini dong... nanti ketahuan ibumu... habis deh cuma ayah yang dimarahi sama ibumu...", kata ayahnya masih bernada memelas pada Asih yang sekarang telah mengambil peran yang dominan atas insiatifnya sendiri yang berani dan penuh perhitungan yang jitu terhadap 'kucing jantan yang manis' yang bernama Sarto ini.

"Kalau begitu... ayo ikut Asih kekamar tidur Asih...!", jadilah terlihat Sarto si pemegang peran 'slave' nunut, manut dan manggut-mangut dengan patuh pada Asih si pemegang peran 'master'.

Sampai didalam kamar ridur, Asih berkata, "Tutup pintunya lagi, dan... tidak usah dikunci...!".

Setelah mengunci pintu amar itu, Sarto berbalik badan... dan disambut dengan Asih yang tubuh bagian atasnya nyaris telanjang, Asih memerintahkan Sarto untuk membuka 1 kancing lagi yang masih tersangkut di lubang kancingnya.

"Gimana kalau ketahuan ibumu... emangnya ibumu ada dimana Asih...? Ayah jadi khawatir nih...", kata Sarto rada ragu.

"Ibu sedang dipijit Doni sekarang ditempat tidur... seperti biasanya, kalau sehabis dipijit keenakan... biasanya ibu kan langsung tertidur dengan nyenyak...! Kenapa harus khawatir... Besaran mana nafsu ayah melihat tubuh telanjang Asih dengan rasa kawatir takut ketahuan sama ibu yang sebentar lagi tertidur nyenyak......?!", tanya Asih pada 'slave'-nya ini. "Ayo cepat kita bertelanjang bulat dan ayah bisa melakukan semampu ayah 'gituin' Asih... habis itu kita akan istirahat dengan tidur bareng... nanti kalau kita bangun lagi kita bisa melanjutkan barang 1 ronde lagi... lalu kita mandi bareng... pokoknya kita akan puas-puaskan persis pengantin baru layaknya...", kata Asih menerangkan rencananya sembari membujuk rayu ayahnya yang sebentar lagi juga akan klepek-klepek ditangannya...

Tak lama kemudian terlihat keduanya, ayah kandung dengan puteri kandungnya bertelanjang bulat diatas tempat tidur, dengan Sarto terlentang pasrah mengangkang, sedang Asih sedang asyik mengemut-ngemut penis Sarto supaya lebih cepat keras dan panjang... berdiri kaku dengan sempurna. Sebenarnya penis Sarto terlihat lebih besar dan panyang dari pada penis milik pria lainnya yang seusia dia, panjangnya 18 cm dan diameter batang penisnya hampir 4 cm suatu ukuran penis yang boleh dibanggakan oleh pemiliknya. Sayangnya pengalaman Sarto yang buruk semasa kecilnya mempengaruhi mental dan kejiwaannya... yang sekarang setelah dewasa lebih senang mengambil peran 'slave' yang selalu dibawah komando dominasi yang dipandang sebagai pemegang peran 'master', jikalau Asih secara perlahan-lahan mungkin secara insting bisa membalikkan keadaan normal lagi. Maklumlah Asih belum pernah kuliah psikologi yang bisa memperbaiki kejanggalan yang tidak normal ini perlahan-lahan secara metode psikologis.

Begitu penis ayahnya tegang sempurna langsung saja Asih melakukan aksi WOT yang membuat Sarto, ayah kandungnya menjadi merem-melek keenakan... yang langsung diperingati oleh si pemegang peran 'master', "Ayah... jangan lupa meremas-remas susu Asih dan pentilnya juga...!". Si pemegang peran 'slave' dengan patuh segera meremas-remas buahdada montok dan sekal milik puteri kandungnya ini serta tidak lupa sesekali memlintir puting mungilnya yang berwarna maroon yang dikelilingi areola sebesar koin Rp100 bergambar timbul 'rumah gadang' yang berwarna maroon muda. Semakin cepat saja goyangan pinggulnya yang mendorong kebawah dan menarik keatas... sampai justru jari-jari tangannya Sarto yang kewalahan meremas-remas buahdada montok yang juga ikut bergoyang-goyang keatas dan kebawah sebagai akibat aksi WOT-nya Asih yang dilakukan sangat cepat...

Tak sabar sudah Asih merasakan keampuhan penis besar dan panjang milik ayah kandungnya ini... Asih dengan cepat menindih menelungkup diatas tubuh telanjang ayah kandungnya ini... mentalnya sih mental 'slave', tapi... fisiknya seperti kuda jantan yang sangat kuat... Asih berbisik pada ayahnya, "Yah... sekarang ayah yang diatas... cepat lakukan...!".

"Baik sayang... Asih tidur terlentang dong... biar ayah bisa menindihmu... pokoknya akan ayah tunjukkan bahwa kamu tidak akan pernah menyesal... telah mengajak ayah ML denganmu... dan supaya kamu senang sayang... goodbye si janda kembang... yang dibandingkan denganmu sama sekali tidak ada apa-apanya...", demikianlah janji Sarto ala si pemegang peran 'slave' yang berusaha membuat hati 'master'-nya ini bakal menjadi puas dan penuh jaminan dengan kenikmatan ber-ML dengannya.

<Bleeesss...!> masuk kembali seluruh batang penis Sarto yang besar dan sangat tegang itu, meng-invasi seluruh 'gua nikmat' Asih, puteri kandungnya itu... dilanjutkan dengan pompaan-pompaan senggama penis gagah perkasa ala 'slave' yang penuh kepatuhan berusaha dengan sekuat tenaga membuat tubuh 'master'-nya mengalami kenikmatan persetubuhan yang bisa membuatnya berharga sebagai 'slave' dimata 'master'-nya yang sangat dominan ini.

Pinggul kekarnya Sarto berayun-ayun sangat kencang... memompa penis besar panjangnya... masuk-keluar... masuk-keluar... lubang nikmat vagina puteri kandungnya yang legit... tanpa henti... barang sejenakpun... menyebabkan tubuh telanjang Asih yang jelita ini ikut berguncang-guncang hebat... Asih karena tuntutannya sebagai pemegang peran 'master' bagi ayah kandungnya yang 'slave', tetap bersiteguh hatinya... menjaga gengsi-'master'-nya tidak akan mengeluarkan keluh-desahnya yang biasanya... sering diobral keluar lewat mulutnya yng seksi itu.
Sebagai gantinya Asih menggeol-geolkan pinggul mulusnya dengan cepat dan sesekali melakukan gerakan memutar-mutar... yang menyebabkan Sarto dalam perannya sebagai 'slave' merasa terganggu... takut dia gagal memuaskan 'master'-nya ini secara maksimal dan bisa dibanggakan. Sarto semakin cepat memompa terus... tancap gas penuh...

Pada saat itulah... secara perlahan-lahan pintu kamar yang tidak dikunci dari dalam itu... membuka... sedikit demi sedikit... semakin melebar... sampai sesosok tubuh telanjang bulat seorang wanita dewasa menyelinap masuk kedalam kamar itu... tanpa diketahui sama sekali oleh pasangan dari ayah dan puteri kandungnya yang sedang asyik-masyuk... bersetubuh... tanpa perlu memperhatikan sekeliling mereka lagi...!

Wanita dewasa yang bertelanjang bulat itu... tidak lain dan tidak bukan adalah... Ani, ibu kandungnya Asih dan isteri sah-nya Sarto yang lagi menggeluti dan menyetubuhi puteri kandung mereka sendiri! Ani dengan duduk tenang dikursi sambil melipat kan tangannya dibawah payudara-nya yang montok dan besar, melihat mereka yang tengah melakukan persetubuhan incest itu... menonton dengan sangat tenang tanpa menimbulkan suara sekecil apapun juga... malah tersenyum dengan senang, 'Sekarang baru tahu kamu Sarto... ternyata janda kembangmu... tidak ada apa-apanya... dibanding dengan puteri kandungmu sendiri ini... raup sebanyak-banyaknya kenikmatan sorga dunia dari tubuh telanjang bulat puteri kandungmu sendiri... biar muncul rasa penyesalanmu... karena telah tega mengawinkan dia dengan Zulkifli si geblek itu... yang mempunyai banyak isterinya... demi Rp5 juta yang kamu katakan padaku sebagai uang sebagai tambahan modal... itu kilahmu... bodoh! Kalau cuma Rp5 juta untuk penambah modal dan benar adanya... ayah kandungku yang juragan jeruk manis... malah telah datang dan menyerahkan didalam tanganku sendiri yang menerima uang Rp50 juta... yang sekarang aku simpan didalam laci kecil dalam lemari yang tak akan dapat kamu temukan sendiri... Ayahku berpesan bahwa uang itu hanya boleh diberikan kalau menurut penilaianku... uang itu memang dipakai untuk usaha yang benar-benar bisa menguntungkan, dan... bukan sebagai alasan dan akal-akalan bulusmu yang tega mendustai keluargamu sendiri demi mentraktir teman-teman busukmu... yang hanya baik dan berkerumun dan menyanjungmu dikala engkau memegang duit banyak... Ayahku berpesan... kalau dalam penilaianku... watakmu tidak berubah sedikitpun... pakailah uang ini untuk kepentingan anak-anak dan diriku sendiri... Mulai saat ini kau tidak bisa menyetubuhiku lagi. Jika kau ingin merasakan ML... jadilah budak nafsu puteri kandungmu sendiri... Itulah sayangnya kau tidak tahu latar belakang isterimu selagi masih sangat muda...? Aku adalah seorang sarjana penuh bidang psikologi... dikala aku masih sangat muda... seorang gadis berusia 23 tahun... aku telah memegang CV tanda kelulusanku...! Rupanya engkau tidak mencintaiku setulus hatimu... buktinya engkau tidak mengetahui latar belakang isterimu sendiri... yang sengaja kututupi kesarjanaanku... karena kulihat engkau lebih senang bergaul dengan teman-temanmu yang nggak jelas juntrungan semuanya itu. Tak akan aku share rasa banggaku sebagai sarjana penuh denganmu... kuucapkan selamat menjadi budak-seks dari puteri kandungmu sendiri... sebagai balasan... karena engkau telah menyia-nyiakannya hidupnya yang berharga dengan menyandingkannya dengan Zulkifli si geblek itu. Itulah karena kau kurang penuh perhatianmu pada keluarganu sendiri... keberadaanmu dirumah ini tergantung sepenuhnya dari belas kasihan puteri kandungmu sendiri... kalau Asih telah bosan menjadikanmu sebagai budak seks-nya... maka kau harus hengkang dari rumah ini... semakin cepat semakin baik'. Kemudian dengan sangat hati-hati sekali, Ani keluar dari kamar yang penuh kemesuman itu dan menutup pintunya dari luar kamar.

Itulah balasan dari seorang isteri yang sebenarnya sangat setia, tapi kalau sampai hati menyakiti hatinya selama belasan tahun... wajarlah... Sarto menerima vonnis yang bakal dijalankan dengan kerelaan dan penuk nikmat... tanpa disadarinya bahwa keberadaannya dirumah ini adalah... selama dia sebagai budak seks mampu memuaskan hasrat seks 'master'-nya yang tak lain tak bukan, adalah... puteri kandungnya, Asih...

Dan celakalah bagi Zulkifli yang telah memandang rendah mertua perempuannya, Ani yang diam-diam... sejak lama menyembunyikan identitasnya sebagai sarjana penuh psikologi dari unversitas yang... bahkan sangat terkenal...

(Bersambung ke Bagian 5 - Enam Bulan Ayu Sebagai Asisten Bidan)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd